Referat Pneumonia
-
Upload
siskawidya -
Category
Documents
-
view
81 -
download
5
description
Transcript of Referat Pneumonia
PENDAHULUAN
Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut tersering
yang menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian
produktivitas kerja. Pneumonia menyebabkan kematian melebihi penyakit AIDS,
malaria, dan measles. Setiap tahunnya lebih dari dua juta anak meninggal akibat
pneumonia, hampir 1 diantara 5 orang anak usia dibawah 5 tahun meninggal.
Penyakit ini dapat terjadi secara primer ataupun merupakan kelanjutan manifestasi
infeksi saluran napas bawah lainnya misalnya sebagai perluasan bronkiektasis
yang terinfeksi.
DEFINISI
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh
penyebab non-infeksi seperti aspirasi atau benda asing yang akan menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
ANATOMI PARU
Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama
neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap
usia tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan
jumlah cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan
implikasi fisiologi yang berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan
resistensi terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara atau
partikel yang terhisap tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan
ukuran dan kehilangan kartilago, yang kemudian disebut bronkhiolus.
Bronkhiolus terminalis membuka saat pertukaran udara dalam paru-paru.
Gambar 1 Anatomi Percabangan Bronkus Paru
Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari epitel
kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada area
tempat pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari
pinggir jalan nafas ke faring. Sistem transport mukosilier ini berperan penting
dalam mekanisme pertahanan paru. Sel goblet pada trakhea dan bronkhus
memproduksi musin dalam retikulum endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel
goblet meningkat jumlahnya pada beberapa gangguan seperti bronkhitis kronis
yang hasilnya terjadi hipersekresi mukus dan peningkatan produksi sputum.
Unit pertukaran udara (terminal respiratory) terdiri dari bronkhiolus distal
sampai terminal : bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli.
2
Gambar 2 Anatomi Lobulus Pernafasan pada Alveoli
Pada pemeriksaan luar pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat
dibanding pulmo sinistra. Pulmo dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut
incissura interlobaris dalam beberapa Lobus Pulmonis. Pulmo dekstra dibagi
menjadi 3 lobi, yaitu:
1. Lobus Superior
Dibagi menjadi 3 segmen: apikal, posterior, inferior
2. Lobus Medius
Dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis
3. Lobus Inferior
Dibagi menjadi 5 segmen: apikal, mediobasal, anterobasal, laterobasal,
posterobasal
Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu:
1. Lobus Superior
Dibagi menjadi segmen: apikoposterior, anterior, lingularis superior,
lingularis inferior.
2. Lobus Inferior
3
Dibagi menjadi 4 segmen: apikal, anteromediobasal, laterobasal, dan
posterobasal
MEKANISME PERTAHANAN PARU
Saluran napas bagian bawah yang normal adalah steril, walaupun
bersebelahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menempati orofaring
dan terpajan oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang dihirup.
Sterilitas saluran napas bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaringan dan
pembersihan yang efektif.
1. PEMBERSIHAN UDARA
Temperatur dan kelembapan udara bervariasi, dan alveolus harus
terlindung dari udara dingin dan kering. Mukosa hidung, turbinasi hidung,
orofaring dan nasofaring, mempunyai suplai darah yang besar dan memiliki
area permukaan yang luas. Udara yang terhirup melewati area-area tersebut
dan diteruskan ke cabang trakeobonkial, dipanaskan pada temperatur tubuh
dan dilembapkan.
2. PEMBAU
Reseptor pembau berada lebih banyak di posterior hidung dibandingkan
dengan di trakhea dan alveoli, sehingga seseorang dapat mencium untuk
mendeteksi gas yang secara potensial berbahaya, atau bahan-bahan berbahaya
di udara yang dihirup. Inspirasi yang cepat tersebut membawa udara
menempel pada sensor pembau tanpa membawanya ke paru-paru.
3. MENYARING DAN MEMBUANG PARTIKEL YANG TERHIRUP
Udara yang melewati saluran traktus respiratorius awalnya difiltrasi oleh
bulu hidung. Gerakannya menyebabkan partikel berukuran besar dapat
dikeluarkan. Sedimentasi partikel berukuran lebih kecil terjadi akibat gravitasi
di jalan nafas yang lebih kecil. Partikel-partikel tersebut terperangkap dalam
mukus yang ada di saluran pernafasan atas, trakhea, bronkus dan bronkhiolus.
