referat mata

33
REFRAT SINDROM VOGT KOYANAGI HARADA Oleh: Yokita Janarthanan, S.Ked. Pembimbing: Dr. dr. Anang Tribowo , SpM (K) DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 1

description

referat mata

Transcript of referat mata

Page 1: referat mata

REFRAT

SINDROM VOGT KOYANAGI HARADA

Oleh:

Yokita Janarthanan, S.Ked.

Pembimbing:Dr. dr. Anang Tribowo , SpM (K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATARUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA2012

1

Page 2: referat mata

HALAMAN PENGESAHAN

Refrat

Judul

SINDROM VOGT KOYANAGI HARADA

Oleh:

Yokita Janarthanan , S.Ked.

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti

Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran

Univesitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang periode 25 Juni

2012 – 30 Juli 2012.

Palembang, Juli 2012

Dr. dr. Anang Tribowo , SpM (K)

2

Page 3: referat mata

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan refrat dengan judul Sindrom

Vogt Koyanagi Harada. Di kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. Anang Tribowo , SpM (K) selaku

pembimbing yang telah membantu penyelesaian laporan kasus ini.

Penulisan juga mengucapan terima kasih kepada teman-teman, dan semua

pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan refrat ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan refrat ini masih

banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan

kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, amin.

Palembang, Juli 2012

Penulis

3

Page 4: referat mata

DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................ i

Halaman Pengesahan ...................................................................................... ii

Kata Penghantar ............................................................................................. iii

Daftar Isi ......................................................................................................... iv

Bab I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

Bab II TINJAUAN

PUSTAKA ......................................................................

2.1. Definisi Sindrom Vogt Koyanagi Harada..............................................

2.2. Etiologi Sindrom Vogt Koyanagi Harada.............................................

2.3. Epidemiologi Sindrom Vogt Koyanagi Harada...................................

2.4. Patofisiologi Sindrom Vogt Koyanagi Harada.....................................

2.5. Manifestasi Klinis Sindrom Vogt Koyanagi Harada…….....................

2.6. Diagnosis Sindrom Vogt Koyanagi Harada..........................................

2.7. Pemeriksaan Penunjang Sindrom Vogt Koyanagi Harada....................

2.8. Kriteria Diagnostik Sindrom Vogt Koyanagi Harada……....................

2.9. Penatalaksanaan Sindrom Vogt Koyanagi Harada……......................

2.10. Prognosis Sindrom Vogt Koyanagi Harada…….................................

2.11.Komplikasi Sindrom Vogt Koyanagi Harada……..............................

3

3

3

4

5

6

11

13

15

16

16

17

Bab III KESIMPULAN .................................................................................. 18

Daftar Pustaka ................................................................................................ 19

4

Page 5: referat mata

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom Vogt Koyanagi Harada adalah penyakit sistemik yang jarang

dijumpai, melibatkan organ yang mengandung berbagai melanosit. Sindrom Vogt

Koyanagi Harada ditandai dengan panuveitis bilateral yang berhubungan dengan

berbagai manifestasi dermatologik, neurologis dan kelainan pendengaran tanpa

adanya riwayat trauma pada mata. Sindrom ini pertama sekali dicatat pada abad

10 oleh seorang dokter spesialis mata dari Persia, Ali bin Isa yang

menggambarkan kasus poliosis yang berhubungan dengan inflamasi okular. Ini

dilaporkan lagi pada tahun 1873 oleh Schenkl, pada tahun 1892 oleh Hutchinson,

dan pada tahun 1906 oleh Vogt. Pada tahun 1926, Harada melaporkan seorang

pasien dengan uveitis idiopatik yang melibatkan segmen posterior, disertai ablasi

