referat radiologi pneumonia

41
REFERAT PNEUMONIA Disusun Untuk Memenuhi sebagian Syarat dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Bagian Ilmu Radiologi Diajukan kepada Yth : dr. Kunyun M., Sp. Rad Disusun oleh : Fidela Firwan Firdaus 20080310018 Seftiana Saftari 20080310026 Bella Donna Bitasari 20080310041 RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN 1

description

referat radiologi pneumonia

Transcript of referat radiologi pneumonia

Page 1: referat radiologi pneumonia

REFERAT

PNEUMONIA

Disusun Untuk Memenuhi sebagian Syarat dalam Mengikuti Program Pendidikan

Profesi Bagian Ilmu Radiologi

Diajukan kepada Yth :

dr. Kunyun M., Sp. Rad

Disusun oleh :

Fidela Firwan Firdaus 20080310018

Seftiana Saftari 20080310026

Bella Donna Bitasari 20080310041

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2013

1

Page 2: referat radiologi pneumonia

HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan referat dengan judul

PNEUMONIA

Tanggal : September 2013

Disusun oleh:

Fidela Firwan Firdaus 20080310018

Seftiana Saftari 20080310026

Bella Donna Bitasari 20080310041

Menyetujui

Dokter Pembimbing/Penguji

dr. Kunyun M, Sp. Rad

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2013

2

Page 3: referat radiologi pneumonia

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) masih terus menjadi masalah kesehatan

yang utama meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen penyebab baru ataupun

lama sangat pesat, dan kemampuan obat-obat antimikroba telah banyak ditingkatkan. Selain

itu masih banyak terdapat kontroversi berkenaan dengan pendekatan diagnostic dan pilihan

pengobatan.

ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk

pneumonia. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli). Juga bisa didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari

bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Dan

menimbulkan angka kesakitan yang tinggi, dengan gejala-gejala batuk, demam, dan sesak

nafas.

Secara klinis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai suatu peradangan paru yang

disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, dan lain-lain). Secara

anatomis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia

segmentalis, dan pneumonia lobularis yang dikenal sebagai bronkopneumonia dan biasanya

mengenai paru bagian bawah. Selain itu pneumonia dapat juga dibedakan berdasarkan tempat

dapatannya, yaitu pneumonia komunitas dan pneumonia rumah sakit.

3

Page 4: referat radiologi pneumonia

BAB II

PNEUMONIA

2.1. DEFINISI

Pneunomia adalah peradangan alat parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis

yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan oleh mikroorganisme

(bakteri.virus,jamur,protozoa)

2.2. INSIDENSI

Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi

saluran napas yang terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas/PK) atau di dalam rumah

sakit (pneumonia nosokomial/PN). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas

bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%.

Di AS pneumonia mencapai 13% dari semua penyakit infeksi pada anak dibawah 2

tahun. Berdasarkan hasil penelitian insiden pada pneumonia didapat 4 kasus dari 100 anak

prasekolah, 2 kasus dari 100 anak umur 5-9 tahun,dan 1 kasus ditemukan dari 100 anak umur

9-15 tahun.

UNICEF memperkirakan bahwa 3 juta anak di dunia meninggal karena penyakit

pneumonia setiap tahun. Meskipun penyakit ini lebih banyak ditemukan pada daerah

berkembang akan tetapi di Negara majupun ditemukan kasus yang cukup signifikan.

Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja. Meskipun lebih banyak

ditemukan pada anak-anak. Pada berbagai usia penyebabnya cendrung berbeda-beda, dan

dapat menjadi pedoman dalam memberikan terapi.

2.3 EPIDEMIOLOGI

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak di

dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh dunia. Di Inggris

pneumonia menyebabkan kematian 10 kali lebih banyak dari pada penyakit infeksi lain,

sedangkan di AS merupakan penyebab kematian urutan ke 15.

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan;

prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka nasional), angka kesakitan

4

Page 5: referat radiologi pneumonia

(morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi

23,8%, dan Balita 15,5%.

Pneumonia pada dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada

kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih

penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Frekuensi relative terhadap

mikroorganisme petogen paru bervariasi menurut lingkungan ketika infeksi tersebut didapat.

Misalnya lingkungan masyarakat, panti perawatan, ataupun rumah sakit. Selain itu factor

iklim dan letak geografik mempengaruhi peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini.

2.4 ETIOLOGI

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus,

jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering pneumonia

bakterialis adalah bakteri positif-gram, Streptococcus pneumonia yang menyebabkan

pneumonia streptokokus. Bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa.

Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza.

Pneumonia lobaris adalah peradangan jaringan akut yang berat yang disebabkan oleh

pneumococcus. Nama ini menunjukkan bahwa hanya satu lobus paru yang terkena. Ada

bermacam-macam pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain, misalnya bronkopneumonia

yang penyebabnya sering haemophylus influenza dan pneumococcus.

5

Page 6: referat radiologi pneumonia

2.5 ANATOMI PARU-PARU

Paru-paru merupakan organ yang elastic, berbentuk kerucut, dan letaknya berada di

dalam rongga dada atau thorax. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum sentral

yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apeks

(bagian atas paru-paru) dan basis.

Paru-paru kanan lebih besar dari pada paru-paru kiri. Paru-paru kanan dibagi menjadi

3 lobus yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Paru-paru kanan terbagi lagi

atas 10 segmen yaitu pada lobus superior terdiri atas 3 segmen yakni segmen pertama adalah

segmen apical, segmen kedua adalah segmen posterior, dan segmen ketiga adalah segmen

anterior.

Pada lobus medius terdiri atas 2 segmen yakni segmen keempat adalah segmen

lateral, dan segmen kelima adalah segmen medial. Pada lobus inferior terdiri atas 5 segmen

yakni segmen keenam adalam segmen apical, segmen ketujuh adalah segmen mediobasal,

segmen kedelapan adalah segmen anteriobasal, segmen kesembilan adalah segmen

laterobasal, dan segmen kesepuluh adalah segmen posteriobasal.

6

Page 7: referat radiologi pneumonia

Paru-paru kiri terbagi atas dua lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior. Paru-paru

kiri terdiri dari 8 segmen yaitu pada lobus superior terdiri dari segmen pertama adalah

segmen apikoposterior, segmen kedua adalah segmen anterior, segmen ketiga adalah segmen

superior, segmen keempat adalah segmen inferior.

Pada lobus inferior terdiri dari segmen kelima segmen apical atau segmen superior,

segmen keenam adalah segmen mediobasal atau kardiak, segmen ketujuh adalah segmen

anterobasal dan segmen kedelapan adalah segmen posterobasal.

2.6 PATOFISIOLOGI

Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia

lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit

pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling

berisiko.

Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang

sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan

malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-

paru.

Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak

disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-

toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung

merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai

permukaan:

1. Inokulasi langsung

2. Penyebaran melalui pembuluh darah

3. Inhalasi bahan aerosol

4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara Kolonisasi. Secara

inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.

Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus

terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada

saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan

terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar

7

Page 8: referat radiologi pneumonia

infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu

tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat

(drug abuse).

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi

radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis

eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi.

Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling

mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus,

bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-

paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke

seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling

umum sebagai penyebab pneumonia.

Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia terbagi atas:

1. Stadium kongesti (4 – 12 jam pertama

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung

pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan

permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-

mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.

Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga

mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan

prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas

kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium

sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di

antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan

karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering

mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya)

Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh

penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat

oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi

merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat

minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu

selama 48 jam.

8

Page 9: referat radiologi pneumonia

3. Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi)

Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium akhir (resolusi)

Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara enzimatis yang

diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali menjadi penuh

dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal.

2.7. KLASFIKASI

A. Berdasarkan klinis dan epidemiologi

1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP)

2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP)

3. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host

4. Pneumonia aspirasi

B. Berdasarkan lokasi infeksi

1. Pneumonia lobaris

Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri (Staphylococcus),

jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen

kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi

benda asing atau proses keganasan. Pada gambaran radiologis, terlihat gambaran

gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang

mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram adalah udara yang terdapat

pada percabangan bronchus, yang dikelilingi oleh bayangan opak rongga udara.

Ketika terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk pneumonia

lobaris/

9

Page 10: referat radiologi pneumonia

2. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)

 Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis

menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak

konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder,

mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit

yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah,

Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer.

3. Pneumonia interstisial

Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil.

Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema

dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa

bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata

2.8 DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui:

2.8.1 Gambaran Klinis

Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala meliputi:

1. Demam dan menggigil akibat proses peradangan

2. Batuk yang sering produktif dan purulen

3. Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas

4. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas

selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-

kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan

sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.

Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu bernafas ,

pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara

napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai

ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.

