REFERAT RADIOLOGI ACHALASIA

35
REFERAT RADIOLOGI PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA AKALASIA Disusun oleh : Rina Dwi Indriyani 0861050108 Pembimbing : dr. Yvonne N. J. Palijana, Sp.Rad, MARS KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI i

description

RADIOLOGI

Transcript of REFERAT RADIOLOGI ACHALASIA

REFERAT RADIOLOGI

PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA

AKALASIA

Disusun oleh :

Rina Dwi Indriyani

0861050108

Pembimbing :

dr. Yvonne N. J. Palijana, Sp.Rad, MARS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI

PERIODE 4 AGUSTUS – 8 SEPTEMBER 2012

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA 2012

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis

dapat menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul Pemeriksaan Radiologi pada

Achalasia. Penulisan referat ini merupakan salah satu tugas dan ujian dalam Kepaniteraan

Klinik Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia.

Dalam penulisan referat ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

kepada pihak-pihak yang membantu, khususnya kepada dr. Yvonne N. J. Palijana, Sp.Rad,

MARS sebagai pembimbing.

Dalam penulisan referat ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan

baik pada teknis penulisan maupun isi dari materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki

penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi

penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Akhir kata, semoga referat ini dapat berguna dan memberikan pengetahuan bagi kita

semua, khususnya dalam bidang ilmu radiologi, amin.

Jakarta, Agustus 2012

Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………...ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….iii

BAB I – PENDAHULUAN…………………………………………………….……………..1

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI …………………………………………………..……………………2

2.2 EPIDEMIOLOGI ……………………………………………………..…………2

2.3 ETIOLOGI …………………………………………………………….…………3

2.4 PATOFISIOLOGI …………………….…………………………………..……..3

2.5 GEJALA ………………………………………….………………………..…… 4

2.6 PEMERIKSAAN

FOTO THORAX…………………………...……………….………………..4

ESOFAGOGRAM…………………………..…………….…………………..5

MANOMETRI…………………………...………………………….………..9

ENDOSKOPI……………………..………………….……………………...11

CT SCAN ……………………………………………………………………14

2.7 DIAGNOSA BANDING…………………………......…………..…………….16

2.8 PENATALAKSANAAN …… ……………………………. …………………17

BAB III – KESIMPULAN…………………………………………………,………………..18

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..19

iii

BAB I

PENDAHULUAN

Akalasia adalah suatu keadaan khas yang ditandai dengan tidak adanya peristaltik

korpus esofagus bagian bawah dan sfingter esofagus bagian bawah yang hipertonik sehingga

tidak bisa mengadakan relaksasi secara sempurna sewaktu menelan makanan. Secara

histopatologis kelainan ini ditandai oleh degenerasi ganglia pleksus mesentrikus. Akibat

keadaaan ini akan terjadi statis makanan dan selanjutnya akan timbul pelebaran esofagus.1

Achalasia dideskripsikan pertama kali pada tahun 1672 oleh Sir Thomas Willis. Pada

tahun 1881, von Mikulicz mendeskripsikan penyakit ini sebagai suatu kardiospasme, di mana

gejalanya lebih disebabkan oleh suatu gangguan fungsional daripada suatu gangguan

mekanik. Pada tahun 1929, Hurt dan Rake menyatakan bahwa penyakit tersebut disebabkan

oleh kegagalan spinchter esofagus bawah untuk berelaksasi. Mereka lalu menyebutnya

sebagai “achalasia”, sebuah kata dari bahasa Yunani yang berarti gagal untuk berelaksasi. 2

Penyakit yang relatif jarang ditemui. Sebagian besar terjadi dalam umur pertengahan

dengan perbandingan jenis kelamin yang hampir sama. Kelainan ini tidak diturunkan dan

biasanya memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala.1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Akalasia ialah ketidakmampuan bagian distal esofagus untuk relaksasis dan

peristaltik esofagus berkurang, karena diduga terjadi inkoordinasi neuromuskuler.

