Referat rangga

42
BAB I PENDAHULUAN Pada tahun 1967 Ashbaugh dan kawan-kawan mempublikasikan artikel yang menggambarkan karekteristik klinis 12 pasien yang mengalami gagal nafas akut. Tidak satupun dari pasien tersebut yang menderita penyakit saluran nafas sebelumnya. Gagal nafas pada pasien-pasien tersebut ternyata terjadi akibat adanya penyakit serius lainnya, misalnya trauma yang berat, pankreatitis, dan penyalah gunaan obat. Gejala Klinis dan perubahan fisiologis yang terjadi ternyata menyerupai perubahan- perubahan yang terjadi pada neonatus yang mengalami gagal nafas akibat Infant Respiratory Distress Syndrome. Berdasarkan hal itu pada pasien-pasien tersebut diberikan istilah Respiratory Distress Syndrome pada orang dewasa. Sejak saat itu terminology tersebut dijadikan terminology yang baku dan disebut sebagai adult respiratory distress syndrome (ARDS)/syndrome gagal nafas pada orang dewasa. Dalam klinik istilah ARDS digunakan untuk pasien-pasien yang mengalami edema paru akut yang tidak disebabkan oleh kelainan jantung. (1,2) Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membran alveolar – kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan akumulasi cairan dalam parenkim paru yang mengandung protein. (1,2,3) Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif dan tiba – tiba ditandai dengan 1

description

referat

Transcript of Referat rangga

BAB IPENDAHULUAN

Pada tahun 1967 Ashbaugh dan kawan-kawan mempublikasikan artikel yang menggambarkan karekteristik klinis 12 pasien yang mengalami gagal nafas akut. Tidak satupun dari pasien tersebut yang menderita penyakit saluran nafas sebelumnya. Gagal nafas pada pasien-pasien tersebut ternyata terjadi akibat adanya penyakit serius lainnya, misalnya trauma yang berat, pankreatitis, dan penyalah gunaan obat. Gejala Klinis dan perubahan fisiologis yang terjadi ternyata menyerupai perubahan-perubahan yang terjadi pada neonatus yang mengalami gagal nafas akibat Infant Respiratory Distress Syndrome. Berdasarkan hal itu pada pasien-pasien tersebut diberikan istilah Respiratory Distress Syndrome pada orang dewasa. Sejak saat itu terminology tersebut dijadikan terminology yang baku dan disebut sebagai adult respiratory distress syndrome (ARDS)/syndrome gagal nafas pada orang dewasa. Dalam klinik istilah ARDS digunakan untuk pasien-pasien yang mengalami edema paru akut yang tidak disebabkan oleh kelainan jantung.(1,2)Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membran alveolar kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan akumulasi cairan dalam parenkim paru yang mengandung protein. (1,2,3)Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif dan tiba tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar di kedua belah paru. ARDS (juga disebut syok paru) terjadi akibat cedera paru dimana sebelumnya ditemukan paru yang sehat, sindrom ini didapatkan kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien di dunia tiap tahun, dengan laju mortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko yang menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, tranfusi darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik, toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosis obat.(1,7,8)Perawatan akut dilakukan secara khusus, menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi mekanik. ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru paru menjadi kaku, akibatnya adalah penurunan karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia. (6,12,13)Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) diakui sebagai bentuk yang paling parah pada Acute Lung Injury (ALI), suatu bentuk cedera alveolar difus. Menurut kriteria American Europe Committe Conference (AECC), aspek keparahan hipoksemia diperlukan untuk membuat diagnosis ARDS didefinisikan oleh rasio tekanan parsial oksigen dalam darah arteri pasien (PaO2) dan fraksi oksigen dalam udara inspirasi (FiO2). Dalam ARDS, rasio PaO2 / FIO2 < 200, dan ALI < 300. (1,2,8)

BAB IIACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)

