Referat Mea (1)
-
Upload
ola-dwi-nanda -
Category
Documents
-
view
259 -
download
0
description
Transcript of Referat Mea (1)
REFERAT
TANTANGAN PROFESI DOKTER DALAM MENGHADAPI
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)
Oleh :
Ola Dwi Nanda 1310.221.068 FK UPNAndya Yudhi Wirawan 1410.221.008 FK UPNDian Andikawati 1410.221.053 FK UPNAngga Haditya 030.09.022 FK USAKTIPenny Nastiti Rahayu Lestari 030.09.180 FK USAKTIFadhila Sekarpriharsani 030.10.097 FK USAKTIMellisa Aslamia Aslim 030.10.177 FK USAKTI
Dosen Penguji :
dr. Gatot Suharto, Sp.F, SH, M.Kes, DFM
Pembimbing :
dr. Wian Pisia Anggreliana
dr. Stephanus Rumancay
KEPANITERAAN KLINIK ILMU FORENSIK
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. KARIADI
PERIODE 25 MEI – 20 JUNI 2015
SEMARANG 2015
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kalimat “Satu Visi – Satu Identitas – Satu Komunitas” – menjadi visi dan
komitmen bersama yang hendak diwujudkan oleh ASEAN pada tahun 2020. Tetapi
mungkinkah cita-cita tersebut dapat dicapai oleh negara-negara ASEAN (Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Brunai Darussalam, Kamboja, VietNam,
Laos dan Myanmar) dalam waktu kurang dari satu dasawarsa lagi. Berdasarkan
catatan dan laporan dari berbagai sumber menunjukkan bahwa cita-cita bersama yang
terintegrasi dalam suatu komunitas yang disebut Masyarakat ASEAN (ASEAN
Community) ini masih harus menghadapi berbagai tantangan dan rintangan yang
terdapat pada masing-masing negara anggota.
Beberapa tahapan awal harus diwujudkan untuk merealisasikan target atau
sasaran bersama Masyarakat ASEAN tersebut, di antaranya adalah melalui penerapan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) pada tahun 2015.
Masyarakat Ekonomi ASEAN dengan sasarannya yang mengintegrasikan
ekonomi regional Asia Tenggara menggambarkan karakteristik utama dalam
bentuk pasar tunggal dan basis produksi, kawasan ekonomi yang sangat kompetitif,
kawasan pengembangan ekonomi yang merata atau seimbang, dan kawasan yang
terintegrasi sepenuhnya menjadi ekonomi global. Sebagai pasar tunggal kawasan
terpadu ASEAN dengan luas sekitar 4,47 juta km persegi yang didiami oleh lebih dari
600 juta jiwa dari 10 negara anggota ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan
memacu daya saing ekonomi kawasan ASEAN yang diindikasikan melalui terjadinya
arus bebas (free flow) : barang, jasa, investasi, tenaga kerja, dan modal.1
Menurut data dari Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI, jumlah tenaga kesehatan yang terdata sampai tahun 2014
ini sebanyak 891.897 orang. Namun persebarannya masih belum merata, sebanyak
48.87% (435.877) tenaga kesehatan masih terpusat di pulau Jawa dan Bali.
Sedangkan di wilayah timur Indonesia, seperti Papua hanya menerima 2.06% dari
total tenaga kesehatan seluruhnya. Dengan produksi tenaga kesehatan yang masih
jauh dari kata cukup dan tingginya kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan, maka
Indonesia menjadi salah satu negara yang ikut meratifikasi persetujuan pembentukan
WTO (World Trade Organization) melalui UU nomor 7 tahun 1994 tentang
Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Salah satu wujud nyata dari
pembentukan WTO ini ialah diadakannya AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang
mulai berjalan pada tahun 2015. Dengan adanya AFTA ini diharapkan dapat
membantu kekurangan tenaga kesehatan di Indonesia. Namun di sisi lain, adanya
AFTA ini dapat menjadi ancaman bagi tenaga kesehatan Indonesia. Indonesia dengan
sekitar 240 juta penduduk dan luas daerah mencapai separuh Eropa dengan Produksi
tenaga kesehatan masih kurang, kebutuhan pelayanan tinggi, distribusi tenaga
kesehatan yang tidak merata dan adanya keterbatasan gerak pada tenaga kesehatan di
Indonesia akibat hukum yang belum bisa ditegakkan secara berkeadilan,
menimbulkan kesempatan bagi Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing (TK-WNA)
untuk masuk ke pasar medis di Indonesia dan menjadi ancaman persaingan.
Keinginan ASEAN membentuk MEA didorong oleh perkembangan eksternal
dan internal kawasan. Dari sisi eksternal, Asia diprediksi akan menjadi kekuatan
ekonomi baru, dengan disokong oleh India, Tiongkok, dan negara-negara ASEAN.
Sedangkan secara internal, kekuatan ekonomi ASEAN sampai tahun 2013 telah
menghasilkan pendapatan perkapita sebesar US$ 3,36 triliun dengan laju
pertumbuhan sebesar 5,6 persen dan memiliki dukungan jumlah penduduk 617,68
juta orang.2
Era globalisasi mengharuskan tenaga kesehatan berbenah diri. Peluang dan
tantangan harus diterobos (breakthrough) dengan peningkatan mutu dan
profesionalisme tenaga kesehatan Indonesia yang hanya dapat dicapai bila tenaga
kesehatan Indonesia dalam melakukan pelayanan sesuai dengan Standar Profesi.
Standar Profesi sebagai acuan oleh tenaga kesehatan merupakan persyaratan
yang mutlak harus dimiliki. Mengukur kemampuan tenaga kesehatan dapat diketahui
dari standar profesi yang harus dipatuhi terlebih lagi apabila dalam penyusunan
standar profesi tersebut disusun setelah mengadakan bedah buku dengan profesi yang
sama dari negara lain yang berstandar internasional.
I.2 Rumusan Masalah
Beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan referat ini
adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?
2. Siapa saja peserta Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?
3. Apa saja hak dan kewajiban peserta Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?
4. Darimanakah sumber dana Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?
5. Apa dasar Indonesia menjadi peserta Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?
6. Apa keuntungan dan kerugian Indonesia menjadi peserta Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA)?
7. Apa peran dokter Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?
8. Apa pengaruh AFTA terhadap bidang kesehatan di Indonesia?
9. Apa bentuk proteksi pemerintah RI terhadap tenaga kesehatan Indonesia?
10. Apa dasar regulasi yang mengatur tenaga kesehatan asing di Indonesia?
I.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Memberikan pengetahuan kepada dokter dan dokter muda mengenai pelayanan
kesehatan di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian MEA.
b. Mengetahui Hak dan Kewajiban peserta MEA.
c. Keuntungan dan kerugian Indonesia menjadi peserta MEA.
d. Peran dokter Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
e. Mengetahui pengaruh AFTA terhadap bidang kesehatan di Indonesia.
f. Mengetahui bentuk proteksi pemerintah RI terhadapp tenaga kesehatan
Indonesia.
g. Mengetahui dasar regulasi yang mengatur tenaga kesehatan asing di
Indonesia.
