Referat Meningioma Bhs Indo

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Karena kemajuan tehnik diagnosa pada dewasa ini, kasus-kasus intrakranial menjadi lebih sering dilaporkan. Pada umumnya, tumor intrakranial timbul dengan cepat dan progressif, sehingga mendorong penderitanya untuk segera mendapatkan pengobatan ke dokter. Namun tidak demikian hanya dengan kasus-kasus meningioma dimana penderita datang pada keadaan yang sudah lanjut dan tentunya ukuran tumor sudah menjadi sangat besar. Bahkan oleh karena perjalanannya yang sangat lambat sebagian besar kasus tanpa disertai adanya gejala-gejala klinik. Meningioma yang kecil atau dengan gejala yang minimal sering kali ditemukan secara kebetulan. Dari semua otopsi tumor, dilaporkan terdapat 1,44% meningioma intrakranial yang sebagian besar tanpa adanya gejala- gejala klinik. Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Meningioma intrakranial merupakan tumor kedua yang tersering disamping Glioma, dan merupakan 13-20% dari tumor susunan saraf pusat. Etiologi dari tumor ini diduga berhubungan dengan genetic, terapi radiasi, hormone sex, infeksi virus dan 1

description

bedah

Transcript of Referat Meningioma Bhs Indo

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Karena kemajuan tehnik diagnosa pada dewasa ini, kasus-kasus intrakranial menjadi lebih

sering dilaporkan. Pada umumnya, tumor intrakranial timbul dengan cepat dan progressif,

sehingga mendorong penderitanya untuk segera mendapatkan pengobatan ke dokter. Namun

tidak demikian hanya dengan kasus-kasus meningioma dimana penderita datang pada keadaan

yang sudah lanjut dan tentunya ukuran tumor sudah menjadi sangat besar. Bahkan oleh karena

perjalanannya yang sangat lambat sebagian besar kasus tanpa disertai adanya gejala-gejala klinik.

Meningioma yang kecil atau dengan gejala yang minimal sering kali ditemukan secara kebetulan.

Dari semua otopsi tumor, dilaporkan terdapat 1,44% meningioma intrakranial yang sebagian

besar tanpa adanya gejala-gejala klinik.

Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum diketahui dari

meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara histopatologis berasal dari sel

pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk.

Meningioma intrakranial merupakan tumor kedua yang tersering disamping Glioma, dan

merupakan 13-20% dari tumor susunan saraf pusat. Etiologi dari tumor ini diduga berhubungan

dengan genetic, terapi radiasi, hormone sex, infeksi virus dan riwayat kepala. Patofisiologi

terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas.

Meningioma merupakan neoplasma intrakranial nomor 2 dalam urutan frekuensi yaitu

mencapai angka 20%. Ia lebih sering dijumpai pada wanita dari pada pria terutama pada

golongan umur antara 50-60 tahun dan memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan pada

beberapa anggota di satu keluarga. Korelasi dengan trauma kapitis kurang meyakinkan. Pada

umumnya meningioma dianggap sebagai neoplasma yang berasal dari glioblas di sekitar vili

arachnoid. Sel di medulla spinalis yang sebanding dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada

tempat pertemuan antara arachnoid dengan dura mater yang menutupi radiks.

BAB II

1

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MENINGIOMA

Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput pelindung yang

melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di

bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya lebih sering terjadi di intracranial

dibandingkan intraspinal.Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign), sedangkan

meningioma malignan jarang terjadi.

Tumor ini paling sering menyerang wanita, dengan ratio wanita banding pria adalah

2:1. Korelasinya dengan trauma kapitis masih dalam penelitian karena belum cukup bukti

untuk memastikannya. Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan

dapat menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang

terganggu dan seringkali berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Sekitar 40%

meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan gejala sindroma lobus

frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala ketidakmampuan mengatur

perilaku seperti impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori dan atensi, disfungsi eksekutif,

dan ketidakmampuan mengatur mood. Gejala yang paling sering timbul meliputi sakit kepala

hebat terutama pada pagi hari, kejang, perubahan kepribadian dan gangguan ingatan, mual

dan muntah, serta penglihatan kabur.

