Referat Mata

37
BAB I PENDAHULUAN Membaiknya sistem pelayanan kesehatan disertai pesatnya kemajuan bidang kedokteran meningkatkan usia harapan. Di sisi lain akan muncul berbagai penyakit degeneratif antara lain yang mengganggu ketajaman penglihatan seperti AMD (Age-Related Macular Degeneration). 1 AMD menyerang makula dan menyebabkan terjadinya penurunan ke tajam an penglihatan dan kemungkinan akan menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan sentral. Makula adalah pusat dari retina dan merupakan bagian yang paling vital dari retina yang memungkinkan mata melihat detail – detail halus pada pusat lapang an pandang. 1,2,3 Tanda utama dari AMD adalah didapatkan adanya bintik – bintik hitam atau abu – abu pada pusat lapangan pandang. Kondisi ini biasanya berkembang secara perlahan – lahan, tetapi kadang – kadang berkembang secara progresif sehingga menyebabkan kehilangan penglihatan yang sangat berat pada satu atau kedua bola mata. Upaya pengobatan, laser, dan operasi tidak dapat menjanjikan tajam penglihatan yang lebih baik, sehingga hasil pengobatan sering tidak dapat diprediksi. Selain itu, penanganannya juga membutuhkan biaya yang sangat tinggi. 1,2,3 1

description

mata

Transcript of Referat Mata

BAB I

PENDAHULUAN

Membaiknya sistem pelayanan kesehatan disertai pesatnya kemajuan bidang

kedokteran meningkatkan usia harapan. Di sisi lain akan muncul berbagai penyakit

degeneratif antara lain yang mengganggu ketajaman penglihatan seperti AMD (Age-Related

Macular Degeneration).1 AMD menyerang makula dan menyebabkan terjadinya penurunan

ketajaman penglihatan dan kemungkinan akan menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan

sentral. Makula adalah pusat dari retina dan merupakan bagian yang paling vital dari retina

yang memungkinkan mata melihat detail – detail halus pada pusat lapangan pandang.1,2,3

Tanda utama dari AMD adalah didapatkan adanya bintik – bintik hitam atau abu –

abu pada pusat lapangan pandang. Kondisi ini biasanya berkembang secara perlahan – lahan,

tetapi kadang – kadang berkembang secara progresif sehingga menyebabkan kehilangan

penglihatan yang sangat berat pada satu atau kedua bola mata. Upaya pengobatan, laser, dan

operasi tidak dapat menjanjikan tajam penglihatan yang lebih baik, sehingga hasil pengobatan

sering tidak dapat diprediksi. Selain itu, penanganannya juga membutuhkan biaya yang

sangat tinggi.1,2,3

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Degenerasi makula yang berhubungan dengan usia (AMD) merupakan suatu kondisi

yang memiliki karakteristik pada stadium awal dengan perkembangan dan progresi yang

lambat, tidak memiliki gejala selama bertahun-tahun, dan memiliki deposit retina yang

ekstensif bernama drusen, yang sering dihubungkan dengan abnormalitas pigmen. Pada tahap

lanjut AMD, terdapat atrofi geografik dan neovaskularisasi koroidal. Umumnya pasien

datang dengan keluhan metamorfosia, diskromatopsia, hilangnya penglihatan, dan skotoma

sentral.4

Makula merupakan area sentral pada mata bagian fundus yang mudah terlihat pada

oftalmoskopi dan umumnya merupakan suatu area yang dikelilingi saraf optikus dan

pembuluh retina superior dan inferior. Sejumlah besar kondisi yang diturunkan atau didapat

termasuk ke dalam kategori degenerasi makula. Pada AMD tipe dini, umumnya keluhan

dimulai dengan adanya perubahan spektrum yang ditemukan pada mata yang menua sebelum

onset hilangnya penglihatan terjadi. Perubahan itu termasuk drusen, yang merupakan deposit

fokal kekuningan, dan alterasi pada pigmentasi (hipo atau hiperpigmentasi) dari makula.

Istilah AMD tipe lanjut digunakan bila terdapat neovaskularisasi dan atrofi geografik.5

2.2. EPIDEMIOLOGI

AMD merupakan penyebab utama menurunnya ketajaman penglihatan pada orang –

orang diatas usia 65 tahun dan lebih dominan pada populasi orang kaukasia. Bentuk awal dari

AMD dilaporkan terjadi pada 30% populasi berusia diatas 75 tahun dan bentuk akhir AMD

ditemukan pada 4 – 8% orang pada usia sampai dengan 70 tahun.3

Saat ini AMD merupakan masalah sosial di negara-negara barat. Di dunia, penderita

AMD diperkirakan telah mencapai 20 – 25 juta jiwa yang akan bertambah tiga kali lipat

akibat peningkatan usia lanjut dalam waktu 30 – 40 tahun mendatang. Pada tahun 2003,