10

Page 11: referat radiologi pneumonia

2.8.2 Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya >10.000/ul

kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke

kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan

pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25%

penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia,

pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

2.8.3 Gambaran Radiologis

Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:

Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru secara

anantomis.

Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.

Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak

tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.

Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan

jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius

kanan.

Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.

Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir

terkena.

Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.

Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara pada

bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada alveolus).

Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya

merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia lobaris

tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering

memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela

pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun

dapat mengenai beberapa lobus

1.Pneumonia Lobaris

Foto Thorax

11

Page 12: referat radiologi pneumonia

Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus (lobus

kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang

tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.

12

Page 13: referat radiologi pneumonia

CT Scan

Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer.

2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)

Foto Thorax

Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang dapat tersumbat

oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus. Pada

gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah

kiri.

13

Page 14: referat radiologi pneumonia

CT Scan

Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar

sampai perifer.

3. Pneumonia Interstisial

Foto Thorax

14

Page 15: referat radiologi pneumonia

Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial.

Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh

perselubungan yang tidak merata.

CT Scan

 Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun. (A)

Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang irreguler. (B)

CT Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang

irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda

panah)

2.8.4 Pemeriksaan Bakteriologis

Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, torakosintesis,

bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum disertai PMN yang

kemungkinan penyebab infeksi.

2.9 PENATALAKSANAAN

Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan

klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat dirawat dirumah.

Penderita yang tidak dirawat di RS

1) Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi di kompres

2) Minum banyak

3) Obat-obat penurunan panas, mukolitik, ekspektoran

4) Antibiotika

15

Page 16: referat radiologi pneumonia

Penderita yang dirawat di Rumah Sakit, penanganannya di bagi 2 :

Penatalaksanaan Umum

Pemberian Oksigen

Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit

Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas

Obat penurunan panas hanya diberikan bila suhu > 400C, takikardi atau kelainan jantung.

Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.

Pengobatan Kausal

Dalam pemberian antibiotika pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan MO

(Mikroorganisme) dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi beberapa hal perlu diperhatikan:

Penyakit yang disertai panas tinggi untuk penyelamatan nyawa dipertimbangkan

pemberian antibiotika walaupun kuman belum dapat diisolasi.

Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit, oleh karena

itu diputuskan pemberian antibiotika secara empiric. Pewarnaan gram sebaiknya

dilakukan.

Perlu diketahui riwayat antibiotika sebelumnya pada penderita.

Pengobatan awal biasanya adalah antibiotic, yang cukup manjur mengatasi pneumonia oleh

bakteri., mikroplasma, dan beberapa kasus ricketsia. Kebanyakan pasien juga bisa diobati di

rumah. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat pengobatan tambahan berupa

pengaturan pola makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Pada

pasien yang berusia pertengahan, diperlukan istirahat lebih panjang untuk mengembalikan

kondisi tubuh. Namun, mereka yang sudah sembuh dari pneumonia mikroplasma akan letih

lesu dalam waktu yang panjang.

16

Page 17: referat radiologi pneumonia

Kategori Keterangan Kuman Penyebab Obat Pilihan I Obat Pilihan II

Kategori I - Usia

penderita

< 65 tahun

-Penyakit Penyerta (-)

-Dapat berobat jalan

-S.pneumonia

-M.pneumonia

-C.pneumonia

-H.influenzae

-Legionale sp

-S.aureus

-M,tuberculosis

-Batang Gram (-)

- Klaritromisin

2x250 mg

- -Azitromisin

1x500mg

- Rositromisin

2x150 mg atau

1x300 mg

- Siprofloksasin 2x500mg

atau Ofloksasin 2x400mg

- Levofloksasin 1x500mg

atau Moxifloxacin

1x400mg

- -Doksisiklin 2x100mg

Kategori

II

-Usia penderita >

65 tahun

- Peny. Penyerta

(+)

-Dapat berobat

jalan

-S.pneumonia

- Virus- H.influenzae- Batang gram

(-)- Aerob- S.aures- M.catarrhalis- Legionalle sp

- Sepalospporin

generasi 2

-Trimetroprim

+Kotrimoksazo

l

-Betalaktam

-Makrolid

-Levofloksasin

-Gatifloksasin

-Moxyfloksasin

Kategori

III

-Pneumonia berat.