Partikel kecil dan udara iritan mencapai duktus alveolaris dan alveoli. Partikel
kecil lainnya disuspensikan sebagai aerosol dan 80% nya dikeluarkan.
Pembuangan partikel dilalui dengan beberapa mekanisme :
- Refleks jalan nafas : refleks batuk, refleks bersin dan refleks glottis
4
Stimulasi reseptor kimia dan mekanik di hidung, trakhea, laring,
dan tempat lain di traktus respiratorius menyebabkan bronkokonstriksi
untuk mencegah penetrasi lebih lanjut dari iritan ke jalan nafas dan juga
menghasilkan batuk atau bersin. Bersin terjadi akibat stimulasi reseptor di
hidung atau nasofaring, dan batuk terjadi sebagai akibat stimulasi reseptor
di trakhea. Inspirasi yang dalam demi mencapai kapasitas paru total,
diikuti oleh ekspirasi melawan glotis yang terutup. Tekanan intrapleura
dapat meningkat lebih dari 100mmHg. Selama fase refleks tersebut glotis
tiba-tiba membuka dan tekanan di jalan nafas menurun cepat,
menghasilkan penekanan jalan nafas dan ekspirasi yang besar, dengan
aliran udara yang cepat melewati jalan nafas yang sempit, sehingga iritan
ikut terbawa bersama-sama mukus keluar dari traktus respiratorius. Saat
bersin, ekspirasi melewati hidung; saat batuk ekspirasi melewati mulut.
Kedua refleks tersebut juga membantu mengeluarkan mukus dari jalan
nafas.
- Sekresi trakheobronkial dan transport mukosilier
Sepanjang traktus respiratorius dilapisi oleh epitel bersilia dimana
terdapat mukus yang dihasilkan oleh sel goblet. “Eskalator mukosilier”
adalah mekanisme yang penting dalam menghilangkan partikel yang
terinhalasi. Partikel terperangkap dalam mukus kemudian dibawa ke atas
kefaring. Pergerakan tersebut dapat meningkat cepat selama batuk. Mukus
yang mencapai faring dikentalkan atau dikeluarkan melalui mulut atau
hidung. Karenanya, pasien yang tidak bisa mengeluarkan sekret
trakheobronkial (misal tidak dapat batuk) terus menghasilkaan sekret yang
apabila tidak dikeluarkan dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas.
4. MEKANISME PERTAHANAN DARI UNIT RESPIRASI TERMINAL
1. makrofag alveolar
2. pertahanan imun
Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit-unit
yang dibentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Kurang lebih 80% sel
yang membatasi jalan napas di bagian tengah merupakan epitel bersilia,
bertingkat, kolumner dengan jumlah yang semakin berkurang pada jalan napas
5
bagian perifer. Masing-masing sel bersilia memiliki kira-kira 200 silia yang
bergerak dalam gelombang yang terkoordinasi kira-kira 1000 kali per menit,
dengan gerakan ke depan yang cepat dan kembali dalam gerakan yang lebih
lambat. Gerakan silia juga terkoordinasi antara sel yang bersebelahan sehingga
setiap gelombang disebarkan ke arah orofaring.
Partikel infeksius yang terkumpul pada epitel skuamosa permukaan hidung
sebelah distal biasanya akan dibersihkan pada saat bersin, sementara partikel yang
terkumpul pada permukaan bersilia yang lebih proksimal akan disapukan ke
sebelah posterior ke lapisan mukus nasofaring, saat partikel tersebut ditelan atau
dibatukkan. Penutupan glottis secara refleks dan batuk akan melindungi saluran
napas bagian bawah. Partikel infeksius yang melewati pertahanan di dalam
saluran napas dan diendapkan pada permukaan alveolus dibersihkan oleh sel
fagosit dan faktor humoral. Makrofag alveolar merupakan fagosit utama di dalam
saluran napas bagian bawah. Makrofag alveolar akan menyiapkan dan menyajikan
antigen mikrobial pada limfosit dan mensekresikan sitokin yang mengubah proses
imun dalam limfosit T dan B.
