REFERAT Muscular Injury

download REFERAT Muscular Injury

of 18

Transcript of REFERAT Muscular Injury

REFERAT MUSCULAR INJURYPembimbing Dr. R. Suhana, SPOT

Oleh: 1. Agus Suryadi Wijaya 030.06.016 2. Qorie Fujiatma Joscarita 030.06.200

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI PERIODE 27 JUNI 11 SEPTEMBER 2011

KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT penulis panjatkan karena dengan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul muscular injury. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. R. Suhana, Sp.OT selaku pembimbing dalam menyusun referat ini. Penulis berharap semoga referat ini dapat dipergunakan untuk menambah wawasan kita dalam dunia penyakit bedah, khususnya pada topik cedera muskular. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca referat ini.

Jakarta, 17 Agustus 2011

Penuli s

PENDAHULUAN

Cedera otot merupakan kejadian yang umum, khususnya pada ilmu kedokteran olahraga. Cedera otot meliputi trauma langsung dan tidak langsung. Trauma tidak langsung termasuk diantaranya delayed onset muscle soreness dan muscle strains. Trauma langsung seperti laserasi otot dan kontusio otot. 30% dari cedera olahraga merupakan bentuk dari cedera otot. Pemeriksaan pencitraan penting dilakukan bukan hanya untuk mendiagnosis kerusakan otot, namun juga diperlukan untuk memprediksi rehabilitasi dari otot yang terkena cedera. Cedera paling sering yang dialami ketika berolahraga adalah otot terkilir yang dalam istilah medis disebut dengan sprain dan strain. Sprain adalah teregangnya ligamen (jaringan ikat/penghubung yg kuat) sehingga menimbulkan robekan parsial/sebagian, hal ini terjadi karena stress berlebihan yang mendadak atau penggunaan berlebihan yang berulang-ulang dari sendi. Strain adalah teregangnya otot dan tendon (jaringan ikat/penghubungan yg kuat yg menghubungkan otot dengan tulang) karena penggunaan yang berlebihan ataupun stress yang berlebihan.

PEMBAHASAN

Sprain teregangnya atau robeknya ligamen (yaitu jaringan ikat yang menghubungkan dua atau lebih tulang dalam sebuah sendi). Sprain dapat disebabkan oleh jatuh, terpelintir, atau tekanan pada tubuh yang menyebabkan tulang pada sendi bergeser sehingga menyebabkan ligamen teregang atau bahkan robek. Biasanya, sprain terjadi pada keadaan seperti saat orang terjatuh dengan bertumpu pada tangan, mendarat dengan bagian luar dari kaki, atau mendatar keras di tanah sehingga menyebabkan lutut terpelintir. Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup gerak sendi yang normal, seperti melingkar atau memutar pergelangan kaki. Strain Strain adalah bentuk cedera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur muskulo-tendinous(otot dan tendon). Strain akut pada struktur muskulotendinous terjadi pada persambungan antara otot dan tendon. Strain terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara mendadak, seperti pada pelari atau pelompat. Tipe cedera ini sering terlihat pada pelari yang mengalami strain pada otot-otothamstring-nya. Beberapa kali cedera terjadi secara mendadak ketika pelari dalam langkah penuh. Gejala pada strain otot yang akut bisa berupa nyeri, spasme otot, kehilangan kekuatan, dan keterbatasan lingkup gerak sendi. Strain kronis adalah cedera yang terjadi secara berkala oleh karena penggunaan berlebihan atau tekakan berulang-ulang, menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon). Sebagai contoh, pemain tennis bisa mendapatkan tendonitis pada bahunya sebagai hasil tekanan yang terus-menerus dari servis yang berulang-ulang. Tanda dan gejala deri keduanya hampir mirip yaitu: 1. nyeri 2. spasme otot 3. kehilangan kekuatan

4. keterbatasan lingkup gerak sendi 5. bengkak atau memar 6. tidak stabil dan hilangnya kemampuan untuk menggerakkan sendi Semua tanda-tanda di atas akan mempengaruhi pada daerah yang cedera. terkilir atau keseleo paling sering terjadi pada bagian ankle/pergelangan kaki, pergelangan tangan, dan ruas-ruas jari.

