Referat Preterm Birth

40
BAB I PENDAHULUAN Menurut perkiraan World Health Organization (WHO), di antara 130 juta bayi yang lahir setiap tahun di seluruh dunia, 8 juta meninggal sebelum mencapai tahun pertama kehidupan mereka. Di Amerika Serikat, 17-34% dari kematian bayi ini dikaitkan dengan prematuritas, dan hanya sekitar setengah kasus prematur dihasilkan dari penyebab yang dapat diidentifikasi.(Louis J. Muglia & Michael Katz, 2010) Pada tahun 2005 di AS, hampir 28.384 bayi meninggal pada tahun pertama mereka hidup (Tabel 1.1). Kelahiran prematur, yang didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi sebelum usia 37 minggu, terlibat dalam sekitar dua pertiga dari kematian ini. Seperti yang ditunjukkan tabel 1.1, kelahiran preterm lanjut, yang didefinisikan pelahiran usia 34-36 kehamilan, terjadi pada 70% kasus pelahiran preterm. Dengan demikian, pelahiran preterm tetap menjadi suatu masalah kesehatan yang utama. (F. Gary C., et al, 2010) Jumlah Bayi Hidup (%) Jumlah Bayi Mati (%) Total Bayi Usia kehamilan saat lahir < 32 minggu 32-33 minggu 4,138,573 (100) 83,428 (2) 65,853 (1.6) 373,663 (9) 28,384 (100) 15,287 (54) 1099 (4) 1727 (10) 1

Transcript of Referat Preterm Birth

Page 1: Referat Preterm Birth

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut perkiraan World Health Organization (WHO), di antara 130 juta bayi

yang lahir setiap tahun di seluruh dunia, 8 juta meninggal sebelum mencapai tahun

pertama kehidupan mereka. Di Amerika Serikat, 17-34% dari kematian bayi ini

dikaitkan dengan prematuritas, dan hanya sekitar setengah kasus prematur dihasilkan

dari penyebab yang dapat diidentifikasi.(Louis J. Muglia & Michael Katz, 2010)

Pada tahun 2005 di AS, hampir 28.384 bayi meninggal pada tahun pertama

mereka hidup (Tabel 1.1). Kelahiran prematur, yang didefinisikan sebagai persalinan

yang terjadi sebelum usia 37 minggu, terlibat dalam sekitar dua pertiga dari kematian

ini. Seperti yang ditunjukkan tabel 1.1, kelahiran preterm lanjut, yang didefinisikan

pelahiran usia 34-36 kehamilan, terjadi pada 70% kasus pelahiran preterm. Dengan

demikian, pelahiran preterm tetap menjadi suatu masalah kesehatan yang utama. (F.

Gary C., et al, 2010)

Jumlah Bayi Hidup (%) Jumlah Bayi Mati (%)

Total Bayi

Usia kehamilan saat lahir

< 32 minggu

32-33 minggu

34-36 minggu

37-41 minggu

> 42 minggu

Tidak tahu

4,138,573 (100)

83,428 (2)

65,853 (1.6)

373,663 (9)

3,346,237 (81)

239,850 (6)

29,542 (0.7)

28,384 (100)

15,287 (54)

1099 (4)

1727 (10)

8116 (29)

637 (2)

516 (2)

Tabel 1.1 Jumlah mortalitas bayi baru lahir di Amerika Serikat pada tahun 2005

Kejadian pelahiran preterm masih tinggi dan merupakan penyebab kematian

neonatal utama. Di Amerika Serikat, kejadiannya 8-10% dan di Indonesia 16-18% dari

semua kelahiran hidup.(Sofie R. Krisnadi, 2003)

Tujuan pembuatan makalah ini adalah menjelaskan bagaimana mendiagnosis

persalinan preterm sedini mungkin, faktor yang mempengaruhi terjadinya persalinan

preterm dan pelaksanaan yang sebaik mungkin untuk persalinan preterm.

1

Page 2: Referat Preterm Birth

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kelahiran prematur didefinisikan sebagai kelahiran bayi pada usia kehamilan

kurang dari 37 minggu. Secara legal, di Inggris, the 1992 Amendment to the Infant Life

Preservation Act,menetapkan batas viabilitas sebagai 24 minggu.(Phillip Bennett, 2007)

Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1961 menambahkan usia gestasi

sebagai satu kriteria bayi prematur, yaitu bayi yang lahir pada usia gestasi 37 minggu

atau kurang. Dibuat pembedaan antara berat badan lahir rendah (2500 g atau kurang)

dan prematuritas (37 minggu atau kurang)(F. Gary C., et al, 2005)

2.2 Endokrinologi dan Biokimia Persalinan

2.2.1 Pengaruh Proses Inflamasi Pada Persalinan

Sepanjang kehamilan cervix uterus membutuhkan untuk tetap kokoh dan

tertutup ketika tubuh dari uterus tumbuh secara hipertrofi dan hiperplasia tetapi tanpa

disertai adanya kontraksi. Untuk persalinan yang berhasil cervix diubah menjadi

struktur yang lembut dan lentur yang dapat berdilatasi membesar dan uterus menjadi

organ yang dapat berkontraksi dengan kuat. Beberapa minggu sebelum melahirkan

terjadi perubahan bagian bawah uterus yang menjadi masak dan terjadi penipisan dari

cervix. Perubahan pada segmen bawah uterus ini berhubungan dengan peningkatan

produksi sitokin yang merupakan suatu produk inflamasi, terutama interleukin-1, -6 dan

-8 dan prostaglandin dari membran yang melapisi janin dan desidua dan dari leher

uterus itu sendiri. Pematangan cervix dikaitkan dengan masuknya sel-sel inflamasi ke

dalam cervix yang melepaskan matriks metalloprotein yang berkontribusi anatomis

dengan perubahan yang terkait dengan pematangan cervix. Kemudian peningkatan

kontraktilitas dominan terjadi di segmen atas uterus dikaitkan dengan peningkatan

ekspresi reseptor dari oksitosin dan prostaglandin, pada protein gap-junction yang

menengahi konektivitas elektris antara miosit-miosit, dan perubahan yang lebih

kompleks lagi pada jalur sinyal intraselular yang bisa meningkatkan kontraktilitas dari

miosit-miosit.(Phillip Bennett, 2007)

2

Page 3: Referat Preterm Birth

2.2.2 Pengaruh Hormonal Pada Persalinan

Dalam banyak spesies progesteron diduga memainkan peran penting dalam

menekan onset persalinan. Progesteron memiliki sifat anti-inflamasi umumnya pada

uterus. Peristiwa biokimia yang berhubungan dengan pematangan cervix dan telah

dimulainya proses persalinan seperti yang dijelaskan sebelumnya merupakan suatu

proses peradangan. Pada beberapa spesies dimulainya proses persalianan didahului

dengan menurunnya kadar progesteron. (Phillip Bennett, 2007; Ronald S. Gibbs et al,

2008)

Menurunnya kadar progesteron tampaknya disebabkan oleh meningkatnya

respon sel adrenal janin adrenocorticotropic hormon (ACTH), mengakibatkan

peningkatan produksi kortisol. Melalui beberapa langkah, kortisol menyebabkan

biosintesis steroid plasenta dan penurunan sekresi progesteron. Penurunan progesteron

beredar mengarah ke peningkatan pembentukan gap junction miometrium, peningkatan

pembentukan prostaglandin, dan meningkatkan respon dari uterus dan mampu

menghasilkan kontraksi. (Ronald S. Gibbs et al, 2008)

