REFERAT NARKOBA

27
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain "narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 22 tahun 1997). Jenis Narkotika adalah : Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko), opium obat, morfina, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan damar ganja. Garam-garam dan turunan-turunan dari morfina dan kokaina, serta campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan tersebut di atas. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental 1

Transcript of REFERAT NARKOBA

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain

"narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan

Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika,

Psikotropika dan Zat Adiktif.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,

baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan

(Undang-Undang No. 22 tahun 1997). Jenis Narkotika adalah : Tanaman papaver,

opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko), opium obat, morfina, kokaina,

ekgonina, tanaman ganja, dan damar ganja. Garam-garam dan turunan-turunan dari

morfina dan kokaina, serta campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang

mengandung bahan tersebut di atas.

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan

narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf

pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku (Undang-

Undang No. 5/1997). Zat yang termasuk psikotropika antara lain: Sedatin (Pil BK),

Rohypnol, Magadon, Valium, Mandarax, Amfetamine, Fensiklidin, Metakualon,

Metifenidat, Fenobarbital, Flunitrazepam, Ekstasi, Shabu-shabu, LSD (Lycergic Alis

Diethylamide), dsb.

Bahan Adiktif berbahaya lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis

maupun sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang

dapat mengganggu sistim syaraf pusat, seperti: Alkohol yang mengandung ethyl

etanol, inhalen/sniffing (bahan pelarut) berupa zat organik (karbon) yang

1

menghasilkan efek yang sama dengan yang dihasilkan oleh minuman yang beralkohol

atau obat anaestetik jika aromanya dihisap. Contoh: lem/perekat, aceton, ether, dsb.

Semua istilah ini, baik "narkoba" atau napza, mengacu pada sekelompok zat

yang umumnya mempunyai risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar

kesehatan narkoba sebenarnya adalah psikotropika yang biasa dipakai untuk membius

pasien saat hendak dioparasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini

presepsi itu disalah gunakan akibat pemakaian yang telah di luar batas dosis.

Efek toksik narkoba ini sangat banyak sekali dalam kehidupan sehari-hari,

seperti ketergantungan yang bisa mengakibatkan gangguan fisik dan psikologis,

karena terjadinya kerusakan pada sistem syaraf pusat (SSP) dan organ-organ tubuh

seperti jantung, paru-paru, hati dan ginjal.

Selain itu, dampak penyalahgunaan narkoba pada seseorang sangat tergantung

pada jenis narkoba yang dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi

pemakai. Secara umum, dampak kecanduan narkoba dapat terlihat pada fisik, psikis

maupun sosial seseorang. Salah satu dampak pemakaian narkoba yaitu kecelakaan

lalu lintas yang akan di bahas pada makalah ini.

I.2. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan penulisan referat ini unuk mengetahui efek toksik narkoba pada

korban kecelakaan lalu-lintas.

I.3. Batasan Masalah

Penulisan referat ini membahas tentang efek toksik narkoba pada korban

kecelakaan lalu-lintas.

I.4. Metode Penulisan

Referat ini dibuat dengan mengacu kepada berbagai tinjauan pustaka dan

literatur.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Narkoba

Narkoba (singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif berbahaya

lainnya) adalah bahan atau zat yang bila dimasukkan dalam tubuh manusia, baik

secara oral atau diminum, dihirup, maupun disuntikkan dapat mengubah pikiran,

suasana hati atau perasaan dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan

ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis.1

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,

baik sintetis maupun semi sintetis menyebabkan penurunan atau perubahan

kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (undang-

undang No. 22 tahun 1997). Beberapa yang termasuk jenis narkotika adalah : 1

Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko),

opium, morfin,kokain, ekgonina,tanaman ganja,dan damar ganja

Garam-garam dan turunan-turunan dari morfin dan kokain, serta campuran-

campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan tersebut di atas.

