Referat Perbuatan Melawan Hukum - Forensik

38
REFERAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM Oleh: R. A. Sitha Anisa P. G99142039 Fitri Ika Suryani G99142040 Chandra Budi Hartono G99142041 Yoga Mulia Pratama G99142042 Arifa G99142143 Pembimbing: dr. Sugiharto, M.Kes (MMR), SH KEPANITERAAN KLINIK i

description

Referat forensik

Transcript of Referat Perbuatan Melawan Hukum - Forensik

REFERAT

PERBUATAN MELAWAN HUKUM

Oleh:R. A. Sitha Anisa P.G99142039Fitri Ika SuryaniG99142040Chandra Budi HartonoG99142041Yoga Mulia PratamaG99142042Arifa G99142143

Pembimbing: dr. Sugiharto, M.Kes (MMR), SH

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGALFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDIS U R A K A R T A2015

i

3

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN1BAB II TINJAUAN PUSTAKA2A.Perbuatan Melawan Hukum2B.Tanggung Jawab Hukum6C.Malpraktik13BAB III KESIMPULAN20DAFTAR PUSTAKA

ii

19

PENDAHULUAN

Menurut salah satu ahli hukum terkemuka asal Belanda, perbuatan melawan hukum yaitu delict adalah elke eenzijdige evenwichtsverstoring, elke eenzijdige inbreak op de materiele en immateriele levensgoerden van een persoon of een, een eenheid vormende, veelheid van persoon/een groop ( tiap-tiap gangguan dari keseimbangan, tiap-tiap gangguan pada barang-barang kelahiran dan kerohanian dari milik hidup seseorang atau gerombolan orang-orang). Perbuatan melawan hukum tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang lain bertentangan dengan kesusilaan maupun sifat berhati-hati, kepantasan dan kepatutan dalam lalu lintas masyarakat. Perbuatan melawan hukum juga dapat diartikan sebagai suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur prilaku berbahaya, untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat.Pada artikel ini akan dibahas mengenai perbuatan melawan hukum dan berbagai contohnya dalam bidang kedokteran seperti malpraktik. Selain itu juga akan dibahas mengenai aspek hukum yang dilanggar dengan berpedoman pada tata hukum yang berlaku di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA

Perbuatan Melawan Hukum 1. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum Istilah perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sebelum tahun 1919 oleh Hoge Raad diartikan secara sempit, yakni tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain yang timbul karena undang-undang atau tiap perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri yang timbul karena undang-undang. Menurut ajaran yang sempit sama sekali tidak dapat dijadikan alasan untuk menuntut ganti kerugian karena suatu perbuatan melawan hukum, suatu perbuatan yang tidak bertentangan dengan undang-undang sekalipun perbuatan tersebut adalah bertentangan dengan hal-hal yang diwajibkan oleh moral atau hal-hal yang diwajibkan dalam pergaulan masyarakat. Pengertian perbuatan melawan hukum menjadi lebih luas dengan adanya keputusan Hoge Raad tanggal 31 Januari 1919 dalam perkara Lindebaum lawan Cohen. Hoge Raad telah memberikan pertimbangan yaitu: bahwa dengan perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad) diartikan suatu perbuatan atau kealpaan, yang atau bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku atau bertentangan, baik dengan kesusilaan, baik pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda, sedang barang siapa karena salahnya sebagai akibat dari perbuatannya itu telah mendatangkan kerugian pada orang lain, berkewajiban membayar ganti kerugian (Djojodirdjo, 1982). Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) diatur dalam Pasal 1365 s/d Pasal 1380 KUH Perdata. Gugatan perbuatan melawan hukum didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi: setiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Pasal 1365 tersebut biasanya dikaitkan dengan Pasal 1371 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi: penyebab luka atau cacatnya sesuatu badan atau anggota badan dengan sengaja atau kurang hati-hati, memberikan hak kepada si korban untuk, selain penggantian biaya pemulihan, menuntut ganti kerugian yang disebabkan oleh luka cacat tersebut. Menurut Munir Faudy, perbuatan melawan hukum adalah sebagai suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur perilaku bahaya, untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat (Faudi, 2002).Menurut R. Wirjono Projodikoro, perbuatan melawan hukum diartikan sebagai perbuatan melanggar hukum ialah bahwa perbuatan itu mengakibatkan kegoncangan dalam neraca keseimbangan dari masyarakat (Projodikoro, 1994). Lebih lanjut beliau mengatakan, bahwa istilah onrechtmatige daad dirafsirkan secara luas, sehingga meliputi juga suatu hubungan yang bertentangan dengan kesusilaan atau dengan yang dianggap pantas dalam pergaulan hidup masyarakat.2. Unsur-Unsur Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Berdasarkan pengertian perbuatan melawan hukum Pasal 1365 dan Pasal 1370, maka dalam melakukan gugatan perbuatan melawan hukum harus dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut: a. Adanya suatu perbuatan, yaitu Suatu perbuatan melawan hukum diawali oleh perbuatan si pelakunya. Umumnya diterima anggapan bahwa dengan perbuatan di sini dimaksudkan, baik berbuat sesuatu (secara aktif) maupun tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu padahal ia berkewajiban untuk membantunya, kewajiban mana timbul dari hukum yang berlaku (karena ada juga kewajiban yang timbul dari kontrak). Karena itu terhadap perbuatan melawan hukum tidak ada unsur persetujuan atau kata sepakat dan tidak ada juga unsur causa yang diperbolehkan sebagai mana yang terdapat dalam kontrak (Machmud, 2008)b. Perbuatan yang melawan hukum, yaitu suatu perbuatan yang melanggar hak subyektif orang lain atau yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat sendiri yang telah diatur dalam undang-undang.c. Harus ada kesalahan, syarat kesalahan ini dapat diukur secara : 1) Objektif, yaitu dengan dibuktikan bahwa dalam keadaan seperti itu manusia yang normal dapat menduga kemungkinan akan timbulnya akibat dan kemungkinan ini akan mencegah manusia yang baik untuk berbuat atau tidak berbuat. 2) Subyektif, yaitu dengan dibuktikan bahwa apakah si pembuat berdasarkan keahlian yang ia miliki dapat menduga akan akibat dari perbuatannya. Selain itu orang yang melakukan perbuatan melawan hukum harus dapat dipertanggungjawaban atas perbuatannya, karena orang yang tidak tahu apa yang ia lakukan tidak wajib membayar ganti rugi. Sehubungan dengan kesalahan ini terdapat dua kemungkinan: 1) Orang yang dirugikan juga mempunyai kesalahan terhadap timbulnya kerugian. Dalam pengertian bahwa jika orang yang dirugikan juga bersalah atas timbulnya kerugian, maka sebagian dari kerugian tersebut dibebankan kepadanya kecuali jika perbuatan melawan hukum itu dilakukan dengan sengaja. 