I.4 Manfaat
Dalam penyusunan referat ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak. Adapun manfaat yang diperoleh sebagai berikut:
1. Mahasiswa Kedokteran dapat mengetahui dan memahami Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) terutama di bidang Kesehatan.
2. Melatih penulis untuk menyusun referat dalam upaya meningkatkan
pengetahuan dan wawasan tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
terutama di bidang Kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah bentuk integrasi ekonomi
ASEAN dalam arti adanya sistem perdagangan bebas antara Negara-negara ASEAN.
Indonesia dan sembilan negara anggota ASEAN lainnya telah menyepakati perjanjian
MEA atau ASEAN Economic Community (AEC).3
Pada KTT di Kuala Lumpur pada Desember 1997 Para Pemimpin ASEAN
memutuskan untuk mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan
sangat kompetitif dengan perkembangan ekonomi yang adil, mengurangi kemiskinan
dan kesenjangan sosial-ekonomi.
Pada KTT di Bali pada bulan Oktober 2003, para pemimpin ASEAN
menyatakan bahwa MEA akan menjadi tujuan dari integrasi ekonomi regional pada
tahun 2020, ASEAN Security Community dan Komunitas Sosial-Budaya ASEAN
adalah dua pilar yang tidak terpisahkan dari Komunitas ASEAN. Semua pihak
diharapkan untuk bekerja keras dalam membangun komunitas ASEAN pada tahun
2020 mendatang.
Selanjutnya, Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN yang diselenggarakan pada
bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia, sepakat untuk memajukan MEA
dengan target yang jelas dan jadwal untuk pelaksanaan.
Pada KTT ASEAN ke-12 pada bulan Januari 2007, para Pemimpin menegaskan
komitmen mereka yang kuat untuk mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN
pada tahun 2015 yang diusulkan di ASEAN Visi 2020 dan ASEAN Concord II, dan
menandatangani Deklarasi Cebu tentang Percepatan Pembentukan Komunitas
ASEAN pada tahun 2015 Secara khusus, para pemimpin sepakat untuk mempercepat
pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015 dan untuk mengubah
ASEAN menjadi daerah dengan perdagangan bebas barang, jasa, investasi, tenaga
kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas.
Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan MEA ini nantinya
memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara
lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat.4
B. KARAKTERISTIK MEA ( MASYARAKAT EKONOMI ASEAN)
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah realisasi tujuan akhir dari
integrasi ekonomi yang dianut dalam Visi 2020, yang didasarkan pada konvergensi
kepentingan negara-negara anggota ASEAN untuk memperdalam dan memperluas
integrasi ekonomi melalui inisiatif yang ada dan baru dengan batas waktu yang jelas.
Dalam mendirikan MEA, ASEAN harus bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip
terbuka, berorientasi ke luar, inklusif, dan berorientasi pasar ekonomi yang konsisten
dengan aturan multilateral serta kepatuhan terhadap sistem untuk kepatuhan dan
pelaksanaan komitmen ekonomi yang efektif berbasis aturan.
Masyarakat Ekonomi ASEAN akan membentuk ASEAN sebagai pasar dan
basis produksi tunggal membuat ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan
mekanisme dan langkah-langkah untuk memperkuat pelaksanaan baru yang ada
inisiatif ekonomi; mempercepat integrasi regional di sektor-sektor prioritas;
memfasilitasi pergerakan bisnis, tenaga kerja terampil dan bakat; dan memperkuat
kelembagaan mekanisme ASEAN. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan MEA.
Pada saat yang sama, MEA akan mengatasi kesenjangan pembangunan dan
mempercepat integrasi terhadap Negara Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam
melalui Initiative for ASEAN Integration dan inisiatif regional lainnya.
Bentuk Kerjasamanya adalah :
1. Pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kapasitas;
2. Pengakuan kualifikasi praofesional;
3. Konsultasi lebih dekat pada kebijakan makro ekonomi dan keuangan;
4. Langkah-langkah pembiayaan perdagangan;
5. Meningkatkan infrastruktur
6. Pengembangan transaksi elektronik melalui e-ASEAN;
7. Mengintegrasikan industri di seluruh wilayah untuk mempromosikan sumber
daerah;
8. Meningkatkan keterlibatan sektor swasta untuk membangun MEA.
Pentingnya perdagangan eksternal terhadap ASEAN dan kebutuhan untuk
Komunitas ASEAN secara keseluruhan untuk tetap melihat ke depan,
karakteristik utama MEA:
1. Pasar dan basis produksi tunggal,
2. Kawasan ekonomi yang kompetitif,
3. Wilayah pembangunan ekonomi yang merata
4. Daerah terintegrasi penuh dalam ekonomi global.
Karakteristik ini saling berkaitan kuat. Dengan Memasukkan unsur-unsur yang
dibutuhkan dari masing-masing karakteristik dan harus memastikan konsistensi dan
keterpaduan dari unsur-unsur serta pelaksanaannya yang tepat dan saling
mengkoordinasi di antara para pemangku kepentingan yang relevan.
C. PERUBAHAN – PERUBAHAN SETELAH ADA MEA
Perubahan-perubahan yang kemungkinan akan terjadi setelah dibentuknya
MEA antara lain:
1. Prosedur Bea Cukai Lebih Sederhana
MEA akan memiliki sistem yang dapat memantau pergerakan barang dalam
perjalanannya ke negara-negara ASEAN. Tidak hanya itu, izin barang ekspor pun
akan lebih cepat. Ini akan menghemat waktu dan biaya ekspor.
2. Adanya Sistem Self-Certification
Ini adalah sistem yang memungkinkan pengekspor menyatakan keaslian
produk mereka sendiri dan menikmati tarif preferensial di bawah skema ASEAN-
FTA (Free Trade Area). Tanggung jawab utama dari sertifikasi asal dilakukan
oleh perusahaan yang ikut berpartisipasi dengan menyertakan faktur komersial
dokumen seperti tagihan, delivery order, atau packaging list.
Fungsinya adalah memudahkan pebisnis dalam melakukan ekspansi ke
negara-negara anggota ASEAN lainnya.
3. Harmonisasi Standar Produk
Meski masih belum ditetapkan seperti apa standar dari masing-masing jenis
produk, namun ASEAN akan memberlakukan sistem yang meminta masing-
masing industri agar sesuai dengan standar kualitas mereka.
Hingga saat ini, terdapat 7 jenis produk yang menjadi prioritas mereka.
o Produk karet
o Obat tradisional
o Kosmetik
o Pariwisata
o Sayur dan buah segar
o Udang dan budidaya perikanan
o Ternak
Selain hal di atas, ada juga penjelasan bahwa pemerintah akan mendukung
program globalisasi Usaha Kecil Menengah (UKM), seperti:
Mencari pasar baru di luar negeri
Promosi ekspor
Delegasi promosi perdagangan
Mendorong spesialisasi dalam memperluas pasar luar negeri
Mendukung pencapaian standar internasional
Mendukung pengembangan global brand
Memberi bantuan kepada UKM yang memiliki prospek baik untuk
mengekspor produknya
Tugas utama kita sebagai warga Negara adalah bagaimana merubah image
terhadap barang - barang lokal dibawah standar kualitas yang mayoritas dengan
harga relatif mahal dari barang impor. Masih banyaknya anggapan tentang merek
luar lebih berkualitas ketimbang produk lokal akan mempersulit pelaku UKM,
padahal tidak sepenuhnya begitu. Oleh karena itu, setiap UKM harus memperbaiki
kualitas produknya agar semua konsumen bisa bangga dengan kualitasnya.