Psikotropika adalah obat atau zat baik alamiah maupun sintetis bukan

narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf

pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. 1 Zat yang

termasuk psikotropika antara lain sedatin (pil BK), Rohypnoi, Magadon, Valium,

Mandarax, Amfetamine, Fensiklidin, Metakualon, Metilfenidat, Fenobarbital,

Flunitrazepam, Ekstasi, shabu-shabu, LSD (Lycergic Alis Diethylamide), dan lain-

lain.1,2

Bahan adiktif berbahaya lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis

maupun sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfin atau kokain yang dapat

mengganggu sistim saraf pusat seperti : Alkohol yang mengandung ethyl etanol,

inhalen/sniffing (bahan pelarut) berupa zat organik (karbon) yang menghasilkan efek

3

yang sama dengan yang dihasilkan oleh minuman yang beralkohol atau obat anastetik

jika aromanya dihisap, contoh : lem/perekat, aseton, ether, dan lain-lain. 2

2.2. Jenis- Jenis Narkoba

Macam-macam Narkoba antara lain:

1. Narkotika

Istilah narkotika yang dikenal di Indonesia berasal dari bahasa Inggris

“Narcotics“ yang berarti obat bius, yang sama artinya dengan kata “Narcosis” dalam

bahasa Yunani yang berarti menidurkan atau membiuskan. Pengertian narkotika

secara umum adalah suatu zat yang dapat menimbulkan perubahan perasaan, suasana

pengamatan atau penglihatan karena zat tersebut mempengaruhi susunan saraf pusat. 1

Menurut proses pembuatannya berasal dari alam, semi sintetik dan sintetik

dengan uraian sebagai berikut : 1,2

a. Narkotika alam terdiri dari :

1) Opium

Diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum yang getahnya bila

dikeringkan akan menjadi opium mentah. Efek samping yang ditimbulkan

(dari yuda) :

a. Mengalami pelambatan dan kekacauan pada saat berbicara

b. Kerusakan penglihatan pada malam hari

c. Mengalami kerusakan pada liver dan ginjal

d. Peningkatan resiko terkena virus HIV dan hepatitis dan penyakit

infeksi lainnya melalui jarum suntik dan penurunan hasrat dalam

hubungan sex

e. Kebingungan dalam identitas seksual

f. Kematian karena overdosis

Gejala intoksitasi (keracunan) opium : konstraksi pupil (atau dilatasi

pupil karena anoksia akibat overdosis berat) dan satu atau lebih tanda

berikut, yang berkembang selama atau segera setelah pemakaian opium, yaitu:

a. Mengantuk atau koma bicara cadel

4

b. Gangguan atensi atau daya ingat

c. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara

klinis misalnya:

o Euforia awal diikuti oleh apatis

o Disforia

o Agitasi atau retardasi psikomotor

o Gangguan pertimbangaan

o Gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang berkembang selama

atau segera setelah pemakaian opium

Seseorang dengan ketergantungan opium jarang meninggal akibat putus

opium, kecuali orang tersebut memiliki penyakit fisik dasar yang parah, seperti

penyakit jantung. Gejala residual seperti insomnia, bradikardia, disregulasi

temperatur, dan kecanduan opiat mungkin menetap selama sebulan setelah putus

zat. Pada tiap waktu selama sindroma abstinensi, suatu suntikan tunggal morfin

atau heroin menghilangkan semua gejala. Gejala penyerta putus opioid adalah

kegelisahan, iritabilitas, depresi, tremor, kelemahan, mual, dan muntah. Turunan

opium (opiat) yang sering disalahgunakan, adalah candu, morfin, heroin, codein,

demerol, methadone, kokain.

2) Kokain

Diperoleh dari daun tumbuhan Erythroxylon Coca dalam peredaran

mempunyai efek stimulansia yang disebut kokain. Gejala intoksitasi

kokain, antara lain : 1,2,3

Agitasi iritabilitas gangguan dalam pertimbangan perilaku seksual

yang impulsif

Kemungkinan berbahaya agresi peningkatan aktivitas psikomotor :

takikardia, hipertensi, midriasis

Gejala putus zat kokain antara lain :

Setelah menghentikan pemakaian kokain atau setelah intoksikasi

akut terjadi depresi pascaintoksikasi (crash) yang ditandai dengan disforia,

anhedonia, kecemasan, iritabilitas, kelelahan, hipersomnolensi, kadang-

5

kadang agitasi. Pada pemakaian kokain ringan sampai sedang, gejala putus

kokain menghilang dalam 18 jam. Pada pemakaian berat, gejala putus

kokain bisa berlangsung sampai satu minggu, dan mencapai puncaknya

pada dua sampai empat hari. Gejala putus kokain juga dapat disertai

dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Orang yang mengalami putus

kokain seringkali berusaha mengobati sendiri gejalanya dengan alkohol,

sedatif, hipnotik, atau obat antiensietas seperti diazepam (valium).

