referat penurunan kesadara
description
Transcript of referat penurunan kesadara
BAB I
PENDAHULUAN
Penurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat yang sering dijumpai dalam
praktek sehari-hari. Penurunan kesadaran dapat disebabkan gangguan pada otak dan
sekitarnya atau karna pengaruh gangguan metabolik. Penurunan kesadaran dapat terjadi
secara akut/cepat atau secara kronik/progresif. Penurunan kesadaran yang terjadi secara cepat
ini yang biasanya merupakan kasus gawat darurat dan butuh penanganan sesegera mungkin.
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer
serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika terjadi kelainan pada kedua
sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan
terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan. Ascending Reticular Activating
System merupakan suatu rangkaian atau network system yang dari kaudal medulla spinalis
menuju rostral yaitu diensefalon melalui brain stem sehingga kelainan yang mengenai
lintasan ARAS tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke
subthalamus, hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran.
Neurotransmiter yang berperan pada ARAS antara lain neurotransmiter kolinergik,
monoaminergik dan gamma aminobutyric acid (GABA).1
Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan yang
berpengaruh kepada sistem arousal. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari
susunan saraf pusat di mana kedua korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri terhadap
lingkungan atau input-input rangsangan sensoris, hal ini disebut juga sebagai awareness.
Pada referat ini akan dibahas mengenai definisi penurunan kesadaran, bahaya
penurunan kesadaran, patofisiologi , diagnosis serta diagnosis penurunan kesadaran akibat
metabolik dan struktural dan tatalaksana penurunan kesadaran yang terbagi atas tatalaksana
baik umum maupun khusus.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi Penurunan Kesadaran
Kesadaran adalah suatu keadaan dimana seseorang sadar penuh atas dirinya sendiri
dan lingkungan sekitarnya. Komponen yang dapat dinilai dari suatu keadaan sadar yaitu
kualitas kesadaran itu sendiri dan isinya. Isi kesadaran menggambarkan keseluruhan dari
fungsi cortex serebri, termasuk fungsi kognitif dan sikap dalam merespon suatu rangsangan.2
Pasien dengan gangguan isi kesadaran biasanya tampak sadar penuh, namun tidak dapat
merespon dengan baik beberapa rangsangan-rangsangan, seperti membedakan warna, raut
wajah, mengenali bahasa atau simbol, sehingga sering kali dikatakan bahwa penderita tampak
bingung. Penurunan kesadaran atau koma menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak
dan sebagai “final common pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan
sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi
penurunan kesadaran maka terjadi disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan
kegagalan seluruh fungsi tubuh.3 Dalam beberapa kasus, kesadaran tidak hanya mengalami
penurunan, namun dapat terganggu baik secara akut maupun secara kronik/progresif.2
Terganggunya kesadaran secara akut, antara lain:
Clouding of consciousness (somnolen) keadaaan dimana terjadi penurunan tingkat
kesadaran yang minimal sehingga pasien tampak mengantuk yang dapat disertai
dengan mood yang irritable dan respon yang berlebih terhadap lingkungan sekitar.
Biasanya keadaan mengantuk akan lebih tampak pada pagi dan siang hari, sedangkan
pada malam harinya pasien akan terlihat gelisah.
Delirium merupakan keadaaan terganggunya kesadaran yang lebih dikarenakan
abnormalitas dari mental seseorang dimana pasien salah menginterpretasikan stimulan
sensorik dan terkadang terdapat halusinasi pada pasien. Berdasarkan DSM-IV,
delirium adalah gangguan kesadaran yang disertai ketidakmampuan untuk fokus atau
mudah terganggunya perhatian. Pada delirium, gangguan hanya terjadi sementara
dalam waktu yang singkat (biasanya dalam hitungan jam atau hari) dan dapat timbul
fluaktif dalam 1 hari. Pasien dengan delirium biasanya mengalami disorientasi,
pertama adalah waktu, tempat, lalu lingkungan sekitar.
Obtundation (apatis) kebanyakan pasien yang dalam keadaan apatis memiliki
penurunan kesadaran yang ringan sampai sedang diikuti dengan penurunan minat
2
terhadap lingkungan sekitar. Pasien biasanya merespon lambat terhadap stimulan
yang diberikan.