Namun pada manusia, tidak ada peningkatan yang besar kortisol dari kelenjar

adrenal janin sebelum persalinan, dan tidak terjadi penurunan dramatis dari hormon

progesteron secara konsisten. Progesteron penting dalam kehamilan manusia, dan

sejumlah studi telah meneliti peran rasio progesteron-ke-estrogen sebelum timbulnya

persalinan. Pada 1974, para peneliti menunjukkan penurunan yang signifikan kadar

serum progesteron dan peningkatan tingkat estrogen dalam banyak perempuan sebelum

persalinan. Temuan ini belum direproduksi secara konsisten. Peningkatan estriol

mungkin merupakan sinyal dari janin yang menunjukkan bahwa itu matang dan siap

untuk persalinan. Produksi estriol meningkat selama bulan terakhir kehamilan. Dalam

jumlah besar yang dihasilkan, fungsi estriol sama dengan estradiol dalam merangsang

pertumbuhan uterus. Terdapat laporan dari meningginya rasio estradiol / progesteron

pada akhir kehamilan. (Ronald S. Gibbs et al, 2008)

Kadar sirkulasi corticotrophin releasing hormone (CRH), yang disintesis oleh

plasenta, meningkat secara progresif selama kehamilan dan terutama selama minggu-

minggu sebelum onset persalinan. Konsentrasi CRH binding protein menurun dengan

bertambahnya usia kehamilan, kira-kira 3 minggu sebelum onset persalinan dimana

konsentrasi CRH melebihi protein pengikatnya. Tidak seperti CRH pada hipothalamus,

3

Page 4: Referat Preterm Birth

CRH di plasenta diatur oleh kortisol. Beberapa studi telah menghubungkan antara

produksi CRH plasenta dengan waktu persalinan dan telah menunjukkan bahwa

kenaikan prematur CRH dikaitkan dengan kelahiran prematur. (Phillip Bennett, 2007)

Tidak ada peningkatan produksi oksitosin terkait dengan permulaan atau

perkembangan baik persalinan prematur atau aterm. Namun, terdapat peningkatan

reseptor ekspresi oksitosin dalam uterus dan terdapat produksi oksitosin lokal dalam

uterus, desidua dan membran janin. Walaupun mungkin oksitosin tidak berperan

penting dalam waktu yang tepat dari kelahiranpada manusia, peningkatan dari

kepadatan reseptor oksitosin menunjukkan bahwa oksitosin tidak memainkan peran

dalam menengahi kontraktilitas. (Phillip Bennett, 2007)

2.3 Etiologi

Persalinan prematur bukanlah wujud satu penyakit, tetapi merupakan gejala atau

sindrome yang mungkin mempunyai 1 (satu) atau lebih sejumlah penyebab (Gambar

2.1). Persalinan prematur telah dikaitkan dengan inkompetensi cervix, kelainan

haemostasis, infeksi dalam uterus, plasenta abruption atau perdarahan desidua, janin

atau stres ibu dan beberapa kehamilan.

Gambar 2.1 Penyebab dari terjadinya pelahiran premature (Phillip Bennett, 2007)

4

Page 5: Referat Preterm Birth

2.3.1Faktor Ibu

2.3.1.1 Infeksi Cairan Amnion dan Korioamnion

Terdapat korelasi yang kuat antara infeksi dalam uterus dan mulainya permulaan

persalinan preterm spontan. Infeksi pada selaput dan cairan amnionin disebabkan oleh

berbagai mikroorganisme dapat menyebabakan beberapa kasus seperti ketuban pecah,

persalinan prematur, atau keduanya. Infeksi dalam uterus memiliki potensi untuk

mengaktivasi semua jalur biokimia yang mengarah pada pematangan cervix dan

kontraksi uterus. Infeksi dari darah dari tempat lain jarang terjadi. (Phillip Bennett,

2007; F. Gary C., et al, 2007; Ronald S. Gibbs et al, 2008)

Patogenesis

Kelemahan atau pendeknya cervix merupakan faktor utama terjadinya risiko

infeksi ascendens bakteri. Namun, terdapat kemungkinan juga bahwa dengan jumlah

patogen mematikan yang tinggi dalam vagina, bakteri dapat memperoleh akses menuju

daerah uterus yang lebih rendah melalui leher uterus yang berfungsi normal, di mana

bakteri tersebut mengaktifkan mediator inflamasi yang membuat cervix menjadi matang

dan memendek. Bakteri mungkin juga mendapatkan akses menuju rongga ketuban

melalui penyebaran secara hematogen atau melalui bersamaan dengan dilakukannya

prosedur yang invasif. (Phillip Bennett, 2007)

Produk-produk bakteri seperti endotoksin merangsang monosit desidua untuk

memproduksi sitokin, termasuk interleukin-1, faktor nekrosis tumor, dan interleukin-6,

yang pada gilirannya merangsang asam arakidonat dan kemudian memproduksi

prostaglandin. Prostaglandin E2 dan F2 bertindak sebagai parakrin untuk merangsang

kontraksi miometrium. (F. Gary C., et al, 2007)

Faktor pengaktif trombosit juga ikut berperan dalam aktivasi jaringan sitokin,

yang ditemukan di dalam cairan amnion. Faktor pengaktif trombosit diperkirakan

diproduksi di dalam paru dan ginjal janin. Oleh karenanya, janin tampaknya memainkan

suatu peran sinergistik untuk inisiasi kelahiran preterm yang disebabkan oleh infeksi

bakterial. Secara teori, hal ini kemungkinan menguntungkan bagi janin yang ingin

melepaskan dirinya dari lingkungan yang terinfeksi. (F. Gary C., et al, 2005)

5

Page 6: Referat Preterm Birth

Gambar 2.2 Patogenesis bakteri menghasilkan persalinan preterm

2.3.1.2 Vaginosis Bacterialis

Pada vaginosis bakterialis, produksi hydrogen peroksida, lactobacillus yang

merupakan flora normal vagina diganti dengan bakteri anaerob, termasuk Gardnella

vaginalis, Mobiluncus species, dan Mycoplasma hominis. Vaginosis bakterialis

dihubungkan dengan aborsi spontan, persalinan preterm, ruptur ketuban prematur,

korioamnionitis, dan infeksi cairan amnion. (F. Gary C., et al, 2010)

Penatalaksanaan

Antibiotik mungkin tidak selalu menghasilkan pembentukan kembali flora

normal bakteri. Dua antibiotik yang umum digunakan dalam pengobatan vaginosis

bakterialis ialah metronidazol diberikan per oral atau klindamisin yang dapat diberikan

baik per oral atau per vaginam. Klindamisin mungkin memiliki keuntungan lebih

daripada metronidazol karena memiliki kegiatan yang lebih baik terhadap bakteri

anaerob, Mycoplasma hominis dan Urea urealyticum yang sering dikaitkan dengan

vaginosis bakteri. Bukti terbaru adalah bahwa skrining ibu hamil dengan resiko tinggi

persalinan prematur didasarkan pada masa lalu mereka yaitu riwayat obstetrinya atau

faktor-faktor lain dan pengobatan bakteri vaginosis (BV) dapat dibenarkan, namun saat

ini tidak ada bukti kuat untuk merekomendasikan skrining rutin dan perawatan populasi

kebidanan umum. (Phillip Bennett, 2007)

