Referat Sepsis - Friska

18
REFERAT SEPSIS Disusun Oleh: Friska Leonardy 17120080022 Pembimbing: dr. Maria Rini, SpPD KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM RUMKITAL MARINIR CILANDAK Periode 27 Agustus 2012 3 November 2012

description

referat sepsis

Transcript of Referat Sepsis - Friska

Page 1: Referat Sepsis - Friska

REFERAT

SEPSIS

Disusun Oleh:

Friska Leonardy

17120080022

Pembimbing:

dr. Maria Rini, SpPD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM

RUMKITAL MARINIR CILANDAK

Periode 27 Agustus 2012 – 3 November 2012

Page 2: Referat Sepsis - Friska

Bab I. Pendahuluan

Sepsis merupakan puncak dari interaksi kompleks dari imunitas penderita, reaksi inflamasi

dan koagulasi dan mikroorganisme yang menginfeksi. Sepsis adalah penyakit yang

heterogen, aktivasi proses inflamasi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan progresi sepsis

menjadi sepsis berat dan dapat berujung pada terjadinya syok septik.1

Sepsis merupakan penyebab utama kematian di intensive care units (ICU) di seluruh dunia.

Dilaporkan lebih dari 34.000 kematian disebabkan oleh sepsis di Amerika. Sebuah penelitian

di India dilakukan untuk mengetahui insidensi dari sepsis berat. Dari total 1.344 pasien yang

masuk ke Intensive Care Unit (ICU), total pasien yang masuk dengan sepsis berat adalah

13%. Terjadi peningkatan insidensi sepsis akibat dari kemajuan medik di seluruh dunia

seperti misalnya penggunaan kateter intravaskular yang berkepanjangan, peningkatan dalam

implan material bagian tubuh buatan seperti sendi atau katup jantung buatan dan penggunaan

obat-obat imunosupresif atau agen kemoterapi.1,2,3

Referat ini akan akan membahas lebih dalam tentang sepsis ditinjau dari definisi, etiologi,

patogenesis, diagnosis, komplikasi dan penatalaksanaan.

Page 3: Referat Sepsis - Friska

Bab II. Isi

2.1 Definisi

Sepsis didefinisikan sebagai infeksi yang masih dicurigai secara klinis atau telah terbukti

disertai dengan adanya SIRS.4 SIRS adalah manifestasi klinis dari inflamasi sistemik dengan

dua atau lebih kriteria sebagai berikut:5,6

1. Suhu > 38oC atau <36

oC

2. Denyut jantung > 90x/menit

3. Laju nafas >20x/menit atau PaCO2 <32mmHG

4. Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau <4.000/mm³ atau > 10% sel imatur (batang)

Sepsis berat adalah sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi.

Yang termasuk di dalam hipoperfusi adalah asidosis laktat, oliguria atau perubahan status

mental akut. Akan tetapi hipoperfusi tidak terbatas pada ketiga hal tersebut saja. Syok septik

didefinisikan sebagai sepsis berat dengan hipotensi walaupun telah diberikan resusitasi cairan

yang adekuat.6

2.2 Etiologi

Di negara barat, penyebab paling sering dari sepsis adalah infeksi bakteri. Bakteri gram

positif yang paling sering menyebabkan sepsis adalah Staphylococcus aureus dan

Streptococcus pneumoniae sedangkan bakteri gram negatif yang paling sering menyebabkan

sepsis adalah Escherichia coli, Klebsiella sp. dan Pseudomonas aeruginosa. Walaupun

bakteri-bakteri ini juga sering ditemukan pada kultur darah pasien dengan sepsis di daerah

tropis, perlu dipertimbangkan penyebab lain yang dapat menyebabkan sepsis. Penyebab

potensial sepsis yang mematikan di negara tropis adalah infeksi malaria fulminan, tetanus

fulminan, infeksi amuba fulninan, demam berdarah viral, leptospirosis, demam tifoid, dan

hiperinfeksi yang disebabkan oleh strongiloidosis.7

Lokasi yang umumnya menjadi sumber infeksi pada pasien dengan sindroma sepsis adalah

traktus respiratori, traktus genitourinaria, traktus gastrointestinal dan traktus hepatobilier.

Lokasi lain yang lebih jarang menjadi sumber infeksi adalah jalur intravena, cairan infus,

luka operasi, pemakaian kateter jangka panjang dan ulkus dekubitus.8

Sepsis yang disebabkan

oleh bakteri gram negatif merupakan flora normal di dalam traktus gastrointestinal yang

menyebar ke struktur yang berdekatan seperti pada peritonitis akibat perforasi apendiks atau

Page 4: Referat Sepsis - Friska

flora normal yang berpindah dari perineum ke urethre atau kandung kemih. Fokus infeksi

sepsis yang disebabkan bakteri gram negatif lainnya adalah berasal dari traktus

genitourinarium dan saluran empedu. Sepsis yang disebabkan oleh bakteri gram positif

biasanya disebabkan oleh infeksi pada kulit, saluran respiratori dan luka terbuka seperti pada

luka bakar.5

Telah terjadi perubahan bakteriologi dari sepsis dalam dekade terakhir. Bakteri gram negatif

seperti contohnya Enterobacteriaceae spp. dan Pseudomonas spp. yang sebelumnya

merupakan penyebab utama dari sepsis telah digantikan oleh bakteri gram positif yang saat

ini menyebabkan lebih dari 50% dari kasus sepsis. Staphylococcus spp. adalah bakteri yang

paling sering ditemukan pada kultur darah, diduga karena terjadinya peningkatan prevalansi

dari pemakaian jangka alat-alat dengan akses vena dan bahan-bahan prostetik implan.