Pemerintah harus mengedukasi masyarakat agar mencinta produk lokal, dan
masyarakat harus menghilangkan persepsi yang sering menilai buruk merek lokal.
D. ELEMEN-ELEMEN UTAMA DALAM MEA 2015
Terdapat empat hal yang akan menjadi fokus MEA pada tahun 2015 yang dapat
dijadikan suatu momentum yang baik untuk Indonesia.
Pertama, negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan dijadikan sebuah
wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Dengan terciptanya kesatuan pasar dan
basis produksi maka akan membuat arus barang, jasa, investasi, modal dalam jumlah
yang besar, dan skilled labour menjadi tidak ada hambatan dari satu negara ke negara
lainnya di kawasan Asia Tenggara.
Kedua, MEA akan dibentuk sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat
kompetisi yang tinggi, yang memerlukan suatu kebijakan yang meliputi competition
policy, consumer protection, Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan E-
Commerce. Dengan demikian, dapat tercipta iklim persaingan yang adil; terdapat
perlindungan berupa sistem jaringan dari agen-agen perlindungan konsumen;
mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta; menciptakan jaringan transportasi yang
efisien, aman, dan terintegrasi; menghilangkan sistem Double Taxation, dan;
meningkatkan perdagangan dengan media elektronik berbasis online.
Ketiga, MEA pun akan dijadikan sebagai kawasan yang memiliki
perkembangan ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil
Menengah (UKM). Kemampuan daya saing dan dinamisme UKM akan ditingkatkan
dengan memfasilitasi akses mereka terhadap informasi terkini, kondisi pasar,
pengembangan sumber daya manusia dalam hal peningkatan kemampuan, keuangan,
serta teknologi.
Keempat, MEA akan diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian
global. Dengan dengan membangun sebuah sistem untuk meningkatkan koordinasi
terhadap negara-negara anggota. Selain itu, akan ditingkatkan partisipasi negara-
negara di kawasan Asia Tenggara pada jaringan pasokan global melalui
pengembangkan paket bantuan teknis kepada negara-negara Anggota ASEAN yang
kurang berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kemampuan industri
dan produktivitas sehingga tidak hanya terjadi peningkatkan partisipasi mereka pada
skala regional namun juga memunculkan inisiatif untuk terintegrasi secara global.
E. DAMPAK MEA 2015 BAGI INDONESIA
Bagi Indonesia sendiri, MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena
hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal
tersebut akan berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan
meningkatkan pendapatan perkapita Indonesia. Di sisi lain, muncul tantangan baru
bagi Indonesia berupa permasalahan homogenitas komoditas yang diperjualbelikan,
contohnya untuk komoditas pertanian, karet, produk kayu, tekstil, dan barang
elektronik (Santoso, 2008). Dalam hal ini competition risk akan muncul dengan
banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia yang
akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar negri
yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan defisit neraca
perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri.
Pada sisi investasi, kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung
masuknya Foreign Direct Investment (FDI) yang dapat menstimulus pertumbuhan
ekonomi melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan
sumber daya manusia (human capital) dan akses yang lebih mudah kepada pasar
dunia. Meskipun begitu, kondisi tersebut dapat memunculkan exploitation risk.
Indonesia masih memiliki tingkat regulasi yang kurang mengikat sehingga dapat
menimbulkan tindakan eksploitasi dalam skala besar terhadap ketersediaan sumber
daya alam oleh perusahaan asing yang masuk ke Indonesia sebagai negara yang
memiliki jumlah sumber daya alam melimpah dibandingkan negara-negara lainnya.
Tidak tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang dilakukan perusahaan asing dapat
merusak ekosistem di Indonesia, sedangkan regulasi investasi yang ada di Indonesia
belum cukup kuat untuk menjaga kondisi alam termasuk ketersediaan sumber daya
alam yang terkandung.
Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para
pencari kerja karena dapat banyak tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan
akan keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam
rangka mencari pekerjaan menjadi lebih mudah. Dalam hal ini dapat
memunculkan risiko ketenagakarejaan bagi Indonesia terutama dibidang kesehatan.
Dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan
tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi
industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat
keempat di ASEAN.
Dengan hadirnya ajang MEA ini, Indonesia memiliki peluang
untuk memanfaatkan keunggulan skala ekonomi dalam negeri
sebagai basis memperoleh keuntungan. Namun demikian, Indonesia
masih memiliki banyak tantangan dan risiko-risiko yang akan
muncul bila MEA telah diimplementasikan. Oleh karena itu, para risk
professional diharapkan dapat lebih peka terhadap fluktuasi yang
akan terjadi agar dapat mengantisipasi risiko-risiko yang muncul
dengan tepat. Selain itu, kolaborasi yang apik antara otoritas
negara dan para pelaku usaha diperlukan, infrastrukur baik secara
fisik dan sosial (hukum dan kebijakan) perlu dibenahi, serta perlu
adanya peningkatan kemampuan serta daya saing tenaga kerja dan
perusahaan di Indonesia. Jangan sampai Indonesia hanya menjadi
penonton di negara sendiri di tahun 2015 mendatang.
F. PERSIAPAN MENGHADAPI MEA
Kesiapan Menjelang Pemberlakuan MEA
Meski tercatat sebagai negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam
melimpah ruah dengan luas dan populasi terbesar di antara negara-negara lainnya di
ASEAN, Indonesia diperkirakan masih belum siap menghadapi MEA pada tahun
2015.
Pernyataan tersebut adalah sangat beralasan mengingat bahwa masih ada
sejumlah masalah mendasar yang menimpa Indonesia dan harus segera diatasi
sebelum berlakunya MEA pada tahun 2015. Iklim investasi kurang kondusif yang
diindikasikan melalui masalah mengenai birokrasi, infrastruktur, masalah kualitas
sumber daya manusia dan ketenagakerjaan (perburuhan) serta korupsi merupakan
sebagian dari masalah yang saat ini masih melingkupi pemerintah Indonesia.
Kendala-kendala tersebut di atas mengakibatkan Indonesia belum dapat
mensejajarkan diri untuk “tegak sama tinggi dan duduk sama rendah” di antara
negara-negara ASEAN lainnya.
Kekhawatiran atas kesiapan semua negara anggota ASEAN untuk
pemberlakuan MEA juga terungkap melalui suvei yang dilakukan oleh Kamar
Dagang Amerika di Singapura. Survei yang melibatkan 475 pengusaha senior
Amerika tersebut mengungkapkan bahwa 52 persen responden tidak percaya MEA
dapat diwujudkan pada tahun 2015.