KLASIFIKASI
1.Berdasarkan lokasi lesi di paru atau kelainan patologis
Pneumonia lobaris: terjadi pada keseluruhan dari lobus paru, gambaran
konsolidasi yang bersifat homogen
Pneumonia interstitiali: terjadi pada daerah sekitar parenkim paru, yaitu pada
dinding alveolar, jaringan ikat di sekitarnya yang mengelilingi
bronnchovascular tree.
Bronkopneumonia: gambaran patologisnya berupa perbercakan di satu atau
lebih lobus paru, biasanya pada paru-paru bagian bawah dan posterior.
2.Berdasarkan asal infeksi
Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia =
CAP) pneumonia yang diddapat dari komunitas pada saat pasien tidak
sedang dirawat di rumah sakit, minimal selama 14 hari kebelakang.
Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
pneumonia yang didapat setelah pasien dirawat lebih dari 48 jam di rumah
6
sakit. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit dapat berkaitan dengan
penggunaan ventilator (ventilator associated pneumonia) maupun tidak.
3.Berdasarkan mikroorganisme penyebab
Pneumonia bakteri
Pneumonia virus
Pneumonia mikoplasma
Pneumonia jamur
4.Berdasarkan karakteristik penyakit
Pneumonia tipikal: gejala khas yaitu demam, sesak nafas, dan batuk produktif
Pneumonia atipikal: gejala tidak khas, demam sedang, batuk tidak terlalu
produktif, biasanya disebabkan oleh Mycoplasma pneumonaie, Chlamydia
pneumoniae dan terjadi pada anak usia sekolah sampai usia remaja.
5.Berdasarkan lama penyakit
Pneumonia akut
Pneumonia persisten
ETIOLOGI
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus
merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan.
Hasil penelitian 44-85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40%
diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia
pada anak bervariasi tergantung :
- Usia
- Status lingkungan
- Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
- Status imunisasi
- Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)
Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus.
Penentuan etiologi pneumonia biasanya berdasarkan usia. Streptokokus grup B,
bakteri enterik gram negatif, merupakan penyebab paling sering pada neonatus
(lahir-20 hari) dan didapat melalui transmisi vertical dari jalan lahir. Anaerobik
7
bakteri didapat dari korioamnionitis. Pneumonia pada bayi usia 3 minggu sampai
3 bulan penyebab paling sering adalah Streptokokus pneumoniae. Pada bayi usia
lebih dari 3 bulan sampai usia prasekolah, penyebab paling sering adalah virus.
Pada usia sekolah pneumonia atipikal yang disebabkan oleh Mycoplasma
pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae sering terjadi.
Tabel 1 Etiologi Pneumonia Menurut Umur
Kelompok Umur Patogen Penyebab
Neonates (0-1 bulan) Group B streptococcus, Escherichia coli,
other gram negative bacilli, streptococcus
pneumoniae, haemophylus influenza (type
b*, nontypable)
1-3 bulan
Febrile pneumonia
Afebrile pneumonia
Respiratory syncytial virus, other
respiratory viruses (parainfluenza viruses,
influenza viruses, adenoviruses), S.
pneumonia, H. Influenzae (type b*,
nontypable)
Chlamydia trachomatis, mycoplasma
hominis, Ureaplasma urelyticum,
cytomegalovirus
3 – 12 bulan Respiratory syncytial virus, other
respiratory viruses (parainfluenza viruses,
influenza viruses, adenoviruses), S.
pneumonia, H. Influenzae (type b*,
nontypable), Chlamydia trachomatis,
Mycoplasma pneumoniae, group A
streptococcus
8
Kelompok Umur Patogen Penyebab
2 – 5 tahun Respiratory viruses (parainfluenza viruses,
influenza viruses, adenoviruses), S.
pneumonia, H. Influenzae (type b*,
nontypable), Mycoplasma pneumoniae,
Chlamydophila pneumoniae, S. Aureus,
group A streptococcus
5 – 18 tahun
≥ 18 tahun
M. pneumoniae, S. pneumoniae, C.
pneumonia, H. influenzae (type b*,
nontypable), influenza virus, adenoviruses,
other respiratory viruses
M. pneumoniae, S. pneumoniae, C.
pneumonia, H. influenzae (type b*,
nontypable), influenza virus, adenoviruses,
Leigionella pneumophila
*H. Influenza type b sudah jarang ditemukan setelah penggunaan universal
imunisasi H. Influenza type b
DIAGNOSIS
Diagnosis pneumonia ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Dari anamnesis, bisa didapatkan keluhan demam tinggi, batuk, gelisah,
rewel, dan sesak nafas. Pada bayi gejalanya bisa tidak khas, seringkali tanpa ada
demam dan batuk. Sedangkan pada anak yang lebih besar dapat mengeluhkan
nyeri kepala, nyeri abdomen yang disertai muntah.
