Referat RA Gabungan New

46
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rheumatoid Arthtritis adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target utama. Manifestasi klinis RA adalah poliarthtritis sistemik yang terutama mengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan kaki. Selain lapisan sinovial sendi, RA juga bisa mengenai organ- organ diluar persendian seperti kulit, jantung, paru- paru, dan mata. Pada rheumatoid arthritis, sel antibodi akan menghadapi sel antibodi yang telah berubah sifat menjadi antigen dan mulai menyerang sendi atau organ internal lainnya, sehingga terjadinya kerusakan dan peradangan (inflamasi) pada sendi tersebut. Radang sendi ini sebenarnya terjadi pada lapisan membran sinovial. Membran sinovial yang meradang akan mengeluarkan cairan yang banyak mengandung sel makrofag limfosit T. Sel makrofag limfosit T ini dapat merusak tulang dan mendesak cairan sinovial sehingga akan mengakibatkan timbulnya rasa nyeri atau sakit pada persendian 1 . Sebagai penyakit autoimun, diagnosis rheumatoid arthritis tergantung pada temuan gejala klinis, pemeriksaan fisik, data laboratorium, dan temuan radiologi. Berdasarkan kriteria klasifikasi rheumatoid arthritis oleh ACS (American College of Rheumatology), 1

description

referat

Transcript of Referat RA Gabungan New

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangRheumatoid Arthtritis adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target utama. Manifestasi klinis RA adalah poliarthtritis sistemik yang terutama mengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan kaki. Selain lapisan sinovial sendi, RA juga bisa mengenai organ-organ diluar persendian seperti kulit, jantung, paru-paru, dan mata. Pada rheumatoid arthritis, sel antibodi akan menghadapi sel antibodi yang telah berubah sifat menjadi antigen dan mulai menyerang sendi atau organ internal lainnya, sehingga terjadinya kerusakan dan peradangan (inflamasi) pada sendi tersebut. Radang sendi ini sebenarnya terjadi pada lapisan membran sinovial. Membran sinovial yang meradang akan mengeluarkan cairan yang banyak mengandung sel makrofag limfosit T. Sel makrofag limfosit T ini dapat merusak tulang dan mendesak cairan sinovial sehingga akan mengakibatkan timbulnya rasa nyeri atau sakit pada persendian1. Sebagai penyakit autoimun, diagnosis rheumatoid arthritis tergantung pada temuan gejala klinis, pemeriksaan fisik, data laboratorium, dan temuan radiologi. Berdasarkan kriteria klasifikasi rheumatoid arthritis oleh ACS (American College of Rheumatology), pasien di diagnosis menderita rheumatoid arthritis apabila mempunyai 4 dari 7 kriteria , yaitu : morning stiffness paling kurang 1 jam, pembengkakan 3 sendi atau lebih, pembengkakan sendi tangan, pembengkakan sendi secara simetris, pada gambaran foto x ray akan terlihat gambaran erosi tulang, adanya rheumatoid nodul dan abnormal serum factor rheumatoid. Pembengkakan sendi-sendi kecil tersebut haruslah simetris dan harus terjadi setidaknya selama 6 minggu2,3.Foto polos merupakan salah satu pencitraan yang sering digunakan untuk menilai keberadaan kerusakan sendi akibat rheumatoid arthritis. Selain foto polos, teknik pencitraan yang lain seperti MRI dan color doppler ultrasonography juga dapat digunakan untuk menilai jumlah jaringan synovial atau untuk deteksi erosi yang tidak terlihat pada foto polos2. Melalui penegakan diagnosis dan tatalaksana rheumatoid arthritis dini maka remisi yang didapatkan akan semakin baik.1.2 Batasan Masalah

Referat ini membatasi pembahasan pada definisi, patogenesis, diagnosis, dan penatalaksanaan rheumatoid arthritis.

1.3 Tujuan PenulisanReferat ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami rheumatoid arthritis.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan referat ini adalah untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya dan penulis pada khususnya mengenai rheumatoid arthritis.