Derajat sprain dan strain Therapist mengkategorikan sprain dan strain berdasarkan berat ringannya cedera. Derajat I (ringan) berupa beberapa stretching atau kerobekan ringan pada otot atau ligament. Derajat II (sedang) berupa kerobekan parsial tetapi masih menyambung. Derajat III (berat) berupa kerobekan penuh pada otot dan ligament, yang menghasilkan ketidakstabilan sendi. Terapi Cedera derajat I biasanya sembuh dengan cepat dengan pemberian istirahat, es, kompresi, dan elevasi (RICE). Terapi latihan dapat membantu mengembalikan kekuatan dan fleksibilitas. Cedera derajat II terapinya sama hanya saja ditambah dengan immobilisasi pada daerah yang cidera. Dan derajat III biasanya dilakukan immobilisasi dan kemungkinan pembedahan untuk mengembalikan fungsinya.

Cedera Otot Hamstring Cedera otot hamstring sering terjadi pada atlet, khususnya para atlet yang berpartisipasi dalam olahraga yang memerlukan sprint seperti lari, sepak bola dan basket. Otot hamstring yang tertarik atau strain adalah sebuah cedera yang melibatkan satu atau lebih otot di bagian belakang dari paha. Kebanyakan cedera hamstring merespon baik terhadap penanganan sederhana tanpa perlu operasi. Anatomi Otot hamstring terdapat di bagian belakang dari paha yang terdiri dari tiga otot : 1. semitendinosus

2. semimembranosus 3. biceps femoris

Letak otot-otot tersebut dimulai dari bagian bawah dari pelvis hingga tuberositas ischiadica, menyilang pada sendi lutut dan berakhir pada tungkai bawah. Serat otot hamstring menyatu dengan jaringan ikat yang kuat dari tendon hamstring di dekat titik dimana tendon tersebut menempel pada tulang. Otot-otot hamstring berfungsi untuk ekstensi tungkai bawah ke belakang dan fleksi pada sendi lutut. Definisi Cedera otot hamstring dapat berupa tertarik, robek sebagian atau robek seluruhnya. Derajat strain pada otot dibagi berdasarkan beratnya cedera. Strain derajat 1 masih ringan dan biasanya sembuh dengan baik, sedangkan strain derajat 3 adalah robekan pada seluruh otot yang mungkin memerlukan waktu berbulan-bulan untuk sembuh. Kebanyakan cedera hamstring timbul pada bagian yang tebal dari otot atau tempat dimana serat otot menyatu dengan tendon. Pada kebanyakan cedera hamstring berat, tendonnya robek secara keseluruhan dan terpisah dari tulang. Mungkin bisa sampai menarik fragmen tulang itu sendiri. Ini disebut sebagai cedera avulsi.

Etiologi Muscle Overload Muscle overload adalah penyebab utama dari strain otot hamstring. Hal ini dapat terjadi ketika otot tersebut digunakan melebihi kapasitasnya atau digunakan untuk aktivitas berat secara tiba-tiba. Strain pada otot hamstring sering timbul ketika otot memanjang saat kontaksi atau memendek. Ini terjadi ketika otot tersebut diekstensikan sambil menahan beban, disebut sebagai kontraksi eksentrik. Selama sprint, otot hamstring berkontraksi secara eksentrik karena otot tersebut memanjang akibat ekstensi tungkai sekaligus menahan beban tubuh supaya dapat berlari ke depan. Faktor Resiko Beberapa faktor yang dapat menyebabkan strain antara lain : - Ketegangan otot. Otot yang tegang sangat mudah tertarik sehingga atlit harus melakukan pemanasan setiap hari - Ketidakseimbangan otot. Ketika salah satu bagian otot lebih kuat dari otot berlawanannya, ketidakseimbangan itu dapat menimbulkan strain. Ini sering terjadi pada otot hamstring. Otot quadriceps femoris pada depan paha biasanya lebih kuat sehingga saat beraktivitas otot hamstring lelah lebih cepat daripada otot quadriceps yang dapat mengakibatkan strain. - Kondisi buruk. Otot yang melemah tidak dapat bertahan terhadap stress dan latihan sehingga sering mengakibatkan cedera.