WHO memperkirakan 8 juta orang akan mengalami kebutaan akibat AMD. Dampak

2

psikososial akibat AMD cukup besar karena penderita akan mengalami gangguan penglihatan

sentral sehingga sulit melakukan aktivitas resolusi tinggi, seperti membaca, menjahit,

mengemudi, dan mengenali wajah.1,3

2.3. KLASIFIKASI

1. Degenerasi Makula tipe non-eksudatif (tipe kering) atau non-neovaskular

Rata-rata 90% kasus degenerasi makula terkait usia adalah tipe kering. Kebanyakan

kasus ini bisa memberikan efek berupa kehilangan penglihatan yang sedang. Tipe ini bersifat

multipel, kecil, bulat, bintik putih kekuningan yang disebut drusen dan merupakan kunci

identifikasi untuk tipe kering. Bintik tersebut berlokasi di belakang mata pada level retina

bagian luar. Adapun lesi klasik yang bisa ditemukan adanya atrofi geografik. Terdapat

endapan pigmen di dalam retina tanpa disertai pembentukan jaringan parut, darah atau

perembesan cairan.4,5,6

Degenerasi makula terkait usia non eksudatif ditandai oleh atrofi dan degenerasi retina

bagian luar, epitel pigmen retina, membran Bruch, dan koriokapilaris dengan derajat yang

bervariasi. Dari perubahan-perubahan di epitel pigmen retina dan membran Bruch yang dapat

dilihat secara oftalmoskopis, drusen adalah yang paling khas. Drusen adalah endapan putih

kuning, bulat, diskret, dengan ukuran bervariasi di belakang epitel pigmen dan tersebar di

seluruh makula dan kutub posterior. Seiring dengan waktu, drusen dapat membesar, menyatu,

mengalami kalsifikasi dan meningkat jumlahnya. Secara histopatologis sebagian besar drusen

terdiri dari kumpulan lokal bahan eosinifilik yang terletak di antara epitel pigmen dan

membran Bruch; drusen mencerminkan pelepasan fokal epitel pigmen.4,5,6,7

Drusen dapat dibagi berdasarkan klinik dan histopatologi yakni drusen keras (nodular),

drusen diffus (konfluent), drusen halus (granular), dan drusen kalsifikasi. Selain drusen, dapat

muncul secara progresif gumpalan-gumpalan pigmen yang tersebar secara tidak merata di

daerah-daerah depigmentasi atrofi di seluruh makula.4,5,6,7

3

Gambar 1. Degenerasi macula tipe kering

2. Degenerasi Makula tipe eksudatif (tipe basah) atau neovaskular

Degenerasi makula tipe ini adalah jarang terjadi namun lebih berbahaya dibandingkan

dengan tipe kering. Kira-kira didapatkan adanya 10% dari semua degenerasi makula terkait

usia dan 90% dapat menyebabkan kebutaan. Tipe ini ditandai dengan adanya

neovaskularisasi subretina dengan tanda-tanda degenerasi makula terkait usia yang mendadak

atau baru mengalami gangguan penglihatan sentral termasuk penglihatan kabur, distorsi atau

suatu skotoma baru.4,5,6,7

Pada pemeriksaan fundus, terlihat darah subretina, eksudat, lesi koroid hijau abu-abu di

makula. Neovaskularisasi koroid merupakan perkembangan abnormal dari pembuluh darah

pada epitel pigmen retina pada lapisan retina. Pembuluh darah ini bisa mengalami perdarahan

dan menyebabkan terjadinya scar yang dapat menghasilkan kehilangan pusat penglihatan.

Scar ini disebut dengan Scar Disciform dan biasanya terletak di bagian sentral dan

menimbulkan gangguan penglihatan sentral permanen.4,5,6,7

Gambar 2. Degenerasi makula tipe basah

4

2.4. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Suatu review sistematik menyimpulkan bahwa pada usia lanjut, terjadi perubahan pada

struktur makula seperti epitel pigmen retina dan membran Brusch serta pada aliran darah

okular. Faktor Genetik juga ikut berperan pada patogenesis AMD. Komplek epitel pigmen

retina / koroid pada tikus normal berusia tua berubah menjadi jaringan aktif imunologis yang

mengambil leukosit dari sirkulasi dan mengaktivasi kaskade komplemen. Dengan dasar teori

ini, kemungkinan adanya kesalahan regulasi aktivitas imunologis menjadi penyebab dari

AMD pada orang berusia lanjut. Meskipun patogenesis dari penyakit ini masih belum jelas,

stres oksidatif mungkin ikut berperan dalam terjadinya penyakit ini. Tatalaksana dengan

vitamin antioksidan dan zinc dapat menurunkan resiko pembentukan AMD sekitar 25%.4

Aktivitas fagositotik segmen batang luar pada epitel pigmen retina / membran Brusch

manusia ternyata lebih tinggi pada orang berusia muda dibanding yang berusia tua. Efek ini

dapat ditiru oleh nitrasi non enzim pada matriks ekstraselular in vitro. Perubahan yang

berhubungan dengan penuaan dari epitel pigmen retina / membran Brusch memiliki peran

pada patogenesis AMD. Penelitian retrospektif menunjukkan beberapa perubahan baru pada

AMD seperti pseudodreusen retikuler juga kemungkinan ikut berperan dalam faktor resiko

makulopati yang berhubungan dengan usia tipe lanjut. Pemeriksaan OCT (Optical Coherence

Tomography) menunjukkan adanya material granular hiper-reflektif di antara epitel pigmen

retina dan segmen luar serta dalam dari fotoreseptor. Adanya perubahan pada kedua sisi

epitel pigmen retina juga perlu dipertimbangkan dalam patogenesis AMD.4

Penelitian yang berhubungan dengan keluarga dan adanya kembar menunjukkan bahwa

AMD dipengaruhi oleh genetik. Investigasi genetik menemukan bahwa komplemen faktor H,

suatu regulator pada jalur komplemen alternatif, dan gen LOC387715/ARMS2 serta

HTRA1 merupakan faktor resiko genetik yang paling konsisten dalam AMD. Varian kode

Y402H pada gen komplen faktor H pada kromosom 1, area q31, telah diteliti lebih lanjut dan

menjadi kandidat penyebab polimorfisme dalam pembentukan AMD. Akan tetapi, hubungan

antara Y402H dan AMD pada orang Eropa ternyata tidak begitu relevan pada orang Asia.