2.3.1.3 Faktor Gaya Hidup

Plasenta dari ibu yang perokok telah terbukti menjadi lebih besar, dengan

meningkatnya luas permukaan plasenta, dan memiliki karakteristik lesi-lesi sebagai

6

Page 7: Referat Preterm Birth

akibat kurangnya perfusi dari uterus. Suzuki et al berspekulasi bahwa merokok dapat

menyebabkan perubahan sel endotel yang kemudian menyebabkan vasokonstriksi dan

kekakuan dinding arteriol, dengan perfusi yang kurang dari plasenta. Hal ini, dapat

mengakibatkan iskemia dari desidua basalis, yang kemudian menjadi nekrosis dan

terjadi perdarahan. (Cande V. Ananth et al, 1996)

Karbon monoksida dalam asap rokok dapat mengganggu oksigenasi janin

dengan membentuk carboxyhemoglobin, dan nikotin dapat meningkatkan tekanan darah

ibu dan detak jantung, juga menghambat aliran darah ke janin, sehingga pada ibu

perokok sering dapat membuat pertumbuhan janin terganggu dan melahirkan dengan

berat badan bayi yang rendah. (Nancy A. Melville, 2010)

Komplikasi plasenta dapat berupa perdarahan, terutama plasenta abruption

(solutio plasenta) dan, yang lebih sedikit, ialah plasenta previa, merupakan faktor yang

penting dalam predisposisi kelahiran prematur dan bayi lahir mati pada ibu yang

merokok selama kehamilan. (Nancy A. Melville, 2010)

Faktor-faktor ibu lain yaitu ibu terlalu muda atau lanjut usia; kemiskinan;

penggunaan alcohol, dan faktor-faktor seperti pekerjaan lama berjalan atau berdiri,

kondisi kerja berat dan panjang. Santiago dan rekan (2005) menemukan tidak ada

peningkatan insidensi kelahiran prematur berulang pada wanita dengan riwayat lahir

prematur dan yang bekerja berada di luar rumah atau memerlukan tenaga fisik selama

kehamilan mereka saat ini. (F. Gary C., et al, 2007)

Pada ibu yang terlalu tua terjadi lesi sklerotik (proses ateriosklerosis) pada arteri

miometrium sehingga dapat menyebabkan perfusi yang kurang dari plasenta mengarah

pada risiko yang lebih tinggi pada hasil mortalitas dan morbiditas perinatal. Perfusi

yang kurang dapat mengakibatkan iskemia dari desidua basalis, yang kemudian menjadi

nekrosis dan terjadi perdarahan. (Hind Beydoun et al, 2004; Cande V. Ananth et al,

1996)

2.3.1.4 Perdarahan

2.3.1.4.1 Abruptio Plasenta

7

Page 8: Referat Preterm Birth

Abruptio

plasenta atau solutio

plasenta dapat

mengakibatkan

terjadinya prematur

pelahiran. Ini terjadi melalui pengeluaran trombin yang merangsang kontraksi

miometrium oleh reseptor yang diaktivasi protease tetapi secara independen juga

disebabkan sintesis dari prostaglandin. Ini menjelaskan kesan klinis bahwa persalinan

preterm berkaitan dengan chorionamnionitis sering cepat sedangkan yang berhubungan

dengan plasenta abruptio ialah kurang begitu karena pada abruptio plasenta tidak ada

proses kematangan (preripening) cervix uterus. Pembentukan trombin mungkin juga

mempunyai peran dalam persalinan prematur yang disebabkan karena

chorionamnionitis ketika dilepaskannya trombin sebagai akibat dari perdarahan desidua.

(Gambar 2.2) (Phillip Bennett, 2007)

Penatalaksanaan

Menunda persalinan mungkin akan bermanfaat ketika janin belum matang

(terapi tokolitik). Rata-rata waktu untuk persalinan di semua 43 wanita adalah sekitar 12

hari dan tidak ada lahir mati. Kelahiran sectio sesaria dilakukan pada 75 persen dari

semua kasus. (F. Gary C., et al, 2010)

Beberapa penyebab langsung fetal distress diperlihatkan pada bagan 2.1. Sedikit

yang dapat dilakukan untuk memodifikasi penyebab lain yang menyebabkan fetal

distress kecuali dengan mengeluarkan janin dengan persalinan. (F. Gary C., et al, 2010)

8

Page 9: Referat Preterm Birth

Gambar 2.3 Macam-macam penyebab fetal distress karena abruptio plasenta dan

penatalaksanaannya (F. Gary C., et al, 2010)

2.3.1.4.2 Plasenta Previae

Gejala yang merupakan ciri khas ialah perdarahan yang tidak nyeri, yang tidak

muncul sampai trimester II akhir atau setelahnya. Mekanismenya adalah sebagai berikut

setelah bulan ke-4 terjadi regangan pada dinding uterus karena isi uterus lebih cepat

tumbuhnya dari uterus sendiri, akibatnya ialah bahwa isthmus uteri tertarik menjadi

dinding cavum uteri (Segemn Bawah Uterus). Pada plasenta previa, ini tidak mungkin

tanpa pergeseran antara plasenta dan dinding uterus, saat perdarahan tergantung pada

kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan pada isthmus uteri. Jadi dalam kehamilan

tidak perlu ada his untuk menimbulkan perdarahan tapi sudah jelas dalam prsalinan his

pembukaan menyebabkan perdarahan karena bagian plasenta di atas akan terlepas pada

dasarnya. Perdarahan pada plasenta previa bersifat terlepas pada dasarnya. (F. Gary C.,

et al, 2010; Sulaeman Sastrawinata, 1984)

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dengan janin preterm membutuhkan observasi yang ketat,

namun dengan syarat tidak adanya perdarahan yang terus-menerus. Bagi beberapa

wanita, mungkin dirawat di rumah sakit lama menjadi ideal. Wanita dan keluarganya

harus sepenuhnya memperhatikan dengan serius masalah plasenta previa dan harus siap

sewaktu-waktu untuk membawa ibu hamil ke rumah sakit dengan segera. Jika

perdarahan banyak, pembukaan kecil, nullipara dan tingkat pasenta previa yang berat

mendorong kita melakukan SC, sebaliknya perdarahan yang sedang, pembukaan yang

sudah besar, multiparitas, dan tingkat plasenta previa ringan dan anak yang mati

mengarahkan pada usaha pemecahan ketuban. (F. Gary C., et al, 2010; Sulaeman

Sastrawinata, 1984)

2.3.2 Faktor Janin

2.3.2.1 Kehamilan Multipel

Patogenesis

Beberapa kehamilan mungkin mengarah pada kelahiran prematur melalui

setidaknya dua mekanisme. Over-distensi uterus mengarah ke regulasi prematur terkait

9

Page 10: Referat Preterm Birth

dengan kontraksi yang disebabkan oleh protein-protein dan faktor yang memediasi

kematangan cervix, yang seluruhnya menunjukkan adanya kepekaan terhadap regangan

mekanis. Kehamilan kembar yang berhubungan dengan jumlah beberapa plasenta

sehingga terjadi peningkatan CRH yang lebih awal dalam sirkulasi dibandingkan

dengan janin yang tunggal. (Phillip Bennett, 2007)

2.3.2.2 Stress Pada Ibu dan Janin

Pada kedua kasus tersebut dipostulasikan bahwa sekresi berlebih dari kortisol

menyebabkan meningkatnya regulasi dari produksi CRH dalam plasenta. (Phillip

Bennett, 2007)

