Referat Pneumonia

30
PENDAHULUAN Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut tersering yang menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. Pneumonia menyebabkan kematian melebihi penyakit AIDS, malaria, dan measles. Setiap tahunnya lebih dari dua juta anak meninggal akibat pneumonia, hampir 1 diantara 5 orang anak usia dibawah 5 tahun meninggal. Penyakit ini dapat terjadi secara primer ataupun merupakan kelanjutan manifestasi infeksi saluran napas bawah lainnya misalnya sebagai perluasan bronkiektasis yang terinfeksi. DEFINISI Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi seperti aspirasi atau benda asing yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. ANATOMI PARU Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap usia tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan jumlah cabang yang tergantung dari

description

referat pneumonia

Transcript of Referat Pneumonia

PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut tersering

yang menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian

produktivitas kerja. Pneumonia menyebabkan kematian melebihi penyakit AIDS,

malaria, dan measles. Setiap tahunnya lebih dari dua juta anak meninggal akibat

pneumonia, hampir 1 diantara 5 orang anak usia dibawah 5 tahun meninggal.

Penyakit ini dapat terjadi secara primer ataupun merupakan kelanjutan manifestasi

infeksi saluran napas bawah lainnya misalnya sebagai perluasan bronkiektasis

yang terinfeksi.

DEFINISI

Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang

disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh

penyebab non-infeksi seperti aspirasi atau benda asing yang akan menimbulkan

konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.

ANATOMI PARU

Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama

neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap

usia tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan

jumlah cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan

implikasi fisiologi yang berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan

resistensi terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara atau

partikel yang terhisap tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan

ukuran dan kehilangan kartilago, yang kemudian disebut bronkhiolus.

Bronkhiolus terminalis membuka saat pertukaran udara dalam paru-paru.

Gambar 1 Anatomi Percabangan Bronkus Paru

Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari epitel

kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada area

tempat pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari

pinggir jalan nafas ke faring. Sistem transport mukosilier ini berperan penting

dalam mekanisme pertahanan paru. Sel goblet pada trakhea dan bronkhus

memproduksi musin dalam retikulum endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel

goblet meningkat jumlahnya pada beberapa gangguan seperti bronkhitis kronis

yang hasilnya terjadi hipersekresi mukus dan peningkatan produksi sputum.

Unit pertukaran udara (terminal respiratory) terdiri dari bronkhiolus distal

sampai terminal : bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli.

2

Gambar 2 Anatomi Lobulus Pernafasan pada Alveoli

Pada pemeriksaan luar pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat

dibanding pulmo sinistra. Pulmo dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut

incissura interlobaris dalam beberapa Lobus Pulmonis. Pulmo dekstra dibagi

menjadi 3 lobi, yaitu:

1. Lobus Superior

Dibagi menjadi 3 segmen: apikal, posterior, inferior

2. Lobus Medius

Dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis

3. Lobus Inferior

Dibagi menjadi 5 segmen: apikal, mediobasal, anterobasal, laterobasal,

posterobasal

Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu:

1. Lobus Superior

Dibagi menjadi segmen: apikoposterior, anterior, lingularis superior,

lingularis inferior.

2. Lobus Inferior

3

Dibagi menjadi 4 segmen: apikal, anteromediobasal, laterobasal, dan

posterobasal

MEKANISME PERTAHANAN PARU

Saluran napas bagian bawah yang normal adalah steril, walaupun

bersebelahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menempati orofaring

dan terpajan oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang dihirup.

Sterilitas saluran napas bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaringan dan

pembersihan yang efektif.

1. PEMBERSIHAN UDARA

Temperatur dan kelembapan udara bervariasi, dan alveolus harus

terlindung dari udara dingin dan kering. Mukosa hidung, turbinasi hidung,

orofaring dan nasofaring, mempunyai suplai darah yang besar dan memiliki

area permukaan yang luas. Udara yang terhirup melewati area-area tersebut

dan diteruskan ke cabang trakeobonkial, dipanaskan pada temperatur tubuh

dan dilembapkan.

2. PEMBAU

Reseptor pembau berada lebih banyak di posterior hidung dibandingkan

dengan di trakhea dan alveoli, sehingga seseorang dapat mencium untuk

mendeteksi gas yang secara potensial berbahaya, atau bahan-bahan berbahaya

di udara yang dihirup. Inspirasi yang cepat tersebut membawa udara

menempel pada sensor pembau tanpa membawanya ke paru-paru.

