Referat Mata (HZO)

download Referat Mata (HZO)

of 14

description

bfbfbfbfbfbf fbfff

Transcript of Referat Mata (HZO)

BAB IPendahuluan Herpez zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya). Herpes Zoster merupakan suatu infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam bentuk cacar air). Insidensi herpers zoster terjadi pada 20 % populasi dunia dan 10 % diantaranya adalah herpes zoster oftalmikus.2 Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun.1,2 .Penyakit ini cukup berbahaya karena dapat menimbulkan penurunan visus. Virus Varicella zoster dapat laten pada sel syaraf tubuh dan pada frekuensi yang kecil di sel non-neuronal satelit dari akar dorsal, berhubung dengan saraf tengkorak dan saraf autonomic ganglion, tanpa menyebabkan gejala apapun.Infeksi herpes zoster biasanya terjadi pada pasien usia tua dimana specific cell mediated immunity pada umumnya menurun seiring dengan bertambahnya usia atau pasien yang mengalami penurunan system imun seluler. Morbiditas kebanyakan terjadi pada individu dengan imunosupresi (HIV/AIDS), pasien yang mendapat terapi dengan imunosupresif dan pada usia tua. Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus horpes zooster yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Pada pasien ini, mengeluhkan nyeri dan gatal pada daerah mata yang diikuti timbulnya plenting-plenting. Plenting tersebut dalam 5 hari makin melebar dan menyebar ke dahi.3 Pada pemeriksaan daerah mata sampai dahi tampak vesikobulosa eritematosa dengan batas tegas, bentuk bulat, multipel, zoosterivormis, unilateral.3

BAB IITinjauan Pustaka

Definisi Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zooster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.4 Herpes zoster oftalmik diperkirakan merupakan suatu reaktifasi virus setelah infeksi pertama biasanya dalam bentuk varisella akan tetapi virus ini dapat juga menular melalui udara (airogen) dan penderita herpes zoster. Herpes zoster oftalmik dan penyakit varicella merupakan dua penyakit yang dapat ditemukan secara bersamaan di suatu daerah epidemis, sehingga diduga herpes zoster oftalmik merupakan bentuk manifestasi lanjut setelah serangan varicella. Virus ini dapat menyerang saraf cranial V, VII dan VIII. Pada nervus trigeminus, bila yang terserang antara pons dan ganglion gaseri, maka akan terjadi gangguan pada ketiga cabang NV (cabang oftalmik, maksilar, mandibular); akan tetapi yang biasa terkena adalah ganglion Gasseri dan terganggu adalah cabang oftalmik.Etiologi Herpes zoster disebabkan oleh Varisela Zoster Virus (VZV). VZV mempunyai kapsid yang tersusun dari 162 sub unit protein dan berbentuk simetri isohedral dengan diameter 100 nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200 nm, dan hanya virion yang berselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan organik, deterjen, enzim proteolitik, panas, dan lingkungan dengan pH yang tinggi. HZO merupakan reaktivasi dari VZV di N.V divisi oftalmik (N.V1).3EpidemiologiPenyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti yang diterangkan dalam definisi, merupakan reaktivasi visrus yang terjadi setelah penderita mendapat varisela. Kadang-kadang varisela ini berlangsung subklinis. Tetapi ada pendapat yang menyatakan kemungkinan transmisi virus secara aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela atau herpes zoster. 5 HZO khas mempengaruhi 10-20 % populasi. HZO biasanya berpengaruh pada usia tua dengan meningkatnya pertambahan usia. Dari data insiden terjadinya HZO pada populasi Caucasian adalah 131 : 100.000. Populasi American-Afrika mempunyai insiden 50 % dari Caucasian. Alasan untuk perbedaan ini tidak sepenuhnya dipahami. Kebanyakan kasus HZO disebabkan reaktivasi dari virus laten.6Faktor risiko lain untuk herpes zoster diperoleh dari hambatan respon sel mediated imun, seperti pada pasien dengan obat imunosupresif dan HIV, dan yang lebih spesifik dengan AIDS. Pada kenyataannya, risiko relatif dari herper zoster sedikitnya 15x lebih besar dengan HIV dibandingkan tanpa HIV. HZO terdapat 10-25 % dari semua kasus herpes zoster. Resiko komplikasi oftalmik pada pasien herpes zoster tidak terlihat berhubungan dengan umur, jenis kelamin, atau keganasan dari ruam kulitPatofisiologi Seperti herpes virus lainnya, VZV menyebabkan infeksi primer (varisela/cacar air) dan sebagian lagi bersifat laten, dan ada kalanya diikuti dengan penyakit yang rekuren di kemudian hari (zoster/shingles). Infeksi primer VZV menular ketika kontak langsung dengan lesi kulit VZV atau sekresi pernapasan melalui droplet udara. Infeksi VZV biasanya merupakan infeksi yang self-limited pada anak-anak, dan jarang terjadi dalam waktu yang lama, sedangkan pada orang dewasa atau imunosupresif bisa berakibat fatal. Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepid an ganglion kranialis. Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persarafan ganglion tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala gangguan motorik. Selama infeksi, virus varisela berreplikasi secara efisien dalam sel ganglion. Bagaimanapun, jumlah VZV yang laten per sel terlalu sedikit untuk menentukan tipe sel apa yang terkena. Imunitas spesifik sel mediated VZV bertindak untuk membatasi penyebaran virus dalam ganglion dan ke kulit.5,7,8Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul berlangsung kira-kira satu minggu, sedangkan masa resolusi berlangsung 1-2 minggu. Disamping gejala kulit dapat juga ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persarafan. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis memungkinkan hal tersebut. Hiperestesia pada daerah yang terkena member gejala yang khas. Seperti pada herpes zoster oftalmikus yang disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan pada mata. Kerusakan jaringan yang terlihat pada wajah disebabkan oleh infeksi yang menghasilkan inflamasi kronik dan iskemik pembuluh darah pada cabang N. V. Hal ini terjadi sebagai respon langsung terhadap invasi virus pada berbagai jaringan. Walaupun sulit dimengerti, penyebaran dermatom pada N. V dan daerah torak paling banyak terkena.5,7,8

