Referat Luka Ledakan

43
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Blast injury atau trauma ledakan yang menimpa tubuh manusia bukan merupakan hal yang baru, namun jarang ditemukan pada rumah sakit sipil. 1 Dalam beberapa dekade terakhir, kasus ledakan bom di masyarakat sipil terus meningkat. Hal ini terutama disebabkan oleh aksi teroris. 1,2,3 Dari 1969 sampai 1983, di seluruh dunia terdapat 220 pemboman oleh aksi teroris yang menewaskan 463 orang dan melukai 2894 orang. Dalam dekade berikutnya, di Amerika Serikat (AS) saja terdapat 11 .178 pemboman yang mengakibatkan 256 orang meninggal, 3.215 cedera, dan kerugian jutaan dolar. Peningkatan ini sekitar 400% jika dibandingkan antara 1984 dengan 1994 2 . Diperkirakan, terdapat 3000 kasus bom di AS setiap tahunnya. 4 Pemboman terbesar di AS adalah pemboman Gedung Federal di Oklahoma City, pada 19 April 1995. Bom yang diletakkan di dalam mobil menyebabkan runtuhnya sebagian gedung berlantai sembilan tersebut. Terdapat 759 orang korban, 167 orang (22%) meninggal, 509 orang (67%) menderita cedera ringan, dan 83 korban (11%) dirawat di rumah sakit. Pada korban yang selamat, cedera jaringan lunak berupa laserasi, abrasi, kontusio, dan puncture wound merupakan jenis cedera Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

description

luka ledekan

Transcript of Referat Luka Ledakan

Page 1: Referat Luka Ledakan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Blast injury atau trauma ledakan yang menimpa tubuh manusia bukan

merupakan hal yang baru, namun jarang ditemukan pada rumah sakit sipil.1

Dalam beberapa dekade terakhir, kasus ledakan bom di masyarakat sipil terus

meningkat. Hal ini terutama disebabkan oleh aksi teroris.1,2,3 Dari 1969 sampai

1983, di seluruh dunia terdapat 220 pemboman oleh aksi teroris yang

menewaskan 463 orang dan melukai 2894 orang. Dalam dekade berikutnya, di

Amerika Serikat (AS) saja terdapat 11.178 pemboman yang mengakibatkan 256

orang meninggal, 3.215 cedera, dan kerugian jutaan dolar. Peningkatan ini sekitar

400% jika dibandingkan antara 1984 dengan 19942. Diperkirakan, terdapat 3000

kasus bom di AS setiap tahunnya.4 Pemboman terbesar di AS adalah pemboman

Gedung Federal di Oklahoma City, pada 19 April 1995. Bom yang diletakkan di

dalam mobil menyebabkan runtuhnya sebagian gedung berlantai sembilan

tersebut. Terdapat 759 orang korban, 167 orang (22%) meninggal, 509 orang

(67%) menderita cedera ringan, dan 83 korban (11%) dirawat di rumah sakit. Pada

korban yang selamat, cedera jaringan lunak berupa laserasi, abrasi, kontusio, dan

puncture wound merupakan jenis cedera terbanyak, diikuti cedera muskuloskeletal

dan cedera kepala. Cedera jaringan lunak paling banyak diderita pada ekstremitas,

kepala dan leher, wajah, serta dada.2

Indonesia mencatat berbagai ledakan bom di luar perang di Timor Timur,

Aceh, maupun kerusuhan yang bersifat suku, agama, ras, dan antar golongan

(SARA) di berbagai daerah. Pada Maret 1990, terjadi ledakan granat di Cakung,

Jakarta Utara, karena pertikaian dua kelompok pekerja. Ledakan yang terjadi di

tempat terbuka tersebut mengakibatkan 9 orang korban: 6 orang meninggal di

tempat, 1 orang meninggal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)