retina eksudatif dan iritasi meningeal, ini disebut sindrom Harada. Koyanagi

melaporkan kasus yang sama pada tahun 1929. Uveitis bilateral yang disertai

alopesia, poliosis, vitiligo dan defek pendengaran, biasanya pada dewasa muda,

diberi nama penyakit Vogt Koyanagi. Pada tahun 1932, Babel, menyarankan

bahwa gejala dari gangguan yang dijelaskan oleh Vogt, Koyanagi, dan Harada

adalah manifestasi dari entitas tunggal yang sama, maka disebut sebagai sindrom

Vogt Koyanagi Harada atau uveoencephalitis.1

Dari data internasional, ada distribusi geografis yang pasti mengenai

insiden sindrom Vogt Koyanagi Harada. Di Amerika Serikat, prevalensi kasus

ophtalmologi diperkirakan mencapai 1,5 – 6 kasus dari 1.000.000 populasi dan 1

– 4 % diantaranya dengan uveitis. Manakala, di Jepang insiden kejadian uveitis

diperkirakan 7 – 8 % dan 800 pasien baru setiap tahun. Sindrom ini lebih sering

terjadi pada ras dengan pigmen lebih banyak, pada orang Asia terutamanya

Jepang, Oriental, Hispanik, Indian Amerika, dan kulit hitam.2 Pasien sindrom

Vogt-Koyanagi-Harada biasanya adalah Oriental, yang mengisyaratkan adanya

disposisi imunogenetik.3 Penyakit ini dapat mengenai laki-laki maupun

perempuan, meskipun timbul predominan pada perempuan. Pasien terbanyak pada

5

Page 6: referat mata

usia antara 20 sampai 50 tahun, tetapi anak-anak dan orang tua dapat juga

terkena.2

Penyebab pasti sindrom ini masih tidak diketahui, tetapi terdapat

kecenderungan genetik yang menyebabkan perkembangan penyakit dan terjadinya

patogenesis disregulasi imun yang didukung oleh asosiasi kuat dengan HLA-DR4

antara pasien dari Jepang dengan sindrom Vogt Koyanagi Harada, subtipe HLA-

DRBI * 0405 dan HLA-DRBI * 0410 merupakan subtipe yang paling dominan.4

Pada sindrom Vogt-Koyanagi-Harada diperkirakan terjadi hipersensitivitas

tipe lambat terhadap struktur-struktur yang mengandung melanin. Tetapi virus

sebagai penyebab belum dapat disingkirkan. Diperkirakan bahwa suatu gangguan

atau cedera, infeksi atau yang lain, mengubah struktur berpigmen di mata, kulit

dan rambut sedemikian rupa sehingga tercetus hipersentivitas tipe lambat terhadap

struktur-struktur tersebut.3 Beberapa penelitian menduga terdapat peran autoimun

sel limfosit T terhadap sel melanosit yang dipicu oleh faktor-faktor yang tertentu.5

Baru-baru ini diperlihatkan adanya bahan larut dari segmen luar lapisan

fotoreseptor retina (antigen-S retina) yang mungkin menjadi autoantigennya.3

Pada kesempatan ini akan dibicarakan tentang sindrom sindrom Vogt-

Koyanagi-Harada secara keseluruhannya.

6

Page 7: referat mata

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Sindrom Vogt Koyanagi Harada

Vogt Koyanagi Harada adalah salah satu sindrom

uveameningoencephalitis.4 Sindrom Vogt Koyanagi Harada menyebabkan

gangguan pada multiorgan seperti mata, telinga bagian dalam, meninges dan

kulit.5 Uveitis bilateral yang disertai alopesia, poliosis, vitiligo dan defek

pendengaran, biasanya pada dewasa muda, diberi nama penyakit Vogt-Koyanagi.