Gambar 1 : Nervus Trigeminaldiunduh dari http://img.tfd.com/MosbyMD/trigeminal_nerve.jpg

Manifestasi Klinis Biasanya penderita herpes zoster oftalmik pernah mengalami penyakit varicella beberapa waktu sebelumnya., dapat terjadi demam atau malaise dan rasa nyeri yang biasanya berkurang setelah timbulnya erupsi kulit, tetapi kadang-kadang rasa nyeri ini dapat berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.Secara subjektif: biasanya penderita datang dengan rasa nyeri disertai edema kulit yang tampak kemerahan pada daerah dahi, alis dan kelopak atas serta sudah disertai dengan vesikel.Secara objektif: tampak erupsi kulit pada daerah yang dipersarafi cabang oftalmik nervus tigeminus. Bila cabang oftalmik yang terkena, maka terjadi pembengkakan kulit di daerah dahi, alis dan kelopak mata disertai kemerahan yang dapat disertai vesikel, dapat mengalami supurasi, yang bila pecah akan menimbulkan sikatriks. Erupsi diatas tidak melewati garis median. Rima palpebra tampak menyempit apabila kelopak atas mengalami pembengkakan. Bila cabang nasosiliar nervus trigeminus yang terkena, maka erupsi kulit terjadi pada daerah hidung dan rima palpebra biasanya tertutup rapat. Bila kornea atau jaringan yang lebih dalam terkena, maka timbul lakrimasi, mata silau dan sakit dan penderita tampak kesakitan yang parah. Kelainan mata berupa bercak-bercak tau bintik-bintik putih kecil yang tersebar di epitel kornea yang cepat sekali melibatkan stroma. Bila infeksi mengenai jaringan mata yang lebih dalam dapat menimbulkan iridosiklitis disertai sinekia iris serta menimbulkan glaucoma sekunder. Komplikasi lain adalah paresis otot perggerak mata serta neuritis optic. 9

Gambar 2: Herpes Zooster Ofttalmik diunduh dari http://medlibes.com/uploads/Screen%20shot%202010-07-28%20at%209.58.12%20PM.png