Dengan alasan yang sama, kejadian sepsis fungal yang disebabkan oleh Candida spp.

meningkat secara dramatis dalam dekade terakhir. Sepsis yang berhubungan dengan P

aeruginosa, Candida, atau infeksi campuran dari beberapa organisme memiliki angka

mortalitas yang tinggi.2

2.3 Patogenesis

MEKANISME PENGENALAN MIKROBA OLEH PENJAMU

Penyebab sepsis dan syok sepsis yang paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari

endotoksin gram negatif maupun eksotoksin gram positif. Struktur lipid A dari lipolisakarida

(LPS, dapat juga disebut endotoksin) yang merupakan komponen utama dari membran terluar

bakteri gram negatif bertanggung jawab terhadap toksisitas bakteri dan reaksi inflamasi.

Respon yang dihasilkan terhadap endotoksin mencakup interaksi kompleks dari makrofag,

neutrofil, monosit, limfosit, platelet dan sel endotel yang dapat mempengaruhi hampir semua

organ. Sebuah protein dari penjamu (LPS-binding protein) berikatan dengan lipid A dan

membawa LPS menuju CD14 yang terdapat pada permukaan monosit, makrofag dan

meutrofil. LPS kemudian akan diteruskan ke MD-2 yang berikatan dengan toll like receptors

4 (TLRs4) untuk membentuk sebuah kompleks molekuler yang mengirimkan sinyal

pengenalan LPS ke bagian dalam dari sel. Sinyal ini akan secara cepat memicu produksi dan

pelepasan dari mediator-mediator, seperti tumor necrosis factor (TNF), yang akan

memperkuat dan mengirimkan sinyal LPS ke sel dan jaringan lain. Peptidoglikan dan

lipopeptida dari bakteri menimbulkan respon yang secara keseluruhan mirip dengan respon

yang ditimbulkan LPS. Molekul-molekul tersebut akan ditransfer oleh CD14 dan berinterkasi

Page 5: Referat Sepsis - Friska

dengan TLR yang berbeda. Terdapat 11 jenis TLR yang berbeda yang telah terindentifikasi

sejauh ini pada manusia. Protein lain yang penting dalam proses pengenalan invasi patogen

adalah nucleotide-binding oligomerization domain-containing protein (NOD) 1 dan 2 yang

akan mengenali fragmen yang berlainan dari peptidoglikan bakteri, komponen komplemen

awal (jalur alternatif), dan lektin yang berikatan dengan mannose dan C-reactive protein yang

mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik.5,9,10

Kemampuan penjamu untuk mengenali molekul mikroba tertentu dapat mempengaruhi

potensi dari pertahanan diri dan patogenesis dari sepsis berat. Sebagai contoh, MD-2-TLR4

paling baik mendeteksi LPS yang memiliki lipid A dengan rantai hexaacyl. Kebanyakan dari

bakteri gram negatif komensal aerob dan non-aerob yang dapat mencetuskan sepsis berat dan

syok septik (sebagai contoh E. coli, Klebsiella dan Enterobacter) memiliki struktur lipid A

dengan rantai hexaacyl ini. Saat patogen –patogen ini menginvasi penjamu, biasanya melalui

epitel pelindung yang rusak, patogen-patogen ini biasanya terbatas di jaringan subepitel dan

menyebabkan respon inflamasi lokal. Patogen-patogen ini tampaknya menyebabkan sepsis

berat umumnya dengan mencetuskan inflamasi lokal yang berat daripada dengan bersirkulasi

di aliran darah.9,10

RESPON LOKAL DAN SISTEMIK TERHADAP INVASI MIKROBA

Pengenalan molekul mikroba oleh fagosit jaringan mencetuskan terjadinya produksi dan/atau

pelepasan dari sejumlah molekul penjamu (seperti sitokin, kemokin, prostanoid, leukotriene

dan lainnya) yang menyebabkan peningkatan airan darah ke jaringan yang terinfeksi,

meningkatkan permeabilitas pembuluh darah lokal, mengerahkan neutrofil ke tempat infeksi

dan menghasilkan sakit. Respon sistemik diaktivasi oleh komunikasi humoral dan/atau neural

dengan hipotalamus dan batang otak; respon ini meningkatkan pertahanan lokal dengan

meningkatkan aliran darah ke daerah yang terinfeksi, meningkatkan jumlah neutrofil yang

bersirkulasi, dan menaikkan level dari sejumlah molekul di pembuluh dari yang memiliki

fungsi anti-infeksi.10

Sitokin dan Mediator lainnya

Sitokin dapat memiliki efek endokrin, parakrin dan autokrin. TNF- menstimulasi leukosit

dan sel endotel pembuluh darah untuk melepaskan sitokin lainnya, untuk mengeskpresikan

molekul permukaan sel yang memperbanyak adesi neutrofil-endotel pada tempat infeksi dan

Page 6: Referat Sepsis - Friska

meningkatkan produksi prostaglandin serta leukotriene. Level TNF- di pembuluh darah

mengalami peningkatan pada pasien dengan sepsis berat atau syok septik.

