Referat Rosacea

download Referat Rosacea

of 20

Transcript of Referat Rosacea

  • 8/10/2019 Referat Rosacea

    1/20

    1

    ROSASEAAdhytya Pratama Ahmadi, Nelly Herfina Dahlan

    I. Pendahuluan

    Rosasea dicirikan dengan eritema sentral pada wajah yang terjadi

    terus menerus selama berbulan-bulan ataupun lebih. Area konveks pada

    hidung, pipi, dagu, serta dahi merupakan karakateristik distribusinya.

    Gambaran primer rosasea yang dapat terlihat namuntidak dibutuhkan untuk

    diagnosis ialah flushing, papul, pustul, dan telangiektasis, Gambaran

    sekunder termasuk juga sensasi terbakar atau menyengat pada wajah,

    edema, plakat, tampilan kulit kering, phyma, dan flushingdi daerah perifer,

    dan manifestasi okuler. Eritema yang berlokasi perifer (pada kulit kepala,

    telinga, wajah bagian lateral, leher, dan dada) dapat diamati pada kasus

    rosasea namun juga merupakan gambaran yang umum dari flushing

    fisiologis dan dampak sinar matahari yang kronis, dan oleh sebab itu harus

    diinterpretasikan secara hati-hati1.

    Rosasea umumnya terjadi pada orang dewasa. Pada negara-negara di

    Eropa utara, dimana penduduk pada umumnya berkulit putih, berambut

    merah, dan dengan tipe kulit bangsa Celtic, rosasea lebih umum terjadi

    daripada negara-negara di bagian selatan.2

    Definisi

    Rosasea adalah suatu penyakit peradangan yang bersifat kronik pada

    kulit, berbentuk seperti akne yang umumnya terjadi pada kelenjar

    pilosebaseus di wajah dan dapat mengakibatkan perubahan kontur wajah

  • 8/10/2019 Referat Rosacea

    2/20

    2

    sehingga tampak lebih cembung, terutama pada bagian hidung, pipi, dagu,

    dan dahi oleh karena hiperplasia, edema, dan fibrosis kelenjar sebasea.

    Penyakit ini ditandai juga dengan adanya eritema yang berkepanjangan dan

    telangiektasis disertai dengan papul atau pustul. Selain itu, pada periode

    tertentu wajah tampak kemerahan dan terasa panas terbakar yang terjadi

    hanya dalam beberapa menit (flushing)3.

    Epidemiologi

    Rosasea lebih sering terjadi pada bangsa kulit putih (ras kaukasoid).

    Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan orang Afrika dan orang

    Asia juga dapat menderita rosasea. Pada bangsa kulit putih ditemukan

    penderita rosasea sekitar 10% dari jumlah total bangsa kulit putih3.

    Puncak insiden dan beratnya penyakit terjadi pada dekade ketiga dan

    keempat, pada usia 30-50 tahun, dengan insiden puncak antara 40-50 tahun.

    Walaupun demikian, anak-anak, remaja, dewasa muda dan usia lanjut dapat

    menderita rosasea3.

    Berdasarkan jenis kelamin, pada umumnya rosasea lebih sering terjadi

    pada perempuan dibanding laki-laki. Tapi rinofima, salah satu jenis rosasea,

    lebih sering menyerang laki-laki dibanding perempuan

    2,3

    .

    Data insiden rosasea pada kelompok etnik yang berbeda sangat

    bervariasi dan secara umum data ini masih kurang dan lemah, tetapi dapat

    disimpulkan bahwa insiden dan mungkin deteksi rosasea tertinggi pada

    individu dengan kulit tipe I dan II, diikuti ras Asia dan insiden terendah

    pada populasi berkulit hitam. Insidensi penyakit ini juga sering didapatkan

  • 8/10/2019 Referat Rosacea

    3/20

    3

    pada penduduk di Celtic (fototipe kulit I dan II) dan Mediterania Selatan.

    Frekuensi yang rendah atau jarang terdapat pada orang yang berwarna kulit

    gelap (fototipe kulit V dan VI, warna kulit coklat dan hitam)3,4.