2) Kerugian ditimbulkan oleh beberapa pembuat. Jika kerugian itu ditimbulkan karena perbuatan beberapa orang maka terhadap masing-masing orang yang bertanggung jawab atas terjadinya perbuatan tersebut dapat dituntut untuk keseluruhannya. d. Harus ada kerugian yang ditimbulkan. Kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa:1) Kerugian materiil, dimana kerugian materiil dapat terdiri dari kerugian yang nyata-nyata diderita dan keuntungan yang seharunya diperoleh. Jadi pada umumnya diterima bahwa si pembuat perbuatan melawan hukum harus mengganti kerugian tidak hanya untuk kerugian yang nyata-nyata diderita, juga keuntungan yang seharusnya diperoleh. 2) Kerugian idiil, dimana perbuatan melawan hukum pun dapat menimbulkan kerugian yang bersifat idiil seperti ketakutan, sakit dan kehilangan kesenangan hidup. Untuk menentukan luasnya kerugian yang harus diganti umumnya harus dilakukan dengan menilai kerugian tersubut, untuk itu pada asasnya yang dirugikan harus sedapat mungkin ditempatkan dalam keadaan seperti keadaan jika terjadi perbuatan melwan hukum. Pihak yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi tidak hanya kerugian yang telah ia derita pada waktu diajukan tuntutan akan tetapi juga apa yang ia akan derita pada waktu yang akan datang. e. Adanya hubungan causal antara perbuatan dan kerugian. Untuk memecahkan hubungan causal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian, terdapat dua teori yaitu:1) Condition sine qua non, dimana menurut teori ini orang yang melakukan perbuatan melawan hukum selalu bertanggung jawab jika perbuatannya condition sine qua non menimbulkan kerugian (yang dianggap sebagai sebab dari pada suatu perubahan adalah semua syarat-syarat yang harus ada untuk timbulnya akibat). 2) Adequate veroorzaking, dimana menurut teori ini si pembuat hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang selayaknya dapat diharapkan sebagai akibat dari pada perbuatan melawan hukum. Terdapat hubungan kausal jika kerugian menurut aturan pengalaman secara layak merupakan akibat yang dapat diharapkan akan timbul dari perbuatan melawan hukum. Unsur-unsur tersebut berlaku kumulatif, artinya harus terpenuhi seluruhnya. Apabila unsur-unsur di atas tidak terpenuhi seluruhnya, maka suatu perbuatan tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Perbuatan melawan hukum dianggap terjadi dengan melihat adanya perbuatan dari pelaku yang diperkirakan memang melanggar undang-undang, bertentangan dengan hak orang lain, beretentangan dengan kewajiban hukum pelaku, bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, atau bertentangan dengan kepatutan dalam masyarakat baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, namun demikian suatu perbuatan yang dianggap sebagai perbuatan melawan hukum ini tetap harus dapat dipertanggungjawabkan apakah mengandung unsur kesalahan atau tidak. Pasal 1365 KUH Perdata tidak membedakan kesalahan dalam bentuk kesengajaan (opzet-dolus) dan kesalahan dalam bentuk kurang hati-hati (culpa), dengan demikian hakim harus dapat menilai dan mempertimbangkan berat ringannya kesalahan yang dilakukan sesorang dalam hubungannnya dengan perbuatan melawan hukum ini, sehingga dapat ditentukan ganti kerugian yang seadil-adilnya.Tanggung Jawab Hukum Tanggung jawab hukum dokter adalah suatu keterikatan dokter terhadap ketentuan-ketentuan hukum dalam menjalankan profesinya. Tanggung jawab seorang dokter dalam bidang hukum terbagi dalam 3 (tiga) bagian, yaitu (Salim, 2007):1. Tanggung jawab hukum dokter dalam bidang hukum perdata a. Tanggung Jawab Hukum Perdata Karena WanprestasiPengertian wanprestasi ialah suatu keadaan dimana seseorang tidak memenuhi kewajibannya yang didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak. Pada dasarnya pertanggungjawaban perdata itu bertujuan untuk memperoleh ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh pasien akibat adanya wanprestasi atau perbuatan melawan hukum dari tindakan dokter. Menurut ilmu hukum perdata, seseorang dapat dianggap melakukan wanprestasi apabila: Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan, melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat dan melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan serta melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Sehubungan dengan masalah ini, maka wanprestasi yang dimaksudkan dalam tanggung jawab perdata seorang dokter adalah tidak memenuhi syarat-syarat yang tertera dalam suatu perjanjian yang telah dia adakan dengan pasiennya. Gugatan untuk membayar ganti rugi atas dasar persetujuan atau perjanjian yang terjadi hanya dapat dilakukan bila memang ada perjanjian dokter dengan pasien. Perjanjian tersebut dapat digolongkan sebagai persetujuan untuk melakukan atau berbuat sesuatu. Perjanjian itu terjadi bila pasien memanggil dokter atau pergi ke dokter, dan dokter memenuhi permintaan pasien untuk mengobatinya. Dalam hal ini pasien akan membayar sejumlah honorarium. Sedangkan dokter sebenarnya harus melakukan prestasi