Referat Peritonitis

48
BAB I PENDAHULUAN Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cernas sehingga terjadilah peritonitis. Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, ataudari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yangberakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 1

Transcript of Referat Peritonitis

Page 1: Referat Peritonitis

BAB I

PENDAHULUAN

Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut

yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini

memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada

perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat

menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cernas

sehingga terjadilah peritonitis.

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat

penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi

ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi,

ataudari luka tembus abdomen.

Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil-

kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan

adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan

terjadinya peritonitis.

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap

keterlambatan akan menimbulkan penyakit yangberakibat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari

kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.

Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai penanganan peritonitis. Peritonitis selain

disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan penyulitnya, juga

oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cedera

langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.

1

Page 2: Referat Peritonitis

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI PERITONEUM

Anatomi

Peritoneum merupakan selapis sel mesotelium komplek dengan membran basalis

yang ditopang oleh jaringan ikat yang kaya akan pembuluh darah. Peritoneum terdiri dari

peritoneum parietal yang melapisi dinding bagian dalam rongga abdomen, diafragma dan

organ retroperitoneum dan peritoneum visceral yang melapisi seluruh permukaan organ

dalam abdomen. Luas total peritoneum lebih kurang 1,8 m2. Setengahnya ( ± 1 ) m2

berfungsi sebagai membran semipermeabel terhadap air, elektrolit dan makro serta mikro

molekul.Cavum peritoneum merupakan ruangan diantara peritoneum parietalis yang melapisi

dinding abdomen dan lipatan peritoneum viseralis, yang menahan organ abdomen dengan

cavum abdomen. Cavum peritoneum mengandung sejumlah kecil dari cairan serous. Cairan

melumasi peritoneum viseralis dan membuat gerakan dari organ abdomen menjadi lebih bebas.

Cavum peritoneum dibagi menjadi ruang-ruang yang saling berhubungan oleh 11 ligamen

dan mesenterik. Ligamen peritoneal atau mesenterik adalah koronaria,gastrohepatik,

hepatoduodenal, falciformis, gastrokolik, duodenokolik, gastrosplenik,splenorenal, dan

ligamen phrenikocolik dan mesokolon transversum serta mesenterik  jeujenalis. Struktur ini

membagi abdomen menjadi sembilan ruang, yaitu subfrenik kanan dan kiri, subhepatik,

supramesenterik dan inframerenterik, paracolic kanan dan kiri, pelvis dan ruang lesser.

Ligamen, mesenterik dan cavum peritoneum ini menunjukkan sirkulasi dari cairan dalam

cavum peritoneum dan dapat berguna untuk memprediksi rute dari penyebaran dari penyakit

infeksi dan keganasan. Sebagai contoh, perforasi duodenum dari penyakit ulkus peptikum

dapat menyebabkan pergerakan dari cairan (abses) ke ruang subhepatik, parakolik gut kanan

dan pelvis.

2

Page 3: Referat Peritonitis

Ligamen dan Mesentrik dari Peritoneum

Cavum peritoneum potongan sagital

3

Page 4: Referat Peritonitis

Vaskularisasi

Peritoneum parietalis dan viseralis berkembang dari lapisan somatopleura dan

splanikopleura masing– masing berasal dari mesoderm. Oleh karena itu peritoneum parietalis

disuplai oleh pembuluh darah dari abdomen dan dinding pelvis. Peritoneum parietalis

divaskularisasi oleh cabang dari pembuluh darah interkostalis, subkostalis, lumbalis, dan

iliaka sedangkan peritoneum viseralis berasal dari pembuluh darah splanikus. Pembuluh

limfe yang bertanggung jawab untuk aliran di peritoneum sebagian besar oleh pembuluh-

pembuluh limfe subdiafragma yang kemudian dialirkan melalui duktuss limfatikus kanan dan

duktus limfatikus thoraks kiri ke sirkulasi vena.Vena– vena pada dinding abdomen dapat

dibedakan dalam kelompok superficial dan profunda. Pada permukaan depan abdomen vena

membentuk jala venous yang luas di dalam jaringan subkutis. Bagian atas abdomen mengalirkan darahnya

ke vena thoracoepigastrica,terus ke arah atas masuk ke dalam vena thoracica lateralis lalu

vena axillaris.Pada bagian bawah abdomen darah dialirkan ke dalam vena epigastrika

superfisialiske bawah untuk selanjutnya masuk ke vena saphena magna lalu ke vena

femoralis ataulangsung ke vena femoralis. Pada permukaan depan abdomen di sekitar

umbilicus terdapat jaringan vena yang disebut pleksus venosus umbilikalis. Pleksus venosus 

ini mempunyai hubungan dengan sistem collateralis vena porta melalui vena kecil sepanjang

ligament tereshepatis, disebut vena para umbilicalis. Vena yang profundus terdiri dari vena

epigastrikainferior dan vena circumflexa iliaca profunda yang bermuara ke dalam vena iiaca

eksterna.Vena epigastrica superior bermuara ke dalam vena thoracica interna (mammaria

interna).

4

Page 5: Referat Peritonitis

Vaskularisasi peritoneum

A. mesentrika inferior mempersarafi peritoneum visceralis dan colon

5

Page 6: Referat Peritonitis

Inervasi

Peritoneum di inervasi oleh cabang dari saraf interkostalis 7 –11 yang menginervasi otot

dan kulit dari dinding abdomen. Peritoneum parietalis diinervasi oleh serabut saraf somatik

dan viseral yang cukup sensitif merespon terhadap berbagai stimulus yang diberikan ke kulit.

Peritoneum parietalis anterior merupakan bagian yang paling sensitif, dan peritoneum pelvis

relatif kurang sensitif. Nyeri tekan dan nyeri lepas, nyeri lokal atau peradangan dari

peritoneum parietalis menyebabkan mekanisme pertahanan dari otot abdomen yaitu reflek

spasme dari otot abdomen, tanda tersebut sangat berguna untuk menentukan adanya kelainan

intra abdomen dan tingkat keparahan penyakit. Berbeda dengan peritoneum parietalis,

peritoneum viseralis menerima inervasi afferen hanya dari sistem saraf otonom yang kurang

sensitif. Saraf viseral afferen utamanya respon terhadap tarikan atau regangan, agak kurang

terhadap tekanan dan rupanya tidak mempunyai reseptor yang mampu menghantarkan nyeri

dan sensasi suhu. Rangsangan dirasakan sebagai rasa tidak nyaman yang kurang terlokalisasi,

terkadang dengan karakter seperti nyeri kolik yang tumpul.