TNF- walaupun berfungsi sebagai mediator sentral, hanya merupakan satu dari begitu

banyak molekul proinflamatori yang berkontribusi dalam pertahanan penjamu. Kemokin,

terutama interleukin (IL)-8 dan IL-17, menarik neutrofil sirkulasi ke tempat infeksi. IL-1

menunjukkan aktifitas serupa dengan TNF- . TNF- , IL-1 , interferon (IFN) , IL-12, IL-

17 dan sitokin proinflamasi lainnya dan mungkin berinteraksi secara sinergis satu dengan

yang lainnya.5,9,10

Faktor Koagulasi

Trombosis intravaskular, sebuah tanda dari respon inflamasi lokal, dapat membantu

mencegah invasi mikroba dan penyebaran infeksi dan inflamasi ke jaringan lain. IL-6 dan

mediator lainnya mendorong terjadinya koagulasi intaravaskular dengan menginduksi

monosit dan sel endotel pembuluh darah untuk mengekspresikan faktor jaringan. Saat faktor

jaringan diekspresikan pada permukaan sel, ia akan berikatan dengan faktor VIIa untuk

membentuk kompleks aktif yang dapat mengkonversi faktor X dan IX menjadi bentuk aktif.

Hasil yang didapatkan adalah aktivasi dari jalur pembekuan ekstrinsik dan intrinsik,

menyebabkan pemuncakan dari produksi fibrin. Pembekuan juga terjadi akibat gangguan

fungsi jlaur inhibisi protein C-protein S dan deplesi antitrombin dan protein C dan S,

sedangkan fibrinolisis dihambat oleh peningkatan level inhibitor aktivator plasminogen 1.

Hal ini dapat menyebabkan kecenderungan yang menyolok pada deposisi fibrin intravaskular,

trombosis dan pendarahan; kecenderungan ini paling sering terlihat pada pasien dengan

infeksi endotelial intravaskular seperti meningococcemia. Bukti-bukti menunjukkan bahwa

faktor jaringan yang mengekspresikan mikropartikel yang berasal dari leukosit berpotensi

sebagai pencetus koagulasi intravaskular. Aktivasi sistem-kontak terjadi selama sepsis tetapi

berkontribusi lebih kepada terjadinya hipotensi dibandingkan dengan terjadinya koagulasi

intravaskular diseminata (DIC).4,9,10

Page 7: Referat Sepsis - Friska

Gambar 1. Respon prokoagulan pada sepsis

(Dikutip dari JA, Russell. “Drug Therapy : Management of Sepsis.” The New England

Journal of Medicine, 2006: 1699-1713.)

Mekanisme Kontrol Lokal

Pengenalan mikroba yang menginvasi oleh penjamu di dalam jaringan subepitel akan secara

khusus mengaktifkan respon imun yang secara cepat membunuh patogen. Respon imun ini

kemudian akan mereda untuk memberikan kesempatan pemulihan jaringan. Proses anti-

inflamasi yang membantu meredakan proses inflamasi mencakup molekul yang menetralkan

atau menginaktifasi signal mikrobial. Diantara molekul-molekul ini adalah faktor intrasel

(contohnya penekan dari cytokine signaling 3 and IL-1 receptor–associated kinase 3) yang

menurunkan produksi mediator proinflamasi oleh neutrofil dan makrofag; sitokin anti-

inflamasi (IL-10. IL-4) dan molekul yang berasal dari essential polyunsaturated fatty acids

(lipoxin, resolvin dan protektin) yang mendorong terjadinya pemulihan jaringan. Inaktivasi

enzim oleh sinyal molekul mikrobial (mis : LPS) dapat dibutuhkan untuk memulihkan

homeostasis; acyloxyacyl hydrolase yang merupakan enzim leukosit terbukti menghambat

terjadinya inflamasi yang berkepanjangan dengan menginaktivasi LPS pada tikus.9,10

Page 8: Referat Sepsis - Friska

Mekanisme Kontrol Sistemik

Badan pengirim sinyal yang menghubungkan pengenalan mikrobial dengan respon seluler

lebih tidak aktif di darah dibandingkan dengan di jaringan. Sebagai contoh, walaupun LPS-

binding protein memiliki peran dalam mengenali kehadiran LPS di jaringan, pada plasma

protein ini juga mencegah terjadinya pengiriman sinyal LPS dengan mentransfer molekul