setelah 14 jam perawatan, dan 2 orang dirawat. Hasil otopsi terhadap semua

korban yang meninggal ditemukan cedera pada toraks, abdomen, otak, dan

vertebra. Kerusakan organ toraks berupa sobekan paru dan jantung ditemukan

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 2: Referat Luka Ledakan

pada 4 korban. Perdarahan parenkim paru yang disertai sobekan paru ditemukan

pada 2 korban. Cedera pada abdomen yang ditemukan adalah perforasi usus

multipel, hematoma usus, ruptur hepar, dan limpa. Sedangkan cedera pada otak

berupa sobekan otak, fraktur tulang temporal kominutif, dan kontusio jaringan

otak. Fraktur kominutif korpus vertebra servikal ditemukan pada satu orang. Satu

pasien meninggal setelah perawatan selama 14 jam akibat kontusio otak dan pada

otopsi ditemukan fraktur tulang temporal serta laserasi otak. Pada dua korban

yang dirawat, ditemukan adanya perdarahan intraperitoneal, hematoma

mesenterium dan usus, serta sobekan seromuskular ileum dan nekrosis colon

ascendens. Pada semua hasil otopsi didapatkan pecahan granat baik di otak,

rongga toraks maupun rongga abdomen. Korban kedua yang dirawat baru

menunjukkan tanda-tanda peritonitis setelah 22 jam perawatan. Pada laparotomi,

didapatkan perforasi jejunum, laserasi serosa jejunum, hematoma omentum dan

kurvatura major gaster, serta perforasi gaster dan pecahan granat serta kayu.5

Terdapat tendensi peningkatan ancaman bom dan kejadian ledakan bom di

Indonesia. Pada 1998 terdapat ancaman bom sebanyak 73 kasus, ditemukan 6

bom, dan hanya satu kasus yang benar-benar meledak. Pada 1999 jumlah ancaman

88 kasus dan ledakan terjadi pada 4 kasus. Sedangkan pada 2000, sampai

September tercatat 49 kasus ancaman bom, 8 di antaranya meledak. Dalam bulan

Agustus 2000, terjadi 5 ledakan. Ledakan yang menimbulkan korban adalah

ledakan yang terjadi di depan rumah duta besar Filipina pada 1 Agustus 2000.6

Pemboman rumah duta besar Filipina yang terjadi pada 1 Agustus 2000

menelan korban 22 orang, 1 orang di antaranya meninggal di tempat. Mayoritas

korban (20 orang) menderita cedera jaringan lunak dan muskuloskeletal dengan

RTS (revised trauma score). Satu korban dengan RTS 4,007 (kontusio paru, syok

hemoragik derajat III, cedera kepala berat/CKB, dan luka bakar 33%) meninggal

dunia setelah resusitasi hampir 2 jam. Kecacatan akibat amputasi traumatik jari-

jari tangan kiri didapatkan pada 1 korban.7

Kasus pemboman terakhir yang menelan korban jiwa terjadi di pelataran

parkir bawah tanah gedung Bursa Efek Jakarta pada 13 September 2000. Ledakan

berkekuatan 5 kg trinitrotoluen (TNT) tersebut mengakibatkan 10 orang

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 3: Referat Luka Ledakan

meninggal dan 26 lainnya luka-luka. Pada kasus ini, tidak ada satupun korban

yang diotopsi karena keluarga menolak tindakan tersebut.8

Peningkatan kejadian ledakan bom di Indonesia ini memerlukan perhatian

khusus, terutama dari sisi medis dalam menangani korban ledakan yang umumnya

bersifat masal dan dengan cedera multipel. Cedera yang diakibatkan trauma

ledakan bersifat kompleks dan mempunyai patofisiologi tersendiri. Pemahaman

mengenai mekanisme cedera akibat trauma ledakan diperlukan dalam penanganan

pasien-pasien tersebut.1,3

Berdasarkan peningkatan kasus Blast Injury dewasa ini dan pentingnya

penanganan yang tepat pada korban blast injury maka tim penulis akan membahas

mengenai definisi, klasifikasi, patofisologi, gejala klinis, pemeriksaan penunjang

dan penatalaksanaan kasus trauma ledakan dalam referat yang diberi judul “ Blast

Injury.”

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari referat yaitu sebagai berkut :

1. Apa yang dimaksud dengan luka ledakan ?

2. Bagaimana mekanisme trauma ledakan?

3. Sebutkan jenis-jenis luka ledakan ?

4. Bagaimana gejala klinis dari luka ledakan?

5. Sebutkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap luka ledakan?

6. Bagaimana penatalaksanaan luka ledakan?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi, klasifikasi, patofisiologi, gejala klinis,

pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan kasus Blast Injury sesuai

dengan derajat dan organ yang terkena kasus ledakan

2. Penulisan referat ini bertujuan untuk memenuhi Tugas Ujian Kepanitraan

Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran

Universitas Haluoleo–Rumah Sakit Bhayangkara.

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 4: Referat Luka Ledakan

D. Manfaat

Penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan

pemahaman kepada mahasiswa/mahasiswi yang sedang menjalani

kepaniteraan klinik di bagian Forensik dan Medikolegal khusunya yang

berhubungan dengan luka akibat ledakan.

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 5: Referat Luka Ledakan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Ledakan memiliki kemampuan yang menyebabkan multisistem, cedera

yang mengancam hidup dalam satu atau beberapa korban secara bersamaan. Jenis

kegiatan triase kompleks ini, diagnostik, dan tantangan manajemen untuk

penyedia layanan kesehatan. Ledakan dapat menghasilkan pola cedera klasik dari

tumpul dan penetrasi mekanisme untuk beberapa sistem organ, namun mereka

juga dapat mengakibatkan cedera pola yang unik untuk organ tertentu termasuk

paru-paru dan sistem saraf pusat. Memahami perbedaan-perbedaan penting adalah

penting untuk mengelola situasi ini.

Gambar 1. Ledakan Bom

Tingkat dan pola cedera yang dihasilkan oleh ledakan adalah akibat

langsung dari beberapa faktor, termasuk jumlah dan komposisi bahan peledak

(misalnya, keberadaan pecahan peluru atau material lepas yang dapat mendorong,

radiologi atau kontaminasi biologi), lingkungan sekitarnya (misalnya, adanya

campur tangan pelindung), jarak antara korban dan ledakan, metode pengiriman

jika bom yang terlibat, dan setiap bahaya lingkungan lainnya. Tidak ada dua

peristiwa yang identik, dan spektrum dan tingkat cedera yang dihasilkan sangat

bervariasi.