2.3.3 Faktor Lainnya

2.3.3.1 Genetik

Sifat keluarga, riwayat prematur dan sifat rasial kelahiran prematur telah

diketahui bahwa genetika mungkin memainkan peran dalam menyebabkan persalinan

preterm. Gen untuk relaksin desidua merupakan salah satu kandidat. Defek pada protein

trifunctional mitokondria defek janin atau polimorfisme dalam kompleks gen

interleukin-1, reseptor 2-adrenergik, atau faktor nekrosis tumor (TNF) mungkin juga

terlibat dalam ruptur membran yang prematur.(F. Gary C., et al, 2007)

2.4 Diagnosis

2.4.1 Gejala Pada Pasien

The American Academy of Pediatrics and the American College of Obstetricians

and Gynecologists (1997) merumuskan kriteria untuk membuktikan adanya persalinan

preterm, yaitu: (Erol Amon et al, 2007)

1. Kontraksi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60 menit ditambah perubahan

progresif pada cervix,

2. Dilatasi cervix > 1 cm

3. Pendataran cervix 80% atau lebih.

Adapun kriteria lainnya dari Ingemarsson's untuk mendiagnosis persalinan

prematur: (Erol Amon et al, 2007)

1. Kehamilan 28-36 minggu

10

Page 11: Referat Preterm Birth

2. Kontraksi uterus yang menyakitkan, teratur, yang terjadi pada interval kurang

dari 10 menit, selama paling sedikit 30 menit, menggunakan tocography

eksternal

3. Selaput utuh

4. Uterus mendatar atau hampir mendatar dan berdilatasi antara 1 dan 4 cm.

Sejumlah keluhan mungkin terdapat pada persalinan prematur (Tabel 2.1) tapi

banyak dari gejala-gejala ini sering terjadi pada kehamilan normal dan sering diabaikan

oleh dokter atau bidan yang melakukan perawatan prenatal. Kontraksi seperti kram

menstruasi sering kali menjadi keluhan yang paling mencolok, dengan hanya 13% dari

pasien persalinan prematur tidak terjadi gejala ini. Sekitar 10% dari wanita hamil

normal mengeluh adanya kontraksi yang menyakitkan. (Erol Amon et al, 2007)

Biasanya, pasien dengan persalinan prematur mengancam mempunyai respon

yang baik terhadap terapi konservatif sederhana (bedrest, hidrasi, obat penenang, atau

dosis subkutan terbatas terbutaline atau nifedipine). Jarang, infus kontinu dari obat

tokolitik diperlukan untuk aktivitas dan kontraksi uterus terus-menerus ada dan

signifikan. Prognosis dari persalinan saat aterm tampaknya meningkat jika persalinan

prematur dimulai pada trimester ketiga bukan di trimester kedua. (Erol Amon et al,

2007)

Tabel 2.1 Gejala utama persalinan prematur. (Erol Amon et al, 2007)

Sakit perut

Sakit punggung

Nyeri panggul

Kram menstruasi

Perdarahan vagina

Leukorea dengan pewarnaan merah muda

Tekanan pada panggul

Sering berkemih

11

Page 12: Referat Preterm Birth

2.4.2 Perubahan Cervix

2.4.2.1 Dilatasi Cervix

Dilatasi cervix setelah tengah usia kehamilan diduga sebagai faktor resiko untuk

persalinan preterm,meskipun beberapa klinisi mempertimbangkan adanya beberapa

varian anatomi yang normal, terutama pada wanita mulipara. Cook dan Ellwood (1996)

mengevaluasi cervix pada wanita nulipara dan multipara dengan usia kehamilan 18 dan

30 minggu menggunakan USG transvaginal, menemukan bahwa panjang dan dilatasi

uterus tetap identik pada keduanya selama usia kehamilannya. (F. Gary C., et al, 2010)

2.4.2.2 Panjang Cervix

. Rata-rata panjang cervix pada minggu ke-24 adalah sekitar 35 mm, dan wanita

yang mempunyai cervix yang memendek progresif mengalami peningkatan angka

kelahiran preterm. (F. Gary C., et al, 2010)

Pada wanita hamil dengan persalinan sebelumnya kurang dari 32 minggu, Owen

dkk. (2001) melaporkan hubungan yang signifikan dari panjang cervix pada usia gestasi

16 sampai 24 minggu dengan kelahiran preterm selanjutnya sebelum minggu ke-35.

Dalam studi selanjutnya, Owen dkk (2003) menyimpulkan bahwa nilai panjang cervix

untuk memprediksi persalinan sebelum usia kehamilan 35 minggu hanya jelas pada ibu

hamil resiko tinggi terhadap persalinan preterm. (F. Gary C., et al, 2010)

2.4.3 Fibronectin Janin

Fibronektin adalah suatu glikoprotein yang diproduksi dalam 20 bentuk molekul

yang berbeda oleh berbagai jenis sel, termasuk hepatosit, sel ganas, fibroblas, sel

endotel, dan amnion janin. Glikoprotein ini terdapat dalam konsentrasi tinggi di darah

ibu dan di cairan amnion, serta dianggap memainkan peran pada adhesi antarsel dalam

kaitannya terhadap implantasi serta dalam mempertahankan adhesi plasenta ke desidua.

Leeson dkk., (1996). Fibronektin janin dapat dideteksi di dalam sekret servikovagina

pada kehamilan normal dengan selaput ketuban utuh aterm, dan tampaknya

memperlihatkan remodeling stroma cervix sebelum persalinan. (F. Gary C., et al, 2010)

Lockwood dkk. (1991) melaporkan bahwa penemuan fibronektin janin pada

sekret servikovagina sebelum selaput ketuban pecah dapat menjadi suatu petanda

adanya ancaman persalinan preterm. Fibronektin janin diukur dengan menggunakan

12

Page 13: Referat Preterm Birth

enzyme linked immunosorbent assay dan nilai di atas 50 ng/mL dianggap sebagai hasil

positif. Kontaminasi sampel dengan cairan amnion dan darah ibu harus dihindari. (F.

Gary C., et al, 2010)

2.5 Pencegahan Kelahiran Preterm

Pada saat ini tidak ada terapi profilaksis yang telah terbukti bermanfaat dalam

mencegah timbulnya persalinan prematur pada populasi ibu hamil berisiko tinggi. Tidak

ada bukti bahwa obat beta-sympathomimetic oral mengurangi risiko persalianan

prematur dan penggunaannya secara umum telah ditinggalkan di praktek kebidanan

Inggris. Terapi yang umum digunakan ialah cervix cerclage, obat antiinflamasi non

steroid dan baru-baru ini penggunaan progesteron. (Phillip Bennett, 2007)

2.5.1 Progesteron

Progesteron dianggap menghambat produksi sel proinflamasi sitokin dan

prostaglandin dalam uterus dan menghambat kontraktilitas miometrium. Pada tahun

2003, Da Fonseca et al. melaporkan bahwa perempuan dengan risiko tinggi kelahiran

prematur dan secara acak menerima 100-mg progesteron supositoria vagina sehari

antara 24 dan 33 minggu memiliki jumlah persalinan prematur yang lebih rendah

(13,8% pada 37 minggu, 2,8% sebelum 34 minggu) versus kelompok plasebo (28%

sebelum 37 minggu, 18,6% sebelum 34 minggu). Dalam studi serupa Mies et al.

menggunakan suntikan mingguan dari 17 α hydroxyprogesterone capruate (250 mg)

pada ibu dengan usia kehamilan antara 16 dan 36 minggu, hasilnya ternyata dapat

mengurangi rata-rata persalinan prematur sebanyak 55-36% sebelum usia kehamilan 37

minggu dan 19-11% sebelum usia kehamilan 32 minggu. (Phillip Bennett, 2007; F.