Pemeriksaan Fisik
9
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok usia
tertentu.
Tabel 1 Manifestasi Klinis Penumonis Berdasarkan Kelompok Umur
Kelompok Usia Gejala dan Tanda Klinis
Neonatus Takipnea, grunting, pernafasan cuping hidung, retraksi
dinding dada, sianosis, malas menetek
Bayi Jarang ditemukan grunting. Gejala lain yang sering terlihat
adalah batuk, panas dan iritabel.
Anak prasekolah Demam, pernafasan cuping hidung, retraksi dinding dada,
disertai batuk produktif/non produktif dan dispnea.
Anak sekolah dan
remaja
Terdapat tambahan gejala berupa nyeri dada, nyeri kepala,
dehidrasi dan letargi.
Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal
sebagai berikut :
a. Takipnea
Takipnea terbukti memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam
mendiagnosis pneumonia. Berdasarkan criteria WHO untuk takipnea adalah
sebagai berikut:
Usia < 2bulan adalah > 60x/ menit
Usia 2 bulan - <12 bulan adalah > 50x/ menit
Usia 12 bulan - <5 tahun adalah > 40x/ menit
Usia 6 tahun sampai pubertas adalah >16-20x/ menit
b. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal,
dan pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi
dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung;
orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura
yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas
menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding
dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan
10
suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat
apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat
pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih
lemah dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan
fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat
dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini
terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak
beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital.
Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”,
adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya
distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara
abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung
memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas
atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas
dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.
c. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan
getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi
perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi
akan berkurang.
d. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
e. Pada auskultasi ditemukan fine crackles (ronchi basah halus).
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi
ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi),
keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak
(tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari
mekanisme terjadinya).
Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret
jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
11
f. Bisa terjadi iritasi pleura yang menyebabkan nyeri dada. Bila berat
gerakan dada tertinggal waktu inspirasi dan anak akan terlihat berbaring ke
arah sisi yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa nyeri tersebut dapat menjalar ke
leher, bahu dan perut.
Penentuan derajat beratnya pneumonia yang diderita pasien dapat menggunakan
kriteria yang dikeluarkan oleh WHO.
Tabel 2 Derajat Berat Penyakit Pneumonia Berdasarkan Gambaran Klinis untuk
Anak Usia Kurang dari 2 Bulan
Beratnya Penyakit Gambaran Klinis
Pneumonia sangat
berat
Terdapat tanda bahaya yaitu:
Kurang mau minum, kejang, wheezing, stridor, mengantuk
atau penurunan kesadaran, febris atau hipotermi
Pneumoni berat Tarikan dinding dada yang jelas tampak atau nafas cepat
Bukan pneumonia Tidak da tarikan dinding dada atau nafas cepat
Tabel 3 Derajat Berat Penyakit Pneumonia Berdasarkan Gambaran Klinis untuk
Anak Usia 2 Bulan sampai 5 Tahun
Gambaran Klinis Beratnya Penyakit
Tidak dapat makan, atau distress pernafasan berat atau
sianosis sentral, atau kesadaran menurun atau kejang
Pneumonia sangat
berat
Tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada tanda
pneumonia sangat berat
Pneumonia berat
Napas cepat dan tidak ada tanda pneumonia berat atau
sangat berat
Bukan pneumonia
berat
Tidak ada tanda pneumonia atau pneumonia sangat berat Bukan pneumonia:
batuk atau flu
Meskipun penyebab pneumonia sulit ditentukan, tetapi ada beberapa gejala dan
tanda yang dapat dikenali secara klinis, yaitu:
12
Staphylococcus aureus Streptococcus grup A
Progresivitas penyakit sangat cepat
dengan gejala respiratori sangat berat:
grunting, sianosis, takipnea dan
gambaran radiologis necrotizing
pneumonia, pneumonia dengan
komplikasi (efusi pleura, empiema,
piopneumotoraks), perburukan klinis
dan radiologis yang sangat cepat atau
pada keadaan pascainfeksi campak
(saat ini atau 4 minggu sebelumnya).