Polimorfisme tirosin menjadi histidin pada asama amino 402 pada komplemen faktor H dapat

menjadi variasi patogenik primer pada resiko peningkatan terjadinya AMD. Polimorfisme

sebuah nukleotid pada kromosom 10q26 juga berhubungan dengan resiko terjadinya AMD

pada beberapa populasi. Gen HTRA1 mengkode heat shock protease serine yang

diekspresikan pada retina dan dapat meregulasi transformasi faktor pertumbuhan sinyal beta.

5

LOC387715/ARMS2 mengkode protein membran luar mitokondrial yang

juga diekspresi pada retina.4

Gambar 3. Skema Faktor Resiko dalam AMD 4

Faktor resiko utama pada AMD termasuk usia lanjut, merokok, riwayat keluarga, dan

ras kulit putih. Polimorfisme spesifik pada gen komplemen faktor H sangat kuat

menunjukkan hubungannya dengan penyakit AMD. Pada studi epidemiologi skala besar,

faktor seperti cahaya matahari, alkohol, dan hiperkolesterolemia tidak menjadi faktor resiko

yang konsisten. AMD merupakan penyakit multifaktorial komplek dengan peningkatan usia

sebagai resiko utama. Faktor lain yang mendukung seperti genetik dan rokok juga menjadi

penyebab dalam AMD. Wanita lebih mudah terjadi AMD dibanding pria terutama pada ras

Kaukasian dibanding dengan ras Afrika-Karibia. Suatu penelitian menyebutkan adanya

hubungan antara obesitas dan perkembangan dari AMD tipe awal dan menengah menjadi tipe

akhir. Hipertensi juga mungkin menjadi resiko dari pembentukan AMD.8

6

Klasifikasi

Drusen

Ukuran

(μm)

Skoring Faktor Resiko

Kecil <63 +1: untuk setiap mata dengan drusen besar

Menengah 63 to 124 +1: untuk setiap mata dengan abnormalitas pigmen

Besar 125 to 249 +1: jika tidak ada mata yang memiliki drusen besar,menengah pada kedua mata

Sangat Besar >250 +2: untuk mata yang memiliki AMD neovaskular

Progresi AMD ke stadium akhir dalam 5 tahun :

Skor 0 1 2 3 4

Resiko 0.5% 3% 12% 25% 50%

Tabel 1. Kalkulasi Resiko dan Keparahan dari AMD 9

Sebuah meta analisis menemukan bahwa peningkatan usia pada grup usia lebih dari 80

menjadi faktor resiko utama dalam AMD. Selain itu mereka juga menemukan riwayat operasi

katarak menjadi resiko dalam AMD karena pada mata yang dioperasi terjadi pembentukan

neovaskularisasi. Penyakit pembuluh, termasuk miokardial infark, stroke, angina, dan

hipertensi juga menjadi faktor patogenik dari pembentukan AMD tipe akhir. Faktor seperti

diabetes mellitus ternyata tidak berperan dalam pembentukan AMD. Obesitas juga menjadi

faktor resiko dalam AMD karena berhubungan dengan hipertensi. Meta analisis ini

menemukan bahwa terdapat 4 faktor resiko utama dalam pembentukan AMD yaitu riwayat

AMD dalam keluarga, riwayat bedah katarak sebelumnya, usia, dan merokok. Selain itu

terdapat faktor resiko lainnya yang cukup berpengaruh yaitu BMI yang tinggi, penyakit

kardiovaskular, hipertensi, dan fibrinogen plasma. Penelitian lainnya dari suatu tempat

menemukan bahwa pasien dengan drusen kecil pada kedua mata memiliki resiko kecil untuk

berkembang masuk stadium akhir yaitu sekitar 0.4 – 3 %. Akan tetapi jika ditemukan drusen

7

berukuran besar disertai abnormalitas pigmen pada kedua mata maka angka progresinya naik

menjadi 47.3%.10

2.5. PATOFISIOLOGI

Secara garis besar perubahan terkait usia yang terjadi di makula meliputi akumulasi

dari lipofusin dan komponennya (spheric berwarna kekuningan) dalam epitelium pigmen

retina (EPR), begitu pula lemak dalam ruang sub-EPR dan membran Bruch (MBr). MBr

terdiri dari 5 lapisan yaitu lamina basalis dari choriocapillaris (BL-CC), outer collagenous

zone (OCZ), central elastin layer (EL), inner collagenous zone (ICZ), dan lamina basalis dari

EPR (BL-EPR). Lipoprotein dan amiloid-beta berakumulasi membentuk basal laminar

deposists (BlamD) dan basal linear deposits (BlinD) di MBr dan sub-EPR. BlinD dipercaya

dibentuk dari dinding lemak yang terbentuk diantara BL-EPR dan ICZ. Dinding lemak dan

akumulasi dari deposits yang abnormal menstimulasi inflamasi kronik.11

Abnormalitas dari proses proteolisis seperti encoding serine protease oleh HTRA1

diteliti kemungkinan menjadi faktor dini yang dapat berkembang menjadi agregrasi dari

material yang kelak akan menimbulkan inflamasi. Keabnormalitasan ini dikombinasikan

dengan hilangnya fungsi maintanance dari ECM (yang dimediasi peningkatan rasio dari

matriks metallopreteinase dan penghambat jaringan dari matriks metalloproteinase) akan

berefek pada meningkatnya MBr, BlinD, dan formasi dari drusen.12 Respon inflamasi kronik

terhadap perubahan ini meliputi jalur komplemen, infiltrasi dari makrofag, dan aktivasi dari

inflamasomes dan microglia. Aktivasi dari kaskade komplemen mengakibatkan aktivasi dari