Meskipun pada kebanyakan kasus bersifat jinak, namun meningioma dapat

menimbulkan masalah besar bagi dokter dan pasien terutama dalam hal diagnosis dan

penatalaksanaan. Oleh karena hal tersebut, maka penyusun memilih judul “Meningioma”

sebagai judul referat ini.

2.2 ANATOMI

Meninges merupakan selaput atau membrane yang terdiri dari connective tissue yang

2

melapisi dan melindungi otak, terdiri dari tiga bagian, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater.

1. Duramater

Duramater atau pachymeninx dibentuk dari jaringan ikat fibrous. Secara

konvensional duramater ini terdiri dari dua lapis , yaitu lapisan endosteal dan lapisan

meningeal.Lapisan endosteal merupakan lapisan periosteum yang menutupi permukaan

dalam tulang cranium. Lapisan meningeal merupakan lapisan duramater yang , sering

disebut dengan cranial duramater. Terdiri dari jaringan fibrous yang padat dan kuat yang

membungkus otak dan melanjutkan diri menjadi duramater spinalis setelah melewati

foramen magnum yang berakhir sampai segmen kedua dari os sacrum.

Pada pemisahan dua lapisan duramater ini , diantaranya terdapat sinus duramatris

yang berisi darah vena. Sinus venosus/duramatris ini menerima darah dari drainase vena

pada otak dan mengalir menuju vena jugularis interna. Dinding dari sinus- sinus ini

dibatasi oleh endothelium. Pada lapisan duramater ini terdapat banyak cabang-cabang

pembuluh darah yang berasal dari arteri carotis interna, arteri maxillaris , artery

pharyngeus ascendens , artery occipitalis dan artery vertebralis. Dari sudut klinis , yang

terpenting adalah artery meningea media ( cabang dari artery maxillaris ) karena arteri ini

umumnya sering pecah pada keadaan trauma capitis.

Pada duramater terdapat banyak ujung- ujung saraf sensorik, dan peka terhadap

regangan sehingga jika terjadi stimulasi pada ujung-saraf ini dapat menimbulkan sakit

kepala yang hebat.

2. Arachnoid.

Lapisan ini merupakan suatu membrane yang impermeable halus, yang menutupi

otak dan terletak diantara piamater dan duramater. Membran ini dipisahkan dari

duramater oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale, dan dari piamater oleh cavum

subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. Cavum subarachnoid ( subarachnoid space )

merupakan suatu rongga/ ruangan yang dibatasi oleh arachnoid di bagian luar dan

piamater pada bagian dalam. Dinding subarachnoid space ini ditutupi oleh mesothelial

cell yang pipih. Pada daerah tertentu arachnoid menonjol kedalam sinus venosus

membentuk villi arachnoidales. Agregasi villi arachnoid disebut sebagai granulations

arachnoidales. Villi arachnoidales ini berfungsi sebagai tempat perembesan cerebrospinal

3

fluid kedalam aliran darah. Arachnoid berhubungan dengan piamater melalui untaian

jaringan fibrosa halus yang melintasi cairan dalam cavum subarachnoid.Struktur yang

berjalan dari dan keotak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum

subarachnoid.

3. Piamater

Lapisan piamater berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang belakang,

mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piamater ini merupakan lapisan dengan banyak

pembuluh darah dan terdiri dari jaringan penyambung yang halus serta dilalui pembuluh

darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.

Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir sebagai end

feet dalam piamater untuk membentuk selaput pia-glia.Selaput ini berfungsi untuk

mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan kedalam susunan saraf pusat.

Piamater membentuk tela choroidea, atap ventriculus tertius dan quartus, dan menyatu

dengan ependyma membentuk plexus choroideus dalam ventriculus lateralis, tertius dan

quartus.