Diagnosis kerja Anamnesis Fase prodormal pada herpes zoster oftalmikus biasanya terdapat influenza like illness seperti lemah, malaise, demam derajat rendah yang mungkin berakhir sehingga 1 minggu sebelum perkembangan rash unilateral menyelubungi daerah kepala, atas kening dan hidung (divisi dermatome pertama daripada nervus trigeminus). Kira kira 60% pasien mempunyai variasi derajat gejala nyeri dermatom sebelum erupsi kemerahan. Akibatnya, makula eritematosus muncul keliatan yang lama kelamaan akan membentuk kluster yang terdiri daripada papula dan vesikel. Lesi ini akan membentuk pustula dan seterusnya lisis dan membentuk krusta dalam masa 5 7 hari. 6Pemeriksaan Fisik Periksa struktur eksternal/superfisial dahulu secara sistematik mengikut urutan daripada bulu mata, kunjungtiva dan pembengkakan sklera. Periksa keadaan integritas motorik ekstraokular dan defisiensi lapang pandang. Lakukan pemeriksaan funduskopi dan coba untuk mengeradikasi fotofobia untuk menetapkan kemungkinan terdapatnya iritis. Pengurangan sensitivitas kornea dapat dilihat dengan apabila dicoba dengan serat cotton. Lesi epitel kornea dapat dilihat setelah diberikan fluorescein. Defek epitel dan ulkus kornea akan jelas terlihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan slit lamp seharusnya dilakukan untuk melihat sel dalam segmen anterior dan kewujudan infiltrat stroma Setelah ditetes anestesi mata, ukur tekanan intraokular (tekanan normal ialah dibawah 12 15 mmHg).Pemeriksaan LaboratoriumDiagnosis laboratorium terdiri dari beberapa pemeriksaan, yaitu:a. Pemeriksaaan langsung secara mikroskopik

Kerokan palpebra diwarnai dengan Giemsa, untuk melihat adanya sel-sel raksasa berinti banyak (Tzanck) yang khas dengan badan inklusi intranukleus asidofil.5,6b. Pemeriksaaan serologik. HZ dapat terjadi pada individu yang terinfeksi dengan HIV yang kadangkala asimtomatik, pemeriksaan serologik untuk mendeteksi retrovirus sesuai untuk pasien dengan faktor resiko untuk HZ (individu muda daripada 50 tahun yang nonimunosupres).c. Isolasi dan identifikasi virus dengan teknik Polymerase Chain Reaction.5,6Diagnosa Banding 1. Herpes SimpleksHerpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I atau II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kult yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens. Infeksi primer oleh virus herpes simpleks tipe I biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi herpes simpleks II biasanya terjadi pada decade II atau III, dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual. Secara umum gejala klinis yang ditimbulkan berlangsung dalam 3 tingkat yaitu infeksi primer, fase laten dan infeksi rekurens. Tempat predileksi herpes simpleks tipe I di daerah pinggang ke atas terutama di daerah mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak. Sedangkan infeksi primer pada herpes simpleks II mempunyai tempat predileksi di daerah pinggang ke bawah, terutama di daerah genital yang sering menginfeksi neonates. Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malese, dan anoreksia dan dapat ditemukan pmbesaran kelenjar getah bening regional. Sedangkan pada fase laten penderita tidak ditemukan gejala klinis dimana virus berdiam di ganglion dorsalis. Pada infeksi rekurens terjadi gejala yang lebih ringan dari pad infeksi primer dan berlangsung kira-kira 7-10 hari yang dimana vesicle timbuk di tempat yang sama atau disekitarnya. Untuk mengetahui jenis virus herpes dilakukan percobaan Tzanck dengan pewarnaan giemsa dengan ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.Pada penderita herpes simplek yang terdapat di daerah sekitar mata sering pasien disertai keratitis epitel dan dapat mengenai stroma tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu dimana daya tahan tubuh sangat lemah akan menjadi parah dan menyerang stroma. Secara subjektif keratitis herpes simpleks epithelial kadang-kadang tidak dikeluhkan oleh penderita. Keluhan mungkin karena kelopak yang sedikit membengkak atau mata berair yang bila sering diusapmenyebabkan lecet kulit palpebra. Secara objektif : pada mata biasanya didapatkan iritasi yang ringan, sedikit merah, berair dan unilateral. Sepintas tidak dapat perbedaan lebar pembukaan kelopak mata antara yang sakit dengan sehat. 4,5

Gambar 3 : Herpes simpleks tipe 1Diunduh dari http://missinglink.ucsf.edu/lm/DermatologyGlossary/img/Dermatology%20Glossary/Glossary%20Clinical%20Images/Herpes_Simplex_nose-YY.jpg