6

Page 7: Referat Peritonitis

FISIOLOGI

Permukaan peritoneum licin dan diminyaki oleh sejumlah kecil cairan, dengan

demikian dapat memberikan gerakan yang bebas dari usus untuk melakukan fungsi peristaltiknya. Dalam

keadaan normal, cairan hipotonik, isotonik, dan benda asing mikroskopik diserap oleh

pembuluh darah kapiler dari sistem porta dan sistem limfatik.Kedua jaringan ini penting

sebagai mekanisme pertahanan tubuh. Peritoneum dapat bertahan terhadap infeksi dan bakteri

yang terjadi saat kontaminasi operasi dengan suatu mekanismepertahanan yaitu oleh

fagositosis leukosit polimorfonuklear,. Peritoneum merupakan membrane semipermiabel dua

arah yang mengatur jumlah dari cairan dalam cavum peritoneum. mengasingkan dan

menghilangkan bakteri dari cavum peritoneum dan memfasilitasi migrasidari sel radang

melalui mikrovaskular ke cavum peritoneum. Normalnya terdapat kurang dari100 ml cairan

serous yang steril pada cavum peritoneum. Mikrovili pada permukaan dari mesotelium

meningkatkan meningkatkan absorbsi cairan dalam cavum peritoneum dengan cepat ke

sistem limfatik dan sistem portal serta sirkulasi sistemik. Sirkulasi cairan dalamcavum

peritoneum dilakukan oleh gerakan dari diafragma. Pori-pori intersellular pada peritoneum

yang melapisi bagian inferior dari diafragma pertama kali diperkenalkan oleh von

Recklinghausen pada tahun 1863 dan dinamakan stomata. Pori-pori interselluler

ini,menghubungkan kelenjar limfatik dengan diafragma. Getah bening mengalir dari terusan

kelenjar getah bening diafragma melalui kelenjar getah bening subpleura menuju kelenjar

getah bening regional dan pada akhirnya ke duktus torakikus. Relaksasi diafragma selama

ekshalasi membuka stomata dan tekanan negatif intra thorak menarik cairan dan partikel

termasuk bakteri kedalam stomata. Kontraksi dari diafragma selama inhalasi mendorong

getah bening melalui saluran kelenjar getah bening medistinum menuju duktus

torakikus.Dapat dikatakan bahwa “pompa diafragma” mengatur pergerakan dari cairan

peritoneum kearah cranial ke diafragma dan menuju pembuluh limfe thorak.

7

Page 8: Referat Peritonitis

Respon peritoneum dan cavum peritoneum terhadap infeksi dengan:

(1) Bakteri dengan cepat dipindahkan dari cavum peritoneum melalui stomata diafragma dan

kelenjar getah bening.

(2) Makrofag peritoneum melepaskan mediator pro inflamasi yang meningkatkanmigrasi dari

leukosit ke cavum peritoneum dari mikrovaskular disekitarnya.

(3) Degranulasi dari sel mast peritoneum melepaskan histamin dan zat vasoaktif lainnya

menyebabkan vasodilatasi lokal dan ekstravasasi dari cairan yang kaya protein mengandung

komplemen dan immunoglobulin ke dalam cavumperitoneum.

(4) Protein dalam cairan peritoneum memakan bakteri, sepanjang aktivasi darikaskade

komplemen, meningkatkan fagositosis dan destruksi bakteri oleh neutrofil dan makrofag.

(5) Bakteri menjadi terisolasi dengan bahan-bahan fibrin, dengan cara demikian menyebabkan

terbentuknya abses dan membatasi penyebaran yang menyeluruh dari infeksi.

8

Page 9: Referat Peritonitis

BAB III

PEMBAHASAN

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen

dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut

maupun kronis ynag ditandai dengan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada

palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.peritonitis dapat bersifat local

maupun generalisata. Gejala yang terjadi dapat berbeda menurut luasnya keterlibatan, lokasi,

penyebab, atau seberapa cepat onsetnya sebagai akibat dari peradangan. Peritonitis primer disebabkan

infeksi dari bakteri, chlymidia, fungi atau mycobacterium tanpa adanya perforasi dari

traktusgastrointestinal, sedangkan peritonitis sekunder terjadi akibat perforasi dari traktus

gastrointestinal atau hasil dari kontaminasi bakteri yang berasal dari organ dalam

abdomenatau sumber dari luar tubuh. Penyebab yang tersering dari peritonitis sekunder

adalah ulcus pepticum perforata, apendisitis akut perforata, divertikulum colon perforata dan

penyakitradang panggul (pelvic inflammatory disease). Perforasi dapat disebabkan penetrasi

trauma abdomen, dapat dikarenakan iatrogenic karena penggunaan instrumen pada traktus

gastrointestinal, dapat timbul pada prosedur radiologi atau selama periode post operatif

ETIOLOGI

Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)

dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen,tetapi biasanya

terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga ke rongga peritoneal menjadi

translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi

penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik.

Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan

abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites.

Pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%,

Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri

gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%,dan

golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri.

Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis,

9

Page 10: Referat Peritonitis

(infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama

disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier

terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis

sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier

biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat

peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia,

misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses inflamasi transmural

dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn).

PATOFISOLOGI

Setiap kasus dari peritonitis dengan penyebab apapun menyebabkan timbulnya berbagai

tahapan respon. Respon primer yang terjadi pada peradangan peritoneum adalah meliputi

respon terhadap membran peritoneum, saluran cerna, dan cairan tubuh, lalu respon sekunder

memperngaruhi produksi endokrin sekunder, jantung, pernapasan, ginjal dan respon

metabolic.

Respon Primer Pada Peritonitis

 

Peradangan Membran.

Respon peritoneum terhadap adanya peradangan adalah dengan vasodilatasi

pembuluh darah yang diikuti dengan transudasi. Transudasi cairan rendah protein

yang berasal dari cairan interstitial kedalam cavum abdomen diikuti dengan masuknya

sel polimorfonuklear dari pembuluh darah kedalam cavum abdomen. Transudasi

cairan interstitial kedalam cavum peritoneum melewati peritoneum yang mengalami

peradangan diikuti dengan eksudasi cairan kaya protein. Cairan eksudat ini

mengandung fibrin dan protein plasma dalam jumlah yang sangat besar. Respon ini

dapat membantu untuk membatasi sumber dari kontaminasi peritoneum agar tidak

meluas. Pada awal peritonitis, peritoneum yang mengalami radang absorbsinya sedikit

meningkat. Absorbsi ini lebih terlihat pada makromolekul daripada mikromolekul.