Apabila koroiditisnya bersifat eksudatif, dapat terjadi pelepasan retina, dan

kompleks yang terjadi disebut Harada.6 Sindrom Vogt Koyanagi Harada adalah

penyakit multisistem yang jarang dijumpai yang ditandai dengan pan uveitis

granulomatosa kronis, bilateral dan bersifat difus, ablasi retina eksudatif dengan

keterlibatan sistem integumen, neurosensorik dan sistem auditorik.7

2.2. Etiologi Sindrom Vogt Koyanagi Harada

Etiologi sindrom Vogt Koyanagi Harada, masih tidak diketahui, tetapi

bukti klinis dan eksperimental yang dilakukan saat ini menunjukkan proses cell-

mediated autoimun didorong oleh limfosit T yang ditujukan terhadap self-antigen

yang terkait dengan melanosit dari semua sistem organ pada individu yang rentan

secara genetik. Secara khusus, sel T helper-l dan up-regulation terkait sitokin

(Interleukin-2 dan interleukin-6 dan interferon gamma) diduga memainkan peran

penting dalam patogenesis sindrom Vogt Koyanagi Harada.7

Studi terbaru menunjukkan bahwa interleukin-23 memainkan peran

penting dalam perkembangan dan pemeliharaan proses autoimun dengan

menginduksi diferensiasi interleukin-17 memproduksi CD4+ limfosit T helper.

Keterlibatan tirosin dan tirosinase yang berhubungan dengan protein, protein 75-

kDa yang tidak dikenal dan protein S-100 sebagai antigen target pada melanosit.8

Baru-baru ini deperlihatkan adanya bahan larut dari segmen luar lapisan

fotoreseptor retina (antigen-S-retina) yang mungkin menjadi autoantigennya.6

7

Page 8: referat mata

Sindrom Vogt Koyanagi Harada dapat dihubungkan dengan kelainan

autoimun lain seperti sindrom autoimun poliglandular, hipotiroid, tiroiditis

Hashimoto, diabetes melitus, sindrom Guillain-Barre dan IgA nefropati.

Penelitian yang terbaru mengungkapkan bahwa adanya hubungan antara

berkurangnya kadar vitamin D-3 dengan inflamasi aktif intraokular pada penderita

sindrom Vogt Koyanagi.1

Human Leukocyte Antigen (HLA), HLA-D4 merupakan antigen yang

berhubungan dengan penyakit autoimun yang lain. Pada penderita Jepang,

sindrom Vogt Koyanagi Harada terkait erat dengan HLA-B54, HLA-DR4 dan

HLA-DR53.1 Pasien Hispanik dari California Selatan dengan sindrom Vogt

Koyanagi Harada, ditemukan 84% memiliki haplotype HLA-DRI atau HLA-DR4

dengan risiko tinggi. Menurut beberapa penelitian, faktor utama yang

berkontribusi terhadap kerentanan untuk sindrom ini adalah adanya alel DRB *

0405.1

2.3. Epidemiologi Sindrom Vogt Koyanagi Harada

Meskipun sindrom ini paling umum mempengaruhi kelompok etnis

berpigmen gelap ( orang Asia, Indian Asia, Hispanik, orang asli Amerika, dan

Timur Tengah ) dan tidak umum pada orang kulit putih, sindrom Vogt Koyanagi

Harada jarang terjadi pada orang Afrika sub-Sahara, menunjukkan bahwa faktor

lain, selain pigmentasi kulit, penting dalam patogenesis.7

Insiden terjadinya sindrom ini bervariasi secara geografis, di mana

terjadinya uveitis di Amerika Serikat adalah sebanyak 4 % dan 8% di Jepang. Di

Brasil dan Arab Saudi, penyebab dari uveitis non infeksi paling umum ditemukan.

Sindrom Vogt Koyanagi Harada adalah salah satu penyebab utama terjadinya

uveitis di Jepang dan Brasil.5 Wanita lebih banyak menderita sindrom ini

berbanding laki-laki kecuali dalam populasi penduduk Jepang.7

2.4. Patofisiologi Sindrom Vogt Koyanagi Harada

8

Page 9: referat mata

Pada Sindrom Vogt Koyanagi Harada, diperkirakan terjadi

hipersensitivitas tipe lambat terhadap struktur-struktur yang mengandung

melanin.4 Sindrom Vogt Koyanagi Harada mempunyai empat tahapan, yaitu

prodromal, uveitis akut, convalescent (pemulihan) dan chronic recurrent.

