Referat Meningitis Kriptokokus

29
BAB I PENDAHULUAN Meningitis cryptococcus merupakan infeksi oportunistik pada pasien imunosupresif terutama pada penderita HIV/AIDS. Namun, infeksi ini juga dapat menyerang pasien yang imunokompeten, terutama mereka yang menetap di daerah yang beriklim torpis. Meningitis cryptococcus menginfeksi sekitar 957.900 orang per tahun, merupakan infeksi yang banyak ditemukan pada daerah Afrika dan Asia Tenggara, dimana tingkat mortalitasnya sama atau bahkan melebihi penyakit tuberkulosis. Meningitis cryptococcus adalah infeksi yang disebabkan oleh Cryptococcus spp. Merupakan penyebab utama meningitis dan penyebab utama kematian pada pasien dengan HIV/AIDS di Afrika. Deteksi antigen cryptococcus, beberapa minggu sebelum adanya gejala yang jelas dari infeksi meningitis, dapat memungkinkan terdeteksinya infeksi ini lebih awal. Melakukan screening pada pasien yang terinfeksi HIV yang tidak menampakkan gejala infeksi 1

description

nlllllllllnlknknknknknlk

Transcript of Referat Meningitis Kriptokokus

Page 1: Referat Meningitis Kriptokokus

BAB I

PENDAHULUAN

Meningitis cryptococcus merupakan infeksi oportunistik pada pasien

imunosupresif terutama pada penderita HIV/AIDS. Namun, infeksi ini juga dapat

menyerang pasien yang imunokompeten, terutama mereka yang menetap di

daerah yang beriklim torpis. Meningitis cryptococcus menginfeksi sekitar 957.900

orang per tahun, merupakan infeksi yang banyak ditemukan pada daerah Afrika

dan Asia Tenggara, dimana tingkat mortalitasnya sama atau bahkan melebihi

penyakit tuberkulosis. Meningitis cryptococcus adalah infeksi yang disebabkan

oleh Cryptococcus spp. Merupakan penyebab utama meningitis dan penyebab

utama kematian pada pasien dengan HIV/AIDS di Afrika. Deteksi antigen

cryptococcus, beberapa minggu sebelum adanya gejala yang jelas dari infeksi

meningitis, dapat memungkinkan terdeteksinya infeksi ini lebih awal. Melakukan

screening pada pasien yang terinfeksi HIV yang tidak menampakkan gejala

infeksi cryptococcus juga dapat dilakukan untuk melakukan penangan yang tepat

dan mecegah kematian. Insiden terjadinya meningitis karena jamur, terutama

meningitis cryptococcus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Faktor

pencetus terjadinya infeksi ini juga meningkat seperti peningkatan penderita

AIDS, penggunaan kortikosteroid pada penyakit autoimun, penggunaan

radioterapi dan kemoterapi pada pasien kanker, serta penggunaan imunosupresan

dalam jangka waktu yang lama setelah transplantasi organ. 6,7,10,11

1

Page 2: Referat Meningitis Kriptokokus

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Meningitis berasal dari bahasa latin yaitu Meninga dan Yunani Menix

yang berarti membran. Sedangkan dalam bahasa medis, akhiran -itis berati

peradangan. Selaput yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang secara

kolektif disebut menings. Sehingga, meningitis adalah peradangan pada menings.

Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan sebrosipinal (CSS)

disertai radang pada pia dan araknoid, ruang subaraknoid, jaringan superfisial otak

dan medulla spinalis. Meningitis cryptococcus adalah infeksi jamur yang

disebabkan oleh Cryptococcus spp, biasanya ditemukan pada tanah yang telah

terkontaminasi dengan kotoran burung. Jamur tersebut bisanya dihirup melalui

paru-paru dan menetap (dorman) di dalam tubuh dalam beberapa tahun.

Reaktivasi yang terjadi terutama pada individu dengan daya tahan tubuh menurun,

seperti orang dengan HIV/AIDS.6

2

Page 3: Referat Meningitis Kriptokokus

II. Anatomi

Meningitis merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan adanya

proses infalamasi dari menings, yaitu 3 lapisan membran yang melapisi otak dan

tulang belakang. Jaringan gelatinosa otak dan medulla spinalis dilindungi oleh

tulang tengkorak, tulang belakang, dan tiga lapis jaringan penyambung; pia mater,

araknoid, dan duramater. Masing-masing merupakan suatu lapisan yang terpisah

dan kontinu. Pia mater langsung berhubungan dengan otak dan jaringan spinal,

dan mengikuti kontur struktur eksternal. Piamater merupakan lapisan vaskuler

yang pembuluh-pembuluh darahnya jaln menuju struktur dalam SSP utuk member

nutrisi pada jaringan saraf. Pia mater meluas ke bagian bawah medulla spinalis

yang berakhir kira-kira setinggi bagian bawah L1. Arakhnoid merupakan suatu

membrane fibrosa yang tipis halus dan avaskular. Arakhnoid meliputi otak dan

medulla spinalis.