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 6: Referat Luka Ledakan

Blast (shock) gelombang merupakan tekanan yang ditransmisikan radial

dari sumber ke medium sekitarnya. Terdiri dari 3 komponen: fase positif, fase

negatif dan blast wind atau mengikuti pergerakan angin. Karakteristik bahan

peledak konvensional adalah variasi dalam tekanan ambien dari waktu ke waktu.

Selama fase positif, gelombang menyebabkan peningkatan pesat dalam tekanan

udara ambien (overpressure). Efek biologi ledakan konvensional tergantung

terutama pada: peak overpressure dan durasi fase positif.

Sedangkan blast berupa gelombang menyebabkan cedera akibat

pembebanan eksternal yang sangat pesat dalam tubuh dan organ yang dapat

menyebabkan cedera internal di udara yang mengandung organ eksternal tanpa

tanda-tanda trauma seperti pada telinga bagian dalam, paru – paru dan sistem

gastrointestinal.

B. Mekanisme Blast Injury(trauma ledakan)

Bahan peledak dikategorikan sebagai bahan peledak high-order (HE) atau

bahan peledak low-order (LE). HE menghasilkan gelombang kejut supersonik

menentukan over-tekanan. Contoh HE meliputi TNT, C-4, Semtex, nitrogliserin,

dinamit, dan ammonium nitrat bahan bakar minyak (ANFO). LE membuat

ledakan subsonik dan kurangnya HE's gelombang selama-tekanan. Contoh LE

termasuk bom pipa, mesiu, dan bom minyak bumi berbasis paling murni seperti

bom molotov atau pesawat improvisasi sebagai peluru kendali. LE dan HE

menyebabkan cedera pola yang berbeda. Peledak dan pembakar (api) bom lebih

lanjut ditandai berdasarkan sumber mereka. "Diproduksi" berarti standar militer

dikeluarkan, massa yang dihasilkan, dan kualitas senjata-diuji. "Diimprovisasi"

menggambarkan senjata yang diproduksi dalam jumlah kecil, atau penggunaan

perangkat di luar tujuan yang dimaksudkan, seperti pesawat komersial

mengkonversi ke dalam peluru kendali. Diproduksi (militer) senjata ledakan HE

berbasis secara eksklusif. Teroris akan menggunakan apa saja yang tersedia - yang

diperoleh secara ilegal senjata diproduksi atau alat peledak improvisasi (juga

dikenal sebagai "IEDs") yang mungkin terdiri dari HE, LE, atau keduanya.

Diproduksi dan improvisasi bom menyebabkan cedera yang sangat berbeda.

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 7: Referat Luka Ledakan

Kecelakaan dari blast injury (luka ledakan) melibatkan korban yang menderita

cedera jaringan lunak. Prinsip mekanisme kecelakaan melibatkan energi kinetik

yang besar dalam waktu singkat berupa :

a. High Order Explosives

Merupakan ledakan yang besar akibat reaksi bahan kimia. Bahan kimia

yang dimaksud adalah nitroglyserin, dinamit, C-4, campuran Amonium Nitrat

& bahan bakar minyak. Untuk detonasi, digunakan bahan kimia yang dirubah

menjadi bentuk gas dengan tekanan & temperature yang tinggi. Contohnya

ledakan yang dihasilkan oleh C-4 yang dapat menghasilkan gelombang yang

luas. Naiknya tekanan atau gelombang ledakan disebut “Overpressure”.

Gelombang tekanan meningkat dengan segera & cepat. Jumlah kerusakan dari

gelombang tekanan ini tergantung :19

Tekanan puncak yang dihasilkan (Overpressure 60-80 Potensial Lethal)

Durasi

Medium tempat terjadinya ledakan (udara, air)

Jarak dari tempat ledakan

b. Low Order Explosives

Merupakan ledakan yang dihasilkan oleh tekanan dan energi yang

rendah yang menyebabkan luka bakar. Ledakan ini disebut “Propellants”

sebab digerakkan oleh objek yang menyerupai peluru yang meluncur dengan

cepat. Ledakan yang rendah dihasilkan dari bubuk mesiu dan molotov. 19

C. Klasifikasi

Empat mekanisme dasar cedera ledakan ini disebut sebagai primer,

sekunder, tersier, dan kuaterner. "Blast Wave" (primer) mengacu pada impuls-

tekanan intens dibuat oleh diledakkan HE. Blast injury yang ditandai dengan

perubahan anatomis dan fisiologis dari angkatan atas-tekanan secara langsung

atau reflektif mempengaruhi permukaan tubuh. " Ledakan gelombang HE "

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 8: Referat Luka Ledakan

(komponen overpressure) harus dibedakan dari "angin ledakan" (aliran udara

paksa super-dipanaskan).