2.1 DEFINISI Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membran alveolar kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan akumulasi cairan dalam parenkim paru yang mengandung protein. (1,2,3,4)Dasar definisi yang dipakai konsensus Komite Konferensi ARDS Amerika-Eropa (AECC) tahun 1994 terdiri dari : 1. Gagal napas (respiratory failure/distress) dengan onset akut;2. Rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang diinspirasi (PaO2 / FIO2) < 200 mmHg hipoksemia berat;3. Radiografi dada : infiltrat alveolar bilateral yang sesuai dengan edema paru;4. Tekanan baji kapiler pulmoner (pulmonary capillary wedge pressure) < 18 mmHg, tanpa tanda tanda klinis (rontgen,dan lain-lain) dengan adanya hipertensi atrial kiri / (tanpa adanya tanda gagal jantung kiri).(1,2,3,6)

Bila PaO2 / FIO2 antara 200-300 mmHg, maka disebut Acute Lung Injury (ALI). Konsensus juga mensyaratkan didapatkan adanya faktor resiko terjadinya ALI dan tidak adanya penyakit paru kronik yang bermakna.

2.2 EPIDEMIOLOGI Insiden ARDS ini berubah-ubah tergantung dari kriteria diagnosis yang digunakan untuk definisi yang diberikan, sebagai penyakit yang mendasari menjadi suatu faktor resiko. Perkiraan insiden ARDS di Amerika Serikat setiap tahunnya setelah dijumlahkan mendekati 150 ribu kasus baru pertahunnya. Dalam penelitian oleh Fowler dkk insiden ini bervariasi dari 2% (yaitu pada pasien post coronary arteri baypass atau pasien terbakar) menjadi 36% (yaitu pada Gastric broncho aspirasi). Dalam penelitian Kohort yang serupa, Pepe dkk menemukan bahwa insiden ARDS berkisar dari 8% (pada pasien dengan multipel fraktur) menjadi 38% (pada pasien dengan sepsis). Pada 1970-an, melalui penelitian Institut Kesehatan Nasional (NIH) di Amerika Serikat, frekuensi tahunan insiden terjadinya ARDS diperkirakan adalah 75 kasus per 100.000 penduduk. Penelitian selanjutnya, sebelum pengembangan definisi AECC, dilaporkan terjadi penurunan angka kejadian. Sebagai contoh, sebuah studi dari Utah menunjukkan kejadian diperkirakan 4,8-8,3 kasus per 100.000 penduduk. (4)Data yang diperoleh baru baru ini oleh jaringan studi NIH menunjukkan bahwa kejadian ARDS sebenarnya mungkin lebih tinggi dari perkiraan semula dari 75 kasus per 100.000 penduduk. Sebuah penelitian prospektif dengan menggunakan definisi 1994 AECC dilakukan di King County, Washington, dari April 1999 sampai Juli 2000 yang dilakukan berdasarkan tingkat usia, ditemukan angka kejadian rata-rata dari semua tingkat umur adalah 86,2 per 100.000 orang dan mencapai 306 per 100.000 orang tahun untuk orang di usia 75-84 tahun. Berdasarkan statistik ini, diperkirakan 190.600 kasus ada di Amerika Serikat setiap tahun, dan sebanyak 75.400 berakhir dengan kematian. Statistik studi international pertama yang menggunakan definisi AECC 1994 dilakukan di Skandinavia, yang melaporkan tingkat tahunan 17,9 kasus per 100.000 penduduk untuk ALI dan 13,5 kasus per 100.000 penduduk untuk ARDS. (4)ARDS dapat terjadi pada orang dari segala usia. Insiden meningkat dengan usia lanjut, mulai dari 16 kasus per 100.000 orang tahun pada mereka yang berusia 15-19 tahun untuk 306 kasus per 100.000 orang tahun pada mereka yang berusia antara 75 dan 84 tahun. Distribusi usia mencerminkan kejadian penyebab yang mendasari. (4)Untuk ARDS berhubungan dengan sepsis dan penyebab lain, tidak ada perbedaan insidens antara pria dan wanita. Namun, pada pasien trauma saja, insiden penyakit ini mungkin sedikit lebih tinggi di antara perempuan. (2,8)

2.3 ETIOLOGI ARDS terjadi jika paru-paru terkena cedera baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan mekanisme patogenesisnya maka penyakit dasar yang menyebabkan sindrom ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok :

1. Trauma langsung pada parua. Pneumoni virus, bakterib. Contusio paruc. Aspirasi cairan lambungd. Inhalasi asap berlebihe. Inhalasi toksinf. Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama

2. Trauma tidak langsung a. Sepsisb. Shock, Luka bakar hebat, tenggelamc. DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)d. Pankreatitise. Uremiaf. Overdosis obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau aspiring. Idiophatic (tidak diketahui)h. Bedah Cardiobaypass yang lamai. Transfusi darah yang banyakj. PIH (Pregnant Induced Hipertension)k. Peningkatan TIKl. Terapi radiasim. Trauma hebat, Cedera pada dada

Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera. ARDS seringkali terjadi bersamaan dengan kegagalan organ lainnya, seperti hati atau ginjal. (1,2,3)Menurut Hudak & allo ( 1997 ), gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya ARDS adalah ;

1. Sistemik :a. Syok karena berbagai penyebabb. Sepsis gram negatifc. Hipotermiad. Hipertermiae. Overdosis obat ( Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat, Metadone, Bleomisin )f. Gangguan hematology ( DIC, transfusi masif, cardiopulmonal bypass )g. Eklampsiah. Luka bakar

2. Pulmonal :a. Pneumonia (viral, bakteri, jamur, penumocytis carnii)b. Trauma (emboli lemak, kontusio paru)c. Aspirasi (cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon)d. Pneumositis

3. Non-Pulmonal :a. Cedera kepalab. Peningkatan tekanan intra kranialc. Pasca kardioversid. Pankreatitise. Uremia

2.4 FAKTOR RISIKO Kerusakan (Injury) langsung pada epitel alveolus :1. Aspirasi isi gaster;2. Infeksi paru difus;3. Kontusio paru;4. Tenggelam;5. Inhalasi toksik.Kerusakan (Injury) tidak langsung :1. Sepsis;2. Trauma nontoraks;3. Transfusi produk darah berlebihan;4. Pankreatitis;5. Pintas kardiopulmoner. (1,3,4,10)

2.5 PATOLOGIEpitelium alveolar dan endotelium mikrovaskular mengalami kerusakan pada ARDS. Kerusakan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas barier alveolar dan kapiler sehingga cairan masuk ke dalam ruang alveolar. Derajat kerusakan epithelium alveolar ini menentukan prognosis. (1,4,5)Epitelium alveolar normal terdiri dari 2 tipe sel, yaitu sel pneumosit tipe I dan sel pneumosit tipe II. Permukaan alveolar 90% terdiri dari sel pneumosit tipe I berupa sel pipih yang mudah mengalami kerusakan. Fungsi utama sel pneumosit tipe I adalah pertukaran gas yang berlangsung secara difusi pasif. Sel pneumosit tipe II meliputi 10% permukaan alveolar terdiri atas sel kuboid yang mempunyai aktivitas metabolik intraselular, transport ion, memproduksi surfaktan dan lebih resisten terhadap kerusakan. (1,4,5)Kerusakan epitelium alveolar yang berat menyebabkan kesulitan dalam mekanisme perbaikan paru dan menyebabkan fibrosis. Kerusakan pada fase akut terjadi pengelupasan sel epitel bronkial dan alveolar, diikuti dengan pembentukan membran hialin yang kaya protein pada membran basal epitel yang gundul. Neutrofil memasuki endotel kapiler yang rusak dan jaringan interstitial dipenuhi cairan yang kaya akan protein. (1,4,5

Gambar 1. Pathogenesis alveolar in ARDS (4)

2.6 PATOGENESIS Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dimulai dengan kerusakan pada epitel alveolar dan endotel mikrovaskular. Kerusakan awal dapat diakibatkan injury langsung atau tidak langsung. Kedua hal tersebut mengaktifkan kaskade inflamasi, yang dibagi dalam tiga fase yang dapat dijumpai secara tumpang tindih: inisiasi, amplifikasi, dan injury. (1,2,4,5)Pada fase inisiasi, kondisi yang menjadi faktor resiko akan menyebabkan sel sel imun dan non imun melepaskan mediator mediator dan modulator modulator inflamasi di dalam paru dan ke sistemik. Pada fase amplifikasi, sel efektor seperti netrofil teraktivasi, tertarik dan tertahan di dalam paru. Di dalam organ target tersebut mereka melepaskan mediator inflamasi, termasuk oksidan dan protease, yang secara langsung merusak paru dan mendorong proses inflamasi selanjutnya. Fase ini disebut fase injury. (1,2,4,5)Kerusakan pada membrane alveolar kapiler menyebabkan peningkatan permeabilitas membran, dan aliran cairan yang kaya protein masuk ke ruang alveolar. Cairan dan protein tersebut merusak integritas surfaktan di alveolus, dan terjadi kerusakan lebih jauh. Terdapat tiga fase kerusakan alveolus :