Adalah tidak berlebihan jika kemudian kita memunculkan suatu pertanyaan
besar : “Sudah siapkah Industri Nasional berkompetisi dalam Masyarakat Ekonomi
ASEAN yang lebih populer dengan istilah Pasar Bebas ASEAN ini pada akhir tahun
2015 nanti?”
Langkah & Persiapan Menghadapi Era Pasar Bebas ASEAN
Pemerintah dituntut untuk segera mempersiapkan langkah & strategi
menghadapi ancaman ekonomi “Masyarakat Ekonomi ASEAN” dengan menyusun
dan menata kembali kebijakan-kebijakan nasional yang diarahkan agar dapat lebih
mendorong dan meningkatkan daya saing (competitiveness) sumber daya manusia
dan industri di Indonesia. Taraf daya saing nasional ini perlu segera ditingkatkan
mengingat bahwa berdasarkan Indeks Daya Saing Global 2010, tingkat daya saing
Indonesia hanya berada pada posisi 75 atau jauh tertinggal dibanding Vietnam (posisi
53) yang baru merdeka dan baru bergabung ke dalam ASEAN.
Dengan kata lain, pemerintah harus segera memperkuat kebijakan & langkah-
langkah yang pro-bisnis atau pro-job, bukan memperkuat kebijakan & langkah
seperti yang terjadi belakangan ini yang diindikasikan dengan adanya kenaikan upah
minimun regional (UMP/UMK) yang sangat drastis di beberapa daerah pada awal
tahun 2013 ini. Jika tidak, Indonesia bisa dipastikan hanya akan menjadi pasar
potensial bagi negara ASEAN lainnya, bukannya menjadi pemain utama di kawasan
ASEAN. Indonesia disebut-sebut sebagai negara paling menarik bagi pengembangan
usaha baru, yang kemudian disusul oleh Vietnam, Thailand dan Myanmar.
Keterlibatan berbagai pihak, mulai dari para pembuat kebijakan hingga
masyarakat umum sangatlah diperlukan untuk memastikan kesiapan seluruh elemen
bangsa dalam menghadapi pasar bebas yang disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN
ini. Berbagai diskusi atau seminar sudah dilakukan pemerintah dengan melibatkan
para pakar dari berbagai lembaga pemerintah maupun non-pemerintah guna
memastikan kesiapan masyarakat Indonesia menghadapi Pasar Bebas ASEAN 2015
yang menuntut efisiensi dan keunggulan produk yang lebih kompetitif dan inovatif.
Meski Masyarakat Ekonomi ASEAN dipandang sebagai sebuah peluang positif bagi
perkembangan ekonomi nasional, namun sejumlah tantangan dan hambatan klasik
yang terus menghantui Indonesia dari waktu ke waktu mesti segera diatasi. Hambatan
dan tantangan mendasar yang perlu diperbaiki pemerintah saat ini, antara lain,
mencakup masalah : infrastruktur, birokrasi, masalah kualitas sumber daya manusia
dan masalah perburuhan, sinergi kebijakan nasional dan daerah, daya saing
pengusaha nasional, korupsi dan pungutan liar yang mengakibatkan ekonomi biaya
tinggi (high-cost economy).
Dalam upaya mempersiapkan diri menghadapi perubahan dan sekaligus
mengatasi hambatan & tantangan tersebut, Pemerintah harus segera merumuskan dan
menetapkan langkah-langkah strategis terpadu dengan melibatkan seluruh komponen
bangsa dan pemangku kepentingan (stakeholder). Di samping itu, pembaruan dan
perubahan (changes)menjadi sebuah kata kunci yang mesti segera disosialisasikan
dan diimplementasikan secara gradual atau bertahap mengingat kemajuan dan
keanekaragaman karakteristik kehidupan sosial dan ekonomi bangsa Indonesia.
Profesi Tenaga Kesehatan
Profesi dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah bidang pekerjaan yang
dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu. Jenis
profesi yang dikenal antara lain : profesi hukum, profesi bisnis, profesi kedokteran,
profesi pendidikan.
Dokter adalah seseorang dengan gelar dokter atau seseorang yang memiliki
lisensi untuk praktik dalam seni penyembuhan penyakit. Istilah Dokter dalam konteks
medis, ialah semua profesional medis dengan gelar dokter (dr.) dan spesialis (Sp.)
atau berbagai gelar lainnya. Berbagai profesi yang dapat dikaitkan dengan dokter
antara lain ialah dokter, psikolog, ilmuwan biomedis, dokter gigi, atau dokter hewan.
Jika disimpulkan secara lengkap, maka definisi dokter adalah Seseorang yang :
1. Memiliki gelar dokter dan lisensi untuk melakukan praktik penyembuhan
penyakit
2. Dapat mengusahakan penyembuhan terhadap suatu penyakit melalui
penerapan obat
3. Dapat melakukan tindakan Operasi atau bedah guna memperbaiki kerusakan
pada tubuh
Kata Dokter berasal dari kata Latin yaitu docēre [dɔkeːrɛ] yang artinya
'mengajar'.Pada jaman dulu istilah dokter telah digunakan sebagai gelar terhormat
selama lebih dari 1000 tahun di Eropa, di saat berdirinya universitas pertama di dunia.
Penggunaan kata ini menyebar ke Amerika, bekas jajahan Eropa, dan sekarang lazim
digunakan di seluruh dunia.
Profesi kedokteran adalah suatu pekerjaan kedokteran yang dilaksanakan
berdasarkan suatu keilmuan dan kompetensi yang diperoleh dari keilmuan yang
berjenjang, serta kode etik yang melayani masyarakat sesuai UU No.29 tahun 2004
tentang praktik kedokteran.
Menurut data dari Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI, jumlah tenaga kesehatan yang terdata sampai tahun 2014
ini sebanyak 891.897 orang. Namun persebarannya masih belum merata, sebanyak
48.87% (435.877) tenaga kesehatan masih terpusat di pulau Jawa dan Bali.
Sedangkan di wilayah timur Indonesia, seperti Papua hanya menerima 2.06% dari
total tenaga kesehatan seluruhnya.
Dengan produksi tenaga kesehatan yang masih jauh dari kata cukup dan
tingginya kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan, maka Indonesia menjadi salah
satu negara yang ikut meratifikasi persetujuan pembentukan WTO (World Trade
Organization) melalui UU nomor 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement
Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia). Salah satu wujud nyata dari pembentukan WTO ini ialah
diadakannya AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang mulai berjalan pada tahun 2015.
Dengan adanya AFTA ini diharapkan dapat membantu kekurangan tenaga
kesehatan di Indonesia. Namun di sisi lain, adanya AFTA ini dapat menjadi ancaman
bagi tenaga kesehatan Indonesia. Indonesia dengan sekitar 240 juta penduduk dan
luas daerah mencapai separuh Eropa dengan Produksi tenaga kesehatan masih
kurang, kebutuhan pelayanan tinggi, distribusi tenaga kesehatan yang buruk dan
adanya keterbatasan gerak pada tenaga kesehatan di Indonesia akibat hukum yang
belum bisa ditegakkan secara berkeadilan, menimbulkan kesempatan bagi Tenaga
Kesehatan Warga Negara Asing (TK-WNA) untuk masuk ke pasar medis di
Indonesia dan menjadi ancaman persaingan.