3) Canabis

Diperoleh dari tanaman Perdu Cannabis sativa (ganja) yang mengandung

tanaman aktif yang bersifat adiktif.2

b. Narkotika semi sintetik

Dibuat dari alkaloid opium yang mempunyai inti Phenanthren dan

diproses secara kimiawi menjadi suatu bahan obat yang berkhasiat sebagai

narkotik, contoh : Heroin, Codein, Oxymorphon, dan lain-lain.2

c. Narkotika Sintetik

Dibuat dengan suatu proses kimia dengan menggunakan bahan baku

kimia sehingga diperoleh suatu hasil baru yang mempunyai efek narkotik,

contoh : Petidine, Nisentil, Leritine, dan lain-lain.2,3

Penggolongan Narkotika menurut undang-undang RI No. 22 Tahun 1997

adalah : berdasarkan pasal 2 ayat (2) UU No.22 Tahun 1997 tentang narkotika,

narkotika digolongkan menjadi 3 yaitu narkotika golongan I, narkotika golongan II,

dan narkotika golongan III.1,2,3,4

a. Narkotika golongan I

Adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Beberapa

narkotika yang termasuk dalam golongan I misalnya tanaman Papaver

somniferum L, Opium, tanaman koka (daun koka, kokain merah), heroin,

morfin, dan ganja.

b. Narkotika golongan II

6

Adalah narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan yang digunakan

sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi

mengakibatkan ketergantungan. Beberapa narkotika yang termasuk kedalam

golongan II, misalnya Alfasetilmetadol, Benzetidin, Betametadol.

c. Narkotika golongan III

Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan

serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Beberapa narkotika

yang termasuk ke dalam golongan III misalnya Asetildihidrokodeina,

Dokstropropoksifena, Dihidroko-deina, Etilmorfin, dan lain-lain. Narkotika untuk

pengobatan, terdiri dari opium obat, codein, petidin, fenobarbital.3

2. Psikotropika

Selain jenis narkotika, di berbagai penjuru dunia terdapat obat-obatan yang

bukan Narkotika tetapi mempunyai efek dan bahaya yang sama dengan Narkotika

yang disebut dengan istilah psikotropika.2 Psikotropika didefinisikan sebagai zat atau

obat bukan narkotik tetapi berkhasiat psikoaktif berupa perubahan aktifitas mental

atau tingkah laku melalui pengaruhnya pada susunan syaraf pusat serta dapat

menyebabkan efek ketergantungan. Dalam artian lain psikotropika atau obat adalah

setiap zat yang jika masuk organisme hidup dapat mengadakan atau menyebabkan

perubahan atau mempengaruhi hidup.2,3 Psikotropika dibedakan menjadi 4 golongan

yaitu :

a. Psikotropika Golongan I

Adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu

pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat

kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan, contoh : LSD, MDMA, dan

Masealin.2

b. Psikotropika Golongan II

7

Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam

terapi, dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat

mengakibatkan sindroma ketergantungan, contoh : amfetamin.2

c. Psikotropika Golongan III

Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam

terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang

mengakibatkan sindroma ketergantungan, contoh : kelompok hipnotik Sedatif

(Barbiturat).2

d. Psikotropika Golongan IV

Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan

dalam terapi dan atauuntuktujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi

ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan, contoh : Diazepam,

Nitrazepam. Pengaruh penggunaan psikotropika terhadap susunan syaraf pusat

dapat dikelompokkan menjadi :

1. Depressant, yaitu yang bekerja mengendorkan atau mengurangi

aktivitas susunan syaraf pusat, contohnya antara lain : Sedatin (Pil

BK), Rohypnol, Megadon, Valium, Mandrax.2,3

2. Stimulant, yaitu yang bekerja mengaktifkan kerja susunan syaraf

pusat, contohnya : Amphetamine dan turunannya (Ecstacy). 2,3

3. Halusinogen, yaitu yang bekerja menimbulkan rasa perasaan

halusinasi atau khayalan, contoh : Lysergid Acid Diethylamide

(LSD).2,3

3. Bahan Berbahaya

Bahan berbahaya yaitu bahan kimia meledak, mudah menyala atau terbakar,

oksidator, reduktor, racun korosif, timbulkan iritasi, sentilasi luka dan nyeri,

timbulkan bahaya elektronik, karsiogenik, teratogenik mutagenik, etiologik atau

biomedik.2,3 Bahan berbahaya diklasifikasikan dalam 4 (empat) kelas, yaitu :

a. Kelas 1 : Dapat menimbulkan bahaya yang fatal dan luas secara langsung dan

tidak langsung, karena sulit penanganan dan pengamanannya, contoh:

Pestisida, DDT dan lain-lain.