1. Trauma Ledakan Primer

Cedera ledakan secara langsung disebabkan oleh barotrauma yang

biasanya terjadi karena udara memasuki organ-organ, sehingga mengalami

kerusakan oleh tekanan dinamik di jaringan, tetapi tergantung dari lokasi

ledakan. Ruptur dari membran timpani, kerusakan paru dan emboli udara, dan

ruptur organ dalam adalah penyebab primer dari blast injury (luka ledakan).

Membran timpani adalah struktur yang memiliki tehanan yang paling rendah

terhadap tekanan dari ledakan. Gendang telinga dapat menahan efek dari

ledakan. Peningkatan tekanan 5 Psi di atas tekanan atmosfer dapat

menyebabkan rupturnya gendang telinga, yang bermanifestasi pada ketulian,

tinnitus dan vertigo. Apabila tekanan dinamik tinggi, maka ossikula dari

telinga tengah dapat terlepas. Gangguan karena trauma dapat menyebabkan

tuli permanen. Ruptur membran timpani adalah komplikasi dari blast injury

(luka ledakan). Beberapa pasien mengalami kerusakan paru tetapi membran

timpaninya tidak ruptur. Pada Primary Injury terjadi perforasi gendang telinga.

Organ lain yang mengalami kelainan setelah kecelakaan ledakan adalah mata

& luka bakar pada tubuh.19

Paru adalah organ kedua yang mudah mengalami cedera akibat Primer

Blast Injury, akibat perbedaan tekanan antara alveolar-capillary disebabkan

oleh Hemothorax, Pneumothorax, Pneumomediastinum, & Subcutaneus

emphysema. Perhatian ini timbul dari tekanan yang bersumber dari gelombang

ledakan. Oleh karena itu tidak mengherankan bila ditemukan pembesaran

jantung atau emboli udara pada pasien yang menderita Primary Blast Injury

yang sering menyebabkan kematian. Cedera pada paru setelah ledakan

digambarkan sebagai kombinasi gejala paru yang disebabkan oleh paparan

gelombang yang dihasilkan oleh ledakan. Biasanya cedera ledakan pada paru

terjadi kira-kira 1-10%. Cedera pada paru setelah terjadi ledakan dapat

digambarkan sebagai ”Acute Respiratory Distress” dengan gejala sesak,

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 9: Referat Luka Ledakan

bradikardi, hipotensi. Pasien kemungkinan menderita hipoxemia, hemoptysis,

& dapat diintubasi endotracheal. Cedera pada paru setelah ledakan dapat di

identifikasi dengan foto thorax di rumah sakit terdekat.

Colon adalah organ viscera yang sering terkena akibat Primary Blast

Injury berupa ruptur colon yang disebabkan oleh Ischemik Mesenterik. Selain

itu Primary Blast Injury juga dapat menyebabkan perdarahan dari hati, lien,

ginjal, selain itu dapat menyebabkan ruptur bola mata, & serous retinitis. 19

a. Trauma Ledakan Sekunder

Banyaknya ledakan yang berisi metalik atau fragmen lainnya yang

dapat menyebabkan luka penetrasi yang berakibat timbulnya kematian.19,20.

Suatu ledakan dapat menghamburkan bermacam-macam benda di sekitarnya

(paku, logam, kaca, kayu, dll) disebabkan oleh tekanan yang dihasilkan oleh

angin & mengenai korban. Rata-rata debu & kotoran yang berasal dari tanah

atau lumpur dapat meninggalkan karakteristik yang sama berupa warna

kehitam-hitaman pada kulit.

b. Trauma Ledakan Tersier

Trauma ledakan tersier merupakan hasil dari displasement pada pasien

oleh angin ledakan. Kadang pasien sampai terlempar hingga ke tanah,

sehingga dapat terjadi Abrasi, Kontusi & cedera tumpul. Biasanya pasien

terlempar ke udara. Trauma ledakan tersier terjadi pada tahun 1995 di kota

Oklahoma yang mendapat serangan Bom, dimana 135 orang dilaporkan

terlempar akibat tekanan yang berasal dari ledakan & mengenai objek di

sekitarnya.Ledakan yang menimbulkan kolaps dari dinding pembuluh darah

yang bisa menyebabkan kematian akibat trauma yang luas. Crush syndrome

dapat menyebabkan colaps karena kerusakan jaringan otot & pelepasan

myoglobin, potassium, & phosphate. Selain itu Crush Syndrom dapat

menyebabkan gagal ginjal karena retensi potassium yang berlebih dapat

menyebabkan kerusakan otot. Oleh karena itu di butuhkan pengobatan yang

tepat dengan melakukan hidrolisis & Alkalization. 19,20

Sindrom kompartemen dapat terjadi karena penyakit dekompresi

disertai dengan gejala pembengkakan otot, Ischemia, penurunan perfusi

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 10: Referat Luka Ledakan

jaringan. Kompartemen syndrome dapat menyebabkan kematian jaringan.