Standar Profesi Tenaga Kesehatan
Kesehatan merupakan hak asasi manusia serta modal pembangunan untuk
keberlangsungan hidup suatu negara. Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus
dilindungi oleh negara dan diberikan kepada seluruh masyarakat tanpa ada
diskriminasi. Untuk itu pemerintah harus memenuhi hak dasar warga negara yaitu
hak untuk hidup sehat, yang diwujudkan dalam bentuk pelayanan kesehatan yang
menyeluruh melalui pembangunan kesehatan yang terarah, terpadu,
berkesinambungan, adil dan merata, serta aman, berkualitas dan terjangkau oleh
masyarakat.
Supaya penyelenggaraan upaya kesehatan terlaksana dengan aman, maka
pelayanan kesehatan menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan. Dalam Undang-
Undang nomor 36 tahun 2014 mengenai Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan
memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang
maksimal kepada masyarakat supaya masyarakat mampu untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuannya untuk selalu hidup sehat, dengan begitu
derajat kesehatan akan meningkat. Untuk itu dalam pelaksanaannya, pemerintah
wajib untuk menentukan kebijakan dan payung hukum yang melindungi dan
mengatur tentang pemberdayaan tenaga kesehatan di Indonesia temasuk tenaga
kesehatan WNI dan tenaga kesehatan WNA.
Era globalisasi mengharuskan tenaga kesehatan berbenah diri. Peluang dan
tantangan yang menghadang harus diterobos (breakthrough) dengan peningkatan
mutu dan profesionalisme tenaga kesehatan Indonesia yang hanya dapat dicapai bila
tenaga kesehatan Indonesia dalam melakukan pelayanannya sesuai dengan Standar
Profesinya.
Untuk mencegah terancamnya pasar medis Indonesia oleh Tenaga Asing,
pemerintah memiliki peran penting untuk dapat melakukan upaya proteksi terhadap
tenaga kesehatan Indonesia untuk menghadapi ancaman tersebut. Terdapat beberapa
upaya yang dilakukan oleh pemerintah seperti mengatur status keberadaan tenaga
kesehatan asing dan tenaga kesehatan Indonesia dalam Undang-Undang nomor 36
tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan serta turunannya salah satunya Peraturan
Menteri Kesehatan nomor 67 tahun 2013 mengenai Pendayagunaan Tenaga
Kesehatan Warga Negara Asing (TK-WNA). Adapun upaya pemerintah dalam
melakukan upaya proteksi terhadap tenaga tenaga kesehatan yang terdapat dalam UU
No 36 Tahun 2014 antara lain seperti:
a. Melakukan pembentukan konsil tenaga kesehatan dimana Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia mempunyai fungsi sebagai koordinator konsil masing-
masing tenaga kesehatan dalam mengevaluasi dan mengawasi tenaga kesehatan
b. Fasilitas pelayanan kesehatan yang akan menggunakan tenaga kesehatan asing
harus memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan Izin
Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) yang dikeluarkan oleh menteri.
Penyelenggara pelatihan yang dapat menggunakan tenaga kesehatan asing adalah
institusi pendidikan tenaga kesehatan yang terakreditasi, rumah sakit pendidikan,
organisasi profesi serta rumah sakit non pendidikan. Penyelenggara pelatihan
mengajukan permohonan Persetujuan kepada KKI bagi dokter dan dokter gigi
WNA atau Menteri bagi TK-WNA lain
c. Mengupayakan peningkatan mutu dan pengawasan tenaga kesehatan yang
dijelaskan lebih lanjut pada rencana pembangunan tenaga kesehatan tahun 2011-
2025.
Pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan utamanya ditujukan untuk
meningkatkan kualitas tenaga kesehatan sesuai kompetensi yang diharapkan dalam
mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia.
Pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dilakukan melalui peningkatan
komitmen dan koordinasi semua pemangku kepentingan dalam pengembangan tenaga
kesehatan serta legislasi yang meliputi antara lain sertifikasi melalui uji kompetensi,
registrasi, perizinan (licensing), dan hak-hak tenaga kesehatan.
Standar Profesi sebagai acuan oleh tenaga kesehatan merupakan persyaratan
yang mutlak harus dimiliki. Mengukur kemampuan tenaga kesehatan dapat diketahui
dari standar profesi yang harus dipatuhi terlebih lagi apabila dalam penyusunan
standar profesi tersebut disusun setelah mengadakan bedah buku dengan profesi yang
sama dari negara lain yang berstandar internasional.
Profesi Kesehatan di Indonesia diharuskan memiliki standar profesi
sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah no 32 tahun 1996 pasal 22
dan 121 menyatakan bahwa setiap tenaga kesehatan dalam melaksanakan profesinya
berkewajiban untuk mematuhi standar profesi ditetapkan oleh Menteri.
Puspronakes LN (Pusat Pemberdayaan Profesi dan Tenaga Kesehatan Luar
Negeri) sesuai dengan salah satu dari Tupoksinya yaitu Pemberdayaan Profesi telah
memfasilitasi 10 Organisasi Profesi untuk menyusun standar profesi mulai dari 2002-
2006 dan telah ditetapkan oleh menteri Kesehatan.
Ke 10 standar Profesi tersebut adalah:
1. Profesi Bidan
2. Sanitarian
3. Ahli Laboratorium Kesehatan
4. Rekam Medis
5. Keperawatan
6. Tekniker Gigi
7. Gizi
8. Radiologi
9. Elektro medik
10. Fisioterapis
Pada tahun 2007 proses penyusunan standar profesi untuk Profesi Tenaga
kesehatan Teknik Wicara, Ahli Madya Farmasi, Okupasi Terapi dan Refraksionist
Optisien, Perawat dan Perawat Anaesthesi.
Pada tahun 2008 penyusunan standar Profesi akan difasilitasi oleh
Puspropnakes untuk profesi kesehatan Teknik Tranfusi, Teknik Instalasi Medik, Ahli
Kesehatan Masyarakat dan Kimia Klinik Indonesia.
Dengan ditetapkannya standar profesi oleh Menteri Kesehatan, maka uji kompetensi
untuk setiap jenis tenaga kesehatan dapat dilaksanakan sehingga kualitas tenaga
kesehatan sama baik di seluruh Indonesia.
Dunia Kesehatan (Rumah Sakit) Terhadap MEA
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari
negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam
rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN.