Gary C., et al, 2010)

2.5.2 Ligasi Cervix Cerclage

Kelainan fungsi cervix dapat menjadi faktor utama atau kontributor minor

terhadap kejadian biokimia dan mekanis yang dapat menyebabkan kelahiran prematur.

Sudah jelas bahwa pada wanita dengan riwayat cervix yang lemah, misalnya, pada

wanita dengan dengan riwayat operasi cervix atau mereka dengan episode berulang dari

kehilangan janin trimester kedua tanpa rasa sakit relatif cepat, cerclage cervix akan

13

Page 14: Referat Preterm Birth

memperbaiki prospek dalam

suksesnya kehamilan

berikutnya secara signifikan.

(Phillip Bennett, 2007)

Gambar 2.4 Cerclage cervix

Terdapat 3 kondisi diamana penggunaan cerclage cervix bermanfaat pada

pencegahan kelahiran preterm. Kesatu, cerclage dapat digunakan pada wanita dengan

riwayat kelahiran prematur pada tengah trimester ketiga yang berulang dan wanita yang

didiagnosis memiliki cervix yang inkompeten. Kondisi kedua, wanita yang memiliki

cervix yang pendek saat dilakukan USG. Ketiga, melakukan cerclage

“penyelamatan/rescue”, pada saat cervix yang inkompeten baru dikenali pada ibu

dengan kelahiran preterm yang mengancam. Rescue cerclage cervix dilakukan pada

wanita dengan dilatasi cervix yang diam/silent dan menonjol dari membran ke dalam

vagina tetapi tidak disertai kontraksi uterus sebelumnya (gambar 2.3). (Gary C., et al,

2010)

2.5.3 Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

Peran penting dari sel inflamasi prostaglandin dan sitokin dalam etiologi

persalinan prematur menunjukkan bahwa non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAID)

dapat bermanfaat dalam mencegah kelahiran prematur. NSAID bekerja terutama dengan

14

Page 15: Referat Preterm Birth

menginhibisi enzim cyclo-oxygenase yang mengkatalisasi sintesis prostaglandin. Akan

tetapi, berbagai OAINS juga memiliki aksi mekanisme lain meliputi efek pada jalur

sinyal intraselular dan pada faktor transkripsi termasuk NF-kappa B. Ada dua isoform

utama pada enzim cyclo-oxygenase disebut COX-1 dan COX-2. COX-1 adalah secara

konstitutif diekspresikan dalam sel mayoritas, sedangkan COX-2 ialah bagian yang

menginduksi dan mengkatalisis sintesis prostaglandin pada tempat peradangan. COX-2

merupakan cyclo-oxyge nase utama yang terkait dengan meningkatnya sintesis

prostaglandin yang muncul saat terjadinya persalinan. (Phillip Bennett, 2007)

Oligohidramnios terjadi pada 30% dari janin yang terkena indometasin. Efek ini

tergantung dosis dan mungkin terjadi baik dengan penggunaan jangka pendek maupun

jangka panjang. Penghentian terapi biasanya menghasilkan pergantian cepat janin

normal urin output dan resolusi dari oligohydramnion. (Phillip Bennett, 2007)

Penyempitan terjadi ductus arteriosus hingga 50% janin terkena indometasin

pada usia kehamilan lebih besar dari 32 minggu.. Duktus penyempitan terlihat jarang di

bawah usia kehamilan 32 minggu dan lebih jarang di bawah usia kehamilan 28 minggu.

Terapi indometasin jangka panjang, terutama setelah usia kehamilan 32 minggu

berhubungan dengan risiko hipertensi paru bayi secara signifikan. (Phillip Bennett,

2007)

Jika NSAID seperti indometasin harus digunakan, misalnya, sebagai terapi

jangka pendek dalam penggunaan cervix cerclage, maka penting bahwa harus ada USG

untuk melihat produksi urin janin atau indeks cairan ketuban dan dari ductus arteriosus

dan terapi harus dihentikan ketika muncul efek samping. (Phillip Bennett, 2007)

2.6 Penatalaksanaan

2.6.1 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Dan Persalinan Preterm

2.6.1.1 Riwayat Pecah Ketuban Preterm

Meskipun komplikasi ini hanya ditemukan pada 1,7 persen kehamilan, kondisi

ini merupakan penyebab 20 persen kematian perinatal selama periode waktu ini. Pada

saat masuk, 75 persen wanita sudah in partu, 5 persen melahirkan karena penyulit lain,

dan 10 persen lainnya melahirkan setelah persalinan spontan dalam 48 jam. Hanya

terdapat 7 persen wanita yang pelahirannya tertunda 48 jam atau lebih setelah pecah-nya

ketuban.

15

Page 16: Referat Preterm Birth

Periode waktu dari ketuban pecah preterm sampai pelahiran berbanding terbalik

dengan usia gestasi saat ketuban pecah (Carroll dkk., 1995a). Gambar 2.5, jika ketuban

pecah pada trimester ketiga, hanya diperlukan beberapa hari saja hingga pelahiran

terjadi disbanding dengan trimester kedua. (Gary C., et al, 2010)

Gambar 2.5

Hubungan interval waktu antara ketuban pecah dini dan pelahiran pada 172 kehamilan

tunggal. (Kotak = yang bertahan; lingkaran = kematian karena prematuritas; segitiga =

kematian akibat hipoplasia paru) (Gary C., et al, 2010)

2.6.1.2 Rawat Inap

Sebagian besar ahli kebidanan merawat inap wanita dengan kehamilan yang

mengalami penyulit pecah ketuban preterm. Keprihatinan tentang biaya perawatan

rumah sakit yang lama biasanya masih dapat diperdebatkan karena kebanyakan wanita

memasuki persalinan dalam 1 minggu atau kurang setelah ketuban pecah.. Tidak ada

keuntungan yang ditemukan pada perawatan inap dan masa tinggal ibu di rumah sakit

berkurang 50 persen pada ibu yang dikirim pulang 14 menjadi 7 (hari). Yang penting,

para peneliti ini menekankan bahwa penelitian ini terlalu kecil untuk nenyimpulkan

bahwa penatalaksanaan di rumah aman-aman saja. (F. Gary C., et al, 2010)

2.6.1.3 Penatalaksanaan Menunggu

Meskipun ada banyak sekali literatur mengenai penatalaksanaan menunggu pada

ketuban pecah preterm, baru sedikit penelitian acak yang telah dilakukan. Dalam

penelitian acak wanita yang menerima tokolitik dan terapi menunggu. Peneliti

16

Page 17: Referat Preterm Birth

menyimpulkan intervensi aktif tidak memperbaiki hasil perinatal. (Garite dkk, 1981,

1987; Nelson dkk, 1985). (F. Gary C., et al, 2010)

2.6.1.4 Pelahiran Disengaja

Pelahiran secara sengaja banyak dipraktikkan sebelum tahun 1970-an karena

ketakutan akan terjadi sepsis. Telah dilakukan dua percobaan acak tentang pelahiran

disengaja pada kehamilan dengan penyulit pecah ketuban preterm. Mercer dkk. (1993)

mengacak 93 kehamilan dengan pecah ketuban pada usia gestasi antara 32 dan 36

minggu untuk melahirkan dibandingkan dengan penatalaksanaan menunggu. Semua

mencatat adanya pematangan paru janin. Pelahiran secara sengaja mengurangi lama

perawatan ibu di rumah sakit dan juga menurunkan angka infeksi baik pada ibu maupun

neonatus. Cox dan Leveno (1995) juga mengacak 129 wanita dengan pecah ketuban

pada usia gestasi antara 30 dan 34 minggu. Terdapat satu kematian janin (akibat sepsis)

pada kehamilan yang ditangani secara menunggu dan tiga kematian neonatal (dua

diantaranya karena sepsis dan satu karena hipoplasia paru). Pada bayi yang dilahirkan

dengan sengaja. Kedua pendekatan penatalaksanaan tersebut dirasa tidak memuaskan.