Kompartemen syndrome biasanya terjadi pada extremitas. Tertiary blast

Injury juga terjadi pada orang yang mengalami luka karena ledakan yang

mengakibatkan fraktur, cedera otot terbuka atau tertutup19,20.

c. Trauma Ledakan kuarterner

Trauma ledakan kuartener disebut juga Miscellaneous Injuries yang

disebabkan oleh kecelakaan akibat ledakan atau karena penyakit. Quarternar

Blast Injuries meliputi komplikasi dari kondisi yang ditemukan. Contohnya

dapat terjadi pada wanita hamil atau pada pasien yang mengkomsumsi

anticoagulant. Quarternary Injuries meliputi luka bakar (kimia), keracunan,

radiasi, Asfiksia ( berupa CO atau Cyanida, Asbes ). Quarternar Blast Injuries

bisa juga disebabkan oleh bom. Trauma ledakan Quarterner disebabkan dari

bermacam-macam dampak dari ledakan, termasuk luka bakar kimia, debu

yang mengandung racun & terhirup, paparan radiasi, terkena reruntuhan

gedung. Fase ini dapat terjadi dalam periode yang panjang, contohnya Post

Traumatic Stress Disorder (PTSD). Luka bakar kimia atau terhirupnya debu

yang mengandung racun dapat berasal dari racun yang dikandung oleh bahan-

bahan ledakan atau dari material-material setelah terjadi ledakan19,20.

Tabel 1. Mekanisme Cedera ledakan

Kategori Karakteristik Bagian Tubuh

Terkena Jenis Cedera

Primary Unik untuk HE, hasil dari dampak gelombang selama tekanan dengan permukaan tubuh.

Struktur diisi gas terutama paru-paru, saluran pencernaan, dan telinga bagian tengah.

Blast lung (pulmonary barotrauma)

Membran timpani pecah dan merusak telinga bagian tengah

Abdomen perdarahan dan perforasi - Globe (mata) pecah-Konkusi (TBI tanpa tanda-tanda fisik dari cedera kepala)

Secondary Hasil dari terbang Setiap bagian Menembus balistik

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 11: Referat Luka Ledakan

puing-puing dan pecahan bom.

tubuh yang mungkin akan terpengaruh.

(fragmentasi) atau cedera tumpul

penetrasi mata (bisa terjadi)

Tertiary Hasil dari individu yang dilemparkan oleh angin ledakan.

Setiap bagian tubuh yang mungkin akan terpengaruh.

Fraktur dan trauma amputasi

Cedera otak tertutup dan terbuka

Quaternary

Semua ledakan yang berhubungan dengan cedera, penyakit, atau penyakit bukan karena primer, sekunder, atau tersier mekanisme. Termasuk eksaserbasi atau komplikasi dari kondisi yang ada.

Setiap bagian tubuh yang mungkin akan terpengaruh.

Burns (flash, parsial, dan ketebalan penuh)

Crush cedera otak tertutup dan

terbuka Asma, PPOK, atau

masalah pernapasan lainnya dari debu, asap, atau asap beracun

Angina Hiperglikemia,hipertensi

D. Gejala klinis

Tabel 2. Gejala Klinis Pada Cedera Ledakan

Sistem Cedera atau Kondisi

Auditori Membran timpani pecah, gangguan ossicular, kerusakan koklea, asing

tubuh

Mata, Orbita,

Wajah

Berlubang dunia, benda asing, emboli udara, patah tulang

Pernafasan Ledakan paru-paru, hemothorax, pneumotoraks, luka memar paru dan

perdarahan, fistula AV (sumber emboli udara), kerusakan epitel saluran

napas, aspirasi pneumonitis, sepsis

Pencernaan Perforasi usus, perdarahan, pecah hati atau limpa, sepsis, iskemia

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 12: Referat Luka Ledakan

mesenterika dari emboli udara

Peredaran

darah

Jantung memar, infark miokard dari emboli udara, shock, hipotensi

vasovagal, cedera pembuluh darah perifer, emboli udara yang

disebabkan cedera

Cedera SSP Gegar otak, cedera otak terbuka dan tertutup, stroke, cedera tulang

belakang, emboli udara yang disebabkan cedera

Cedera ginjal Ginjal memar, luka, gagal ginjal akut karena rhabdomyolysis, hipotensi,

dan hipovolemia

Cedera

ekstremitas

Trauma amputasi, patah tulang, luka menghancurkan, sindrom

kompartemen, luka bakar, luka, lecet, oklusi arteri akut, emboli udara

yang disebabkan cedera

Cedera pada paru merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas terbesar

akibat ledakan bom10,11,15. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa kematian segera

paling banyak disebabkan oleh perdarahan pulmonal yang disertai dengan

sufokasi. Emboli udara masif juga merupakan penyebab kematian segera1. Besar

tekanan yang dapat mengakibatkan cedera primer paru lebih dari 40 psi1.

Kompresi dinding dada yang terjadi berpengaruh terhadap keparahan cedera11,19,20.