Stupor kondisi dimana pasien mengalami tidur yang dalam atau tidak merespon,
respon hanya timbul pada stimulan yang kuat dan terus menerus. Dalam keadaan ini
dapat ditemukan gangguan kognitif.
Koma keadaan dimana pasien tidak merespon sama sekali terhadap stimulan,
meskipun telah diberikan stimulan yang kuat dan terus menerus. Pasien mungkin
dapat tampak meringis atau gerakan tidak jelas pada kaki dan tangan akibat
rangsangan yang kuat, namun pasien tidak dapat melokalisir atau menangkis daerah
nyeri. Semakin dalam koma yang dialami pasien, respon yang diberikan terhadap
rangsangan yang kuat sekalipun akan menurun.
Locked-in syndrome keadaan dimana pasien tidak dapat meneruskan impuls eferen
sehingga tampak kelumpuhan pada keempat ektremitas dan saraf cranial perifer.
Dalam keadaan ini pasien bisa tampak sadar, namun tidak dapat merespon rangsangan
yang diberikan.
Terganggunya kesadaran secara akut lebih berbahaya dibandingkan terganggunya
kesadaran yang bersifat progresif. Terganggunya kesadaran secara progresif/kronik, antara
lain:
Dementia penurunan mental secara progeresif yang dikarenakan kelainan organic,
namun tidak selalu diikuti penurunan kesadaran. Penurunan mental yang tersering
adalah penurunan fungsi kognitif terutama dalam hal memori/ingatan, namun dapat
juga disertai gangguan dalam berbahasa dan kendala dalam
melakukan/menyelesaikan/menyusun suatu masalah.
Hypersomnia keadaan dimana pasien tampak tidur secara normal namun saat
terbangun, kesadaran tampak menurun/tidak sadar penuh.
Abulia keadaan dimana pasien tampak acuh terhadap lingkungan sekitar (lack of
will) dan merespon secara lambat terhadap rangsangan verbal. Sering kali respon
tidak sesuai dengan percakapan atau gerakan yang diperintahkan, namun tidak ada
gangguan fungsi kognitif pada pasien.
Akinetic mutism merupakan keadaan dimana pasien lebih banyak diam dan tidak
awas terhadap diri sendiri (alert-appearing immobility).
The minimally conscious state (MCS) keadaan dimana terdapat penurunan
kesadaran yang drastis/berat tetapi pasien dapat mengenali diri sendiri dan keadaaan
3
sekitar. Keadaan ini biasanya timbul pada pasien yang mengalami perbaikan dari
keadaan koma atau perburukan dari kelainan neurologis yang progresif.
Vegetative state (VS) bukan merupakan tanda perbaikan dari pasien yang
mengalami penurunan kesadaran,meskipun tampak mata pasien terbuka, namun
pasien tetap dalam keadaan koma. Pada keadaan ini regulasi pada batang otak
dipertahankan oleh fungsi kardiopulmoner dan saraf otonom, tidak seperti pada pasien
koma dimana hemisfer cerebri dan batang otak mengalami kegagalan fungsi. Keadaan
ini dapat mengalami perbaikan namun dapat juga menetap (persistent vegetative
state). Dikatakan persisten vegetative state jika keadaan vegetative menetap selama
lebih dari 30 hari.
Brain death merupakan keadaan irreversible dimana semua fungsi otak mengalami
kegagalan, sehingga tubuh tidak mampu mempertahankan fungsi jantung dan paru
yang menyuplai oksigen dan nutrisi ke organ-organ tubuh. Kematian otak tidak hanya
terjadi pada hemisfer otak, namun juga dapat terjadi pada batang otak.
Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan di
klinik yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, soporokoma dan koma.
Terminologi tersebut bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula
dinilai secara kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow. Penilaian kesadaran
biasanya berdasarkan respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan oleh pemeriksa.
II.1.1 Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif
Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan
panca indera (aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh
rangsangan dari luar maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam keadaaan
awas dan waspada.
Somnolen atau drowsiness atau clouding of consciousness, berarti
mengantuk, mata tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan dengan
perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walaupun sedikit bingung, tampak
gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun.
Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup
dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu-dua
kata. Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri.
Semikoma atau soporokoma, merupakan tahap pertengahan antara
spoor dan koma, mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya
dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya berupa gerakan primitif.
4
Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah. Dengan
rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara,
maupun reaksi motorik.