    Etiologi

    Etiologi rosasea tidak diketahui secara pasti. Ada berbagai hipotesis

    mengenai faktor penyebab, yaitu4,5 :

    1. Makanan dan minuman

    Alkohol dan makanan berbumbu pedas diduga merupakan penyebab

    rosasea. Bahkan konstipasi, penyakit gastrointestinal dan penyakit

    kelenjar empedu telah pula dianggap sebagai faktor penyebabnya.

    2. Psikis/emosional

    Belum banyak penelitian mengenai hubungan psikis dengan insiden

    terjadinya rosasea. Namun diduga ini terjadi akibat stres yang

    berlebihan sehingga mengganggu fungsi kerja hormon yang nantinya

    memicu reaksi inflamasi.

    3. Obat-obatan

    Adanya peningkatan bradikinin yang dilepaskan oleh adrenalin pada

    saat kulit kemerahan menimbulkan dugaan adanya peran berbagai obat,

    baik sebagai penyebab maupun yang dapat digunakan sebagai terapi

    rosasea.

    4. Infeksi

  • 8/10/2019 Referat Rosacea

    4/20

    4

    Demodex folliculorumdahulu dianggap berperan pada etiologi rosasea.

    Walaupun demikian, keterlibatanDemodex folliculorumini masih perlu

    dibuktikan.

    5. Musim/iklim

    Peran musim panas atau musim dingin termasuk di dalamnya peran

    sinar ultraviolet yang dapat menimbulkan kerusakan pembuluh darah

    kulit sebagai penyebab eritema persisten masih diselidiki.

    6.

    Imunologi

    Di lapisan dermoepidermal penderita rosasea ditemukan adanya deposit

    imunoglobulin oleh beberapa peneliti sedangkan di kolagen papiler

    ditemukan antibodi antikolagen dan antinuklear antibodi sehingga ada

    dugaan faktor imunologi pada rosasea.

    7.

    Lainnya

    Defisiensi vitamin dan hormonal diduga sebagai penyebab penyakit ini.

    Patofisiologi

    Saat ini telah dipikirkan bahwa terdapat beberapa individu yang

    memiliki kulit yang rentan terhadap rosasea selama masa dewasa, ditandai

    dengan kemampuan yang lebih untuk mendeteksi dan menanggapi berbagai

    paparan (pemicu) dibandingkan dengan kulit wajah dari subyek normal.

    Pemicu ini, beberapa di antaranya ada pada daftar "penyebab" rosasea,

    merangsang pengenalan oleh kulit dan / atau reseptor neurosensorik, yang

    mengarah ke berbagai respon inflamasi dan neurovaskular6(Gambar 1).

  • 8/10/2019 Referat Rosacea

    5/20

    5

    Perubahan deteksi dan respons imun serta disregulasi neurovaskular,

    yang keduanya telah diidentifikasi pada kulit wajah pasien dengan rosasea,

    mendukung konsep bahwa rosasea adalah gangguan inflamasi dengan

    beberapa faktor potensial yang mampu menetapkan kaskade tertentu yang

    berlangsung dan mengarah ke reaksi kemerahan (flare) pada kulit.

    Vasodilatasi berkepanjangan; inflamasi perivaskular; edema; dan paparan

    sitokin, kemokin, dan infiltrat seluler yang menyertai flare intermiten

    diperkirakan berkontribusi pada kronisitas rosasea. Epidermis pasien

    rosasea memperlihatkan tingkat peptida proinflamasi cathelicidin LL-37

    yang lebih tinggi yang dianggap sebagai komponen utama dari peradangan

    akut serta proliferasi pembuluh darah dan perubahan angiogenik yang

    diamati pada kulit yang dipengaruhi rosasea6.