- Perlu dirawat di

RS,tapi tidak

perlu di ICU

-S.pneumoniae

-H.influenzae

-Polimikroba termasuk

Aerob

-Batang Gram (-)

-Legionalla sp

- S.aureus- Virus- C.pneumoniae- M.pneumoniae

- SefalosporinGenerasi 2 atau 3- Betalaktam +Penghambat Beta

laktamase+makrolid

-Piperasilin + tazobaktam

-Sulferason

Kategori

IV

-Pneumonia berat

-Perlu dirawat di

ICU

-S.pneumonia

-Legionella sp

-Batang Gram (-) aerob

-M.pneumonia

- Virus- H.influenzae- M.tuberculosis- Jamur endemic

- Sefalosporin generasi 3 (anti pseudomonas) + makrolid

- Sefalosporin generasi 4

- Sefalosporin generasi 3 + kuinolon

-Carbapenem/

meropenem

-Vankomicin

-Linesolid

-Teikoplanin

17

Page 18: referat radiologi pneumonia

2.10 DIAGNOSIS BANDING

Differential Diagnosis dari penyakit pneumonia adalah sebagai berikut:

A.TuberculosisParu(TB)

Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M.

tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran

pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3

minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil,

keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan.

Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PA

B.Atelektasis 

Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan

menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara

dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram.

Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena

adanya pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari

seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris.

18

Page 19: referat radiologi pneumonia

Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA

C. Efusi Pleura

Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram. Terdapat

penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan mediastinum kearah

yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus

sign, tanda khas pada efusi pleura.

Efusi pleura pada foto thorax posisi PA

19

Page 20: referat radiologi pneumonia

PENYAKIT PARU PADA PASIEN IMMUNOCOMPROMISED

 1. Infeksi Paru pada Pasien Immunocompromised

Istilah “ immunocompromised host ” menggambarkan seorang pasien yang berada

pada peningkatan risiko infeksi yang mengancam kehidupan sebagaiakibat dari kelainan

sistem kekebalan tubuh bawaan atau diperoleh. Selama beberapa dekade terakhir, populasi

pasien immunocompromised  host telah berkembang sangat besar, yang  mencerminkan

peningkatan penggunaan agenimunosupresif untuk pengobatan tumor dan penyakit kolagen

vaskular dan untuk mencegah penolakan pada prosedur transplantasi organ. Selain itu,

acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) telah mengakibatkan banyaknya pasien

immunocompromised . Paru-paru adalah salah satu organ yang paling seringterlibat dalam

berbagai komplikasi pada pasien immunocompromised . Di antarakomplikasi paru yang

terjadi pada pasien tersebut, infeksi adalah jenis yang paling umum: yang menyumbang

sekitar 75% dari komplikasi paru dan berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas yang

tinggi. Diagnosis cepat dan akurat terhadap penyakit paru penting untuk dilakukan, tidak

hanya karena morbiditas dan mortalitas yang tinggi berhubungan dengan infeksi tetapi juga

karena komplikasi yang sering dikaitkan dengan obat yang dipakai untuk mengobati infeksi.

Paru-paru adalah salah satu organ yang paling sering terlibat dalam berbagai

komplikasi pada pasien dengan immunocompromised . Di antara komplikasi paru yang terjadi

pada pasien tersebut, infeksi adalah yang paling umum terjadi dan berhubungan dengan

tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Alasannya adalah bahwa pasien yang

immunocompromised berpotensi rentan terhadap infeksi dari mikroorganisme yang berbeda.

Pengalaman menunjukkan bahwa keadaan klinis tertentu menjadi predisposisi bagi pasien

terhadap infeksi oleh patogen tertentu. Keadaan tersebut terdiri dari epidemiologispesifik atau

paparan lingkungan, jenis defek imun yang mendasarinya, durasi dan keparahan defisiensi

imun, dan tingkat perkembangan dan pola kelainan radiologis.

Infeksi tergantung pada interaksi antara kerentanan pasien dan organisme yang

terkena. Faktor-faktor lingkungan dan epidemiologi yang penting mencakup paparan

masyarakat, perjalanan, riwayat infeksi sebelumnya, terapi obat (yaitu, agen sitotoksik atau

imunosupresif), splenektomi, dan paparan nosokomial.