C3 (component 3) dan menginisiasi jalur terminal dengan pemecahan C5 (component 5)

menjadi C5a dan C5b. Jalur terminal akan mengakibatkan terbentuknya MAC (membrane

attack complex), yang tampak sebagai struktur yang menyerupai paku pada basal dari

membran EPR. MAC akan mengakibatkan disfungsi dan kematian dari EPR dan atrofi dari

retinal bagian luar. C5a memiliki efek proangiogenik yang dikombinasikan dengan kalsifikasi

dan fraktur dari MBr akan berkontribusi terbentuknya neovaskularisasi dari koroidal.13

Degenerasi makula yang terkait usia tipe non eksudatif sering ditandai oleh adanya

atrofi dan degenerasi retina bagian luar, epitel pigmen retina, membran Bruch, dan

koriokapilaris dengan derajat yang bervariasi. Dari perubahan - perubahan di epitel pigmen

retina dan membran Bruch yang dapat diliat dengan oftalmoskop adalah drusen yang sangat

khas.14 Drusen adalah endapan putih kuning, bulat, diskret, dengan ukuran bervariasi di

8

belakang epitel pigmen dan tersebar di seluruh makula dan kutub posterior.15 Seiring dengan

waktu drusen dapat membesar, menyatu, mengalami kalsifikasi dan meningkat jumlahnya.

Secara histopatologik sebagian besar drusen terdiri dari kumpulan lokal bahan eosinofilik

yang terletak diantara epitel pigmen dan membran Bruch (drusen mencerminkan pelepasan

fokal epitel pigmen).16

Walaupun pasien dengan degenerasi makula biasanya hanya memperlihatkan kelainan

non eksudatif, sebagian besar pasien yang mengalami bentuk eksudatif akibat terbentuknya

neovaskularisasi subretina dan makulopati eksudatif terkait. Cairan serosa dari koroid di

bawahnya dapat bocor melalui defek-defek kecil di membran Bruch sehingga mengakibatkan

pelepasan-pelepasan lokal epitel pigmen. Peningkatan cairan tersebut dapat semakin menarik

retina sensorik di bawahnya dan penglihatan biasanya menurun apabila fovea terkena.

Pelepasan epitel pigmen retina dapat secara spontan menjadi datar dengan bermacam-macam

akibat penglihatan dan meninggalkan daerah geografik depigmentasi pada daerah yang

terkena. Dapat terjadi pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah baru ke arah dalam yang

meluas ke arah koroid sampai ke ruang subretina dan merupakan perubahan histopatologik

terpenting yang memudahkan timbulnya pelepasan makula dan gangguan penglihatan sentral

yang bersifat irreversibel pada pasien dengan drusen. Pembuluh-pembuluh darah ini akan

tumbuh dalam konfigurasi roda-roda pedati datar menjauhi tempat masuk ke dalam

subretina.17

2.6. PEMERIKSAAN FISIK

Degenerasi makula tipe awal dapat berkembang menjadi manifestasi akhir dengan

hilangnya penglihatan pada sebagian orang. Resiko perkembangan penyakit sangat bervariasi

dan tergantung pada keparahan dari degenerasi makular tipe awal. Pada awalnya, atrofi

geografik terbentuk sebagai area depigmentasi fokal. Tidak lama kemudian kelainan tersebut

meluas hingga ke makula sentral sehingga menyebabkan kerusakan progresif lanjut pada

kemampuan penglihatan sehingga kebutaan total dapat terjadi setelah beberapa tahun

kemudian. Komplikasi neovaskular memiliki onset yang lebih akut dengan munculnya

penglihatan kabur sentral disertai distorsi yang tiba-tiba. Jika area neovaskularisasi ini tidak

diobati maka area tersebut akan meluas dengan cepat dan terjadi pembentukan jaringan parut

fibrosa berukuran besar pada makula. Sebuah meta analisis terbaru mengenai beebrapa

penelitian klinis terkontrol menemukan bahwa dalam 3 tahun sejak onset neovaskularisasi,

lebih dari setengah pasien yang matanya tidak diobati memiliki visus 20/200 (Snellen 6/60)

9

atau lebih buruk. Visus dalam range ini termasuk ke dalam kelompok gangguan penglihatan

yang parah menurut WHO. Ketika kedua mata mengalami AMD stadium akhir, penglihatan

akan sangat menurun dan beberapa kegiatan sehari-hari seperti membaca, menyetir, dan

mengenali wajah menjadi lebih sulit.5

Gambar 4. (A) Fotografi fundus mata kiri menunjukkan lesi multipel diskret kekuningan

(drusen) dan area fokal hiperpigmentasi, yang terpusat pada makula. (B) Fotografi fundus

menunjukkan atofi geografik. (C) Fotografi fundus dan (D) Sebuah frame tunggal pada

pemeriksaan angiogram fluoresen pada mata yang sama. Gambaran berwarna menunjukkan

lesi difus kekuningan pucat yang menempati makula disertai pendarahan pada perbatasan dari

lesi. Angiogram menunjukkan pembuluh retina yang jelas terlihat dengan fluoresen yang

mengalami kebocoran, mengaburkan margin dari struktur pembuluh abnormal. Margin yang

gelap mewakili area pendarahan subretina dan intraretina yang mengaburkan gambaran

koroid normal.5

10

Sejak munculnya area atrofi geografik yang kecil cocok dengan penglihatan yang

lebih baik, diagnosis AMD sering ditemukan secara tidak sengaja saat pemeriksaan mata

umum. Pada sisi lain, pasien yang memiliki penyakit neovaskular akan mengeluhkan distorsi

sentral dan penglihatan yang kabur pada mata yang terkena. Jika hanya mengenai satu mata,