- Kelelahan otot. Lelah mengurangi kemampuan otot untuk menyerap energi dan membuat otot menjadi rentan terhadap cedera. - Aktivitas. Cedera hamstring dapat terjadi pada semua orang, namun beberapa yang beresiko adalah :1. atlet olahraga sepak bola atau basket

2. pelari 3. penari 4. atlet yang memiliki program latihan utama berupa berjalan 5. atlet yang masih remaja Cedera hamstring lebih sering timbul pada remaja karena tulang dan ototnya tidak tumbuh secara beriringan dimana tulang tumbuh lebih cepat daripada otot sehingga tulang yang tumbuh menarik otot. Lompatan, tegangan, atau benturan dapat merobek otot dari tulangnya. Gejala Strain pada hamstring menimbulkan gejala yang tiba-tiba berupa nyeri tajam di bagian belakang paha ketika tengah beraktivitas. Gejala lain dapat berupa : 1. bengkak selama beberapa jam setelah cedera 2. Memar atau perubahan warna bagian belakang kaki di bawah lutut selama beberapa hari pertama 3. Kelemahan dalam hamstring yang dapat bertahan selama beberapa minggu Pemeriksaan 1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Pasien dengan cedera hamsting sering berobat ke dokter karena nyeri tiba-tiba pada bagian belakang paha yang timbul ketika berolahraga. Selama pemeriksaan fisik dilakukan palpasi atau menekan bagian yang nyeri dan memeriksa apakah terasa sakit, kelemahan, bengkak, atau cedera otot yang lebih berat. 2. Radiologi Pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis ialah : X-ray. Foto X-ray dapat menunjukkan apakah terjadi avulsi tendon hamstring atau tidak. MRI. Dapat digunakan untuk menentukan derajat dari cedera tersebut.

Tatalaksana Tatalaksana dari cedera hamstring dapat bervariasi tergantung pada jenis cedera, beratnya, dan tujuan kesembuhan pasien. Tujuan dari tatalaksana baik pembedahan maupun tanpa pembedahan adalah untuk membantu mengembalikan aktivitas yang dibutuhkan pasien. 1. Terapi tanpa pembedahan Kebanyakan cedera hamstring sembuh dengan sangat baik dengan terapi yang sederhana dan tanpa pembedahan.o

Rest (istirahat)

Kurangi aktifitas sehari-hari sebisa mungkin. Jangan menaruh beban pada tempat yang cedera selama 48 jam. Dapat digunakan alat bantu seperti crutch (penopang/penyangga tubuh yang terbuat dari kayu atau besi) untuk mengurangi beban pada tempat yang cedera.o

Ice (es)

Letakkan es yang sudah dihancurkan kedalam kantung plastik atau semacamnya. Kemudian letakkan pada tempat yang cedera selama maksimal 2 menit guna menghindari cedera karena dingin.o

Compression (penekanan)

Untuk mengurangi terjadinya pembengkakan lebih lanjut, dapat dilakukan penekanan pada daerah yang cedera. Penekanan dapat dilakukan dengan perban elastik. Balutan dilakukan dengan arah dari daerah yang paling jauh dari jantung ke arah jantung.o

Elevation (peninggian)

Jika memungkinkan, pertahankan agar daerah yang cedera berada lebih tinggi daripada jantung. Sebagai contoh jika daerah pergelangan keki yang terkena, dapat diletakkan bantal atau guling dibawahnya supaya pergelangan