Akibatnya bagian proksimal dari tempat penyempitan akan melebar dan disebut

mega-esofagus.3

2.2 EPIDEMIOLOGI

Prevalensi akalasia sekitar 10 kasus per 100.000 populasi. Namun, hingga

sekarang, insidens penyakit ini telah cukup stabil dalam 50 tahun terakhir yaitu sekitar

0,5 kasus per 100.000 populasi per tahun. Rasio kejadian penyakit ini sama antara

laki-laki dengan perempuan. Menurut penelitian, distribusi umur pada akalasia

biasanya sering terjadi antara umur kelahiran sampai dekade ke-9, tapi jarang terjadi

pada 2 dekade pertama (kurang dari 5% kasus didapatkan pada anak-anak). Umur

rata-rata pada pasien orang dewasa adalah 25-60 tahun.1

2.3 ETIOLOGI

Bila ditinjau dari etiologinya, akalasia dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:

Akalasia Primer. Penyebab tidak diketahui, diduga disebabkan oleh virus

neurotropik yang berakibat lesi pada nucleus dorsalis vagus pada batang otak

dan ganglia misentrikus pada esophagus.

Akalasia sekunder. Disebabkan oleh infeksi (penyakit Chagas), tumor

intraluminer seperti tumor kardia atau pendorongan ekstraluminer seperti

pseudokista pancreas, dapat pula disebabkan oleh obat antikolinergik atau paska

vagotomi.1,3,4

2.4 PATOFISIOLOGI

Akalasia memiliki karakteristik tekanan tinggi pada esofagus, sfingter bawah

esofagus yang tidak dapat berelaksasi dan esofagus yang mengalami dilatasi dan tidak

memiliki peristaltik. Secara patologi, esofagus hanya menunjukkan dilatasi minimal

pada awalnya, namun lama kelamaan dapat menjadi seluas 16 cm. Secara histologis,

abnormalitas utama berupa hilangnya sel ganglion di pleksus mienterikus (pleksus

Auerbach) pada esofagus distal. Beberapa lesi neuropatik lain juga dapat ditemukan,

antara lain: a). Inflamasi atau fibrosis pleksus myenterikus pada awal penyakit, b).

Penurunan varikosa serabut saraf pleksus myenterikus, c). Degenerasi n. Vagus, d).

Perubahan di dorsal nukleus motoris n. Vagus dan f). Inklusi intrasitoplasma yang

jarang pada dorsal motor nukleus vagus dan pleksus myenterikus. Segmen esofagus di

atas sfingter esofagogaster (LES) yang panjangnya berkisar antara 2-8 cm menyempit

dan tidak mampu berelaksasi. Esofagus bagian proksimal dari penyempitan tersebut

mengalami dilatasi dan perpanjangan sehingga akhirnya menjadi megaesofagus yang

berkelok-kelok. Bentuk esofagus sangat bergantung pada lamanya proses, bisa

berbentuk botol, fusiform, sampai berbentuk sigmoid dengan hipertrofi jaringan

sirkuler dan longitudinal. Mukosa dapat mengalami peradangan akibat rangsangan

retensi makanan.1,2,3,4

2.5 GEJALA

Gejala utama akalasia adalah disfagia, regurgitasi, rasa nyeri (chest pain) atau

tidak enak di daerah retrosternal dan penurunan berat badan. Disfagia, merupakan

gejala paling umum pada penderita akalasia, baik makanan padat ataupun cair

berakibat disfagia meskipun makanan padatlah yang paling sering dikeluhkan pasien

menimbulkan disfagia.1,5,6

2.6 PEMERIKSAAN RADIOLOGI

A. FOTO POLOS THORAX

Pemeriksaan foto polos thorax tidak diindikasikan untuk tujuan evaluasi.

Pada pemeriksaan foto polos pada thorax didapatkan dilatasi esofagus di belakang

jantung, gelembung udara di esofagus dapat terlihat kecil atau tidak ada.

B. ESOFAGOGRAFI

Esofagografi adalah pemeriksaan esofagus dengan menggunakan kontras.

Pemeriksaan esofagografi ini dilakukan sebelum endoskopi untuk identifikasi terlebih

dahulu, dimana disfagia pada keganasan akan mudah terjadi perforasi karena alat

endoskopi.

Sebelum dilakukan tindakan, pasien dipuasakan terlebih dahulu selama 4 – 6 jam

sebelumnya, untuk pasien dengan kecurigaan akalasia maka dilakukan puasa 5 hari

sebelum tindakan, pasien hanya diberi makanan cair.

Pada akalasia akan tampak kontras mengisi esophagus yang melebar mulai dari

proksimal sampai distal di mana terjadi penyempitan pada daerah esophagogastric

junction yang menetap pada perubahan posisi. Kontras masih dapat melewati daerah

penyempitan ke dalam gaster.