LPS kedalam partikel lipoprotein plasma yang mengambil bagian dari lipid A sehingga LPS

tidak dapat berinteraksi dengan sel. Pada keadaan dimana konsentrasi LPS-binding protein

tinggi di dalam darah, LPS-binding protein juga menginhibisi respon monosit terhadap LPS

dan bentuk sirkulasi dari CD14 melepaskan LPS yang berikatan dengan permukaan

monosit.4,10

Respon sistemik terhadap infeksi juga mengurangi respon selular terhadap molekul

mikrobial. Level dari sitokin anti-inflamasi sirkulasi (contoh : IL-10) meningkat bahkan pada

pasien dengan infeksi ringan. Glukokortikoid menginhibisi sintesis in vitro sitokin oleh

monosit; peningkatan level kortisol darah pada awal respon sistemik memiliki peran inhibisi

yang sama. Epinefrin menginhibisi respon TNF- terhadap pemasukan endotoksin pada

penjamu dan secara bersamaan memperbanyak dan mempercepat pelepasan IL-10;

protaglandin E2 memiliki efek “pemograman ulang” yang sama terhadap respon dari monosit

sirkulasi kepada LPS dan agonis bakterial lainnya. Kortisol, epinefrin, IL-10 dan C-reactive

protein menurunkan kemampuan neutrofil untuk menempel pada endotel pembuluh darah,

melepaskan neutrofil dari endotel dan dengan demikian berkontribusi terhadap leukositosis

sementara menghambat adhesi neutrofil-endotelial pada organ yang tidak mengalami

inflamasi. Bukti-bukti yang tersedia dengan demikian menunjukkan bahwa respon sistemik

tubuh terhadap kerusakan dan infeksi biasanya menghambat inflamasi di dalam organ-organ

yang jauh dari tempat terjadinya infeksi. Terdapat juga bukti yang menunjukkan bahwa

respon-respon ini dapat memiliki efek imunosupresi.4,10

Respon pada fase akut menyebabkan peningkatan konsentrasi dari begitu banyak molekul

yang memiliki efek anti-inflamasi di dalam darah. Sebagai contoh, level reseptor antagonis

IL-1 di dalam darah sering kali melebihi level dari IL-1 sirkulasi dan kelebihan ini dapat

menginhibisi pengikatan IL-1 dengan reseptornya. Level yang tinggi dari reseptor TNF

terlarut menetralkan TNF- yang memasuki sirkulasi. Protein fase akut lain adalah inhibitor

protease atau antioksidan yang dapat menetralkan molekul berbahaya yang dilepaskan oleh

Page 9: Referat Sepsis - Friska

neutrofil dan sel inflamasi lainnya. Peningkatan produksi hepcidin oleh hati akan mendorong

terjadinya pelepasan zat besi di dalam hepatosit, sel epitel intestinal dan eritrosit; efek ini

akan mengurangi pengambilan zat besi oleh mikroba serta berkontribusi terhadap terjadinya

anemia normositik normokrom yang berhubungan dengan inflamasi.4,10

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa respon lokal dan sistemik terhadap agen

infeksius memberikan keuntungan-keuntungan yang penting bagi penjamu. Penjelasan

tentang bagaimana respon-respon ini berkontribusi terhadap kematian (sebagai contoh

terjadinya maladaptasi) masih menjadi tantangan besar untuk penelitian sepsis.10

Kerusakan Endotel

Banyak penelitian yang menunjukkan keterlibatan kerusakan endotel yang menyebarluas

sebagai mekanisme utama terjadinya disfungsi multiorgan. Mediator-mediator yang berasal

dari leukosit dan platelet-leukocyte-fibrinthrombi dapat berkontribusi terhadap kerusakan

vaskuler, tetapi endotelium vaskuler juga tampaknya memiliki peran aktif. Stimulus seperti

TNF- menginduksi sel endotelial vaskular untuk memproduksi dan melepaskan sitokin,

molekul prokoagulan, faktor aktivasi platelet, nitrik oksida (NO) dan mediator lainnya.

Sebagai tambahan, molekul sel adhesi menyebabkan penempelan neutrofil kepada sel

endotel. Sementara respon ini dapat menyebabkan penarikan fagosit ke tempat infeksi dan

aktivasi dari komponen antimikrobial, aktivasi sel endotel juga dapat menyebabkan

peningkatan permeabilitas vaskular, trombosis mikrovaskular, DIC dan hipotensi.4,9,10

Oksigenasi jaringan dapat menurun selagi terjadi penurunan jumlah kapiler fungsional oleh

obstruksi luminal akibat pembengkakan sel endotel, penurunan pembentukan eritrosit

sirkulasi, leukocyte-platelet-fibrinthrombi atau kompresi dari cairan edema. Di sisi lain,

penelitian menggunakan orthogonal polarization spectral imaging terhadap mikrosirkulasi di

lidah menemukan bahwa perubahan aliran kapiler yang berhubungan dengan sepsis dapat

dibalikkan dengan pemberian asetilkolin ke permukaan lidah atau dengan pemberian

nitroprusside intravenously; observasi ini menunjukkan neuroendokrin sebagai dasar dari

hilangnya pengisian kapiler. Penggunaan oksigen oleh jaringan dapat juga terganggu oleh

keadaan “hibernasi” dimana produksi ATP berkurang selagi terjadi penurunan fosforilasi

oksidatif; NO dapat bertanggung jawab terhadap induksi respon ini.9,10

Organ-organ dengan fungsi yang menurun akibat sepsis biasanya tampak normal pada otopsi.

