referat mata
-
Upload
rees-skaran -
Category
Documents
-
view
110 -
download
2
description
Transcript of referat mata
REFRAT
SINDROM VOGT KOYANAGI HARADA
Oleh:
Yokita Janarthanan, S.Ked.
Pembimbing:Dr. dr. Anang Tribowo , SpM (K)
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATARUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA2012
1
HALAMAN PENGESAHAN
Refrat
Judul
SINDROM VOGT KOYANAGI HARADA
Oleh:
Yokita Janarthanan , S.Ked.
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Univesitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang periode 25 Juni
2012 – 30 Juli 2012.
Palembang, Juli 2012
Dr. dr. Anang Tribowo , SpM (K)
2
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan refrat dengan judul Sindrom
Vogt Koyanagi Harada. Di kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. Anang Tribowo , SpM (K) selaku
pembimbing yang telah membantu penyelesaian laporan kasus ini.
Penulisan juga mengucapan terima kasih kepada teman-teman, dan semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan refrat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan refrat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, amin.
Palembang, Juli 2012
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................ i
Halaman Pengesahan ...................................................................................... ii
Kata Penghantar ............................................................................................. iii
Daftar Isi ......................................................................................................... iv
Bab I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
Bab II TINJAUAN
PUSTAKA ......................................................................
2.1. Definisi Sindrom Vogt Koyanagi Harada..............................................
2.2. Etiologi Sindrom Vogt Koyanagi Harada.............................................
2.3. Epidemiologi Sindrom Vogt Koyanagi Harada...................................
2.4. Patofisiologi Sindrom Vogt Koyanagi Harada.....................................
2.5. Manifestasi Klinis Sindrom Vogt Koyanagi Harada…….....................
2.6. Diagnosis Sindrom Vogt Koyanagi Harada..........................................
2.7. Pemeriksaan Penunjang Sindrom Vogt Koyanagi Harada....................
2.8. Kriteria Diagnostik Sindrom Vogt Koyanagi Harada……....................
2.9. Penatalaksanaan Sindrom Vogt Koyanagi Harada……......................
2.10. Prognosis Sindrom Vogt Koyanagi Harada…….................................
2.11.Komplikasi Sindrom Vogt Koyanagi Harada……..............................
3
3
3
4
5
6
11
13
15
16
16
17
Bab III KESIMPULAN .................................................................................. 18
Daftar Pustaka ................................................................................................ 19
4
BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom Vogt Koyanagi Harada adalah penyakit sistemik yang jarang
dijumpai, melibatkan organ yang mengandung berbagai melanosit. Sindrom Vogt
Koyanagi Harada ditandai dengan panuveitis bilateral yang berhubungan dengan
berbagai manifestasi dermatologik, neurologis dan kelainan pendengaran tanpa
adanya riwayat trauma pada mata. Sindrom ini pertama sekali dicatat pada abad
10 oleh seorang dokter spesialis mata dari Persia, Ali bin Isa yang
menggambarkan kasus poliosis yang berhubungan dengan inflamasi okular. Ini
dilaporkan lagi pada tahun 1873 oleh Schenkl, pada tahun 1892 oleh Hutchinson,
dan pada tahun 1906 oleh Vogt. Pada tahun 1926, Harada melaporkan seorang
pasien dengan uveitis idiopatik yang melibatkan segmen posterior, disertai ablasi
retina eksudatif dan iritasi meningeal, ini disebut sindrom Harada. Koyanagi
melaporkan kasus yang sama pada tahun 1929. Uveitis bilateral yang disertai
alopesia, poliosis, vitiligo dan defek pendengaran, biasanya pada dewasa muda,