AFTA berpengaruh besar terhadap berbagai bidang. Bidang kesehatan adalah yang
paling terpengaruh oleh dampak globalisasi, Pengaruh tersebut dapat dilihat di
bidang rumah sakit, tenaga kesehatan, industri farmasi, alat kesehatan, dan asuransi
kesehatan. Di bidang kesehatan, Indonesia mengupayakan dalam kepentingan
perdagangan internasional jasa melalui World Trade Organization (WTO),
China- ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA), ASEAN Framework Agreement on
Services (AFAS) dan perjanjian bilateral.5
Salah satu modal dalam pasokan perdagangan jasa internasional adalah migrasi
sumber daya manusia. Dalam hubungan ini, melalui Sidang Umum Kesehatan
Sedunia Tahun 2010, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) telah mengadopsi Global
Code of Practice on the International Recruitment of Health Personnel . Walaupun
bersifat sukarela, Indonesia sebagai negara anggota WHO, perlu ikut mendukung dan
melaksanakan prinsip-prinsip dan rekomendasi Global Code dalam migrasi
internasional tenaga kesehatan. Semua ini perlu dapat diakomodasikan dalam
Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan.
Indonesia memerlukan standarisasi pelayanan kesehatan dalam meningkatkan
kualitas sistem pelayanan kesehatan di Indonesia dan menumbuhkan kepercayaan
masyarakat terhadap pelayanan, untuk bersaing di AFTA 2010. Standar yang
diusulkan adalah sistem pelayanan terbaik, baik dari segi Sumber Daya Manusia
(SDM), administrasi, manajemen maupun prinsip pelayanan dan sudah selayaknya
orientasi sistem pelayanan kesehatan di Indonesia tidak hanya untuk orang sakit saja
(kuratif) melainkan juga untuk pemeliharaan kesehatan (preventif).
Depkes RI menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia
sehingga setiap masyarakat berhak memperoleh pelayanan kesehatan secara adil,
merata, dan bermutu yang menjangkau seluruh masyarakat Indonesia. Sejalan dengan
hal tersebut di atas dan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka berbagai upaya
dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan agar
masyarakat dapat meningkatkan akses pelayanan dan kualitas pelayanan kesehatan.
Saat ini daya apresiasi dan antisipasi bangsa Indonesia terhadap tantangan
global di sektor kesehatan, khususnya di bidang pelayanan kesehatan, masih jauh dari
memadai. Padahal pengalaman mengajarkan bahwa membuka pasar tanpa persiapan
yang matang hanya akan membawa lebih banyak dampak negatif dibanding
manfaat positifnya. Prasyarat penting untuk memenangkan persaingan dalam era
globalisasi adalah tersedianya institusi kesehatan yang kuat, sumber daya manusia
yang bermutu dalam jumlah yang memadai, yang didukung oleh pembaharuan sistem
kesehatan, birokrasi pemerintah dan pengendalian atas pasar jasa pelayanan
kesehatan.
Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang digunakan untuk upaya
penyelenggaraan dan pembangunan kesehatan harus dapat meningkatkan dan
mempertahankan mutu pelayanan kesehatan yang berorientasi pada tercapainya
kepuasan pasien. Hal ini juga bertujuan untuk mempertahankan eksistensi pelayanan
kesehatan di rumah sakit, sehingga mampu bersaing dengan rumah sakit lain dalam
era perdagangan bebas sekarang ini.
Menghadapi Liberalisasi Kesehatan
Melihat pembahasan yang telah di lakukan di tingkat ASEAN dalam persiapan
menuju Komunitas ASEAN 31 Desember 2015, terkait pembangunan kesehatan dan
liberalisasi barang dan jasa kesehatan yang menjadi bagian dari pembahasan
Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASCC) tentunya dinilai sangat positif serta tidak
berimplikasi kepada isu nasionalisme. Bagian yang menjadi perhatian serius adalah
pembahasan terkait Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA) atau MEA.
Pada rencana pembangunan tenaga kesehatan juga dijelaskan mengenai
masalah pokok dalam pengembangan tenaga kesehatan. Upaya kesehatan yang
dilakukan hanya berfokus pada perbaikan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan,
namun masih belum pada mutu tenaga kesehatan sehingga tenaga kesehatan belum
memiliki daya saing dalam memenuhi permintaan tenaga kesehatan dari luar negeri
terutama dalam menghadapi AFTA. Belum lama ini pemerintah membuat kebijakan
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang tertuang dalam PP no.8 tahun
2012, menjelaskan adanya pengakuan kompetensi kerja melalui sertifikasi
kompetensi kerja dan sebagai perwujudan sistem perencanaan dan informasi tenaga
kerja baik secara makro dan mikro.
KKNI adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat
menyetarakan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan
kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja
sesuai dengan struktur pekerjaan diberbagai sektor. KKNI berusaha menjembatani
gap antara pendidikan tinggi kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja
kesehatan dan menjawab tantangan dan persaingan global Era AFTA 2015.
Dalam PMK RI no 67 tahun 2013 tentang pendayagunaan tenaga kesehatan
warga Negara asing (TK-WNA) adalah peraturan yang menggantikan PMK RI
Nomor 317/Menkes/Per/III/2010 yang dianggap sudah tidak relevan dengan adanya
perkembangan IPTEK. Dalam PMK RI nomor 67 tahun 2013 ini memperlihatkan
bentuk proteksi pemerintah terhadap tenaga kesehatan Indonesia yang diharapkan
dapat membatasi gerak dan kewenangan TK-WNA dalam bekerja di Indonesia.
Adapun proteksi tersebut diwujudkan dalam bentuk:
a. Pendayagunaan TK-WNA dalam kegiatan pelayanan kesehatan ini harus
didampingi oleh tenaga kesehatan Indonesia. Hal ini bertujuan untuk sharing
pengetahuan, supaya tenaga kesehatan Indonesia mampu menyerap dan
memanfaatkan ilmu pengetahuan serta teknologi yang dikuasai oleh TK-WNA
tersebut
b. TK-WNA hanya diperbolehkan bekerja sementara dan hanya dilakukan apabila
tenaga kesehatan Indonesia belum memiliki kompetensi yang sama seperti TK-
WNA.
c. TK-WNA hanya diperbolehkan menetap (ijin tinggal) sementara
d. TK-WNA harus mengikuti SJSN.
e. Larangan terhadap TK-WNA dalam hal pelaksanaan tugas dan pekerjaan yang
tidak sesuai dengan kompetensi.
f. TK-WNA dilarang untuk mendirikan praktik mandiri dan dilarang untuk
menduduki jabatan personalia atau jabatan tertentu dalam institusi
g. Tenaga kesehatan asing sebagai pemberi pelayanan harus memiliki sertifikat
kompetensi
h. Tambahan dimana didalam UU Praktik Kedokteran dan Permenkes No.
2052/2011 Tentang Izin Praktik Kedokteran juga menjelaskan mengenai
kewajiban tenaga kesehatan asing untuk memiliki Surat Izin Praktik (SIP).
Proteksi diatas dilakukan untuk melindungi hak tenaga kesehatan Indonesia
supaya tidak merasa didiskriminasi oleh negaranya sendiri. Karena prinsipnya
pendayagunaan TK-WNA di Indonesia yaitu hanya untuk mengisi kekurangan tenaga
kesehatan dan saling berbagi pengetahuan untuk meningkatkan kompetensi tenaga
kesehatan Indonesia.