Pada kulit penderita dapat dijumpai
bisul atau abses.
Penyebab tersering faringitis, tonsillitis
dengan limfadenitis koli, demam,
malaise, sakit kepala dan gejala pada
abdomen. Sering merupakan
komplikasi infeksi kulit pada anak
dengan varisela. Penyakit memburuk
dalam 24 jam. Sering diikuti dengan
syok septic, empiema, dan pneumatokel
yang terjadi dalam beberapa hari
sampai 1 minggu setelah pengobatan.
Pemeriksaan Radiologi
Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior (PA) merupakan dasar
diagnosis utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi
tambahan (tidak rutin dilakukan). Untuk Negara berkembang foto Rontgen toraks
secara rutin tidak direkomendasikan terutama pneumonia yang tidak memerlukan
perawatan di rumah sakit.
Indikasi spesifik foto Rontgen toraks adalah pneumonia sangat berat,
dugaan komplikasi pneumonia (misal efusi pleura), atau tidak berespon terhadap
terapi yang diberikan dan kecurigaan tuberculosis. Indikasi tambahan lainnya
adalah gejala atipikal dan pemantauan pada anak dengan kolaps lobar atau gejala
yang berlanjut.
Pemeriksaan foto Rontgent toraks ulang hanya dilakukan bila pada foto
sebelumnya didapatkan lobar collapse, gambaran round pneumonia, atau bila
gejala menetap atau memburuk.
Pada bayi dan anak yang kecil, gambaran radiologis sering tidak sesuai
dengan gambaran klinis. Foto rontgen tidak dapat membedakan pneumonia
bakteri dan pneumonia virus.
13
Gambaran radiologis yang klasik dapat berupa: konsolidasi lobar atau
segmental disertai air bronchogram, biasanya disebabkan infeksi pneumococcus
sp. atau bakteri lain.
Pneumonia interstisial, biasanya karena virus atau mikoplasma; gambaran
berupa corakan bronkovaskular bertambah, peribronchial cuffing dan
overaeration, bila berat dapat terjadi patchy consolidation karena atelektasis.
Gambaran difus bilateral, corakan peribronkial bertambah, dan infiltrate halus
sampai ke perifer. Gambaran pneumonia karena S. aureus biasanya menunjukan
pneumatokel.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit.
Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.
Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3
dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3
dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran
ke kiri serta peningkatan LED.
Pengukuran saturasi oksigen merupakan pemeriksaan non invasive yang
dapat memperkirakan oksigenasi arteri. Semua anak yang dirawat inap karena
pneumonia seharusnya diperiksa pulse oxymetri. Pemeriksaan ini sangat
dianjurkan untuk Negara berkembang dengan keterbatasan sarana untuk
mendeteksi hipoksemia. Analisa gas darah dapat menunjukkan hipoksemia dan
hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
Diagnosis pasti pneumonia bacterial yaitu dengan isolasi mikroorganisme
dari paru, cairan pleura atau darah, namun karena bersifat invasif menjadikan
prosedur tersebut tidak rutin dilakukan. Walaupun kurang berguna, tetapi jika
anak memungkinkan untuk mengeluarkan sputum, maka dapat diperiksa preparat
gram. Rapid test untuk deteksi antigen bakteri mempunyai spesifisitas dan
sensitivitas rendah. Pemeriksaan biakan darah harus dilakukan pada semua anak
yang dicurigai menderita pneumonia bakteri, pneumonia berat, pneumonia dengan
komplikasi. Hasil positif pada kultur darah hanya kurang lebih pada 10-30%
kasus.
14
Pemeriksaan C-reactive protein perlu dipertimbangkan untuk pneumonia
dengan komplikasi dan dapat bermanfaat untuk melihat respon antibiotic, namun
tidak dapat membedakan antara pneumonia akibat virus ataupun bakteri.