2. Blefaritis UlseratifBlefaritis ulseratif merupakan peradangan tepi kelopak akibat infeksi staphlococus. Pada blefaritis ulseratifa terdapat keropeng berwarna kekuningan yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang kecil dan mengeluarkan darah disekitar bulu mata. Gejala klinis yang ditemukan kelopak mata merah, terdapat sisik-sisik kering. Daerah ulserasi yang kecil-kecil terdapat sepanjang pinggir kelopak mata, biasanya ditutup oleh keropeng (krusta). Bulu mata rontok, dan jika keadaan menjadi kronik terdapat distorsia pinggir kelopak mata. Pengobatan yang diberikan yaitu memperbaiki keadaan umum seperti gizi dan kebersihan. Selain itu pengobatan yang diberikan adalah antibiotic yaitu sulfasetamid, gentamisin atau basitrasin. Bila tidak diobati dengan baik ulkus bisa meluas merusak akar rambut sehingga bulu mata rontok. Ia juga bisa menyebabkan trikiasis karena terbentuk sikatrik pada palpebra. 9,10

Gambar 4 : Blefaritis UlseratifDiunduh dari https://putracelll.files.wordpress.com/2011/12/blefaritis252812529.jpg

3. Moloskum Kontangiosum Moluskum kontangiosum adalah penyakit disebabkan oleh virus poks, klinis berupa papul, pada permukaan terdapat lekukan berisi massa yang mengandung badan moluskum. Penyakit ini terutama menyerang anak dan kadang-kadang juga orang dewasa. Jika pada orang dewasa digolongkan dalam penyakit akibat hubungan seksual. Transmisinya melalui kontak kulit langsung dan otoinokulasi.Masa inkubasi berlangsung satu sampai beberapa minggu. Kelainan kulit berupa papul milier, kadang-kadang lentikular dan berwarna putih seperti lilin, berbentuk kubah yang kemudian ditengahnya terdapat lekukan. Jika dipijat akan tampak keluar massa yang berwarna putih seperti nasi. Lokalisasi penyakit ini didaerah muka, badan dan eksterimitas, sedangkan pada orang dewasa di daerah pubis dan genitalia eksterna. Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga timbul supurasi.Pada pemeriksaan histopatologi didaerah epidermis dapat ditemukan badan moluskum yang mengandung partikel virus. Prinsip pengobatan adalah mengeluarkan massa yang mengandung badan moluskum. Dapat dipakai alat seperti ekstraktor komedo, jarum suntik, atau kuret. Cara lain yang digunakan elektrokauterisasi atau bedah beku dengan CO2, N2. Dengan menghilangkan semua lesi yang ada, penyakit ini tidak atau jarang residitif. 9,10

Gambar 5 : Moloskum KontangiosumDiunduh dari http://escholarship.org/uc/item/2dc3w4mb/1.jpg