Pada stadium berikutnya, dan peritonitis kronik, absorbsi peritoneum menjadi

menurun. Selama fase awal vaskular dan transudatif,peritoneum bekerja sebagai jalan

dua arah‟, dengan cara ini selain mengeluarkan cairan transudat ke dalam cavum

10

Page 11: Referat Peritonitis

abdomen, peritoneum juga mengabsorbsi toksin dan bahan lainnyayang terdapat di

cairan peritoneum untuk memasuki sistem limfatik dan pembuluh darah,dengan ini

akan menimbulkan gejala sistemik. Perubahan metabolik dari peritoneum yang

mengalami peradangan sama seperti yangterjadi pada peradangan di kulit tapi timbul

lebih cepat. Terjadi peningkatan sintesis dari membran glikoprotein dan proteoglikan.

Konsentrasi asam uronik yang meningkat dapat mencerminkan eksudasi dari protein

plasma pada stadium awal peritonitis. Pada stadium selanjutnya terjadi peningkatan

sintesis glikoaminoglikan akibat aktivasi dari fibroblast dan sel mesotelial.

 

Respon Usus

Hipermotilitas usus terjadi sebagai respon awal dari usus terhadap iritasi peritoneum

yang bersifat sementara. Setelah beberapa waktu, motilitas usus menurun dan akan

menyebabkan terjadinya ileus paralitik total. Akibatnya akan terjadi distensi usus

karena akumulasi dari udara dan cairan pada lumen usus. Pada keadaan ini terjadi

peningkatan dari sekresi cairan kedalam lumen usus, sedangkan terjadi gangguan dari

absorbsi cairan. Pada peritonitis terjadi penumpukan cairan didalam lumen usus yang

dapat mengakibatkan penurunan cairan ekstraseluler. Pada peritonitis bakterial terjadi

penurunan konsumsi oksigendari usus yang disebabkan adanya bahan-bahan toksik yang

dihasilkan oleh bakteri di absorbsi melalui permukaan dari peritoneum

Hipovolemik

Peritoneum bereaksi terhadap peradangan dengan melakukan dilatasi pembuluh darah

dan membanjiri cavum peritoneum dengan cairan yang menyerupai plasma dari ruang

ekstraselluler, intravaskuler dan bagian interstitial kedalam sebagai suatu cairan

eksudat. Hal ini menyebabkan terjadinya edema pada jaringan ikat longgar dibawah

mesotelium dari visera dan mesenterik akibat cairan ekstraselular yang terperangkap

didalamnya. Usus yang atoni, dan dilatasi juga menyebabkan menumpuknya cairan dalam lumen

yang berasal dari cairan ekstraseluler. Perpindahan cairan ini dapat mengurangi jumlah

dari cairan tubuh terutama volume cairan ekstraselular dan dapat berakibat pada

organ–organ terkait lainnya.

11

Page 12: Referat Peritonitis

Respon Sekunder Pada Peritonitis

Respon Endokrin

Pada peritonitis terjadi rangsangan pada banyak organ endokrin. Adanya peritonitis

menyebabkan respon cepat dari medulla kelenjar adrenal untuk melepaskan epinefrin dan

nor-epinefrin yang mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi sisitemik, takikardi dan

meningkatnya eksresi dari kelenjar keringat. Peradangan peritoneum juga menyebabkan

peningkatkan sekresi dari hormon kortikal oleh korteks adrenal pada 2 - 3 hari awal

terjadinya peradangan. Sebagai respon terhadap hipovolemi, sekresi dari hormon

aldosterondan anti diuretik juga ditingkatkan, agar terjadi peningkatan retensi natrium dan air

pada ginjal

12

Page 13: Referat Peritonitis

Respon Jantung

Pengaruh peritonitis pada fungsi jantung mencerminkan adanya penurunan volume cairan

ekstraselluler dan perjalanan dari asidosis. Penurunan volume cairan, menyebabkan

penurunan dari venous return dan cardiac output. Sebagai usaha untuk mempertahankan

cardiac output maka denyut jantung ditingkatkan. Asidosis yang terus berjalan dapat

menyebabkan gangguan pada kontraktilitas jantung dan lebih jauh lagi dapat menurunkan

cardiac output. Gangguan ini terjadi akibat kegagalan transport oksidatif membran selama

adanya asidosis.

 

Respon Pernafasan

Penurunan dari volume ventilasi diakibatkan oleh distensi dari abdomen yang utamanya

karena ileus paralitik, ditambah dengan pembatasan dari pergerakan diafragma dan interkosta

akibat nyeri, menyebabkan dan gambaran awal dari atelaktasis basiler. Pada awal perjalanan

peritonitis, dapat terjadi peningkatan ventilasi, yang distimulasi oleh keadaan hipoksia dan

oleh karena terjadi akumulasi bahan asam dan produk metabolisme anaerob dari jaringan

tubuh

 Respon Ginjal

Pada peritonitis terjadi hipovolemik yang dapat menurunkan jumlah cardiac output dan

sebagai kompensasi, tubuh meningkatkan sekresi dari hormon anti diuretik dan aldosteron

yang bekerja secara sinergis pada ginjal. Aliran darah ke ginjal yang terus menurun

menyebabkan penurunan dari filtrasi glomerulus dan menyebabkan menurunnya

pembentukan urine di tubulus. Volume pengeluaran urine berkurang dan kapasitas ginjal

untuk mengatur pengeluaran dari cairan terganggu. Hal ini dapat memicu terjadinya

asidosismetabolik.

 

Respon Metabolik

Rata-rata metabolik biasanya meningkat karena terjadi peningkatan kebutuhan oksigen.

Secara bertahap, kapasitas dari paru-paru dan jantung untuk menyalurkan oksigen mulai

berkurang. Sirkulasi yang buruk menyebabkan pergeseran metabolisme di otot dan

di jaringan perifer dari metabolisme aerob menjadi anaerob. Sebagai hasilnya, produk akhir

metabolisme anaerob dari karbohidrat menumpuk dan terjadi lakto asidosis. Penurunan dari

pembuangan larutan asam dari ginjal yang dikarenakan penurunan perfusi ginjal13

Page 14: Referat Peritonitis

ikut berperan terhadap terjadinya asidosis metabolik. Sebagai kompensasi, tubuh melakukan

usaha dengan meningkatkan respirasi untuk mengeluarkan karbon dioksida, akan tetapi usaha

respirasi tersebut meningkatkan kebutuhan perfusi dari otot pernafasan sedangkan

sudahterjadi gangguan sirkulasi. Penyebab lain dari asidosis pada peritonitis dapat

disebabkan oleh bakteri yang menyebabkan infeksi itu sendiri. Bakteri tersebut memproduksi

laktat sebagai hasil dari metabolism. Laktat ini menumpuk pada cairan tubuh dan

menyebabkan terjadinya asidosis. Glikogen dalam hepar yang disimpan digunakan dengan

cepat pada peritonitis.Sekresi insulin oleh sel beta pankreas juga meningkat, akan tetapi

terdapat resistensi insulin relatif terhadap penggunaan glukosa sebagai sumber energi pada

otot, sehingga tetap terjadi defisit energi. Lipolisis juga ikut meningkat pada peritonitis, akan

tetapi lemak tidak digunakan sebagai sumber energi yang efektif pada keadaan ini.