II.1.2 Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif
Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow
Coma Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/ Mata (E),
Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal (V). Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah
3 dan nilai tertinggi 15.
Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/ mata:
E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri
E2 membuka mata dengan rangsang nyeri
E3 membuka mata dengan rangsang suara
E4 membuka mata spontan
Motorik:
M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri
M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri
M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran
M6 reaksi motorik sesuai perintah
Verbal:
V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)
V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused)
V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)
Jika nilai GCS 14-13 menandakan somnolen, 12-9 sopor, dan kurang dari 8
menandakan koma.
5
II.2 Klasifikasi Penurunan Kesadaran
Gangguan kesadaran dibagi 3, yaitu gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/
lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk; gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/
lateralisasi disertai dengan kaku kuduk; dan gangguan kesadaran disertai dengan kelainan
fokal.
II.2.1 Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk
1. Gangguan iskemik
2. Gangguan metabolik
3. Intoksikasi
4. Infeksi sistemis
5. Hipertermia
6. Epilepsi
II.2.2 Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk
1. Perdarahan subarakhnoid
2. Radang selaput otak (meningitis)
3. Radang selaput otak dan jaringan otak (meningoencefalitis)
II.2.3 Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal
1. Tumor otak
2. Perdarahan otak
3. Infark otak
4. Abses otak
II.3 Bahaya Penurunan Kesadaran
Adapun kondisi yang segera mengancam kehidupan terdiri atas peninggian tekanan
intrakranial, herniasi dan kompresi otak dan meningoensefalitis/ ensefalitis.
II.4 Patofisiologi Penurunan Kesadaran
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh
misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di
batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus, maupun mesensefalon.
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan derajat
(kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness, alertness)
kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri,
apakah lesi supratentorial, subtentorial, infratentorial, dan metabolik akan mengakibatkan
menurunnya kesadaran.
6
Gambar 1. Patofisiologi penurunan kesadaran
Sebelum membahas lebih lanjut bagaimana terjadinya penurunan kesadaran, ada
baiknya mengetahui RAS yang mempengaruhi kesadaran itu sendiri. RAS (reticular
activating system) adalah merupakan suatu sistem yang mengatur beberapa fungsi penting
seperti, tidur dan bangun, perhatian/fokus, kelakuan seseorang, pernapasan dan detak jantung.
Sistem ini berada pada batang otak, dibagia menjadi ascending (yang menerima
impuls/rangsangan) dan descending (yang memberi respon terhadap impuls/rangsangan yang
diberikan). Area yang mengatur ARAS (ascending) adalah formation reticularis,
mesencephalon, thalamic intralaminar nucleus, dorsal hipotalamus, dan tegmentum. Pada
DRAS (descending), impuls diteruskan ke saraf-saraf perifer yang berakhir pada motor end
plate dan cerebellum. Neurotransmitter yang berperan dalam jalur RAS adalah kolinergik dan
adrenergik, kadang GABA juga berperan dalam rangsangan nyeri yang diberikan untuk
menilai kesadaran seseorang.
7
Lesi Supratentorial
Pada lesi supratentorial, gangguan kesadaran akan terjadi baik oleh kerusakan
langsung pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada ARAS
karena proses tersebut maupun oleh gangguan vaskularisasi dan edema yang
diakibatkannya. Proses ini menjalar secara radial dari lokasi lesi kemudian ke arah
rostro kaudal sepanjang batang otak.
Lesi infratentorial
Pada lesi infratentorial, gangguan kesadaran dapat terjadi kerusakan ARAS baik oleh
proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik.
Gangguan difus (gangguan metabolik)
Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya bilateral dan hampir selalu
simetrik. Selain itu gejala neurologiknya tidak dapat dilokalisir pada suatu susunan
anatomic tertentu pada susunan saraf pusat.
Kekurangan 02
Otak yang normal memerlukan 3.3 cc 02 /100 gr otak/menit yang disebut Cerebral
Metabolic Rate for Oxygen (CMR 02). CMR 02 ini pada berbagai kondisi normal tidak
banyak berubah. Hanya pada kejang-kejang CMR 02 meningkat dan jika timbul
gangguan fungsi otak, CMR 02 menurun. Pada CMR 02 kurang dari 2.5 cc/100 gram
otak/menit akan mulai terjadi gangguan mental dan umumnya bila kurang dari 2 cc
02/100 gram otak/menit terjadi koma.