Adapun Regulasi yang mengatur Tenaga Kesehatan Asing di Indonesia:
UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Ps. 21)
(1) Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan dan pengawasan mutu tenaga keseatan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
(2) Ketentuan mengenai perencanaan, pengadaan, pendayagunaan pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(3) Ketentuan mengenai tenaga kesehatan diatur dengan Undang-Undang.
UU No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit (Ps. 14)
(1) Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga kesehatan asing sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
(2) Pendayagunaan tenaga kesehatan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan alih teknologi dan ilmu pengetahuan serta ketersediaan tenaga kesehatan setempat.
(3) Pendayagunaan tenaga kesehatan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan bagi tenaga kesehatan asing yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi dan Surat Ijin Praktik
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan tenaga kesehatan asing pada ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran (Ps.30)
Dokter dan dokter gigi lulusan luar negri yang akan melaksanakan praktik kedokteran di Indonesia harus dilakukan evaluasi. Evaluasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) meliputi : Kesahan ijazah; Kemampuan untuk melakukan praktik kedokteran yang dinyatakan dengan suarat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat kompetensi. Mempunyai surat pernyataan telah megucapkan sumpah/janji dokter atau dokter gigi. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. Dokter dan dokter gigi warga negara asing selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus melengkapi surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia Dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3) diberikan surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
Perkonsil No. 17/KKI/KEP/IV/2008 Tentang Pedoman Tatacara registrasi
sementara dan registrasi bersyarat dokter & dokter gigi Warga Negara Asing
(WNA)
Perkonsil No. 157/KKI/PER/XII/2009 Tentang Tatacara registrasi dokter &
dokter gigi Warga Negara ASEAN yang akan melakukan praktek kedokteran
di Indonesia
Permenkes 317/2010 Tentang Pendayagunaan TK-WNA di Indonesia yang
kemudian di ganti dengan Permenkes 67/2013 tentang pendayagunaan TK-
WNA di Indonesia.
Keputusan Menteri Kesehatan No. 2574/Menkes/SK/XII/2011 Tentang Tim
Koordinasi Perizinan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing di Indonesia
Permenkes No. 2052 Tahun 2011 Tentang Izin praktek dan pelaksanaan
kedokteran (Ps.17-18)
Pasal 17(1) Dokter dan Dokter Gigi warga negara asing dapat diberikan SIP sepanjang
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dokter dan Dokter
Gigi warga negara asing juga harus :a. telah dilakukan evaluasi dan memiliki surat izin kerja dan izin tinggal sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; danb. mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia yang dibuktikan dengan bukti
lulus Bahasa Indonesia dari Pusat Bahasa Indonesia.
Pasal 18(1) Dokter dan Dokter Gigi warga negara asing hanya dapat bekerja atas
permintaan fasilitas pelayanan kesehatan tertentu dalam ruang lingkup:a. pemberi pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi; danb. pemberi pelayanan.
(2) Dokter dan Dokter Gigi warga negara asing dilarang berpraktik secara mandiri.
(3) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk pemberian pertolongan pada bencana atas izin pihak yang berwenang.
Telah disepakati penyertaan modal asing hingga 70% di fasilitas kesehatan
tentu akan sedikit banyak berimplikasi kepada kebijakan pelayanan di internal faskes.
Persyaratan yang menyebutkan pendirian hanya terbatas di ibukota provinsi di
wilayah timur dikhawatirkan akan menimbulkan pandangan diskriminasi di kalangan
rakyat. Kewajiban menyediakan fasilitas kesehatan dan layanan kesehatan oleh
negara (dengan sumber daya yang dimiliki oleh bangsa ini) yang tertuang dalam
Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen, dapat menimbulkan
konsekuensi tuntutan terhadap pemenuhan hak konstitusi rakyat.
Ikatan Dokter Indonesia sebagai organisasi profesi dokter di Indonesia, dalam
Rapat Pleno Diperluas tanggal 25 Agustus 2013 menyatakan bahwa keberadaaan
dokter asing di Indonesia hanya bersifat sementara (temporary) untuk keperluan alih
teknologi berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Konsil Kedokteran
Nomor 2 tahun 2014 tentang Persetujuan Alih Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kedokteran/Kedokteran Gigi.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia menyatakan, di saat
negara belum mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki oleh bangsa ini dalam
bidang kesehatan, kemudian pintu pasar bebas bidang kesehatan dibuka selebar-
lebarnya, sama seperti mendatangkan “malaikat maut” bagi sumber daya kesehatan
dalam negeri. Pemerintah harus terlebih dahulu memenuhi kewajiban utamanya,
yaitu: menyediakan/menyelenggarakan kesehatan yang berkualitas (high quality),
terjangkau (accessible), dan terbeli (affordable). Hal ini juga penting ketika dikaitkan
dengan Issue Health Tourism.
Berdasarkan Riset Fasilitas Kesehatan (Risfaskes) tahun 2011 didapati masih
terdapat 17,7% Puskesmas belum tersambung listrik 24 jam, 28% Puskesmas belum
memiliki sarana air bersih. Baru sekitar 37,6% Puskesmas memiliki ambulans. Dari
9.188 Puskesmas, masih terdapat 380 Puskesmas belum memiliki dokter, yang
dominan berada di wilayah Indonesia Timur. Kondisi mengangetkan, masih terdapat
4 Puskesmas di DKI Jakarta yang tidak ada tenaga dokter. Namun sekali lagi, data ini
adalah data tahun 2011, yang tentunya kita berharap tahun ini kekosongan tersebut
telah terisi.
Sedangkan untuk rumah sakit, sebanyak 18,5% RSU Pemerintah tidak memiliki
dokter spesialis penyakit dalam (SP.PD), 20,4% tidak memiliki dokter spesialis bedah
(SP.B), 24,5% tidak memiliki dokter spesialis anak (SP.A), dan 17,1% tidak memiliki
dokter spesialis kebidanan dan kandungan (Sp.OG).
Dengan keterbatasn di atas, memperlihatkan masing banyak kekurangan yang
harus menjadi prioritas negara sebagai bentuk upaya menunaikan kewajiban
konstitusi. Kekurangan tersebut bukanlah kekurangan dalam persepktif
ketidakmampuan. Kekurangan tersebut disebabkan kondisi yang berbeda negeri ini
yang tentunya jauh berbeda dengan negara lain, terutama di ASEAN. Singapura yang
hanya memiliki penduduk sekitar 4 juta jiwa dengan luas wilayah hanya 700 km2
tentu sangat jauh berbeda dengan jumlah penduduk dan luas wilayah Indonesia.
Belum kemudian membandingkan beragamnya suku serta budaya yang dimilikinya.
Ketua Bidang Globalisasi Praktik Kedokteran PB IDI Periode 2012-2015
menyatakan, mekanisme pasar dalam bidang kesehatan akan menyebabkan terjadinya
gap derajat kesehatan di masyarakat, hight cost layanan kesehatan dan mengundang
masalah serius di sektor tenaga kerja medik. Bila peran swasta tersebut dikendalikan
oleh kepemilikan modal asing, sungguh ini merupakan ancaman serius bagi
kedaulatan Negara.