Nekrosis atau trombosis hanya sedikit terlihat dan apoptosis hanya terbatas pada organ

Page 10: Referat Sepsis - Friska

limfoid dan trkatus gastrointestinal. Fungsi organ juga akan kembali normal saat keadaan

pasien membaik. Poin-poin ini menunjukkan bahwa disfungsi organ yang terjadi pada sepsis

berat memiliki dasar biokemikal, bukan struktural.9,10

Gambar 2. Respon inflamasi pada sepsis

(Dikutip dari JA, Russell. “Drug Therapy : Management of Sepsis.” The New England

Journal of Medicine, 2006: 1699-1713.)

2.4 Manifestasi Klinis

Manifetasi klinis dari sepsis biasanya tidak spesifik yang diawali dengan gejala

konstitusional berupa demam, menggigil, rasa lelah, malaise, gelisah atau kebingungan.5

Manifestasi dari respon sepsis biasanya tumpang tindih dengan gejala dan tanda dari penyakit

yang mendahului atau infeksi primer penderita. Manifestasi klinis dari sepsis bervariasi pada

setiap penderita, sebagai contoh pada beberapa individu, sepsis dapat menyebabkan

hipotermi atau tidak menyebabkan perubahan suhu tubuh yang biasanya ditemukan pada

neonatus, pasien dengan usia lanjut dan pasien dengan uremia atau yang sering

mengkonsumsi alkohol, sedangkan pada individu yang lain sepsis menyebabkan hipertermi.10

Hiperventilasi sering menjadi tanda awal dari sepsis. Disorientasi, kebingungan dan gejala

lain dari ensefalopati juga dapat terjadi pada awal sepsis, khususnya pada pasien usia lanjut

dan pada individu yang memiliki kerusakan neurologis sebelumnya. Hipotensi dan

Page 11: Referat Sepsis - Friska

disseminated intravascular coagulation (DIC) menjadi faktor predisposisi dari terjadinya

acrocyanosis dan nekrosis iskemik jaringan perifer dengan jari tangan dan kaki sebagai

tempat yang paling umum. Selulitis, pustul, bula, atau lesi hemoragik dapat terjadi apabila

bakteri hematogen atau jamur menginfeksi kulit atau jaringan lunak. Toksin bakteri juga

dapat menyebar secara hematogen dan menyebabkan reaksi kutan yang luas. Terkadang, lesi

kulit dapat menunjukkan patogen spesifik seperti misalnya pada sepsis dengan petekie atau

purpura, N. meningitidis (atau yang lebih jarang H. influenzae) dapat dicurigai sebagai

patogen penyebab. Lesi kulit berupa ektima gangrenosum (lesi bula yang dikelilingi oleh

edema yang mengalami pendarahan dan nekrosis sentral) pada pasien dengan neutrofilia

biasanya disebabkan oleh P. aeruginosa. Lesi bula atau hemoragik pada pasien sepsis yang

baru-baru saja mengkonsumsi tiram mentah dapat menunjukkan infeksi oleh V.

vulnificus,sedangkan pada pasien dengan lesi serupa yang baru-baru saja mengalami luka

gigitan anjing dapat dicurigai sebagai infeksi oleh Capnocytophaga canimorsus or C.

cynodegmi. Eritroderma yang menyeluruh pada pasien sepsis dapat menunjukkan toxic shock

syndrome yang disebabkan oleh S. aureus or S. pyogenes.5,10

Manifestasi gastrointestinal seperti rasa mual, muntah, diare dan ileus menunjukkan

gastroenteritis akut. Stress ulcer dapat menyebabkan pendarahan dari traktus gastrointestinal

bagian atas. Jaundice kolestatik dengan peningkatan serum bilirubin (terutama bilirubin

direk) dan alkaline phosphatase dapat juga menjadi tanda yang mendahului tanda lain dari

sepsis. Disfungsi dari sel dan kanalikuli hepar mendasari sebagian besar kasus dan hasil tes

fungsi hati akan kembali normal apabila terjadi resolusi dari infeksi. Hipotensi yang berat

atau berkepanjangan dapay menyebabkan kerusakan hati akut atau ischemic bowel

necrosis.5,10

Metabolisme anaerobik dapat terjadi yang disebabkan oleh banyaknya jaringan yang tidak

dapat memecah oksigen secara normal dari darah walaupun saturasi oksigen mendekati

normal yang berakibat sebagai peningkatan kadar laktat dalam darah. Peningkatan kadar

laktat dalam darah juga dapat disebabkan oleh kemampuan pembuangan laktat dan piruvat

oleh hepar dan ginjal. Pada kebanyakan pasien, terutama pada pasien dengan diabetes, dapat

terjadi peningkatan kadar gula dalam darah. Pada beberapa pasien terjadi gangguan

glukoneogenesis dan pelepasan insulin yang berlebihan yang dapat menyebabkan

hipoglikemi. Terjadi juga inhibisi dari transthyretin dan peningkatan produksi dari C-reactive

protein, fibrinogen dan komponen dari komplemen sebagai hasil dari respon dari sitokin pada