8
Glukosa
Energi otak hanya diperoleh dari glukosa. Tiap 100 gram otak memerlukan 5.5 mgr
glukosa/menit. Menurut Hinwich pada hipoglikemi, gangguan pertama terjadi pada
serebrum dan kemudian progresif ke batang otak yang letaknya lebih kaudal. Menurut
Arduini hipoglikemi menyebabkan depresi selektif pada susunan saraf pusat yang
dimulai pada formasio reti-kularis dan kemudian menjalar ke bagian-bagian lain.Pada
hipoglikemi, penurunan atau gangguan kesadaran merupakan gejala dini.
Gangguan sirkulasi darah
Untuk mencukupi keperluan 02 dan glukosa, aliran darah ke otak memegang peranan
penting. Bila aliran darah ke otak berkurang, 02 dan glukosa darah juga akan
berkurang
Toksin
Gangguan kesadaran dapat terjadi oleh toksin yang berasal dari penyakit
metabolic dalam tubuh sendiri atau toksin yang berasal dari luar/akibat infeksi
II.4.1 Gangguan metabolik toksik
Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada tercukupinya
penyediaan oksigen. Adanya penurunan aliran darah otak (ADO), akan menyebabkan
terjadinya kompensasi dengan menaikkan ekstraksi oksigen (O2) dari aliran darah.
Apabila ADO turun lebih rendah lagi, maka akan terjadi penurunan konsumsi oksigen
secara proporsional.
Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan teroksidasi
menjadi karbondioksida (CO2) dan air. Untuk memelihara integritas neuronal,
diperlukan penyediaan ATP yang konstan untuk menjaga keseimbangan elektrolit.
O2 dan glukosa memegang peranan penting dalam memelihara keutuhan
kesadaran. Namun, penyediaan O2 dan glukosa tidak terganggu, kesadaran individu
dapat terganggu oleh adanya gangguan asam basa darah, elektrolit, osmolalitas,
ataupun defisiensi vitamin.
Proses metabolik melibatkan batang otak dan kedua hemisfer serebri. Koma
disebabkan kegagalan difus dari metabolisme saraf.
1. Ensefalopati metabolik primer
9
Penyakit degenerasi serebri yang menyebabkan terganggunya metabolisme sel
saraf dan glia. Misalnya penyakit Alzheimer.
2. Ensefalopati metabolik sekunder
Koma terjadi bila penyakit ekstraserebral melibatkan metabolisme otak, yang
mengakibatkan kekurangan nutrisi, gangguan keseimbangan elektrolit ataupun
keracunan. Pada koma metabolik ini biasanya ditandai dengan gangguan sistem
motorik simetris dan utuhnya refleks pupil (kecuali pasien mempergunakan
glutethmide atau atropin), juga utuhnya gerakan-gerakan ekstraokuler (kecuali
pasien mempergunakan barbiturat).
Tes darah biasanya abnormal, lesi otak unilateral tidak menyebabkan stupor
dan koma. Jika tidak ada kompresi ke sisi kontralateral batang otak lesi setempat pada
otak menimbulkan koma karena terputusnya ARAS. Sedangkan koma pada gangguan
metabolik terjadi karena pengaruh difus terhadap ARAS dan korteks serebri.
Tabel 1. Penyebab Metabolik atau Toksik pada Kasus Penurunan Kesadaran
No Penyebab metabolik atau sistemik
Keterangan
1 Elektrolit imbalans Hipo- atau hipernatremia, hiperkalsemia, gagal ginjal dan gagal hati.
2 Endokrin Hipoglikemia, ketoasidosis diabetic3 Vaskular Ensefalopati hipertensif4 Toksik Overdosis obat, gas karbonmonoksida (CO)5 Nutrisi Defisiensi vitamin B12
6 Gangguan metabolic Asidosis laktat7 Gagal organ Uremia, hipoksemia, ensefalopati hepatic
II.4.2 Gangguan Struktur Intrakranial
Penurunan kesadaran akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formasio
retikularis di daerah mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran)
disebut koma diensefalik. Secara anatomik, koma diensefalik dibagi menjadi dua
bagian utama, ialah koma akibat lesi supratentorial dan lesi infratentorial.