Histopatologi bervariasi pada setiap tahapannya. Pada tahapan uveitis akut,

terdapat difus, non nekrosis, inflamasi granulomatosa yang hampir identik dengan

oftalmia simpatika yang memperlihatkan sebukan uniform sebagaian besar uvea

oleh limfosit, sel epiteliod, dan sel raksasa. Cairan protein eksudat menumpuk di

ruang subretinal antara neurosensorik retina yang terlepas dan epitel pigmen

retina. Meskipun koroid peripapillary adalah tempat utama terjadinya infiltrasi

granulomatosa, korpus siliaris dan iris juga mungkin akan terpengaruh. Retina di

atasnya biasanya utuh, tetapi dapat terjadi tonjolan sarang-sarang sel epiteliod

melalui epital pigmen retina sehingga terbentuk nodus-nodus Dalen-Fuchs.7

Tahap convalescent (pemulihan) ditandai dengan inflamasi non

granulomatosa dengan inflitrasi limfosit, sel plasma di uvea dan tidak adanya

histiosit epiteliod. Jumlah melanosit koroid berkurang dengan hilangnya pigmen

melanin, sesuai dengan karakteristik klinis yang dikenal sebagai sunset glow

fundus. Selain itu, terdapat banyak lesi depigmentasi yang atropik berukuran kecil

pada retina perifer, dan selalu dikelirukan dengan nodus Dalen-Fuchs, secara

histologi sesuai dengan hilangnya sel epital pigmen retina dan adhesi korioretina.7

Tahap chronic recurrent ditandai dengan koroiditis granulomatosa dengan

kerusakan koriokapilaris. Pada penderita sindrom Vogt Koyanagi Harada adanya

keterlibatan koriokapilaris, yang tidak terjadi pada oftalmia simpatika.7

( Patogenesis sindrom Vogt Koyanagi Harada ditunjukkan di Gambar 1)

9

Page 10: referat mata

Gambar 1. Patogenesis Sindrom Vogt Koyanagi Harada5

2.5. Manifestasi Klinis Sindrom Vogt Koyanagi Harada

Gejala klinis sindrom Vogt Koyanagi Harada bervariasi tergantung

tahapannya. Pada tahap prodromal, ditandai dengan gejala influenza. Penderita

datang dengan nyeri kepala, mual, meningismus, disakusis, tinnitus, demam, nyeri

orbital, fotofobia dan terjadinya hipersensitivitas kulit dan rambut beberapa hari

sebelum onset gejala okular timbul. Meskipun jarang, tanda-tanda neurologis

dapat berkembang seperti neuropati kranial, hemiparase, aphasia, mielitis

transversa, dan ganglionitis. Analisa cairan serebrospinal menunjukkan limfositik

pleositosis dengan kadar glukosa normal pada lebih dari 80% penderita, dan dapat

menetap sampai 8 minggu. Gangguan auditorik terjadi pada 75% penderita dan

sering terjadi seiring dengan onset dari penyakit okular. Frekuensi terjadinya

disakusis sentral selalunya tinggi dan tinnitus terjadi pada 30% penderita di awal

perjalanan penyakit.7

10

Page 11: referat mata

Tahap uveitis akut didahului dengan penglihatan kabur pada kedua mata,

1- 2 hari selepas onset terjadinya gejala sistem saraf pusat (SSP) dan ditandai

dengan granulomatosa bilateral uveitis anterior, vitritis, penebalan koroid

posterior dengan elevasi lapisan koroidal retinal peripapillary, hiperemi dan

edema nervus optikus, serta terlepasnya multiple retinal serosa. Serous retinal

detachments sering dangkal, dengan cloverleaf pattern sekitar bagian posterior,

namun dapat bergabung dan berkembang menjadi bulosa eksudatif detachments

yang besar. Kehilangan visus secara tiba-tiba dapat dilihat pada fase ini. Mutton-

fat KP (Keratic Precipitates) dan nodul pada iris di margin pupil dapat ditemui

tetapi secara umum jarang terjadi. Tekanan intraokular akan meningkat, bilik mata