3. MENYARING DAN MEMBUANG PARTIKEL YANG TERHIRUP

Udara yang melewati saluran traktus respiratorius awalnya difiltrasi oleh

bulu hidung. Gerakannya menyebabkan partikel berukuran besar dapat

dikeluarkan. Sedimentasi partikel berukuran lebih kecil terjadi akibat gravitasi

di jalan nafas yang lebih kecil. Partikel-partikel tersebut terperangkap dalam

mukus yang ada di saluran pernafasan atas, trakhea, bronkus dan bronkhiolus.

Partikel kecil dan udara iritan mencapai duktus alveolaris dan alveoli. Partikel

kecil lainnya disuspensikan sebagai aerosol dan 80% nya dikeluarkan.

Pembuangan partikel dilalui dengan beberapa mekanisme :

- Refleks jalan nafas : refleks batuk, refleks bersin dan refleks glottis

4

Stimulasi reseptor kimia dan mekanik di hidung, trakhea, laring,

dan tempat lain di traktus respiratorius menyebabkan bronkokonstriksi

untuk mencegah penetrasi lebih lanjut dari iritan ke jalan nafas dan juga

menghasilkan batuk atau bersin. Bersin terjadi akibat stimulasi reseptor di

hidung atau nasofaring, dan batuk terjadi sebagai akibat stimulasi reseptor

di trakhea. Inspirasi yang dalam demi mencapai kapasitas paru total,

diikuti oleh ekspirasi melawan glotis yang terutup. Tekanan intrapleura

dapat meningkat lebih dari 100mmHg. Selama fase refleks tersebut glotis

tiba-tiba membuka dan tekanan di jalan nafas menurun cepat,

menghasilkan penekanan jalan nafas dan ekspirasi yang besar, dengan

aliran udara yang cepat melewati jalan nafas yang sempit, sehingga iritan

ikut terbawa bersama-sama mukus keluar dari traktus respiratorius. Saat

bersin, ekspirasi melewati hidung; saat batuk ekspirasi melewati mulut.

Kedua refleks tersebut juga membantu mengeluarkan mukus dari jalan

nafas.

- Sekresi trakheobronkial dan transport mukosilier

Sepanjang traktus respiratorius dilapisi oleh epitel bersilia dimana

terdapat mukus yang dihasilkan oleh sel goblet. “Eskalator mukosilier”

adalah mekanisme yang penting dalam menghilangkan partikel yang

terinhalasi. Partikel terperangkap dalam mukus kemudian dibawa ke atas

kefaring. Pergerakan tersebut dapat meningkat cepat selama batuk. Mukus

yang mencapai faring dikentalkan atau dikeluarkan melalui mulut atau

hidung. Karenanya, pasien yang tidak bisa mengeluarkan sekret

trakheobronkial (misal tidak dapat batuk) terus menghasilkaan sekret yang

apabila tidak dikeluarkan dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas.

4. MEKANISME PERTAHANAN DARI UNIT RESPIRASI TERMINAL

1. makrofag alveolar

2. pertahanan imun

Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit-unit

yang dibentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Kurang lebih 80% sel

yang membatasi jalan napas di bagian tengah merupakan epitel bersilia,

bertingkat, kolumner dengan jumlah yang semakin berkurang pada jalan napas

5

bagian perifer. Masing-masing sel bersilia memiliki kira-kira 200 silia yang

bergerak dalam gelombang yang terkoordinasi kira-kira 1000 kali per menit,

dengan gerakan ke depan yang cepat dan kembali dalam gerakan yang lebih

lambat. Gerakan silia juga terkoordinasi antara sel yang bersebelahan sehingga

setiap gelombang disebarkan ke arah orofaring.

Partikel infeksius yang terkumpul pada epitel skuamosa permukaan hidung

sebelah distal biasanya akan dibersihkan pada saat bersin, sementara partikel yang

terkumpul pada permukaan bersilia yang lebih proksimal akan disapukan ke

sebelah posterior ke lapisan mukus nasofaring, saat partikel tersebut ditelan atau

dibatukkan. Penutupan glottis secara refleks dan batuk akan melindungi saluran

napas bagian bawah. Partikel infeksius yang melewati pertahanan di dalam

saluran napas dan diendapkan pada permukaan alveolus dibersihkan oleh sel

fagosit dan faktor humoral. Makrofag alveolar merupakan fagosit utama di dalam

saluran napas bagian bawah. Makrofag alveolar akan menyiapkan dan menyajikan

antigen mikrobial pada limfosit dan mensekresikan sitokin yang mengubah proses

imun dalam limfosit T dan B.