1. Fase eksudatif : ditandai edema interstitial dan alveolar, nekrosis sel pneumosit tipe I dan denudasi / terlepasnya membran basalis, pembengkakan sel endotel dengan pelebaran intercellular junction, terbentuknya membran hialin pada duktus alveolar dan ruang udara, dan inflamasi neutrofil. Juga ditemukan hipertensi pulmoner dan berkurangnya compliance paru;

2. Fase proliferatif : paling cepat timbul setelah 3 hari sejak onset, ditandai proliferasi sel epitel pneumosit tipe II, fibroblast dan miofibroblast yang menyebabkan penebalan dinding alveolus dan perubahan exudat perdarahan menjadi jaringan granulasi seluler/ membrane hialin. Merupakan fase yang menentukan : cedera bias mulai sembuh atau menetap , ada resiko terjadinya lung rupture ( pneumothorax ).

3. Fase fibrosis : kolagen meningkat dan paru menjadi padat karena fibrosis. (1,2,4)

Perubahan patofisiologi yang terjadi pada ARDS adalah edema paru interstistial dan penurunan kapasitas residu fungsional (KRF) karena atelektasis kongestif difus. Keadaan normal, filtrasi cairan ditentukan oleh hukum Starling yang menyatakan filtrasi melewati endotel dan ruang intertisial adalah selisih tekanan osmotik protein dan hidrostatik :Q = K (Pc-Pt) D (c-t)Q : kecepatan filtrasi melewati membran kapilerPt : tekanan hidrostatik interstitialK : koefisien filtrasic : tekanan onkotik kapilerD : koefisien refleksit : tekanan onkotik interstitialPc : tekanan hidrostatik kapilerPerubahan tiap aspek dari hukum Starling akan menyebabkan terjadinya edema paru. Tekanan hidrostatik kapiler (Pc) meningkat akibat kegagalan fungsi ventrikel kiri akan menyebabkan peningkatan filtrasi cairan dari kapiler ke interstitial. Cairan kapiler tersebut akan mengencerkan protein interstitial sehingga tekanan osmotik interstitial menurun dan mengurangi pengaliran cairan ke dalam vena. (1,4,5)Kerusakan endotel kapiler atau epitel alveoli atau keduanya pada ARDS menyebabkan peningkatan permeabilitas membran alveoli-kapiler (terutama sel pneumosit tipe I) sehingga cairan kapiler merembes dan berkumpul didalam jaringan interstitial, jika telah melebihi kapasitasnya akan masuk ke dalam rongga alveoli (alveolar flooding) sehingga alveoli menjadi kolaps (mikroatelektasis) dan compliance paru akan lebih menurun. Merembesnya cairan yang banyak mengandung protein dan sel darah merah akan mengakibatkan perubahan tekanan osmotik. (1,4,5)Cairan bercampur dengan cairan alveoli dan merusak surfaktan sehingga paru menjadi kaku, keadaan ini akan memperberat atelektasis yang telah terjadi. Mikroatelektasis akan menyebabkan shunting intrapulmoner, ketidakseimbangan (mismatch) ventilasi-perfusi (VA/Q) dan menurunnya KRF, semua ini akan menyebabkan terjadinya hipoksemia berat danprogresivitas yang ditandai dengan pernapasan cepat dan dalam. Shunting intrapulmoner menyebabkan curah jantung akan menurun 40%. (1,4,5)Hipoksemia diikuti asidemia, mulanya karena pengumpulan asam laktat selanjutnya merupakan pencerminan gabungan dari unsur metabolik maupun respiratorik akibat gangguan pertukaran gas. Penderita yang sembuh dapat menunjukan kelainan faal paru berupa penurunan volume paru, kecepatan aliran udara dan khususnya menurunkan kapasitas difusi. (2,4,5,10)

