Referat sepsis bramantyo

31
Pola Klinik, Pendekatan Diagnostik dan Algoritma Penatalaksanaan Sepsis berdasarkan Sepsis Campaign Bramantyo Nugraha 111.0221.123 FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “Veteran Jakarta Pembimbing : dr. Soroy Lardo, Sp.PD FINASIM Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam RSPAD Gatot Soebroto

Transcript of Referat sepsis bramantyo

Pola Klinik, Pendekatan Diagnostik dan Algoritma Penatalaksanaan Sepsis berdasarkan Sepsis Campaign

Bramantyo Nugraha

111.0221.123

FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “Veteran Jakarta

Pembimbing : dr. Soroy Lardo, Sp.PD FINASIMDivisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam RSPAD Gatot Soebroto

Pendahuluan

Sepsis adalah salah satu sindrom tertua dan paling sulit dipahami dalam bidang kedokteran.

Sepsis merupakan penyakit yang umum di perawatan intensif dimana hampir 1/3 pasien yang

masuk ICU adalah sepsis. Sepsis merupakan satu di antara sepuluh penyebab kematian di Amerika

Serikat.

Pada tahun 2004, sebuah kelompok pakar internasional dalam bidang diagnosis dan

penatalaksanaan infeksi dan sepsis, yang mewakili 11 organisasi, menerbitkan untuk pertama kalinya

guidelines yang diterima secara internasional dan dapat dijadikan pedoman bagi dokter untuk

digunakan agar dapat meningkatkan hasil terapi pada keadaan sepsis berat dan syok septik.

Epidemiologi

Sepsis merupakan satu di antara sepuluh penyebab kematian di Amerika Serikat. Angka kejadian sepsis meningkat secara bermakna dalam dekade lalu.

Telah dilaporkan angka kejadian sepsis meningkat dari 82,7 menjadi 240,4 pasien per 100.000 populasi antara tahun 1979 – 2000 di Amerika Serikat dimana kejadian severe sepsis berkisar antara 51 dan 95 pasien per 100.000 populasi.3

Levy MM, Dellinger RP, Townsend SR. et al. 2009. The Surviving Sepsis Campaign Crit Care Med. 2010

Terminologi dan Definisi

Levy MM, Fink MP, Marshall JC, et al. 2001. International Sepsis Definitions Conference. Crit Care Med 2003.

PIRO Grading System

Rello J. Díaz E. Rodríguez A. 2009. Management of Sepsis: The PIRO Approach. Spain. P. 3,6.

Etiologi

Data terbaru saat ini menunjukkan bahwa penyebab sepsis lebih banyak bakteri Gram positif daripada

bakteri Gram negatif.

Penyebab tersering infeksi pembuluh darah yang didapat di komunitas adalah infeksi saluran napas

bawah (20,6%), infeksi intra abdomen (20,1%), dan infeksi traktus genitourinarius (19,8%), dengan 43,6%

disebabkan oleh bakteri Gram positif,

Sebagian besar adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumonia.

Nguyen HB, Smith D. Sepsis in the 21st century. Recent definitions and therapeutic advances. Am J Emerg Med 2007;25:564-571.

PatofisiologiLipopolisakarida (LPS) masuk ke dalam sirkulasi → sebagian akan diikat oleh

faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein dan kilomikron sehingga LPS akan

dimetabolisme → Sebagian LPS akan berikatan dengan suatu protein dalam plasma,

lipopolysacharide binding protein (LBP) → berikatan dengan molekul CD14 →

Selanjutnya kompleks CD14-LPS akan berinteraksi dengan toll like receptor-4 (TLR-4)

yang ada di permukaan membran sel → transduksi sinyal intraseluler melalui nuclear

factor kappa B (NFkB), tirosin kinase (TK), dan protein kinase C (PKC), suatu faktor

transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel.

Guntur A. Sepsis. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed Vol. 3. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009:2889-2894.

Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi yang berlebih.

Mediator inflamasi ini mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik;

aktivasi neutrofil, monosit, makrofag, sel endotel, trombosit, dan sel lainnya;

aktivasi kaskade protein plasma seperti komplemen, sistem koagulasi dan

fibrinolisis; pelepasan proteinase dan mediator lipid; radikal oksigen dan nitrogen.

Selain mediator yang bersifat proinflamasi, dilepaskan pula mediator yang

bersifat antiinflamasi seperti sitokin antiinflamasi, reseptor sitokin terlarut, protein

fase akut, dan berbagai hormon.

Guntur A. Sepsis. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed Vol. 3. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009:2889-2894.

Respon inflamasi lokal terhadap infeksi menyebar secara sistemik.