Katabolisme protein terjadipada awal peritonitis dan semakin meningkat sesuai dengan

derajat keparahan

KLASIFIKASI

Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a.Peritonitis bakterial

Primer

Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum

peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat

monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis

bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:

1.Spesifik : misalnya Tuberculosis

Dahulu peritonitis tuberkulosa cukup umum terjadi, insiden dari

peritonitistuberkulosa telah menurun seperti semua bentuk dari tuberkulosis pada

manusia selamabeberapa dekade belakangan ini. Saat ini peritonitis tuberkulosa

merupakan penyakit yang jarang, hanya terjadi pada pasien dengan malnutrisi atau

dengan sirosis.Secara primer dapatterjadi karena penyebaran dari fokus di paru,

intestin atau saluran kemih. Peritoneum merupakan tempat ke-enam yang paling

sering ditempati pada tuberkulosis ekstrapulmoner setelah kelenjar getah bening,

14

Page 15: Referat Peritonitis

saluran kencing, tulang dan sendi, serta meningen. Pada kebanyakan kasus, peritonitis

tuberkulosa berasal dari reaktivasi dari peritonitis laten yang sebelumnya berasal dari

fokus pada paru melalui hematogen. Fokus primer dari infeksi dimana keterlibatan

sekunder cavum peritoneum secara klinis tidak jelas terlihat pada peritonitis

tuberkulosa. Walaupun hampir semua penderita yang meninggal dengan peritonitis

tuberkulosa saat autopsi mempunyai fokus tuberkulosis primer, dan hanya sekitar

sepertiga kasus saat ini dapat didiagnosa secara klinis terdapat fokus primer. Secara

klinis, peritonitis tuberkulosa menunjukkan adanya demam, anoreksia, kelemahan dan

menurunnya berat badan. Ascites hampir selalu didapatkan, dan lebih dari setengah

dari penderita mengakibatkan nyeri abdomen yang tumpul dan merata pada semua

bagian abdomen. Gambaran peritoneoskop dari peritonitis tuberkulosa mempunyai

sifat yang khas.Massa fibrous tipikal seperti stalaktit menggantung dari peritoneum

parietalis pada abdomenbagian bawah. Jika laparotomi dilakukan, biopsi peritoneum

harus dikerjakan.

2.Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis

15

Page 16: Referat Peritonitis

Sekunder

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal

atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan

peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat

terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat

memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Bakteri dapat

berasal dari:

- Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam

cavum peritoneal.

- Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan

oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.

- Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya

appendisitis.

Pada keadaan normal peritoneum tahan terhadap infeksi bakteri. Faktor-faktor yang

meningkatkan terjadinya penyebaran dari peritonitis adalah

Virulensi bakteri yang mengkontaminasi

Flora normal bakteri biasanya terdapat pada penderita dengan peritonitis

supuratif akut akibat kontaminasi dari traktus gastrointestinal. Bakteri yang paling

sering menyebabkanperitonitis termasuk organisme aerobic seperti Escherichia Coli,

16

Page 17: Referat Peritonitis

spesies bacteiodes anaerob,streptococcus aerob dan anaerob, enterococcus, dan

Clostridia. Gabungan dari bakteri aerobdan anaerob dapat menyebabkan peritonitis

yang lebih berat dan kematian

Luas dan durasi dari kontaminasi

Kontaminasi yang besar dan cepat, seperti pada karsinoma caecum yang mengalamiperforasi

biasanya dengan cepat menyebarkan bakteri kedalam cavum peritoneum.Penyebaran bakteri

timbul sebelum mekanisme pertahanan mempunyai cukup waktu untuk melokalisir.

Menurut eksperimen, bakteri atau bahan cairan radiopaque yang di injeksi padasatu

tempat, dapat menunjukkan penyebaran dapat seluruh cavum peritoneum antara

3sampai 6 jam. Penyebaran ini akibat pergerakan normal dari intestinal, dan oleh

efek penghisapan dari diafragma selama proses respirasi dimana terjadi perbedaan

tekanan negatif di antara ruang subfrenik dan ruang peritoneum lainnya,

menyebabkan aliran keatas daricairan dan bahan lainnya, serta efek dari

gravitasi yang dipengaruhi posisi tubuh. Tingkat keparahan dan perluasan dari

peritonitis akibat perforasi gastro intestinalspontan atau akibat trauma berbeda, tidak

hanya dari ukuran tapi juga dari lokasi terjadinyaperforasi. Keluarnya bahan dari

distal ileum atau caecum mempunyai morbiditas yang lebihtinggi dibanding dengan

perforasi dari traktus gastro intestinal. Pada bagian proksima

b. Peritonitis aseptic (kimia)

Bentuk dari peritonitis terjadi akibat bahan iritan masuk kedalam cavum peritoneum,hal ini

biasanya terjadi karena robeknya organ solid atau berongga dalam abdomen. Reaksi inflamasi

yang aseptik memberikan gejala klinis dan respon umum dari perjalanan fisiologistubuh

akibat peritonitis. Translokasi volume plasma ke dalam cavum peritoneum dengan respon

sistemik sekunder dari hipovolemi merupakan reaksi awal utama. Invasi bakteri

sekunder dapat timbul, terkadang terjadi 12 jam pertama setelah terjadicedera pada

peritoneum, walaupun tidak ada bakteri yang masuk ke cavum peritoneum melalui celah

lubang perforasi atau dari lingkungan luar akibat luka trauma. Gejala biasanya mendadak, nyeri

hebat, nyeri tekan dan kekakuan dari otot abdomen. Nyeri pinggang dapatterjadi jika daerah

retroperitoneal ikut terkena

17

Page 18: Referat Peritonitis

Getah lambung

Getah lambung ini dapat sangat mengiritasi peritoneum dan dapat menyebabkan syok dalam

waktu singkat. Bukan hanya karena adanya kandungan asam hidroklorik, tetapi jugakarena

adanya musin dan enzim pencernaan. Getah lambung berjalan ke cavum peritoneummelalui

ulcus duodenum perforata, bahan ini merupakan bahan steril karena merupakanbarier asam

yang normal dari lambung yang efektif membunuh mikrobakteria yang tertelan

 Getah pankreas

Sekresi getah pankreas memasuki cavum peritoneum pada pankreatitis akut atautrauma

pankreas. Pada cara masuk ini yang dikarenakan ruptur duktus pankreatikus atau daripseudo

kista, dengan pengeluaran getah pankreas yang berlebih. Karena getah penkreas larutdi cairan asites,

reaksi peritoneal secara keseluruhanan sangat bervariasi, dari peradangan ringan sampai

berat. Adanya bakteri dan getah pankreas akan menambah hebatnya peritonitisyang terjadi