1. Koma supratentorial
1) Lesi mengakibatkan kerusakan difus kedua hemisfer serebri, sedangkan
batang otak tetap normal.
2) Lesi struktural supratentorial (hemisfer).
10
Adanya massa yang mengambil tempat di dalam kranium (hemisfer serebri)
beserta edema sekitarnya misalnya tumor otak, abses dan hematom
mengakibatkan dorongan dan pergeseran struktur di sekitarnya, terjadilah
herniasi girus singuli, herniasi transtentorial sentral dan herniasi unkus.
a. Herniasi girus singuli
Herniasi girus singuli di bawah falx serebri ke arah kontralateral
menyebabkan tekanan pada pembuluh darah serta jaringan otak,
mengakibatkan iskemi dan edema.
b. Herniasi transtentorial/sentral
Herniasi transtentorial atau sentral adalah hasil akhir dari proses desak
ruang rostrokaudal dari kedua hemisfer serebri dan nukli basalis; secara
berurutan menekan disensefalon, mesensefalon, pons dan medulla
oblongata melalui celah tentorium.
c. Herniasi unkus
Herniasi unkus terjadi bila lesi menempati sisi lateral fossa kranii media
atau lobus temporalis; lobus temporalis mendesak unkus dan girus
hipokampus ke arah garis tengah dan ke atas tepi bebas tentorium yang
akhirnya menekan mesensefalon.
2. Koma infratentorial
Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan koma.
1) Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau/ serta merusak
pembuluh darah yang mendarahinya dengan akibat iskemi, perdarahan dan
nekrosis. Misalnya pada stroke, tumor, cedera kepala dan sebagainya.
2) Proses di luar batang otak yang menekan ARAS
a. Langsung menekan pons
b. Herniasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah tentorium
dan menekan tegmentum mesensefalon.
c. Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnum dan menekan
medulla oblongata.
Dapat disebabkan oleh tumor serebelum, perdarahan serebelum dan
sebagainya.
Ditemukan lateralisasi (pupil anisokor, hemiparesis) pada kelainan struktural
yang menyebabkan penurunan kesadaran dan dapat dibantu dengan pemeriksaan
penunjang (CT-Scan) untuk menentukan lokasi terjadinya lesi/kerusakan.
11
Tabel 2. Penyebab Struktural pada Kasus Penurunan Kesadaran
No Penyebab structural Keterangan
1 Vaskular Perdarahan subarakhnoid, infark batang kortikal bilateral
2 Infeksi Abses, ensefalitis, meningitis3 Neoplasma Primer atau metastasis4 Trauma Hematoma, edema, kontusi hemoragik5 Herniasi Herniasi sentral, herniasi unkus, herniasi singuli6 Peningkatan tekanan
intracranialProses desak ruang
II.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding Penurunan Kesadaran Metabolik dan Struktural
II.5.1 Diagnosis penurunan kesadaran
Diagnosis kesadaran menurun didasarkan atas:
- Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis perlu dicantumkan dari siapa anamnesis tersebut
didapat, biasanya anamnesis yang terbaik didapat dari orang yang selalu berada
bersama penderita. Untuk itu diperlukan riwayat perjalanan penyakit, riwayat trauma,
riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat-obatan, riwayat kelainan kejiwaan. Dari
anamnesis ini, seringkali menjadi kunci utama dalam mendiagnosis penderita dengan
kesadaran menurun.
- Pemeriksaan fisik umum
Dalam melakukan pemeriksaan fisik umum harus diamati:
Tanda vital
Pemeriksaan tanda vital: perhatikan jalan nafas, tipe pernafasannya dan perhatikan
tentang sirkulasi yang meliputi: tekanan darah, denyut nadi dan ada tidaknya aritmia.
Bau nafas
Pemeriksa harus dapat mengidentifikasi foetor breath hepatic yang disebabkan
penyakit hati, urino smell yang disebabkan karena penyakit ginjal atau fruity smell
yang disebabkan karena ketoasidosis.
Pemeriksaan kulit
Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda-tanda trauma, stigmata kelainan hati dan
stigmata lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan. Pada penderita dengan trauma,
kepala pemeriksaan leher itu, harus dilakukan dengan sangat berhati-hati atau tidak
12
boleh dilakukan jikalau diduga adanya fraktur servikal. Jika kemungkinan itu tidak
ada, maka lakukan pemeriksaan kaku kuduk dan lakukan auskultasi karotis untuk
mencari ada tidaknya bruit.