KLASIFIKASI

1.Berdasarkan lokasi lesi di paru atau kelainan patologis

Pneumonia lobaris: terjadi pada keseluruhan dari lobus paru, gambaran

konsolidasi yang bersifat homogen

Pneumonia interstitiali: terjadi pada daerah sekitar parenkim paru, yaitu pada

dinding alveolar, jaringan ikat di sekitarnya yang mengelilingi

bronnchovascular tree.

Bronkopneumonia: gambaran patologisnya berupa perbercakan di satu atau

lebih lobus paru, biasanya pada paru-paru bagian bawah dan posterior.

2.Berdasarkan asal infeksi

Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia =

CAP) pneumonia yang diddapat dari komunitas pada saat pasien tidak

sedang dirawat di rumah sakit, minimal selama 14 hari kebelakang.

Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)

pneumonia yang didapat setelah pasien dirawat lebih dari 48 jam di rumah

6

sakit. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit dapat berkaitan dengan

penggunaan ventilator (ventilator associated pneumonia) maupun tidak.

3.Berdasarkan mikroorganisme penyebab

Pneumonia bakteri

Pneumonia virus

Pneumonia mikoplasma

Pneumonia jamur

4.Berdasarkan karakteristik penyakit

Pneumonia tipikal: gejala khas yaitu demam, sesak nafas, dan batuk produktif

Pneumonia atipikal: gejala tidak khas, demam sedang, batuk tidak terlalu

produktif, biasanya disebabkan oleh Mycoplasma pneumonaie, Chlamydia

pneumoniae dan terjadi pada anak usia sekolah sampai usia remaja.

5.Berdasarkan lama penyakit

Pneumonia akut

Pneumonia persisten

ETIOLOGI

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus

merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan.

Hasil penelitian 44-85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40%

diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia

pada anak bervariasi tergantung :

- Usia

- Status lingkungan

- Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)

- Status imunisasi

- Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)

Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus.

Penentuan etiologi pneumonia biasanya berdasarkan usia. Streptokokus grup B,

bakteri enterik gram negatif, merupakan penyebab paling sering pada neonatus

(lahir-20 hari) dan didapat melalui transmisi vertical dari jalan lahir. Anaerobik

7

bakteri didapat dari korioamnionitis. Pneumonia pada bayi usia 3 minggu sampai

3 bulan penyebab paling sering adalah Streptokokus pneumoniae. Pada bayi usia

lebih dari 3 bulan sampai usia prasekolah, penyebab paling sering adalah virus.

Pada usia sekolah pneumonia atipikal yang disebabkan oleh Mycoplasma

pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae sering terjadi.

Tabel 1 Etiologi Pneumonia Menurut Umur

Kelompok Umur Patogen Penyebab

Neonates (0-1 bulan) Group B streptococcus, Escherichia coli,

other gram negative bacilli, streptococcus

pneumoniae, haemophylus influenza (type

b*, nontypable)

1-3 bulan

Febrile pneumonia

Afebrile pneumonia

Respiratory syncytial virus, other

respiratory viruses (parainfluenza viruses,

influenza viruses, adenoviruses), S.

pneumonia, H. Influenzae (type b*,

nontypable)

Chlamydia trachomatis, mycoplasma

hominis, Ureaplasma urelyticum,

cytomegalovirus

3 – 12 bulan Respiratory syncytial virus, other

respiratory viruses (parainfluenza viruses,

influenza viruses, adenoviruses), S.

pneumonia, H. Influenzae (type b*,

nontypable), Chlamydia trachomatis,

Mycoplasma pneumoniae, group A

streptococcus

8

Kelompok Umur Patogen Penyebab

2 – 5 tahun Respiratory viruses (parainfluenza viruses,

influenza viruses, adenoviruses), S.