Page 12: Referat Sepsis - Friska

fase akut. Kadar serum albumin mengalami penurunan sebagai akibat dari penurunan sintesis

oleh hati dan perpindahan albumin ke ruang interstisial.5,10

2.5 Diagnosis

Sepsis adalah SIRS dengan bukti adanya infeksi atau kecurigaan adanya infeksi secara klinis

sehingga diagnosis sepsis dapat ditegakkan dengan ditemukannya dua atau lebih kriteria

SIRS dan bukti adanya infeksi melalui anamnesis, pengambilan riwayat medis yang cermat,

pemeriksaan fisik dan uji laboratorium.5,6

Melalui anamnesis dan pengambilan riwayat medis yang cermat, kita dapat mengetahui

faktor resiko yang dapat menyebabkan infeksi pada pasien seperti riwayat penggunaan

kateter atau instrumensasi yang berkepanjangan, riwayat luka bakar atau luka yang terbuka,

riwayat paparan terhadap agen infeksius dan faktor resiko terjadinya penurunan imunitas dari

pasien sehingga mudah terjadi infeksi. Perlu juga diketahui riwayat penyakit yang baru-baru

ini diderita oleh pasien seperti infeksi gastrointestinal, infeksi traktus respiratori, infeksi

urogenital dan infeksi di tempat lainnya.5

Tanda-tanda dari sepsis berupa kenaikan suhu > 38oC atau penurunan suhu <36

oC, kenaikan

denyut jantung > 90x/menit, peningkatan laju nafas >20x/menit atau penurunan PaCO2

<32mmHG dapat ditemukan dari pemeriksaan fisik. Perlu juga dilakukan pemeriksaan fisik

menyeluruh pada pasien sepsis untuk mencari tanda infeksi seperti lesi kulit. Perlu juga

dilakukan pemeriksaan fisik yang spesifik apabila dicurigai terdapat infeksi fokal seperti pada

pasien dengan dugaan infeksi pelvis, dapat dilakukan pemeriksaan rektum, pelvis dan genital

untuk menemukan adanya abses rektal, perirektal, dan/atau perineal, penyakit dan/atau abses

inflamasi pelvis, atau prostatitis.5,6,10

Tidak terdapat uji laboratorium yang spesifik untuk sepsis. Uji laboratorium meliputi hitung

jenis leukosit, urinalisis, gambaran koagulasi, glukosa, urea darah, nitrogen, kreatinin,

elektrolit, tes fungi hati, kadar asam laktat, arterial blood gas (ABG), elektrokardiogram dan

foto toraks. Pada sepsis awal, ditemukan leukositosis dengan shift ke kiri, trombositopenia,

hiperbilirubinemia, dan proteinuria. Dapat pula terjadi leukopenia, peningkatan profil lipid

dan hipoksemia yang dapat dikoreksi dengan pemberian oksigen. Hiperventilasi

menyebabkan alkalosis respiratori. Terjadi juga hiperglikemia pada pasien diabetes. Apabila

sepsis berlanjut, akan terjadi perburukan trombositopenia disertai perpanjangan waktu

trombin, penurunan fibrinogen, atau keberadaan D-dimer yang merupakan penanda

terjadinya DIC. Aminotransferase akan meningkat dan terjadi azotemia dan

Page 13: Referat Sepsis - Friska

hiperbilirubinemia. Peningkatan serum laktat terjadi sebagai akibat dari lelahnya otot

pernafasan. Alkalosis respiratori akan digantikan oleh asidosis metabolik. Hipoksemia tidak

lagi dapat dikoreksi bahkan dengan oksigen 100%. Hiperglikemia diabetik dapat

menimbulkan ketoasidosis.5,10

Diagnosis etiologi sepsis yang definit dapat dilakukan dengan melakukan biakan darah,

sputum, urin, dan tempat lain yang terinfeksi. Sebaiknya dilakukan pengambilan paling

sedikit dua sampel darah dalam waktu 24 jam untuk biakan dengan volume sampel 10-20 ml

pada dewasa dan inokulasikan dengan trypticase soy broth dan thioglycolate soy broth.

Dilakukan pula pengambilan sampel dari setiap lumen kateter atau instrumen lain pada pasien

dengan pemakaian kateter jangka panjang. Pada kebanyakan kasus, hasil kultur darah adalah

negatif, hasil ini dapat disebabkan oleh penggunaan antibiotik, organisme yang bertumbuh

secara lambat atau karena tidak adanya invasi mikroba ke aliran darah. Pada kasus-kasus

seperti ini, pengambilan sampel dapat dilakukan pada tempat infeksi primer atau lesi kulit

untuk menentukan etiologi sepsis.5,10

2.6 Komplikasi

Komplikasi dari sepsis meliputi :5,10

Adult respiratory distress syndrome (ARDS) dengan insidensi 2-8%

DIC dengan insidensi 8-18%

Gagal ginjal akut dengan insidensi 9-23%

Perdarahan usus

Gagal hati dengan insidensi 12%

Disfungsi sistem saraf pusat dengan insidensi 19%

Gagal jantung

Kematian

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan sepsis meliputi tiga terapi utama, yaitu : (1) stabilisasi pasien secara

langsung, (2) eradikasi dari infeksi dengan pemberian antibiotik melalui jalur intravena

secara adekuat dan (3) terapi suportif.5,10

1. Stabilisasi pasien secara langsung

Page 14: Referat Sepsis - Friska

Sirkulasi, jalan nafas dan pernafasan perlu diperhatikan pada pasien dengan sepsis.