KOMPLIKASI
Komplikasi pada pneumonia lebih sering disebabkan oleh bakteri
dibandingkan dengan virus. Komplikasi dari pneumonia meliputi:
Kegagalan respirasi dan sirkulasi
Penderita pneumonia sering mengeluhkan kesulitan bernafas, dan
terkadang tidak dapat hidup tanpa bantuan pernafasan. Bantuan pernafasan dapat
berupa alat non invasif seperti mesin bi-level positive airway pressure maupun
invasif seperti endotracheal tube dan ventilator.
Pneumonia dapat juga menyebabkan acute respiratory distress syndrome
(ARDS) yang ditimbulkan oleh respon infeksi dan inflamasi. Paru-paru dengan
cepat terisi oleh cairan dan menjadi sangat kaku. Kekakuan paru-paru yang
disertai akumulasi cairan menimbulkan gangguan pertukaran oksigen.
Sepsis dan shock sepsis juga merupakan suatu komplikasi yang potensial
pada pneumonia. Sepsis terjadi ketika mikroorganisme masuk ke pembuluh darah
dan sistem imun merespon dengan mensekresikan sitokin. Sepsis paling sering
terjadi pada pneumonia bakterial, biasanya penyebabnya adalah Streptococcus
pneumoniae. Pasien dengan sepsis atau sepsis shock membutuhkan perawatan di
intensive care unit (ICU). Sepsis dapat menyebabkan kerusakan liver, ginjal dan
jantung, dan sering menyebabkan kematian.
Efusi pleura, empiema, dan abses
Mikroorganisme yang menginfeksi paru dapat menimbulkan ekstravasasi
cairan pada pleura (efusi pleura). Apabila mikroorganisme terdapat pada rongga
pleura, mikroorganisme tersebut dapat menghasilkan pus yang menimbulkan
empiema. Mikroorganisme yang paling sering menyebabkan empiema adalah S.
aureus dan S. pneumoniae. Cairan pada pleura harus didrainase dengan jarum
(thoracocentesis) dan diperiksa. Pada kasus empiema berat, pembedahan mungkin
15
diperlukan. Bila cairan tidak di drainase, infeksi dapat terus ada, karena antibiotik
tidak dapat penetrasi dengan baik ke rongga pleura.
Bakteri dalam paru-paru dapat membentuk suatu kantong cairan yang
terinfeksi (abses) namun hal ini jarang terjadi. Abses paru-paru dapat terlihat
dengan foto thoraks atau CT scan thoraks. Abses biasanya terjadi pada pneumonia
aspirasi dan sering mengandung beberapa tipe bakteri. Antibiotik biasanya cukup
untuk menangani abses paru, tapi terkadang abses harus di drainase oleh
pembedahan.
Gambar 3 Foto Rontgen Right Lateral Decubitus Pasien dengan Efusi Pleura
Foto thoraks diatas menunjukkan suatu efusi pleura. Tanda panah A
menunjukkan "lapisan cairan" pada paru-paru kanan. Tanda panah B
menunjukkan lebar dari paru-paru kanan. Volume paru-paru yang masih dapat
digunakan berkurang karena adanya pengumpulan cairan disekitar paru-paru.
PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksaan umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau
SaO2 ≥ 95%.
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
d. Pemberian antipiretik.
2. Penatalaksanaan khusus
Pengobatan harus segera diberikan setelah pneumonia bakterial didiagnosis
atau sangat kuat diduga. Di dalam pemilihan antibiotik, harus diperhatikan
manifestasi klinis, laboratorium, dan gambaran foto thoraks. Pemilihan
antibiotik awal tergantung pada kelompok usia anak, data epidemiologi lokal
patogen saluran respiratorik dan sensitifitasnya terhadap antibiotik yang
diberikan.
3. Pemberian antibiotik empiris berdasarkan usia :
16
- Bayi lahir sampai usia 3 minggu : ampisilin dan gentamisin intravena,
apabila keadaan berat dapat diberikan sefalosporin generasi ketiga
misalnya sefotaksim (sambil tetap diberikan ampisilin).