    Gambar 1.Faktor patofisiologis rosasea6

  • 8/10/2019 Referat Rosacea

    6/20

    6

    Gejala flare dari rosasea dapat disebabkan oleh berbagai faktor,

    yang sebagian besar adalah faktor eksogen. Potensi pemicu yang dapat

    menyebabkan flare mungkin berasal dari mikroba (misalnya: tungau

    Demodex) atau faktor eksogen (misalnya: sinar UV, panas, alkohol, rempah-

    rempah seperti kapsaisin). Banyak dari pemicu ini mengaktifkan toll-like

    receptor 2 (TLR2) dari keratinosit yang mengenali kedua pola molekul-

    terkait-patogen yang berbeda dan pola molekul-terkait-kerusakan. Pola

    molekul-terkait-kerusakan dan pola molekul-terkait-patogen memicu flare

    rosasea baik yang mengandung atau menginduksi ligan yang menunjukkan

    pola yang dikenali oleh TLR2, mirip dengan organisme mikroba yang

    diprogramkan untuk dideteksi oleh reseptor ini sebagai bagian dari sistem

    kekebalan tubuh bawaan yang melekat pada kulit yang normal. Pada

    akhirnya, peningkatan reaktivitas kulit wajah terhadap beberapa pemicu

    yang mengaktifkan sistem neurovaskular dan/atau respon imun serta

    kaskade inflamasi selanjutnya adalah ciri khas rosasea dan secara jelas

    membedakan kulit rosasea yang rawan dengan kulit yang normal6. Urutan

    kejadian yang terlibat dalam kaskade deteksi kekebalan yang diperbesar dan

    respon yang mencirikan kulit wajah dari rosasea digambarkan pada Gambar

    2.

  • 8/10/2019 Referat Rosacea

    7/20

    7

    Gambar 2. Kaskade deteksi kekebalan yang diperbesar pada rosasea.6

    Kulit wajah pasien rosasea menunjukkan berbagai karakteristik

    fisiokimiawi dan struktural yang berbeda dari kulit wajah normal dan

    berkorelasi dengan disregulasi neurovaskular, ditambah respon proinflamasi

    dan imun angiogenik yang diperbesar (augmented), dan secara klinis

    banyaknya tanda-tanda dan gejala yang diamati pada pasien dengan eritema

    difus pada sentral wajah dengan dan tanpa lesi paradangan.

    Rosasea eritematotelangiektasis dan papulopustular bersama-sama

    memiliki infiltrat sel T helper yang umum (TH1). Infiltrat inflamasi awal

    rosasea eritematotelangiektasia ditandai dengan adanya limfosit CD4

    (konsisten dengan respon seluler TH1), makrofag, dan sel mast, dengan

  • 8/10/2019 Referat Rosacea

    8/20

    8

    tidak adanya neutrofil secara keseluruhan. Pasien dengan rosacea

    papulopustular juga menunjukkan pola infiltrasi selular yang serupa

    ditambah dengan keterlibatan yang lebih besar dari respon imun yang

    ditandai dengan infiltrasi neutrofil dan peningkatan ekspresi gen IL-8, yang

    dikenal sebagai sebuah kemoatraktan neutrofil. Namun, faktor pendorong

    yang menginduksi kaskade terkait IL-8 dan yang terkait dengan

    perkembangan lesi papulopustular pada beberapa pasien masih belum

    teridentifikasi.6

    II. GEJALA KLINIS DAN KLASIFIKASI

    National Rosacea Expert (NRS) Commitee, pada tahun 2002

    menetapkan subtipe rosasea dan menggolongkannya ke dalam subtipe

    eritematotelangiektasis, papulopustular,phymatousdan okular.7

    1.

    Tipe Eritematotelangiektasis (Erythematotelangiectatic type)

    Rasa perih pada bagian sentral wajah, sering disertai dengan rasa panas

    dan terbakar yang merupakan tanda utama rosasea tipe

    eritematotelangiektasis (ETR).

    Gambar 3.Erythematotelangiectatic type7

  • 8/10/2019 Referat Rosacea

    9/20

    9

    2.

    Tipe papulopustular (Papulopustular rosacea)

    Rosasea papulopustular (PPR) merupakan bentuk klasik rosasea.

    Kebanyakan penderita adalah wanita berusia pertengahan dengan

    keluhan papul dan pustul pada bagian sentral wajah (central portion).

    Gambar 4.Papulopustular rosacea7

    3. Rosaseaphymatous(phymatous rosacea)

    Rosasea tipe ini merupakan rosasea dengan penebalan pada kulit dan

    permukaan nodul yang iregular di daerah hidung, dagu, dahi, satu atau

    kedua telinga, dan atau kelopak mata. Terdapat empat pembagian tipe

    rinofima (suatu perubahan pada hidung) secara histologis yaitu tipe

    glandula (akibat hiperplasia kelenjar sebasea) dan merupakan tipe yang

    lebih dominan, tipe fibrosa (akibat hiperplasia jaringan konektif), tipe

    fibroangiomatosis (hiperplasia jaringan ikat dan pelebaran pembuluh

    darah), dan tipe aktinik (akibat massa nodular jaringan elastis).