Daerah anatara arakhnoid dan piamater disebut ruang sub arakhnoid dan

terdapat arteria, vena serebral dan trabekula arakhnoid, dan cairan serebrospinal

yang membasahi SSP. Dura mater merupakan suatu jaringan liat , tidak elastik

dan mirip kulit sapi. Terdiri dua lapisan, bagian luar dinamakan dura endosteal

dan bagian dalam dinamakan dura meningeal. Sinus-sinus vena terletak diantara

kedua lapisan duramater pada tempat-tempat terpisahnya kedua lapisan tersebut.

Sinus-sinus vena merupakan bagian tak berkatup yang berfungsi mengalirkan

darah cerebral dan cairan serebrospinal.

3

Page 4: Referat Meningitis Kriptokokus

Gambar 1. Tempat terjadinya infeksi pada a). intracranial dan b). tulang belakang (spina)1

III. Etiologi

Meningitis cryptococcus merupakan infeksi jamur yang disebabkan oleh

Cryptococcus spp, merupakan kasus terbanyak penyebab meningitis dengan

tingkat kematian yang tinggi pada penderita HIV/ AIDS di sub-Sahara Afrika.

Cryptococcus adalah jamur bentuk bulat atau oval, diameter 4-6 mm dengan

kapsul berukuran 1-30 mm. Berdasarkan pemeriksaan serologi Cryptococcus ssp

dapat diklasifikasikan menjadi Cryptococcus neoformans var. neoformans

(Serotype D), Cryptococcus neoformans var. grubii (Serotype A) dan

Cryptococcus neoformans var. gatii (Serotype B dan C). Kasus terbanyak dari

meningitis melibatkan serotype A, terutama pada pasien yang hidup di negara

dengan penghasilan perkapita rendah termasuk penderita HIV/AIDS. Sedangkan

serotype D lebih dominan ditemukan di Eropa dan infeksi ini jarang ditemukan.

4

Page 5: Referat Meningitis Kriptokokus

C. gatii merupakan penyebab 70-80% infeksi cryptococcal pada manusia dengan

imunokompeten dan dapat terisolasi pada spesies tertentu. Infeksi ini terutama

ditemukan pada daerah tropis dan sub-tropis dimana penyakit klinis jarang

ditemukan. Isolasi jamur dapat dilakukan dengan membuat sediaan cairan

serebrospinal yang dicampur dengan tinta india kemudian diperiksa pada

mikroskop. 3,6

Sumber dari cryptococcus adalah kotoran burung merpati khususnya,

dapat juga ditemukan dari burung jenis lain. Burung merpati dinyatakan memiliki

lebih banyak level antibodi terhadap cryptococcus dibandingkan burung lain. Susu

yang telah terkontaminasi juga dilaporkan sebagai sumber infeksi.4

IV. Patogenesis

Infeksi berkembang dalam tubuh hewan maupun manusia. Telah tercatat

dalam penelitian transmisi kuman bukan hanya dari hewan ke hewan, namun juga

transmisi hewan ke manusia, maupun manusia ke manusia lainnya melalui kontak

langsung melalui saluran pernafasan. Organisme ini menular dan bertransmisi dari

seseorang ke yang lainnya melalui saluran pernafasan. Manusia dapat terinfeksi

hanya dengan menghirup udara yang terkontaminasi akan organisme tersebut.

Setelah terjadinya inhalasi, spora dari jamur akan menempati alveoli paru, dimana

mereka akan difagositosis oleh makrofag dalam alveoli, namun tidak semua jamur

dapat difagositosis, beberapa dari jamur yang berkapsul resisten terhadap

fagositosis, oleh karena antifagositas dan properti imunosupresif akan kapsul

polisakarida, yang mampu menghambat makrofag untuk memfagosit dan juga

mencegah migrasi sel darah putih ke daerah tempat jamur tersebut bereplikasi.