8

b. Kelas 2 : Bahan yang sangat mudah meledak karena gangguan mekanik,

contoh : minuman keras, spritus, bensin dan lain-lain.

c. Kelas 3 : Bahan yang bersifat karsinogenik dan mutagenik, contoh : zat

pewarna, atau pemanis makanan dan lain-lain.

d. Kelas 4 : Bahan korosif sedang dan lemah, contoh : kosmetik dan alat

kesehatan.

Jenis Minuman Keras dibagi menjadi 3 Golongan :

a. Golongan A : minuman keras yang berkadar ethanol 1% -5%, contohnya : bir

bintang, green sand dan lain-lain.3

b. Golongan B : minuman keras yang berkadar ethanol 5% -20%, contohnya :

anggur malaga dan lain-lain.3

c. Golongan C : minuman keras yang berkadar ethanol 20% -50%, contohnya:

brandy, wisky, jenever dan lain-lain.3

2.3. Efek Toksik Narkoba

Dalam menginterpretasikan hasil temuannya seorang toksikologi forensik

harus mengulas kembali efek toksik dan farmakologi yang ditimbulkan oleh analit,

baik efek tunggal dari opiate dan benzodiazepin maupun efek kombinasi yang

ditimbulkan dalam pemakaian bersama antara opiat dan benzodiazepin. Mengacu

informasi konsentrasi toksik (“lethal concentration”) dapat diduga penyebab

kematian dari korban.3

Guna mengetahui obat apa yang telah dikonsumsi oleh korban, berdasarkan

hasil analisis dan alur metabolisme dari suatu senyawa obat, seorang toksikolog

forensik akan merunut balik apa yang telah dikonsumsi korban.3

2.4. Pemeriksaan Barang Bukti Mati Pada Kasus Pemakaian Narkoba

Efek toksik yang ditimbulkan oleh pemakaian heroin adalah depresi saluran

pernafasan. Keracunan oleh heroin ditandai dengan adanya udema paru-paru.

9

Sedangkan pemakaian diazepam secara bersamaan akan meningkatkan efek heroin

dalam penekanan sistem pernafasan. Hal ini akan mempercepat kematian.3

Pemeriksaan di darah dan urin akan ditemukan morfin dan kodein baik dalam

bentuk bebas maupun terikat dengan glukuronidnya namun di urin terdeteksi juga 6-

asetilmorfin. Heroin di dalam tubuh dalam waktu yang sangat singkat akan

termetabilisme menjadi 6-asetilmorfin, dan kemudian membentuk morfin. Morfin

akan terkonjugasi menjadi morfin-glukuronidanya.3

Kemudian dalam pemakaian diazepam, pada pemeriksaan dalam tubuh

diazepam akan termetabolisme melalui N-demitelasi membentuk desmitldiazepam

(nordazepam) dan kemudian akan terhidrolisis membentuk oksazepam, sebagaian

kecil akan termetabolisme membentuk temazepam.3

Penyelidikan pada kasus kematian akibat pemakaian narkoba memerlukan

kerja sama dalam satu tim yang terdiri dari kepolisian (penyidik), ahli forensic,

psikiater maupun ahli toksikologi. Pertanyaan–pertanyaan yang sering muncul

sehubungan dengan hal di atas meliputi apakah kejadian tersebut merupakaan

kesengajaan (bunuh diri), kecelakaan, ataupun kemungkianan pembunuhan? jenis

obat apakah yang digunakan? Melalui cara bagaimanakah pemakaian obat tersebut?