Gambar 2. Anatomi alveoli pada ARDS

2.7 PROGNOSIS Mortalitas rata-rata sekitar 50-60%. Mortalitas sekitar 40% didapatkan pada pasien dengan gagal nafas saja, sedangkan pada pasien dengan sepsis atau adanya kegagalan organ utama didapatkan mortalitas sekitar 70-80% dan bahkan bisa sampai 90% kalau sindrom gagal nafas amat berat. Pada pasien yang bertahan hidup, umumnya fungsi paru akan kembali setelah berbulan-bulan, namun harapan tersebut sangat kecil karena pasien yang menderita ARDS akan mengalami kerusakan paru yang permanen dengan infeksi dan fibrosis. (1,2,4,8)BAB IIIDIAGNOSIS ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)

Menurut fakta sampai sekarang belum ada cara penilaian yang spesifik dan sensitive terhadap kerusakan endotel/epitel, diagnosis ARDS ditegakkan dengan kriteria phisiologi, namun hal ini masih kontroversi. Meskipun begitu, pemeriksaan laboratorium dan gambaran radiologi mungkin berguna Manifestasi klinis sindrom gagal nafas akut bervariasi tergantung dari penyebab. Penyebab yang paling penting adalah sepsis oleh kuman gram negatif, trauma berat, operasi besar, trauma kardiovaskuler, pneumonia karena virus influenza dan kelebihan dosis narkotik. Yang khas adalah adanya masa laten antara timbulnya faktor predisposisi dengan timbulnya gejala klinis sindrom gagal nafas selama sekitar 18-24 jam. Gejala klinis yang paling menonjol adalah sesak napas, napas cepat, batuk kering, ketidaknyamanan retrosternal dan gelisah. Pasien yang memiliki keadaan yang lebih berat dari gagal nafas bisa terjadi sianosis. Pada saluran nafas orang dewasa didapatkan trias gejala yang penting yaitu hipoksia, hipotensi dan hiperventilasi. Pada tahap berikutnya sesak nafas bertambah, sianosis menjadi lebih berat. Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama bernapas spontan. Frekuensi pernapasan sering kali meningkat secara bermakna dengan ventilasi menit tinggi. Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal yang harus diingat bahwa sianosis adalah tanda dini dari hipoksemia. (1,3,6)American European Concencus Conference Committee (AECC) pada tahun 1994 merekomendasikan definisi ARDS, yaitu sekumpulan gejala dan tanda yang terdiri dari empat komponen yaitu : onset akut, PaO2/FiO2 < 200, adanya infiltrat billateral pada rontgen thorax dan tekanan kapiler wedge paru < 18 mmHg. Dasar definisi yang dipakai konsensus Komite Konferensi ARDS Amerika-Eropa tahun 1994 terdiri dari : 1. Gagal napas (respiratory failure/distress) dengan onset akut;2. Rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang diinspirasi (PaO2 / FIO2) < 200 mmHg hipoksemia berat;3. Radiografi dada : infiltrat alveolar bilateral yang sesuai dengan edema paru;4. Tekanan baji kapiler pulmoner (pulmonary capillary wedge pressure) < 18 mmHg, tanpa tanda tanda klinis (rontgen,dan lain-lain) adanya hipertensi atrial kiri / (tanpa adanya tanda gagal jantung kiri). (1,2,3,6)Definisi ARDS menurut AECC sederhana dan dapat diaplikasikan secara klinis, tetapi mempunyai keterbatasan yaitu tidak mempertimbangkan penyebab dasar kelainan dan keberadaan disfungsi multiorgan. Meskipun demikian definisi ARDS direkomendasikan kepada klinisi untuk pemakaian rutin dan sebagai tambahan disarankan untuk mengidentifikasi faktor risiko perjalanan ARDS dan tidak adanya signifikansi dengan penyakit paru kronik sebelumnya. (1,3,11,16)