Respon inang terhadap infeksi cryptococcus dapat melibatkan komponen-

komponen sistem imunitas seluler maupun humoral, yaitu Natural Killer Sel,

Limfosit T, makrofag, dan anti-Cryptococcal antibody.3

5

Page 6: Referat Meningitis Kriptokokus

Infeksi C. Neoformans terkadang ditandai dengan disfungsi organ, lesi

tipikal berupa sekelompok jamur berbentuk kista dengan respon inflamasi yang

tidak tampak dan berbentuk granuloma. Infeksi awal pada paru pada umumnya

asimtomatik, pada pasien yang imunokompeten, tidak akan tampak seperti

terinfeksi dan menjadi infeksi laten ataupun berbentuk pneumonia. Sebaliknya,

pada pasien yang imunosupresif, terutama dengan kerusakan pada fungsi sel T,

infeksi tersebut dapat berkembang menjadi meningitis maupun meningoencefalitis

dan juga penyakit lainnya yang lebih luas, yang merupakan hasil dari reaktivasi

dari infeksi laten paru. Kenyataannya, jamur cryptococcus dapat menyebar ke

seluruh tubuh secara hematogen dan limfogen (reaksi dari primary lung lymph

node complex, dorman dan menyebar pada limfenodus torakal) serta dapat

menginfeksi organ lainnya yang pada umumnya adalah saraf pusat, tulang,

prostat, mata dan juga kulit. 3,4

Jamur ini akan berproliferasi di ruang subarakhnoid. Respon dari

makrofag menyebabkan terbentuknya giant sel serta fokal granuloma. C.

neoformans juga akan mengisi ruang Virchow Robin yang menyebabkan

pelebaran ruang perivaskular.Respon imun selular sangat berperan melawan jamur

ini, termasuk di dalamnya CD4 dan CD8.Infeksi jamur cryptococcus banyak

ditemukan pada mereka yang memiliki kadar CD4 di bawah 100 sel/µl dan dapat

muncul bersamaan dengan infeksi oportunistik lainnya.4,5,6,7

Infeksi cryptococcus merupakan infeksi jamur yang merupakan infeksi

oportunistik utama pada pasien penderita HIV-AIDS di Negara berkembang.

Infeksi limfosit CD4 oleh virus HIV dengan menempel pada reseptor CD4

dipermukaan sel membuat sel yang terinfeksi mati. Pada manusia, reseptor CD4

diekspresikan oleh beberapa sel bahkan oleh neuron dan sel glia di otak, namun

tidak ditemukan bukti terjadi replikasi virus selain di sel limfosit, makrofag,

monosit dan sel turunan lainnya. Pada penderita HIV-AIDS dengan infeksi

oportunistik ini, ditemukan jumlah sel-T (CD4) <100. 5,6

V. Manifestasi Klinis

6

Page 7: Referat Meningitis Kriptokokus

Sistem saraf pusat merupakan target infeksi utama oleh jamur

cryptococcus, baik inang yang terinfeksi merupakan imunokompeten maupun

imunosupresif. Infeksi pada umumnya melibatkan menings dan otak,

menyebabkan suatu penyakit kronik yang difus terkadang menjadi sub akut.

Inang yang imunokompeten kurang beresiko untuk terinfeksi meningitis

daripada yang imunosupresif. Pada penderita kriptokokoma dapat terjadi

defek neurologis.3

Manifestasi klinis dari meningitis kriptokokosis sangat bervariasi

tergantung dari kondisi medis yang mendasari dan status imunologis dari

inang, namun gejala yang paling umum adalah: sakit kepala, perubahan status

mental (perubahan karakter, kehilangan memori, menurunnya tingkat

kesadaran, confusion, letargi, dan juga koma), mual dan muntah (terkadang

disebabkan oleh meningkatnya tekanan intracranial), dan juga paralisis nervus

kranialis. Gejala lain yang juga dapat ditemukan termasuk ataxia, afasia, defek

pendengaran, dan pergerakan koreoatetosis. Gejala pada okular termasuk

pandangan kabur, fotofobia ataupun diplopia yang dapat terjadi akibat

araknoiditis, papilledema, neuritis nervus optikus, ataupun korioretinitis.3

Demam dan kaku kuduk jarang ditemukan oleh karena respon

inflamasi yang terbatas yang disebabkan oleh jamur yang berkapsul.