Esofagus berdilatasi dan material kontras masuk ke dalam lambung secara perlahan-

lahan bagian distal menyempit dengan gambaran paruh burung (bird’s beak)

Tampak dilatasi pada daerah dua pertiga distal esophagus dengan gambaran peristaltic

yang abnormal atau hilang dengan gambaran penyempitan di bagian distal

menyerupai ekor tikus (rat tail appearance)2,5,6

Gambaran normal esofagus dalam pemeriksaan

barium swallow

Gambaran akalasia pada esofagografi “bird’s beak” appearance

Dilatasi esofagus dan peerlahan-lahan bagian distal menyempit

dengan gambaran paruh burung

Barium swallow memperlihatkan rat-tail appearance

dilatasi pada daerah dua pertiga distal esofagus dengan gambaran peristaltic yang

abnormal atau hilang dengan gambaran penyempitan di bagian distal

menyerupai ekor tikus

C. MANOMETRI ESOFAGUS

Manometrik esofagus adalah pemeriksaan yang terbaik (gold standar) untuk

mendiagnosis achalasia esofagus. Guna pemeriksaan manometrik adalah untuk

menilai fungsi motorik esofagus dengan melakukan pemeriksaan tekanan di dalam

lumen dan spinchter esofagus. Pemeriksaan ini untuk memperlihatkan kelainan

motilitas secara kuantitatif maupun kualitatif. Pemeriksaan dilakukan dengan

memasukkan pipa untuk pemeriksaan manometri melalui mulut atau hidung. Hal-hal

yang dapat ditunjukkan pada pemeriksaan manometrik esofagus, antara lain:

Relaksasi spingter esofagus bawah yang tidak sempurna

Tidak ada peristaltik yang ditandai dengan tidak adanya kontraksi esofagus secara

simultan sebagai reaksi dari proses menelan.

Tanda klasik achalasia esofagus yang dapat terlihat adalah tekanan yang tinggi

pada spinchter esofagus bawah (tekanan spinchter esofagus bawah saat istirahat

lebih besar dari 45 mmHg), dan tekanan esofagus bagian proksimal dan media saat

istirahat (relaksasi) melebihi tekanan di lambung saat istirahat (relaksasi)

Teknik pemeriksaan manometri esofagus

Gambaran manometri esofagus pada pasien dengan akalasia esofagus

Gambaran hasil pemeriksaan manometri esofagus

D. ENDOSKOPI (ESOFAGOSKOPI)

Endoskopi tidak sensitif dalam menentukan kelainan motilitas utama esofagus. Pada

pasien dengan penyakit lanjut, kerongkongan menjadi lemah, melebar, dan berbelit-belit,

yang dapat dilihat pada endoskopi.

Pada pasien dengan akalasia, perubahan mukosa karena iritasi kronis dan stagnasi

makanan termasuk eritema, mukosa gembur, ulserasi, dan infeksi candida. LES ditutup

rapat dan tidak terbuka dengan insuflasi udara, namun endoskopi dapat masuk ke perut

dengan tekanan mekanik lembut. Sebaliknya, perasaan resistensi atau kekakuan di

persimpangan gastroesophageal menunjukkan diagnosis lain (misalnya, keganasan,

striktur). Jika resistensi dirasakan atau perubahan mukosa perlu diperhatikant, dan harus

dilakukan biopsi.

Pemeriksaan endoskopi direkomendasikan pada penderita achalasia esofagus, untuk

menyingkirkan kausa malignansi pada esophagogastric junction. Pada aalasia esofagus

primer, pemeriksa melihat esofagus yang berdilatasi dan mengandung sisa-sisa makanan

dan spingter esofagus tidak membuka secara spontan. Jika akalasia esofagus disebabkan

oleh neoplasma atau striktur fibrosis esofagus, spinchter esofagus biasanya dapat dibuka

dengan sedikit memberikan tekanan pada saat melakukan tindakan endoskopi.

Pada pemeriksaan ini, pasien dipersiapkan puasa selama 4-5 jam sebelum tindakan. Dan

pada akalasia dilakukan 5 hari sebelum pemeriksaan, pasien hanya diberi makanan cair.6

Gambaran esofagus normal pada pemeriksaan endoskopi

Perbandingan achalasia esofagus jika dilihat secara:

A. Anatomis, B. Endoskopi, C. Esofagografi

E. CT SCAN

Computed tomography (CT) scanning dengan peningkatan kontras oral dapat

menunjukkan kelainan esofagus struktural yang terkait dengan akalasia, terutama

dilatasi, yang terlihat pada stadium lanjut.

Temuan CT tidak spesifik dan sensitif pada tahap awal dari akalasia. Temuan CT

harus selalu dikonfirmasi melalui studi barium swallow dengan fluoroscopi,

endoskopi pencernaan bagian atas, dan manometri kerongkongan.