kaki lebih tinggi daripada jantung. Tujuan daripada tindakan ini adalah agar pembengkakan yang terjadi dapat dikurangi. Terapi fisik. Setelah rasa sakit dan pembengkakan telah diatasi, terapi fisik dapat dimulai. Latihan khusus dapat mengembalikan rentang gerak dan kekuatan. Pertama, program terapi berfokus pada fleksibilitas.Peregangan yang perlahan akan meningkatkan jangkauan gerak. Sambil penyembuhan berlangsung, latihan penguatan secara bertahap dapat ditambahkan ke program. 2. Terapi pembedahan Pembedahan paling sering dilakukan untuk cedera avulsi tendon, dimana tendon telah tertarik seluruhnya dari tulang. Robekan dari panggul (avulsi tendon proksimal) lebih umum terjadi daripada robekan dari tulang kering (avulsi tendon distal). Operasi juga mungkin diperlukan untuk memperbaiki robekan dalam otot. Prosedur : Untuk memperbaiki avulsi tendon, otot hamstring harus ditarik kembali ke tempatnya dan menghilangkan jaringan parut. Kemudian tendon direkatkan kembali ke tulang dengan menggunakan jahitan besar dan robekan dalam otot dijahit kembali. Rehabilitasi : Setelah operasi, diperlukan untuk menjaga kaki dari beban berat dengan memerlukan penyangga yang membuat hamstring dalam posisi relaksasi. Lamanya membutuhkan alat ini akan tergantung pada jenis cedera yang dimiliki. Program terapi fisik dimulai dengan peregangan perlahan-lahan untuk meningkatkan fleksibilitas dan jangkauan gerak. Kemudian dilanjutkan dengan penguatan latihan secara bertahap. Rehabilitasi untuk penyambungan hamstring proksimal biasanya memakan waktu setidaknya 6 bulan, karena tingkat keparahan cedera. Penyambungan hamstring distal membutuhkan sekitar 3 bulan rehabilitasi sebelum kembali ke kegiatan atletik. Prognosis Kebanyakan orang yang mengalami cedera paha belakang akan kembali berfungsi penuh setelah menyelesaikan rencana rehabilitasi. Pengobatan dini dengan rencana yang mencakup protokol RICE dan terapi fisik telah menunjukkan hasil dalam fungsi yang lebih baik dan kembali lebih cepat untuk olahraga. Untuk mencegah terjadinya cedera kembali pada hamstring, pastikan untuk mengikuti rencana pengobatan dan kembali berolahraga. Reinjuring hamstring meningkatkan resiko kerusakan permanen. Hal ini dapat menyebabkan kondisi yang kronis.

KLASIFIKASI CEDERA OTOT Cedera otot dapat diklasifikasikan menjadi trauma langsung dan tidak langsung. Trauma tidak langsung mencakup nyeri otot dengan onset lambat dan strain. Trauma langsung dibagi menjadi kontusio otot dan laserasi otot. Nyeri Otot dengan Onset Lambat Nyeri otot dengan onset lambat mengacu pada nyeri otot, pegal, dan bengkak yang diikuti dengan kelemahan otot. Hal ini diduga tejadi akibat kerusakan struktur yang reversibel pada level selular, dengan kehilangan kekuatan otot sementara, namun tidak ada kerusakan permanen pada fungsi otot. Biasanya, gejala cenderung mulai 1 sampai 2 hari setelah olahraga, memuncak pada heri ke 3 dan berakhir pada hari ke 7 dengan penanganan konservatif. MRI menunjukkan adanya edema interstisial pada otot, mirip dengan strain derajat satu. Pada USG otot dapat tampak normal atau menunjukkan hiperechoic seperti strain derajat satu. Namun, dari anamnesis terdapat perbedaan yang jelas antara keduanya dimana muscle strain menimbulkan gejala akut pada saat terjadinya cedera dan berlangsung selama lebih dari 2 minggu.

Delayed onset muscle soreness of gasctrocnemius

Muscle Strain

Pada fase subakut, ukuran dan isi cairan dalam hematom berkurang, sedangkan kadar proteinnya meningkat, dan hemoglobin diubah menjadi methemoglobin dengan tanda konsekuen heterogenik pada T1 dan T2. Methemoglobin secara khas muncul dengan intensitas yang tinggi pada T1 dan T2. Pada fase kronis, akan tampak tanda dengan intensitas yang rendah pada T1 dan T2 akibat timbulnya hemosiderin dan fibrosis. Dalam mendiagnosa hematoma, seringkali sulit untuk menentukan apakah ada tumor yang mendasari perdarahan. Pada anamnesis, riwayat trauma penting untuk membedakan hematoma ataupun tumor. Namun, ketika ada riwayat trauma, mungkin sulit untuk membedakan antara hematoma ringan dengan perdarahan akibat neoplasma.

Muscle hematoma and parenchymal hemorrhage Strain derajat 3 Pada strain derajat 3, terjadi disruptur muskulotendinous secara keseluruhan dengan atau tanpa retraksi dari otot yang rusak. Biasanya ini terjadi akibat kontraksi yang tiba-tiba terhadap benturan. Retraksi dari serat dapat berakibat defek pada palpasi atau massa pada jaringan lunak di sekitarnya. Pada pencitraan, tampak diskontinuitas penuh dari otot dan umumnya disertai kelemahan serat otot. Otot yang cedera tampak bermassa, hiperechoic dan hiperintens pada T2 karena adanya fibrosis, degenerasi serat otot dan inflamasi kronik. Jarak antar otot hampir sering terisis oleh hematom dan efusi. Tanda bell clapper menunjukkan retraksi fragmen otot yang lepas dalam hematoma.