Beberapa pasien dengan HIV positif terkadang memiliki gejala yang sangat

minim, bahkan tidak menunjukkan gejala febris, hal yang seperti ini dapat

menyebabkan keterlambatan penanganan.3

Pada kasus penyakit SSP, lesi cryptococcus harus diperiksa dengan

seksama di bagian tubuh atau orang lainnya, terutama pada pasien

imunosupresif seperti pada penderita AIDS. Organ virtual dapat terlibat,

seperti pneumonia tanpa gejala yang khas maupun lesi pada kulit yang terlihat

seperti moluskum kontagiosum.3

VI. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan

7

Page 8: Referat Meningitis Kriptokokus

tambahan. Pemeriksaan yang dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi jamur

melalui prosedur yang kompatibel. Spesimen yang dapat digunakan berupa cairan

serebrospinal, darah, feses, dan sputum jika memungkinkan. 3

Pada pemeriksaan laboratorium rutin, tidak memberikan hasil yang khas,

hasil yang nampak hanya berupa gejala infeksi pada umumnya meliputi

meningkatnya sel darah putih (leukositosis). Pemeriksaan kultur juga dilakukan

dengan tujuan untuk mengidentifikasi jamur yang biasanya dibiakkan dalam agar

seboraud.3,4

Setelah itu dilanjutkan dengan pemeriksaan tambahan meliputi pemeriksaan

cairan serebrospinal. Gambaran cairan serebrospinal infeksi Cryptococcus sama

dengan meningitis tuberkulosa. Tekanan biasanya meningkat, terdapat

peningkatan jumlah sel dari 10-500 sel/mm3, jumlah protein dan limfosit yang

meningkat dan glukosa menurun biasanya sekitar 15-35 mg, warna terlihat keruh

oleh karena meningkatnya jumlah sel termauk leukosit polimorfonuklear. 3,14

Diagnosis definitif dapat melalui observasi dari cairan serebrospinal

menggunakan preparat tinta india (tingkat sensitifitas 75-85%), pewarnaan ini

bukan untuk mewarnai mikroba, tetapi mewarnai latar belakangnya menjadi

gelap. Caranya secara umum dengan mencampur mikroba dalam setetes tinta

india (negrosin) lalu meyebarkan diatas kaca objek yang bersih, kemudian dilihat

di bawah mikroskop. Pewarnaan ini menyebabkan mikroba kelihatan transparan

(tembus pandang) dan tampak jelas pisah diatara medan yang gelap karena

pewarnaan ini berguna untuk menentukan morfologi dan ukuran sel. Berbeda

dengan metode pewarnaan yang lain, pada pewarnaan negative tidak mengalami

pemanasan atau perlakuan lain dengan dengan bahan kimia. 3,4,13,14

Adapun pemeriksaan yang lebih dikembangkan, meliputi pemeriksaan

antigen menggunakan Latex Agglutination (LA) ataupun Enzyme Immunoassay

(EA). Pemeriksaan LA relatif mudah dan memiliki tingkat sensitivitas (95%) dan

spesifisitas yang tinggi namun harga relatif mahal, sehingga di negara-negara

berkembang agak susah untuk dilakukan. Penemuan baru yaitu Lateral Flow

Immunoassay (LFA) sedang dikembangkan untuk mengidentifikasi kriptokokosis

(immunomikologi), cara kerjanya sama seperti menggunakan strip tes kehamilan.

8

Page 9: Referat Meningitis Kriptokokus

Relatif lebih murah dengan tingkat sensitivitas yang tinggi, namun saat ini sedang

ditinjau oleh pihak Food and Drug Administration (FDA). 6,8

Pemeriksaan radiologi mungkin dapat memberikan informasi dalam

menunjang diagnosis, namun dalam kasus meningitis cryptococcus, tidak

menunjukkan gambaran yang patognomik pada pemeriksaan. Pada foto polos

toraks, tidak ditemukannya gejala yang patognomik. Terkadang menunjukkan lesi

soliter, infiltrasi pneumonia, gejala yang tidak khas, dapat juga menyerupai

tuberculosis miliar. Pada pemeriksaan CT-Scan, gambaran hidrosefalus dapat

muncul oleh karena eksudat meningeal akut namun juga dapat muncul terlambat

disebabkan oleh adhesi meningeal, pseudokista yang kecil. Pada pemeriksaan

MRI, akan tampak lesi multiple hipointens T1 dan hiperintens T2. Tampilan dari

kluster dari kista di ganglia basalis dan thalamus merupakan tanda yang khas.4,6,14

VII. Penatalaksanaan

Jika tidak ditindak-lanjuti, meningitis cyrptococcus dapat berhasil fatal.

Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan keadaan penderita. Kesimpulan dari

hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi kombinasi awal dengan amfoterisin B

dan flusitosin selama 2 minggu dikaitkan dengan penurunan mortalitas di antara

pasien dengan HIV terkait meningitis cryptococcus, dibandingkan dengan 4

minggu amfoterisin B monoterapi. Terapi kombinasi dengan flukonazol selama 2

minggu tidak ditemukan banyak manfaat. Meningkatkan flucytocine memiliki

potensi untuk mengurangi jumlah kematian dari penyakit ini. (9)

Kesesuaian pemilihan terapi dengan keadaan klinis penderita berdampak

baik pada prognosis akhir. Penatalaksanaan yang sesuai dengan kondisi pasien

berupa:12

A. Pada pasien yang terinfeksi HIV

Terapi utama : induksi dan konsolidasi

A.1. Amphotericin B deoxycholate (AmBd; 0.7-0.1

mg/kg/hari/IV + flucytosine (100 mg/kg/hari diminum

9

Page 10: Referat Meningitis Kriptokokus

dibagi menjadi 4 dosis ; paling tidak selama 2 minggu,

diikuti flukonazol (400 mg [6 mg/kg]per hari diminum)

minimal selama 8 minggu Lipid formulation of AmB

(LFAmb), disertai liposomal AmB (3-4 mg/kg per hari

IV) dan AmB lipid complex (ABLC; 5 mg/kg perhari IV)

paling tidak selama 2 minggu, dapat diganti dengan

AmBd untuk pasien yang mempunyai kecendurangan

gagal ginjal

Terapi utama; regimen alternative untuk induksi dan konsolidasi

A.2. AmBd (0.7-1.0 mg/kg perhari IV), liposomal AmB (3-4

mg/kg per hari IV), atau ABLC (5 mg/kg perhari IV)

untuk 4-6 minggu (A-II). Liposomal AmB telah diberikan

secara aman sebanyak 6 mg/kg perhari IV pada

cryptococcal meningoencephalitis dan dapat dianggap

gagal perawatan atau beban penyakit fungal yang tinggi

A.3. AmBd (0.7 mg/kg per hari IV) ditambah flukonazol (800

mg/kg per hari diminum) selama 2 minggu, diikuti

flukonazol (800 mg/kg perhari diminum) selama minimal

8 minggu (B-I).

A.4. Flukonazol (≥800 mg/kg per hari diminum; 1200 mg

perhari disarankan) ditambah flucytosine (100 mg/kg

perhari diminum ) selama 6 minggu

A.5. Flukonazol (800-2000 mg perhari diminum) selama 10-

12 minggu; dosis ≥1200 mg per hari disarankan jika

hanya flukonazol yang digunakan (B-II).

A.6. Itraconazole (200 mg 2 kali sehari diminum) selama 10-

12 minggu (C-II), walaupun penggunaan perawatan ini

tidak disarankan

10

Page 11: Referat Meningitis Kriptokokus

B. Perawatan profilaksis

B.1. Flukonazol (200mg perhari diminum) (A-I).

B.2. Itraconazole (200mg 2 kali sehari diminum; memonitor

drug-level sangat disarankan).

B.3. AmBd (1 mg/kg perminggu IV); perawatan ini kurang

efektif dibandingkan dengan azoles dan diasosiasikan

dengan IV catherter-related infection; gunakan untuk pasien

yang azole-intolerant (C-I).

B.4. Initiate HAART selama 2-10 minggu setelah permulaan

perawatan antifungal

B.5. Pertimbangkan untuk tidak melanjutkan terapi suppressive

selama HAART pada pasien dengan CD4 cell count >100

cells/μL dan HIV RNA level yang tidak terdeteksi atau

sangat rendah secara terus-menerus selama ≥ 3 bulan

(minimal 12 bulan terapi antifungal) (B-II); pertimbangkan

untuk memulai terapi perawatan jika CD4 cell count

berkurang menjadi <100 cells/μL (B-III).

B.6. Untuk asymptomatic antigenemic, lakukan lumbal pungsi

dan blood culture; jika hasilnya positif, rawat seperti

symptomatic meningoencephalitis, rawat dengan

flukonazol (400 mg perhari diminum) sampai immune

reconstitution (B-III).

B.7. Antifungal prophylaxis utama untuk cryptococcosis sering

tidak disarankan pada pasien yang terinfeksi HIV di

amerika dan eropa, tetapi pada area mempunya

keterbatasan HAART, kekebalan terhadap high level of

antiretroviral, dan beban penyakit yang tinggi mungkin

dapat menjadi pertimbangan atau strategi pencegahan

dengan pengujian cryptococcal antigen serum untuk

asymptomatic antigenemia (B-I).