1.5 Metode PenulisanReferat ini merupakan tulisan yang ditulis berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiRA adalah penyakit inflamasi sistemik yang dapat mengenai berbagai organ terutama mengenai jaringan ikat sendi dan cenderung menjadi kronik dan progresif. Dapat terjadi erosi tulang, destruksi (kehancuran) rawan sendi dan kerusakan total sendi. Karena bersifat sistemik, disamping sendi, dapat juga mengenai organ lain seperti mata kulit, SSP, paru, jantung ginjal, hati, lien, usus dan otot4,5.2.2 EpidemiologiArtritis Reumatoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar luas di seluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik. Di Indonesia, prevalensi Artritis Reumatoid adalah sekitar 1 persen populasi (berkisar antara 0,3 sampai 2,1 persen) kelompok orang dewasa dan 1:100 ribu jiwa kelompok anak-anak. Total, diperkirakan terdapat 360 ribu pasien di Indonesia. Artritis Reumatoid lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita dan pria sebesar 2-3:1. Perbandingan ini mencapai 5:1 pada wanita dalam usia subur. Artritis Reumatoid menyerang 2,1 juta orang Amerika, yang kebanyakan wanita. Dapat ditemui pada semua usia, akan tetapi umumnya terutama menyerang usia pertengahan > 40 tahun. 1,5 juta wanita mempunyai artritis reumatoid yang dibandingkan dengan 600.000 pria5,6.2.3 Faktor Risiko1a. Transfusi darahb. Usia ( 25-45 tahunc. Jenis kelamin ( perempuan : laki-laki = 2 : 1d. Faktor genetik ( autoimune. Suku ( berkulit putih, penduduk asli Amerika (Yakima, Chippewa, atau Inuit)f. Berat badan ( obesitas

g. Kopi dan rokok

2.4 EtiologiPenyebab artritis reumatoid masih belum diketahui. Dikatakan bahwa artritis reumatoid mungkin merupakan manifestasi dari respon terhadap agen infeksius pada orang-orang yang rentan secara genetik. Karena distibusi artritis reumatoid yang luas, hal ini menimbulkan hipotesis bahwa jika penyebabnya adalah agen infeksius, maka organisme tersebut haruslah tersebar secara luas. Beberapa kemungkinan agen penyebab tersebut diantaranya termasuk mikoplasma, virus Epstein-Barr (EBV), sitomegalovirus, parvovirus, dan virus rubella, tetapi berdasarkan bukti-bukti, penyebab ini ataupun agen infeksius yang lain yang menyebabkan artritis reumatoid tidak muncul pada penderita artritis reumatoid4.Walaupun etiologi dari artritis reumatoid belum diketahui, namun nampaknya multifaktorial. Terdapat kerentanan genetik yang jelas, dan penelitian pada orang kembar mengindikasikan indeks sekitar 15-20%. Sebanyak 70% dari pasien artrirtis reumatoid ditemukan human leucocyte antigen-DR4 (HLA-DR4), sedangkan faktor lingkungan seperti merokok dan agen infeksius dikatakan memiliki peranan penting pada etiologi, namun kontribusinya sampai saat ini belum terdefinisikan4,7,8.2.5 PatofisiologiArthritis rheumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang terjadi pada individu rentan setelah respon imun terhadap antigen pemicu yang tidak diketahui. Agen pemicunya adalah bakteri, mikoplasma, atau virus yang menginfeksi sendi atau mirip sendi secara antigenik. Biasanya respon antibody awal terhadap mikroorganisme diperantarai oleh IgG. Walaupun respon ini berhasil menghancurkan mikroorganisme, individu yang mengalami AR mulai membentuk antibody lain, biasanya oleh IgM atau IgG, terhadap antibody IgG awal. Antibody yang ditujukan ke komponen tubuh sendiri ini disebut faktor rheumatoid (Rheumatoid factor/ RF). RF menetap di kapsul sendi sehingga menyebabkan inflamasi kronis kerusakan jaringan4,7.Antibody RF berkembang dan melawan IgG untuk membentuk kompleks imun. IgG sebagai antibody alami tidak cukup kemudian tubuh membentuk antibody (RF) yang melawan antibody itu sendiri (IgG) dan akibatnya terjadi transformasi IgG menjadi antigen atau protein luar yang harus dimusnahkan. Makrofag dan limfosit menghasilkan sebuah proses pathogenesis dari respon imun untuk antigen yang tidak spesifik. Bentuk kompleks imun antigen-antibodi ini menyebabkan pengaktifan sistem complement dan pembebasan enzim lisosom dari leukosit. Kedua reaksi ini menyebabkan inflamasi4,7.Kompleks imun yang tersimpan didalam membrane synovial atau lapisan superficial kartilago, adalah pagositik yang terdiri atas polimorphonuklear (PMN) leukosit, monosit, dan limfosit. Pagositik menonaktifkan kompleks imun dan menstimulasi produksi enzim additional (radikal oksigen, asam arasidonik) yang menyebabkan hyperemia, edema, bengkak, dan menebalkan membran synovial4,7.Hipertropi synovial menyebabkan aliran darah tersumbat dan lebih lanjut manstimulasi nekrosis sel dan respon inflamasi. Sinovium yang menebal menjadi ditutup oleh jaringan granular inflamasi yang disebut panus. Panus dapat menyebar keseluruh sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih lanjut. Proses ini secara lambat akan merusak tulang dan menimbulkan nyeri hebat deformitas4,7.Pannus menutupi kartilago dan kemudian masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis4,7.Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat4,7.