Kepala
Perhatikan ada tidaknya hematom, laserasi dan fraktur.
Leher
Perhatikan kaku kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai fraktur servikal (jejas,
kelumpuhan 4 ekstremitas, trauma di daerah muka).
Toraks/ abdomen dan ekstremitas
Perhatikan ada tidaknya fraktur.
- Pemeriksaan fisik neurologis
Pemeriksaan fisik neurologis bertujuan menentukan kedalaman koma secara kualitatif
dan kuantitatif serta mengetahui lokasi proses koma. Pemeriksaan neurologis meliputi
derajat kesadaran dan pemeriksaan motorik.
Umum
- Buka kelopak mata menentukan dalamnya koma
- Deviasi kepala dan lirikan menunjukkan lesi hemisfer ipsilateral
- Perhatikan mioklonus (proses metabolik), twitching otot berirama
(aktivitas seizure) atau tetani (spontan, spasmus otot lama).
Level kesadaran
Ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif.
- Kualitatif (apatis, somnolen, delirium, spoor dan koma)
- Kuantitatif (menggunakan GCS)
Pupil
Diperiksa: ukuran, reaktivitas cahaya
- Simetris/ reaktivitas cahaya normal, petunjuk bahwa integritas
mesensefalon baik. Pupil reaksi normal, reflek kornea dan okulosefalik
(-), dicurigai suatu koma metabolik
- Mid posisi (2-5 mm), fixed dan irregular, lesi mesenfalon fokal.
- Pupil reaktif pint-point, pada kerusakan pons, intoksikasi opiat
kolinergik.
- Dilatasi unilateral dan fixed, terjadi herniasi.
13
- Pupil bilateral fixed dan dilatasi, herniasi sentral, hipoksik-iskemi
global, keracunan barbiturat.
Funduskopi
Refleks okulovestibuler/okulosefalik (dolls eye manuevre)
Pergerakan bola mata untuk melirik dan memfokuskan pandangan diatur
oleh nervus oculomotorius. Nuclei nervus oculomotor mendapat impuls
aferen dari cortical, tectal, dan tegmental sistem oculomotor, serta impuls
langsung dari sistem vestibular dan vestibulocerebellum. Reflex
okulovestibuler diperiksa dengan menolehkan kepala pasien, namun harus
hati-hati pada pasien trauma yang dicurigai adanya fraktur atau dislokasi
dari tulang cervical. Selain dengan menolehkan kepala pasien, dapat juga
tes kalori. Respon normal dari gerakan yang menimbulkan impuls pada
vestibular menuju sistem oculomotor dan membuat mata berputar
berlawanan arah dengan gerakan yang diberikan pemeriksa. Pada pasien
sadar, refelks memfokuskan pandangan menutupi reflex tesebut, sehingga
pemeriksaan doll’s eye tidak dilakukan pada pasien sadar, namun pada
pasien dengan penurunan kesadaran, reflex okulosefalik lebih dominan.
14
15
Refleks kornea dan posisi kelopak mata
Dari posisi kelopak mata dapat dinilai apakah kelopak mata dalam keadaan
tetutup atau terbuka sebagian (tidak tertutup rapat). Dalam keadaaan koma,
biasanya kelopak mata dalam keadaan tertutup dan mudah diangkat seperti
halnya dalam keadaan tidur. Tidak adanya tonus pada kelopak mata atau
terbuka sebagian dari kelopak mata dapat menandakan adanya kelemahan
dari otot-otot wajah. Jika saat pemeriksaan ditemukan kelopak mata yang
sulit dibuka atau saat dibuka langsung tertutup kembali, biasanya itu
merupakan gerakan yang volunter dan dapat menandakan bahwa pasien
tidak sepenuhnya dalam keadaan koma. Reflek mengedip biasanya hilang
pada saat seseorang dalam keadaan koma. Respon mengedip terhadap suara
keras atau sinar lampu pada pasien dalam persistent vegetative state
menggambarkan bahwa jaras sensoris aferen ke batang otak masih baik,
16
namun tidak berarti pasien aktif dalam menerima respon, bahkan pasien
dengan kerusakan total pada cortex yang mengatur visual masih dapat
merespon kedip terhadap sinar, tetapi tidak pada respon langsung/sentuhan.
