Referat Print Fix

download Referat Print Fix

of 22

description

mata

Transcript of Referat Print Fix

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangAir mata membentuk lapisan tipis dengan tebal sekitar 7-10 m yang melapisi epitel kornea dan konjungtiva. Lapisan setipis ini diketahui memiliki banyak fungsi penting, yaitu untuk menjaga kelembaban kornea dan konjungtiva, membuat permukaan lapisan kornea menjadi halus dengan menghilangkan iregularitas kecil pada permukaan epitel, membersihkan debris dan bahan iritan berbahaya, mencegah pertumbuhan mikroorganisme dengan proses pembilasan secara mekanis dan efek antimikroba, menyediakan nutrisi dan oksigen bagi epitel kornea, serta memfasilitasi pergerakan kelopak pada bola mata. Terjadinya penurunan produksi air mata maupun adanya evaporasi berlebih dapat menyebabkan sindroma mata kering (Khurana, 2007; AAO, 2005; Vaughan et al., 2007).Sindroma mata kering merupakan salah satu kondisi mata yang paling umum terjadi dan menyerang sekitar 10-15% orang dewasa serta sering menyebabkan pasien mencari perawatan oftalmologis. Sindroma mata kering berdampak besar pada kualitas hidup individu yang menderita karena ketidaknyamanan atau disablitas visual. Walaupun gejalanya dapat membaik dengan terapi, namun kondisi ini biasanya tidak dapat disembuhkan. Mata kering dapat menyebabkan disabilitas visual dan membahayakan hasil operasi kornea, katarak, dan refraksi. Kondisi multifaktorial ini terjadi pada permukaan ocular dan tear film yang menyebabkan rasa tidak nyaman, gangguan visual, ketidakstabilan air mata dengan kerusakan pada kornea dan konjungtiva. Sindroma mata kering disebut juga keratokonjungtivitis sicca (KCS) atau keratitis sicca, yang dikarakteristikan dengan inflamasi pada permukaan ocular dan kelenjar lakrimal. Sindroma ini dapat terjadi bersama dengan kondisi yang lain atau hanya sindroma mata kering saja dan sangat sering menyebabkan iritasi ocular (AAO, 2005; AAO, 2013; Javadi et al., 2011; Foster, 2013; Kastelan et al 2013; Rapuano et al, 2008).Gejala mata kering bisa terjadi karena manifestasi penyakit sistemik. Pasien dengan mata kering cenderung menyebabkan infeksi seperti keratitis bakterial. Beberapa faktor resiko terjadinya sindroma mata kering, yaitu usia, jenis kelamin (pada wanita 2x lebih banyak dari pria), ras, lingkungan dengan kelembapan rendah, obat sistemik dan gangguan autoimun (Javadi et al., 2011; Kastelan et al, 2013).Deteksi awal dan terapi teratur dapat mencegah ulkus kornea dan scarring. Terapi tergantung pada tingkat keparahan penyakit, obat-obatan yang dikonsumsi dan intervensi operasi. Terapi dapat meningkatkan kualitas hidup individu dan mencegah kerusakan permukaan okular (Foster, 2013; Kastelan et al, 2013).

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tear FilmStruktur cairan yang membungkus kornea disebut pericorneal film. Tear film normal membungkus mata yang tediri dari 3 lapisan yaitu : (Foster, 2013; Khurana, 2007).1. Lapisan lipid tipis superfisial (0,11 m), diproduksi oleh kelenjar meibomian, zeiss dan moll, berfungsi mencegah produksi air mata yang berlebih, memperlambat evaporasi dan melubrikasi kelopak mata.2. Lapisan aqueous tebal pada bagian tengah (7 m), diproduksi oleh kelenjar lakrimal utama (reflex menangis), juga oleh kelenjar lakrimal assesoris yaitu kelenjar krause dan wolfring. Lapisan ini berisi cairan dan sedikit natrium chloride, gula, urea dan protein. Juga bersifat basa dan memiliki sifat antibakteri karena substansi seperti lisoenzim, lactoferin dan betalisin. Lisoenzim merupakan protein terbanyak (20-40% total protein) dan protein air mata yang paling basa dengan enzim glikolitik yang dapat menghancurkan dinding sel bakteri. Lactoferin memiliki fungsi antimiroba dan antibakterial dan epidermal growth factor (EGF) yang menjaga permukaan okular normal dan menyembuhkan luka pada kornea. Komponen lain albumin, transferin, IgA, IgM dan IgG.3. Lapisan mucin hydrofilik pada bagian dalam (0,02 0,05 m), lapisan yang paling tipis, mucin disekresi oleh sel goblet konjungtiva dan glandula Manz, fungsinya untuk mengubah permukaan kornea yang hidrofobik menjadi hidrofilik sehingga lapisan aqueous dapat menyebar pada epitel kornea.