Gambar 1. Inflamasi sitokin

Gambar 2. Jalur sitokin pada rheumatik arthritis

2.6 Gejala KlinikAda beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang bervariasi9,10,11.1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.

2. Poliartritis simetris, terutama pada sendi perifer: termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.

3. Kekakuan pagi hari, selama lebih dari satu jam: dapat bersifat generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam

4. Artritis erosif: merupakan ciri khas dari penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang.

5. Deformitas: kerusakan struktur penunjang sendi meningkat dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dan subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak ekstensi.6. Nodul-nodul rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa pasien artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olecranon (sendi siku) atau sepanjang permukaan ekstensor dari lengan. Adanya nodul-nodul ini biasanya merupakan petunjuk dari suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.7. Manifestasi ekstra-artikular; artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.2.7 DiagnosisSebagai penyakit autoimun, diagnosis reumatoid artritis tergantung pada temuan gejala klinis, pemeriksaan fisik, data laboratorium dan temuan radiologi. Berdasarkan kriteria klasifikasi Rheumatoid Artritis oleh ACS (American College of Rheumatology), pasien di diagnosis RA apabila mempunyai 4 dari 7 kriteria , yaitu1 :

1. Kekakuan pagi hari (Morning Stiffness)Kekakuan pagi hari pada sendi atau disekitar sendi setidaknya berlangsung selama 1 jam1. Kekakuan terjadi terus-menerus dapat terjadi pada inflamasi artropati dan miopati apapun. Tetapi, kekakuan pada pagi hari yang berlangsung setidaknya 1 jam bisa terjadi pada inflamasi sendi berat, tetapi hal ini jarang, kecuali pada RA3.2. Pembengkakan pada tiga sendi atau lebih

Setidaknya mengenai tiga area sendi dengan peradangan pada jaringan lunak atau cairan sendi. 14 kemungkinan area yang terkena, kanan maupun kiri proksimal proximal interphalangeal (PIP), metacarpophalangeal (MCP), pergelangan tangan, siku, lutut, pergelangan kaki, dan sendi metatarsofalangs (MTP)1. Artritis yang menyerang sendi metacarpophalangeal (MCP) dan proximal interphalangeal (PIP) pada kedua tangan adalah karakteristik RA12. Walaupun inflamasi sendi peripheral interphalangeal juga terjadi pada penyakit rematik lainnya seperti SLE (Systemic Lupus Eritemtosus), MCTD (Mix Connective Tissue Disease), systemic sclerosis (skleroderma), psoriatic artritis dan demam rheumatik. Jika hanya ditemukan kelainan ini saja, tidak dapat dijadikan dasar diagnosis RA3.