Empedu

Umumnya, empedu masuk ke cavum peritoneum karena kebocoran akibat ekspolrasidari

duktus koledukus komunis atau operasi lain dari sistem bilier. Ruptur dari kandung empedu

pada cholesisitis akut, perforasi dari karsinoma kantong empedu atau ruptur darikandung

empedu akibat batu empedu karena terjadi nekrosis dari saluran empedu dapatmenyebabkan

cairan empedu masuk ke dalam cavum peritoneum. Walaupun peritonitis empedu diikuti oleh

ruptur dari kandung empedu yang mengalami peradangan, peritonitis bilier dapat terjadi

tanpa diketahui adanya perforasi kandung empedu. Cairan empedu yang steril merupakan

iritan kimia. Biasanya kontaminasi bakteri berhubungan dengan sebab terjadinya ruptur itu

sendiri atau akibat infeksi sekunder.

Darah

Darah intra peritoneal sangat tidak mengiritasi peritoneum.Darah merupakan iritanyang ringan

bagi rongga peritoneal. Adanya bakteri dan benda asing lainnya dapat menyebabkan peradangan. Jika

sel darah merah lisis, sel ini akan mengeluarkan bahan yang bekerja sebagai iritan

hiperosmolar ringan. Ruptur spontan dari arteri organ abdomen, pembuluh darah yang paling

sering mengalami ruptur adalah arteri splanikus dan yang lebih jarang adalah arteri hepatika,

atau gastroepiploika. Ruptur dari lien, hepar atau tumor hepar sering menyebabkan

18

Page 19: Referat Peritonitis

hemoperitoneum akut yang massif. Gejala klinik adalah nyeri abdomendisertai nyeri tekan,

hilangnya bising usus dan gejala lain seperti pada peritonitis. Hitung leukosit dapat

meningkat. Penatalaksanaan termasuk laparotomi dengan segera dan menghentikan sumber

pendarahan

 

Urin

.Ruptur dari kandung kemih biasanya disebabkan trauma berat. Urin yang steril merupakan

bahan yang sangat mengiritasi peritoneum, dan paparan kimia sering diikutidengan infeksi

sekunder. Urin sendiri sebenarnya tidak terlalu mengiritasi, tetapi bila tercemar dengan

bakteri dapat menyebabkan peritonitis hebat

MANIFESTASI KLINIS

SIMPTOM

Nyeri abdomen

Nyeri abdomen merupakan gejala yang hampir selalu ada pada peritonitis. Nyeri biasanya

datang dengan onset yang tiba-tiba, hebat, dan pada penderita dengan perforasi nyerinya didapatkan pada

seluruh bagian abdomen. Seiring dengan perjalann penyakit, nyeri dirasakan terus-menerus,

tidak ada henti-hentinya, rasa seperti terbakar, dan timbul dengan berbagai gerakan. Nyeri

biasanya lebih terasa pada daerah dimana terjadi peradangan peritoneum. Menurunnya

intensitas dan penyebaran dari nyeri menandakan adanya lokalisasi dari proses peradangan,

ketika intensitasnya bertambah meningkat disertai dengan perluasan daerah nyeri

menandakan penyebaran dari peritonitis. Pada peritonitis generalisata biasanya nyeri

abdomen dirasakan menyebar dan meluas

19

Page 20: Referat Peritonitis

Anoreksia, mual, muntah, demam

Pada penderita juga sering didapatkan anoreksia, mual dan dapat diikuti dengan muntah.

Penderita biasanya juga mengeluh haus dan badan terasa seperti demam seringdengan diikuti

mengigil yang hilang timbul. Meningkatnya suhu tubuh biasanya sekitar 38o C sampai 40o

  Syok

Pada beberapa kasus berat, syok dapat terjadi oleh karena dua faktor. Pertama

akibat perpindahan cairan intravaskular ke cavum peritoneum atau ke lumen dari intestin.

Yang kedua dikarenakan terjadinya sepsis generalisata . Yang utama dari septikemia pada

peritonitis generalisata melibatkan kuman gram negatif ( - ) dimana dapat

menyebabkan terjadinya tahap yang menyerupai syok. Mekanisme dari fenomena ini belum

jelas, akan tetapi dari penelitian diketahui bahwa efek dari endotoksin pada binatang

dapat memperlihatkan sindrom atau gejala -gejala yang mirip seperti gambaran yang terlihat

pada manusia.

TANDA

 

Vital sign

Vital sign sangat berguna untuk   menilai derajat keparahan atau komplikasi yang timbul pada

peritonitis. Pada keadaan asidosis metabolik dapat dilihat dari frekuensi   pernafasan yang lebih

cepat daripada normal sebagai mekanisme kompensasi untuk mengembalikan ke keadaaan

normal. Takikardi, berkurangnya volume nadi perifer dan tekanan nadi yang menyempit dapat

menandakan adanya syok hipovolemik   . Hal   –   hal seperti ini harus segera diketahui dan

pemeriksaan yang lengkap harus dilakukan, dengan bagian tertentu mendapat perhatian khusus

untuk mencegah keadaan yang lebih buruk

 

Inspeksi

Tanda paling nyata pada penderita dengan peritonitis adalah adanya distensi dari abdomen.

Akan tetapi, tidak adanya tanda distensi abdomen tidak menyingkirkan diagnos a peritonitis,

terutama jika penderita di periksa pada awal dari perjalanan penyakit, karena dalam 2   –   3 hari

baru terdapat tanda –   tanda distensi abdomen. Hal ini terjadi akiba t penumpukan dari cairan

eksudat tapi kebanyakan distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik.

20

Page 21: Referat Peritonitis

 

Perkusi

Penilaian dari perkusi dapat berbeda tergantung dari pengalaman pemeriksa. Hilangnya pekak

hepar merupakan tanda dari adanya perforasi intestine, hal ini menandakan adanya udara

bebas dalam cavum peritoneum yang berasal dari intestine yang mengalami perforasi.

Biasanya ini merupakan tanda awal dari peritonitis . Perkusi pada ileus paralitik   dapat

ditemukan suara hipersonor akibat akumulasi udara. Jika terjadi pneumoperitoneum karena

ruptur dari organ berongga, udara akan menumpuk di bagian kanan abdomen di bawah diafragma,

sehingga akan ditemukan pekak hepar   yang menghilang pada perkusi .