    Gambar 5.Phymatous rosaceadan inflamasi7

  • 8/10/2019 Referat Rosacea

    10/20

    10

    4.

    Rosasea okular (Ocular rosacea)

    Manifestasi okular meliputi blefaritis, konjungtivitis, peradangan pada

    kelopak mata dan kelenjar Meibom, hiperemis konjungtiva

    interpalpebra dan telangiektasis konjungtiva. Pasien mungkin mengeluh

    mata terasa perih atau terbakar, kering, dan iritasi dengan sensasi benda

    asing atau sensasi cahaya. Rosasea okular hampir mirip dengan rosasea

    phymatous, tetapi memiliki manajemen terapi yang berbeda. Oleh

    karena itu, harus ditanyakan pada pasien tentang keluhan dan gejala

    okular dan dilakukan pemeriksaan fisis untuk menentukan tipe rosasea.

    Gambar 6.Ocular rosacea7

    Plewig dan Kligman mengklasifikasikan rosasea berdasarkan stadium

    sebagai berikut3,8 :

    1. Stadium I : eritema persisten dengan telangiektasis

    2. Stadium II : eritema persisten, telangiektasis, papul, pustul kecil

    3. Stadium III : eritema persisten yang dalam, telangiektasis yang

    tebal, papul, pustul, nodul, jarang ada edema padat/keras pada

    bagian sentral wajah.

  • 8/10/2019 Referat Rosacea

    11/20

    11

    Pada klasifikasi ini, stadium I analog dengan tipe

    eritematotelangiektasis, stadium II dengan tipe papulopustular, dan stadium

    III analog dengan tipephymatous.3

    Progresi dari satu stadium ke stadium lain tidak selalu terjadi. Rosasea

    dapat dimulai dengan stadium II atau III dan stadium-stadium itu dapat

    terjadi bersamaan.3

    III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Perubahan histologi tergantung stadium dari proses yang terjadi.

    Biasanya terdapat ketidakteraturan pada jaringan ikat kulit bagian atas,

    ditandai dengan adanya edema, kerusakan serabut otot dan sering terjadi

    elastosis yang berat. Fase inflamasi ditandai adanya sel limfosit, histiosit,

    polimorfonuklear, sel plasma, dan giant cell. Demodex folliculorum

    seringkali ditemukan pada folikel rambut daerah yang mengalami gangguan.

    Gambaran histopatologis yang paling sering ditemukan pada rosasea adalah

    infiltrasi sel radang limfohistiosit dalam jumlah besar yang letaknya agak

    berjauhan satu dengan yang lain di sekitar pembuluh darah kulit,

    telangiektasis, edema, elastosis, dan terdapat gangguan struktur kulit bagian

    atas.

    4,9

    Tidak ada tes diagnostik yang spesifik sebab diagnosis utamanya

    didasarkan atas gambaran klinik saja. Kultur bakteri dapat dilakukan jika

    dicurigai terdapat infeksi Staphylococcus aureusdan secara khusus infestasi

    Demodex folliculorum.3

  • 8/10/2019 Referat Rosacea

    12/20

    12

    IV. DIAGNOSIS BANDING

    Diagnosis banding rosasea terbagi atas dua kelompok gejala klinik

    rosasea yaitu papul/pustul wajah danflushingatau eritema.3

    1. Papul atau pustul pada wajah

    a. Akne vulgaris

    Dapat terjadi pada umur remaja, kulit seboroik, terdapat

    komedo, papul, pustul, nodus, kista. Tempat predileksi muka, leher,

    bahu, dada, dan punggung bagian atas. Tidak ada telangiektasis.

    Gambar 7.Akne Vulgaris3

    b.Dermatitis perioral

    Terjadi pada wanita muda, tempat predileksi sekitar mulut dan

    dagu, polimorfi tanpa telangiektasis dan terdapat keluhan gatal.3

  • 8/10/2019 Referat Rosacea

    13/20

    13

    Gambar 8.Dermatitis perioral3

    2.