menyembuhkan pasien dari penyakitnya. Tetapi penyembuhan itu tidak pasti selalu dapat dilakukan sehingga seorang dokter hanya mengikatkan dirinya untuk memberikan bantuan sedapat-dapatnya, sesuai dengan ilmu dan ketrampilan yang dikuasainya. Artinya, dia berjanji akan berdaya upaya sekuat-kuatnya untuk menyembuhkan pasien.Dalam gugatan atas dasar wanprestasi ini, harus dibuktikan bahwa dokter itu benar-benar telah mengadakan perjanjian, kemudian dia telah melakukan wanprestasi terhadap perjanjian tersebut (yang tentu saja dalam hal ini senantiasa harus didasarkan pada kesalahan profesi). Jadi di sini pasien harus mempunyai bukti-bukti kerugian akibat tidak dipenuhinya kewajiban dokter sesuai dengan standar profesi medis yang berlaku dalam suatu kontrak terapeutik. Tetapi dalam prakteknya tidak mudah untuk melaksanakannya, karena pasien juga tidak mempunyai cukup informasi dari dokter mengenai tindakan-tindakan apa saja yang merupakan kewajiban dokter dalam suatu kontrak terapeutik. Hal ini yang sangat sulit dalam pembuktiannya karena mengingat perikatan antara dokter dan pasien adalah bersifat inspaningsverbintenis. b.Tanggung Jawab Perdata Dokter Karena Perbuatan Melanggar Hukum (onrechtmatige daad)Tanggung jawab karena kesalahan merupakan bentuk klasik pertanggungjawaban perdata. Berdasar tiga prinsip yang diatur dalam Pasal 1365, 1366, 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu sebagai berikut (Soesilo dan Pramudji, 2007)1) Berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum PerdataPasien dapat menggugat seorang dokter oleh karena dokter tersebut telah melakukan perbuatan yang melanggar hukum, seperti yang diatur di dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa : Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kesalahan itu, mengganti kerugian tersebut.Undang-undang sama sekali tidak memberikan batasan tentang perbuatan melawan hukum, yang harus ditafsirkan oleh peradilan. Semula dimaksudkan segala sesuatu yang bertentangan dengan undang-undang, jadi suatu perbuatan melawan undang-undang. Akan tetapi sejak tahun 1919 yurisprudensi tetap telah memberikan pengertian yaitu setiap tindakan atau kelalaian baik yang : (1) Melanggar hak orang lain (2) Bertentangan dengan kewajiban hukum diri sendiri (3) Menyalahi pandangan etis yang umumnya dianut (adat istiadat yang baik) (4) Tidak sesuai dengan kepatuhan dan kecermatan sebagai persyaratan tentang diri dan benda orang seorang dalam pergaulan hidup.Seorang dokter dapat dinyatakan melakukan kesalahan. Untuk menentukan seorang pelaku perbuatan melanggar hukum harus membayar ganti rugi, haruslah terdapat hubungan erat antara kesalahan dan kerugian yang ditimbulkan.2) Berdasarkan Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum PerdataSeorang dokter selain dapat dituntut atas dasar wanprestasi dan melanggar hukum seperti tersebut di atas, dapat pula dituntut atas dasar lalai, sehingga menimbulkan kerugian. Gugatan atas dasar kelalaian ini diatur dalam Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang bunyinya sebagai berikut : Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya.3) Berdasarkan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum PerdataDalam Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi sebagai berikut: Seseorang harus memberikan pertanggungjawaban tidak hanya atas kerugian yang ditimbulkan dari tindakannya sendiri, tetapi juga atas kerugian yang ditimbulkan dari tindakan orang lain yang berada di bawah pengawasannya.Dengan demikian maka pada pokoknya ketentuan Pasal 1367 BW mengatur mengenai pembayaran ganti rugi oleh pihak yang menyuruh atau yang memerintahkan sesuatu pekerjaan yang mengakibatkan kerugian pada pihak lain tersebut.Nuboer Arrest ini merupakan contoh yang tepat dalam hal melakukan tindakan medis dalam suatu ikatan tim. Namun dari Arrest tersebut hendaknya dapat dipetik beberapa pengertian untuk dapat mengikuti permasalahannya lebih jauh. Apabila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1367 BW, maka terlebih dahulu perlu diadakan identifikasi mengenai sampai seberapa jauh tanggung jawab perdata dari para dokter pembantu Prof. Nuboer tersebut. Pertama-tama diketahui siapakah yang dimaksudkan dengan bawahan. Adapun yang dimaksudkan dengan bawahan dalam arti yang dimaksud oleh Pasal 1367 BW adalah pihak-pihak yang tidak dapat bertindak secara mandiri dalam hubungan dengan atasannya, karena memerlukan pengawasan atau petunjuk-petunjuk lebih lanjut secara tertentu.Sehubungan dengan hal itu seorang dokter harus bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan oleh bawahannya yaitu para perawat, bidan dan sebagainya. Kesalahan seorang perawat karena menjalankan perintah dokter adalah tanggung jawab dokter. 