11

Page 12: Referat Meningitis Kriptokokus

C. Pasien Non-HIV

C.1. AmBd (0.7-1.0 mg/kg perhari IV) ditambah flucytosine

(100 mg/kg perhari diminum dibagi menjadi 4 dosis)

selama minimal 4 minggu untuk terapi induksi. Terapi

induksi 4 minggu tersebut diharuskan untuk pasien dengan

meingoencephalitis tanpa neurological complications dan

cerebrospinal fluid (CSF) hasil yeast culture yang negative

setelah 2 minggu perawatan.

C.2. Jika pasien intoleransi AmBd, ganti dengan liposomal AmB

(3-4 mg/kg perari IV) atai ABLC (5 mg/kg perhari IV) (B-

II).

C.3. Jika flucytosine tidak diberikan atau perawatan terhenti,

pertimbangkan untuk memperpanjang AmBd atau LFAmB

terapi induksi selama minimal 2 minggu

C.4. Jika pasien beresiko rendah therapeutic failure (contoh, jika

pasien mempunyai sejarah diagnosis awal, tidak ada

penyakit pokok yang tidak terkontrol atau keadaan

immumocompromised, dan clinical respon yang baik pada

2 minggu pertama perawatan antifungal ) pertimbangkan

terpapi induksi dengan kombinasi AmBd ditambah

flucytosine selama 2 minggu saja., diikuti konsolidasi

dengan flukonazol (800 mg [12 mg/kg] perhari diminum)

selama 8 minggu.

C.5. Setelah terapi induksi dan konsolidasi, gunakan terapi

perawatan dengan flukonazol (200 mg [3 mg/kg] perhari

diminum) selama 6-12 bulan.

12

Page 13: Referat Meningitis Kriptokokus

VIII. Komplikasi

a. Persisten dan Relaps

Infeksi yang persisten ditandai dengan hasil kultur cairan

serebrospinal yang positif setelah 4 minggu pengobatan anti jamur

secara efektif, sedangkan relaps ditandai dengan munculnya

kembali jamur Cryptococcus pada tempat yang pada awalnya telah

di sterilisasi dan kambuhnya gejala manifestasi klinis setelah

dilakukan pengobatan awal. Kebanyakan kasus relaps terjadi oleh

karena terapi awal yang tidak adekuat baik dalam pemberian dosis

maupun penetapan durasi pengobatan, ataupun karena pasien yang

kurang disiplin dalam pengobatan. Terapi pada kasus yang

persisten:11

- Meningkatkan status imun

- Mengulang kembali fase induksi dari terapi utama untuk waktu

yang lebih lama (4-10 minggu)

- Pertimbangkan untuk meningkatkan dosis jika dosis awal dari

terapi induksi ≤0.7 mg/kg IV AmBd perhari atau ≤3 mg/kg

LFAmB perhari, sampai dengan 1 mg/kg IV AmBd perhari

atau 6 mg/kg liposomal AmB perhari; pada umumnya, terapi

kombinasi ini disarankan.

- Jika pasien intoleransi polyne, pertimbangkan flukonazol (≥

800 mg perhari diminum) ditambah flucytosine (100 mg/kg

perhari diminum dibagi menjadi 4 dosis).

- Jika pasien intoleransi flucytosine, pertimbangkan AmBd (0.7

mg/kg perhari IV) ditambah flukonazol (800 mg [12 mg/kg]

diminum perhari)

- Terapi imunologis dengan rekombinan Interferon (IFN)-γ pada

dosis 100 μg/m2 untuk dewasa yang memiliki berat badan ≥50

13

Page 14: Referat Meningitis Kriptokokus

kg (untuk pasien yang memiliki berat badan <50 kg,

pertimbangkan 50μg/m2) 3 kali dalam seminggu untuk 10

minggu dapat dipertimbakan untuk infeksi refraktoris, dengan

penggunaan obat anti-fungal yang spesifik.