Adakah hubungan antara waktu pemakaian dengan saat kematian? Apakah korban

baru pertama kali memakai, atau sudah beberapa kali memakai, ataupun sudah

merupakan pecandu berat? Adakah riwayat alergi terhadap obat tersebut? Apakah

jenis narkoba yang digunakan memprovokasi penyakit- penyakit yang mungkin sudah

ada pada korban? Apakah mungkin penyakit tersebut terlibat sehubungan dengan

kematian korban? Ringkasnya, penyidikan terhadap kasus narkoba meliputi 4 aspek,

yaitu : 3

1. TKP (Tempat Kejadian Perkara).

2. Riwayat korban.

3. Otopsi.

4. Pemeriksaan Toksikologi

Dalam kaitannya dengan TKP, dapat ditemukan bukti- bukti adanya

pemakaian narkoba. Semua pakaian maupun perhiasan dan juga barang bukti narkoba

10

yang ditemukan di TKP harus diperiksa dan dianalisa lebih lanjut. Riwayat dari

korban yang perlu digali meliputi riwayat pemakaian narkoba yang bisa didapatkan

melalui catatan kepolisian, informasi dari keluarga, teman, maupun saksi- saksi yang

berkaitan dengan informasi penggunaan narkoba (Tedeschi, 1977).3

Otopsi dikonsentrasikan pada pemeriksaan luar dan dalam dan juga pada

pengumpulan sampel yang adekuat untuk pemerikasaan toksikologi. Biasanya temuan

yang paling sering didapatkan pada pemeriksaan luar adalah busa yang berasal dari

hidung dan mulut. Hal ini merupakan karakteristik kematian yang disebabkan oleh

pemakaian narkoba meskipun tidak bersifat diagnostik, karena pada kasus tenggelam,

asfiksia, maupun gagal jantung dapat juga ditemukan tanda kematian di atas. Selain

itu pada pemeriksaan luar dapat juga ditemukan bekas penyuntikan maupun sayatan-

sayatan di kulit yang khas pada pemakaian narkoba. Pada pemeriksaan dalam,

penyebab kematian harus digali dengan cara mencari tanda- tanda dari komplikasi

akibat pemakaian narkoba. Pembukaan cavum pleura dan jantung dibarengi dengan

mengguyur air untuk melihat adanya pneumothoraks, maupun emboli udara. Pada

pemeriksaan paru, biasanya didapatkan paru membesar sebagai akibat adanya edema

dan kongesti. Pada pemeriksaan getah lambung jarang didapatkan bahan – bahan

narkoba yang masih utuh tetapi warna dari cairan lambung daapt memberi petunjuk

mengenai jenis narkoba yang dikonsumsi. Saluran pencernaan harus diperiksa secara

keseluruhan untuk mencari bukti adanya usaha – usaha penyelundupan narkoba.3

Pemeriksaan makroskopis meliputi pemeriksaan kulit dan vena pada daerah-

daerah yang dicurigai merupakn tempat suntikan. Penilaian mengenai adanya

perdarahan, peradangan, benda- benda asing, dan tingkat ketebalan vena akan dapat

memberikan informasi mengenai berapa lama telah dilakukan kebiasaan menyuntik.

Ahli toksikologi perlu mendapatkan riwayat paling lengkap dan berbagai macam

barang bukti untuk dilakukan pemeriksaan. Jaringan dan cairan tubuh yang diperiksa

meliputi hepar, ginjal, paru, otak, getah lambung, urine, darah, dan cairan

empedu. .Cairan empedu dan urine secara khusus sangat penting pada kasus- kasus

kematian akibat pemakaian opiate. Rambut dan kuku kadang- kadang perlu diperiksa

11

untuk pemeriksaan toksikologi lain. Usapan mukosa hidung kadang- kadang dapat

menunjukkan bekas hisapan pada pemakaian kokain maupun heroin (Knight, 1996).3,4

2.5. Pemeriksaan Pada Kematian Akibat Pemakaian Opioid (Morfin atau

Heroin)