depan akan menjadi dangkal karena lensa dan iris berpindah ke depan dari korpus

siliaris yang mengalami edema atau terlepasnya koroid anular.7

Gambar 2. Hiperemi pada diskus dan multiple serous detachments pada

bagian posterior oculi sinistra pasien Hispanik pada tahap uveitis

akut sindrom Vogt Koyanagi Harada7

11

Page 12: referat mata

Gambar 3. Bullous exudative retinal detachment pada tahap uveitis akut

sindrom Vogt Koyanagi Harada7

Tahap convalescent (pemulihan) terjadi beberapa minggu kemudian dan

ditandai dengan resolusi ablasi retina eksudatif dan depigmentasi kooris secara

bertahap, sehingga perubahan warna klasik jingga-merah dihasilkan, sunset glow

fundus. Selain itu, timbulnya lesi depigmentasi yang kecil, bulat, dan diskrit pada

fundus perifer inferior. Depigmentasi juxtapapillary juga ditemui. Pada pasien

Hispanik, sunset glow fundus menunjukkan hiperpigmentasi atau hipopigmentasi

pada retina. Perilimbal vitiligo (Sigiura sign) dapat ditemukan pada 85% dari

penderita Jepang tetapi jarang diamati di antara pasien kulit putih. Perubahan

integument, termasuk vitiligo, alopesia dan poliosis, biasanya muncul selama

tahap pemulihan pada 30% penderita sesuai dengan perkembangan dari

depigmentasi pada fundus. Secara umum, perubahan pada kulit dan rambut terjadi

beberapa minggu sampai bulan selepas timbulnya inflamasi okular, tetapi dalam

beberapa kasus, perubahan tersebut dapat muncul secara bersamaan. Di antara

10% dan 63% penderita dapat terjadinya vitiligo, tergantung pada latar belakang

etnis.7

Gambar 4. Sunset glow appearance dengan juxtapapillary detachment pada

tahap pemulihan sindrom Vogt Koyanagi Harada

pada pasien Hispanik7

12

Page 13: referat mata

Gambar 5. Multiple inferior peripheral melubangi lesi korioretinal dan

berubah menjadi nodul Dalen-Fuchs pada tahap kronik sindrom

Vogt Koyanagi Harada7

Gambar 6. Perilimbal vitiligo, Sigiura sign (anak panah) 7

Gambar 7. Vitiligo pada palpebra superior dan ditandai dengan poliosis

pada tahap kronik sindrom Vogt Koyanagi Harada7

13

Page 14: referat mata

Gambar 8. Lesi pada kulit, sindrom Vogt Koyanagi Harada7

Tahap chronic recurrent ditandai dengan serangan berulang dari uveitis

anterior granulamatosa, dengan perkembangan KP (Keratic Precipitates),

synechiae posterior, nodul pada iris, depigmentasi iris dan atrofi stroma.

Kekambuhan pada segmen posterior ( vitritis, papilitis, koroiditis multi fokal dan

ablasi retina eksudatif) dilaporkan, tetapi jarang terjadi pada tahap ini.

Kekambuhan segmen anterior dapat terjadi seiring dengan inflamasi koroid

subklinis yang membutuhkan terapi sistemik. Gejala sisa dari inflamasi kronik

adalah penurunan visus yang dapat berkembang pada tahap ini dan termasuk

katarak subkapsular posterior, glaukoma, CNV ( Choroidal Neovascularization)

dan fibrosis subretinal.7 ( Semua tahapan dapat dilihat di Tabel 1)

Tabel 1. Tahapan sindrom Vogt Koyanagi Harada7

14

Page 15: referat mata

2.6. Diagnosis Sindrom Vogt Koyanagi Harada

Sindrom Vogt Koyanagi Harada terdiri dari peradangan uvea pada satu

atau kedua mata yang ditandai oleh iridosiklitis akut, koroiditis bercak, dan

pelepasan serosa retina. Penyakit ini biasanya diawali oleh suatu episode demam

akut disertai nyeri kepala, disakusis, dan kadan-kadang vertigo. Pada beberapa

bulan pertama penyakit dilaporkan terjadi kerontokan rambut bercak atau timbul

uban. Vitilago dan poliosis sering terjadi tetapi tidak penting untuk diagnosis.