3. Arthritis pada sendi tangan

Setidaknya satu sendi bengkak pada pergelangan tangan, sendi MCP, atau sendi PIP1.

4. Arthritis simetris

Secara bersama-sama terjadi pada area sendi yang sama pada kedua bagian tubuh1.5. Nodul rheumatoid

Adanya nodul subkutaneus dengan berbagai ukuran yang melewati tulang atau permukaan regio ekstensor atau regio juksta-artikular. Nodul tersebut tersebar dalam jaringan subkutan, tidak menempel dibawah tulang atau diatas kulit. Nodul-nodul ini sering ditemukan pada sendi di proksimal ulna, dan juga pada lokasi-lokasi yang mendapat tekanan seperti sacrum, kepala, tendon achiles dan tendon pada tangan. Nodul reumatoid ini adalah karakteristik spesifik RA yang ditemukan pada 30% pasien penderita RA, dan semakin jelas terlihat pada RA yang telah lanjut3,12.

6. Serum Rheumatoid Factor (RF)

Temuan Rheumatoid Factor (RF) pada pasien RA merupakan hal spesifik dalam mendiagnosis RA. Dimana RF dan citrullinated peptides antibodies akan berubah dalam serum pada fase reaktan akut dan temuan kelainan laboratorium yang berhubungan dengan RA. Pada pasien yang menderita polyarthritis yang dignosisnya masih belum jelas, sebaiknya dilakukan kedua test ini. Pada fase reaktan akut seperti terjadi peningkatan LED dan C Reactive Protein (CPR) dapat mengarahkan diagnosis pada RA, tetapi penggunaannya lebih pada monitoring penyakit3.

Temuan RF pada pasien RA sekitar 70-80%. Tetapi temuan antibodi RF juga dapat ditemukan pada pasien dengan mixedcryoglobulinemia (biasanya yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis C), sekitar 70% pasien dengan sjogren syndrom, 20-30% pasien dengan SLE, dan 5-10% pada orang sehat. Prevalensi RF akan meningkat seiring pertambahan usia3,12.

Anti Citrullinated Peptides Antibodies

Anti Citrullinated Peptides Antibodies (ACPA) dapat diukur dengan ELISA menggunakan Cyclic Citrullinated Peptides (CCP) sebagai antigen. Anti CCP mempunyai tingkat sensitivitas yang sama dengan RF dalam mendiagnosis RA, tetapi memiliki spesifisitas yang lebih tinggi daripada RF3. Fase reaktan akut

Fase reaktan akut, khususnya pemeriksaan LED dan CRP, adalah pemeriksaan spesifik pada RA. Pemeriksaan ini dilakukan untuk membedakan kelainan-kelainan pada inflamasi sendi, salah satunya RA, dan juga membedakan kelainan non inflamasi pada gejala muskuloskeletal (seperti OA atau fibromyalgia). Contohnya, LED dan CRP akan meningkat pada RA, sedangkan CRP biasanya akan dalam batas normal pada pasien dengan SLE aktif. Respon fase akut ini akan berbeda pada setiap pasien. Monitoring salah satu atau keduanya pada fase reaktan akut bisa juga digunakan untuk mengukur progresifitas penyakit3,12. Kelainan laboratorium lainnya

Kelainan laboratorium lainnya yang ditemukan pada pasien RA, dapat juga ditemukan pada penyakit lain dan relatif non spesifik. Temuan dapat berupa3:

a. Anemia akibat penyakit kronisb. Trombositosis

Peningkatan trombosit terjadi pada fase reaktan akut, tetapi hal ini juga meningkat pada inflamasi lainnya.