Tenaga yang mengenai rongga toraks dan penggunaan rompi pelindung juga

mempengaruhi cedera yang terjadi. Di dalam rongga toraks, gelombang tekanan

akan mengalami refleksi dan peningkatan besar tekanan. Ini mengakibatkan

adanya konsentrasi tekanan yang besar pada beberapa tempat, terutama yang

dekat dengan organ padat seperti mediastinum dan hepar, sehingga cedera pada

daerah ini lebih parah13,23,24. Istilah blast lung digunakan untuk menggambarkan

cedera ledakan primer pada paru berupa kontusio paru dan insufisiensi

pernapasan, yang disertai atau tanpa disertai tanda-tanda barotrauma

pulmonal,11,14. Pada cedera paru-paru primer, terjadi mikrohemoragik pada alveoli,

disrupsi perivaskular dan peribronkial, serta dinding alveolus sobek yang

mengakibatkan paru-paru penuh darah dan emfisematosa1,13. Barotrauma dapat

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 13: Referat Luka Ledakan

mengakibatkan sobeknya septa-septa alveolus. Sobekan ini mengakibatkan

hubungan antara rongga pleura dengan udara luar, yang pada akhirnya

mengakibatkan pneumotoraks10. Ini ditemukan pada pasien kedua. Selain terjadi

kontusio paru, juga terjadi hematopneumotoraks, yang dapat disebabkan oleh

cedera primer maupun oleh cedera sekunder akibat fragmen besi yang masuk

melalui sela iga II anterior sampai mencapai sela iga VI posterior. Gejala-gejala

yang ditemukan, selain adanya hemoptisis, ronki, dan sesak napas, juga

ditemukan dinding dada yang tidak simetris pada keadaan statis dan dinamis serta

penurunan suara napas pada sisi kanan. Adanya kontusio paru dibuktikan dengan

hasil pemeriksaan patologi anatomi yang menunjukkan adanya perdarahan dalam

alveolus yang mencapai bronkiolus terminal. Pada cedera primer paru, terjadi

edema di mana alveolus terisi eosinofil. Edema ini dapat membentuk membran

hialin pada dinding-dinding saluran napas kecil3,11,13. Membran hialin yang

terbentuk ini berperan dalam proses pembentukan sikatriks. Dalam penelitian

yang dilakukan di Swedia, atelektasis dijumpai pada seluruh subjek penelitian14.

Atelektasis ini terjadi karena pada cedera paru primer terjadi peningkatan

produksi mukus, penurunan kemampuan evakuasi mukus, serta penurunan

produksi surfaktan. Ketiga faktor tersebut mengakibatkan kolapsnya alveolus13,20.

Akibat lain yang ditakutkan pada trauma ledakan adalah adanya emboli udara.

Emboli udara hanya terjadi pada pasien dengan kontusio paru dan mengakibatkan

kematian dalam jam pertama,11,13. Emboli terjadi akibat adanya fistula

bronkovaskular yang dapat merupakan akibat langsung trauma ledakan maupun

sebagai komplikasi penatalaksanaan gagal napas3. Adanya emboli udara tidak

dapat disingkirkan pada pasien pertama. Pasien kedua jelas tidak menderita

kelainan ini karena tidak ada gejala maupun tanda adanya emboli. Gejala dan

tanda memberikan gambaran infark miokard, kebutaan, lidah yang pucat, dan

livedo reticularis, yaitu bercak-bercak merah kebiruan pada ekstremitas, serta

gangguan serebrovaskular berupa defisit neurologis fokal. Pada cedera ledakan

yang ringan, fungsi respirasi dapat segera kembali normal dalam 24 jam.

Sedangkan pada cedera lebih berat, fungsi ini mengalami penurunan 24 jam pasca

trauma29. Efek jangka panjang cedera ledakan primer pada paru-paru dapat berupa

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 14: Referat Luka Ledakan

resolusi total atau fibrosis11,20. Foto toraks umumnya mengalami perbaikan dalam

waktu satu minggu dan mengalami resolusi sempurna setelah lima bulan.

Pemeriksaan fungsi paru-paru kembali normal dalam jangka waktu satu tahun

pasca trauma30. Efek jangka panjang pada pasien kedua belum dapat ditentukan

karena belum dilakukan pemeriksaan fungsi paru.

Cedera pada gastrointestinal tidak selalu terjadi11. Cedera pada sistem ini

terjadi terutama pada kasus-kasus ledakan di dalam air atau dalam ruangan

tertutup1,3. Hal ini terjadi karena traktus gastrointestinal mempunyai ambang yang

lebih tinggi dibanding traktus respiratorius11. Mekanisme cedera yang terjadi sama

dengan mekanisme cedera primer paru-paru. Pemakaian rompi pelindung

melindungi usus halus dari cedera primer. Cedera primer pada gastrointestinal ini

penting secara klinis karena sulit dideteksi. Lesi pada usus sering tidak

terdiagnosis sampai timbul komplikasi antara lain perforasi sekunder5. Cedera

terutama mengenai caecum dan kolon karena volume udara lebih besar dan

dindingnya lebih tipis1,11,18. Cedera primer pada gastrointestinal dibagi menjadi

cedera primer dengan perforasi dan cedera primer tanpa perforasi. Cedera yang

disertai dengan perforasi dibagi lagi menjadi perforasi primer dan sekunder.