Paparan dan R iwaya t   t e r j ad inya   In f ek s i  

 Adanya riwayat menderita TB, tes tuberkulin kulit positif, atau tinggal didaerah

endemik menimbulkan akan kecurigaan tuberkulosis primer atau reaktivasi TB. Demikian

pula, melakukan perjalanan atau tinggal di daerah yang terdapat histoplasmosis,

20

Page 21: referat radiologi pneumonia

coccidioidomycosis, atau strongyloidiasis endemik akan menyarankan hal tersebut sebagai

kemungkinan diagnostik. Pasien penderita AIDS dapat tertular infeksi jamur tertentu, seperti

histoplasmosis dan coccidioidomycosis di luar daerah endemis. Bahkan di daerah

nonendemik, infeksi jamur dapat menyebabkan reaktivasi infeksi laten. Riwayat infeksi

ini penting diketahui, karena infeksi paru yang disebabkan oleh organisme seperti

Mycobacterium tuberculosis, Pneumocystis carinii, Toxoplasma gondii, dan virus

varicellazoster lebih sering disebabkan oleh reaktivasi dari infeksi baru. Namun, banyak

kasus atau sebagian besar dari tuberkulosis primer dan pada dasarnya semua kasus infeksi

primer dengan  P. Carinii tidak didapatkan pada orang yangimunokompeten. Dengan

demikian, mungkin sulit untuk mendapatkan riwayatinfeksi pada pasien yang kemudian

menjadi immunocompromised. Akhirnya, terjadinya satu infeksi oportunistik mungkin

menandakan kerentanan terhadap infeksi oportunistik lain yang spesifik. Misalnya, pasien

dengan AIDS yang telah menderita pneumonia akibat P. Carinii terjadi peningkatan risiko

terinfeksi Mycobacterium avium-intracellulare dan sitomegalovirus serta tingkatrisiko yang

sedikit meningkat untuk terjadinya mikosis sistemik.

Terapi Obat yang Menjadi Predisposisi terhadap Infeksi

Kebanyakan obat sitotoksik yang digunakan untuk pengobatan keganasan atau

penyakit autoimun dapat menyebabkan terjadinya neutropenia dan monositopenia. Obat

tersebut juga dapat menyebabkan mucositis dari usus, yang dapat menyebabkan bakteri gram

negatif enterik menyerang dinding usus danmasuk ke dalam sirkulasi. Dengan demikian, obat

sitotoksik memberikan kerentanan kepada pasien terhadap infeksi yang sama yang

menyulitkan keadaan neutropenia. Kortikosteroid, yang banyak digunakan untuk

imunosupresi, memiliki efek kualitatif dan kuantitatif pada sel-sel kekebalan tubuh. Obat

tersebut menekan jumlah sirkulasi limfosit dan monosit dan menghambat fagositosis dan

aktivitas limfosit, terutama sel T. Dengan demikian, kortikosteroid dapat meningkatkan

kerentanan terhadap infeksi yang terkait dengan defek pada imunitas yang diperantarai sel

dan fagositosis.

Paparan Nosokomial

Pasien immunocompromised  yang dirawat di rumah sakit beresiko untuk mengalami

pneumonia nosokomial, setengah dari kejadian tersebut disebabkanoleh basil anaerob gram

negatif, termasuk Pseudomonas aeruginosa, spesies Enterobacter, spesies Klebsiella,

21

Page 22: referat radiologi pneumonia

Escherichia coli, dan spesies Acinetobacter. Kolonisasi orofaringeal terjadi setelah adanya

aspirasi ke dalam saluran napas bagian bawah adalah jalur utama untuk infeksi paru

akibat bakteri ini. Kolonisasi orofaring yang disebabkan oleh intubasi endotrakeal,

penggunaan antibiotik,terapi imunosupresif akut, dan keasaman lambung yang berkurang

(akibat penggunaan antasida atau H2 blocker). Tingkat keasaman yang rendah

memungkinkan bakteri untuk berkembang biak di perut; dari sanalah bakteri ini berkoloni

pada orofaring dan terhisap kedalam paru-paru. Ketika pasien immunocompromised 

mengalami ulkus (akibat virus herpes simpleks atau infeksi spesies Candida) di rongga mulut,

faring, atau oesophagus, mereka sangat rentan untuk mengaspirasi sekret yang infeksius.

Kelembaban pada peralatan rumah sakit dan pada saluran ventilasi dapat menyediakan media

untuk spesies Legionella dan bakteri gram negatif yang menyebabkan pneumonia. Pasien

yang diberikan di ventilator mekanik sangat rentan terhadap infeksi tersebut. Kateter

intravena yang digunakan dalam waktu yang lama dapat meningkatkan risiko septikemia.

Kateter yang terinfeksi dengan Staphylococcus aureus, P aeruginosa, atau spesies Candida

dapat menyebabkan emboli paru septik, seperti penyalahgunaan obat intravena. Insiden

pneumonia yang disebabkan oleh beberapa organisme bervariasi di setiap tempat.