Reflek dalam menutup kelopak mata dan elevasi kedua bola mata (Bell’s
Phenomenon) menandakan jaras reflek dari nervus trigeminal menuju
tegmentum batang otak lalu kembali ke nervus oculomotor dan facial masih
dalam keadaaan intak/baik. Lesi struktural pada mesencephalon dapat
menyebabkan hilangnya Bell’s phenomenon, tetapi respon mengedip tetap
ada.
Refleks muntah
Respons motorik
Refleks fisiologik dan patologik
- Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan gas darah, berguna untuk melihat oksigenasi di dalam darah,
juga untuk melihat gangguan keseimbangan asam basa.
Pemeriksaan darah, meliputi darah perifer lengkap (DPL), keton, faal hati,
faal ginjal dan elektrolit.
Pemeriksaan toksikologi, dari bahan urine darah dan bilasan lambung.
Pemeriksaan khusus meliputi pungsi lumbal, CT scan kepala, EEG, EKG,
foto toraks dan foto kepala.
II.5.2 Diagnosis banding penurunan kesadaran karena metabolik dan
struktural
Menentukan kelainan neurologi perlu untuk evaluasi dan manajemen
penderita berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pada penderita dengan penurunan kesadaran, dapat ditentukan apakah akibat kelainan
struktur, toksik atau metabolik. Pada koma akibat gangguan struktur mempengaruhi
fungsi ARAS langsung atau tidak langsung. ARAS merupakan kumpulan neuron
polisinaptik yang terletak pada pusat medulla, pons dan mesensefalon, sedangkan
penurunan kesadaran karena kelainan metabolik terjadi karena memengaruhi energi
neuronal atau terputusnya aktivitas membran neuronal atau multifaktor. Diagnosis
banding dapat ditentukan melalui pemeriksaan pernafasan, pergerakan spontan,
evaluasi saraf kranial dan respons motorik terhadap stimuli.
- Pola pernafasan
17
Mengetahui pola pernafasan akan membantu letak lesi dan kadang menentukan jenis
gangguan.
Respirasi cheyne stoke
Pernafasan ini makin lama makin dalam kemudian mendangkal dan diselingi
apnoe. Keadaan seperti ini dijumpai pada disfungsi hemisfer bilateral sedangkan
batang otak masih baik. Pernafasan ini dapat merupakan gejala pertama herniasi
transtentorial. Selain itu, pola pernafasan ini dapat juga disebabkan gangguan
metabolik dan gangguan jantung.
Respirasi hiperventilasi neurogen sentral
Pernafasan cepat dan dalam, frekuensi kira-kira 25 per menit. Dalam hal ini, lesi
biasanya pada tegmentum batang otak (antara mesensefalon dan pons). Ambang
respirasi rendah, pada pemeriksaan darah ada alkalosis respirasi, PCO2 arterial
rendah, pH meningkat dan ada hipoksia ringan. Pemberian O2 tidak akan
mengubah pola pernafasan. Biasanya didapatkan pada infark mesensefalon, pontin,
anoksia atau hipoglikemia yang melibatkan daerah ini dan kompresi mesensefalon
karena herniasi transtentorial.
Respirasi apneustik
Terdapat inspirasi memanjang diikuti apnoe pada saat ekspirasi dengan frekuensi
1-11/2 per menit kemudian diikuti oleh pernafasan kluster.
Respirasi kluster
Ditandai respirasi berkelompok diikuti apnoe. Biasanya terjadi pada kerusakan
pons varolii.
Respirasi ataksik (irregular)
Ditandai oleh pola pernafasan yang tidak teratur, baik dalam atau iramanya.
Kerusakan terdapat di pusat pernafasan medulla oblongata dan merupakan keadaan
preterminal.
Pernapasan
abnormal
18
- Pergerakan spontan
Perlu melakukan observasi pasien waktu istirahat. Pergerakan abnormal seperti
twitching, mioklonus, tremor merupakan petunjuk gangguan toksik/ metabolik.
Apabila tampak pergerakan spontan dengan asimetrik (tungkai bawah rotasi keluar)
menunjukkan defisit fokal motorik.
Komponen brain stem dari ARAS masih baik bila tampak mengunyah, berkedip dan
menguap spontan dan dapat membantu lokalisasi penyebab koma.