pneumonia, H. Influenzae (type b*,

nontypable), Mycoplasma pneumoniae,

Chlamydophila pneumoniae, S. Aureus,

group A streptococcus

5 – 18 tahun

≥ 18 tahun

M. pneumoniae, S. pneumoniae, C.

pneumonia, H. influenzae (type b*,

nontypable), influenza virus, adenoviruses,

other respiratory viruses

M. pneumoniae, S. pneumoniae, C.

pneumonia, H. influenzae (type b*,

nontypable), influenza virus, adenoviruses,

Leigionella pneumophila

*H. Influenza type b sudah jarang ditemukan setelah penggunaan universal

imunisasi H. Influenza type b

DIAGNOSIS

Diagnosis pneumonia ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

Dari anamnesis, bisa didapatkan keluhan demam tinggi, batuk, gelisah,

rewel, dan sesak nafas. Pada bayi gejalanya bisa tidak khas, seringkali tanpa ada

demam dan batuk. Sedangkan pada anak yang lebih besar dapat mengeluhkan

nyeri kepala, nyeri abdomen yang disertai muntah.

Pemeriksaan Fisik

9

Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok usia

tertentu.

Tabel 1 Manifestasi Klinis Penumonis Berdasarkan Kelompok Umur

Kelompok Usia Gejala dan Tanda Klinis

Neonatus Takipnea, grunting, pernafasan cuping hidung, retraksi

dinding dada, sianosis, malas menetek

Bayi Jarang ditemukan grunting. Gejala lain yang sering terlihat

adalah batuk, panas dan iritabel.

Anak prasekolah Demam, pernafasan cuping hidung, retraksi dinding dada,

disertai batuk produktif/non produktif dan dispnea.

Anak sekolah dan

remaja

Terdapat tambahan gejala berupa nyeri dada, nyeri kepala,

dehidrasi dan letargi.

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal

sebagai berikut :

a. Takipnea

Takipnea terbukti memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam

mendiagnosis pneumonia. Berdasarkan criteria WHO untuk takipnea adalah

sebagai berikut:

Usia < 2bulan adalah > 60x/ menit

Usia 2 bulan - <12 bulan adalah > 50x/ menit

Usia 12 bulan - <5 tahun adalah > 40x/ menit

Usia 6 tahun sampai pubertas adalah >16-20x/ menit

b. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal,

dan pernapasan cuping hidung.

Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi

dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung;

orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura

yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas

menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding

dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan

10

suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat

apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat

pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih

lemah dibandingkan anak yang lebih tua.

Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan

fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat

dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini

terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak

beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital.

Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”,

adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya

distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara

abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung

memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas

atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas

dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.

c. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan

getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi

perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi

akan berkurang.

d. Pada perkusi tidak terdapat kelainan

e. Pada auskultasi ditemukan fine crackles (ronchi basah halus).

Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan

berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi

ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi),

keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak

(tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari

mekanisme terjadinya).

Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret

jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

11

f. Bisa terjadi iritasi pleura yang menyebabkan nyeri dada. Bila berat

gerakan dada tertinggal waktu inspirasi dan anak akan terlihat berbaring ke

arah sisi yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa nyeri tersebut dapat menjalar ke

leher, bahu dan perut.

Penentuan derajat beratnya pneumonia yang diderita pasien dapat menggunakan

kriteria yang dikeluarkan oleh WHO.

Tabel 2 Derajat Berat Penyakit Pneumonia Berdasarkan Gambaran Klinis untuk

Anak Usia Kurang dari 2 Bulan

Beratnya Penyakit Gambaran Klinis

Pneumonia sangat

berat

Terdapat tanda bahaya yaitu:

Kurang mau minum, kejang, wheezing, stridor, mengantuk

atau penurunan kesadaran, febris atau hipotermi

Pneumoni berat Tarikan dinding dada yang jelas tampak atau nafas cepat

Bukan pneumonia Tidak da tarikan dinding dada atau nafas cepat

Tabel 3 Derajat Berat Penyakit Pneumonia Berdasarkan Gambaran Klinis untuk

Anak Usia 2 Bulan sampai 5 Tahun

Gambaran Klinis Beratnya Penyakit

Tidak dapat makan, atau distress pernafasan berat atau

sianosis sentral, atau kesadaran menurun atau kejang

Pneumonia sangat

berat

Tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada tanda

pneumonia sangat berat

Pneumonia berat

Napas cepat dan tidak ada tanda pneumonia berat atau

sangat berat

Bukan pneumonia

berat

Tidak ada tanda pneumonia atau pneumonia sangat berat Bukan pneumonia:

batuk atau flu

Meskipun penyebab pneumonia sulit ditentukan, tetapi ada beberapa gejala dan

tanda yang dapat dikenali secara klinis, yaitu:

12

Staphylococcus aureus Streptococcus grup A

Progresivitas penyakit sangat cepat

dengan gejala respiratori sangat berat:

grunting, sianosis, takipnea dan

gambaran radiologis necrotizing

pneumonia, pneumonia dengan

komplikasi (efusi pleura, empiema,

piopneumotoraks), perburukan klinis

dan radiologis yang sangat cepat atau

pada keadaan pascainfeksi campak

(saat ini atau 4 minggu sebelumnya).

Pada kulit penderita dapat dijumpai

bisul atau abses.

Penyebab tersering faringitis, tonsillitis

dengan limfadenitis koli, demam,

malaise, sakit kepala dan gejala pada

abdomen. Sering merupakan

komplikasi infeksi kulit pada anak

dengan varisela. Penyakit memburuk

dalam 24 jam. Sering diikuti dengan

syok septic, empiema, dan pneumatokel

yang terjadi dalam beberapa hari

sampai 1 minggu setelah pengobatan.

Pemeriksaan Radiologi

Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior (PA) merupakan dasar

diagnosis utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi

tambahan (tidak rutin dilakukan). Untuk Negara berkembang foto Rontgen toraks

secara rutin tidak direkomendasikan terutama pneumonia yang tidak memerlukan

perawatan di rumah sakit.

Indikasi spesifik foto Rontgen toraks adalah pneumonia sangat berat,

dugaan komplikasi pneumonia (misal efusi pleura), atau tidak berespon terhadap

terapi yang diberikan dan kecurigaan tuberculosis. Indikasi tambahan lainnya

adalah gejala atipikal dan pemantauan pada anak dengan kolaps lobar atau gejala

yang berlanjut.

Pemeriksaan foto Rontgent toraks ulang hanya dilakukan bila pada foto

sebelumnya didapatkan lobar collapse, gambaran round pneumonia, atau bila

gejala menetap atau memburuk.

Pada bayi dan anak yang kecil, gambaran radiologis sering tidak sesuai

dengan gambaran klinis. Foto rontgen tidak dapat membedakan pneumonia

bakteri dan pneumonia virus.

13

Gambaran radiologis yang klasik dapat berupa: konsolidasi lobar atau

segmental disertai air bronchogram, biasanya disebabkan infeksi pneumococcus

sp. atau bakteri lain.

Pneumonia interstisial, biasanya karena virus atau mikoplasma; gambaran

berupa corakan bronkovaskular bertambah, peribronchial cuffing dan

overaeration, bila berat dapat terjadi patchy consolidation karena atelektasis.

Gambaran difus bilateral, corakan peribronkial bertambah, dan infiltrate halus

sampai ke perifer. Gambaran pneumonia karena S. aureus biasanya menunjukan

pneumatokel.

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit.

Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.

Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3

dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3

dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran

ke kiri serta peningkatan LED.

Pengukuran saturasi oksigen merupakan pemeriksaan non invasive yang

dapat memperkirakan oksigenasi arteri. Semua anak yang dirawat inap karena

pneumonia seharusnya diperiksa pulse oxymetri. Pemeriksaan ini sangat

dianjurkan untuk Negara berkembang dengan keterbatasan sarana untuk

mendeteksi hipoksemia. Analisa gas darah dapat menunjukkan hipoksemia dan

hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

Diagnosis pasti pneumonia bacterial yaitu dengan isolasi mikroorganisme

dari paru, cairan pleura atau darah, namun karena bersifat invasif menjadikan

prosedur tersebut tidak rutin dilakukan. Walaupun kurang berguna, tetapi jika

anak memungkinkan untuk mengeluarkan sputum, maka dapat diperiksa preparat

gram. Rapid test untuk deteksi antigen bakteri mempunyai spesifisitas dan

sensitivitas rendah. Pemeriksaan biakan darah harus dilakukan pada semua anak

yang dicurigai menderita pneumonia bakteri, pneumonia berat, pneumonia dengan

komplikasi. Hasil positif pada kultur darah hanya kurang lebih pada 10-30%

kasus.

14

Pemeriksaan C-reactive protein perlu dipertimbangkan untuk pneumonia

dengan komplikasi dan dapat bermanfaat untuk melihat respon antibiotic, namun

tidak dapat membedakan antara pneumonia akibat virus ataupun bakteri.