2. Pneumonia Pada Pasien Immunocompromised

Penyakit pneumonia pada pasien immunocompromised melibatkan infeksidan

radang pada saluran pernapasan bagian bawah. Terlepas dari alasan yangmenyebabkan

berubahnya fungsi kekebalan tubuh, pneumonia membawa tingkatkematian tinggi pada

pasien immunocompromised. Keadaan immunocompromise yang menyebabkan risiko tinggi

pneumonia, terkait dengan adanya faktor-faktor berikut: Keganasan, HIV,

immunodefisiensi primer, Transplantasi imunosupresi, Kehamilan, Alkoholisme, fibrosis 

kistik, penyakit autoimmune, penyakit neuromuskular, disfungsi kognitif, cedera sum-sum

tulang belakang, luka bakar, leukemia, limfoma, kemoterapi akibat keganasan pada organ

padat, penggunaan steroid lama, asplenia,dan diabetes. Banyak patogen paru yang dapat

menyerang pasien yang mengalami disfungsi sistem imun. Patogen lainnya lebih sering

ditemui dengan penyebab tertentu dari keadaan supresi imun. Oleh karena itu, patofisiologi

dapat dijelaskan secara umum dan konteksnya lebih spesifik. Secara konseptual,

kerentanan pneumonia karena imunosupresi berasal dari defek neutrofil, defek imunoglobuli,

atau defek T-sel. Alasan yang mendasari penekanan kekebalan mungkin menyarankan

terjadinya patologi paru tertentu. Agen penyebab yang bertanggung jawab untuk pneumonia

22

Page 23: referat radiologi pneumonia

pada pasien immunocompromised sering berbeda dari yang ditemukan pada pasien yang

imunokompeten. Penyebab infeksi pneumonia pada pasien immunocompromised dapat

meliputi: organisme bakteri, spesies Coccidioides, Cytomegalovirus (CMV), Tuberkulosis

(TB), spesies Histoplasma, spesies Aspergillus, Mycobacteriumavium complex (MAC),

pneumonia (carinii) jiroveci (PCP), Influenza , herpes simplex virus (HSV), varicella-zoster

virus (VZV), spesies Legionella, spesies Nocardia, Cryptococcus neoformans, spesies

Mucoraceae, spesies Strongyloides,spesies Toxoplasma, dan spesies Capnocytophaga.

Penyebab pneumonia non-infeksi pada pasien immunocompromised meliputi:

perdarahan paru, pneumonitis, gagal jantung kongestif, emboli paru,infark miokard,

pneumotoraks, cedera akibat drug-induced, dan cedera akibat Radiasi x-ray. Sebuah studi di

Kanada menemukan angka kematian sebesar 13,7% pada pasien immunocompromised 

yang menderita infeksi pneumonia komuniti. Tingkat kematian berkorelasi dengan etiologi

imunosupresi. Tingkat kejadian kasus pada pasien dengan TB lebih tinggi pada pasien yang

mengalami koinfeksi dengan HIV. Pada infeksi pneumonia komuniti, angka kematian rawat

inap adalah sebesar 9,1%. Sistem stadium klinis yang dapat memprediksi kematian: gejala

neurologis, frekuensi napas meningkat, dan kreatinin meningkat. Pneumonia adalah penyebab

utama infeksi yang berhubungan dengan kematian pada orang tua. Pasien yang berusia lebih

tua dari  90 tahun memiliki dua kali tingkat kematian akibat pneumonia daripada pasien yang

berusia 65-69 tahun. Kematian dari influenzadan RSV tidak proporsional mempengaruhi

orang tua.

3. Mikosis Paru Pada Pasien Immunocompromised 

Mikosis paru pada pasien Immunocompromised kemungkinan merupakan suatu

progresi infeksi primer atau reaktivasi dari kondisi laten yang akhirnya bermanifestasi

karena kondisi imun yang menurun. Saat ini, di era penggunaan HAART, belum diketahui

pengaruhnya terhadap insiden mikosis paru, karena diagnosis mikosis paru masih merupakan

problem tersendiri. Beberapa spesies jamur yang sering  menjadi etiologi mikosis paru pada

pasien immunocompromised terutama penderita infeksi HIV/AIDS adalah

Cryptococcusneoformans, Apergillus fumigatus, Histoplasma capsulatum dan

Nocardiaasteroides. Diantara spesies jamur tersebut, C. Neoformans yang paling sering

menyebabkan pneumonia (sekitar 15% episode) dibandingkan yang lainnya

dan biasanya terjadi pada fase lanjut infeksi HIV. Infeksi yang terjadi diduga setelah terhirup

udara yang mengandung yeast yang tidak berkapsul, namun mekanismesesungguhnya masih

belum jelas.