Perforasi primer terjadi sebagai akibat langsung gelombang tekanan, sedangkan

perforasi sekunder terjadi dalam beberapa tahap perubahan morfologis dinding

usus11. Perforasi primer terjadi pada cedera yang berat yang mengakibatkan

laserasi usus dengan perdarahan per anum yang masif. Sedangkan bentuk kelainan

yang lebih ringan dapat berupa edema dan kontusio usus1,3,11. Pada kontusio usus,

terjadi perdarahan di bawah peritoneum viseral yang berlanjut ke mesenterium.

Pada kontusio usus ini dapat terjadi perforasi yang dapat muncul 24--48 jam

bahkan 5 hari pasca trauma1,9. Perforasi sekunder ini terjadi karena nekrosis akibat

iskemi pada tempat hematom9,11. Perforasi sekunder ini terjadi mulai dari mukosa

dan menyebar secara sentrifugal ke arah serosa12. Terdapat klasifikasi histologis

cedera primer gastrointestinal (Tabel 2). Pada cedera ringan, kerusakan hanya

meliputi mukosa. Cedera yang ringan dapat mengalami resolusi sempurna dalam

3 sampai 7 minggu pasca trauma31. Semakin berat cedera yang terjadi, semakin

dalam lapisan yang mengalami kerusakan32. Cedera pada lapisan serosa secara

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 15: Referat Luka Ledakan

pasti merupakan bukti adanya cedera yang berat. Cedera derajat IV dan V

mempunyai risiko tinggi perforasi sekunder11,15,19. Umumnya, cedera organ padat

abdomen disebabkan oleh cedera sekunder dan tersier dengan overpressure yang

tinggi3,11,13,20

Cedera ledakan primer menyebabkan sistem pendengaran morbiditas yang

signifikan, namun mudah dilupakan. perforasi TM adalah cedera yang paling

umum ke telinga bagian tengah. Tanda-tanda cedera telinga biasanya hadir pada

saat evaluasi awal dan harus dicurigai bagi siapa pun penyajian dengan kehilangan

pendengaran, tinnitus, otalgia, vertigo, perdarahan dari saluran eksternal, pecah

TM, atau otorhea mukopurulen. Semua pasien terkena ledakan harus memiliki

penilaian otologic dan Audiometri.

Gelombang ledakan primer dapat menyebabkan gegar otak atau cedera

otak ringan traumatis (MTBI) tanpa pukulan langsung ke kepala.

Mempertimbangkan kedekatan korban untuk ledakan khususnya ketika diberikan

keluhan sakit kepala, kelelahan, konsentrasi yang buruk, kelesuan, depresi,

gelisah, insomnia, atau gejala konstitusional lainnya. Gejala gegar otak dan post

traumatic stress disorder dapat serupa.

Tabel 3. Perjalanan klinis akibat cedera ledakan

Gejala Akut (0-2 Jam) Subakut (2-48 Jam)

Kronis (> 48 Jam)

Konstitusional Dyspnea Malaise Apati Amnesia

Dyspnea Semakin memburuk

Demam

Localized Pleuritic Chest Pain

Batuk non-produktif

Cardiac Chest Pain

Sakit perut Hematochezia Hematemesis

Baru atau Sakit Dada Progresif

Batuk Produktif Emesis empedu Baru atau Sakit

perut Progresif Mual Dorongan untuk

buang air besar

Gangguan Pendengaran persisten

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 16: Referat Luka Ledakan

Sakit Telinga Gangguan

Pendengaran Vertigo Jangar Balance

Problems Saldo Masalah

Sakit mata Perubahan

Visual Focal Numbness Parestesia

Tinnitus

Tabel 4. Pemeriksaan Fisik Pada Cedera Ledakan

Tanda Akut (0-2 Jam) Subakut (2-48 Jam)

Inspeksi Menembus trauma Trauma amputasi Aktivitas kejang Kesulitan pernafasan Hemoptisis Pharyngeal petechiae Lidah blansing Tergantung pada

macam bintik-bintik dari kulit non

Tidak memadai ekspansi dinding dada

Lecet

Auskultasi Nafas asimetrik Sounds Rales Wheezes

Nafas Baru asimetrik Sounds

Palpation Emfisema subkutan Abdominal Tenderness Spinal deformity or

Tenderness

Baru atau nyeri perut progresif

Abdominal rigidity or rebound tenderness

Percussion Dada simetris Perkusi

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 17: Referat Luka Ledakan

Lain Status Diubah Mental

Focal Neurologic Deficit

Demam Delayed Shock

E. Pemeriksaan Penunjang

Dalam menangani pasien dengan trauma ledakan, pemeriksaan penunjang

yang perlu dilakukan adalah foto toraks untuk melihat tanda-tanda kontusio paru

dan barotrauma. Gambaran khas pada cedera paru primer adalah gambaran

bercak-bercak infiltrat. Kontusio awalnya terjadi pada daerah hilus. Pada keadaan

yang lanjut, terjadi gambaran keputihan pada seluruh lapang paru seperti

gambaran stadium akhir ARDS1,3. Foto toraks juga dapat menunjukkan adanya

udara bebas di bawah diafragma, yang merupakan tanda ruptur organ pada sistem

gastrointestinal. Pemeriksaan penunjang lain yang berguna adalah pemeriksaan

darah perifer lengkap. Ini berguna untuk membantu dalam penentuan jumlah

transfusi yang akan diberikan. Pemeriksaan kimia darah tidak berguna dalam

menentukan ada tidaknya dan derajat beratnya cedera ledakan primer3.