umumnya AMD ditemukan saat pemeriksaan klinis dan fotografi fundus. Jika

neovaskularisasi ditemukan, angiografi fluorosen, suatu metode untuk memeriksa pembuluh

intraokular dapat memperlihatkan adanya abnormalitas pembuluh darah yang mengalami

kebocoran profuse. OCT (Optical Coherence Tomography) sering digunakan untuk

memperlihatkan gambaran retina dan epitel pigmen retina secara non invasif. OCT dapat

memeriksa jaringan makula secara cepat. Alat ini memberikan pandangan cross-sectional

dari makula dan jaringan abnormal seperti neovaskularisasi membran koroid. Keparahan dari

respon eksudat yang menyebabkan pemisahan lapisan jaringan juga dapat dilihat. Ketika

atrofi geografik ditemukan, Penebalan jaringan makula dapat dilihat namun tanpa disertai

pemisahan lapisan retina. Oleh karena itu OCT sangat membantu untuk menentukan lokasi

neovaskularisasi dan mengontrol respon terapi.5

Gambar 5. Gambaran Fundus pada pasien AMD tipe “basah”. Terlihat adanya drusen

berukuran sedang dan besar.8

11

Pasien dengan AMD stadium awal tipe “kering” umumnya tidak akan menunjukkan

gejala. Namun perlahan-lahan mereka akan mengalami pandangan kabur dan hilangnya

penglihatan sentral. Pasien dengan AMD tipe “basah” umumnya mengeluhkan penurunan

penglihatan mendadak yang berhubungan dengan distorsi gambar akibat cairan dan

pendarahan yang berkumpul pada ruang subretinal. Hal ini dapat dites lebih jauh dengan

pemeriksaan Amsler Grid. Pasien akan mengeluhkan garis yang bergelombang dan garis yang

hilang. Amsler Grid dapat digunakan untuk memonitor perkembangan dari penyakit retina

lain yang mengenai makula dan menyebabkan skotoma dan distorsi. Ketajaman penglihatan

juga diperiksa dengan papan Snellen dan umumnya akan terjadi penurunan visus.18

Jika AMD tipe “basah” dicurigai, pemeriksaan angiografi fluorosen dan OCT yang

didasari oleh interoferometri laser dapat digunakan untuk mengkonfirmasinya. AMD tipe

“basah” dapat dibagi menjadi tipe klasik, tersembunyi, dan gabungan menurut bentuk yang

terlihat dengan angiografi fluorosen. Pada tes ini, tipe klasik memiliki batas yang jelas

berbeda terpisah, sedangkan tipe tersembunyi memiliki batas yang difus dan tidak jelas.

Fluoresen akan mewarnai membran tipe klasik dengan lebih baik. Dengan mengidentifikasi

intraretina, subretina, atau cairan sub-membran Brusch, OCT dapat membantu

mengidentifikasi tipe neovaskular AMD. AMD neovaskular klasik muncul sebagai suatu

penebalan fusiform dengan reflektif yang tinggi antara retina dan ikatan hiper-reflektif

eksternal yang berhubungan dengan membran Brusch / koroid.18

12

Gambar 6. (A) Fotografi fundus menunjukkan perubahan fokal pada makula mata kanan,

disertai adanya drusen dan penebalan fokal dari retina. (B-D) Fase awal hingga akhir dari

angiografi fluoresen yang menunjukkan hiperfluoresensi pada area penebalan fokal yang

mengkonfirmasi adanya membran klasik nyata berhubungan dengan sub-retina.10

Manifestasi klinis paling awal pada AMD adalah drusen dan perubahan pigmen pada

makula. Drusen merupakan deposit fokal dari debris ekstraseluler yang terbentuk di antara

epitel pigmen retina (RPE) dan membran Brusch. Drusen kecil (< 63 mikrometer) bukan

merupakan indikasi dari AMD dan dapat ditemukan pada usia remaja dan dewasa

pertengahan. Drusen menengah (63 – 125 mikrometer) dan besar (> 125 mikrometer)

merupakan karakteristik AMD ketika ditemukan pada area makula. Drusen yang besar dan

halus umumnya memiliki batas yang tidak jelas dan saat ukurannya cukup besar, dapat terjadi

pelepasan RPE fokal. Drusen kutikuler atau basal laminer yang tidak berhubungan dengan

AMD menunjukkan lesi subretina dengan banyaknya batas yang jelas. Lesi tersebut kecil,

ukuran uniform, kuning, dan sering terlihat dengan inframerah. Deposit subretina drusen atau

pseudodrusen retikuler berhubungan dengan AMD dan dipercayai sebagai marker prediktif

progresi AMD tahap lanjut. Pseudodrusen retikuler terlihat sebagai jaringan lesi kekuningan,

oval, atau bulat dengan diameter 125 – 250 mikrometer.9

13

Meskipun drusen merupakan gejala klinis yang pertama kali muncul, mereka

bukanlah perubahan pertama yang terdeteksi pada awalnya. Gangguan adaptasi gelap saat

perpindahan dari ruang terang ke lingkungan yang remang-remang sering dikeluhkan oleh

pasien AMD awal, meskipun ketajaman penglihatan sentral tetap normal. Keluhan ini

menunjukkan adanya perubahan pada makula, yaitu adanya disfungsi fotoreseptor sel batang.

Pada AMD stadium akhir ditemukan adanya atrofi geografik (GA), neovaskularisasi koroid

(CNV), atau keduanya. GA bermanifestasi sebagai area tunggal atau multipel berukuran 175

mikrometer atau lebih pada kerusakan RPE atau depigmentasi, yang disertai atrofi

koriokapilaris. Area GA sesuai dengan hilangnya fungsi visual pada mikroperimetri. GA

dibagi menjadi 4 subtipe yaitu :9

1. Focal : Titik kecil tunggal berupa peningkatan autofluoresen fundus pada perbatasan

dari tambalan atrofi.