(F. Gary C., et al, 2010)

2.6.1.5 Korioamnionitis Nyata

Banyak peneliti yang beranggapan bahwa pecah ketuban yang lama

berhubungan dengan peningkatan mortalitas fetal dan maternal (Ho dkk, 2003). Jika

terdiagnosis korioamnionitis, perlu segera dimulai upaya untuk melahirkan janin-

sebaiknya pervaginam. Sayangnya satu-satunya indikator yang andal untuk menegakkan

diagnosis ini hanyalah demam; suhu tubuh 38OC (100,4F) atau lebih yang menyertai

pecah ketuban menandakan infeksi. Leukositosis ibu saja dinyatakan tidak dapat

diandalkan. Selama penatalaksanaan menunggu, observasi ibu dan takikardi janin,

lunaknya uterus, dan keluarnya cairan dari vaginam yang bau perlu dilakukan. (F. Gary

C., et al, 2010)

Pada korioamnionitis, morbiditas janin dan neonatus meningkat secara nyata.

Disimpulkan bahwa bayi dengan berat lahir sangat rendah rentan terhadap cedera

neurologis yang menyertai korioamnionitis. (F. Gary C., et al, 2010)

17

Page 18: Referat Preterm Birth

2.6.1.6 Percepatan Pematangan Fungsi Paru

Glack (1979) menekankan bahwa produksi surfaktan kemungkinan dipercepat

jauh sebelum aterm pada kehamilan yang dipersulit oleh sejumlah kondisi dan stres

pada ibu atau janin. Contohnya antara lain penyakit ginjal atau kardiovaskular kronis,

gangguan hipertensi lama yang disebabkan oleh kehamilan, kecanduan heroin,

pertumbuhan janin terhambat, infark plasenta, korioamnionitis, atau ketuban pecah

preterm. Pandangan ini dianut secara luas meskipun data yang lebih baru menyangkal

adanya hubungan ini. (F. Gary C., et al, 2010)

2.6.1.7 Terapi Antimikroba

Efek menguntungkan dari obat antimikroba: (1) lebih sedikit wanita yang

mengalami korioamnionitis; (2) lebih sedikit bayi yang mengalami sepsis, dan (3)

kehamilan lebih sering memanjang 7 hari pada ibu yang diberi antimikroba. Angka

harapan hidup tidak dipengaruhi, demikian pula insiden enterokolitis nekrofikans, gawat

napas, atau perdarahan intracranial. (F. Gary C., et al, 2010)

Beberapa memprediksi terapi antimikroba lama pada kehamilan ini

menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Carroll dkk. (1996) serta Mercer

dkk. telah menyatakan keprihatinan bahwa terapi seperti ini potensial meningkatkan

risiko seleksi pathogen yang resisten.(F. Gary C., et al, 2010)

2.6.1.8 Kortikosteroid

The National Institus of Health Consensus Development Confrence (2000)

menganjurkan pemberian tunggal kortikosteroid antenatal pada ibu dengan pecah

ketuban preterm sebelum usia kehamilan 32 minggu dan yang tidak ditemukan adanya

korioamnionitis. Sejak saat itu, banyak penelitian metanalisis yang dilakukan, dan

berdasarkan the American College Obstetrics and Gynecologist (2007), terapi

kortikosteroid dosis tunggal dianjurkan pada usia kehamilan 24-32 minggu. Tidak ada

consensus yang menyatakan terapi tersebut. Pemberian tidak dianjurkan pada usia

kehamilan sebelum 24 minggu. (F. Gary C., et al, 2010)

18

Page 19: Referat Preterm Birth

2.6.2 Persalinan Preterm Dengan Selaput Janin Utuh

Penatalaksanaan antepartum pada wanita dengan tanda-tanda dan gejala

persalinan preterm serta selaput ketuban intak kurang lebih sama dengan yang telah

diuraikan untuk kehamilan dengan pecah ketuban preterm. Yaitu, patokan terapi adalah

menghindari pelahiran sebelum usia gestasi 34 minggu bila mungkin. Obat-obat yang

ditujukan untuk menghentikan atau menekan kontraksi uterus sering diberikan, dan hal

ini akan dibahas kemudian. (F. Gary C., et al, 2010)

2.6.2.1 Amniosentesis untuk Mendeteksi Infeksi

Romero dan rekannya (1993) mencoba mengevaluasi nilai diagnostic dari cairan

amnion dengan leukositosis, kadar gula yang rendah, konsentrasi interleukin-6 yang

tinggi, atau adanya bakteri gram positif pada 120 wanita dengan kelahiran prematur dan

membrane yang utuh. Hasil investigasi ini menemukan bahwa tidak ditemukan bakteri

pada cairan amnion pada 99% wanita. Konsentrasi interleukin-6 sebanyak 82% spesifik

untuk mendeteksi cairan amnion yang mengandung bakteri. The American College

Obstetrics and Ginecology (2003) menyimpulkan bahwa tidak ada bukti melakukan

amniocentesis rutin untuk mengidentifikasi suatu infeksi. (F. Gary C., et al, 2010)

2.6.2.2 Terapi Kortikosteroid Untuk Kematangan Paru Janin

Terapi kortikosteroid efektif dalam menurunkan insidensi dari respiratory

distress dan angka kematian neonatal jika kelahiran dapat ditunda setelah pemberian

awal betametason. Bayi baru lahir yang terekspose terapi ini tidak mendapatkan

penyakit sampai usia 31 tahun. Penelitian Liggins dan Howie (1972) merangsang lebih

dari 35 tahun penelitian paru-paru janin lainnya. Dan pada tahun 1995, National

Institute of Health Consensus Development merekomendasikan penggunaan

kortikosteoid untuk pematangan paru-paru janin yang terancam kelahiran preterm. (F.

Gary C., et al, 2010)

2.6.2.3 Metode-Metode Untuk Menghambat Persalinan Preterm

2.6.2.3.1Tirah Baring

19

Page 20: Referat Preterm Birth

Regimen terapi yang paling sering digunakan adalah tirah baring selama

kehamilan. Pada tahun 1994, Goldenberg dkk. telah mengulas tirah baring yang

digunakan untuk merawat berbagai macam komplikasi kehamilan dan tidak menemukan

bukti konklusif bahwa tirah baring dapat membantu mencegah kelahiran preterm.