3.1 GEJALA KLINIS

Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:

a. Distres pernafasan akut: takipnea, dispnea, pernafasan menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.b. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai sehari.c. Auskultasi paru: ronkhi basah dan halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.d. Perubahan kesadaran yang berkisar dari sopor dan agitasi sampai koma.e. Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop (1,2,3,6)

Sindroma gawat pernafasan akut terjadi dalam waktu 24-48 jam setelah kelainan dasarnya. Mula-mula penderita akan merasakan sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yang cepat dan dangkal. Karena rendahnya kadar oksigen dalam darah, kulit terlihat pucat atau biru, dan organ lain seperti jantung dan otak akan mengalami kelainan fungsi. Hilangnya oksigen karena sindroma ini dapat menyebabkan komplikasi dari organ lain segera setelah sindroma terjadi atau beberapa hari/minggu kemudian bila keadaan penderita tidak membaik. Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa menyebabkan komplikasi serius seperti gagal ginjal. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan kematian. Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan selamat. Karena penderita kurang mampu melawan infeksi, mereka biasanya menderita pneumonia bakterial dalam perjalanan penyakitnya.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:

a. Cemasb. Tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah disertai oleh kegagalan organ lain)c. Penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan gejalanya karena tampak sangat sakit. (3,6)

Onset akut umumnya ialah 3-5 hari sejak adanya diagnosis kondisi yang menjadi faktor resiko ARDS. Tanda pertama ialah takipnea. Dapat ditemui hipotensi, febris. Pada auskultasi ditemukan ronki basah. (1)

3.2 PEMERIKSAAN FISIKTemuan fisik sering tidak spesifik, biasanya ditemukan takipnea, takikardia. Pasien mungkin demam atau hipotermia. Karena ARDS sering terjadi dalam konteks sepsis, hipotensi maka dapat ditemukan ekstremitas yang dingin. Sianosis pada bibir dan kuku dapat terjadi. Pemeriksaan paru paru dapat ditamukan rhonki basah halus bilateral. Rhonki mungkin bias tidak ditemukan meskipun adanya keterlibatan infeksi luas. (1,3)Pada ARDS dapat ditemukan manifestasi dari penyebab yang mendasari misalnya, temuan perut akut dalam kasus ARDS disebabkan oleh pankreatitis. Pada pasien sepsis tanpa sumber yang jelas, perhatikan selama pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi penyebab potensial dari sepsis, termasuk tanda-tanda konsolidasi paru-paru atau temuan konsisten dengan abdomen akut. Karena edema paru kardiogenik harus dibedakan dari ARDS, hati-hati mencari tanda-tanda gagal jantung kongestif atau kelebihan beban volume intravaskular, termasuk distensi vena jugularis, murmur jantung dan gallop, hepatomegali, dan edema. (1,3)

3.3 PEMERIKSAAN PENUNJANGARDS ditegakkan jika tekanan parsial oksigen dalam darah arteri pasien (PaO2) dibagi oleh fraksi oksigen dalam udara inspirasi (FiO2), hasilnya adalah 200 atau kurang. Pada cedera paru akut (ALI), rasio PaO2/FIO2 kurang dari 300. Selain hipoksemia, analisa gas darah sering awalnya menunjukkan alkalosis respiratorik. Namun, dalam ARDS yang terjadi dalam konteks sepsis, asidosis metabolik dengan atau tanpa kompensasi pernapasan dapat terjadi. (1,3,6)Saat kondisi ARDS sedang berlangsung dan terjadi peningkatan pernapasan, tekanan parsial karbon dioksida (PCO2) mulai meningkat dan alkalosis pernapasan dapat berubah menjadi asidosis respiratorik. Pasien dengan pemasangan ventilasi mekanik mungkin diperbolehkan untuk tetap hiperkapnia (hiperkapnia permisif) untuk mencapai tujuan dari volume tidal rendah yang bertujuan untuk membatasi ventilator terkait cedera paru-paru. Untuk menyingkirkan edema paru kardiogenik, mungkin akan membantu dengan pemeriksaan plasma B-type natriuretic peptide (BNP) dan echocardiogram. Tingkat BNP kurang dari 100 pg / mL pada pasien dengan infiltrat bilateral dan hipoksemia diagnosis ARDS / cedera paru akut (ALI). Echocardiogram dapat menyediakan informasi tentang fraksi ejeksi ventrikel kiri, gerakan dinding, dan kelainan katup. (1,3,4,6)Kelainan lain pada ARDS tergantung pada penyebab atau komplikasi yang terkait dan pada ARDS dapat dilakukan pemeriksaan:

1. Laboratorium a. Analisis gas darah : hipoksemia, hipokapnia (sekunder karena hiperventilasi), hiperkapnia (pada emfisema atau keadaan lanjut). Alkalosis respiratorik pada awal proses, akan berganti menjadi asidosis respiratorik.b. Leukositosis (pada sepsis), anemia, trombositopenia (refleksi inflamasi sistemik dan injuri endotel), peningkatan kadar amilase (pada pankreatitis).c. Gangguan fungsi ginjal dan hati, tanda koagulasi intravaskular diseminata (sebagai bagian dari MODS / multiple organ dysfunction syndrome).d. Sitokin sitokin, seperti interleukin (IL) -1, IL-6, dan IL-8, yang meningkat dalam serum pasien pada risiko ARDS

2. Pencitraan a. Foto dada : Pada awal proses, dapat ditemukan lapangan paru yang relatif jernih, kemudian tampak bayangan radioopak difus dan tidak terpengaruh gravitasi, tanpa gambaran kongesti jantung. Mula-mula tidak ada kelainan jelas pada foto dada. Setelah 12-24 jam tampak infiltrat tanpa batas-batas yang tegas pada seluruh lapangan paru, mirip dengan edema paru pada gagal jantung tetapi tanpa tanda-tanda pembesaran jantung dan tanda bendungan lainnya. Infiltrat tersebut biasanya meluas dengan cepat dan simetris dalam beberapa jam/hari sehingga mengenai seluruh lapangan paru tetapi kedua sinus kostofrenikus masih tetap normal (bilateral white-out). Infiltrat dapat juga bertambah secara lambat dan asimetris. Perbedaan ARDS dengan edema paru akibat gagal jantung biasanya perbaikan foto dada pada ARDS lambat, sedangkan pada edema paru oleh gagal jantung, infiltratnya cepat menghilang dengan pemberian diuretik. (1,3,4,6)b. CT scan : pola heterogen, predominasi infiltrat pada area dorsal paru (foto supine), dimana ditemukan konsolidas dependen yang menunjukkan adanya infiltrat pada kedua paru. CT Scan toraks juga dapat membantu dalam diagnosa dan dapat digunakan untuk mengevaluasi perbaikan dari edema paru. Elektrokardiografi dapat dilakukan untuk membedakan edema paru akibat kelainan jantung. (1,3,4,6)

HemodynamicVentilator StatusInfectionEnd-organdamage

PCWPFiO2WBC/diffBUN

CardiacoutputPaO2ChestX-rayCreatinine

SaturasiOksigenSaO2TemperatureUrineoutput

MixedvenousoxygenationmVO2CulturesLiverfunctiontest

Hb/HctPlateaupressureChangeinsputumPT

UrineOutputRespiratoryrate

Gambar 3. MONITORING ARAMETERS IN ARDS (3)

BAB IVPENATALAKSANAAN PADA ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)