Penatalaksanaan pada kasus yang relaps:

- Lakukan kembali terapi induksi

- Pertimbangkan terapi konsolidasi dengan salah satu flukonazol

(800-1200 mg perhari), voriconazole (200-400 mg 2x1), atau

posaconazole (200 mg 4x1 atau 400 mg 2x1) selama 10-12

minggu.

b. Meningkatnya tekanan cairan serebrospinal dan intracranial

Tekanan cairan serebrospinal yang terkontrol adalah salah

satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil akhir dalam kasus

meningitis Cryptococcus, oleh karena peningkatan tekanan

serebrospinal berhubungan dengan akumulasi mikroorganisme

jamur yang lebih tinggi pada sistem saraf pusat, yang dapat

meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Penatalaksanaan berupa:

- Identifikasi tekanan cairan serebrospinal pada garis batas

(baseline). Prosedur lumbar punksi sangat disarankan, tidak

dilakukan apabila terdapat tanda nerologis fokal atau gangguan

pikiran.

- Jika tekanan cairan serebrospinal ≥25 cm dan ada gejala

peningkatan tekanan intrakranial selama terapi induksi,

ringankan dengan lumbar punksi

- Permanent ventriculoperitoneal (VP) shunts sebaiknya

digantikan hanya jika pasien menerima atau telah menerima

terapi antifungal yang tepat dan jika tindakan konservatif untuk

mengontrol peningkatan tekanan intrakranial telah gagal.

- Mannitol terbukti memiliki keuntungan dan tidak disarankan

14

Page 15: Referat Meningitis Kriptokokus

- Acetazolamide dan kortikosteroid (kecuali jika bagian dari

perawatan IRIS) sebaiknya dihindari untuk mengontrol

peningkatan tekanan intracranial.

c. Sindrom Inflamasi Rekonstusi Imun (IRIS)

Sindrom inflamasi rekonstitusi imun (IRIS) atau sindrom

rekonstitusi imun (IRS) merupakan sebuah kondisi yang ditemukan

pada beberapa kasus AIDS atau imunosupresi, dimana sistem imun

mulai pulih, tetapi kemudian merespon terhadap infeksi oportunis

yang didapatkan sebelumnya dengan respons inflamasi yang

menjadikan gejala infeksi semakin buruk. Penatalaksanaan berupa:

- Tidak perlu mengubah terapi anti-fungal.

- Tidak ada perawatan tertentu yang disarankan untuk manifestasi

IRIS yang minor, akan membaik dalam hitungan hari sampai

minggu.

- Untuk komplikasi besar/utama, seperti inflamasi sistem saraf

pusat dengan peningkatan tekanan intracranial, pertimbangkan

kortikosteroid (0.5-1.0 mg/kg perhari setara prednisone) dan

memungkin dexamethasone pada dosis yang tinggi untuk tanda

dan gejala SSP yang parah.

d. Cryptococcoma serebri

Ditandai dengan massa pada otak yang menyerupai tumor

pada hemisfer serebri. Pada umumnya ditemukan pada pasien

imunosupresif dengan infeksi oportunistik tahap lanjut.

Penatalaksanaan berupa:

- Terapi induksi dengan AmBd (0.7-1 mg/kg perhari IV),

liposomal AmB (3-4 mg/kg perhari IV), atau ABLC (5 mg/kg

perhari IV) ditambah flucytosine (100 mg/kg perhari diminum

dosis dibagi menjadi 4) selama minimal 6 minggu (B-III).

15

Page 16: Referat Meningitis Kriptokokus

- Terapi perawatan dan konsolidasi dengan flukonazol (400-800

mg perhari diminum) selama 6-18 bulan (B-III).

Terapi adjuvan disertai dengan :

- Kortikosteroid untuk mengurangi edema dan massa

- Operatif: lesi ≥3-cm

IX. Diagnosis Banding

a. Toxoplasma encephalitis

Tanda dan gejala yang ditemukan adalah sakit kepala, demam,

pusing, kejang +/-, gangguan bicara, disfungsi cerebellar, abnormal nervus

cranial, gangguan pergerakan, gangguan sensorik, gangguan lapang

pandang. Pada tes antibody IgG toxoplasma memberikan hasil positiv,

tetapi dapat juga negative pada 15% pasien. Pada pemeriksaan Ct scan/

MRI memberikan gambaran; lesi multiple, ganglia basalis dan

corticomedullary junction sering terlibat, gambaran ring-enhacing, serta

edema.1,2

b. Meningitis tuberculosis

Tanda dan gejala yang ditemukan adalah demam, sakit kepala,

perubahan sensorik, meningismus, (+/-) TB pulmonal aktif (tampak pada

40% kasus), kesadaran berkabut. Pada meriksaan radilogi Ct scan/ MRI,

tampak gambaran peningkatan basal meningeal serta dapat juga

memberikan gambaran tuberculoma. 1,2

X. Prognosis

Meningitis kriptokokkus merupakan penyebab kematian dan kecatatan

yang signifikan pada penderita HIV/AIDS. Cryptococcus spp menginfeksi sekitar

1.000.000 orang pertahun dan tingkat mortalitas sekitar 625.000 setiap tahun.