Penatalaksanaan Pemberian asiklovir oral maupun topical tampak menjanjikan; bila disertai infeksi sekunder bacterial dapat diberikan antibiotic. Dapat diberikan pula obat-obatan yang meningkatkan system imunitas tubuh, obat-obatan neurotropik, serta dapat dibantu dengan vitamin C dosis tinggi. Pasien dengan herpes zoster oftalmikus dapat diterapi dengan Acyclovir (5 x 800 mg sehari) selama 7-10 hari. Penelitian menunjukkan pemakaian Acyclovir, terutama dalam 3 hari setelah gejala muncul, dapat mengurangi nyeri pada herpes zoster oftalmikus. Onset Acyclovir dalam 72 jam pertama menunjukkan mampu mempercepat penyembuhan lesi kulit, menekan jumlah virus, dan mengurangi kemungkinan terjadinya dendritis, stromal keratitis, serta uveitis anterior.4,9,10 Terapi lain dengan menggunakan Valacyclovir yang memiliki bioavaibilitas yang lebih tinggi, menunjukkan efektivitas yang sama terhadap herpes zoster oftalmikus pada dosis 3 x 1000 mg sehari. Pemakaian Valacyclovir dalam 7 hari menunjukkan mampu mencegah komplikasi herpes zoster oftalmikus, seperti konjungtivitis, keratitis, dan nyeri. Untuk mengurangi nyeri akut pada pasien herpes zoster oftalmikus dapat digunakan analgetik oral. Untuk mengobati berbagai komplikasi yang ditimbulkan oleh herpes zoster oftalmikus disesuaikan dengan gejala yang ditimbulkan. Pada blefarokonjungtivitis, untuk blefaritis dan konjungtivitisnya, diterapi secara paliatif, yaitu dengan kompres dingin dan topikal lubrikasi, serta pada indikasi infeksi sekunder oleh bakteri (biasanya S. aureus). Pada keratitis, jika hanya mengenai epitel bisa didebridemant, jika mengenai stromal dapat digunakan topikal steroid, pada neurotropik keratitis diterapi dengan lubrikasi topikal, serta dapat digunakan antibiotik jika terdapat infeksi sekunder bakteri.4,9,10 Untuk neuralgia pasca herpetik obat yang direkomendasikan di antaranya Gabapentin dosisnya 1,800 mg - 2,400 mg sehari. Hari pertama dosisnya 300 mg sehari diberikan sebelum tidur, setiap 3 hari dosis dinaikkan 300 mg sehari sehingga mencapai 1,800 mg sehari. Antibiotik sebaiknya digunakan jika terdapat infeksi bakterial. Antibiotik pada kasus ini ialah ampicillin dan tetes mata gentamisin, merupakan antibakteri spektrum luas. Isprinol yang diberikan oleh spesialis kulit pada penderita di atas termasuk obat imunomodulator yang bekerja memperbaiki sistem imun.Vitamin neurotropik berupa neurodex digunakan sebagai vitamin untuk saraf. Pada umumnya direkomendasikan pemberian NSAID topikal 4 kali sehari dan ibuprofen sebagai analgetik oral. Komplikasi Hampir semua pasien akan pulih sempurna dalam beberapa minggu, meskipun ada beberapa yang mengalami komplikasi. Hal ini tidak berhubungan dengan umur dan luasnya ruam, tetapi bergantung pada daya tahan tubuh penderita.Pada keadaan yang berat dapat terjadi perforasi kornea, diikuti ptisis bulbi. Selain itu dapat terjadi oftalmoplegia, ptosis, serta neuritis optika. 9,10Pencegahan Tindakan preventif yang harus dilakukan penderita ialah tidak mengusap-usap mata, menyentuh lesi kulit, dan menggaruk luka untuk menghindari penyebaran gejala. Bagi orang sekitar hendaknya menghindari kontak langsung dengan penderita terutama anak-anak.Prognosis Umumnya prognosis baik namun bergantung pada tindakan perawatan secara dini. Prognosis dari segi visus penderita baik karena asiklovir dapat mencegah penyakit-penyakit mata yang menurunkan visus. Kesembuhan penyakit ini umunya baik pada dewasa dan anak-anak dengan perawatan secara dini. 5,9,10

BAB IIIPenutup Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Sedankan herpes zoster oftalmikus adalah herpes zoster yang inervasinya mengikuti cabang pertama nervus trigeminus. Ciri khas herpes zoster adalah unilateral dan dermatomal. Pengobatan untuk penyakit ini dibedakan menjadi medika mentosa dan non medikamentosa. Pengobatan medika mentosa menggunakan asiklovir. Pada umumnya penyakit herpes zoster dapat sembuh sendiri (self limiting disease), tetapi pada beberapa kasus dapat timbul komplikasi. Semakin lanjut usia, semakin tinggi frekuensi timbulnya komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA1. American Academy of Ophtalmology. External cornea and disease. Section 8. 2005-2006.2. Voughan D, Tailor A. Penyakit virus : ophtalmologi umum. Edisi 14. Widya Medika. 1995 : 112, 336.3. Suwarji H. Infeksi viral dan strategi pengobatan anti viral pada penyakit mata. Diakses dari 4. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08InfeksiViral087.pdf. Oktober 2006.5. Perhimpunan Dokter Spesilis Mata Indonesia. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-2. Sagung seto: Jakarta. 2010. H 122-23.6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta : badan penerbit FKUI. 2011. H 110-12.7. Web MD. Herpes of the eye. Diakses dari http://www.medicinenet.com/herpeseye/. Agustus 2015. 8. Gurwood AS. Herpes zoster ophthalmicus. Diakses dari www.optometry.co.uk. Agustus , 2015.9. Maria M Diaz. Herpes zoster ophthalmicus. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article. agustus 2015. 10. Fakultas kedokteran Universitas Gajah Mada Bagian Ilmu Kesehatan Mata. Ilmu kesehatan mata. Edisi ke 2. Jogjakarta : Badan Penerbit FK UGM. 2012.11. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Bagian Ilmu Penyakit Mata. Penuntun ilmu penyakit mata .Edisi ke 3. Jakarta : badan penerbit FKUI. 2008. H 46.

10