- Pemeriksaan saraf kranial
Jika pada pemeriksaan saraf kranial (saraf okular) tampak asimetrik dicurigai lesi
struktural. Umumnya pasien koma dengan reflek brain stem normal maka
menunjukkan kegagalan kortikal difus dengan penyebab metabolik. Obat-obatan
seperti barbiturat, diphenylhydantion, diazepam, antidepresan trisiklik dan intoksikasi
etanol dapat menekan refleks okular tetapi refleks pupil tetap baik. Impending herniasi
dapat terjadi pada herniasi supratentorial dan infratentorial yang ditandai oleh
penurunan level kesadaran, pola pernafasan tidak teratur, reflex patologis yang positif
pada kedua tungkai, hemiparese yang muncul terlambat, pupil yang anisokor dan
reflex pupil yang menghilang.
- Repons motorik terhadap stimuli
Defisit fokal motorik biasanya menunjukkan kerusakan struktur, sedangkan
dekortikasi/deserebrasi dapat terjadi pada kelainan metabolik toksik atau kerusakan
struktural. Gerakan-gerakan abnormal seperti tremor dan mioklonus sering terjadi
pada gangguan metabolik toksik.
II.6 Tatalaksana Penurunan Kesadaran
Prinsip pengobatan kesadaran dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat, pengobatan
dilakukan bersamaan dalam saat pemeriksaan. Pengobatan meliputi dua komponen utama yaitu
umum dan khusus.
II.6.1 Umum
Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit ekstensi
bila tidak ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan intrakranial
yang meningkat.
Posisi trendelenburg baik sekali untuk mengeluarkan cairan trakeobronkhial,
pastikan jalan nafas lapang, keluarkan gigi palsu jika ada, lakukan suction di
daerah nasofaring jika diduga ada cairan.
19
Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infus sesuai
dengan kebutuhan bersamaan dengan sampel darah.
Pasang monitoring jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan
elektrokardiogram (EKG).
Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk mencegah
aspirasi, lakukan bilas lambung jika diduga ada intoksikasi. Berikan tiamin
100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb. Jika dicurigai adanya overdosis
opium/ morfin, berikan nalokson 0,01 mg/kgbb setiap 5-10 menit sampai
kesadaran pulih (maksimal 2 mg).
II.6.2 Khusus
- Pada herniasi
Pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2: 25- 30
mmHg.
Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv. Selama 10-
20 menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam.
Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10
mg iv lanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam.
Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operabel seperti
epidural hematom, konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi.
- Pengobatan khusus tanpa herniasi
Ulang pemeriksaan neurologi yang lebih teliti.
Jika pada CT scan tak ditemukan kelainan, lanjutkan dengan pemeriksaan
pungsi lumbal (LP). Jika LP positif adanya infeksi berikan antibiotik yang
sesuai. Jika LP positif adanya perdarahan terapi sesuai dengan pengobatan
perdarahan subarakhnoid.
20
BAB III
KESIMPULAN
Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi yang
menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final common pathway” dari
gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak
dengan akibat kematian. Penurunan kesadaran dapat ditentukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Penurunan kesadaran disebabkan oleh kelainan metabolik dan struktural yang
mempengaruhi korteks dan ARAS. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan fisik neurologis dan pemeriksaan penunjang.
21
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Batubara, AS. (1992). Koma dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Ed 80.
FK USU. Hal 85-87.
2. Plum, F. Posner, JB. Saper, CB. Schiff, ND. (2007). Plum and Posner’s Diagnosis
of Stupor and Coma. Oxford University Press. New York. Hal. 5-9.
3. Dewanto, G. Suwono, WJR. Budi, dkk. (2007). Diagnosis & Tatalaksana Penyakit
Saraf. Fakultas UNIKA ATMAJAYA. EGC
4. Harris, S. (2004). Penatalaksanaan Pada Kesadaran Menurun dalam Updates in
Neuroemergencies. FKUI. Jakarta. Hal.1-7
5. Harsono. (2005). Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
6. Lindsay, KW dan Bone I. (1997). Coma and Impaired Conscious Level dalam
Neurology and Neurosurgery Illustrated. Churchill Livingstone. UK. Hal.81
7. Greenberg, MS. (2001). Coma dalam Handbook of Neurosurgey. 5th ed. Thieme.
NY. Hal 119-123
22