Gambar 2.1 Struktur tear film (Khurana, 2007).Regulasi komponen tear film oleh hormonal yaitu androgen yang merupakan hormon yang meregulasi produksi lipid dan reseptor esterogen dan progesteron pada konjungtiva dan kelenjar lakrimal yang penting dalam fungsi nomal jaringan. Selain itu diregulasi oleh sabut neural berdekatan kelenjar lakrimal dan sel goblet yang menghasilkan sekresi mukus dan aqueous (Khurana, 2007)Sekresi kelenjar lakrimal dikontrol oleh reflex neural dengan nervus afferent (sabut sensori trigeminus) pada kornea dan konjungtiva melalui pons (nucleus salivary superior) dari sabut saraf eferen melewati nervus intermedius ke ganglion pterygiopalatina dan simpatetik postganglion dan nervus parasimpatik yang berakhir pada kelenjar lakrimal (Javadi et al., 2011)

2.2 Fisiologi Tear Film Fungsi tear film adalah (Khurana, 2007) : Menjaga kelembapan kornea dan konjungtiva Menyediakan oksigenasi pada epitel lensa Menghalau debris dan iritan Mecegah infeksi oleh adanya substansi antibakteri Memfasilitasi gerak kelopak mata. Tear film dapat menyebar pada permukaan okular melalui mekanisme berkedip yang dikontrol neuronal. 3 faktor yang berperan yaitu reflek berkedip normal, kontak antara permukaan okular eksternal dan kelopak mata dan epitel kornea normal (Kanski, 2007).

