referat ppt
-
Upload
asrie-sukawatie-putrie -
Category
Documents
-
view
242 -
download
3
description
Transcript of referat ppt
REFERAT IMPLIKASI KLINIS REFLEKS ADUKTOR LARINGEAL
Olehdr. Pembimbing :dr., Sp. THT
SMF ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN
RSDM DR. MOEWARDI SURAKARTA2015
BAB I PENDAHULUANLatar Belakang
Refleks aduktor laringeal (LAR) merupakan sebuah respon protektif involunter di dalam laring untuk melindungi laring maupun struktur di bawahnya. Refleks ini dikenal juga sebagai refleks penutupan glottis.Defisit sensori pada LP ini akan menyebabkan peningkatan risiko terjadinya penetrasi dan aspirasi selama menelan (Johnson et al., 2014).
Kelainan dalam LAR ini dapat menimbulkan disfagia, batuk kronis, disfungsi pita suara atau apnea pediatric ataupun kelainan yang lain.
berkontribusi menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas pada pasien THT, dan juga termasuk penyebab utama kematian pada stroke yang disertai dengan pneumonia aspirasi
Sensasi LP merupakan target potensial untuk intervensi terhadap kondisi yang disebutkan sebelumnya meski kini masih menjadi ladang penelitian yang aktif. Penelitian mengenai LAR masih terus dikembangkan karena terbatasnya referensi mengenai LAR. Meskipun LAR hanya merupakan salah satu dari sebagian banyak mekanisme di dalam tubuh manusia dan jarang menjadi perhatian, namun LAR memiliki fungsi penting yang jika terdapat kelainan pada LAR maka akan menyebabkan gangguan-gangguan tersebut di atas dan dapat mengancam nyawa, sehingga perlunya klinisi untuk mengetahui LAR.
Tujuan Penulisan• untuk menambah pengetahuan mengenai
neurologi dan implikasi klinis dari refleks aduktor laringeal sehingga dapat mengenali dan melakukan penatalaksanaan pasien dengan keluhan yang terkait dengan refleks aduktor laringeal dengan lebih tepat.
Manfaat Penulisan• Manfaat di bidang akademis untuk mengetahui
neurofisiologi dan implikasi klinis dari refleks aduktor laringeal. Manfaat klinis adalah untuk dapat mengenali dan melakukan penatalaksanaan pasien dengan keluhan yang terkait dengan refleks aduktor laringeal dengan lebih tepat
BAB IITINJAUAN PUSTAKA SEKILAS ANATOMI LARING Laring adalah bagian dari saluran
pernafasan bagian atas yang merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi vertebra cervicalis IV – VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja tertutup bila sedang menelan makanan.
Batas-batas laring kranial aditus laringeus yang berhubungan dengan
hipofaring, kaudal : sisi inferior kartilago krikoid dan berhubungan
dengan trakea, posterior : vertebra cervicalis anterior ditutupi oleh fascia, jaringan lemak, dan kulit. lateral ditutupi oleh otot-otot sternokleidomastoideus,
infrahyoid dan lobus kelenjar tiroid
Kartilago Laring terdiri dari beberapa
kartilago yang dihubungkan oleh beberapa ligamentum, digerakkan oleh otot dan dilingkupi oleh membrane mukosa dari faring hingga ke trakea.
Kartilago tiroid Kartilago krikoid Kartilago arytenoid Kartilago epiglotica Kartilago corniculata Kartilago cuneiformis
Otot Gerakan laring
disebabkan oleh kedua otot intrinsik dan otot ekstrinsik.
Otot intrinsik merupakan otot-otot yang origo maupun insersio berada dalam laring.