diberi nama penyakit Vogt Koyanagi. Pada tahun 1932, Babel, menyarankan
bahwa gejala dari gangguan yang dijelaskan oleh Vogt, Koyanagi, dan Harada
adalah manifestasi dari entitas tunggal yang sama, maka disebut sebagai sindrom
Vogt Koyanagi Harada atau uveoencephalitis.1
Dari data internasional, ada distribusi geografis yang pasti mengenai
insiden sindrom Vogt Koyanagi Harada. Di Amerika Serikat, prevalensi kasus
ophtalmologi diperkirakan mencapai 1,5 – 6 kasus dari 1.000.000 populasi dan 1
– 4 % diantaranya dengan uveitis. Manakala, di Jepang insiden kejadian uveitis
diperkirakan 7 – 8 % dan 800 pasien baru setiap tahun. Sindrom ini lebih sering
terjadi pada ras dengan pigmen lebih banyak, pada orang Asia terutamanya
Jepang, Oriental, Hispanik, Indian Amerika, dan kulit hitam.2 Pasien sindrom
Vogt-Koyanagi-Harada biasanya adalah Oriental, yang mengisyaratkan adanya
disposisi imunogenetik.3 Penyakit ini dapat mengenai laki-laki maupun
perempuan, meskipun timbul predominan pada perempuan. Pasien terbanyak pada
5
usia antara 20 sampai 50 tahun, tetapi anak-anak dan orang tua dapat juga
terkena.2
Penyebab pasti sindrom ini masih tidak diketahui, tetapi terdapat
kecenderungan genetik yang menyebabkan perkembangan penyakit dan terjadinya
patogenesis disregulasi imun yang didukung oleh asosiasi kuat dengan HLA-DR4
antara pasien dari Jepang dengan sindrom Vogt Koyanagi Harada, subtipe HLA-
DRBI * 0405 dan HLA-DRBI * 0410 merupakan subtipe yang paling dominan.4
Pada sindrom Vogt-Koyanagi-Harada diperkirakan terjadi hipersensitivitas
tipe lambat terhadap struktur-struktur yang mengandung melanin. Tetapi virus
sebagai penyebab belum dapat disingkirkan. Diperkirakan bahwa suatu gangguan
atau cedera, infeksi atau yang lain, mengubah struktur berpigmen di mata, kulit
dan rambut sedemikian rupa sehingga tercetus hipersentivitas tipe lambat terhadap
struktur-struktur tersebut.3 Beberapa penelitian menduga terdapat peran autoimun
sel limfosit T terhadap sel melanosit yang dipicu oleh faktor-faktor yang tertentu.5
Baru-baru ini diperlihatkan adanya bahan larut dari segmen luar lapisan
fotoreseptor retina (antigen-S retina) yang mungkin menjadi autoantigennya.3
Pada kesempatan ini akan dibicarakan tentang sindrom sindrom Vogt-
Koyanagi-Harada secara keseluruhannya.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Sindrom Vogt Koyanagi Harada
Vogt Koyanagi Harada adalah salah satu sindrom
uveameningoencephalitis.4 Sindrom Vogt Koyanagi Harada menyebabkan
gangguan pada multiorgan seperti mata, telinga bagian dalam, meninges dan
kulit.5 Uveitis bilateral yang disertai alopesia, poliosis, vitiligo dan defek
pendengaran, biasanya pada dewasa muda, diberi nama penyakit Vogt-Koyanagi.
Apabila koroiditisnya bersifat eksudatif, dapat terjadi pelepasan retina, dan
kompleks yang terjadi disebut Harada.6 Sindrom Vogt Koyanagi Harada adalah
penyakit multisistem yang jarang dijumpai yang ditandai dengan pan uveitis
granulomatosa kronis, bilateral dan bersifat difus, ablasi retina eksudatif dengan
keterlibatan sistem integumen, neurosensorik dan sistem auditorik.7
2.2. Etiologi Sindrom Vogt Koyanagi Harada
Etiologi sindrom Vogt Koyanagi Harada, masih tidak diketahui, tetapi
bukti klinis dan eksperimental yang dilakukan saat ini menunjukkan proses cell-
mediated autoimun didorong oleh limfosit T yang ditujukan terhadap self-antigen
yang terkait dengan melanosit dari semua sistem organ pada individu yang rentan
secara genetik. Secara khusus, sel T helper-l dan up-regulation terkait sitokin
(Interleukin-2 dan interleukin-6 dan interferon gamma) diduga memainkan peran
penting dalam patogenesis sindrom Vogt Koyanagi Harada.7
Studi terbaru menunjukkan bahwa interleukin-23 memainkan peran
penting dalam perkembangan dan pemeliharaan proses autoimun dengan
menginduksi diferensiasi interleukin-17 memproduksi CD4+ limfosit T helper.