Palpasi

Palpasi adalah bagian yang terpenting dari permeriksaan abdomen pada kondisi ini. Kaedah

dasar dari pemeriksaan ini adalah dengan palpasi daerah yang kurang terdapat nyeri

tekan sebelum berpindah pada daerah yang dicurigai terdapat nyeri tekan. Ini

terutama dilakukan pada anak dengan palpasi yang kuat langsung pada daerah yang nyeri membuat semua

pemeriksaan tidak berguna. Kelompok orang dengan kelemahan dinding abdomen seperti pada wanita

yang sudah sering melahirkan banyak anak dan orang yang sudah tua, sulit untuk menilai

adanya kekakuan atau spasme dari   otot dinding abdomen. Penemuan yang paling penting

adalah adanya nyeri tekan yang menetap lebih dari satu titik. Pada stadium lanjut nyeri tekan

akan mejadi lebih meluas dan biasanya didapatkan spasme otot abdomen secara involunter.

Orang yang cemas atau yang mudah dirangsang mungkin cukup gelisah, tapi di kebanyakkan

kasus hal tersebut dapat dilakukan dengan mengalihkan perhatiannya. Nyeri tekan lepas

timbul akibat iritasi dari peritoneum oleh suatu proses inflamasi. Proses ini dapat terlokalisir

pada appendisitis dengan perforasi lokal, atau dapat menjadi menyebar seperti pada

pankreatitis berat. Nyeri tekan lepas dapat hanya terlokalisis pada daerah tersebut atau

menjalar ke titik peradangan yang maksimal . Pada peradangan di peritoneum parietalis, otot

dinding perut melakukan spasme secara involunter sebagai mekanisme pertahanan. Pada

peritonitis, reflek spasme otot menjadi sangat berat seperti   papan .

 

Auskultasi

Auskultasi harus dilakukan dengan teliti dan penuh perhatian. Suara usus dapat bervariasi dari

yang bernada tinggi pada seperti pada obstruksi intestinal sampai hampir tidak   terdengar

21

Page 22: Referat Peritonitis

suara bising usus pada peritonitis berat   dengan ileus. Adanya suara borborygmi dan peristaltik

yang terdengar tanpa stetoskop lebih baik daripada perut yang tenang. Ketika suara yang

bernada tinggi tiba –   tiba hilang pada abdomen akut, penyebabnya kemungkinan adalah perforasi dari

usus yang mengalami strangulata

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat

dan asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak

protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan

kultur. Biopsi peritoneum perkutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma

tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.

b. Pemeriksaan radiologi

GAMBARAN RADIOLOGIS

Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam

memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen

3 posisi, yaitu:

1.Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior ( AP ).

2.Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal

proyeksi AP.

3.Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi

AP.Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan foto

polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum, pecahnya usus

buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi adalah :

1.Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line menghilang, dan

kekaburan pada cavum abdomen.

22

Page 23: Referat Peritonitis

2.Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan sabit

(semilunair shadow).

3.Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling tinggi.

Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan dinding abdomen. 

Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum abdomen,

preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intra

peritoneal.

PENATALAKSANAAN

Usaha terapi dan diagnostik harus dikelola secara simultan. Usaha terapi langsung diarahkan

terutama untuk mengembalikan volume cairan efektif seluruh tubuh . Menejemen dari

peritonitis dibagi menjadi pre   opreatif, operatif dan pasca operatif

Persiapan   preoperatif  

Menejemen pengobatan preoperatif yang penting   termasuk   :

A. Resusitasi cairan

B. Antibiotik  

C. Oksigen dan bila diperlukan   dapat menggunakan ventilator

D. Pemasangan nasogastric tube, kateter urin, monitoring vital sign dan keadaan

hemodinamik dan biokimiawi

 

 A. Resusitasi cairan

Peradangan yang menyeluruh pada membran peritoneum menyebabkan perpindahan cairan ekstraseluler

ke dalam cavum peritoneum dan ruang interstitial . Pengembalian volume dalam jumlah yang

cukup besar melalui intravaskular sangat diperlukan untuk   menjaga produksi urin tetap baik

dan status hemodinamik tubuh. Jika terdapat anemia dan terdapat penurunan dari hematokrit

dapat diberikan tranfusi PRC (packed red cell) atau WB (whole blood). Larutan kristaloid atau

23

Page 24: Referat Peritonitis

koloid harus diberikan untuk mengganti cairan yang hilang . Secara teori cairan koloid lebih

efektif untuk mengatasi kehilangan cairan intravaskuler, tapi cairan lebih mahal. Sedangkan

cairan kristaloid lebih murah, mudah didapat tetapi membutuhkan jumlah yang lebih besar

karena kemudian akan di keluarkan lewat ginjal . Suplemen kalium sebaiknya tidak diberikan

hingga perfusi dari jaringan dan ginjal telah adekwat dan urin telah diproduksi

 

B. Antibiotik

Bakteri penyebab tersering dari peritonitis dapat di bedakan menjadi bakteri aerob yaitu

  E.   coli , golongan   Enterobacteriaceae dan Streptococcus , sedangkan bakteri anaerob yang

tersering adalah Bacteriodes   spp,   clostridium,   Peptostreptoococci. Antibiotik berperan

penting dalam terapi peritonitis, pemberian antibiotik secara empiris harus dapat melawan

kuman areob atau anaerob yang menginfeksi peritoneum . Pemberian antibiotik secara empiris

dilakukan sebelum didapatkan hasil kultur dan dapat diubah sesuai dengan hasil kultur dan uji

sensitivitas jika masih terdapat tanda infeksi . Jika penderita baik secara klinis yang ditandai

dengan penurunan demam dan menurunnya hitung sel darah putih, perubahan antibiotik harus

dilakukan dengan hati   –   hati meskipun sudah didapatkan hasil dari uji sensitivitas . Efek

pemberian antibiotik pada peritonitis tergantung kondisi   –   kondisi seperti (1) besar kecilnya

kontaminasi bakteri, (2) penyebab dari peritonitis trauma atau non-trauma, (3) ada tidaknya

kuman opportunistik seperti candidia. Agar terapi menjadi lebih efektif, terapi antibiotik harus

diberikan lebih dulu, selama dan setelah operasi . Pada umumnya penicillin G 1.000.000 U dan

streptomycin 1,0 g harus segera diberikan. Kedua obat ini merupakan bakteriosidal jika

dipertahankan dalam dosis tinggi dalam plasma. Kombinasi dari penicillin dan streptomycin

juga memberikan cakupan dari   bekteri gram   negatif. Penggunaan beberapa juta unit dari

penicillin dan 2,0 g streptomycin sehari sampai didapatka hasil kultur merupakan regimen

terapi yang logis. Pada penderita yang sensitif terhadap penicillin, tetracycline dosis tinggi

yang diberikan secara parentral   lebih baik daripada   chloramphenicol pada stadium awal

infeksi . Pemberian clindamycin atau metronidazole yang dikombinasi dengan aminoglikosid

sama baiknya jika memberikan cephalosporin generasi kedua (cefoxitine, cefotetan,

moxalactam) . Antibiotik   awal yang digunakan cephalosporin generasi ketiga, ampicillin-

sulbactam, titracillin-clavulanic acid, aztreonam atau imipenem-cliastatin untuk cloliform

gram negatif, metronidazole dan clindamycin untuk organisme anarerobik   . Daya cakupan

dari mikroorganisme aerob dan anaerob lebih penting daripada pemilihan terapi tunggal, atau