Primer achalasia pada CT. Scan tidak menunjukkan bukti massa jaringan lunak di

persimpangan gastroesophageal. (Catatan barium di fundus lambung.)

Pasien telah lama achalasia primer.7

Primer achalasia pada CT. Melebar esofagus (panah) tanpa penebalan dinding esofagus

atau adenopati mediastinum.7

2.7 DIAGNOSA BANDING

Skleroderma

Skleroderma adalah penyakit jaringan ikat yang ditandai dengan atrofi otot polos dan

fibrosis pada dinding kerongkongan.8

Inkompetensi sfingter gastro-esofagus mengakibatkan

esofagitis refluks berat dengan penataan, edema

mukosa (pola mozaic) dan ulserasi yang mendalam.3

Scleroderma dengan striktur peptikum. Kontras menunjukkan

segmen yang relatif panjang penyempitan meruncing di

esofagus distal (panah) yang dihasilkan dari lambung

ditandai jaringan parut pada pasien dengan keterlibatan

esophageal oleh skleroderma.8

Karsinoma Esofagus

Tampak massa di lumen esofagus sehingga

menyebabkan penyempitan lumen dan tepi yang

irreguler.7

2.8 PENATALAKSANAAN

Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus tidak

dapat dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet tinggi kalori,

medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi esofagokardiotomi (operasi

Heller)1,6

Medikamentosa Oral

Preparat oral yang digunakan diharapkan dapat merelaksasikan sfingter esophagus

bawah, obat tersebut antara lain nitrat (isosorbid dinitrat) dan calcium channel blocker

(nifedipin dan veramil). 1,6

Dilatasi/ Peregangan Singter Esofagus Bawah

Dilakukan dilatasi sfingter esophagus bawah dengan alat yang dinamakan dilatasi

pneumatik. 1,6

Esofagomiotomi

Merupakan suatu tindakan bedah, dianjurkan bila terdapat :

1. Beberapa kali (> 2 kali) tidak berhasil dilakuakan dilatasi penumatik

2. Adanya ruptur esophagus akibat dilatasi

3. Kesukaran menempatkan dilator penumatik karen dilatasi sangat hebat

4. Tidak dapat menyingkirkan kemungkinan tumor esophagus

Akalasia pada anak berumur kurang dari 12 tahun1,6

Injeksi Toksin Botulinum

Menyuntikan toksin botulinum yang lemah ke sfingter esophagus bawah dengan

menggunakan endoskopi. 1,6

BAB III

KESIMPULAN

Akalasia ialah ketidakmampuan bagian distal esofagus untuk relaksasis dan peristaltik

esofagus berkurang, karena diduga terjadi inkoordinasi neuromuskuler. Akibatnya bagian

proksimal dari tempat penyempitan akan melebar dan disebut mega-esofagus.

Diagnosis Akalasia Esofagus ditegakkan berdasarkan gejala klinis, gambaran

radiologik, esofagoskopi dan pemeriksaan manometrik. Pada pemeriksaan radiologik, tampak

dilatasi pada daerah dua pertiga distal esofagus dengan gambaran peristaltik yang abnormal

serta gambaran penyempitan di bagian distal esofagus atau esophagogastric junction yang

menyerupai seperti bird-beak like appearance.

Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus tidak

dapat dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet tinggi kalori,

medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi esofagokardiotomi (operasi

Heller). Pembedahan memberikan hasil yang lebih baik dalam menghilangkan gejala pada

sebagian besar pasien dan seharusnya lebih baik dilakukan daripada pneumatic dilatation

apabila ada ahli bedah yang tersedia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ismail, Ali. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid ll. Edisi Ketiga. Balai

Penerbit FKUI. Jakarta. Hal. 320-2

2. Patti MG. Achalasia [online]. 2011 [cited 2012 August 17]. Available from: URL:

http://emedicine.medscape.com/article/169974

3. Sutton, David. Textbook of Radiology and Imaging. Seventh Edition. Volume I.

London: Churchill Livingstone. 2003. Hal. 552-3

4. Halpert, Robert. Gastrointestinal Imaging. Third Edition.Philadelpia: Mosby Elsevier.

2005. Hal. 20-1

5. Rasad, Syahriar. 2005. Radiologi Diagnostik. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta. Hal. 406

6. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Rastuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan

telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher edisi keenam. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. Hal. 290

7. http://imaging.consult.com/

8. http://radiographics.rsna.org/content/23/4/897.full