A. Pemeriksaan luar

Tanda- tanda yang khas sukar didapat, namun masih ada beberapa petunjuk yang

dapat dipakai sebagai acuan membuat kesimpulan sebab kematian.3

1. Needle marks

Lokasi : fossa ante cubiti, lengan atas, dan punggung tangan dan kaki. Tempat

lain adalah leher, dibawah lidah, perineal, dan pada perempuan disekitar

papilla mamae. Needle marks yang masih baru sering disertai tanda- tanda

perdarahan sub kutan, perivenous, yaitu kalau dipencet akan keluar cairan

serum atau darah. Pada kasus ketagihan, banyak terdapat bekas suntikan yang

lama berupa jaringan parut titik- titik sepanjang lintasan vena dan disebut

“intravenous mainline tracks”. Kadang – kadang untuk menyamarkan needle

marks itu ditutup dengan gambaran tattoase. Juga dapat ditemukan abses,

granuloma atau ulkus, yang mana cara ini sering didapatkan pada korban yang

melakukannya dengan cara suntikan subkutan. Dengan demikian efek

toksikologinya diperlama, artinya efek kenikmatannya menjadi lebih tahan

lama. Pada mereka inilah sering diketemukan adanya tanda- tanda abses dan

lain sebagainya. Bagaimana kalau tidak terdapat tanda bekas suntikan? Bisa

saja hal ini terjadi, sebab mungkin sekali korban menggunakan cara lain,

misalnya denngan menghirup bau morfin, atau merokok dengan campuran

heroin. Oleh karena itu dalam pemeriksaan toksikologi perlu diambil sediaan

usap ingus (nasal swab).3,4

2. Hipertrofi kelenjar getah bening regional.

Pada korban yang sering menyuntik lengannya maka sering terdapat hipertrofi

kelenjar getah bening di regio aksiler.Hal ini merupakan ‘Drain phenomenon’.

12

Biasanya karena jarum suntikannya tidak steril. Dengan pemeriksaan PA

tampak hipertrofi dan hyperplasia limfositik.3,4

3. Gelembung-gelembung pada kulit

Sering terdapat pada telapak tangan/kaki, dan hal ini sering dilakukan untuk

suntikan dalam jumlah besar (overdosis). Harus dibedakan dengan intoksikasi

gas CO dan barbiturate.3,4

4. Tanda mati lemas

Keluarnya busa putih dan halus dari lubang hidung dan mulut yang makin

lama tampak kemerahan karena adanya proses autolisis. Tanda ini dianggap

sebagai tanda terjadinya edema pulmonum. Juga terdapat tanda sianosis pada

muka, kuku, ujung-ujung jari, dan bibir. Juga ada tanda perdarahan (bintik-

bintik perdarahan) pada kelopak mata. Bahkan pada keracunan dengan

membau dapat ditemukan perforasi pada septum nasi.3,4

B. Pemeriksaan Dalam Paru-paru

1. Perubahan akut : Mulai saat suntikan terakhir sampai dengan saat kematian.

Adapun perubahan awal yang terjadi adalah :

a) Dari 0 sampai 3 jam. Hanya terdapat edema dan kongesti sel-sel

mononuclear atau makrofag pada dinding alveoli. PA : Paru-paru tampak

voluminous, kadang-kadang bagian posterior lebih padat sehingga tak ada

krepitasi. Bagian anterior tampak ada emfisema yang difus dengan

terdapat benda-benda asing yang terisap di dalam bronkus. Tampak ada

kongesti, edema dengan sel-sel mononuclear dalam alveoli.3,4

b) Dari 3 sampai 12 jam pertama. Terdapat narcotic lungs (siegel). Tanda ini

amat bermakna ( 25 % kasus). Secara makroskopis tampak paru sangat

mngembang (over inflated). Trakea tertutup busa halus. Pada permukaan

paru-paru dan penampangnya tampak gambaran lobuler akibat adanya

bermacam-macam tingkat aerasi (atelaksi adalah aerasi yang normal,

amat mengembang, dan emfisma), kongesti, dan terdapat perdarahan di

beberapa tempat terutama di bagian belakang dan bawah (posterior dan

13

inferior). Secara PA, tampak sel-sel makrofag, perdarahan alveolar,

intrabronkhiolar, subpleural, dan sel-sel polimorfonuklear. Dapat

ditemukan juga aspirat di daalm traktus respiratorius. Sering berupa susu,

karena susu sering dianggap antidotum opiate.3,4

c) Dari 12 sampai 24 jam. Proses pneumoniasis tampak lebih rata, tampak

sel-sel PMN. Sedangkan proses lanjut yang dapat terjadi adalah apabila

interval > 24 jam. Akan tampak pneumonia lobularis diffusa, tampak

kecoklatan dan granula.3,4

2. Perubahan kronis.

Terdapat perubahan berupa pneumonia granulosis vascular. Akibat tanda

adanya reaksi talk (magnesium silikat, filter untuk natkotika). Talk ini juga

dapat masuk bersama narkotik saat disuntikkan. Kristal-kristal ini dapat

dilihat dengan mikroskop polarisasi, berwarna putih, bening atau kekuningan,

dan terdapat garis refraksi. Granuloma-granuloma ini bisa dilihat dalam

vascular, perivascular, atau di dalam alveolus.3,4

C. Pemeriksaan Hati

Perubahan ini nampak lebih jelas pada korban yang sudah lama menyandu.