24

Page 25: Referat Peritonitis

kombinasi. Pemberian dosis antibiotik awal yang kurang adekwat berperan dalam kegagalan

terapi. Penggunaan aminoglikosid harus diberikan dengan hati- hati, karena gangguan ginjal

merupakan salah satu gambaran klinis dari peritonitis, dan penurunan pH intraperitoneum

dapat menggaggu aktivitas obat dalam sel. Pemberian antibiotik diberikan sampai penderita

tidak didapatkan demam,   dengan hitung sel darah putih yang normal .

 C. Oksigen dan Ventilator

Pemberian oksigen pada hipoksemia ringan yang timbul pada peritonitis cukup diperlukan,

karena pada peritonitis terjadi peningkatan dari metabolisme tubuh akibat adanya infeksi,

adanya gangguan pada ventilasi paru-paru. Ventilator dapat diberikan jika terdapat kondisi-

kondisi seperti:(1)ketidakmampuan untuk menjaga ventilasi alveolar yang dapat ditandai

dengan meningkatnya PaCO 50 mmHg atau lebih tinggi lagi.

(2)hipokesemia yang ditandai dengan PaO kurang dari 55 mmHg.

(3)adanya nafas yang cepat dan dangkal.

 D. Intubasi, pemasangan kateter urin,   dan monitoring hemodinamik

Pemasangan nasogastric tube dilakukan untuk dekompresi dari abdomen, mencegah muntah,

aspirasi dan yang lebih penting mengurangi jumlah udara pada usus. Pemasangan kateter untuk

mengetahui fungsi dari kandung kemih dan pengeluaran urine.Vital sign (temperature, tekana

darah, nadi, respiration rate) dicatat paling tidak tiap 4 jam. Evaluasi biokimia preoperatif

termasuk serum elektrolit, kreatinin, glukosa darah, bilirubin, alkali fosfatase dan urinalisis

  Menejemen operatif  

Terapi primer dari peritonitis adalah tindakan operasi. Operasi biasanya dilakukan untuk

mengontrol sumber dari kontaminasi peritoneum. Tindakan ini   dapat berupa penutupan

perforasi usus, reseksi usus dengan anastomosis primer atau dengan exteriorisasi.

Posedur operasi yang spesifik tergantung dari apa yang didapatkan selama operasi

berlangsung, serta membuang bahan   –   bahan dari cavum peritoneum seperti fibrin, feses,

cairan empedu, darah, mucus lambung dan membuat irigasi untuk mengurangi ukuran dan

jumlah dari bakteri virulen .

25

Page 26: Referat Peritonitis

1. Mengontrol sepsis. Tujuan operasi dari peritonitis adalah untuk membuang semua bahan

yang terinfeksi, memperbaiki penyebab utama, dan mencegah komplikasi yang dapat timbul

Kecuali pada awal peritonitis yang terlokalisir, insisi garis tengah memberikan pembukaan

operasi yang terbaik. Jika didapatkan jaringan yang terkontaminasi dan menjadi fibrotik   atau

nekrosis, jaringan tersebut harus dibuang.   Radikal debridement yang rutin dari seluruh

permukaan peritoneum dan organ dalam tidak   meningkatkan tingkat bertahan hidup. Penyakit

primer lalu di obati, dan mungkin memerlukan tindakan reseksi (ruptur appendix atau

kandung empedu), perbaikan (ulcus perforata), atau   darinase (pankreatitis akut)  

3. Peritoneal Lavage. Pada peritonitis yang menyebar, cuci dengan jumlah yang banyak (> 3

L) dari cairan kristaloid isotonic hangat dapat menghilangkan bahan seperti bekuan darah dan fibrin

mencairkan sisa bakteri. Penambahan dari antiseptik atau antibiotik sebagai larutan

irigasi umumnya kurang bermanfaat atau malah menjadi berbahaya dikarenakan menimbulkan

adesi (tetracycline, povidone-iodine). Antibiotic diberikan secara parenteral akan mencapai

tingkat bakterisidal di cairan peritoneum dan tidak menghasilkan keuntungan tambahan jika

diberikan dengan lavage. Lebih jauh lagi, pencucian dengan amnioglikoside dapat menyebabkan

depresi nafas dan komplikasi anestesi karena kelompok obat ini menghambat kerja dari neuromuscular

junction. Setelah lavage selesai, semua cairan di cavum peritoneum harus di aspirasi karena

dapat menghambat mekanisme pertahanan lokal dengan melarutkan benda asing dan

membuang permukaan dimana fagosit   menghancurkan bakteri .

4.Drainase peritoneum. Penggunaan drain sangat penting untuk abses intra abdominal dan

peritonitis lokal dengan cairan yang cukup banyak. Pemasangan drain pada pankreatitis

umumnya dilakukan tetapi masih kontroversial. Penggunaan drain pada peritonitis

generalisarta tidak   bermanfaat.   Faktanya,   dengan   adanya   drain sangat merugikan karena dapat

mengganggu mekanisme pertahanan dari peritoneum serta memberikan jalan bagi

kontaminasi dari   luar (eksogen) dapat mengganggu mekanisme pertahanan dari peritoneum

serta memberikan jalan bagi kontaminasi dari   luar (eksogen)

 

Perawatan pasca operatif  

Perawatan intensif penderita peritonitis harus dilakukan dengan seksama di

monitor. Komplikasi yang dapat timbul seperti sepsis, gagal nafas, gagal ginjal dan

disseminated intravaskular coagulation (DIC) harus dicurigai dengan terus memonitor volume