Pemeliharaan sirkulasi dan perfusi yang adekuat dapat dilakukan dengan pemberian cairan

intravena juga agen inatropik dan vasopresor. Pemberian cairan intravena sebagai resusitasi

awal sangat penting pada penderita sepsis, dapat diberikan cairan kristaloid atau koloid.

Peredaran darah terancam dan penurunan bermakna dari tekanan darah memerlukan terapi

gabungan yang agresif dengan cairan dan agen inatropik atau vasopresor berupa dopamin,

dobutamin, fenilefrin, epinefrin atau norepinefrin.5,10

Nama Farmakologi Efek Dosis

Epinefrin Agonis α dan β adrenergik K,I,V 5-20 μg/menit

Norepinefrin Agonis α dan β adrenergik K,I,V 5-20 μg/menit

Dopamin Dopaminergik dan β adrenergik, K,I,V 2-20 μg/kgBB/menit

progresif α adrenergik dengan

peningkatan dosis

Dobutamin Agonis β adrenergik K,I,V 5-15 μg/kgBB/menit

Feniefrin Agonis α adrenergik V 2-20 μg/menit

Ket : K = Kronotropik; I = Inotropik; V = Vasokonstriksi

Tabel 1. Obat-obat bantuan sirkulasi

(Dikutip dari Widodo D, Govinda A. “Penanganan Sepsis.” Dexa Media, 2006: 110-115.)

Tabel 2. Efek agen inatropik dan vasopresor pada pasien sepsis

(Dikutip dari Morgan, Jr. G.E., Mikhail M.S., Murray M.J. (2006). Chapter 49. Critical Care. In

G.E. Morgan, Jr., M.S. Mikhail, M.J. Murray (Eds), Clinical Anesthesiology, 4e. Retrieved

September 21, 2012 from http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=895845.)

Perlindungan jalan nafas pasien perlu dilakukan pada pasien dengan penurunan tingkat

kesadaran atau perubahan status mental. Intubasi dapat dilakukan pada pasien yang

memerlukan kadar oksigen yang lebih tinggi. Ventilasi mekanis dapat membantu

Page 15: Referat Sepsis - Friska

menurunkan konsumsi oksigen oleh otot pernafasan sehingga terjadi peningkatan

ketersediaan oksigen untuk jaringan lain.5,9,10

2. Eradikasi dari infeksi dengan pemberian antibiotik melalui jalur intravena secara adekuat

Terapi antibiotik perlu segera diberikan bahkan sebelum patogen diindetifikasi, akan tetapi

pemberian antibiotik tidak boleh dilakukan sebelum didapatkan sampel yang adekuat untuk

kultur. Perlu diperhatikan untuk jenis antimikrobial yang diberikan, karena antimikrobial

tertentu diyakini dapat menyebabkan pelepasan lebih banyak LPS sehingga memperburuk

keadaan pasien. Antimikrobial yang tidak menyebabkan perburukan kondisi pasien adalah

karbapenem, seftriakson, sefepim, glikopeptida, aminoglikosida dan kuinolon. Terapi yang

digunakan adalah terapi kombinasi menggunakan dua atau lebih regimen atibiotik sampai

patogen yang menyebabkan sepsis diketahui. Diperlukan regiman antibiotik dengan

spektrum luas. Penggunaan kombinasi penisilin/inhibitor -laktamase atau sefalosporin

generasi ketiga dengan aminoglikosida biasanya cukup adekuat pada sebagian besar kasus.

Setelah hasil kultur dan sensitivitas didapatkan maka terapi dirubah menjadi terapi rasional

sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas.5,6,9

Regimen antibiotik yang digunakan tergantung pada sumber infeksi yang menyebabkan

sepsis, yaitu:5

a. Pneumonia dapatan komunitas

Antibiotik yang digunakan yaitu sefalosporin generasi ketiga yaitu seftriakson atau

keempat yaitu sefepim dengan aminoglikosida biasanya gentamisin

b. Pneumonia nosokomial

Sefepim atau imipenem-silastatin dengan aminoglikosida

c. Infeksi abdomen

Imipenem-silastatin atau piperasilin-tazobaktam dengan aminoglikosida

d. Infeksi abdomen nosokomial

Imipenem-silastatin dengan aminoglikosida atau piperasilin-tazobaktam dengan

amfoterisin-B

e. Kulit/jaringan lunak

Vankomisin dengan imipenem-silastatin atau piperasilin-tazobaktam

f. Kulit/jaringan lunak nosokomial

Vankomisin dengan sefepim

Page 16: Referat Sepsis - Friska

g. Infeksi traktus urinaris

Siprofloksasin dengan aminoglikosida

h. Infeksi traktus urinaris nosokomial

Vankomisin dengan sefepim

i. Infeksi CNS

Vankomisin dengan sefalosporin generasi ketiga atau meropenem

j. Infeksi CNS nosokomial

Meropenem dengan vankomisin

Pemberian terapi amfoterisin B, flukonazole atau caspofungin diberikan pada infeksi yang