23

Page 24: referat radiologi pneumonia

Tanda dan gejala pneumonia tidak spesifik, umumnya berupa demam, berkeringat,

rasa lelah dan sakit kepala, 20 sampai 30% penderita mengeluh batuk dan sesak, 40% 

mengeluh nyeri dada. Gambaran radiologis thoraks umumnya berupa pneumonia interstisial

yang difus dengan infiltrat interstisial, namun gambaran lain seperti konsolidasi fokal atau

keseluruhan paru, bayangan ground-glass, nodul-nodul milier, cavitas, efusi pleura dan

limfadenopati hilus dapat pula ditemukan. Karena gejala dan tanda serta gambaran radiologis

thoraks yang tidak spesifik tersebut, diagnosis infeksi kriptokokal pada paru sangat sulit

dibuat. Diagnosis pasti dibuat berdasarkan hasil biopsi, dan secara mikroskopis ditemukan

adanya kriptokokus pada jaringan atau granuloma. Namun secara klinis dan laboratoris,

diagnosis dapat ditentukan dengan crytococcal antigen tes yang sensitif dan spesifik. Terapi

antijamur pada pasien immunocompromised dengan kriptokokis adalah amfoterisin B

intravena dengan dosis 0,7 mg/kgBB/hari selama minimal 2minggu dan kondisi klinisnya

stabil, kemudian diikuti pemberian flukonazol per oral 400 mg/hari. Setelah infeksi

terkontrol, dilanjutkan dengan terapi maintenance dengan flukonazol 200 mg/hari.

Penghentian terapi maintenance ini dapat dipertimbangkan jika penderita tetap asimptomatis,

dengan CD4 >100 . 200sel/µL selama 6 bulan.

4. Tuberkulosis Paru Pada Pasien Immunocompromised

Tuberkulosis paru (TB paru) masih merupakan problem penting pada infeksi

HIV/AIDS dan menjadi penyebab kematian pada sekitar 11% penderita. Berdasarkan data

World Health Organization (WHO), pada akhir tahun 2000 kira-kira 11,5 juta orang penderita

infeksi HIV di dunia mengalami ko-infeksi M.tuberculosis dan meningkatkan risiko kematian

sebesar 2 kali lipat dibandingkan tanpa tuberkulosis, dan seiring dengan derajat beratnya

imunosupresi yang terjadi. Suseptibilitas terhadap tuberkulosis, baik untuk terjadinya

tuberkulosis primer, reaktivasi ataupun reinfeksi berhubungan dengan pola sitokin yangdipro

duksi oleh limfosit T, dalam hal ini limfosit T1 melalui produksi interferon-γ yang berperan

defensif terhadap mikobakterium. Pada infeksi HIV, deplesi limfosit inilah yang

menyebabkan suseptibilitas terhadap tuberkulosis meningkat. Di lain pihak, infeksi

M. Tuberculosis itu sendiri merangsang makrofagmemproduksi TNF-α, IL-1 dan IL-6 yang

menyebabkan peningkatan replikasi virus HIV. Jadi antara infeksi HIV dan tuberkulosis

terjadi interaksi patogenik 2arah (bidirectional pathogenic interactions) yang memperburuk

prognosis penderita. Pada umumnya presentasi klinis dan radiologis TB paru pada penderita

infeksi HIV dengan CD4 > 350 sel/µL sama dengan penderita tanpa infeksi HIV,dimana

24

Page 25: referat radiologi pneumonia

tuberkulosis terbatas pada paru saja dan gambaran radiologis umumnya menunjukkan adanya

fibroinfiltrat pada lobus atas paru dengan atau tanpa kavitas. Penurunan CD4 < 50 sel/µL

sering disertai tuberkulosis ekstrapulmoner. Gambaran radiologis pada kondisi infeksi HIV

yang berat sangat berbeda, dimana infiltrat dapat terlihat di lobus tengah atau bawah paru,

dapat berupa infiltratmilier (TB milier), namun kavitas lebih jarang didapatkan. Derajat

imunodefisiensi ini juga berpengaruh pada gambaran laboratoris (BTA padasputum) dan

histopatologis. Pada penderita dengan fungsi imun yang masih intact lebih mudah didapatkan

adanya BTA pada sputum dan gambaran granulomatus secara histopatologi. Seiring dengan

menurunnya sistem imun maka kemungkinanuntuk didapatkan BTA pada sputum semakin

kecil dan secara histopatologi gambaran granuloma juga sulit ditemukan karena semakin sulit

terbentuk atau bahkan tidak terbentuk sama sekali. Penatalaksanaan TB paru dengan infeksi