Prognosis dan rehabilitasi Perbedaan derajat dalam strain otot berpengaruh dalam prognosis dan rencana rehabitilasi. Strain derajat 1 memiliki resiko yang rendah menjadi robekan dan sembuh dalam 2 minggu dengan penanganan konservatif. Strain derajat 2 memerlukan setidaknya 4 minggu penanganan konservatif dengan resiko terjadi robekan otot bila pasien kembali berolahraga terlalu cepat.

Kontusio Luka memar timbul biasanya dari trauma tumpul yang langsung dan kompresif terhadap otot, khususnya ketika kontak saat berolahraga. Secara klinis, pasien datang dengan segera dan nyeri yang berkepanjangan pada daerah yang cedera, dan biasanya terjadi memar pada jaringan superfisial. Gambaran MRI pada lesi kontusif mirip dengan strain derajat 1, hanya berbeda pada mekanisme cedera nya. Biasanya, terjadi peningkatan ukuran otot, dengan edema interstisial, tanpa diskontinuitas dari serat otot. Meskipun kontusio sering timbul lebih ekstensif dari cedera strain, waktu penyembuhan kontusio cenderung lebih singkat, biasanya kurang dari 3 minggu.

Muscle contusion

Laserasi Otot Laserasi otot dapat sebagian atau seluruhnya, dan dapat melukai beberapa kompartemen tergantung pada beratnya cedera. Pada kasus akut, jenis cedera ini jarang dievaluasi dengan pencitraan. Gambaran radiologi akan menunjukkan diskontinuitas margin yang tajam dari serat otot pada daerah yang mengalami laserasi.

Proses penyembuhan dan perbaikan otot setelah mengalami cedera Cedera pada sel otot akan memicu terjadinya proses yang bertujuan untuk memulihkan kembali sel otot yang rusak dan semaksimal mungkin mengembalikan fungsi yang hilang akibat cedera.

Normalnya proses ini akan memakan waktu sekitar empat minggu dan meliputi empat tahapan, yang terkadang saling tumpang tindih, meliputi: 1. Degenerasi sel otot yang rusak Sebelum terjadinya inflamasi dan regenerasi sel otot yang rusak, diperlukan degenerasi (penghancuran) sel otot yang mengalami cedera. Proses degenerasi tersebut diinisiasi oleh pembengkakan secara lokal (local swelling) dan pembentukan hematoma, di mana makrofag, sel mononuklear dan limfosit T menginfiltrasi jaringan otot yang cedera. Akumulasi neutrofil terjadi sekitar satu jam setelah cedera terjadi. Neutrofil tersebut, selain menjalankan fungsi fagositosis (selama proses inflamasi akut), juga akan melepas sinyal untuk merekrut sel monosit, yaitu makrofag. Makrofag akan memfagositosis debris sel lebih lanjut dan mengeluarkan sitokin seperti IL-6, IL-8, dan TNF yang akan meningkatkan permeabilitas vaskular dan menginisiasi terjadinya inflamasi (peradangan). 2. Inflamasi (peradangan) Setelah serat otot mengalami cedera, akan terjadi influx ion Calcium ke dalam sel sehingga mengaktifkan berbagai protease, salah satunya adalah fosfolipase.