    Flushingatau eritema pada wajah

    a. Dermatitis Seboroik

    Dermatitis seboroik sering terjadi bersama-sama dengan rosasea,

    tetapi yang membedakannya yaitu pada dermatitis seboroik terdapat

    skuama berminyak dan agak gatal dengan tempat predileksi

    retroaurikular, alis mata, dan sulkus nasolabialis.3

  • 8/10/2019 Referat Rosacea

    14/20

    14

    Gambar 9. Dermatitis seboroik pada wajah. Terlihat eritema dan skuama

    kekuningan pada dahi , pipi, sulkus nasolabialis dan dagu3

    b.Lupus Eritematosus Sistemik

    Meskipun SLE dapat menstimulasi terjadinya rosasea, namun

    klinis terlihat eritema dan atrofi pada pipi dan hidung dengan batas

    tegas dan berbentuk kupu-kupu.3

    Gambar 10. SLE nampak gambaran eritema pada kedua pipi yang memberi

    gambaran mirip kupu-kupu3

  • 8/10/2019 Referat Rosacea

    15/20

    15

    c.

    Dermatomiositis

    Dermatomiositis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik

    yang menyerang kulit dan atau otot rangka. Dermatomiositis ditandai

    oleh adanya edema dan inflamasi periorbita, eritema pada wajah,

    leher, dan bagian atas tubuh.3

    Gambar 11. Dermatomiositis. Terdapat eritema dan edema pada wajah, terutama

    pada daerah sekitar mata3

    V. PENATALAKSANAAN

    Penatalaksanaan awal yang dapat dilakukan adalah menjauhkan dari

    faktor pencetus, misalnya alkohol. Steroid topikal harus juga dihindari.3,10, 11

    Sistemik

    1. Tetrasiklin 250-500 mg setiap pagi, doksisiklin 50-100 mg sekali atau

    dua kali sehari, minosiklin 50-100 mg sekali atau dua kali sehari, atau

    eritromisin 250-500 mg sekali atau dua kali sehari mengontrol lesi

  • 8/10/2019 Referat Rosacea

    16/20

    16

    papular dan pustular yang lebih agresif, serta membantu pengobatan

    lesi okular. Tetrasiklin diketahui secara tidak langsung menghambat

    aktivitas kalikrein 5 melalui inhibisi matriks metaloprotease.

    Antibiotik oral harus dihentikan ketika lesi inflamatorik menghilang,

    biasanya memerlukan waktu selama 2-3 bulan.6,8,12,13

    2. Isotretionin juga efektif meskipun mempunyai resiko yang lebih

    daripada tetracyclin. Obat ini bisa digunakan untuk rosasea yang

    resisten terutama yang tidak berespon terhadap antibiotik, seperti

    rosasea lupoid, rosasea stage III, rosasea gram negatif, rosasea

    konglobata, rosasea fulminant. Dosisnya 0,5 1 mg/kg/hari. Efek

    samping pada mata yang paling sering terjadi.8,9

    3. Pemberian kortikosteroid biasanya diberikan hanya pada rosasea

    fulminant, karena biasanya merupakan kontraindikasi pada rosasea.

    Dosis prednisolon 0,5-1 mg/kg/hari diberikan selama 7 hari atau

    setelah tanda inflamasi mereda. Kombinasi dengan isotretinoin dan

    penurunan dosis kortikosteroid memperlihatkan hasil yang

    memuaskan.2,8

    Topikal

    1. Metronidazol gel atau krim 0,75%.

    Metronidazol dapat menyembuhkan lesi hingga 68% 91%. Bentuk

    gel adalah yang paling efektif untuk papul dan pustul rosasea. Obat ini

    bekerja sebagai antibakteri dan anti inflamasi. Metronidazol dapat

    menghambat spesies oksigen reaktif oleh neutrofil. Preparat ini harus

  • 8/10/2019 Referat Rosacea

    17/20

    17

    dihindari pemekaiannya pada wanita usia subur. Pemakaian yang

    dianjurkan ialah 1-2x/hari.6,8,13

    2. Asam azeleat krim 20% atau gel 15%.

    Obat ini juga bertindak sebagai antibakteri dan anti inflamasi. Preparat

    ini dapat digunakan dua kali sehari sebagai terapi inisial atau

    maintenanace. Perbaikan klinis terlihat pada 6-8 minggu terapi

    kontinu. 13,14

    3. Sodium Sulfasetamid krim 10% + sulfur 5%

    Preparat ini menghasilkan efek antibakteri dan keratolitik.