Gambar 1. Potongan melintang tengkorak dan meninges

2.3 EPIDEMIOLOGI

Meningioma merupakan tumor kedua terbanyak, diperkirakan sekitar 13%-26% dari

tumor intrakranial primer, dengan insidens sekitar 6 / 100 000 populasi per tahun. meningioma

di medulla spinalis sekitar 8% dari seluruh tumor meningioma dan 25% sampai 46% dari seluruh

4

tumor medulla spinalis. Paling sering di daerah thorakal sekitar 55% - 80% dari tumor

meningioma di medulla spinalis, sedangkan di daerah servical sekitar 33% dari semua lesi. 90%

dari tumor ini adalah jinak dan paling sering terjadi antara usia 40 dan 70 tahun. Meningioma

terjadi 2-3 kali lebih sering pada wanita dari pada pria tetapi di medulla spinalis 4:1 wanita lebih

banyak dari pada pria. Meningioma yang kecil atau dengan gejala yang minimal seringkali

diketemukan secara kebetulan. Dilaporkan 1,44% meningioma intrakranial pada semua otopsi

tumor, yang sebagian besar tanpa gejala-gejala klinik.

2.4 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Penyebab meningioma belum dipahami dengan baik, tetapi dapat mencakup factor genetik

dan lingkungan. Beberapa kondisi yang membuat resiko meningioma meningkat seperti

neurofibromatosis type 2 Kebanyakan kelainan cytogenetic dimana terjadi kehilangan kromosom

22, terjadinya delesi pada long arm (22q) termasuk daerah 22q12 itu berhubungan dengan NF2

gen. Kebanyakan hasil dari mutasi sehingga hilangnya fungsi protein. Kelainan genetik ini

paling sering pada meningioma tipe fibroblastik dan transisional pada gambaran patologi.

Riwayat terapi radiasi sebelumnya dimana penderita pernah tereksposur radiasi di kepala

memiliki resiko yang meningkat untuk timbulnya meningioma, khususnya 10-20 tahun setelah

tereksposur radiasi.

Riwayat trauma kepala, Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau Computed Tomography

(CT) yang dilakukan secara frekuen setelah kecelakaan kepala, ini meningkatkan kesempatan

dari penemuan suatu meningioma.

Terdapat pada hormon wanita dan kanker payudara, beberapa tumor meningioma memiliki

reseptor sex hormone dan berkembang cepat pada kehamilan dari penelitian pada wanita yang

menderita meningioma ditemukan reseptor progesterone 88%, reseptor estrogen 40%, reseptor

androgen 38%. Wanita dengan riwayat kanker payudara memiliki insidens meningioma yang

lebih tinggi, dan wanita dengan riwayat meningioma memiliki kemungkinan yang lebih besar

terkena kanker payudara. Meskipun tidak dibuktikan, data-data ini mendukung penyebab pokok

dari meningioma.

Keberadaan dari growth factor ditemukan pada banyak tipe tumor, pada meningioma telah

ditemukan growth factor dan receptornya seperti: Epidermal Growth Factor (EGF),

Transforming Growth Factor-a (TGF-a), Platelet-Derifat Growth Factor (PDGF), Insulin-like

5

Growth Factor (IGF)I dan II Dan vaskuler Endothelial Growth Factor (VGEF). VGEF

bertanggung jawab pada edema peritumor white mater. Reseptor-reseptor yang disebutkan di

atas biasanya terdapat pada meningioma atipikal yang mungkin berperan dalam menstimulasi

pertumbuhan.

Pada umumnya kelainan genetik lebih luas terjadi pada meningioma yang atipikal dan

anaplastic (malignant). Genetik molecular menemukan indikasi bahwa kira-kira separuh dari

meningioma memiliki kehilangan allelic yang melibatkan q12 pada kromosom 22.

Meningioma atypikal sering menunjukkan kehilangan allelic dari lengan kromosom 1p, 6q,

10q, dan 18q. pada atipikal juga ditemukan reseptor dari growth faktor. Kehilangan yang lebih

sering dari kromosom 1p, 6q, 9p21, 10q, 14q, 18q dan 17q25 juga terjadi pada meningioma

anaplastik. Gen tertentu yang terimplikasi pada perkembangan anaplastik meningioma adalah

p53, yang ditemukan meningkat pada tumor anaplastik.

2.5 KLASIFIKASI

Meskipun pada kebanyakan kasus bersifat jinak, meningioma secara mengejutkan memiliki

karakteristik klinis yang sangat luas. Membedakannya secara histologis berhubungan erat dengan

resiko kejadian berulang yang tinggi. Pada kasus yang jarang, meningioma dapat bersifat ganas.