- Bayi usia 3 minggu-3 bulan : seftriakson 50 mg/kgBB/hari
- Usia 4 bulan-4 tahun : ampisilin 200 mg/kgBB/hari, dalam keadaan berat
dapat diberikan seftriakson
- Pada usia ≥ 5 tahun : azitromisin 10 mg/kgBB dosis tunggal untuk hari ke-
1 dan dilanjutkan 5 mg/kgBB untuk hari ke 2 sampai hari ke 5 atau
eritromisin 30-40 mg/kgBB/hari setiap 12 jam dibagi 2 dosis selama 7-10
hari
4. Pemberian antibiotik sesuai dengan penyebab :
- S. aureus : kloksasilin 100-200 mg/kgBB/hari i.v
- M. Pneumoniae : eritromisin, azitromisin, klaritromisin.
- S. pneumoniae : ampisilin 200 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis
- H. Influenzae : ampisilin, kloramfenikol, seftriakson, dan ampisilin-
sulbaktam.
Tabel 3 Dosis Antibiotik untuk Pneumonia
Obat Cara pemberian Dosis (harian) Frekuensi
Gol. Penisilin
Ampisilin i.v./i.m./p.o. 100-200 4-6
Amosisilin p.o. 25-100 8
Tikarsilin i.v./i.m. 300-600 4-6
Oksasilin i.v. 150
Kloksasilin i.v. 100 4-6
Dikloksasilin i.v. 25-80 4-6
Gol. Sefalosporin
Sefalotin i.v. 75-150 6
Sefuroksim i.v. 100-150 6-8
Sefotaksim i.v. 50-200 6
Seftriakson i.v./i.m. 50-100 12-24
Seftazidim i.v. 100-150 8
17
Obat Cara pemberian Dosis (harian) Frekuensi
Gol. Aminoglikosid
Gentamisin i.v./i.m. 5 8
Amikasin i.v./i.m. 15-20 6-8
Netilmisin i.v. 4-6 12
Gol. Makrolid
Eritromisin p.o./i.v. lambat 30-50 / 40-70 6
Roksitromisin p.o. 5-8 12
Klaritromisin p.o. 5-8 12
Azitromisin p.o. 10 24
Klindamisin p.o. 10-30 6
i.v. 15-40 6
Kloramfenikol i.v./p.o. 75-100 / 50-75 6
Tambahan :
a Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan
pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi
antibiotik awal.
b Tidak direkomendasikan pemberian obat antitusif karena dapat
menyebabkan penekanan batuk yang akan mengganggu kliren saluran
respiratorik.
c Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung.
PENCEGAHAN
Terdapat beberapa cara untuk mencegah infeksi pneumonia. Pengobatan
dengan tepat dari penyakit yang mendasarinya (seperti AIDS) dapat menurunkan
risiko pneumonia. Penghentian merokok penting dilakukan karena dapat
mengurangi kerusakan paru-paru dan meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh
dalam melawan pneumonia.
18
Pemberian vaksin dapat mencegah berbagai jenis pneumonia. Vaksin
tersebut antara lain vaksin pneumokokal, vaksin HiB, vaksin influenza dan vaksin
varisela.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Correa Armando.G, Starke Jeffrey R. Kendig’s Disorder of the
Respiratory Tract in Children: “Bacterial Pneumoniasi”, Sixth Edition. WB.
Saunders Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo.
1998.
2. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC.
Jakarta : 1997. Hal 633.
3. O’Brodovich Hugh M, Haddad Gabriel G. Kendig’s Disorder of the
Respiratory Tract in Children: “The Functional Basis of Respiratory
Pathology and Disease”, Sixth Edition. WB. Saunders Company Philadelphia,
London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998.
4. Pasterkamp Hans. Kendig’s Disorder of the Respiratory Tract in
Children :”The History and Physical Examination” , Sixth Edition. WB.
Saunders Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo.
1998.
5. Reinhard V. Putz, Reinhard Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2.
Edisi 21. Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 2000. Hal 99.
6. Sectish Theodore C, Prober Charles G. Nelson Textbook of Pediatrics :
“Pneumonia”. Edisi ke-17. Saunders. 2004.
7. Ostapchuk M, Roberts DM, Haddy R. Community-Acquired Pneumonia
in Infants and Children. American Familiy Physician serial online 2004; 70:
899-908. Available from www.aafL.org/afp
8. Kumar, Cotran, Robbins: Robbins Basic Pathology. 7th ed. India : Elsevier;
2003; 478-84
20