4.1 TUJUAN TERAPI

Tujuan dari terapi pada ARDS yaitu :1. Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan umumnya bersifat suportif2. Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang adekuat3. Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi)4. Pengidentifikasian dan terapi penyebab dasar ARDS.5. Menghindari cedera paru sekunder misalnya aspirasi, barotrauma, infeksi nosokomial atau toksisitas oksigen.6. Mengoptimalkan fungsi kardiovaskuler serta keseimbangan cairan tubuh.7. Dukungan nutrisi. (1,11,13)Pengobatan yang dilakukan di arahkan terhadap penyakit primer yang menyebabkan terjadinya edema paru tersebut disertai pengobatan suportif terutama mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan optimalisasi hemodinamik sehingga diharapkan mekanisme kompensasi tubuh akan bekerja dengan baik bila terjadi gagal multiorgan. Pemberian oksigen sering berguna untuk meringankan dan menghilangkan rasa nyeri dada dan bila memungkinkan dapat dicapai paling baik dengan memberikan tekanan positif terputus-putus. Kebutuhan untuk intubasi dan ventilasi mekanik mungkin akan semakin besar sehingga pasien harus dirawat di unit perawatan intensif (ICU). (10,11,12,13)Untuk mengoptimalkan oksigenasi dapat dilakukan teknik-teknik ventilator, yaitu Positive end expiratory pressure (PEEP) 25-15 mmH2O dapat digunakan untuk mencegah alveoli menjadi kolaps. Tekanan jalan napas yang tinggi yang terjadi pada ARDS dapat menyebabkan penurunan cairan jantung dan peningkatan risiko barotrauma (misalnya pneumotoraks). Tekanan tinggi yang dikombinasi dengan konsentrasi O2 yang tinggi sendiri dapat menyebabkan kerusakan mikrovaskular dan mencetuskan terjadinya permeabilitas yang meningkat hingga timbul edema paru, sehingga penerapannya harus hati-hati. (1,10,15)Salah satu bentuk teknik ventilator yang lain yaitu inverse ratio ventilation dapat memperpanjang fase inspirasi sehingga transport oksigen dapat berlangsung lebih lama dengan tekanan yang lebih rendah. extra corporeal membrane oxygenation (ECMO) menggunakan membran eksternal artifisial untuk membantu transport oksigen dan membuang CO2. Strategi terapi ventilasi ini tidak begitu banyak memberikan hasil yang memuaskan untuk memperbaiki prognosis secara umum tapi mungkin bermanfaat pada beberapa kasus. (11,13,15)Optimalisasi fungsi hemodinamik dilakukan dengan berbagai cara. Dengan menurunkan tekanan arteri pulmonal berarti dapat membantu mengurangi kebocoran kapiler paru. Caranya ialah dengan retriksi cairan, penggunaan diuretik dan obat vasodilator pulmonal (nitric oxide/NO). Pada prinsipnya penatalaksanaan hemodinamik yang penting yaitu mempertahankan keseimbangan yang optimal antara tekanan pulmoner yang rendah untuk mengurangi kebocoran ke dalam alveoli, tekanan darah yang adekuat untuk mempertahankan perfusi jaringan dan transport oksigen yang optimal. (3,9,16)Kebanyakan obat vasodilator arteri pulmonal seperti nitrat dan antagonis kalsium juga dapat menyebabkan vasodilatasi sistemik sehingga dapat sekaligus menyebabkan hipotensi dan perfusi organ yang terganggu, untuk itu penggunaanya harus hati-hati. Obat-obat inotropik dan vasopresor seperti dobutamin dan noradrenalin mungin diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah sistemik dan curah jantung yang cukup terutama pada pasien dengan sepsis (vasodilatasi sistemik). (3,9,16)Inhalasi NO telah digunakan sebagai vasodilator arteri pulmonal yang selektif. Karena diberikan secara inhalasi sehingga terdistribusi pada daerah di paru-paru yang menyebabkan vasodilatasi. Vasodilatasi yang terjadi pada alveoli yang terventilasi akan memperbaiki disfungsi ventilasi/perfusi sehingga dengan demikian fungsi pertukaran gas membaik. NO secara cepat diinaktivasi oleh hemoglobin sehingga mencegah reaksi sistemik. (9)

4.2 STRATEGI TERAPIStrategi terapi pada ARDS :1. Ambil alih fungsi pernapasan dengan ventilator mekanik.Prinsip pengaturan ventilator untuk pasien ARDS meliputi: Volume tidal rendah (4-6 mL/kgBB). Positive end expiratory pressure (PEEP) yang adekuat, untuk memberikan oksigenasi adekuat (PaO2 > 60 mmHg) dengan tingkat FiO2 aman. Menghindari barotrauma (tekanan saluran napas 60 mmHg) dengan tingkat FiO2 aman, menghindari barotrauma(tekanan saluran napas 60 mmHg) dengan tingkat FiO aman.c. Menghindari barotrauma (tekanan saluran napas