Klasifikasi dari WHO bertujuan untuk memprediksi perbedaan karakteristik klinis dari

meningioma dengan grading secara histologis berdasarkan statisik korelasi klinikopatologis yang

signifikan. Berdasarkan tingkat keganasannya meningioma dibagi menjadi 3, yaitu jinak (WHO

grade 1), atipikal (WHO grade 2), dan anaplastik (WHO grade 3).

Tabel 1. Tipe meningioma berdasarkan pengelompokan WHO

6

Tabel 2. Kriteria grading secara histologi menurut WHO

Sekitar 80% dari seluruh meningioma merupakan tumor yang tumbuh lambat. Variasi

histologi yang paling sering terdiagnosa pada regimen patologis adalah meningioma

7

meningotelial, fibroblastik, dan transisional. Meningioma meningotelial secara histologis

tersusun oleh sel tumor uniform yang membentuk lobulus dikelilingi oleh septa kolagen tipis. Di

dalam lobulus, sel tumor epiteloid memiliki dinding sel yang menyerupai sinsitium. Pada inti sel

terdapat ruangan kosong seperti tidak terisi karyoplasma dan protrusi eosinofil sitoplasma, yang

disebut juga pseudoinklusi. Meningioma fibroblastik terutama disusun oleh sel berbentuk jarum

yang menyerupai fibroblas dan membentuk fasikula saling berpotongan yang tertanam dalam

matriks yang kaya kolagen dan retikulin. Meningioma transisional memiliki ciri-ciri gabungan

dari kedua meningioma sebelumnya dan biasanya muncul dengan gambaran seperti ulir, dimana

sel tumor saling membungkus satu sama lain membentuk lapisan konsentrik. Yang terakhir

memiliki kecenderungan untuk berhialinisasi dan berkalsifikasi membentuk kalsifikasi

konsentrik yang disebut badan psammoma (artinya seperti pasir berdasarkan bentuk mereka yang

seperti pasir dan kotor). Tumor yang memiliki banyak gambaran badan psammoma disebut juga

meningioma psammomatosa.

Meningioma jinak yang tergolong dalam grade 1 WHO dapat menginvasi duramater, sinus

dura, tulang tengkorak, dan kompartmen ekstrakranial seperti bola mata, jaringan lunak, dan

kulit. Meskipun invasi ini membuat mereka semakin sulit direseksi, mereka tidak termasuk

meningioma atipikal maupun malignan. Sebaliknya, invasi otak dihubungkan dengan angka

kekambuhan dan kematian yang hampir sama dengan meningioma atipikal secara umum,

meskipun tumor nampak jinak. Meskipun lebih banyak terjadi pada meningioma tipe baru, invasi

otak belum dihubungkan dengan perubahan genetik tertentu, namun telah dilaporkan terjadi pada

tumor tanpa ketidakseimbangan kromosom yang jelas.

Angka kejadian meningioma atipikal (grade 2 WHO) berkisar antara 15-20% dari

keseluruhan meningioma. Setelah reseksi total, meningioma jinak dihubungkan dengan angka

kekambuhan dalam waktu 5 tahun sebanyak 5%. Sebaliknya, angka kekambuhan untuk

meningioma atipikal yang direseksi total adalah sekitar 40% dalam waktu 5 tahun dan meningkat

seiring berjalannya waktu pemantauan. Dengan demikian, diagnosis dari meningioma atipikal

memperpendek jangka waktu pemantauan post operasi.

Meningioma anaplastik (grade 3 WHO) terhitung sebanyak 1-3% kasus dari keseluruhan

kasus meningioma. Tumor ini memiliki karakteristik klinik serupa dengan neoplasma ganas

lainnya, yang dapat menginfiltrasi jaringan sekitarnya secara luas dan membentuk deposit

8

metastasis. Meningioma anaplastik dikaitkan dengan angka kekambuhan sekitar 50-80% setelah

tindakan reseksi secara bedah dan nilai median harapan hidup kurang dari 2 tahun. Secara

histologis, meningioma anaplastik memiliki gambaran keganasan dengan index mitosis sebesar

20 atau lebih mitosis per 10 lapang pandang mikroskopis. Beberapa meningioma anaplastik sulit

dikenali sebagai neoplasma meningotelial karena mereka dapat menyerupai sarkoma, karsinoma

atau bahkan melanoma. Meningioma anaplastik biasanya memiliki daerah nekrosis yang amat

luas. Meskipun demikian, embolisasi terapeutik (iatrogenik) harus dikecualikan sebagai

penjelasan alternatif sebelum dilakukan penilaian.