2.6.2.3.2 Hidrasi Dan Sedasi

Helfgott dkk. (1994) melakukan percobaan hidrasi dan sedasi pertama secara

acak yang dibandingkan dengan tirah baring saja dalam perawatan 119 wanita yang

sedang dalam persalinan preterm. Wanita yang diacak untuk mendapatkan terapi

menerima 500 mL larutan Ringer Laktat secara intravena dalam 30 menit dan 8 sampai

12 mg morfin sulfat intramuskular. Terapi seperti ini ternyata tidak lebih

menguntungkan daripada tirah baring saja. (F. Gary C., et al, 2010)

2.6.2.3.3 Agonis Reseptor Beta Adrenegik

Banyak senyawa bereaksi dengan reseptor β-adrenergik untuk mengurangi kadar

ion kalsium intraseluler dan mencegah protein yang mengaktivasi kontraksi

miometrium. Dalam kondisi yang akut, obat-obatan dapat diberikan secara intravena

(ritodrine dan terbutaline) atau secara subkutan (terbutaline). Dosis ditingkatkan sampai

uterus ibu menjadi tenang atau terjadinya efek samping yang mencegah dari

meningkatkan dosis lebih lanjut. Terjadinya tachyphylaxis terjadi dengan cepat. Di

Amerika Serikat, ritodrine dan terbutaline telah digunakan dalam obstetri, namun hanya

ritodrin hidroklorida yang telah diakui oleh Food and Drug Administration untuk

mengobati persalinan preterm. (Ronald S. Gibbs et al, 2008; F. Gary C., et al, 2010)

2.6.2.3.4 Magnesium Sulfat

Magnesium ionik dalam konsentrasi yang cukup tinggi dapat mengubah

kontraktilitas miometrium in vivo dan in vitro. Perannya diperkirakan sebagai antagonis

kalsium. Steer dan Petrie (1977) menyimpulkan bahwa magnesium sulfat yang

diberikan secara intravena, 4 g diberikan sebagai dosis awal diikuti dengan infuse

kontinu 2 g/jam, biasanya akan menghentikan persalinan. Ibu yang diberikan

magnesium sulfat harus diobservasi karena adanya bahaya hipermagnesemia. (F. Gary

C., et al, 2010)

20

Page 21: Referat Preterm Birth

Magnesium sulfat juga memberikan efek janin dan bayi baru lahir secara

signifikan. Magnesium sulfat melintasi plasenta dan berakumulasi dalam janin.

Akibatnya, dapat mempengaruhi parameter biofisik janin (terutama aktivitas pernapasan

janin) dan penurunan variabilitas detak jantung janin. Neonatus yang lahir dengan

konsentrasi magnesium sulfat tali lebih dari 4 mg per 100 mL mungkin menunjukkan

tanda-tanda depresi, termasuk penurunan otot, mengantuk, usaha pernapasan yang

buruk, dan skor Apgar yang rendah. Kasus bayi osteoporosis dengan patah tulang

terkait telah dilaporkan pada seorang wanita diterapi dengan tokolitik jangka panjang

dengan magnesium sulfat. (Ronald S. Gibbs et al, 2008)

2.6.2.3.5 Inhibitor Prostaglandin

Indometasin menghentikan kontraksi dan menunda kelahiran. Indometasin dapat

digunaka secara per oral atau per rectal. (F. Gary C., et al, 2010)

Indometasin merupakan kontraindikasi pada pasien dengan gangguan

hematologi, penyakit ulkus peptikum, dan diketahui alergi dan tampaknya dapat

meningkatkan waktu pendarahan. Kontraindikasi relatif pada penyakit ginjal ibu.

Indometasin tidak secara signifikan mempengaruhi perfusi uteroplacental atau nilai

Apgar. (Erol Amon et al, 2007)

Komplikasi pada janin paling signifikan berhubungan dengan penutupan ductus

arteriosus yang prematur, gagal jantung kanan, dan kematian janin. Jenis prostaglandin

E memungkinkan ductus arteriosus tetap paten, sedangkan indometasin cenderung

membuat ductus menutup, lebih cenderung menutup duktus reversibel setelah beberapa

minggu. Penutupan duktus yang ireversibel dapat terjadi pada usia kehamilan lebih tua,

lebih dekat dengan waktu penutupan fisiologis, namun ada laporan kasus terjadinya

kematian janin diakibatkan penutupan duktus yang lengkap. (Erol Amon et al, 2007)

2.6.2.3.6 Obat Penyekat Saluran Kalsium

Aktivitas otot polos, termasuk miometrium, secara langsung berhubungan

dengan kalsium bebas di dalam sitoplasma, dan penurunan konsentrasi kalsium akan

menghambat kontraksi.

Nifedipine telah digunakan sebagai obat tokolitik. Banyak protokol untuk

nifedipine. Umumnya, 10 mg nifedipine diberikan peroral. Jika kontraksi tetap ada,

21

Page 22: Referat Preterm Birth

dosis dapat diulang setiap 20 menit untuk total 30 mg dalam 1 jam. Hipotensi maternal

dapat terjadi secara relatif umum. Jika terjadi hipotensi berkembang, nifedipine dosis

tambahan harus diberikan. Sekali kontraksi menurun, pasien dapat menerima 10 mg

setiap 6 jam nifedipine per oral atau menerima 30-60 mg nifedipine sustainde release

per hari. Nicardipine, yaitu relaksan uterus yang kuat, dapat diberikan sebanyak 40-mg

dalam 2 jam dengan dosis maksimum 80 mg jika kontraksi rahim tidak mereda. Dapat

dilanjutkan dengan pemberian nicardipine 45 mg sustained-release setiap 12 jam.

(Ronald S. Gibbs, 2008)

2.6.2.3.7 Ikhtisar Penggunaan Tokolitik Untuk Kelahiran Preterm

Pada banyak wanita, tokolitik dapat menghentikan kontraksi sementara, namun

jarang mencegah dari persalinan preterm. Dalam metaanalisis terapi tokolitik, Gyetvai

dan koleganya (1999) menyimpulkan meskipun persalinan dapat ditunda untuk

pemberian kortikosteroid, pengobatan tidak memperbaiki hasil perinatal. Berkman dan

rekannya (2003) meninjau ulang 60 laporan dan menyimpulkan bahwa tokolitik dapat

memperlama gestasi, tetapi Agonis-β tidak lebih baik dari obat-obat lainnya, malahan

dapat berbahaya buat ibunya. Mereka juga menyimpulkan bahwa tidak terdapat manfaat

dari terapi tokolitik pemeliharaan. (F. Gary C., et al, 2010)

Merujuk kepada aturan secara umum jika diberikan tokolitik, maka

kortikosteroid harus juga seiring diberikan. Rentang usia kehamilan untuk diberikannya

obat ini masih diperdebatkan, namun karena kortikosteroid tidak umum digunakan

setelah usia kehamilan 33 minggu dan karena hasil perinatal pada umumnya baik

setelah usia kehamilan 33 minggu, maka kebanyakan dokter tidak menggunakan

tokolitik dan kortikosteroid pada usia kehamilan 33 minggu atau lebih. (F. Gary C., et

al, 2010)

2.6.3 Penatalaksanaan Intrapartum

Secara umum, semakin imatur janinnya, semakin besar risiko akibat persalinan

dan pelahiran.

2.6.3.1 Persalinan

22

Page 23: Referat Preterm Birth

Apakah persalinan diinduksi atau spontan, kelainan frekuensi denyut jantung

janin dan kontraksi uterus harus dicari, lebih baik dengan pemantau elektronik .kontinu.

Takikardia janin terutama bila terjadi pecah ketuban,menandakan adanya sepsis.

Terdapat beberapa bukti terbaru bahwa asidemia intrapartum dapat memperberat

beberapa komplikasi neonatal yang biasanya hanya ditimbulkan oleh prematuritas.