Keterlibatan tirosin dan tirosinase yang berhubungan dengan protein, protein 75-
kDa yang tidak dikenal dan protein S-100 sebagai antigen target pada melanosit.8
Baru-baru ini deperlihatkan adanya bahan larut dari segmen luar lapisan
fotoreseptor retina (antigen-S-retina) yang mungkin menjadi autoantigennya.6
7
Sindrom Vogt Koyanagi Harada dapat dihubungkan dengan kelainan
autoimun lain seperti sindrom autoimun poliglandular, hipotiroid, tiroiditis
Hashimoto, diabetes melitus, sindrom Guillain-Barre dan IgA nefropati.
Penelitian yang terbaru mengungkapkan bahwa adanya hubungan antara
berkurangnya kadar vitamin D-3 dengan inflamasi aktif intraokular pada penderita
sindrom Vogt Koyanagi.1
Human Leukocyte Antigen (HLA), HLA-D4 merupakan antigen yang
berhubungan dengan penyakit autoimun yang lain. Pada penderita Jepang,
sindrom Vogt Koyanagi Harada terkait erat dengan HLA-B54, HLA-DR4 dan
HLA-DR53.1 Pasien Hispanik dari California Selatan dengan sindrom Vogt
Koyanagi Harada, ditemukan 84% memiliki haplotype HLA-DRI atau HLA-DR4
dengan risiko tinggi. Menurut beberapa penelitian, faktor utama yang
berkontribusi terhadap kerentanan untuk sindrom ini adalah adanya alel DRB *
0405.1
2.3. Epidemiologi Sindrom Vogt Koyanagi Harada
Meskipun sindrom ini paling umum mempengaruhi kelompok etnis
berpigmen gelap ( orang Asia, Indian Asia, Hispanik, orang asli Amerika, dan
Timur Tengah ) dan tidak umum pada orang kulit putih, sindrom Vogt Koyanagi
Harada jarang terjadi pada orang Afrika sub-Sahara, menunjukkan bahwa faktor
lain, selain pigmentasi kulit, penting dalam patogenesis.7
Insiden terjadinya sindrom ini bervariasi secara geografis, di mana
terjadinya uveitis di Amerika Serikat adalah sebanyak 4 % dan 8% di Jepang. Di
Brasil dan Arab Saudi, penyebab dari uveitis non infeksi paling umum ditemukan.
Sindrom Vogt Koyanagi Harada adalah salah satu penyebab utama terjadinya
uveitis di Jepang dan Brasil.5 Wanita lebih banyak menderita sindrom ini
berbanding laki-laki kecuali dalam populasi penduduk Jepang.7
2.4. Patofisiologi Sindrom Vogt Koyanagi Harada
8
Pada Sindrom Vogt Koyanagi Harada, diperkirakan terjadi
hipersensitivitas tipe lambat terhadap struktur-struktur yang mengandung
melanin.4 Sindrom Vogt Koyanagi Harada mempunyai empat tahapan, yaitu
prodromal, uveitis akut, convalescent (pemulihan) dan chronic recurrent.