2. Tanggung jawab hukum dokter dalam bidang hukum pidana Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran hukum masyarakat, dalam perkembangan selanjutnya timbul permasalahan tanggung jawab pidana seorang dokter, khususnya yang menyangkut dengan kelalaian, hal mana dilandaskan pada teori-teori kesalahan dalam hukum pidana. Tanggung jawab pidana di sini timbul bila pertama-tama dapat dibuktikan adanya kesalahan profesional, misalnya kesalahan dalam diagnosa atau kesalahan dalam cara-cara pengobatan atau perawatan. Dari segi hukum, kesalahan / kelalaian akan selalu berkait dengan sifat melawan hukumnya suatu perbuatan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Seseorang dikatakan mampu bertanggung jawab apabila dapat menginsafi makna yang senyatanya dari perbuatannya, dapat menginsafi perbuatannya itu tidak dipandang patut dalam pergaulan masyarakat dan mampu untuk menentukan niat / kehendaknya dalam melakukan perbuatan tersebut.Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai criminal malpractice apabila memenuhi rumusan delik pidana yaitu : Perbuatan tersebut harus merupakan perbuatan tercela dan dilakukan sikap batin yang salah yaitu berupa kesengajaan, kecerobohan atau kelapaan (Moeljatno, 2008).Kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan dapat terjadi di bidang hukum pidana, diatur antara lain dalam: (Adji dan Seno, 1991) Pasal 340 KUHP Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan dengan berencana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahunPasal 344 KUHPBarang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.Pasal 345 KUHPBarangsiapa dengan sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri menolongnya dengan perbuatannya itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.Pasal 359 KUHPBarangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, dipidana kurungan paling lama 1 tahunPasal 361 KUHP Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditamhah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicahut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.Ada perbedaan penting antara tindak pidana biasa dengan tindak pidana medis. Pada tindak pidana biasa yang terutama diperhatikan adalah akibatnya, sedangkan pada tindak pidana medis adalah penyebabnya. Walaupun berakibat fatal, tetapi jika tidak ada unsur kelalaian atau kesalahan maka dokternya tidak dapat dipersalahkan.Beberapa contoh dari criminal malpractice yang berupa kesengajaan adalah melakukan aborsi tanpa indikasi medis, membocorkan rahasia kedokteran, tidak melakukan pertolongan seseorang yang dalam keadaan emergency, melakukan eutanasia, menerbitkan surat keterangan dokter yang tidak benar, membuat visum et repertum yang tidak benar dan memberikan keterangan yang tidak benar di sidang pengadilan dalam kapasitas sebagai ahli.Dalam literatur hukum kedokteran dikatakan bahwa seorang dokter baru dapat dipersalahkan dan digugat menurut hukum apabila dia sudah memenuhi syarat 4 D, yaitu : Duty (Kewajiban), Derelictions of That Duty (Penyimpangan kewajiban), Damage (Kerugian), Direct Causal Relationship (Berkaitan langsung) (Bertens, 2001).Duty atau kewajiban bisa berdasarkan perjanjian (ius contractu) atau menurut undang-undang (ius delicto). Juga adalah kewajiban dokter untuk bekerja berdasarkan standar profesi. Kini adalah kewajiban dokter pula untuk memperoleh informed consent, dalam arti wajib memberikan informasi yang cukup dan mengerti sebelum mengambil tindakannya. Informasi itu mencakup antara lain : risiko yang melekat pada tindakan, kemungkinan timbul efek sampingan, alternatif lain jika ada, apa akibat jika tidak dilakukan dan sebagainya. Peraturan tentang persetujuan tindakan medis (informed consent) sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 585 Tahun 1989.Penentuan bahwa adanya penyimpangan dari standar profesi medis (Dereliction of The Duty) adalah sesuatu yang didasarkan atas fakta-fakta secara kasuistis yang harus dipertimbangkan oleh para ahli dan saksi ahli. Namun sering kali pasien mencampuradukkan antara akibat dan kelalaian. Bahwa timbul akibat negatif atau keadaan pasien yang tidak bertambah baik belum membuktikan adanya kelalaian. Kelalaian itu harus dibuktikan dengan jelas. Harus dibuktikan dahulu bahwa dokter itu telah melakukan breach of duty.Damage berarti kerugian yang diderita pasien itu harus berwujud dalam bentuk fisik, finansial, emosional atau berbagai kategori kerugian lainnya, di dalam kepustakaan dibedakan : Kerugian umum (general damages) termasuk kehilangan pendapatan yang akan diterima, kesakitan dan penderitaan dan kerugian khusus (special damages) kerugian finansial nyata yang harus dikeluarkan, seperti biaya pengobatan, gaji yang tidak diterima.Sebaliknya jika tidak ada kerugian, maka juga tidak ada penggantian kerugian. Direct causal relationship berarti bahwa harus ada kaitan kausal antara tindakan yang dilakukan dengan kerugian yang diderita. 