2. Banded : Zona berbentuk cincin kontinyu berupa peningkatan FAF di sekitar area

atrofik.

3. Patchy : Area tambalan luas dari peningkatan FAF pada di luar area atrofik.

4. Diffuse : Peningkatan FAF pada margin dari area atrofik dan di belakangnya.

AMD neovaskular memiliki karakteristik adanya neovaskularisasi yang muncul dari

koroid ke subretina atau ruang sub-RPE. Vaskulopati koroid polipoid (PCV) merupakan

bentuk dari AMD neovaskular dan memiliki karakteristik berupa kumpulan pembuluh darah

yang berbentuk seperti anggur pada ruang sub-RPE. PCV merupakan gejala klinis umum dari

AMD neovaskular pada orang Asia atau Afrika. Gejala pada AMD neovaskular sesuai

dengan peningkatan dari lapisan retina yang berhubungan dengan metamorfosia atau

hilangnya penglihatan ketika lapisan retina terisi darah, fibrosis, atau kerusakan sel. Pada

mata dengan AMD, cairan subretina mengindikasikan neovaskularisasi dan harus diperiksa

lebih lanjut dengan OCT dan angiografi. Akan tetapi, kadang cairan subretina muncul karena

disfungsi dari RPE barier retina luar.9

14

Gambar 7. (A) Makula normal. (B) Makula dengan AMD menengah dengan drusen menengah (>

63 μm, panah hitam), besar (> 125 μm, panah hijau), dan sangat besar (> 250 μm, panah putih). (C)

Hiperpigmentasi (panah hitam) dan atrofi fokal pada mata dengan AMD menengah dan

pseudodrusen retikular. (D) Red-free image pada mata yang sama menunjukkan pseudodrusen

retikular (titik terang). (E) Gambaran infrared pada mata yang sama. Garis hijau mengindikasikan

dimana potongan dibuat untuk OCT. Panah kuning menunjukkan pseudodrusen pada IR dan OCT.

Pada OCT, pseudodrusen berada di subretinal dan di atas dari RPE (panah putih). (F) Fundus

autofluorescence (FAF) pada mata yang sama menunjukkan pseudodrusen retikular adalah

hipofluoresen. Pseudodrusen mudah dilihat dengan IR dan FAF. (G) Atrofi Geografik. (H) AMD

neovaskular. (I) Jaringan parut disciform.9

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Selain pemeriksaan klinis melihat gambaran fundus, pemeriksaan lain adalah dengan

kartu Amsler (Amsler grid), foto fundus dengan fundusfluorescein angiography (FFA),

indocyanine green angiography (ICGA) dan optical coherence tomography (OCT).

15

1. Funduskopi 1,2,3

Pada pemeriksaan funduskopi dengan oftalmoskop direk atau indirek akan terlihat di

daerah makula berupa drusen, kelainan epitel pigmen retina seperti hiperpigmentasi atau

hipopigmentasi yang berhubungan dengan drusen pada kedua mata, neovaskularisasi

koroid, perdarahan sub-retina, dan lepasnya epitel pigmen retina.

Gambar 8. drusen

2. Kartu Amsler 1,2,3

Pada awal AMD neovaskular dapat terlihat distorsi garis lurus (metamorfopsia) dan

skotoma sentral. Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk pemantauan oleh penderita sendiri

sehingga tindakan dapat dilakukan secepatnya.

16

Gambar 9. Gambaran Amsler normal

17

Gambar 10. Gambaran Amsler dengan Skotoma Metamorfopsia pada pasien ARMD.

3. Fundus fluorescein angiography (FFA)

Pemeriksaan FFA merupakan gold standard bila dicurigai Choroidal

Neovascularization (CNV). Gambaran FFA dapat menentukan tipe lesi, ukuran dan lokasi

CNV, sehingga dapat direncanakan tindakan selanjutnya. Selain itu prosedurnya tidak

menyebabkan rasa sakit dan sangat aman.1,2,3

Pasien duduk di depan kamera fundus, kemudian dimasukkan kateter IV kecil ke

vena, biasanya pada vena di lengan. Kemudian cairan disuntikan melalui kateter dan akan

beredar di seluruh pembuluh darah tubuh termasuk pembuluh darah di mata. Filter khusus

akan membuat warnanya lebih menonjol dibandingkan retina sebagai latar belakangnya.

Kemudian diperhatikan apakah terdapat kebocoran atau apakah terdapat CNV.2

FFA juga digunakan sebagai penuntun pada tindakan laser dan sebagai pemantauan

dalam menentukan adanya CNV yang menetap atau berulang setelah tindakan laser. Dari

gambaran FFA, dapat ditentukan beberapa tipe lesi, yaitu:1,2,3

(a) CNV Klasik: gambaran hiperfloresin berbatas tegas pada fase pengisian awal

arteri, dan pada fase lambat tampak kebocoran fluoresin sehingga batasnya

menjadi kabur.

18

(b) CNV Tersamar (Occult): pada fase lambat terlihat gambaran hiperfloresin

granular dengan batas tidak tegas.

(c) Predominan klasik: lesi klasik lebih dari 50% dibandingkan dengan tipe tersamar

(d) Minimal klasik: lesi klasik kurang dari 50% dibandingkan dengan tipe tersamar.