Histopatologi bervariasi pada setiap tahapannya. Pada tahapan uveitis akut,
terdapat difus, non nekrosis, inflamasi granulomatosa yang hampir identik dengan
oftalmia simpatika yang memperlihatkan sebukan uniform sebagaian besar uvea
oleh limfosit, sel epiteliod, dan sel raksasa. Cairan protein eksudat menumpuk di
ruang subretinal antara neurosensorik retina yang terlepas dan epitel pigmen
retina. Meskipun koroid peripapillary adalah tempat utama terjadinya infiltrasi
granulomatosa, korpus siliaris dan iris juga mungkin akan terpengaruh. Retina di
atasnya biasanya utuh, tetapi dapat terjadi tonjolan sarang-sarang sel epiteliod
melalui epital pigmen retina sehingga terbentuk nodus-nodus Dalen-Fuchs.7
Tahap convalescent (pemulihan) ditandai dengan inflamasi non
granulomatosa dengan inflitrasi limfosit, sel plasma di uvea dan tidak adanya
histiosit epiteliod. Jumlah melanosit koroid berkurang dengan hilangnya pigmen
melanin, sesuai dengan karakteristik klinis yang dikenal sebagai sunset glow
fundus. Selain itu, terdapat banyak lesi depigmentasi yang atropik berukuran kecil
pada retina perifer, dan selalu dikelirukan dengan nodus Dalen-Fuchs, secara
histologi sesuai dengan hilangnya sel epital pigmen retina dan adhesi korioretina.7
Tahap chronic recurrent ditandai dengan koroiditis granulomatosa dengan
kerusakan koriokapilaris. Pada penderita sindrom Vogt Koyanagi Harada adanya
keterlibatan koriokapilaris, yang tidak terjadi pada oftalmia simpatika.7
( Patogenesis sindrom Vogt Koyanagi Harada ditunjukkan di Gambar 1)
9
Gambar 1. Patogenesis Sindrom Vogt Koyanagi Harada5
2.5. Manifestasi Klinis Sindrom Vogt Koyanagi Harada
Gejala klinis sindrom Vogt Koyanagi Harada bervariasi tergantung
tahapannya. Pada tahap prodromal, ditandai dengan gejala influenza. Penderita
datang dengan nyeri kepala, mual, meningismus, disakusis, tinnitus, demam, nyeri
orbital, fotofobia dan terjadinya hipersensitivitas kulit dan rambut beberapa hari
sebelum onset gejala okular timbul. Meskipun jarang, tanda-tanda neurologis
dapat berkembang seperti neuropati kranial, hemiparase, aphasia, mielitis
transversa, dan ganglionitis. Analisa cairan serebrospinal menunjukkan limfositik
pleositosis dengan kadar glukosa normal pada lebih dari 80% penderita, dan dapat
menetap sampai 8 minggu. Gangguan auditorik terjadi pada 75% penderita dan
sering terjadi seiring dengan onset dari penyakit okular. Frekuensi terjadinya
disakusis sentral selalunya tinggi dan tinnitus terjadi pada 30% penderita di awal
perjalanan penyakit.7
10
Tahap uveitis akut didahului dengan penglihatan kabur pada kedua mata,
1- 2 hari selepas onset terjadinya gejala sistem saraf pusat (SSP) dan ditandai
dengan granulomatosa bilateral uveitis anterior, vitritis, penebalan koroid
posterior dengan elevasi lapisan koroidal retinal peripapillary, hiperemi dan
edema nervus optikus, serta terlepasnya multiple retinal serosa. Serous retinal
detachments sering dangkal, dengan cloverleaf pattern sekitar bagian posterior,
namun dapat bergabung dan berkembang menjadi bulosa eksudatif detachments
yang besar. Kehilangan visus secara tiba-tiba dapat dilihat pada fase ini. Mutton-
fat KP (Keratic Precipitates) dan nodul pada iris di margin pupil dapat ditemui
tetapi secara umum jarang terjadi. Tekanan intraokular akan meningkat, bilik mata