Gambar 2. Histologi meningioma grade 1 WHO

9

Gambar 3. Histologi meningioma grade 2 WHO

Gambar 4. Histologi meningioma grade 3 WHO

2.6 MANIFESTASI KLINIK

Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral akibat edema otak

dan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala spesifik terjadi akibat destruksi dan kompresi

jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah, kejang, penurunan kesadaran, gangguan mental,

gangguan visual dan sebagainya. Edema papil dan defisit neurologis lain biasanya ditemukan

pada stadium yang lebih lanjut.

R AAF dkk, mendapatkan gejala klinis lain yang paling sering adalah berturut-turut

sebagai berikut : kejang-kejang (48%), gangguan visus (29%), gangguan mental (13%) dan

gangguan fokal (10%)

Timbulnya gejala-gejala ini tergantung pada letak tumor dan tingginya tekanan

intrakranial. Gejala-gejala bermacam-macam sesuai dengan fungsi jaringan otak yang ditekan

10

atau dirusak, dapat perlahan-lahan atau cepat. Menurut Leaven, gangguan fungsi otak ini penting

untuk diagnosa dini.

Tabel 3. Gejala spesifik berdasarkan lokasi tumor

Lokasi Tumor Gejala

Meningioma falx dan parasagital nyeri tungkai

Meningioma Convexitaskejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal,

perubahan status mental

Meningioma Sphenoid kurangnya sensibilitas wajah, gangguan

lapangan pandang, kebutaan, dan penglihatan

ganda

Meningioma Olfaktorius kurangnya kepekaan penciuman, masalah

visus.

Meningioma fossa posteriornyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme

otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran,

gangguan menelan, gangguan gaya berjalan,

Meningioma suprasellarpembengkakan diskus optikus, masalah visus

Spinal meningiom nyeri punggung, nyeri dada dan lengan

Meningioma Intraorbitalpenurunan visus, penonjolan bola mata

Meningioma Intraventrikular perubahan mental, sakit kepala, pusing

11

Gambar 5. Gejala umum dari meningioma

2.6 DIAGNOSIS

Meningioma mudah divisualisasikan dengan CT kontras, MRI dengan gadolinium,

angiografi serta histopatologi. Hal ini dihubungkan dengan fakta bahwa meningioma ekstra-

aksial dan vaskuler. CSF protein biasanya meningkat jika pungsi lumbal dilakukan. Tidak

terdapat tes laboratorium khusus untuk meningioma.

12

Meskipun mayoritas meningioma bersifat jinak, mereka dapat memiliki presentasi ganas.

Klasifikasi meningioma didasarkan pada sistem klasifikasi WHO :

Jinak (kelas I) - (90%) - meningothelial, berserat, transisi, psammomatous,

angioblastic (paling agresif)

Atipikal (Grade II) - (7%) - chordoid, sel jernih, atipikal (termasuk invasi otak)

Anaplastik / ganas (III Grade) - (2%) - papiler, rhabdoid, anaplastik

Dalam review retrospektif terbaru dari kasus meningioma atipikal dan anaplastik,

kelangsungan hidup secara keseluruhan rata-rata untuk meningioma atipikal ditemukan menjadi

11,9 tahun dan 3,3 tahun untuk meningioma anaplastik. Kelangsungan hidup bebas untuk

meningioma atipikal adalah 11,5 tahun dan 2,7 tahun untuk meningioma anaplastik.

Meningioma Anaplastik maligna adalah tumor ganas terutama dengan perilaku agresif.