Otot ekstrinsik merupakan otot-otot yang salah satunya perlekatannya berada laring sedangkan yang lain berada pada luar laring, yang terdiri dari musculus depressor laring dan musculus levator laring
Musculus Depressor Laring Musculus Levator Laring
M. sternohyoideus M. thyroideus
M. sternothyroideus M. digastricus
M. omohyoideus M. stylohyoideus
M. stylopharyngeus
M. palatopharyngeus
Otot Ekstrinsik Laring
Fungsi Nama Otot
Membuka glottis/ rima
glottides
M.cricoarytenoideus posterior
Menutup glottis M. cricoarytenoideus lateralis
M. arytenoideus transversus
M. thyroarytenoideus
Menegangkan
ligamentum vocale
M. cricothyroideus
Mengendorkan
ligamentum vocale
M. thyroarytenoideus
M. vocalis
Membuka aditus laryngis M. thyroepiglottica
Menutup aditus laryngis M. arytenoideus transversus
M. arytenoudeus obliquus
Otot Intrinsik Laring
Inervasi Motorik
Semua otot intrinsic laring diinervasi oleh RLN kecuali M. cricothyroideus yang mendapat inervasi dari nervus laringeus eksternus (ramus eksternus nervus laryngeus superior).
Sensorik Nervus laryngeus internus membawa serabut
sensoris dari mukosa laring di atas plica vocalis termasuk permukaan superior plica vocalis. RLN membawa serabut sensoris dari mukosa laring di bawah plica vocalis
SEKILAS FUNGSI LARING Laring memiliki tiga fungsi utama yakni
untuk memproteksi jalan napas, fungsi respirasi, dan fonasi.
Laring memproteksi jalan napas dari aspirasi material yang tertelan, mengatur respirasi, dan mengkontrol fonasi untuk komunikasi.
Tidak seperti dalam respirasi dan fonasi, fungsi pelindung dari laring sepenuhnya bersifat spontan (refleks).
• Refleks penutupan glotis adalah refleks batang otak polisinaps, yang mencapai penutupan laring untuk melindungi jalan napas selama penelanan. Respon ini disebut refleks adduktor laring (LAR), durasi yang telah dilaporkan sekitar 25 msec. Penutupan sfingter dari saluran napas bagian atas dicapai melalui tiga tingkatan otot.
• Yang pertama terjadi pada tingkat lipatan aryepiglottic. Penutupan dicapai oleh kontraksi dari otot thyroarytenoid, sehingga laring superior tertutup.
• Tingkat kedua perlindungan berlangsung di tingkat pita suara palsu. Otot thyroarytenoid juga bertanggung jawab untuk penutupan jaringan ini yang mengandung sebagian besar sel-sel lemak dan kelenjar lendir.
• Tingkat ketiga perlindungan berlangsung di pita suara aslli
REFLEKS ADUKTOR LARINGEAL
Definisi• Refleks aduktor laringeal (LAR) atau yang
disebut juga refleks penutupan glotis, merupakan mekanisme proteksi laring, LAR merupakan penutupan glotis secara spontan/ cepat sebagai respon terhadap stimulasi mukosa yang diinervasi oleh SLN atau akibat defleksi mekanoreseptor pada mukosa laringeal.
• Mekanisme ini mencegah benda asing masuk ke jalan napas atas. Secara mekanis, ini adalah respon otot tiroaritenoid bilateral terhadap iritasi mekanis atau kimia pada mukosa laring
Mekanisme PersyarafanSuperior laryngeal nerve (SLN) menginervasi mukosa laringofaringeal di mana terdapat mekanoreseptor dan kemoreseptor di dalamnya. SLN berperan sebagai komponen aferen dari LAR.
Informasi/ impuls sensoris yang dibawa oleh cabang internal SLN tersebut kemudian diteruskan melalui sistem saraf pusat via nukleus traktus solitarius ke nukleus ambiguss ipsilateral dalam medula batang otak.
Neuron motoris dalam nukleus ambiguus kemudian berproyeksi ke recurrent laryngeal nerve (RLN). RLN berperan sebagai komponen eferen.
Dalam responsnya terhadap stimulus unilateral, maka dihasilkanlah sebuah kontraksi yang cepat dan berlainan pada otot tiroaritenoid.