depan akan menjadi dangkal karena lensa dan iris berpindah ke depan dari korpus
siliaris yang mengalami edema atau terlepasnya koroid anular.7
Gambar 2. Hiperemi pada diskus dan multiple serous detachments pada
bagian posterior oculi sinistra pasien Hispanik pada tahap uveitis
akut sindrom Vogt Koyanagi Harada7
11
Gambar 3. Bullous exudative retinal detachment pada tahap uveitis akut
sindrom Vogt Koyanagi Harada7
Tahap convalescent (pemulihan) terjadi beberapa minggu kemudian dan
ditandai dengan resolusi ablasi retina eksudatif dan depigmentasi kooris secara
bertahap, sehingga perubahan warna klasik jingga-merah dihasilkan, sunset glow
fundus. Selain itu, timbulnya lesi depigmentasi yang kecil, bulat, dan diskrit pada
fundus perifer inferior. Depigmentasi juxtapapillary juga ditemui. Pada pasien
Hispanik, sunset glow fundus menunjukkan hiperpigmentasi atau hipopigmentasi
pada retina. Perilimbal vitiligo (Sigiura sign) dapat ditemukan pada 85% dari
penderita Jepang tetapi jarang diamati di antara pasien kulit putih. Perubahan
integument, termasuk vitiligo, alopesia dan poliosis, biasanya muncul selama
tahap pemulihan pada 30% penderita sesuai dengan perkembangan dari
depigmentasi pada fundus. Secara umum, perubahan pada kulit dan rambut terjadi
beberapa minggu sampai bulan selepas timbulnya inflamasi okular, tetapi dalam
beberapa kasus, perubahan tersebut dapat muncul secara bersamaan. Di antara
10% dan 63% penderita dapat terjadinya vitiligo, tergantung pada latar belakang
etnis.7
Gambar 4. Sunset glow appearance dengan juxtapapillary detachment pada
tahap pemulihan sindrom Vogt Koyanagi Harada
pada pasien Hispanik7
12
Gambar 5. Multiple inferior peripheral melubangi lesi korioretinal dan
berubah menjadi nodul Dalen-Fuchs pada tahap kronik sindrom
Vogt Koyanagi Harada7
Gambar 6. Perilimbal vitiligo, Sigiura sign (anak panah) 7
Gambar 7. Vitiligo pada palpebra superior dan ditandai dengan poliosis
pada tahap kronik sindrom Vogt Koyanagi Harada7
13
Gambar 8. Lesi pada kulit, sindrom Vogt Koyanagi Harada7
Tahap chronic recurrent ditandai dengan serangan berulang dari uveitis
anterior granulamatosa, dengan perkembangan KP (Keratic Precipitates),
synechiae posterior, nodul pada iris, depigmentasi iris dan atrofi stroma.
Kekambuhan pada segmen posterior ( vitritis, papilitis, koroiditis multi fokal dan
ablasi retina eksudatif) dilaporkan, tetapi jarang terjadi pada tahap ini.
Kekambuhan segmen anterior dapat terjadi seiring dengan inflamasi koroid
subklinis yang membutuhkan terapi sistemik. Gejala sisa dari inflamasi kronik
adalah penurunan visus yang dapat berkembang pada tahap ini dan termasuk
katarak subkapsular posterior, glaukoma, CNV ( Choroidal Neovascularization)
dan fibrosis subretinal.7 ( Semua tahapan dapat dilihat di Tabel 1)
Tabel 1. Tahapan sindrom Vogt Koyanagi Harada7
14
2.6. Diagnosis Sindrom Vogt Koyanagi Harada
Sindrom Vogt Koyanagi Harada terdiri dari peradangan uvea pada satu
atau kedua mata yang ditandai oleh iridosiklitis akut, koroiditis bercak, dan
pelepasan serosa retina. Penyakit ini biasanya diawali oleh suatu episode demam
akut disertai nyeri kepala, disakusis, dan kadan-kadang vertigo. Pada beberapa
bulan pertama penyakit dilaporkan terjadi kerontokan rambut bercak atau timbul
uban. Vitilago dan poliosis sering terjadi tetapi tidak penting untuk diagnosis.