3. Tanggung jawab hukum dokter dalam bidang hukum administrasiDikatakan pelanggaran administrative malpractice jika dokter melanggar hukum tata usaaha negara. Contoh tindakan dokter yang dikategorikan sebagai administrative malpractice adalah menjalankan praktek tanpa ijin, melakukan tindakan medis yang tidak sesuai dengan ijin yang dimiliki, melakukan praktek dengan menggunakan ijin yang sudah daluwarsa dan tidak membuat rekam medis.Menurut peraturan yang berlaku, seseorang yang telah lulus dan diwisuda sebagai dokter tidak secara otomatis boleh melakukan pekerjaan dokter. Ia harus lebih dahulu mengurus lisensi agar memperoleh kewenangan, dimana tiap-tiap jenis lisensi memerlukan basic science dan mempunyai kewenangan sendiri-sendiri. Tidak dibenarkan melakukan tindakan medis yang melampaui batas kewenangan yang telah ditentukan. Meskipun seorang dokter ahli kandungan mampu melakukan operasi amandel namun lisensinya tidak membenarkan dilakukan tindakan medis tersebut. Jika ketentuan tersebut dilanggar maka dokter dapat dianggap telah melakukan administrative malpractice dan dapat dikenai sanksi administratif, misalnya berupa pembekuan lisensi untuk sementara waktu (Supriyadi dan Chandrawila, 2001)Pasal 11 Undang-Undang No. 6 Tahun 1963, sanksi administratif dapat dijatuhkan terhadap dokter yang melalaikan kewajiban, melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang dokter, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai dokter, mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh dokter dan melanggar ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1963.Malpraktik Secara harfiah istilah malpraktik artinya praktik yang buruk (bad practice), praktik yang jelek. Malapraktik adalah praktik kedokteran yang dilakukan salah, tak tepat, menyalahi Undang-Undang, kode etik (Kamus Kedokteran Indonesia, 2008). Malpraktik adalah pengobatan suatu penyakit atau perlukaan yang salah kerena ketidaktahuan, kesembronoan atau kesengajaan kriminal. (Irianto, 2006). Malpraktik yaitu setiap tindakan medis yang dilakukan dokter atau orang-orang di bawah pengwasannya, atau penyedia jasa kesehatan yang dilakukan terhadap pasiennya, baik dalam hal diagnosis, terapeutik dan manajemen penyakit yang dilakukan secara melanggar hukum, kepatutan, kesusilaandan prinsip-prinsip profesional baik dilakukan dengan sengaja atau karena kurang hati-hatiyang menyebabkan salah tindak rasa sakit, luka, cacat, kerusakan tubuh, kematian dan kerugian lainnya yang menyebabkan dokter atau perawat harus bertanggungjawab baik secara administratif, perdata maupun pidana (Fuady, 2005).Dokter dikatakan melakukan malpraktik jika: 1. Dokter kurang menguasai IPTEK kedokteran yang umum berlaku di kalangan profesi kedokteran2. Memberikan pelayanan kedokteran dibawah standar profesi3. Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan yang tidak hati-hati4. Melakukan tindak medis yang bertentangan dengan hukum (Hanafiah, 1998).Suatu tindakan medis tidak bertentangan dengan hukum apabila dipenuhi ketiga syarat berikut: 1. Mempunyai indikasi medis ke arah suatu tujuan perawatan yang kongkrit2. Dilakukan menurut ketentuan yang berlaku di dalam ilmu kedokteran3. Telah mendapat persetujuan pasien. (Wiradharma, 1998). Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran, maka penggugat harus membuktikan 4 unsur sebagai berikut :1. Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien2. Dokter telah melanggar standar pelayanan medis yang lazim dipergunakan3. Pengugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya4. Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan di bawah standar (Hanafiah, 1999).Dalam bidang kedokteran suatu kesalahan kecil dapat menimbulkan akibat berupa kerugian besar. Pada umumnya masyarakat tidak dapat membedakan mana yang merupakan kasus pelanggaran etik dan mana yang dikategorikan melanggar hukum. Tidak semua pelanggaran etik merupakan malpraktik, sedangkan malpraktik sudah pasti merupakan pelanggaran etik profesi medis. Muncul konsep 4D bertujuan untuk menjembatani adanya kerugian akibat munculnya kejadian tidak diinginkan tersebut apakah benar-benar sebagai kejadian tidak dinginkan yang termasuk malpraktik atau bukan. Konsep 4D terdiri dari duty, derilection of duty, damage, dan direct causation. 