2.3 Sindroma Mata Kering (Dry Eye Syndrome)2.3.1 DefinisiSindroma Mata Kering atau Dry Eye Syndrome bukan merupakan suatu penyakit melainkan kompleks gejala yang terjadi sebagai akibat dari berbagai macam penyakit yang dihubungkan dengan berkurangnya volume atau komponen tear film (lapisan aqueous, mucin, atau lipid), evaporasi air mata berlebih, abnormalitas permukaan kelopak mata, atau epitel (Khurana, 2007; Vaughan et al., 2007; Kanski,2007; Lemp et al., 2008).2.3.2 EpidemiologiSekitar 1 dari 7 orang yang berumur 65-84 tahun sangat sering melaporkan gejala mata kering. Menurut penelitian, prevalensi mata kering terhadap 3.722 subyek penelitian yang berumur 48-91 tahun yaitu sekitar 14,4% dan dikatakan menjadi dua kali lipat setelah berumur 59 tahun. Selain umur, seks dan ras juga dikatakan memiliki korelasi dengan sindroma mata kering. Menurut penelitian lainnya didapatkan bahwa dari 926 subyek penelitian yang berumur 40 tahun keatas ditemukan prevalensi yang lebih tinggi terjadi pada wanita. Wanita mengalami peningkatan prevalensi mata kering yang tajam lebih awal dibandingkan pria, sekitar usia 45 tahun, kira-kira pada awal menopause. Data lain mengenai ras menunjukkan bahwa prevalensi gejala berat dan atau diagnosis klinis mata kering pada ras Hispanik dan Asia lebih tinggi dibandingkan Kaukasian (Javadi et al., 2011; DEWS, 2007).2.3.3 Faktor Resiko Faktor resiko terjadinya sindroma mata kering tersering yaitu jenis kelamin (wanita lebih banyak), usia tua, terapi esterogen postmenopause, penggunaan komputer, penggunaaan lensa kontak, operasi refraksi laser eksimer, kekurangan vitamin A, terapi radiasi, hepatitis C, obat-obatan sistemik dan okular termasuk antihistamin, diet rendah asam lemak omega 3 dan defisiensi androgen (Foster, 2013; Rapuano et al, 2008).Faktor resiko lain yang dapat menyebabkan sindroma kering yaitu diabetes mellitus, etnik asia, infeksi HIV/HTLV1, disfungsi ovarium, lingkungan dengan kelembapan rendah dan obat-obatan seperti beta bloker, diuretik dan antidepresan. Faktor resiko yang mungkin menyebabkan sindroma mata kering yaitu asap rokok, kehamilan, obat-obatan yaitu anxiolytic dan anticholinergic, penggunaan alkohol, menopause dan kontrasepsi oral (Foster, 2013; Rapuano et al, 2008).2.3.4 Klasifikasi (AAO, 2005; DEWS, 2007; Kanski, 2007)Klasifikasi sindroma mata kering, yaitu :1. Tear-deficient (aquous layer deficiency) dry eye Non-Sjgren syndrome Lacrimal deficiency Lacrimal gland duct obstruction Reflex block Systemic drugs Sjgren syndrome (primary or secondary)2. Evaporative dry eye Intrinsik Meibomian oil deficiency Disorders of lid aperture Low blink rate Drug action accutane Ekstrinsik Vitamin A-deficiency Topical drugs preservatives Contact lens wear Ocular surface disease : allergy Enviromental factors2.3.5 Etiologi (Khurana, 2007; Vaughan et al., 2007)Berbagai penyebab sindroma mata kering berpengaruh pada lebih dari satu komponen tear film atau menyebabkan perubahan permukaan okular yang secara sekunder menyebabkan ketidakstabilan tear film.Penyebab sindroma mata kering dibagi menjadi 4, yaitu :1. Kondisi-kondisi yang ditandai dengan hipofungsi kelenjar lakrimal (Aqueous tear deficiency) Kongenital Familial dysautonomia (Riley-Day syndrome) Aplasia kelenjar lakrimal (congenital alacrima) Displasia ektodermal Didapat Penyakit sistemika. Sindroma Sjgren primer dan sekunderb. Sklerosis sistemik progresifc. Sarcoidosisd. Leukemia, limfomae. Amyloidosisf. Hemochromatosis Infeksia. Mumps Injurya. Operasi pengangkatan atau kerusakan pada kelenjar lakrimalb. Irradiationc. Luka bakar akibat bahan kimia Medikasia. Antihistaminb. Antimuskarinik : atropin, skopolaminc. Beta-adrenergic blockers : timolol Neurogenika. Kelumpuhan nervus fasialis2. Kondisi-kondisi yang ditandai dengan defisiensi lapisan mucin, terjadi jika sel goblet mengalami kerusakan Avitaminosis A Stevens-Johnson syndrome, toxic epidermal necrolysis, dan erythema multiforme Mucous membrane pemphigoid Konjungtivitis kronis, seperti trachoma Luka bakar akibat bahan kimia Medikasi, seperti antihistamin, agen antimuskarinik, beta-adrenergic blocker, eyedrop preservatives Obat tradisional, seperti kermes 3. Kondisi-kondisi yang ditandai dengan defisiensi lapisan lipid Jaringan parut pada margin kelopak mata Blepharitis4. Kerusakan yang tersebar pada tear film Abnormalitas kelopak mata Defek, seperti pada koloboma Ektropion atau entropion Keratinisasi margin kelopak Menurun atau hilangnya proses berkedipa. Kerusakan neurologis (kelumpuhan nervus fasialis)b. Hipertiroidismec. Lensa kontakd. Obat-obatane. Herpes simpleks keratitisf. Leprosy Lagophthalmosa. Nocturnal lagophthalmosb. Hipertiroidismec. Leprosy Abnormalitas konjungtiva Pterigium Symblepharon Proptosis 2.3.6 Patogenesis Permukaan okular dan fungsi kelenjar menghasilkan air mata merupakan suatu kesatuan untuk menjaga suplai dan membersihkan dengan air mata. Penyakit atau disfungsi pada fungsi ini, akan terjadi ketidakstabilan dalam mempertahankan tear film yang menyebabkan gejala iritasi okular dan penyakit epitelial yang disebut keratokonjungtivitis sicca. Penurunan sekresi air mata akan menyebabkan respon inflamasi pada permukan okular yaitu mediator seluler dan terlarut (Rapuano et al, 2008).