Terjadinya vasodilatasi sistemik menyebabkan hipotensi, shunting, dan penurunan kadar oksigen jaringan.

Aktivasi dan apoptosis dari sel endotel menyebabkan rusaknya integritas pembuluh darah, terjadi eksudasi protein dan edema.

DIC menyebabkan mikrotrombus pada pembuluh darah kecil, berkurangnya faktor-faktor pembekuan, dan koagulopati.

Reactive oxygen species (ROS) dihasilkan oleh netrofil yang teraktivasi, efek jaringan dari NO, dan terjadi perubahan pada metabolisme selular yang diinduksi sitokin.

Efek kumulatif dari semua perubahan ini adalah peningkatan beratnya sepsis, dengan kegagalan multiorgan, dan besarnya tingkat mortalitas.

Guntur A. Sepsis. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed Vol. 3. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009:2889-2894.

Reinhart K et al. Clin. Microbiol. Rev. 2012;25:609-634

Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012.

Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012.

Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012.

Kriteria Klinis Sepsis

Kriteria Klinis Sepsis Berat

Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock:

2012.

Penatalaksanaan

1. Resusitasi Awal

• Prinsip dari early goal directed therapy ini adalah penyesuaian beban jantung preload,

afterload, dan kontraktilitas untuk mencapai keseimbangan dalam pengiriman oksigen

sistemik dan kebutuhan oksigen

• Selama 6 jam resusitasi, tujuan resusitasi awal sepsis yang menginduksi hipoperfusi harus

mencakup semua hal berikut sebagai bagian dari protokol pengobatan :

a. CVP 8–12 mm Hg

b. MAP ≥ 65 mm Hg

c. Urine output ≥ 0.5 mL/kg/jam

d. Superior vena cava oxygenation saturation (Scvo2) atau mixed venous oxygen saturation (Svo2)

70% or 65%.

Rivers E. Nguyen B, Havstad S, et al. 2001. Early Goal-Directed Therapy in The Treatment of Severe Sepsis and Septic Shock. N Engl J Med.

Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012.

2. Skrining

• Disarankan skrining rutin terhadap infeksi yang berpotensi membuat pasien sakit serius pada sepsis berat

untuk meningkatkan identifikasi awal sepsis dan memungkinkan pelaksanaan terapi sepsis secara dini.

• Identifikasi awal sepsis dan pelaksanaan terapi berbasis bukti secara dini telah didokumentasikan dapat

meningkatkan hasil terapi dan menurunkan angka kematian terkait sepsis.

3. Diagnosis

• Untuk mengoptimalkan identifikasi organisme penyebab, disarankan mendapatkan setidaknya dua set

kultur darah (aerob dan anaerob) sebelum terapi antimikroba, dengan setidaknya satu dari perkutan dan

satu melalui vascular.

• Pencitraan juga harus dilakukan segera dalam upaya untuk mengkonfirmasi potensi sumber infeksi.

4. Terapi Antimikrobakterial

• Pemberian antimikroba intravena yang efektif dalam satu jam pertama pada syok septik dan sepsis

berat tanpa syok septik harus menjadi tujuan terapi.

• Direkomendasikan untuk dilakukan terapi empirik antibiotik awal termasuk satu atau lebih obat yang

memiliki aktivitas terhadap semua kemungkinan pathogen.

• Disarankan penggunaan tingkat prokalsitonin rendah atau biomarker yang serupa untuk membantu

dokter dalam penghentian antibiotik empiris pada pasien yang septik, tetapi tidak memiliki bukti

infeksi selanjutnya.

• Terapi kombinasi empiris diberikan terhadap pasien neutropenia dengan sepsis berat dan untuk pasien

yang sulit diobati, bakteri pathogen MDR seperti Acinetobacter dan Pseudomonas spp.

• Terapi kombinasi, bila digunakan secara empiris pada pasien dengan sepsis berat, tidak boleh

diberikan selama lebih dari 3 sampai 5 hari.

• Durasi terapi biasanya 7 sampai 10 hari

5. Kontrol Sumber Infeksi

• Dianjurkan untuk dilakukan diagnosis anatomi secara spesifik pada keadaan tertentu dari infeksi yang

memerlukan pertimbangan untuk kontrol fokus infeksi dicari dan didiagnosis secepat mungkin

• Jika memungkinkan intervensi dilakukan dalam pertama 12 jam setelah diagnosis dibuat.

6. Pencegahan Infeksi Nosokomial

• Dekontaminasi oral selektif (SOD) dan dekontaminasi pencernaan selektif (SDD) harus diperkenalkan

dan diselidiki sebagai metode untuk mengurangi kejadian ventilator terkait pneumonia (VAP).