Musculus tiroaritenoid yang merupakan otot intrinsik akan menutup glottis, sehingga LAR disebut juga refleks penutupan glottis
Pemeriksaan LARPemeriksaan sensoris pada evaluasi menelan
dengan endoskopi fleksibel dinamakan flexible endoscopic
evaluation of swallowing with
sensory testing (FEEST)
menggunakan laringoskop fleksibel yang masuk melalui
jalur transnasal untuk membawa pulsasi udara ke mukosa
aritenoid.
ini untuk mengevaluasi secara langsung
sensasi LP dengan menilai kemampuan stimulus taktil dalam
menimbulkan LAR
FEEST• dilakukan menggunakan ujung
endoskopi fleksibel atau bisa langsung dihitung menggunakan stimulator pulsasi udara LP.
• Tekanan pulsasi udara yang dialirkan melalui endoskopi (mmHg) bisa diubah untuk mengkuantifikasi besar stimulus yang diperlukan untuk menimbulkan LAR.
• . Seorang individu dengan sensasi LP normal akan timbul LAR pada tekanan pulsasi kurang dari 4 mmHg.
Implikasi Klinis Refleks Aduktor Laringeal
Aplikasi klinis LAR yang paling signifikan adalah kegunaannya pada pemeriksaan fungsi sensoris diskriminatif laringofaringeal (LP).
Individu dengan LAR yang menurun atau hilang bisa berisiko mengalami konsekuensi klinis yang signifikan.Pada orang dewasa, peningkatan ambang batas sensoris LP ditemukan pada mereka dengan trakeostomi berkepanjangan, GERD, obstructive sleep apnea, PPOK, gangguan neurodegeneratif dan usia lanjut. Pada populasi ini, gangguan sensoris dapat menimbulkan disfagia dan aspirasi
Pasien dengan PPOK mengalami reduksi sensitivitas mekanis di laringofaring dan juga memiliki kelainan fungsi menelan yang disebabkan adanya pharyngeal stasis sehingga kemampuan menelan menjadi lemah. Perubahan tersebut yang menyebabkan pasien dengan PPOK memiliki resiko terhadap terjadinya aspirasi terhadap material-material yang ada di faring
Pada usia lanjut, terjadi penurunan LAR yang progresif pada setiap decade kehidupan, sehingga ini berpengaruh terhadap kejadian insidensi silent aspiration pada orang tua usia lanjut yang tidak mengalami sakit, sehingga menjadi rentan berisiko mengalami pneumonia aspirasi
Disfagia• Disfagia didefiniskan sebagai
gangguan perjalanan bolus. • Kegagalan mekanisme LAR
dapat menyebabkan disfagia. Pada orang dewasa, perubahan sensasi LP, khususnya ketika terjadi bilateral, merupakan risiko terjadinya gangguan menelan yang bisa membahayakan
• LAR bertanggung jawab atas penutupan kedua pita suara sebagai respon terhadap stimulasi mekanis dan kimia terhadap mukosa laring. Refleks perlindungan ini untuk memberikan proteksi paru dari material asing. Sehingga, kelainan pada LAR berkorelasi dengan disfagia faring dan aspirasi yang berkorelasi dengan tingginya morbiditas dan mortalitas
• Individu dengan defisit LP akibat LAR yang abnormal dapat berisiko mengalami disfagia. Ditemukan bahwa fungsi SLN yang abnormal pada pemeriksaan FEEST dan lebih dari sepertiga telah kehilangan LAR. Defisit semacam ini berhubungan dengan lebih tingginya tingkat penetrasi dan kentalnya aspirasi yang didapat.
Batuk Kronis dan Disfungsi Pita Suara• peningkatan sensitivitas LP dapat
berakibat dari plastisital neural dalam sistem saraf pusat yang merubah jalur sensorimotoris termasuk LAR. Manifestasi klinis perubahan neurosensoris ini disebut “irritable larynx”, yang merepresentasikan sebuah spektrum kelainan meliputi batuk kronis, gerakan pita suara paradoks atau disfungsi pita suara, serak, disfonia dan laringospasme.