Rheumatoid atritis

Ocular surface epithelial disease (Keratokonjungtivitis sicca)Sjogrens syndrome

Disfungsi sekresi(kelenjar lakrimal dan kelenjar meibomian)Hyperosmolar tears

Ocular surface inflammation

Jenis kelamin wanitamolekul adesi Tcell infiltration MMPs apoptosisDefisiensi androgen Cytokines Chemokines2.3.7 Manifestasi KlinisGejala yang paling sering dikeluhkan pasien adalah merasa sangat kering dan adanya sensasi berpasir atau benda asing pada mata. Gejala lain meliputi gatal, sekresi mucus berlebih, penglihatan kabur yang bersifat sementara, tidak mampu memproduksi air mata, sensasi terbakar, fotosensitif, kemerahan, nyeri, serta sulit untuk menggerakkan kelopak. Gejala seringkali kambuh pada paparan kondisi yang dihubungkan dengan meningkatkan evaporasi air mata, seperti pada penggunaan air conditioner (AC), angin, pemanas utama, atau membaca dalam waktu lama ketika frekuensi berkedip berkurang. (Javadi et al., 2011; Kanski, 2007; Khurana, 2007; Vaughan et al., 2007)Tanda dari mata kering meliputi adanya benang mukus kekuningan dan partikel-partikel terpisah pada tear film, permukaan okuler terlihat kusam, conjunctival xerosis, hilangnya tear meniscus pada margin kelopak mata bagian bawah, dan perubahan kornea dalam bentuk erosi epitel punctate dan filamen yang terdiri dari benang mukus yang melekat di salah satu ujung permukaan kornea (Kanski, 2007; Khurana, 2007; Vaughan et al., 2007).2.3.8 Diagnosis (DEWS, 2007; Khurana, 2007; Vaughan et al., 2007; Kanski, 2007)Pada pemeriksaan secara makroskopis (gross examination), mata dapat terlihat normal, namun pemeriksaan teliti dengan menggunakan slit lamp, dapat ditemukan iritasi dan kekeringan yang kronis. Gambaran paling khas yang sering ditemukan adalah hilangnya tear meniscus pada margin kelopak mata bagian bawah. Benang mukus berwarna kekuningan kadang terlihat pada fornix conjunctival inferior, sedangkan conjunctiva pars bulbar terlihat menebal, edema, hiperemia dan kusam.Gambaran histopatologis sindroma mata kering menunjukkan gambaran dry spots pada epitel kornea dan konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva, pembesaran abnormal dari sel-sel epitel non-goblet, peningkatan cellular stratification dan keratinisasi.Diagnosis yang akurat dari sindroma mata kering dapat dilakukan dengan berbagai tes diagnosis yang terdiri dari :1. Schirmer TestKertas filter Whatman no. 41 diselipkan pada fornix conjunctival inferior kemudian ditunggu selama 5 menit (tanpa anastesi) untuk melihat bagian kertas filter yang basah dengan tujuan untuk mengetahui fungsi normal kelenjar lakrimal utama. Jika hasil yang didapat kurang dari 10 mm, maka dikatakan abnormal. 2. Tear Film Break-Up TimeTear film break-up time diukur dengan menggunakan strip fluorescein yang sedikit dibasahi dan diletakkan pada bulbar konjungtiva serta pasien diminta berkedip. Tear film kemudian discan dengan bantuan filter kobalt slit lamp sementara pasien menahan diri untuk berkedip. Tear film break-up time adalah lamanya waktu sebelum dry spot pertama muncul pada lapisan fluorescein kornea. Nilai normalnya berkisar antara 15-35 detik, jika menurun (kurang dari 10 detik) dikatakan abnormal dan biasanya didapatkan pada aqueous tear deficiency dan selalu lebih singkat pada mata dengan mucin deficiency. 3. Ocular Ferning TestPemeriksaan mukus konjungtiva dilakukan dengan mengeringkan goresan konjungtiva pada slide kaca yang bersih. Microscopic arborization (ferning) diamati pada mata normal. Pada pasien dengan cicatrizing conjunctivitis, ferning mukus menurun atau tidak ada. 4. Impression CitologyImpression cytology dapat menghitung densitas sel goblet pada permukaan konjungtiva. Hilangnya sel goblet didapatkan pada trachoma, mucous membrane pemphigoid, Stevens-Johnson syndrome, dan avitaminosi A.5. Fluorescein StainingPewarnaan fluorescein merupakan indikator yang baik untuk tingkat kebasahan dari mata, sebab tear meniscus dapat terlihat dengan mudah. Selain itu, fluorescein dapat mewarnai area yang mengalami erosi dan kerusakan mikrokskopis pada epitel kornea. 6. Rose Bengal and Lissamine Green StainingRose bengal dan lissamine green sensitif untuk pengecatan konjungtiva. Keduanya dapat mewarnai seluruh sel epitel non vital yang kering dari konjungtiva dan untuk jangkauan yang lebih kecil pada kornea.7. Tear Lysozyme AssayPenurunan konsentrasi lisozim air mata biasanya terjadi pada awal perjalanan sindrom sjgren dan membantu diagnosis. Perhitungannya menggunakan metode spektrofotometer.8. Tear OsmolalityHiperosmolalitas dikatakan merupakan tes yang paling spesifik untuk sindroma mata kering, karena tetap dapat ditemukan bahkan jika tes Schirmer, pengecatan dengan rose bengal, dan lissamine green yang normal.9. LactoferrinTear Lactoferrin rendah pada pasien dengan hiposekresi kelenjar lakrimal.Tes diagnosis utama meliputi tear film Break-Up Time, tes Schirmer, dan pewarnaan rose Bengal. Jika didapatkan hasil dua dari tes diagnosis tersebut positif, maka diagnosis sindroma mata kering dapat ditegakkan.