Walaupun iridosiklitis awal mungkin membaik dengan cepat, perjalanan penyakit

di bagian posterior sering indolen dengan efek jangka panjang berupa pelepasan

serosa retina dan gangguan penglihatan.6

15

Page 16: referat mata

Gambar 9. Poliosis pada (A) Temporal kanan, (B) Alis mata

dan (C) Bulu mata8

Gambar 10. (A) Vitiligo pada dahi dan nasal kanan, (B) Asimetris uvula

karena parese nervus IX8

2.7. Pemeriksaan Penunjang

16

Page 17: referat mata

Pada pasien tanpa adanya perubahan ekstraokular, dapat dilakukan

beberapa tes konfirmasi. Diantaranya adalah FA (Flavoprotein Autofluorescence),

ICG (Indocyanine Green) Angiography, OCT (Optical Coherence Tomography),

FAF (Fundus Autofluorescence) Imaging, pungsi lumbal dan ultrasonografi.7

Pada tahap uveitis akut, biasanya hasil FA (Flavoprotein

Autofluorescence) menunjukkan punctate hyperfluorescent foci pada epitel

pigmen retina diikuti oleh pooling warna di ruang subretinal di area detasemen

neurosensorik. Sebagaian besar pasien mengalami kebocoran diskus, tapi

kebocoran pada pembuluh darah retina dan CME (Cystoid Macular Edema)

jarang terjadi. Pada tahap convalescent (pemulihan) dan chronic recurrent, terjadi

kehilangan dan atrofi epitel pigmen retina yang menghasilkan multiple

hyperfluorescent window defects tanpa pewarnaan.7

ICG (Indocyanine Green) Angiography menggambarkan patologi koroid,

keterlambatan perfusi pada pembuluh darah koroid dan koriokapilaris, hiper

fluoresen dan kebocoran pembuluh darah stroma koroid, hiper fluoresen pada

diskus, multiple bintik hiper fluoresen di seluruh area fundus, dan dianggap sesuai

dengan infiltrasi limfotik dan perubahan pinpoint hiper fluoresen dalam area

ablasi retina eksudatif. Bintik-bintik hiper fluoresen ini bisa ditemukan pada

fuduskopi dan hasil temuan pada FA (Flavoprotein Autofluorescence) berfungsi

sebagai penanda yang sensitif untuk mendeteksi dan follow up inflamasi koroid

subklinis.7

Ultrasonografi dapat membantu dalam menegakkan diagnosis, terutama

bila adanya media opasitas. Gambaran temuan ultrasonografi meliputi difus,

penebalan reflektif koroid posterior dari tingkat rendah sampai sedang, yang

paling menonjol adalah di area peripapillary dengan perluasan ke region

equatorial, terdapat juga ablasi retina eksudatif, kekeruhan pada vitreous dan

penebalan sklera pada bagian posterior.7

OCT (Optical Coherence Tomography) berguna dalam diagnosis dan

monitor pelepasan makular serosa, CME (Cystoid Macular Edema), dan membran

vaskular koroidal. Baru-baru ini, penggunaan kombinasi FAF (Fundus

Autofluorescence) Imaging dan OCT (Optical Coherence Tomography)

17

Page 18: referat mata

menawarkan penilaian non invasif epitel pigmen retina dan perubahan pada

lapisan luar retina pada pasien sindrom Vogt Koyanagi Harada tahap kronik yang

mungkin tidak terlihat saat pemeriksaan klinis.7

Dalam kasus yang tidak khas penampakannya, khususnya pasien pada

tahap awal penyakit dengan tanda-tanda neurologis yang menonjol dan

manifestasi okular yang kurang, pungsi lumbal dapat dilakukan dimana dapat

ditemukan pleositosis limfositik yang berguna untuk diagnosa. Namun, sebagian

besar kasus, riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis bersama FA (Flavoprotein