• Penggunaan glukonat klorheksidin (CHG) oral sebagai bentuk dekontaminasi oropharyngeal untuk

mengurangi risiko VAP pada pasien ICU dengan sepsis berat.

7. Terapi Cairan Pada Sepsis Berat

• Pada kasus sepsis berat dan shock septik digunakan cairan kristaloid sebagai terapi awal untuk

resusitasi. Selain itu juga dapat digunakan hydroxyethyl starches (HES) sebagai cairan resusitasi untuk

sepsis berat dan shock septik.

• Pemberian cairan awal pada pasien dengan sepsis yang menyebabkan hipoperfusi jaringan dengan

kecurigaan hipovolemia diberika minimal 30 mL/kg kristaloid (dosis ini mungkin setara albumin).

8. Vasopressor

• Terapi vasopressor diperlukan untuk mempertahankan perfusi pada hipotensi yang mengancam jiwa,

• Target awal terapi vasopressor adalah MAP 65 mmHg.

• Norepinefrin merupakan vasopressor pilihan pertama

• Vasopresin (hingga 0,03 U/min) dapat ditambahkan ke norepinefrin dengan maksud meningkatkan

MAP atau menurunkan dosis norepinefrin.

• Penggunaan dopamin sebagai agen vasopressor alternative norepinefrin hanya pada pasien tertentu

(misalnya , pasien dengan risiko rendah takiaritmia dan absolut atau relative bradycardia).

9. Inotropik

• Berdasarkan penelitian dapat diberikan/ditambahkan infus dobutamin hingga 20 mg /kg/menit

diberikan atau ditambahkan ke vasopressor (jika digunakan) pada keadaan:

a) disfungsi miokard, seperti oleh peningkatan tekanan pengisian jantung dan cardiac output rendah atau

b) tanda-tanda hipoperfusi berkelanjutan, meskipun telah mencapai volume intravaskular dan MAP yang memadai

10. Kortikosteroid

• Sebaiknya tidak menggunakan hidrokortison intravena sebagai pengobatan pasien syok septik dewasa

jika resusitasi cairan yang adekuat dan terapi vasopressor dapat mengembalikan stabilitas

hemodinamik. Jika hal ini tidak tercapai, disarankan hidrokortison intravena tunggal dengan dosis 200

mg per hari.2

• Ketika hidrokortison dosis rendah yang diberikan, disarankan menggunakan infus kontinu daripada

suntikan bolus berulang.

• Kortikosteroid tidak diberikan pada pasien sepsis tanpa adanya syok.

11. Penggunaan Produk Darah

• Setelah hipoperfusi jaringan terselesaikan dan tidak adanya keadaan khusus, seperti iskemia miokard ,hipoksemia berat, perdarahan akut, atau penyakit jantung iskemik, dapat diberikan transfusi sel darah merah jika konsentrasi hemoglobin menurun sampai < 7.0 g / dL dan ditargetkan konsentrasi hemoglobin 7,0 -9,0 g / dL pada orang dewasa.

• Pada pasien dengan sepsis berat , dapat diberikan platelet profilaksis

12. Imunoglobulin

• Tidak menggunakan imunoglobulin intravena pada pasien dewasa dengan sepsis berat atau syok septik.

13. Selenium

• Tidak menggunakan selenium intravena untuk pengobatan sepsis berat.

14. Penggunaan rekombinan Activated Protein C (rhAPC)

• Penggunaan rhAPC tidak lagi tersedia.

15. Ventilatisi Mekanis untuk Sepsis-Induced Acute Respiratory Distress Syndrome

(ARDS)

• Ventilasi mekanik dipertahankan dengan kepala tempat tidur diangkat ke 30-45 derajat untuk

membatasi risiko aspirasi dan untuk mencegah perkembangan ventilator-associated pneumonia.

• Penghentian ventilasi mekanis dilakukan ketika memenuhi kriteria sebagai berikut: a ) hemodinamik

stabil (tanpa agen vasopressor) , b) tidak ada kondisi baru yang berpotensi serius, c ) ventilasi rendah

dan adanya tekanan ekspirasi di akhir , dan d ) FiO2 rendah merupakan persyaratan untuk

penggunaan face mask atau nasal kanula. Jika uji pernapasan spontan berhasil, pertimbangan

pemberian ekstubasi.

• Jika tidak adanya indikasi spesifik seperti bronkospasme , tidak perlu menggunakan beta 2 - agonis

untuk pengobatan sepsis -induced ARDS.

16. Sedasi , Analgesia , dan blokade neuromuskular

• Sedasi terus menerus atau intermiten diminimalkan pada pasien sepsis dengan ventilasi mekanik.