2.3.9 Tingkat KeparahanVariabel Derajat keparahan sindroma mata kering

1234

Ketidaknyamanan (keparahan dan frekuensi)Ringan, episodik terjadi akibat lingkunganSedang, episodik atau kronis terjadi dengan atau tanpa stresBerat, sering atau konstan terjadi tanpa stresBerat atau disabling, konstan

Gejala visualTidak ada atau nyeri sedikit episodikMenggangu, aktivitas terbatas episodikMenganggu, konstan kronis, aktivitas terbatasKonstan dan mungkin disabling

Conjungtival injection Tidak ada - ringan Tidak ada - ringan+/- +/++

Conjungtival stainingTidak ada ringanVariasi Moderate markedMarked

Corneal staining (keparahan dan lokasi)Tidak ada ringanvariasiMarked central Severe punctate erosi

Corneal and tear signTidak ada ringanSedikit debris, penurunan meniscusKeratitis filamen, meningkat debris airmata, mucus clumpingKeratitis filamen, meningkat debris airmata, mucus clumping, ulserasi

Kelopak dan kelenjar meibomiamMGB -/+MGB -/+Sering MGBTrikiasis, keratinasi, symblepharon

Tear breakup timeBervariasi 10s 5sImmediate

Nilai schirmerBervariasi 10mm/5min 5mm/5min 2mm/5min

MGB : Meibomiam Gland Dysfuntion (Foster, 2013).

2.3.10 Diferensial diagnosa Bell palsy Blepharitis pada dewasa Konjungtivitis alergika Komplikasi lensa kontak Keratokonjungtivitis Keratopati, neurotropik Manifestasi okular penderita HIV Ocular rosacea Thyroid opthalmopathy (Foster, 2013).

2.3.11 ManajemenBeberapa terapi dapat dilakukan yaitu (Khurana, 2007) : Suplementasi dengan pengganti air mata. Air mata buatan dapat digunakan sebagai terapi dapat berupa obat tetes, dan ointment. Air mata buatan mengandung cellulose derivat (cth : 0,25%-0,7% methylcellulose dan 0,3% hypromellose) atau polyvinyl alcohol (1,4%). Cylosporine topical (0,05-0,1 %) bekerja dengan mengurangi cell mediated inflammation pada jaringan lakrimal Mucolitik yaitu 5% asetilsistein digunakan 4xsehari untuk mengurangi viskositas air mata Topical retinoid memperbaiki perubahan seluler (squamous metaplasi) yang terjadi pada konjungtiva sindroma mata kering Mempertahankan airmata dengan mengurangi evaporasi dan penurunan drainase. Evaporasi dapat dikurangi dengan menurunkan temperatur ruangan dan kacamata proteksi.Deteksi dini dan terapi yang sesuai dari sindroma mata kering dapat mencegah terjadinya ulser kornea dan scar. Beberapa kategori sindroma mata kering yaitu (Rapuano et al, 2008; Foster, 2013); Tipe terapi Terapi