Fosfolipase akan merombak fosfolipid (membran sel) menjadi asam arakidonat, yang selanjutnya akan diubah menjadi prostaglandin melalui jalur siklooksigenase (COX). Prostaglandin tersebut berperan dalam menghasilkan nyeri, inflamasi, dan regenerasi. Selain terjadi cedera pada otot, kemungkinan besar juga terjadi cedera vaskular (pembuluh darah). Oleh karena itu hematoma yang terbentuk akan menyebabkan influks sel-sel radang seperti neutrofil, makrofag, dan limfosit T. Kadar neutrofil sendiri akan menetap selama 5 hari setelah trauma, dan selanjutnya digantikan (didominasi) oleh limfosit T (padainflamasi kronik). Selain itu neutrofil juga akan merekrut makrofag yang turut berperan dalam proses fagositosis. Makrofag juga akan mengeluarkan kemoatraktan untuk memperkuat respons inflamasi dan melepaskan faktor pertumbuhan yang akan memicu diferensiasi myotube. 3. Regenerasi Secara fisiologis, otot rangka merupakan jaringan yang sudah berdiferensiasi secara akhir (nukleusnya bersifat post-mitotik). Namun demikian, terdapat sel-sel satelit di membran basal dan sarkolema yang dapat berproliferasi untuk menggantikan sel-sel otot yang rusak. Sel-sel satelit ini diaktivasi oleh makrofag dan sebagai respons terhadap cedera jaringan. Aktivasi sel satelit ini terjadi sekitar 10 hari setelah cedera, diawali oleh proses degenerasi dan inflamasi. Selain itu, diketahui bahwa berbagai faktor pertumbuhan, seperti bFGF, NGF, dan IGF-1 juga turut berperan dalam menstimulasi proliferasi sel-sel satelit. 4. Pembentukan fibrosis Fibrosis, atau jaringan parut akan terbentuk apabila cedera otot terlalu parah dan proses inflamasi kronik berlanjut. Jaringan parut akan terbentuk di antara minggu ketiga dan keempat setelah cedera. Pada proses ini terjadi aktivasi matriks ekstraselular dan peningkatan produksi jaringan kolagen (terutama tipe I dan III). Penyembuhan melalui pembentukan jaringan parut juga dapat terjadi bersamaan dengan regenerasi sel otot (proliferasi sel satelit). Diketahui bahwa TGF-1 merupakan faktor yang menginduksi terbentuknya fibrosis. Pada penyembuhan melalui pembentukan fibrosis, otot dapat kehilangan unit kontraktilnya sehingga fungsinya secara keseluruhan menjadi berkurang atau hilang sama sekali.

Intervensi yang dapat dilakukan untuk pemulihan otot yang mengalami cedera:1. Pemberian NSAID (non-steroid anti inflamatory drug) merupakan cara

untuk mencegah peradangan, dengan demikian mengurangi kemungkinan terbentuknya jaringan parut yang berpotensi mengurangi fungsi otot secara fisiologis. NSAID bekerja dengan cara menghambat jalur siklooksigenase, menghambat konversi asam arakidonat, mengurangi nyeri dan vasodilatasi.2. Pemberian faktor pertumbuhan (growth factor) untuk mempercepat

proliferasi sel satelit. Salah satunya adalah pemberian IGF-1. Sebuah penelitian menunjukkan pemberian IGF-1 secara in vivo mampu mempercepat proliferasi sel satelit dan otot yang cedera mulai menunjukkan aktivitas kontraksi 15 hari setelah cedera.3. Perlakuan rehab medik berupa latihan (exercise) diyakini dapat

mempercepat pemulihan fungsi otot yang cedera. Penelitian menunjukkan bahwa latihan dapat meningkatkan suplai darah, infiltrasi leukosit dan monosit, serta mempercepat proliferasi sel satelit. Namun hal ini masih menjadi perdebatan oleh beberapa pihak, karena beranggapan bahwa latihan dapat mengurangi imobilisasi dan memperburuk cedera. Berapa batasan waktu yang tepat untuk melakukan latihan juga belum diketahui secara jelas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sprains and strains. National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases. http://www.niams.nih.gov/Health_Info/Sprains_Strains/default.asp. Accessed July 28, 2009. 2. Activity health tip #2: Sprains, strains and contusions. National Athletic Trainers' Association. http://www.nata.org/consumer/sprainsandstrains.htm. Accessed July 28, 2009. 3. Sprains and strains: What's the difference? American Academy of Orthopaedic Surgeons. http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm? topic=A00111. Accessed July 29, 2009. 4. El Abd O. Low back strain or sprain. In: Frontera WR, et al. Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation. 2nd ed. Philadelphia, Pa.: Saunders Elsevier; 2008. http://www.mdconsult.com/das/book/body/1519679143/868577610/1678/47.html#4-u1.0-B978-1-4160-4007-1..50046-8_717. Accessed July 29, 2009.5. Geiderman JM. General principles of orthopedic injuries. In: Marx JA,

et al. Rosen's Emergency Medicine: Concepts and Clinical Practice. 6th ed. Philadelphia, Pa.: Mosby Elsevier; 2006. http://www.mdconsult.com/das/book/body/1519679143/868577610/1365/118.html#4-u1.0-B0-323-02845-4..50051-2-cesec59_1711. Accessed July 29, 2009.