Autofluorescence) dan atau tanpa ultrasonografi cukup untuk menegakkan

diagnosis.7

2.8. Kriteria Diagnostik Sindrom Vogt Koyanagi Harada7

18

Page 19: referat mata

Ciri utama untuk mendiagnosa sindrom Vogt Koyanagi Harada adalah

terjadi pada kedua mata (bilateral), tidak ada riwayat trauma penetrasi okular dan

tidak ada riwayat penyakit okular atau sistemik lain.

Tabel 2. Kriteria Diagnostik Sindrom Vogt Koyangi Harada (telah direvisi)7

2.9. Penatalaksanaan Sindrom Vogt Koyanagi Harada19

Page 20: referat mata

Pengobatan awal adalah dengan steroid lokal dan midriatikum, tetapi

sering diperlukan steroid sistemik dalam dosis besar untuk mencegah kehilangan

penglihatan yang permanen.6

Pada stadium akut, sindrom Vogt Koyanagi Harada sangat responsif

terhadap terapi awal yang meliputi pengobatan topikal, periokular, kortikosteroid

sistemik, sikloplegik dan agen midriatik. Dosis inisial prednison oral adalah 1,0-

1,5 mg/kg/hari atau metilprednisolon intravena 200mg untuk 3 hari diikuti

kortikosteroid oral dosis tinggi meskipun cara pemberian tidak mempengaruhi

perubahan ketajaman visus atau perkembangan komplikasi visus yang signifikan.

Untuk pasien yang tidak menunjukkan respon yang baik terhadap terapi sistemik,

dapat digunakan kortikosteroid intravitreal, temasuk fluosinolon asetonid

intravitreal implan. Kortikosteroid sistemik harus dilakukan tapering off sesuai

dengan respon klinis, rata-rata setelah 6 bulan, dalam upaya mencegah

perkembangan penyakit ke tahap chronic recurrent dan mengurangi insiden dan

keparahan manifestasi ekstraokular.7

Meskipun pengobatan awal cukup adekuat dengan kortikosteroid sistemik,

banyak pasien mengalami inflamasi episode berulang. Ini menyebabkan banyak

ahli menggunakan IMT (Immunomodulatory Therapy) termasuk siklosporin,

azatioprin, mikofenolat mofetil, klorambusil, siklofosfamid, dan infliksimab untuk

mengkontrol proses inflamasi dan memudahkan tapering off kortikosteroid

dengan cepat.7

2.10. Prognosis Sindrom Vogt Koyanagi Harada

Jika pasien sindrom Vogt Koyanagi Harada di diagnosis dini dan diberikan

penanganan awal dan tepat, ini memungkinkan pasien tersebut mempunyai

kesempatan yang baik untuk mempertahankan penglihatan. Beberapa studi

menunjukkan bahwa sindrom Vogt Koyanagi Harada pada anak dan orang Afrika

Amerika mungkin lebih agresif.9 Terdapat kecenderungan perbaikan fungsi

penglihatan, tetapi hal ini tidak selalu sempurna.6

2.11. Komplikasi Sindrom Vogt Koyanagi Harada

20

Page 21: referat mata

Komplikasi yang berhubungan dengan morbiditas okular termasuk katarak

(50%), glaukoma (33%), Choroidal Neovascularization (sampai 15%) dan

fibrosis subretinal, komplikasi terkait dengan meningkatnya durasi penyakit,

frekuensi kekambuhan penyakit, dan usia lanjut saat onset penyakit. Baru-baru

ini, penggunaan kortikosteroid oral atau IMT (Immunomodulatory Therapy)

dengan follow up yang diperpanjang menunjukkan berkurangnya risiko

kehilangan penglihatan dan perkembangan menuju komplikasi lain.7

21

Page 22: referat mata

BAB III

KESIMPULAN

Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada secara khas ditandai dengan panuveitis

bilateral dan ablasi retina eksudatif dan berhubungan pula dengan berbagal

manifestasi dermatologik dan neurosensorik.4,5,6,7 Etiologi sindrom Vogt Koyanagi