KOMPLIKASI

Komplikasi pada pneumonia lebih sering disebabkan oleh bakteri

dibandingkan dengan virus. Komplikasi dari pneumonia meliputi:

Kegagalan respirasi dan sirkulasi

Penderita pneumonia sering mengeluhkan kesulitan bernafas, dan

terkadang tidak dapat hidup tanpa bantuan pernafasan. Bantuan pernafasan dapat

berupa alat non invasif seperti mesin bi-level positive airway pressure maupun

invasif seperti endotracheal tube dan ventilator.

Pneumonia dapat juga menyebabkan acute respiratory distress syndrome

(ARDS) yang ditimbulkan oleh respon infeksi dan inflamasi. Paru-paru dengan

cepat terisi oleh cairan dan menjadi sangat kaku. Kekakuan paru-paru yang

disertai akumulasi cairan menimbulkan gangguan pertukaran oksigen.

Sepsis dan shock sepsis juga merupakan suatu komplikasi yang potensial

pada pneumonia. Sepsis terjadi ketika mikroorganisme masuk ke pembuluh darah

dan sistem imun merespon dengan mensekresikan sitokin. Sepsis paling sering

terjadi pada pneumonia bakterial, biasanya penyebabnya adalah Streptococcus

pneumoniae. Pasien dengan sepsis atau sepsis shock membutuhkan perawatan di

intensive care unit (ICU). Sepsis dapat menyebabkan kerusakan liver, ginjal dan

jantung, dan sering menyebabkan kematian.

Efusi pleura, empiema, dan abses

Mikroorganisme yang menginfeksi paru dapat menimbulkan ekstravasasi

cairan pada pleura (efusi pleura). Apabila mikroorganisme terdapat pada rongga

pleura, mikroorganisme tersebut dapat menghasilkan pus yang menimbulkan

empiema. Mikroorganisme yang paling sering menyebabkan empiema adalah S.

aureus dan S. pneumoniae. Cairan pada pleura harus didrainase dengan jarum

(thoracocentesis) dan diperiksa. Pada kasus empiema berat, pembedahan mungkin

15

diperlukan. Bila cairan tidak di drainase, infeksi dapat terus ada, karena antibiotik

tidak dapat penetrasi dengan baik ke rongga pleura.

Bakteri dalam paru-paru dapat membentuk suatu kantong cairan yang

terinfeksi (abses) namun hal ini jarang terjadi. Abses paru-paru dapat terlihat

dengan foto thoraks atau CT scan thoraks. Abses biasanya terjadi pada pneumonia

aspirasi dan sering mengandung beberapa tipe bakteri. Antibiotik biasanya cukup

untuk menangani abses paru, tapi terkadang abses harus di drainase oleh

pembedahan.

Gambar 3 Foto Rontgen Right Lateral Decubitus Pasien dengan Efusi Pleura

Foto thoraks diatas menunjukkan suatu efusi pleura. Tanda panah A

menunjukkan "lapisan cairan" pada paru-paru kanan. Tanda panah B

menunjukkan lebar dari paru-paru kanan. Volume paru-paru yang masih dapat

digunakan berkurang karena adanya pengumpulan cairan disekitar paru-paru.

PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksaan umum

a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau

SaO2 ≥ 95%.

b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

d. Pemberian antipiretik.

2. Penatalaksanaan khusus

Pengobatan harus segera diberikan setelah pneumonia bakterial didiagnosis

atau sangat kuat diduga. Di dalam pemilihan antibiotik, harus diperhatikan

manifestasi klinis, laboratorium, dan gambaran foto thoraks. Pemilihan

antibiotik awal tergantung pada kelompok usia anak, data epidemiologi lokal

patogen saluran respiratorik dan sensitifitasnya terhadap antibiotik yang

diberikan.

3. Pemberian antibiotik empiris berdasarkan usia :

16

- Bayi lahir sampai usia 3 minggu : ampisilin dan gentamisin intravena,

apabila keadaan berat dapat diberikan sefalosporin generasi ketiga

misalnya sefotaksim (sambil tetap diberikan ampisilin).