Bahkan jika oleh aturan umum neoplasma sistem saraf (tumor otak) tidak dapat bermetastasis ke

dalam tubuh (karena adanya sawar darah otak) Meningioma Anaplastik bisa meskipun mereka

berada di dalam rongga otak, mereka berada di bloodside dari BBB, karena meningioma

cenderung untuk "menghubungkan" diri untuk bloodvessels untuk "feed". Sel kanker dapat

melarikan diri ke dalam aliran darah. Inilah sebabnya mengapa meningioma ketika mereka

bermetastasis sering berubah di sekitar paru-paru. Perlu dicatat bahwa meningioma Anaplastik

dan hemangiopericytoma sulit untuk membedakan (bahkan dengan cara patologis), karena

mereka terlihat serupa, terutama jika kejadian pertama adalah tumor meningeal, dan keduanya

tumor terjadi di tempat yang sama (jenis yang sama dari jaringan).

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dalam mendiagnosis suatu tumor otak, selain klinis, peranan radiologi sangat besar.

Dahulu angiografi, kemudian CTScandan terakhir MRI; terutama untuk tumor-tumor di daerah

fossa posterior, karena CTScansukar mendiagnosis tumor otak akibat banyaknya artefak,

sekalipun dengan kontras. Dengan MRI suatu tumor dapat dengan jelas tervisualisasi melalui di

potongan 3 dimensi, sehingga memudahkan ahli bedah saraf untuk dapat menentukan teknik

13

operasi atau menentukan tumor tersebut tidak dapat dioperasi mengingat risiko/komplikasi yang

akan timbul.

1. Foto polos

Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos.

Di indikasikan untuk tumor pada mening. Tampak erosi tulang dan dekstruksi sinus

sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh

darah mening menggambarkan dilatasi arteri meningea yang mensuplai darah ke tumor.

Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus.

2. CT scan

Meningioma mempunyai gambaran yang agak khas tetapi tidak cukup spesifik

apabila diagnosis tanpa dilengkapi pemeriksaan angiografi dan eksplorasi bedah.

Angiografi penting untuk menentukan suplai pembuluh darah ke meningiomanya dan

untuk menilai efek di sekitar struktur arteri dan venanya.

Gambar 6. Meningioma otak. CT-scan nonkontras menunjukkan meningioma fossa media. Massa

kalsifikasi melekat pada anterior tulang petrous kanan. Terlihat kalsifikasi berbentuk cincin dan

punctata. Tidak terlihat adanya edema.12

CT tanpa kontras

Kebanyakan meningioma memperlihatkan lesi hiperdens yang homogen atau

berbintik-bintik, bentuknya reguler dan berbatas tegas. Bagian yang hiperdens dapat

14

memperlihatkan gambaran psammomatous calcifications. Kadang-kadang

meningioma memperlihatkan komponen hipodens yang prominen apabila disertai

dengan komponen kistik, nekrosis, degenerasi lipomatous atau rongga-

rongga.Sepertiga dari meningioma memperlihatkan gambaran isodens yang biasanya

dapat dilihat berbeda dari jaringan parenkim di sekitarnya dan, hampir semua lesi-lesi

isodens ini menyebabkan efek masa yang bermakna.

CT dengan kontras :

Semua meningioma memperlihatkan enhancement kontras yang nyata kecuali

lesi-lesi dengan perkapuran. Pola enhancement biasanya homogen tajam (intense) dan

berbatas tegas. Duramater yang berlanjut ke lesinya biasanya tebal, tanda yang relatif

spesifik karena bisa tampak juga pada glioma dan metastasis.

Di sekitar lesi yang menunjukkan enhancement, bisa disertai gambaran

hypodense semilunar collar atau berbentuk cincin. Meningioma sering menunjukkan

enhancement heterogen yang kompleks.

Gambar 7. CT scan tanpa kontras (kiri) dan dengan kontras (kanan)

15

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Melalui MRI, suatu jaringan menunjukkan sifat-sifat karakteristik tertentu pada

gambar Tl dan T2 maupun protondensity. Intensitas jaringan tersebut biasanya berbeda

pada gambar Tl dan T2, kecuali lemak, darah segar, kalsifikasi, maupun peredaran darah

yang cepat. Dengan melihatgambarTl maupun T2 dapat ditentukan karakteristik suatu

tumor apakah tumor tersebut padat, kistik, ada perdarahan, kalsifikasi, nekrosis maupun

lemak dan lain-lain. Intensitas jaringan tersebut mulai dari hipo, iso dan hiper intensitas

terlihat jelas pada T1 dan T2.