    Penggunaan yang dianjurkan 2 kali sehari. Kontraindikasi pada pasien

    dengan hipersensitivitas terhadap sulfonamid dan sulfur.13

    4. Adapalene

    Adapalene ialah derivatNeftoic acidterbaru dengan aktivitas retinoid

    acidreseptor agonis dan anti inflamasi yang poten.Adapalene terbukti

    aman sebagai penatalaksanaan topikal untuk akne dan kulit yang

    teriritasi. Adapalene gel 0,1% berefek kuat pada papul dan pustul tapi

    kurang signifikan pada eritem dan telangiektasis.15

    Pembedahan

    Umumnya rinofima pada rosasea dapat ditatalaksana dengan

    pembedahan. Eksisi atau ablasi krioterapeutik seperti halnya bedah listrik,

    laser CO2, bedah skalpel,dan dermabrasi merupakan metode yang efektif.

  • 8/10/2019 Referat Rosacea

    18/20

    18

    VI. PROGNOSIS

    Rinofima biasanya berkembang secara progresif dan pada pengobatan

    bedah kulit sering rekurens. Kecenderungan ke arah keganasan dapat terjadi

    pada kurang lebih 10% kasus.4

  • 8/10/2019 Referat Rosacea

    19/20

    19

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Pelle MT. Rosacea. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,

    Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 7th

    edition. New York: McGraw Hill. 2008.

    2. Lehmann MP. Rosacea Epidemiology, Pathogenesis, Clinical Presentation,

    and Treatment. Dtsch Arztebl. 2007

    3. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical

    Dermatology, 6th edition. New York: McGraw Hill. 2009

    4. Wasitaatmadja SM. Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofima. Dalam:

    Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisikeenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010.

    5. Weller R, Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology, 4th edition.

    Massachusetts: Blackwell Publishing. 2008.

    6. Del Rosso JQ, Gallo RL, Tanghetti E, Webster G, Thiboutot D. An

    Evaluation of Potential Correlations Between Pathophysiologic Mechanism,

    Clinical Manifestation and Management of Rosacea. Cutaneus Medicine for

    Practicioner. 2013.

    7. Wilkin J, Chair, Dahl M, Detmar M, Drake L, Liang MH, et al. Standard

    grading system for rosacea: Report of the National Rosacea Society Expert

    Committee on the Classification and Staging of Rosacea. J Am Acad

    Dermatol. 2004

    8. Pelle MT. Rosacea. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,

    Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 6th

    edition. New York: McGraw Hill. 2003.

    9. Jansen T, Plewig G. Rosacea: classification and treatment. J R Soc Med.

    1997

    10. Paige DG. Skin Disease. In: Kumar P, Clark M. Kumar and Clarks ClinicalMedicine. Edinburgh: Elsevier Saunders. 2012

    11. Berger TG, Dermatologic Disorder. In: Papadakis MA, McPhee SJ, Rabow

    MW. Current Medical Diagnosis and Treatment. New York: McGraw Hill.

    2013.

    12. James WD, G.Berger T, Elston DM, editors. Andrews Dissease of The

    Skin Clinical Dermatology. 11thed. Philadelphia: Saunders Company; 2011.

    13. Powell FC. Rosacea. N Engl J Med. 200

  • 8/10/2019 Referat Rosacea

    20/20

    20

    14. Robertson DB, Maibach HI. Dermatologic Pharmacology. In: Katzung BG,

    Masters S, Trevor AJ. Basic and Clinical Pharmacology. New York:

    McGraw Hill. 2012.

    15. Altinyazar HC, Koca R, Tekin NS, Esturk E. Adapalene vs. Metronidazole

    gel for the treatment of Rosacea.Int J Dermatol. 2005