Harada, masih tidak diketahui, tetapi ada hubungan dengan proses immunologik

sel T limfosit dan pengaruh genetik HLA-D4.1,6,7,8 Sindrom ini lebih sering terjadi

pada ras dengan pigmen lebih banyak, seperti Oriental, Hispanik, Indian Amerika,

dan kulit hitam. Penyakit int dapat mengenai laki-laki maupun perempuan,

meskipun timbul predominan pada perempuan. Pasien terbanyak pada usia antara

20 sampai 50 tahun, tetapi anak-anak dan orang tua dapat juga terkena.7 Sindrom

Vogt Koyanagi Harada mempunyai empat tahapan, yaitu prodromal, uveitis akut,

convalescent (pemulihan) dan chronic recurrent. Histopatologi bervariasi pada

setiap tahapannya.7 Penderita dengan berbagai gejala klinis dari sindrom Vogt-

Koyanagi-Harada (VKH) meliputi iridosiklitis bilateral kronik, uveitis posterior,

ablasi retina eksudatif, katarak, disertai manifestasi dermatologis. Ciri utama

untuk mendiagnosa sindrom Vogt Koyanagi Harada adalah terjadi pada kedua

mata (bilateral), tidak ada riwayat trauma penetrasi okular dan tidak ada riwayat

penyakit okular atau sistemik lain.7 Pengobatan awal adalah dengan steroid lokal

dan midriatikum, tetapi sering diperlukan steroid sistemik dalam dosis besar untuk

mencegah kehilangan penglihatan yang permanen. Kortikosteroid aksi pendek

seperti prednison, dapat diberikan dalam dosis 100-120 mg/hari, berdasarkan

tingkat keparahan6 Jika pasien sindrom Vogt Koyanagi Harada didiagnosis dini

dan diberikan penanganan awal dan tepat, ini memungkinkan pasien tersebut

mempunyai kesempatan yang baik untuk mempertahankan penglihatan.9

Komplikasi dari sindrom Vogt Koyanagi Harada berupa glaukoma, katarak,

Choroidal Neovascularization serta fibrosis subretinal.7

22

Page 23: referat mata

DAFTAR PUSTAKA

1. Medscape Medicine, Drugs, Disease and Procedures, Vogt-Koyanagi-Harada

Syndrome. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1118177-

overview

2. My Hanh Nguyen, MD, New England Medical Center Grand Rounds, Vogt

Koyanagi Harada Syndrome (VKH), 2007

3. Oktavianus L, Uveitis Anterior dan Posterior, Refrat Ilmu Penyakit Mata,

Fakultas Kedokteraan Universitas Pelita Harapan Karawaci, 2011

4. Nattama J, Voth D, Jacobsen J, The Vogt-Koyanagi-Syndrome: association

with Hypothyroidism and Diabetes Mellitus, King Fahad Hospital, Al Baha,

Saudi Arabia, Postgraduate Medical Journal,2012

5. Francisco D, Silva Gaspar, Gasparin F, Yamamoto J, New insights into Vogt-

Koyanagi-Harada Disease, 2009;72(3);413-20

6. Vaughan,Asbury, Riordan, Oftlmologi Umum,Edisi 17 :357-358

7. American Academy of Ophthalmology (AAO), Intraocular Inflammation and

Uveitis, Basic and Clinical Science Course, Section 9; 2011-2012 : 183 - 190

8. Setiabudiawan B, Karfiati Feti, Ghrahani, Sapartini G dan Sahril Indra, Vogt-

Koyanagi-Harada disease in an 8 year old boy, US National Library of

Medicine, National Institutes of Health, Journal: Asia Pac Allergy, July 2011.

Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3206249/

9. Russel W,M.D, American Uveitis Society, Vogt-Koyanagi-Harada-

Syndrome, University of Alabama Birminham USA, January 2003

23