- Bayi usia 3 minggu-3 bulan : seftriakson 50 mg/kgBB/hari

- Usia 4 bulan-4 tahun : ampisilin 200 mg/kgBB/hari, dalam keadaan berat

dapat diberikan seftriakson

- Pada usia ≥ 5 tahun : azitromisin 10 mg/kgBB dosis tunggal untuk hari ke-

1 dan dilanjutkan 5 mg/kgBB untuk hari ke 2 sampai hari ke 5 atau

eritromisin 30-40 mg/kgBB/hari setiap 12 jam dibagi 2 dosis selama 7-10

hari

4. Pemberian antibiotik sesuai dengan penyebab :

- S. aureus : kloksasilin 100-200 mg/kgBB/hari i.v

- M. Pneumoniae : eritromisin, azitromisin, klaritromisin.

- S. pneumoniae : ampisilin 200 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis

- H. Influenzae : ampisilin, kloramfenikol, seftriakson, dan ampisilin-

sulbaktam.

Tabel 3 Dosis Antibiotik untuk Pneumonia

Obat Cara pemberian Dosis (harian) Frekuensi

Gol. Penisilin

Ampisilin i.v./i.m./p.o. 100-200 4-6

Amosisilin p.o. 25-100 8

Tikarsilin i.v./i.m. 300-600 4-6

Oksasilin i.v. 150

Kloksasilin i.v. 100 4-6

Dikloksasilin i.v. 25-80 4-6

Gol. Sefalosporin

Sefalotin i.v. 75-150 6

Sefuroksim i.v. 100-150 6-8

Sefotaksim i.v. 50-200 6

Seftriakson i.v./i.m. 50-100 12-24

Seftazidim i.v. 100-150 8

17

Obat Cara pemberian Dosis (harian) Frekuensi

Gol. Aminoglikosid

Gentamisin i.v./i.m. 5 8

Amikasin i.v./i.m. 15-20 6-8

Netilmisin i.v. 4-6 12

Gol. Makrolid

Eritromisin p.o./i.v. lambat 30-50 / 40-70 6

Roksitromisin p.o. 5-8 12

Klaritromisin p.o. 5-8 12

Azitromisin p.o. 10 24

Klindamisin p.o. 10-30 6

i.v. 15-40 6

Kloramfenikol i.v./p.o. 75-100 / 50-75 6

Tambahan :

a Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan

pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi

antibiotik awal.

b Tidak direkomendasikan pemberian obat antitusif karena dapat

menyebabkan penekanan batuk yang akan mengganggu kliren saluran

respiratorik.

c Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,

takikardi, atau penderita kelainan jantung.

PENCEGAHAN

Terdapat beberapa cara untuk mencegah infeksi pneumonia. Pengobatan

dengan tepat dari penyakit yang mendasarinya (seperti AIDS) dapat menurunkan

risiko pneumonia. Penghentian merokok penting dilakukan karena dapat

mengurangi kerusakan paru-paru dan meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh

dalam melawan pneumonia.

18

Pemberian vaksin dapat mencegah berbagai jenis pneumonia. Vaksin

tersebut antara lain vaksin pneumokokal, vaksin HiB, vaksin influenza dan vaksin

varisela.

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Correa Armando.G, Starke Jeffrey R. Kendig’s Disorder of the

Respiratory Tract in Children: “Bacterial Pneumoniasi”, Sixth Edition. WB.

Saunders Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo.

1998.

2. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC.

Jakarta : 1997. Hal 633.

3. O’Brodovich Hugh M, Haddad Gabriel G. Kendig’s Disorder of the

Respiratory Tract in Children: “The Functional Basis of Respiratory

Pathology and Disease”, Sixth Edition. WB. Saunders Company Philadelphia,

London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998.

4. Pasterkamp Hans. Kendig’s Disorder of the Respiratory Tract in

Children :”The History and Physical Examination” , Sixth Edition. WB.

Saunders Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo.

1998.

5. Reinhard V. Putz, Reinhard Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2.

Edisi 21. Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 2000. Hal 99.

6. Sectish Theodore C, Prober Charles G. Nelson Textbook of Pediatrics :

“Pneumonia”. Edisi ke-17. Saunders. 2004.

7. Ostapchuk M, Roberts DM, Haddy R. Community-Acquired Pneumonia

in Infants and Children. American Familiy Physician serial online 2004; 70:

899-908. Available from www.aafL.org/afp

8. Kumar, Cotran, Robbins: Robbins Basic Pathology. 7th ed. India : Elsevier;

2003; 478-84

20