Demi keamanan negara dan masa depan bangsa Indonesia, pemerintah harus
menjaga empat (4) bidang strategis, yaitu: bidang keamanan, hukum, pendidikan dan
kesehatan agar diselenggarakan sepenuhnya demi kepentingan Negara. Untuk itu,
semua pekerjaan yang menyangkut keempat bidang diatas harus dilaksanakan oleh
tenaga kerja berbangsa Indonesia. Sungguh berbahaya jika ke-4 bidang tersebut
dilaksanakan dengan spirit “Profit Motive”. Hal ini juga telah dituangkan dalam surat
PB IDI Nomor 4467/PB/E.1/05/2014 yang ditujukan kepada Presiden RI saat itu,
Bapak Susilo Bambang Yudhoyono.
Perbaikan mutu tenaga dokter di Indonesia tetap menjadi prioritas utama seiring
prioritas menyediakan layanan kesehatan bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perbaikan mutu juga harus seiring dengan perbaikan tingkat kesejahteraan seluruh
tenaga kesehatan. Jika ini terwujud maka negeri ini telah menunaikan amanah leluhur
untuk menjadi negeri yang adil, makmur, dan sejahtera.6
BAB III
PENUTUP
III. 1 Kesimpulan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah bentuk integrasi ekonomi
ASEAN dalam artian adanya sistem perdagangan bebas antara negara-negara
ASEAN. Indonesia dan sembilan negara anggota ASEAN lainnya telah
menyepakati perjanjian MEA atau ASEAN Economic Community (AEC).
Perubahan-perubahan yang kemungkinan akan terjadi setelah dibentuknya MEA
antara lain: prosedur bea cukai lebih sederhana, adanya sistem self-certification,
harmonisasi standar produk.
Bagi Indonesia sendiri, MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena
hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Pada
sisi investasi, kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung
masuknya Foreign Direct Investment (FDI) yang dapat menstimulus pertumbuhan
ekonomi melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja,
pengembangan sumber daya manusia (human capital) dan akses yang lebih mudah
kepada pasar dunia. Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat
besar bagi para pencari kerja karena dapat banyak tersedia lapangan kerja dengan
berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka ragam.
MEA berpengaruh besar terhadap berbagai bidang. Bidang kesehatan adalah
yang paling terpengaruh oleh dampak globalisasi, Pengaruh tersebut dapat dilihat
di bidang perumah sakitan, tenaga kesehatan, industri farmasi, alat kesehatan, dan
asuransi kesehatan. Era globalisasi mengharuskan tenaga kesehatan berbenah diri.
Peluang dan tantangan yang menghadang harus diterobos (breakthrough) dengan
peningkatan mutu dan profesionalisme tenaga kesehatan Indonesia yang hanya
dapat dicapai bila tenaga kesehatan Indonesia dalam melakukan pelayanannya
sesuai dengan standar profesinya.
Adalah tidak berlebihan jika kemudian kita memunculkan suatu pertanyaan
besar : “Sudah siapkah Industri Nasional berkompetisi dalam Mayarakat
Ekonomi ASEAN yang lebih populer dengan istilah Pasar Bebas ASEAN ini pada
akhir tahun 2015 nanti?”. Berangkat dari pertanyaan tersebut di atas, pemerintah
dituntut untuk segera mempersiapkan langkah & strategi menghadapi ancaman
hempasan gelombang tsunami ekonomi “Masyarakat Ekonomi ASEAN” dengan
menyusun dan menata kembali kebijakan-kebijakan nasional yang diarahkan agar
dapat lebih mendorong dan meningkatkan daya saing (competitiveness) sumber
daya manusia dan industri di Indonesia.
III. 2 Saran
Dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), keterlibatan
berbagai pihak, mulai dari para pembuat kebijakan hingga masyarakat umum
sangatlah diperlukan untuk memastikan kesiapan seluruh elemen bangsa dalam
menghadapi pasar bebas yang disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN ini.
Pemerintah harus segera merumuskan dan menetapkan langkah-langkah strategis
terpadu dengan melibatkan seluruh komponen bangsa dan pemangku kepentingan
(stakeholder).
Tugas utama kita sebagai warga negara adalah bagaimana merubah image
terhadap barang-barang lokal dibawah standar kualitas yang mayoritas dengan
harga relatif mahal dari barang impor. Masih banyaknya anggapan tentang merek
luar lebih berkualitas ketimbang produk lokal akan mempersulit pelaku UKM,
padahal tidak sepenuhnya begitu. Untuk itu, tiap UKM harus memperbaiki kualitas
produknya agar semua konsumen bisa bangga dengan kualitasnya. Pemerintah
juga dirasa perlu untuk terus mengedukasi masyarakat agar cinta terhadap produk
lokal, dan masyarakat juga perlu menghilangkan persepsi yang kerap menilai
buruk merek lokal.
Dalam bidang kesehatan, peningkatan mutu dan profesionalisme tenaga
kesehatan Indonesia harus ditingkatkan, itu semua hanya dapat dicapai bila tenaga
kesehatan Indonesia dalam melakukan pelayanannya sesuai dengan standar
profesinya. Standar profesi sebagai acuan oleh tenaga kesehatan merupakan
persyaratan yang mutlak harus dimiliki. Pembinaan dan pengawasan mutu tenaga
kesehatan utamanya ditujukan untuk meningkatkan kualitas tenaga kesehatan
sesuai kompetensi yang diharapkan dalam mendukung penyelenggaraan pelayanan
kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia. Pembinaan dan pengawasan mutu
tenaga kesehatan dilakukan melalui peningkatan komitmen dan koordinasi semua
pemangku kepentingan dalam pengembangan tenaga kesehatan serta legislasi yang
meliputi antara lain sertifikasi melalui uji kompetensi, registrasi, perizinan
(licensing), dan hak-hak tenaga kesehatan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. SEMINAR NASIONAL DAN KONFERENSI 2015. Available at:
http://skn.feunj.ac.id/latar-belakang. Accessed on: June 3, 2015.
2. Wangke, H. Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Vol.
VI, No. 10/II/P3DI/Mei/2014.
3. Sudah Siapkah Menghadapi MEA 2015. Available at:
http://sundanese-tech.com/articles/view/10/Sudah%2BSiapkah%2BMenghadapi
%2BMEA%2B2015%2B%3F. Accessed on: June 3, 2015.
4. Apa yang harus Anda ketahui tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN. Available at:
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2014/08/140826_pasar_tenaga_k
erja_aec. Accessed on: June 3, 2015.
5. Anabarja, S. Kendala dan Tantangan Indonesia dalam Mengimplementasikan
ASEAN Free Trade Area Menuju Terbentuknya ASEAN Economic Community.
Pengajar Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
6. Era Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Perdagangan Jasa Kesehatan 2015.
Available at: http://www.idingada.org/era-masyarakat-ekonomi-ASEAN/.
Accessed on: June 3, 2015.