Walaupun iridosiklitis awal mungkin membaik dengan cepat, perjalanan penyakit
di bagian posterior sering indolen dengan efek jangka panjang berupa pelepasan
serosa retina dan gangguan penglihatan.6
15
Gambar 9. Poliosis pada (A) Temporal kanan, (B) Alis mata
dan (C) Bulu mata8
Gambar 10. (A) Vitiligo pada dahi dan nasal kanan, (B) Asimetris uvula
karena parese nervus IX8
2.7. Pemeriksaan Penunjang
16
Pada pasien tanpa adanya perubahan ekstraokular, dapat dilakukan
beberapa tes konfirmasi. Diantaranya adalah FA (Flavoprotein Autofluorescence),
ICG (Indocyanine Green) Angiography, OCT (Optical Coherence Tomography),
FAF (Fundus Autofluorescence) Imaging, pungsi lumbal dan ultrasonografi.7
Pada tahap uveitis akut, biasanya hasil FA (Flavoprotein
Autofluorescence) menunjukkan punctate hyperfluorescent foci pada epitel
pigmen retina diikuti oleh pooling warna di ruang subretinal di area detasemen
neurosensorik. Sebagaian besar pasien mengalami kebocoran diskus, tapi
kebocoran pada pembuluh darah retina dan CME (Cystoid Macular Edema)
jarang terjadi. Pada tahap convalescent (pemulihan) dan chronic recurrent, terjadi
kehilangan dan atrofi epitel pigmen retina yang menghasilkan multiple
hyperfluorescent window defects tanpa pewarnaan.7
ICG (Indocyanine Green) Angiography menggambarkan patologi koroid,
keterlambatan perfusi pada pembuluh darah koroid dan koriokapilaris, hiper
fluoresen dan kebocoran pembuluh darah stroma koroid, hiper fluoresen pada
diskus, multiple bintik hiper fluoresen di seluruh area fundus, dan dianggap sesuai
dengan infiltrasi limfotik dan perubahan pinpoint hiper fluoresen dalam area
ablasi retina eksudatif. Bintik-bintik hiper fluoresen ini bisa ditemukan pada
fuduskopi dan hasil temuan pada FA (Flavoprotein Autofluorescence) berfungsi
sebagai penanda yang sensitif untuk mendeteksi dan follow up inflamasi koroid
subklinis.7
Ultrasonografi dapat membantu dalam menegakkan diagnosis, terutama
bila adanya media opasitas. Gambaran temuan ultrasonografi meliputi difus,
penebalan reflektif koroid posterior dari tingkat rendah sampai sedang, yang
paling menonjol adalah di area peripapillary dengan perluasan ke region
equatorial, terdapat juga ablasi retina eksudatif, kekeruhan pada vitreous dan
penebalan sklera pada bagian posterior.7
OCT (Optical Coherence Tomography) berguna dalam diagnosis dan
monitor pelepasan makular serosa, CME (Cystoid Macular Edema), dan membran
vaskular koroidal. Baru-baru ini, penggunaan kombinasi FAF (Fundus
Autofluorescence) Imaging dan OCT (Optical Coherence Tomography)
17
menawarkan penilaian non invasif epitel pigmen retina dan perubahan pada
lapisan luar retina pada pasien sindrom Vogt Koyanagi Harada tahap kronik yang
mungkin tidak terlihat saat pemeriksaan klinis.7
Dalam kasus yang tidak khas penampakannya, khususnya pasien pada
tahap awal penyakit dengan tanda-tanda neurologis yang menonjol dan
manifestasi okular yang kurang, pungsi lumbal dapat dilakukan dimana dapat
ditemukan pleositosis limfositik yang berguna untuk diagnosa. Namun, sebagian
besar kasus, riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis bersama FA (Flavoprotein
Autofluorescence) dan atau tanpa ultrasonografi cukup untuk menegakkan
diagnosis.7
2.8. Kriteria Diagnostik Sindrom Vogt Koyanagi Harada7
18
Ciri utama untuk mendiagnosa sindrom Vogt Koyanagi Harada adalah
terjadi pada kedua mata (bilateral), tidak ada riwayat trauma penetrasi okular dan
tidak ada riwayat penyakit okular atau sistemik lain.