Lingkungan/ eksogenEdukasi dan modifikasi lingkungan

Eliminasi obat topikal atau sistemik

Obat-obatan Obat topicalPengganti airmata, gel/ointment

Antiinflamasi agent (cyclosporin topical dan kortikosteroid)

Mucolytic agent

Autologous serum tears

Obat sistemikAsam lemak omega 3

Tetrasiklin (untuk meibomitis dan rosacea)

Systemic antiinflamory agent

Operasi Punctal plugs

Occulusi punctal permanen untuk mengurangi drainase airmata pada pasien sindroma mata kering berat

Tarsorrahaphy

Memperbaiki malposisi kelopak atau paparan

Mucous membran grafting, salivary duct transposition dan amniotic membrane transplatation

Lain-lain Terapi kelopak mata (kompres hangat dan kebersihan kelopak mata

Lensa kontak

Moisture chamber spectacles

International Dry Eye Workshop (DEWS) merekomendasikan berdasarkan keparahan penyakit yaitu (Foster, 2013; Kastelan et al, 2013) :Level 1 (sensani kering dan burning) terapinya meliputi : Edukasi dan modifikasi lingkungan atau diet Eliminasi pengobatan sistemik Terapi kelopak mata Mengganti airmata yang diawetkan berupa gel atau ointment.Jika terapi level 1 tidak adekuat dapat dilakukan terapi level 2 (gatal, nyeri, fotopobia) dengan menambah terapi yaitu : Anti inflamtory agent Mengganti airmata yang tidak diawetkan Tetrasiklin untuk meibomitis atau rosacea Punctal plug (setelah inflamasi terkontrol) Secretagogeous Moisture chamber spectaclesJika terapi level 2 tidak adekuat dapat dilakukan terapi level 3 (mata merah, sensasi adanya benda asing, nyeri, blurred vision) dengan menambah terapi yaitu : Autologous serum atau umbilical cord serum Lensa kontak Permanent punctal occlusionJika terapi level 3 tidak adekuat dapat dilakukan terapi level 4 (blepharospasme, resiko perforasi kornea) dengan menambah terapi yaitu : Agen antiinflamasi sistemik Operasi (operasi kelopak mata, tarsorapphy, mucous membran grafting, salivary duct transposition dan amniotic membrane transplatation).

2.3.12 KomplikasiAwal dari perjalanan sindroma mata kering adalah penglihatan sedikit terganggu. Jika kondisi semakin memburuk, ketidaknyamanan tersebut akan menjadi disabilitas. Pada kasus-kasus lebih lanjut dapat terjadi ulserasi kornea, penipisan kornea, serta perforasi. Infeksi sekunder bakteri juga kadang terjadi sehingga mengakibatkan vaskularisasi dan jaringan parut pada kornea yang dapat memperburuk penglihatan. Pencegahan berbagai komplikasi dapat diatasi dengan melakukan pengobatan sejak dini (Vaughan et al., 2007;Kanski, 2007).

Gambar 2.2 Infeksi sekunder karena bakteri (Kanski, 2007).

Gambar 2.3 Ulserasi kornea (Kanski, 2007).

Gambar 2.4 Perforasi kornea (Kanski, 2007).