Gambar 8. MRI T1WI(kiri), T2WI(tengah) dan dengan kontras (kanan)

4. Angiografi

Kelainan pembuluh darah yang paling khas pada meningioma adalah adanya

pembuluh darah yang memberi darah pada neoplasma oleh cabang-cabang arteri sistim

karotis eksterna. Bila mendapatkan arteri karotis ekstema yang memberi darah ke tumor

yang letaknya intrakranial maka ini mungkin sekali neningioma.

Umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Arteri dan kapiler

memperlihatkan gambaran vascular yang homogen dan prominen yang disebut dengan

mother and law phenomenon.

16

A B C

Gambar 6. Cerebralangiogram dari meningiomasulkus olfaktorius penciuman menunjukkan perpindahan

dar iarteri serebral anterior (a,b) dan karakteristik tumor memerah, biasanya karena pasokan arteri

karotid eksternal (c).

2.8 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri. Terapi

meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa faktor yang

mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi,

vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi

sebelumnya dan atau radioterapi.

Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan faktor risiko, pola,

dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga

termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi. Tumor rekurens

dan harapan hidup setelah pembedahan tergantung pada tingkat reseksi dan grade histologi dari

tumor. Kekomplitan pengangkatan tumor adalah secara frekuen digolongkan menurut Simpson

scale, yang berkorelasi dengan tingkat recurans setelah 10 tahun.

17

Tabel 4. Simpson Grading Scale

Simpson

Grade

Completeness of Resection 10-year

Recurrence

Grade I complete removal including resection of underlying bone

and associated dura

9%

Grade II complete removal + coagulation of dural attachment 19%

Grade III complete removal w/o resection of dura or coagulation 29%

Grade IV subtotal resection 40%

Radiasi

Beberapa tumor dapat dianggap dioperasi karena lokasi mereka di dekat area otak

yang mengontrol fungsi-fungsi vital seperti pernapasan atau intelek. Beberapa

meningioma ganas tumbuh kembali setelah operasi pengangkatan. Dalam kasus ini,

radiasi dapat digunakan untuk merusak DNA dalam sel membuat mereka tidak mampu

untuk membagi dan bereproduksi. Tujuan dari pengobatan radiasi adalah untuk

memaksimalkan dosis untuk sel tumor yang abnormal dan meminimalkan paparan sel-sel

sehat yang normal. Manfaat radiasi tidak langsung tetapi terjadi dari waktu ke waktu.

Secara bertahap, tumor akan berhenti tumbuh, menyusut, dan dalam beberapa kasus,

benar-benar hilang. Ada dua cara untuk memberikan radiasi: beberapa dosis rendah

(radioterapi) atau dosis tinggi tunggal (radiosurgery).

Terapi Medis

Interferon saat ini sedang diteliti sebagai inhibitor angiogenesis. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk menghentikan pertumbuhan pembuluh darah yang mensuplai

tumor. Interferon dapat dipertimbangkan pada pasien yang mengalami kekambuhan dan

meningioma maligna. Hidroxyurea dan obat-obat kemoterapi lain diyakini dapat memulai

proses kematian sel atau apoptosis pada sebagian meningioma. Namun pada uji coba

klinis, obat ini dianggap gagal karena meningioma bersifat kemoresisten. Inhibitor dari

18

receptor progesteron seperti RU-486 juga sedang dievaluasi sebagai pengobatan untuk

meningioma. Namun percobaan klinik terbaru, RU-486 tidak menunjukan perbaikan

apapun. Begitu juga dengan terapi antiestrogen yang tidak menunjukan perbaikan nyata

ssecara klinis pada percobaan. Beberapa agen molekular seperti penghambat receptor

faktor pertumbuhan epidermal (Epidermal Growth Factor Receptor / EGFR), inhibitor

receptor faktor pertumbuhan derivat platelet (Platelet Derived Growth Factor Receptor /

PDGFR), dan penghambat tirosin kinase masih diuji coba secara klinis. Kebanyakan uji

coba ini terbuka untuk pasien dengan meningioma yang tidak dapat dioperasi atau yang

mengalami kekambuhan. Kortikosteroid dapat digunakan untuk mengontrol edema

sekitar tumor namun tidak dapat digunakan dalam jangka panjang karena efek

sampingnya yang merugikan.