Gambar 11. Kamera fundus untuk memeriksa dengan pewarnaan

4. Indocyanine green angiography (ICGA)1,2

ICGA sangat lambat mengisi kapiler koroid sehingga struktur koroid dapat terlihat

lebih detail. Hal ini memberi gambaran yang baik pada kelainan koroid dan

menghilangkan blokade yang terjadi pada FFA, sehingga sering digunakan dalam

diagnosa CNV tersamar.

19

Gambar 12. Pada pemeriksaan ICGA.

5. Optical coherence tomography (OCT)1,2

Teknik imaging dengan potongan sagital dua dimensi resolusi tinggi dapat

memperlihatkan gambaran perubahan setiap lapisan retina. Dapat menilai secara

kuantitatif ketebalan makula, akan tetapi masih perlu evaluasi manfaatnya dalam

menentukan CNV.

Gambar 13. Optical coherence tomography (OCT)

20

Gambar 14. Normal OCT

Gambar 15. OCT pada pasien dengan ARMD

2.8. TATA LAKSANA

Tidak ada terapi khusus untuk AMD non-eksudatif. Penglihatan dimaksimalkan dengan

alat bantu penglihatan termasuk alat pembesar dan teleskop. Pasien diyakinkan bahwa meski

penglihatan sentral menghilang, penyakit ini tidak menyebabkan hilangnya penglihatan

perifer. Ini penting karena banyak pasien takut mereka akan menjadi buta total.6,7,9,19

Pada sebagian kecil pasien dengan AMD eksudatif yang pada angiogram fluorosen

memperlihatkan membran neovaskular subretina yang terletak eksentrik (tidak sepusat)

terhadap fovea, mungkin dapat dilakukan obliterasi membran tersebut dengan terapi laser

argon. Membran vascular subfovea dapat diobliterasi dengan terapi fotodinamik (PDT)

karena laser argon konvensional akan merusak fotoreseptor di atasnya. PDT dilakukan

dengan menyuntikkan secara intravena bahan kimia serupa porfirin yang diaktivasi oleh sinar

laser nontermal saat sinar laser berjalan melalui pembuluh darah di membran subfovea.

Molekul yang teraktivasi menghancurkan pembuluh darah namun tidak merusak fotoreseptor.

Sayangnya kondisi ini dapat terjadi kembali bahkan setelah terapi laser.6,7,9,19

21

Apabila tidak ada neovaskularisasi retina, tidak ada terapi medis atau bedah untuk

pelepasan epitel pigmen retina serosa yang terbukti bermanfaat. Pemakaian interferon alfa

parenteral, misalnya, belum terbukti efektif untuk penyakit ini. Namun apabila terdapat

membran neovaskular subretina ekstrafovea yang berbatas tegas (> 200 um dari bagian

tengah zona avaskular fovea), diindikasikan fotokoagulasi laser. Dengan angiografi dapat

ditentukan dengan tepat lokasi dan batas-batas membran neovaskular yang kemudian diablasi

secara total oleh luka-luka bakar yang ditimbulkan oleh laser. Fotokoagulasi juga

menghancurkan retina di atasnya tetapi bermanfaat apabila membran subretina dapat

dihentikan tanpa mengenai fovea.6,7,9,19

Fotokoagulasi laser krypton terhadap neovaskularisasi subretina avaskular fovea (> 200

um dari bagian tengah zona avaskular fovea) dianjurkan untuk pasien nonhipertensif. Setelah

fotokoagulasi membran neovaskular subretina berhasil dilakukan, neovaskularisasi rekuren di

dekat atau jauh dari jaringan parut laser dapat terjadi pada separuh kasus dalam 2 tahun.

Rekurensi sering disertai penurunan penglihatan berat sehingga pemantauan yang cermat

dengan Amsler grid, oftalmoskopi dan angiografi perlu dilakukan. Pasien dengan gangguan

penglihatan sentral di kedua matanya mungkin memperoleh manfaat dari pemakaian berbagai

alat bantu penglihatan kurang.6,7,9,19

Selain itu terapi juga dapat dilakukan di rumah berupa pembatasan kegiatan dan follow

up pasien dengan mengevaluasi daya penglihatan yang rendah. Selain itu dengan

mengkomsumsi multivitamin dan antioksidan (berupa vitamin E, vitamin C, beta caroten,

asam cupric dan zinc), karena diduga dapat memperbaiki dan mencegah terjadinya degenerasi

makula. Sayuran hijau terbukti bisa mencegah terjadinya degenerasi makula tipe kering.

Selain itu kebiasaan merokok dikurangi dan pembatasan hipertensi.6,7,9,19

2.9. KOMPLIKASI

Komplikasi tersering dari degenerasi makular terkait usia adalah kebutaan. Dari

penelitian mencatat hampir sekitar 60 hingga 78% dari degenerasi makula yang terjadi

apabila tidak ditangani maka akan terjadi kebutaaan. Untuk yang tipe eksudatif sendiri

biasanya memiliki resiko kehilangan penglihatan yang terjadinya cepat dan tidak diduga

sekitar hampir 90%. Bagaimana pun juga mengingat kedua bentuk baik yang eksudatif

maupun yang non eksudatif tidak mempengaruhi lapang pandang bagian tepi maka kebutaan

22

total tidak terjadi. Walaupun demikian kondisi ini dapat mengganggu aktifitas sehari – hari

seperti membaca dan berkendara.12,14

2.10. PROGNOSIS

Bentuk degenerasi makula yang progresif dapat menyebabkan kebutaan total sehingga

aktivitas dapat menurun. Prognosis dari degenerasi makula dengan tipe eksudatif lebih buruk

dibandingkan dengan degenerasi makula tipe non eksudatif. Prognosis dapat didasarkan pada

terapi, tetapi belum ada terapi yang bernilai efektif sehingga kemungkinan untuk sembuh

total sangat kecil.1,2,3

BAB III

23

PENUTUP

KESIMPULAN

Degenerasi makula yang juga dikenal dengan degenerasi makula terkait usia adalah

kondisi medis yang ditandai dengan penurunan penglihatan secara bertahap pada bagian

tengah lapang pandang seseorang dan merupakan akibat dari kerusakan pada retina. Kondisi

ini memiliki dua macam bentuk yaitu bentuk eksudatif dan non eksudatif. Tipe eksudatif

lebih jarang dan berhubungan dengan pertumbuhan pembuluh darah baru di bawah makula

sedangkan tipe yang non eksudatif tidak dikarenakan oleh neovaskularisasi.