26

Page 27: Referat Peritonitis

ventilasi, produksi urin, gas darah, serum kreatinin, dan faktor produksi urin, gas darah, serum

koagulan .   Tujuan   utama   adalah   untuk   koagulan.   Tujuan   utama   adalah   untuk   mendapatkan

keadaan hemodinamik yang stabil,   hal ini   mungkin memerlukan obat inotropik   disamping

pemberian cairan intravena . Perubahan antibiotik yang lebih sensitif dan kurang toksik setelah

hasil dari tes sensitivitas terlihat lebih efektif. Jika penderita terlihat stabil dan tidak

didapatkan tanda   –   tanda sepsis, antibiotik tidak perlu diganti berdasarkan hasil pemeriksaan

sensitivitas. Tetapi penderita dengan masih demam, atau leukositosis yang menetap tanpa

disertai demam selama 7   –   10 hari mempunyai insiden yang lebih tinggi terhadap terjadinya

kekambuhan infeksi intra abdomen. Antibiotik tidak boleh dihentikan sampai penderita secara

klinis membaik dan demam < 36,5 o C, hitung sel darah putih < 12.000/mm selama 48 jam, hal

ini menandakan bahwa tidak adanya infeksi sisa   tanda sepsis, antibiotik tidak perlu diganti

berdasarkan hasil pemeriksaan sensitivitas. Tetapi penderita dengan masih demam, atau

leukositosis yang menetap tanpa disertai demam selama 7   –   10 hari mempunyai insiden yang

lebih tinggi terhadap terjadinya kekambuhan infeksi intra abdomen. Antibiotik tidak boleh

dihentikan sampai penderita secara klinis membaik dan demam < 36,5 o C, hitung sel darah

putih < 12.000/mm selama 48 jam, hal ini menandakan bahwa tidak adanya infeksi sisa.

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari peritonitis adalah apendisitis, pankreatitis, gastroenteritis, kolesistitis,

salpinghitis, kehamilan ektopik terganggu, dan lain-lain

KOMPLIKASI

Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut

dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu :

a.Komplikasi dini: Septikemia dan syok septic

b.Komplikasi lanjut: Adhesi Obstruksi intestinal rekuren

PROGNOSIS

Secara keseluruhan rata-rata kematian dari peritonitis   sekitar 40% . Faktor   –   faktor yang

mempengaruhi tingginya angka kematian termasuk jenis dan durasi dari penyakit

27

Page 28: Referat Peritonitis

dasarnya,   kegagalan   organ mulitpel sebelum dilakukan pengobatan,   umur dan keadaan umum

dari penderita. Angka kematian tetap berada dibawah 10% pada penderita muda dengan ulcus

perforata atau apendisitis dengan kontaminasi bakteri yang tidak luas dan sejak   awal telah

terdiagnosa dan dilakukan operasi dengan segera. Penderita yang cenderung berumur tua

dengan perforasi usus halus atau colon atau sepsis pasca operasi yang mempunyai penyakit

lain dan kontaminasi bakteri yang lebih luas serta mempunyai kecenderungan terjadinya

kegagalan pernapasan dan fungsi ginjal   angka kematiannya sekitar 50%.

28

Page 29: Referat Peritonitis

BAB IV

KESIMPULAN

 Peritonitis adalah penyakit peradangan dari peritoneum akibat iritasi

langsung. Peritonitis suatu akut abdomen akibat komplikasi dari penyakit   –   penyakit lain

seperti ulcus peptic, appendicitis, diverticulitis, trauma, dll.   Penanganan dan diagnosis awal

yang tepat dari penyakit   –   penyakit ini dapat menghindari terjadinya peritonitis dan lebih

lanjut dapat mengurangi angka kematian. Pengenalan tanda   –   tanda awal dari peritonitis juga

diperlukan agar dapa t melakukan tindakan dengan segera dan mendapatkan prognosis yang

lebih baik. Tanda   –     tanda klinis yang umumnya didapatkan pada penderita dengan   peritonitis

adalah adanya nyeri abdomen, kadang disertai demam, mual, muntah, anoreksia serta

tanda   –   tanda syok. Pada pemeriksaan fisik didapatkan distensi abdomen, pekak hepar yang

menghilang, adanya defans muscular, dan bising usus yang menurun. Pemeriksaan hitung

leukosit biasanya lebih dari 20.000/mm 3 , pada pemeriksaan radiologis dapat ditemukan adanya udara

bebas pada kasus perforasi dengan foto thorax posisi berdiri. Penanganan dari penderita

peritonitis yang utama adalah tindakan operatif, tetapi tahap pre operatif juga penting untuk

diperhatikan. Resusitasi cairan, pemberian antibiotik   yang tepat, oksigen harus segera

diberikan pada penderita dengan peritonitis. Jika pada tahap awal ini dilakukan penanganan

yang baik memberikan prognosis yang baik juga. Maka dari itu penanganan dari penderita yang

mempunyai kecenderungan terjadinya komplikasi peritonitis seperti pada penderita ulcus peptic,

appendisitis, divertikulitis, dll harus dilakukan penanganan yang tepat untuk mencegah

terjadinya peritonitis.

29

Page 30: Referat Peritonitis

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

 1. Cole, Warren H., M.D and Zollinger, Robert M., M.D tahun 1970Cole and     Zollinger Textook of Surgery 9 th Edition . Appelton   –   Century Corp, Hal 784-795

2. Doherty, Gerrad M., M.D and Way, Lawrence W., MD 2006 Current Surgical   Diagnosis and Treatment 10 th Edition. USA: Appelton & Lange, Hal 453-457

3. Standring, Susan., PhD, DSc tahun 2005 Gray’s Anatomy . USA : Elsevier Churchill Livingstone, Hal 1127-1138

4.Schwartz, Seymour I., M.D. Principle of Surgery 5 th  Edition. Singapore: McGraw   –   Hill, Hal 1459-1467

5. Townsend Jr, Courtney M., M.D tahun 2004 Sabiston Textbook of Surgery 17   th    Edition. USA: Elsevier, Hal 1180-1186

30

Page 31: Referat Peritonitis

PENGESAHAN

Dengan hormat,

Referat peritonitis dalam rangka memenuhi kewajiban di kepaniteraan klinik Ilmu Bedah

Rumah Sakit Otorita Batam telah dilaksanakan oleh

Nama : Nadirah bt. Roslan

NIM : 030.08.288

Fakultas : Kedokteran Universitas Trisakti

Periode kepaniteraan : 8 Oktober 2012-15 Disember 2012-11-2012

Dan hasilnya telah disetujui dan dikoreksi pembuatannya oleh :

Pembimbing,

Dr. Josua Partogi, SpB Batam, 18 Novemver 2012

31

Page 32: Referat Peritonitis

REFERAT PERITONITIS

PEMBIMBING :

DR JOSUA PARTOGI SpB

PENYUSUN :

NADIRAH BINTI ROSLAN

030.08.288

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH

RUMAH SAKIT OTORITA BATAM

PERIODE 8 OKTOBER – 15 DISEMBER 2012

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

32

Page 33: Referat Peritonitis

33