c. Leukositosis

Leukosistosis dapat terjadi pada RA aktif, tetapi juga dapat terjadi pada penyakit infeksi lain atau pada pasien dengan pengobatan glukokortikoid.

d. Antinuclear antibodySekitar 30-40% ditemukan pada pasien RA, dan kebanyakan dengan penyakit berat , dan kronis .

e. Inflamasi cairan synovial

Pemeriksaan cairan synovial khususnya menilai leukositosis dengan sel PMN predominan, glukosa rendah, komplemen C3 dan C4 yang rendah, tingkat protein yang rendah, serta penilaian terhadap hitung jenis sel.

f. Hipoalbunemia

Peningkatan katabolisme albumin mengakibatkan hipoalbumin pada RA. Konsentrasi serum albumin tidak berhubungan terhadap patogenesis penyakit ini.

7. Perubahan gambaran radiologi

Erosi pada kartilago dan tulang adalah tanda cardinal pada RA. Semakin banyak dan besar erosi tulang yang terjadi artinya penyakit RA tersebut telah lama di derita dan pada progresifitas yang lanjut, tidak dapat dinilai secara radiografi, terutama apabila telah terjadi kerusakan sendi3,12.Pada praktek klinis, foto polos sering digunakan untuk menilai keberadaan kerusakan sendi akibat RA. Teknik pencitraan yang lain seperti MRI dan color doppler ultrasonography dapat digunakan untuk menilai jumlah jaringan synovial atau untuk deteksi erosi yang tidak terlihat pada foto polos3.2.8 Pemeriksaan Penunjang

2.8.1 Foto polos (Plain film radiography)Dalam mendeteksi RA dengan foto polos, erosi tulang terdapat di korteks tulang disekitar batas sendi. Sendi MCP dan PIP dapat terdeteksi pada 15 - 30 % pasien yang menderita RA ditahun pertama. Sekitar 90% dapat ditemukan pada foto polos pasien penderita RA yang tidak respon terhadap terapi ataupun RA pada tahun kedua3.Pada beberapa pasien, erosi awalnya terjadi pada styloid ulna atau sendi MTP. Oleh karena itu, sangat penting memeriksa sendi-sendi pada tangan, pergelangan tangan, dan kaki, pada pasien yang dicurigai RA3,12.

Gambar 3. Foto polos Rheumatoid Arthritis2.8.2 MRI MRI merupakan teknik imajing yang memiliki sensitivitas lebih tinggi daripada foto polos dalam hal mengidentifikasi erosi tulang. Ketika membandingkan hasil pemeriksaan artritis dini pada 55 orang pasien dengan menggunakan MRI dan foto polos, MRI mengidentifikasi 7 kali lebih spesifik erosi MCP dan PIP daripada foto polos3.MRI juga dapat mendeteksi erosi dini pada perjalanan awal penyakit RA. Contohnya, MRI dapat mendeteksi terjadinya erosi tulang pada sekitar 45% pasien dengan temuan gejala RA awal (sekitar 3-4 bulan). Terjadinya udem sumsum tulang dan keadaan lanjut pada erosi tulang dapat terdeteksi oleh MRI. Sensitivitas MRI dalam mendeteksi RA dini juga dapat dilihat pada MRI punggung kaki. MRI juga dapat mengidentifikasi dan memperkirakan jumlah jaringan synovial yang mengalami hipertrofi pada erosi tulang lebih lanjut12.

Gambar 4. MRI Rheumatoid ArthritisPada gambar foto polos tangan menunjukan tidak ada erosi (A) T1 axial (kiri) dan T1 fat saturated post gadolinium enhanced ( kanan) dengan MRI terlihat adanya erosi fokal pada ulnar volar pada radius distal ( panah ) (B).