Tergantung pada lokasi dari tumor, gejala yang ditimbulkan, dan keinginan

pasien, beberapa meningioma dapat ditunggu dan dipantau secara hati-hati dan teliti.

2.9 PROGNOSIS

Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang

sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa kelangsungan

hidupnya 19elative lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan kelangsungan hidup

rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih

besar dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih

dari 10% meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.

Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang dilaporkan, dengan

kemajuan teknik dan pengalaman operasi para ahli bedah maka angka kematian post operasi

makin kecil. Diperkirakan angka kematian post operasi selama lima tahun (1942–1946) adalah

7,9% dan (1957–1966) adalah 8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang

terdahulu yaitu perdarahan dan edema otak

19

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput pelindung yang

melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di bagian

otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya lebih sering terjadi di intracranial dibandingkan

intraspinal.Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign), sedangkan meningioma malignan

jarang terjadi.

Penyebab meningioma belum dipahami dengan baik, tetapi dapat mencakup factor

genetik dan lingkungan. Beberapa kondisi yang membuat resiko meningioma meningkat seperti

neurofibromatosis type 2 Kebanyakan kelainan cytogenetic dimana terjadi kehilangan kromosom

22, terjadinya delesi pada long arm (22q) termasuk daerah 22q12 itu berhubungan dengan NF2

gen. Kebanyakan hasil dari mutasi sehingga hilangnya fungsi protein. Kelainan genetik ini

paling sering pada meningioma tipe fibroblastik dan transisional pada gambaran patologi.

Meskipun pada kebanyakan kasus bersifat jinak, meningioma secara mengejutkan

memiliki karakteristik klinis yang sangat luas. Membedakannya secara histologis berhubungan

erat dengan resiko kejadian berulang yang tinggi. Pada kasus yang jarang, meningioma dapat

bersifat ganas.

Meningioma mudah divisualisasikan dengan CT kontras, MRI dengan gadolinium,

angiografi serta histopatologi. Hal ini dihubungkan dengan fakta bahwa meningioma ekstra-

aksial dan vaskuler. CSF protein biasanya meningkat jika pungsi lumbal dilakukan. Tidak

terdapat tes laboratorium khusus untuk meningioma.

Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri. Terapi

meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa faktor yang

20

mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi,

vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi

sebelumnya dan atau radioterapi.

Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang

sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa kelangsungan

hidupnya elative lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan kelangsungan hidup rate

lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar

dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari

10% meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.

21

DAFTAR PUSTAKA

Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. : Fakultas Kedokteran Universtas

Indonesia; 2003. Hal 393-4.

Schiff, D., O’Neill, B.P., Primary Meningeal Neoplasma In: Principles of Neuro-

Oncology, McGraw-Hill, New York, 2005; 369

Kleihuese, K., Caveene, WK., Meningiomas In: Pathology and Genetics of Tumours of

the Nervous System, International Agency for Research on Cancer, Lyon, 1997, 134.

Berger, M.S., Prados, M.D., Meningiomas In: of Textbook Neuro-Oncology,2005; 335-

344

Louis,D., et al, Meningeal tumours in: WHO Classification of Tumor of The Central

Nervous System, International Agency for Research on Cancer, 4th ed, Lyon, 2007; 164,167-

169

Lumongga F. Meninges dan cerebrospinal fluid, USU Repository, 2008.

Louis,D., et al, Meningeal tumours in: WHO Classification of Tumor of The Central

Nervous System, International Agency for Research on Cancer, 4th ed, Lyon, 2007; 164,167-

169

Robbins, Cotran, Meningiomas in: Pathologic Basis of Disease,Elsevier Saunders,

Pennsylvania, 2005; 1409-1411.

Neuroradiology Imaging Teaching Files Case Thirty Six-Meningioma. Cited on January

17th. Available from: http://www.uhrad.com/mriarc/mri036.htm

22

L E. Claveria, D. Sutton, and B. M. Tress. The radiological diagnosis of meningiomas, the

impact of EMI scanning, British Journal of Radiology, 50, 15-22.

23