diduga disebabkan oleh jamur atau pada pasien immunocompromised yang mengalami

demam yang berkelanjutan 96 jam setelah pemberian atibiotik. Terapi antiviral

dipertimbangkan pada pasien sepsis yang menjalani transplantasi organ atau sumsum tulang

satu bulan sebelumnya.5,9

Selain pemberian antibiotik, fokus awal infeksi harus dieliminasi. Hal ini dapat dilakukan

melalui eliminasi benda asing dan eksudat purulen, pengangkatan organ yang terinfeksi,

pemotongan jaringan gangren dan penghentian penggunaan instrumen intravena atau

pemasangan instrumen baru di tempat yang lain.5,6

3. Terapi suportif

Pemberian nutrisi merupakan terapi yang penting berupa makro dan mikronutrien.

Makronutrien terdiri dari omega-3 dan golongan nukelotida yaitu glutamin sedangkan

mikronutrien berupa vitamin dan trace element. Pemberian suplemen nutrisi dapat

mengurangi dampak dari hiperkatabolisme protein pada pasien dengan sepsis berat yang

berkepanjangan. Pemberian nutrisi yang merupakan pilihan untuk pasien sepsis adalah

melalui jalur enteral. Keuntungan pemberian nutrisi enteral antara lain untuk

mempertahankan buffer pH lambung dan mukosa usus, menghindari translokasi bakteri dari

usus ke sirkulasi dan menghindari pemakaian kateter nutrisi parenteral yang akan

meningkatkan risiko terjadinya infeksi baru.5,6,11

Pemberian heparin sebagai profilaksis terjadinya deep vein trombosis (DVT) diindikasikan

untuk pasien yang tidak mengalami perdarahan aktif atau koagulopati. Pengontrolan ketat

kadar gula darah pada beberapa percobaan menunjukkan penyembuhan dari penyakit kritis

akan tetapi penggunaan insulin untuk menurunkan kadar gula darah sampai dengan 100-120

Page 17: Referat Sepsis - Friska

mg/dl tidak meningkatkan angka kelangsungan hidup bahkan membahayakan bagi pasien.

Sebaiknya kadar gula darah dipertahankan sampai <150 mg/dl dengan melakukan

monitoring gula darah setiap 1-2 jam dan dipertahankan minimal sampai dengan empat hari.

Pasien yang menggunakan insulin intravena harus dimonitor gula darahnya agar tidak

terjadi hipoglikemi. Stress ulcer dapat dicegah dengan pemberian profilaksis berupa H2

receptor antagonist atau proton pump inhibitor. Penggunaan drotrecogin alfa (protein C

teraktifkan) yang merupakan antikoagulan menurunkan risiko relatif kematian dengan

disfungsi organ akut.5,6,9

Page 18: Referat Sepsis - Friska

Referensi

1. Recent Advances in Sepsis Research: Novel Biomarkers and Therapeutic Targets

2. Bloch K.C. (2010). Chapter 4. Infectious Diseases. In S.J. McPhee, G.D. Hammer

(Eds), Pathophysiology of Disease, 6e. Retrieved September 20, 2012 from

http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=5366994.

3. Todi S, Chatterjee S, Bhattacharyya M. “Epidemiology of Severe Sepsis in India.”

27th International Symposium on Intensive Care and Emergency Medicine, 2007: 25.

4. JA, Russell. “Drug Therapy : Management of Sepsis.” The New England Journal of

Medicine, 2006: 1699-1713.

5. papdi jilid III

6. J, Soong. “Sepsis : Recognition and Treatment.” Clinical Medicine vol.12, 2012: 276-

80.

7. TVD, Poll. “Tropical Sepsis.” 18th ECCMID, Oral presentations, 2008: s13.

8. Schwartz B.S. Chapter 33. Bacterial & Chlamydial Infections. In M.A. Papadakis, S.J.

McPhee, M.W. Rabow (Eds), CURRENT Medical Diagnosis & Treatment 2012.

McGraw-Hill : 2012

Retrieved September 20, 2012 from

http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=17820.

9. Morgan, Jr. G.E., Mikhail M.S., Murray M.J. Chapter 49. Critical Care. In G.E.

Morgan, Jr., M.S. Mikhail, M.J. Murray (Eds), Clinical Anesthesiology, 4e. McGraw-

Hill : 2006

Retrieved September 21, 2012 from

http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=895845.

10. Munford R.S. Chapter 271. Severe Sepsis and Septic Shock. In D.L. Longo, A.S.

Fauci, D.L. Kasper, S.L. Hauser, J.L. Jameson, J. Loscalzo (Eds), Harrison's

Principles of Internal Medicine, 18e. McGraw-Hill : 2012 Retrieved September 21,

2012 from http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=9105972.

11. Widodo D, Govinda A. “Penanganan Sepsis.” Dexa Media, 2006: 110-115.