• Pemeriksaan LAR abnormal pada populasi pasien tersebut bisa digunakan untuk membedakan individu dengan perubahan ambang batas sensoris dari individu yang mengalami lebih banyak paparan terhadap stimulus atau iritan
Pediatri• Pada pasien pediatri, mereka
menemukan bahwa peningkatan ambang batas sensoris LP, atau LAR yang menurun, akan secara signifikan meningkatkan kecenderungan terjadinya penetrasi dan aspirasi refluks laringeal.
• penurunan sensitivitas LP berujung pada paparan sekresi berlebih dan berkepanjangan dengan demikian akan memicu apnea pada bayi
• paparan sekresi yang berkepanjangan akan memicu edema LP, yang dapat lebih jauh lagi meningkatkan ambang batas LAR pada bayi
• Konsekuensi semacam itu bisa menimbulkan mekanisme potensial terjadinya sudden infant death syndrome (SIDS) yang serupa pada neonatus dengan risiko tinggi SIDS dari apnea akibat GERD.
• Apnea merupakan respons yang menonjol pada stimulasi laringeal, menghindari aspirasi dari benda asing stimulator ke dalam saluran napas bawah. Apnea dapat terjadi salah satunya karena kegagalan mekanisme LAR.
• . Menurunnya fungsi LAR tersebut juga diduga berimplikasi klinis dalam pathogenesis terjadinya sudden infant death syndrome (SIDS), karena refleks pada saluran pernapasan akan sempurna setelah melalui proses pematangan selama masa bayi. Bayi belum memiliki refleks yang sempurna sehingga sering menyebabkan laringospasme dan refleks apnea selama kejadian SIDS
Tatalaksana
Terapi pembedahan, medis dan perilaku telah diusulkan untuk mengatasi gangguan LAR.
pemulihan LAR normal dengan melakukan anastomosis saraf antara nervus aurikuler mayor dan nervus laringeal superior pada dua individu dengan gangguan sensasi LP akibat stroke batang otak.
perbaikan sensasi LP yang diukur melalui ambang batas LAR, pada pasien dengan laryngopharyngeal reflux (LPR) yang diberi proton pump inhibitor (PPI) atau Nissen fundoplication
Pada individu dengan keluhan utama batuk, gejala GER atau LPR, atau disfungsi pita suara, penurunan ambang batas LP yang signifikan dapat diatasi dengan pemberian PPI dan terapi perilaku termasuk latihan pernapasan. Selain itu, neuromodulator seperti gabapentin terbukti efektif pada beberapa individu dengan batuk kronis refrakter atau serak. Terapi perilaku batuk, biasanya dilakukan oleh seorang patologis bahasa yang terlatih, diketahui akan menurunkan sensitivitas batuk, menurunkan keinginan untuk batuk dan peningkatan ambang batas batuk
BAB III PENUTUP
SIMPULAN Dari tinjauan pustaka tersebut dapat disimpulkan
bahwa LAR merupakan respon protektif yang bekerja involunter yang bertugas untuk memproteksi struktur di bawahnya. LAR dipengaruhi oleh sensitivitas sensoris LP. Kelainan pada LAR menimbulkan disfagia, batuk kronis, disfungsi pita suara, apnea pediatric, dan sebagainya
Pemeriksaan fungsi sensoris yang efisien dan dapat diulang menggunakan LAR telah memungkinkan dilakukannya implementasi intervensi preventif dan terapetik untuk menghindari dampak buruk disfungsi sensoris LP.
SARAN• Dianjurkan pemeriksaan FEEST pada
individu dengan risiko tinggi terjadi kelainan LAR.
• Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai refleks aduktor laringeal karena masih terbatasnya referensi yang ada.
• Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk dapat menilai refleks aduktor laringeal melalui pemeriksaan yang bersifat non invasif.