Terdapat pengumpulan limfosit, sel-sel PMN, dan beberapa sel-sel narkotika. Juga

nampak fibrosis jaringan, dan adanya sel-sel ductus biliaris yang mengalami

proliferasi. Terdapat 4 kelainan :3,4

1. Hepatitis agresif kronika : tandanya ada pembentukan septa.

2. Hepatitis persisten kronika : adanya infiltrasi sel radang didaerah portal

3. Hepatitis reaktif kronika.

4. Perlemakan hati.

D. Getah Bening

14

Lokasi pemeriksaan terutama di daerah portal hepatic, yaitu di sekitar kaput

pankreas dan duktus kholedocus. Makin berat menyandunya, makin banyak

kelainannya.3,4

a. Makroskopis : tampak pembesaran

b. Mikroskopis : tampak adanya hyperplasia dan hipertropi limfosit.

E. Pemeriksaan toksikologi

1. Urin, cairan empedu, dan jaringan temapt suntikan.

2. Darah dan isi lambung, diperiksa bila keracunanya peroral.

3. Nasal swab, kalau diperkirakan melalui cara membau dan menghirup

4. Barang bukti lainnya.(2,8)

Metode pemeriksaan dilakukan dengan alat Thin Layer Chromatography atau

dengan gas Chromatography atau bisa juga dilakukan dengan test Nalorfine.1,2

15

BAB III

KESIMPULAN

Obat disamping memberikan manfaat klinis sering juga menimbulkan dampak

efek samping karena efek kliniknya pada sistem saraf pusat. Beberapa obat dari

golongan opiat sering disalahgunakan untuk kepentingan nonmedis obat-obat yang

banyak disalahgunakan biasanya memberikan efek sedasi, analgesi dan euforia.4

Efek samping obat-obat tersebut beragam mulai dari asikap dan mental serta

intelektual sehingga kerusakan organ yang kadang berakhir dengan kematian. Secara

sosial dampak negatif dari penyalahgunaan obat adalah berupa ketergantungan dan

ketagihan yang seringkali dimanifestasikan dalam bentuk tindakan brutal dan

cenderung kriminal.1,2,4

Pemeriksaan pada korban pemakai morfin yang masih hidup meliputi

anamnesa dan pemeriksaan fisik serta ditunjang dengan pemeriksaan tambahan

berupa pemeriksaan toksikologi. Anamnesa dan pemeriksaan fisik dilakukan untuk

mencari gejala-gejala yang tampak akibat pemakaian narkoba sedangkan

pemeriksaan toksikologi dilakukan untuk amenentukan apakah didalam tubuh korban

terdapat sisa-sisa zat morfin atau tidak. pada pemeriksaan barang bukti mati, jenazah

akibat pemakaian narkoba, analisa toksikologi memegang peran yang sangat penting

dimana pengumpulan sampel dan akemampuan pemeriksaan toksikologi yang

adekuat akan sangat membantu penyidikan.1,2

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN Depkes.

2003. Informasi Kesehatan Remaja. : Jakarta,.

2. Wulan, Chusnul. 2000. Upaya Polwiltabes Semarang Dalam Menanggulangi

Penyalahgunaan Narkoba di Semarang.

3. Knight, B., 1996, Forensic Pathology, Oxford University Press Inc., New York.

4. Tedeschi, E., 1977, Forensic Medicine, Vol II, W B Saunders Company, West

Washington Squartz, Philadelphia.

5. Wirasuta, I M.A.G. 2005. Peran Toksikologi forensik dalam penegakan hukum

kesehatan di Indonesia. Penerbit Udayana, Denpasar.

6. Latief. S. A. et.al. 2001. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi II, Bagian

Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta. Juni 2001; 77-83, 161.

17