Degenerasi makula biasanya timbul pada orang dengan usia di atas 60 tahun tetapi

penyebabnya masih belum ditemukan dengan jelas oleh karena kurangnya penelitian lebih

lanjut. Kondisi ini diawali dengan timbulnya daerah buram berukuran kecil pada bagian

tengah penglihatan yang akan melebar dengan cepat. Prognosis untuk yang tipe eksudatif

biasanya lebih buruk yang ditandai dengan penurunan penglihatan yang terjadi secara cepat.

Dari penelitian mencatat hampir sekitar 60 hingga 78% dari degenerasi makula yang terjadi

apabila tidak ditangani maka akan terjadi kebutaaan. Untuk yang tipe eksudatif sendiri

biasanya memiliki resiko kehilangan penglihatan yang terjadinya cepat dan tidak diduga

sekitar hampir 90%. Bagaimana pun juga mengingat kedua bentuk baik yang eksudatif

maupun yang non eksudatif tidak mempengaruhi lapang pandang bagian tepi maka kebutaan

total tidak terjadi. Walaupun demikian kondisi ini dapat mengganggu aktifitas sehari – hari

seperti membaca dan berkendara.

Penanganan dan pengobatan degenerasi makula dapat berbeda tergantung pada kondisi

pasien dan penyakit yang dideritanya. Pilihan pengobatan yang dapat digunakan seperti

fotokoagulasi laser, implan lensa teleskopik, terapi fotodinamis.

DAFTAR PUSTAKA

24

1. Erry. ARMD (Age-Related Macular Degeneration). Departemen kesehatan RI,

Jakarta, Indonesia: 2012, 39 (6), 431-437.

2. Freund KB, Klancnik JM, Yannuzzi LA, Rosenthal B. Age Related Macular

Degeneration. The Macula Foundation Inc, New York: 2008.

3. Mardin C. Age-Related Macular Degeneration. Orphanet Encyclopedia. August 2008.

4. Querques G, Avellis FO, Querques L, et al. Age Related Macular Degeneration. Clin

Ophthalmol 2011; 5: 593-601. Diterbitkan pada 18 Mei 2011.

5. Chakravarthy U, Evans J, Rosenfeld PJ. Age Related Macular Degeneration. Clinical

Review. BMJ 2010; 340:c981. Diterbitkan tanggal 26 Februari 2010.

6. Age-Related Macular Degeneration. Available at

http://www.nationaleyeinstitute.com/. Accessed April 2, 2013.

7. Maturi R.K,. Aging Relation Macular Degeneration. Available at

http://www.emedicine.com/. Accessed April 2, 2013.

8. Noble J, Chaudhary V. Age Related Macular Degeneration. CMAJ 2010; 182(16):

1759. Diterbitkan tanggal 9 Agustus 2010.

9. Miller JW. Age Related Macular Degeneration Revisited – Piecing the Puzzle : The

LXIX Edward Jackson Memorial Lecture. Am J of Ophthalmol 2013; 155: 1-35.

Diterbitkan tanggal 23 Oktober 2012.

10. Chakravarthy U, Wong TY, Fletcher A, et al. Clinical Risk Factor for Age Related

Macular Degeneration: a Systematic Review and Meta-Analysis. BMC

Ophthalmology 2010; 10: 31. Diterbitkan tanggal 13 Desember 2010.

11. World Health Organization. Priority Eye Disease. Available at

http://www.who.int/blindness/causes/priority. Accessed April 5, 2013.

12. Rosenfeld PJ, Brown DM, Heier JS, et.al. Ranibizumab for neovascular age-related

macular degeneration. N Engl J Med 2006;355(14):1419-1431.

13. CATT Research Croup, Martin DF, Maguire MG, et al. Ranibizumab and

bevacizumab for neovascular age-related macular degeneration. N Engl J Med

2011;364(20):1897-1908.

14. de Jong PT. Age-related macular degeneration. N Engl J Med 2006;355(14):1474-

1485.

15. Dorland’s Medical Dictionary. Ed ke-29. Philadelphia: W.B. Saunders; 2000

25

16. Verhoeff FH, Grossman HP. The pathogenesis of disciform degeneration of macula.

Trans Am Ophthalmol Soc 1937;35:262-294.

17. Schmitz-Valckenberg S, Bidenwald-Wittich A, Dolar-Szczasny J, et al. Correlation

bertween area of increased autoflourescence surrounding geographic atrophy and

disease progression in patient with AMD. Invest Ophtalmol Vis Sci 2006;47(6):2648-

2654.

18. Ayoub T, Patel N. Age Related Macular Degeneration. J R Soc Med 2009; 102(2):

56-61. Diterbitkan tanggal 1 Februari 2009.

19. James C., Chew C., Bron A. Retina dan Koroid. Dalam : Oftalmologi Edisi

Kesembilan. Yakarta : Penerbit Erlangga. 2006.

26