1. Duty artinya tugas atau kewajiban yang dimiliki oleh dokter. Artinya dokter memiliki kewajiban-kewajiban yang muncul asli karena kedokterannya dan juga dokter memiliki kewajiban akibat dari adanya hubungan dokter dan pasien yaitu kontrak terapetik, 2. Derilection of duty artinya dokter menelantarkan tugas yang dibebankan pada pundaknya. Kewajiban atau tugas tersebut tidak dilaksanakan oleh dokter, padahal dokter harus menyerahkan prestasinya kepada pasien, penelantaran dapat bersifat disengaja ataupun tidak disengaja3. Damage artinya kerusakan yang terjadi pada pasien. Kerusakan pada pasien diartikan sebagai adanya kejadian tidak diinginkan. Kejadian tidak diinginkan tersebut ada menimbulkan kecurigaan adanya malapraktik, dan terjadi selama adanya kontak terapetik 4. Direct causation, artinya hubungan langsung antara Derilection of duty dan Damage yaitu adanya penelantaran kewajiban yang dilakukan oleh dokter secara langsung mengakibatkan adanya kerusakan. Jika tidak ada hubungan maka tidak dapat disebut sebagai malpraktik (Wujoso, 2008).Ngesti Lestari dan Soedjatmiko membedakan malpraktik medik menjadi dua bentuk yaitu malpraktik etik (ethical malpractice) dan malpraktik yuridis (yuridical malpractice), ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum. 1. Malpraktik EtikMalpraktik etik adalah tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan dan etika sosial. Misalnya seorang bidan yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kebidanan. Etika kebidanan yang dituangkan dalam Kode Etik Bidan merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk seluruh bidan. Selain itu dokter yang menjelekkan teknik/cara pengobatan teman sejawat, dan mencuri pasien atau merebut pasien teman sejawat nya (Hanafiah, 1999).2. Malpraktik YuridisSoedjatmiko membedakan malpraktik yuridis ini menjadi tiga bentuk, yaitu malpraktik perdata (civil malpractice), malpraktik pidana (criminal malpractice) dan malpraktik administratif (administrative malpractice). a. Malpraktik Perdata (Civil Malpractice)Malpraktik perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) atau ingkar janji, sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien. Tindakan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain: 1) Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan;2) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya3) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna4) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan. Dalam malpraktik perdata yang dijadikan ukuran dalam malpraktik yang disebabkan oleh kelalaian adalah kelalaian yang bersifat ringan (culpa levis). Karena apabila yang terjadi adalah kelalaian berat (culpa lata) maka seharusnya perbuatan tersebut termasuk dalam malpraktik pidana. Contoh dari malpraktik perdata, misalnya seorang dokter yang melakukan operasi ternyata meninggalkan sisa perban didalam tubuh si pasien. Setelah diketahui bahwa ada perban yang tertinggal kemudian dilakukan operasi kedua untuk mengambil perban yang tertinggal tersebut. Dalam hal ini kesalahan yang dilakukan oleh dokter dapat diperbaiki dan tidak menimbulkan akibat negatif yang berkepanjangan terhadap pasien (Hanfiah, 1999).Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya (Hanafiah, 1999).b.Malpraktik Pidana (Criminal Malpractice)Malpraktik pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat tenaga kesehatan kurang hati-hati atau kurang cermat dalam melakukan upaya perawatan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut. Malpraktik pidana ada 3 bentuk yaitu :1) Malpraktik pidana karena kesengajaan (intensional), misalnya tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa menolong, melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (Pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (Pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis (Pasal 299 KUHP), melakukan pembedahan dengan niat membunuh pasiennya, dokter yang sengaja melakukan pembedahan pada pasiennya tanpa indikasi medik, (appendektomi, histerektomi dan sebagainya), yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, jadi semata-mata untuk mengeruk keuntungan pribadi (Hanafiah, 1999)2) Malpraktik pidana karena kecerobohan (recklessness), misalnya melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medis (Hanafiah, 1999)3) Malpraktik pidana karena kelalaian (negligence), misalnya terjadi cacat atau kematian pada pasien sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan yang kurang hati-hati, misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi (Hanafiah, 1999).Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan (Hanafiah, 1999).c.Malpraktik Administratif (Administrative Malpractice)Malpraktik administrastif terjadi apabila tenaga kesehatan melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktik bidan tanpa lisensi atau izin praktik, melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau izinnya, menjalankan praktik dengan izin yang sudah kadaluarsa, dan menjalankan praktik tanpa membuat catatan medik (Hanafiah, 1999).Tuntutan Pidana :1. Kelalaian: 359-361 KUHP2. Keterangan palsu: 267-268 KUHP3. Aborsi illegal: 347-349 KUHP4. Penipuan : 382 BIS KUHP5. Perpajakan : 209, 372 KUHP6. Euthanasia: 344 KUHP7. Penyerangan seks: 284-294 KUHPTuntutan Perdata :1. Pasal 1365 KUH PERDATATiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantinya 2. Pasal 1366 KUH PERDATA Juga akibat kelalaian3. Pasal 1367 KUH PERDATA Juga respondeat superior