16

Page 17: Referat Meningitis Kriptokokus

Prognosis akan sangat bergantung pada ketepatan waktu mendiagnosis, memberi

penatalaksanaan, dan pengobatan yang tepat.(6)

XI. Algoritma Diagnosis dan Penatalaksanaan

Ada Tidak

Diagnosis Meningitis Kriptokokosis (+)

Ya Tidak

Gejala meningitis:Sakit kepala, demam, kaku kuduk (+)

Evaluasi: Status mental & tanda

fokal Serum anti-

cryptococcal, kultur CT Scan

Ada tanda fokal & SOL pada CT Scan

Investigasi dan lakukan penanganan pada massa

intrakranial

Lumbal Punksi: Protein, glukosa,

jumlah sel Pewarnaan gram &

tinta india Cryptococcal antigen,

VDRL Kultur

17

Page 18: Referat Meningitis Kriptokokus

Referensi

1. Mumenthaler M, Mattle H, Taub E. Fundamentals of Neurology. New York: Thieme; 2006: 111-119

2. Moore AJ, Newell DW. Neurosurgery Principles and Practice. London: Springer; 2005:640-641

3. Fabrizio C, Carbonara S, Angarano G. Cryptococcal Meningitis. Europe: Intech; 2012

4. McDonald R, Greenberg EN, Kramer R. Cryptococcal Meningitis. Archieves of Disease in Childhood 2011; 45(1): 417-420.

5. Joseph N, Jarvis, Harrison T. HIV-associated cryptococcal meningitis. AIDS 2007; 21(1): 2119-2129.

6. Roy M, Chiller T. Preventing deaths from cryptococcal meningitis: from bench to bedside. Expert Rev. Anti Infect. Ther. 2011; 9(9): 715-717.

7. Ghasemian R, Najafi N, Shokohi T. Cyrptococcal meningitis relapse in an immunocompetent patient. Iranian Journal of Clinical Infectious Disease 2011; 6(1): 51-55.

8. Bello YB, Machado HG, Silveira JF, Schettini F, Junior GM, Junior SD et all. Cryptococcal meningitis in immunocompetent patient-case report. American Medical Journal 2013; 4(1): 100-104.

9. Day JN, Chau TT, Wolbers M, Mai PP, Dung NT, Mai NH et all. Combination antifungal therapy for cyrptococcal meningitis. N Engl J Med 2013; 368(1): 1291-1302.

10. Rajasingsham R, Rolfes MA, Birkenkamp KE, Meya DB, Boulware DR. Cyrptococcal meningitis treatment strategies in resource-limited settings: A cost-effectiveness analysis. PLOS Medicine 2012; 9(9): e1001316.

11. Perfect JR, Dismukes WE, Dromer F, Goldman DL, Graybill JR, Hamill RJ et al.. Clinical practice guidelines for the management of cryptococcal disease: 2010 update by the infectious diseases society of America. Clinical Infectious Diseases 2010; 50(1): 291-322.

HIV (+):Amphotericin B deoxycholate 0.7-0.1 mg/kg/perhari + Flucytosine 100mg/kg 4x1 selama 2 minggu.+ Fluconazole 400mg/hari selama 8 minggu

HIV (-):Amphotericin B deoxycholate 0.7-0.1 mg/kg/perhari + Flucytosine 100mg/kg 4x1 selama 4 minggu. +Fluconazole 400mg/hari selama 8 minggu

Profilaksis:Fluconazole 200mg/hariItrakonasol 200mg 2x1AmBd 1mg/kg perminggu / IVInisial HAART selama 2-10 minggu

Cari kausa lain meningitis

Awasi tanda-tanda komplikasi

18

Page 19: Referat Meningitis Kriptokokus

12. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit Terjemahan, 6 ed. Indonesia: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003; 2(9): 1016-1018.

13. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Indonesia: Gadjah Mada University Press; 2011.4(1): 161-169

14. Bicanic T, Harrison TS. Cryptococcal Meningitis. British Medical Bulletin 2005; 2004(99): 118.

15. Hafeez R, Chughtai AS. Cryptococcal meningitis case report and review literature. International Journal of Pathology 2004; 2(2): 105-107.

19