Gambar 5. MRI Rheumatoid ArthritisPada gambar, erosi dapat ditegakan diagnosisnya melalui MRI dengan mengidentifikasi batas lesi pada tulang secara tajam di juxta articular, secara khusus akan terlihat pada inflamasi arthritis. Pada T1 coronal (A) dan pada gambaran pemulihan inverse ( T2 weighted sequence) (B) terlihat adanya erosi fokal pada kepala metacarpal ke empat ( panah biru. Erosi yang halus yang lain terlihat pada kepala metacarpal ke tiga ( panah yang tipis).

Gambar 6. MRI Rheumatoid ArthritisPada gambar MRI T1- weighted fat saturated,setelah pemberian 3 tesla MRI menunjukan gambar (a) dengan dosis setengah dan gambar (b) dengan dosis utuh dari gadobenate dimeglumine pada pasien berusai 47 tahun dengan kasus rheumatoid arthritis dini. Pada lapisan tendon dari tendon otot fleksi, dari ilustrasi terlihat bahwa terjadi peningkatan synovial, dengan tenosynovitis pada tendon flexor kedua dengan scoring grade 3 ( panah) pada kedua gambar ( dosis setengah dan utuh ). Images courtesy of radiology.2.8.3 Ultrasonography (USG)USG merupakan pemeriksaan imajing lainnya yang dapat digunakan dalam mendiagnosis RA. USG digunakan untuk memperkirakan derajat inflamasi dan volume dari jaringan yang terinflamasi. Selain itu, USG juga dapat digunakan untuk menilai sendi MTP. Hasil perbandingan langsung dengan color doppler USG dan kontras MRI pada 29 pasien yang diperiksa sendi-sendi tangan dan pergelangan tangannya, ditemukan gejala inflamasi sendi dengan atau tanpa pembengkakan sendi dari pemeriksaan fisik12.

Gambar 7. USG Rheumatoid ArthritisUltrasound greyscale digunakan untuk menilai synovitis. Gambar diatas adalah gambaran rheumatoid arthritis di sendi metacarpophalangeal. Kapsula sendi diberi tanda adanya distensi (panah ) akibat adanya efusi synovial dan terjadi hipertrofi pada synovial. Pada Doppler menunjukan bahwa terjadi peningkatan aliran microvascular pada sendi, hal ini mengacu pada terjadinya aktivasi inflamasi. M: tulang metacarpal. P: proximal phalanx.

Gambar 8. USG Rheumatoid ArthritisRA diberbagai lokasi :

a. RA pada tangan dan pergelangan tangan12 Temuan erosi dini pada sisi radius dari kepala metacarpal dan dasar proksimal phalangeal. Sendi interphalangeal distal tidak terkena pada RA fase awal.

Temuan RA pada pergelangan tangan terdapat pada ulnar styloid, wrist of schaphoid, triquentrum, dan pisiform.

Temuan terakhir pada tangan termasuk deviasi pada ulnar/ subluksasi pada dua per lima sendi metacarpophalangeal.

Gambar

Gambar 9. Foto polos Rheumatoid Arthritis pada tanganGambar diatas adalah gambaran foto polos RA dini. Terdapat batas erosi yang tersebar pada kepala dan dasar metacarpal ke 4 dan ke 5 yang berdekatan. Pada sendi metacarpal ke 2 dan ke 3 masih normal.b. RA pada kaki12 Temuan erosi tulang dini pada sisi media kepala metatarsal, khususnya yang ke lima.

Gambar 10. Foto polos Rheumatoid Arthritis pada kakiGambar foto polos kiri menunjukan kaki normal. Gambaran foto sebelah kanan adalah rheumatoid srtritis lanjut. Dimana kartilago dan tulang menghilang akibat erosi. Dan tulang metatarsalphalangeal 1 bergeser dari posisi normal.c. RA pada lutut12 Temuan penyempitan celah sendi merupakan temuan khusus pada RA.

Pembentukan osteofit tidak terlihat pada RA. Tetapi pada RA yang luas pada sendi penyangga tubuh, pada penyakit degenerative sendi, mungkin bias terjadi superimpose. Kemudian derajat penyempitan sendi lebih parah dari pada pembentukan sklerosis dan osteofit.