• Neuromuskular blocking agen (NMBAs) harus dihindari jika mungkin pada pasien septik tanpa ARDS karena risiko blokade neuromuskular berkepanjangan setelah penghentian .

17. Kontrol Glukosa

• Pendekatan protokol manajemen glukosa darah pada pasien ICU dengan sepsis berat dimulai ketika 2 kadar glukosa darah berturut-turut adalah > 180 mg/dL .

• Pendekatan harus menargetkan glukosa darah atas ≤ 180 mg/dL.

• Nilai glukosa darah dimonitor setiap jam 1-2 sampai nilai glukosa dan tingkat infus insulin stabil dan kemudian setiap 4 jam sesudahnya.

18. Terapi Pengganti Ginjal

• Terapi pengganti ginjal terus menerus dan hemodialisis intermiten dilakukan sama pada pasien dengan sepsis berat dan gagal ginjal akut.

19. Terapi Bikarbonat

• Tidak menggunakan terapi natrium bikarbonat untuk tujuan memperbaiki hemodinamik atau mengurangi kebutuhan vasopresor dalam pasien dengan hipoperfusi yang menginduksi acidemia laktat dengan pH ≥ 7.15.

20. Profilaksis Deep Vein Trombosis

• Pasien dengan sepsis berat menerima terapi prophylaxis harian terhadap tromboemboli vena (VTE) dengan pemberian harian subkutan LMWH.

• Jika kreatinin clearence < 30 mL/menit , gunakan dalteparin atau bentuk lain dari LMWH yang memiliki tingkat metabolisme ginjal yang rendah.

21. Profilaksis Stress Ulcer

• Profilaksis Stres ulkus menggunakan H2 blocker atau proton pump inhibitor diberikan kepada pasien dengan sepsis berat / syok septik yang memiliki faktor risiko perdarahan.

• Proton pump inhibitor lebih digunakan daripada H2RA.

• Pasien tanpa faktor risiko tidak menerima profilaksis.

22. Nutrisi

• Hindari makan tinggi kalori di minggu pertama melainkan menyarankan makan rendah kalori (hingga 500 kalori per hari).

• Sebaiknya menggunakan glukosa intravena dan nutrisi enteral daripada nutrisi parenteral total ( TPN ) sendiri atau nutrisi parenteral dalam 7 hari pertama setelah diagnosis sepsis berat / syok septik.

23. Menetapkan Tujuan/Target Perawatan

• Diskusikan tujuan perawatan dan prognosis dengan pasien dan keluarga.

• Memasukkan tujuan perawatan ke dalam perencanaan perawatan,

• Memanfaatkan prinsip-prinsip perawatan paliatif bila perlu.

Komplikasi

1. Sindroma distress pernapasan dewasa (ARDS)

2. Koagulasi intravascular diseminata (DIC)

3. Gagal ginjal akut (AKI)

4. Perdarahan usus

5. Gagal hati

6. Disfungsi sistem saraf pusat

7. Gagal jantung

8. Kematian

Kesimpulan

Sepsis adalah respon host sistemik terhadap infeksi yang merusak dan dapat menyebabkan sepsis berat (disfungsi organ akut sekunder) dan syok septik (sepsis berat ditambah hipotensi yang tidak membaik dengan resusitasi cairan).

Kriteria klinis dari sepsis dapat dinilai dari variable umum (demam, hipotermia, takikardia, takipneu, penurunan status mental, edema yang signifikan, hiperglikemia), variable inflamasi (leukositosis, leukopenia, peningkatan plasma C-reactive protein dan plasma procalcitonin), variable hemodinamik (hipotensi arterial), variable disfungsi organ dan variable perfusi jaringan.

Guidelines terbaru yang dikeluarkan oleh Surviving Sepsis Campaign tahun 2012 meliputi penatalaksanaan resusitasi awal, skrining sepsis, diagnosis, terapi antimikroba, control terhadap focus infeksi, pencegahan infeksi sekunder, terapi cairan pada sepsis berat, penggunaan vasopressor, terapi inotropic, kortikosteroid, pemberian produk darah, penggunaan immunoglobulin, selenium, penggunaan ventilasi mekanik pada ARDS, penggunaan obat sedasi, analgesia dan neuromuscular block, control glukosa, terapi pengganti ginjal, terapi bicarbonate, pencegahan DVT, pencegahan ulkus, pemberian nutrisi dan penyusunan target terapi.

Diagnosis dini dan penatalaksanaan yang cepat dan tepat terhadap sepsis dapat memperbaiki outcome pada pasien dan menurunkan tingkat mortalitas.

TERIMA KASIH SEPSIS UNTUK PUBLIKASI

31