BAB IIIRINGKASAN

1. Sindroma Mata Kering atau Dry Eye Syndrome bukan merupakan suatu penyakit melainkan kompleks gejala yang terjadi sebagai akibat dari berbagai macam penyakit yang dihubungkan dengan berkurangnya volume atau komponen tear film (lapisan aqueous, mucin, atau lipid), evaporasi air mata berlebih, abnormalitas permukaan kelopak mata, atau epitel.2. Faktor resiko tersering terjadinya sindroma mata kering adalah jenis kelamin (wanita lebih banyak), usia tua, penggunaan komputer, penggunaaan lensa kontak, kekurangan vitamin A, terapi radiasi, hepatitis obat-obatan sistemik dan okular termasuk antihistamin.3. Klasifikasi sindroma mata kering dibagi menjadi 2, yaitu Tear-deficient (aquous layer deficiency) dry eye dan Evaporative dry eye.4. Gejala yang paling sering dikeluhkan pasien adalah merasa sangat kering dan adanya sensasi berpasir atau benda asing pada mata. Gejala lain meliputi gatal, sekresi mucus berlebih, penglihatan kabur yang bersifat sementara, tidak mampu memproduksi air mata, sensasi terbakar, fotosensitif, kemerahan, nyeri, serta sulit untuk menggerakkan kelopak.5. Tanda dari mata kering meliputi adanya benang mukus kekuningan dan partikel-partikel terpisah pada tear film, permukaan okuler terlihat kusam, conjunctival xerosis, hilangnya tear meniscus pada margin kelopak mata bagian bawah, dan perubahan kornea dalam bentuk erosi epitel punctate dan filamen yang terdiri dari benang mukus yang melekat di salah satu ujung permukaan kornea.6. Diagnosis yang akurat dari sindroma mata kering dapat dilakukan dengan berbagai tes diagnosis yang terdiri dari :Schirmer Test, Tear Film Break-Up Time, Ocular Ferning Test, pemeriksaan mukus, impression Citology, fluorescein Staining, rose Bengal and Lissamine Green Staining, tear Lysozyme Assay, tear Osmolality, lactoferrin. Tes diagnosis utama meliputi tear film Break-Up Time, tes Schirmer, dan pewarnaan rose Bengal. Jika didapatkan hasil dua dari tes diagnosis tersebut positif, maka diagnosis sindroma mata kering dapat ditegakkan.7. Manajemen untuk sindroma mata kering adalah Suplementasi dengan pengganti air mata. Air mata buatan mengandung cellulose derivat (cth : 0,25%-0,7% methylcellulose dan 0,3% hypromellose) atau polyvinyl alcohol (1,4%). Cylosporine topical (0,05-0,1 %) bekerja dengan mengurangi cell mediated inflammation pada jaringan lakrimal Mucolitik yaitu 5% asetilsistein digunakan 4xsehari untuk mengurangi viskositas air mata Topical retinoid memperbaiki perubahan seluler (squamous metaplasi) yang terjadi pada konjungtiva sindroma mata kering Mempertahankan airmata dengan mengurangi evaporasi dan penurunan drainase. Evaporasi dapat dikurangi dengan menurunkan temperatur ruangan dan kacamata proteksi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Thomas JL, et al,. American Academy of Opthalmology (AAO), 2005, External Disease and Cornea, Section 8 Basic and Clinical Science Course, San Fransisco pp 73-81.2. American Academy of Opthalmology (AAO), 2013, Dry Eye Syndrome PPP, San Fransisco, viewed 30 Agustus 2014. 3. Foster S.C., 2013, Dry Eye Syndrome, viewed 30 Agustus 2014.

4. Javadi, MohammadA., Feizi, S., Dry Eye Syndrome, 2011, Ophthalmic Research Center ShahidBehesthi University of Medical Sciences, J Ophthalmic Vis Res 2011; 6(3): 192-198, viewed 29 Agustus 20145. Kanski, Jack J., 2007, Clinical Ophtalmology: A systematic approach, Sixth edition, Elsevier pp 205-213.6. Kastelan, et al., 2013, Diagnostic Procedures and Management of Dry Eye, viewed 30 Agustus 2014.

7. Khurana A. K., 2007, Comprehensive Ophtalmology, Fourth edition pp 364-366.8. Lemp, Michael A., Foulks, Gary N., 2008, The Definition and Classification of Dry Eye Disease, Guidelines from the 2007 International dry eye workshop.9. Rapuano C. J et all., 2008, Preffered Practice Pattern EED, Cataract and Strabismus pp 3-14.10. Report of the International Dry Eye WorkShop (DEWS), 2007, A Journal of Review Linking Laboratory Science, Clinical Science, and Clinical Practice, The ocular surface vol. 5 no. 2, viewed 30 Agustus 2014.

11. Nijm Lisa M, et al,. Vaughan & Asburys General Opthalmology, 2007, Mc-Graw Hill, 16th Edition pp 113-118.

15