4. Pasal 55 UU KESEHATAN :Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatanSanksi Malpraktik :1. Malpraktik etikSanksi moral, tidak disukai, disingkirkan, tidak diberi rekomendasi dari organisasi, teguran2. Malpraktik administrasiPencabutan SIP, skors, sekolah lagi, pengalihan tugas, penghentian tugas/kewenangan tertentu3. Malpraktik perdataGanti rugi/uang4. Malpraktik pidanaDenda, kurungan penjara, mati (Wujoso, 2011)

KESIMPULAN

Perbuatan melawan hukum merupakan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang, bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku atau bertentangan. Perbuatan melawan hukum juga dapat mengakibatkan kegoncangan dalam neraca keseimbangan dari masyarakat.Salah satu perbuatan melawan hukum dalam dunia kedokteran adalah malpraktik yang dikarenakan dokter tidak memenuhi ketentuan dan tanggung jawab dokter dalam hukum sehingga perbuatannya melawan hukum. Dalam hal ini dokter dapat mendapatkan sanksi hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Adji dan Seno, U. 1991. Profesi Dokter Etika Profesional dan Hukum Pertangungjawaban Pidana Dokter. Jakarta: Erlangga.Agus, I. 2006. Analisis Yuridis Kebijakan Pertanggungjawaban Dokter Dalam Malpraktik. Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.Bertens, K. 2001. Dokumen Etika dan Hukum Kedokteran Universitas Atmajaya Jakarta.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008. Kamus Kedokteran Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia Press.Jusuf, H. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Moeljatno. 2008. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Cet. Ke 28. Jakarta: PT Bumi Aksara.Munir, F. 2005. Sumpah Hippocrates Aspek Hukum Malpraktik Dokter. Bandung: Citra Aditya Bakti.Salim, H. S. 2007. Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUH Perdata. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.Soesilo dan Pramudji. 2007 Terjemahan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Rhedbook Publisher.Supriyadi dan Chandrawila W. 2001. Hukum Kedokteran. Bandung: Mandar Maju.Trianan O. 2007. Bunga Rampai Hukum Kedokteran. Malang: Bayumedia. Wujoso, H. 2008. Analisis Hukum Tindakan Medik. Surakarta: UNS Press.