Misalnya, Low dkk. (1995) mengamati bahwa asidosis intrapartum pH darah arteri

umbilikalis kurang dari 7,0 memainkan peran penting pada komplikasi neonatal.

Demikian pula, Kimberlin dkk. (1996b) menemukan bahwa peningkatan asidemia darah

arteri umbilikalis berhubungan dengan penyakit pernapasan yang lebih berat pada

neonatus preterm meski tidak ditemukan efek pada hasil neurologis jangka pendek yang

meliputi perdarahan intrakranial. (F. Gary C., et al, 2010)

Infeksi streptokokus grup B sering terjadi dan berbahaya pada neonatus preterm,

sehingga terapi profilaksis sebaiknya diberikan. (F. Gary C., et al, 2010)

2.6.3.2 Pelahiran

Bila mulut vagina tidak relaks, episiotomi untuk pelahiran mungkin dapat

bermanfaat begitu kepala janin mencapai perineum. Hasil perinatal tidak menganjurkan

penggunaan forceps untuk melindungi “kepala janin preterm yang fragile (mudah

pecah)”. Pentingnya ketersediaan personel dan fasilitas khusus pada kasus bayi preterm

ditekankan oleh membaiknya angka ketahanan hidup bayi-bayi ini jika mereka

dilahirkan di pusat perawatan tersier. (F. Gary C., et al, 2010)

2.6.3.3 Pencegahan Perdarahan Intrakranial Neonatal

Bayi-bayi preterm sering mengalami perdarahan matriks germinal yang dapat

meluas menjadi perdarahan intraventrikel yang lebih serius. Dihipotesiskan bahwa

seksio sesarea untuk meniadakan trauma persalinan dan pelahiran pervaginam mungkin

dapat mencegah komplikasi ini. Dalam studi terbesar, Malloy dkk. (1991) menganalisis

1765 bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 g dan menemukan bahwa seksio sesarea

tidak menurunkan risiko kematian serta perdarahan intrakranial. Perdarahan ini

berhubungan dengan apakah janinnya telah mengalami fase aktif persalinan atau belum.

Menghindari fase aktif persalinan sudah tidak mungkin pada kebanyakan kelahiran

preterm karena jalur pelahiran tidak ditetapkan sampai persalinan

23

Page 24: Referat Preterm Birth

benar-benar telah pasti berlangsung. (F. Gary C., et al, 2010)

BAB III

KESIMPULAN

Kelahiran prematur adalah kelahiran pada umur kehamilan kurang dari 37

minggu atau berat badan lahir antara 500 sampai 2499 gram. Kelahiran prematur

berhubungan dengan 2/3 banyaknya dari kematian bayi, dan terutama terjadi pada orang

kulit hitam. Kelahiran prematur meningkatkan morbiditas dan mortalitas bayi dalam

satu tahun pertama kehidupan

Jumlah kelahiran prematur terus meningkat setiap tahunnya, baik di Amerika

Serikat maupun di Indonesia, dimana jumlah kelahiran prematur di Indonesia 16-18%

dari seluruh kelahiran hidup.

Pada wanita dengan persalinan prematur episode akut, tokolitik dapat diberikan

dengan kortikosteroid antenatal. Namun obat-obatan tokolitik mempunyai potensi yang

berbahaya dan harus digunakan dengan hati-hati dan harus terawasi. Saat ini, tidak ada

data yang mendukung bahwa penggunaan tokolitik sebagai terapi pemeliharaan pada

wanita dengan persalinan prematur berhasil dicegah total. Pencegahan kelahiran

prematur belum memberikan hasil yang diharapkan, walaupun data saat ini mendukung

menggunakan progesteron sebagai upaya pencegahan. Wanita yang dalam persalinan

prematur sebaiknya diberikan kortikosteoid antenatal berdasarkan guideline ACOG

(American College Obstetrics and Gynecology) tahun 2002.

Dengan adanya upaya penelitian-penelitian lebih lanjut diharapkan dapat lebih

menjelaskan biologi kelahiran dan kelahiran yang tidak normal untuk dapat lebih

mengembangkan terapi yang lebih efektif.

24

Page 25: Referat Preterm Birth

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. 2008. Fetal Fibronectin Test. Diakses tanggal 28 Mei 2011 dari

http://www.mayoclinic.com/health/fetal-fibronectin/MY00128

2. Anonymous. 2010. Prematur Birth. Diakses tanggal 29 Mei 2011 dari

http://www.marchofdimes.com/professionals/14332_1157.asp

3. F. Gary Cunningham., Kenneth J. L., Stephen L. B., Dwight J. Rouse., John C.

H., Catherine Y. Spong. 2010. Fetal Growth Diorder Dalam : EBook Williams

Obstetric. 23st edition. New York : Mc graw Hill.

4. Goepfert, A.R. 2001. Preterm Delivery Dalam:Obstetrics and Gynecology

Principle for Practise. New York: McGraw-Hill.

5. Hidayat Wijayanegara, Firman F Wirakusumah, Johanes C. Mose, et al. 2005.

Persalinan preterm (kurang bulan) dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi

Obstetri dan Ginekologi RSHS.edisi kedua. Bandung: Bagian Obstetri dan

Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran RSHS. Hal: 48.

6. Iams, J.D. 2004. Preterm Labor and Delivery Dalam: Maternal-Fetal

Medicine. 5th ed. Saunders.

7. Jazayeri, Alla hyar. 2008. Premature Rupture of Membranes. Diakses tanggal 27

Mei 2011 dari http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview.

8. Medlinux. 2007. Ruptur membran Prematur. Diakses tanggal 27 Mei 2011 dari

http://medlinux.blogspot.com/2007/11/ruptur membran - pre-persalinan.html.

9. O'Connell, M.P. & Lindow, S.W. 2001. Reversal of asymptomatic cervical

length shortening with cervical cerclage: a preliminary study Dalam: Oxford

Journal. Diakses tanggal 28 Mei 2011 dari

http://humrep.oxfordjournals.org/cgi/content/full/16/1/172.

10. Rompas, J. 2004. Persalinan Preterm. Diakses tanggal 27 Mei 2011 dari

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/145-11Persalinan preterm.pdf/145.

25

Page 26: Referat Preterm Birth

11. Ronald S. Gibbs, Beth Y.Karlan, Arthur F.Haney, Ingrid E. Nygaard. 2008.

Preterm Labor and Post-Term Delivery Dalam: E Book Danforth's Obstetrics

and Gynecology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Hal 173.

12. Ross, Michael G. 2009. Preterm Labor. Diakses tanggal 28 Mei 2011 dari

http://emedicine.medscape.com/article/260998-overview.

13. Sarwono Prawirorahardjo.2008. Persalinan Preterm. Dalam Ilmu Kebidanan. 4th

ed. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirorahardjo. Hal 667-676.

14. Stoppler, C., Melisa. Bacterial Vaginosis. Diakses tanggal 27 Mei 2011 dari

http://www.medicinenet.com/bacterial_vaginosis/article.htm.

15. Sulaiman Sastrawinata, Djamhoer M., Firman F.2004. Persalinan kurang bulan

Dalam: Obstetri Patologi. 2th ed. Jakarta: ECG.

16. Weiss, E., Robin. The Incompetent Cervix Cerclage, Bedrest and

Other Treatments. Diakses tanggal 27 Mei 2011 dari

http://pregnancy.about.com/cs/incompetentcervix/a/aaincomp.htm.

26