Gambar 11. Foto polos Rheumatoid Arthritis pada lututGambaran diatas adalah gambaran RA kronis pada lutut. Secara menyeluruh telah mengurangi densitas tulang. Celah sendi menyempit akibat erosi. Perhatikan bahwa adanya persamaan gambaran yang terlihat pada pyogenic arthritis.

d. RA pada panggul12 Pada panggul, terdapat penyempitan sendi axial dengan deformitas protusion pada kasus berat. Protusio acetabuli mengacu pada pergeseran pada hip yang sakit ke pelvic cavity.

Gambar 11. Foto polos Rheumatoid Arthritis pada panggulIni adalah gambaran RA lanjut pada panggul. Adanya penyempitan celah sendi yang simetris menandakan RA. Dalam beberapa kasus dapat terjadi sklerosis subkondral akibat OA sekunder yang mengintervensi. Panggul terlihat seperti berpindah ke tengah pelvis. Hal ini disebut protusio acetabulae.e. RA pada tulang belakang12 Bagian servical lebih sering terkena dari pada thoracal dan lumbal.

Subluksasi atlantoaxial (pergerakan anterior C1 pada C2) terjadi akibat instabilitas ligament transversa. Pada foto lateral jarak atlantoaxial lebih besar dari 2,5 mm yang mengindikasikan terjadinya subluksasi. Pada foto lateral dengan kepala flexi memerlukan demonstasi subluksasi.

Tersangkutnya sendi atlantoaxial kurang biasa terjadi daripada subluksasi atlantoaxial. Adanya migrasi cephalic (proximal) pada proses odontoid ke C1. Hal ini mengakibatkan rheumatoid disease pada persendian C1/2 dan lebih sering disertai dengan gejala neurologic ( isebabkan kompresi spinal cord) daripada subluksasi atlantoaxial.

Gambar 12. Rheumatoid Arthritis tulang belakanga) RA dengan subluksasi atlantoaxial. Jarak atlantoaxial bertambah 2.5 mm.b) RA dengan atlantoaxial yang tersangkut.

Gambar 13. Foto polos Rheumatoid Arthritis pada tulang belakangGambaran RA dengan subluksasi atlantoaxial berat. Metal pada jaringan lunak, dibelakang vertebre adalah kegagalan fusi pada occipito cervical. Perhatian screw occipital terlah menipis.

2.9 Diagnosis BandingPerbedaan arthritis inflamasi dan arthritis non inflamasi berdasarkan gejala13 GejalaInflamasiNon Inflamasi

Nyeri sendiSaat beraktivitas dan istirahatDengan aktivitas

Pembengkakan sendiJaringan lunakTulang

Eritema terlokalisirKadang-kadang-

Rasa panas terlokalisirSering -

Kekakuan pagi hari>30 menit30 menit

Nyeri pada pembengkakan 3 atau lebih sendi

Keterlibatan tangan dan kaki simetris (khususnya MCP dan MTP)

Onset 4 minggu atau lebih Osteo artrhritis Arthritis psoriatik

SLE

Arthritis reaktif

Gout Arthritis

Ulkus mukosa, fotosensitivitas, ruam kulit psoriasis

Inflamasi okuli-iritis/ uveitis

Uretritis

Radang usus

Diare

Nefritis

Inflamasi DIP

Perbedaan rheumatoid arthritis dengan diagnosis banding lainnya1Rheumatoid ArthritisOsteoartrhritisPsoriatik ArthritisSLEArthritis ReaktifGout Arthritis

Kekakuan pagi hari >30 menit

Nyeri pada pembengkakan 3 atau lebih sendi

Keterlibatan tangan dan kaki simetris (khususnya MCP dan MTP)

Onset 4 minggu atau lebih

Arthritis erosif

Deformitas

Nodul rheumatoid Kekakuan sendi pagi hari