HIV pada dasarnya sama dengan tanpa infeksi HIV. Saat pemberian obat pada koinfeksi

TBC-HIV harus memperhatikan jumlah CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada (tabel

1).30 Namun pada beberapa studi mendapatkan tingginya angka kekambuhan pada penderita 

yang menerima Obat Anti Tuberkulosis (OAT) selama 6 bulan dibandingkan dengan 9

sampai 12 bulan.

25

Page 26: referat radiologi pneumonia

BAB III

KESIMPULAN

Paru-paru adalah salah satu organ yang paling sering terlibat dalam berbagai

komplikasi pada pasien dengan immunocompromised. Di antarakomplikasi paru yang terjadi

pada pasien tersebut, infeksi adalah yang palingumum terjadi dan berhubungan dengan

tingkat morbiditas dan mortalitas yangtinggi.Penyakit pneumonia pada pasien

immunocompromised  melibatkan infeksidan radang pada saluran pernapasan bagian bawah.

Terlepas dari alasan yangmenyebabkan berubahnya fungsi kekebalan tubuh, pneumonia

membawa tingkat kematian tinggi pada pasien immunocompromised. Keadaan

immunocompromise yang menyebabkan risiko tinggi pneumonia,terkait dengan adanya

faktor-faktor berikut: Keganasan, HIV, immunodefisiensi primer, Transplantasi

imunosupresi, Kehamilan, Alkoholisme, fibrosis kistik, penyakit autoimmune, penyakit

neuromuskular, disfungsi kognitif, cedera sum-sum tulang belakang, luka bakar, leukemia,

limfoma, kemoterapi akibat keganasan pada organ padat, penggunaan steroid lama,

asplenia,dan diabetes.

Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional dan CT Scan menjadi

pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia. Terutama apabila dari pemeriksaan fisik

memang menunjukan kelainan di paru dan membutuhkan pemeriksaan peunjang berupa foto

thorax. Koordinasi antara pemeriksaan klinis, laboratorium dan radiologi akan dapat

menunjang penegakan diagnosis yang tepat.

Gambaran khas pada pneumonia adalah adanya perselubungan dengan adanya

gambaran air bronchogram. Namun tidak semua pneumonia memberikan gambaran khas

tersebut. Untuk menentukan etiologi pneumonia tidak dapat hanya semata-mata

menggunakan foto thorax, melainkan harus dilihat dari riwayat penyakit, dan juga

pemeriksaan laboratorium.

Untuk membedakan antara pneumonia, atelektasis, dan efusi pleura dilihat dari

adanya penarikan atau pendorongan jantung, trakea dan mediastinum ke arah yang sakit atau

sehat. Sementara untuk membedakan pneumonia dengan TB adalah dilihat dari ada atau

tidaknya kavitas yang umumnya terdapat pada lobus paru bagian atas. Jadi dalam

menegakkan pneumonia, sangat diperlukan gambaran radiologis untuk penegakan diagnosis

disamping pemeriksaan laboratorium.

26

Page 27: referat radiologi pneumonia

DAFTAR PUSTAKA

American thoracic society. Guidelines for management of adults with community-

acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and

prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54.

American thoracic society. Guidelines for management of adults with Guidelines for

the Management of Adults with Hospital-acquired, Ventilator-associated, and

Healthcare-associated Pneumonia. Am J Respir Crit.Care Med 2005; 171: 388-416.

Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM; 2007.

Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice

guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis

2000; 31: 347-82

Mandell LA, IDSA/ATS consensus guidelines on the management of community-

acquired pneumonia in adults, CID 2007;44:S27

Mylotte JM, Nursing home-associated pneumonia, Clin Geriatr Med 2007;23:553

Menendez R, Treatment failure in community-acquired pneumonia, 2007;132:1348

Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia inpatient and

outpatient, Chest 2007;131;1205

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan

Pneumonia Komuniti.2003

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan

Pneumonia Nosokomial.2003

27