Tabel 2. Kriteria Diagnostik Sindrom Vogt Koyangi Harada (telah direvisi)7
2.9. Penatalaksanaan Sindrom Vogt Koyanagi Harada19
Pengobatan awal adalah dengan steroid lokal dan midriatikum, tetapi
sering diperlukan steroid sistemik dalam dosis besar untuk mencegah kehilangan
penglihatan yang permanen.6
Pada stadium akut, sindrom Vogt Koyanagi Harada sangat responsif
terhadap terapi awal yang meliputi pengobatan topikal, periokular, kortikosteroid
sistemik, sikloplegik dan agen midriatik. Dosis inisial prednison oral adalah 1,0-
1,5 mg/kg/hari atau metilprednisolon intravena 200mg untuk 3 hari diikuti
kortikosteroid oral dosis tinggi meskipun cara pemberian tidak mempengaruhi
perubahan ketajaman visus atau perkembangan komplikasi visus yang signifikan.
Untuk pasien yang tidak menunjukkan respon yang baik terhadap terapi sistemik,
dapat digunakan kortikosteroid intravitreal, temasuk fluosinolon asetonid
intravitreal implan. Kortikosteroid sistemik harus dilakukan tapering off sesuai
dengan respon klinis, rata-rata setelah 6 bulan, dalam upaya mencegah
perkembangan penyakit ke tahap chronic recurrent dan mengurangi insiden dan
keparahan manifestasi ekstraokular.7
Meskipun pengobatan awal cukup adekuat dengan kortikosteroid sistemik,
banyak pasien mengalami inflamasi episode berulang. Ini menyebabkan banyak
ahli menggunakan IMT (Immunomodulatory Therapy) termasuk siklosporin,
azatioprin, mikofenolat mofetil, klorambusil, siklofosfamid, dan infliksimab untuk
mengkontrol proses inflamasi dan memudahkan tapering off kortikosteroid
dengan cepat.7
2.10. Prognosis Sindrom Vogt Koyanagi Harada
Jika pasien sindrom Vogt Koyanagi Harada di diagnosis dini dan diberikan
penanganan awal dan tepat, ini memungkinkan pasien tersebut mempunyai
kesempatan yang baik untuk mempertahankan penglihatan. Beberapa studi
menunjukkan bahwa sindrom Vogt Koyanagi Harada pada anak dan orang Afrika
Amerika mungkin lebih agresif.9 Terdapat kecenderungan perbaikan fungsi
penglihatan, tetapi hal ini tidak selalu sempurna.6
2.11. Komplikasi Sindrom Vogt Koyanagi Harada
20
Komplikasi yang berhubungan dengan morbiditas okular termasuk katarak
(50%), glaukoma (33%), Choroidal Neovascularization (sampai 15%) dan
fibrosis subretinal, komplikasi terkait dengan meningkatnya durasi penyakit,
frekuensi kekambuhan penyakit, dan usia lanjut saat onset penyakit. Baru-baru
ini, penggunaan kortikosteroid oral atau IMT (Immunomodulatory Therapy)
dengan follow up yang diperpanjang menunjukkan berkurangnya risiko
kehilangan penglihatan dan perkembangan menuju komplikasi lain.7
21
BAB III
KESIMPULAN
Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada secara khas ditandai dengan panuveitis
bilateral dan ablasi retina eksudatif dan berhubungan pula dengan berbagal
manifestasi dermatologik dan neurosensorik.4,5,6,7 Etiologi sindrom Vogt Koyanagi
Harada, masih tidak diketahui, tetapi ada hubungan dengan proses immunologik
sel T limfosit dan pengaruh genetik HLA-D4.1,6,7,8 Sindrom ini lebih sering terjadi
pada ras dengan pigmen lebih banyak, seperti Oriental, Hispanik, Indian Amerika,
dan kulit hitam. Penyakit int dapat mengenai laki-laki maupun perempuan,
meskipun timbul predominan pada perempuan. Pasien terbanyak pada usia antara
20 sampai 50 tahun, tetapi anak-anak dan orang tua dapat juga terkena.7 Sindrom
Vogt Koyanagi Harada mempunyai empat tahapan, yaitu prodromal, uveitis akut,
convalescent (pemulihan) dan chronic recurrent. Histopatologi bervariasi pada
setiap tahapannya.7 Penderita dengan berbagai gejala klinis dari sindrom Vogt-
Koyanagi-Harada (VKH) meliputi iridosiklitis bilateral kronik, uveitis posterior,
ablasi retina eksudatif, katarak, disertai manifestasi dermatologis. Ciri utama
untuk mendiagnosa sindrom Vogt Koyanagi Harada adalah terjadi pada kedua
mata (bilateral), tidak ada riwayat trauma penetrasi okular dan tidak ada riwayat
penyakit okular atau sistemik lain.7 Pengobatan awal adalah dengan steroid lokal
dan midriatikum, tetapi sering diperlukan steroid sistemik dalam dosis besar untuk
mencegah kehilangan penglihatan yang permanen. Kortikosteroid aksi pendek
seperti prednison, dapat diberikan dalam dosis 100-120 mg/hari, berdasarkan
tingkat keparahan6 Jika pasien sindrom Vogt Koyanagi Harada didiagnosis dini
dan diberikan penanganan awal dan tepat, ini memungkinkan pasien tersebut
mempunyai kesempatan yang baik untuk mempertahankan penglihatan.9
Komplikasi dari sindrom Vogt Koyanagi Harada berupa glaukoma, katarak,
Choroidal Neovascularization serta fibrosis subretinal.7
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Medscape Medicine, Drugs, Disease and Procedures, Vogt-Koyanagi-Harada
Syndrome. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1118177-
overview
2. My Hanh Nguyen, MD, New England Medical Center Grand Rounds, Vogt
Koyanagi Harada Syndrome (VKH), 2007
3. Oktavianus L, Uveitis Anterior dan Posterior, Refrat Ilmu Penyakit Mata,
Fakultas Kedokteraan Universitas Pelita Harapan Karawaci, 2011
4. Nattama J, Voth D, Jacobsen J, The Vogt-Koyanagi-Syndrome: association
with Hypothyroidism and Diabetes Mellitus, King Fahad Hospital, Al Baha,
Saudi Arabia, Postgraduate Medical Journal,2012
5. Francisco D, Silva Gaspar, Gasparin F, Yamamoto J, New insights into Vogt-
Koyanagi-Harada Disease, 2009;72(3);413-20
6. Vaughan,Asbury, Riordan, Oftlmologi Umum,Edisi 17 :357-358
7. American Academy of Ophthalmology (AAO), Intraocular Inflammation and
Uveitis, Basic and Clinical Science Course, Section 9; 2011-2012 : 183 - 190
8. Setiabudiawan B, Karfiati Feti, Ghrahani, Sapartini G dan Sahril Indra, Vogt-
Koyanagi-Harada disease in an 8 year old boy, US National Library of
Medicine, National Institutes of Health, Journal: Asia Pac Allergy, July 2011.
Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3206249/
9. Russel W,M.D, American Uveitis Society, Vogt-Koyanagi-Harada-
Syndrome, University of Alabama Birminham USA, January 2003
23