Pemeriksaan cedera primer pada gastrointestinal meliputi pemeriksaan

fisik, CT (Computed Tomography) scan abdomen, dan diagnostic peritoneal

lavage (DPL)3,9. CT scan abdomen, walaupun mempunyai spesifisitas tinggi,

sensitivitasnya rendah, terutama dalam mendeteksi adanya cedera gastrointestinal.

Endoskopi berperan sangat penting dalam mendiagnosis cedera primer tanpa

perforasi11,14. Yang perlu diingat adalah pemeriksaan radiologis dan bahkan

pemeriksaan DPL sering tidak tepat jika dilakukan awal. Pemeriksaan fisik

melalui follow-up yang cermat lebih efektif dalam mendiagnosis adanya perforasi

sekunder31,32. Pasien dengan riwayat trauma ledakan primer yang signifikan

sebaiknya dimonitor dengan baik selama 48 jam. Pada pasien dengan kesadaran

menurun, masalah lebih rumit karena tidak dapat dilakukan pemeriksaan fisik

dengan baik. Jika terdapat kecurigaan adanya perforasi sekunder, eksplorasi

abdomen dapat dilakukan 48 jam pasca trauma walaupun abdominal tap inisial

negatif12.

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 18: Referat Luka Ledakan

Penanganan cedera ledakan pada traktus gastrointestinal sama seperti

penatalaksanaan trauma tumpul abdomen lainnya. Namun, ada beberapa hal yang

harus diperhatikan, yaitu:

1. Korban dengan keluhan abdomen, namun pemeriksaan CT scan dan DPL

negatif harus dimonitor secara ketat, mengingat sering terjadi peritonitis dan

abses intraabdomen beberapa hari, bahkan beberapa minggu setelah

ledakan3,5.

2. Jika akan dilakukan CT scan, maka pemeriksaan tersebut harus dilakukan

terlebih dahulu sebelum melakukan DPL. DPL akan meninggalkan udara dan

cairan dalam rongga intraperitoneum3.

3. Foto toraks harus dilakukan sebelum laparotomi atau pembedahan lainnya

untuk mencari tanda-tanda barotrauma. Pasien dengan cedera ledakan primer

pada paru-paru mempunyai risiko yang lebih tinggi pada anestesi umum. Hal

ini berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik selama dan pasca

operasi17. Risiko perburukan barotrauma dan emboli udara dapat dikurangi

dengan mempertahankan tekanan seminimal mungkin atau menggunakan

anestesi lokal atau regional. Jika ditemukan tanda-tanda barotrauma pada foto

toraks pre-operatif maka tube torakostomi bilateral harus dipasang3.

4. Mengingat risiko anestesi yang besar pada pasien trauma ledakan maka

laparotomi hanya dilakukan pada pasien dengan tanda-tanda cedera

gastrointestinal yang jelas, baik secara klinis maupun radiologis8.

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan trauma ledakan sebaiknya dilakukan

berdasarkan standar Advance Trauma Life Support (ATLS) dan penanganan

korban masal3. Dalam menilai penatalaksanaan pasien dalam ilustrasi kasus ini,

sebaiknya ditinjau dari penanganan disaster pra-rumah sakit dan di rumah sakit1.

Dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, diketahui bahwa penanganan di

lapangan yang tidak terorganisasi mengakibatkan tingginya kematian, sedangkan

penanganan yang terorganisasi dengan baik akan menurunkan mortalitas16,17.

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 19: Referat Luka Ledakan

Koordinasi yang baik antara petugas medis dan polisi di lapangan sangat

diperlukan16.

Pada saat pra-rumah sakit, sebaiknya pasien berbaring dengan bertumpu

pada hemitoraks yang sakit. Ini untuk mencegah masuknya perdarahan pada sisi

yang sehat yang dapat mengakibatkan terjadinya bronkospasme dan penurunan

fungsi alveolus19.

Triage di rumah sakit sebaiknya dilakukan oleh ahli bedah yang

berpengalaman dan berdasarkan status fisiologis pasien yang dinilai dengan

menggunakan RTS1,17. Dalam pedoman penanganan umum trauma ledakan, yang

penting dilakukan adalah mempertahankan jalan napas, membantu ventilasi jika

ventilasi spontan tidak mencukupi, dan mempertahankan sirkulasi yang

adekuat3,9,18. Bantuan ventilasi mekanik pada pasien dengan cedera primer paru

berisiko terhadap terjadinya barotrauma dan emboli udara. Oleh karena itu,

tekanan puncak inspirasi dan volume puncak inspirasi perlu diatur3,15.

Penatalaksanaan pasien yang dicurigai dengan emboli udara dimulai

dengan pemberian suplementasi oksigen. Suplementasi oksigen ini bertujuan

untuk memperbaiki difusi gas dan membantu absorpsi udara di arteri. Proses ini

terjadi lebih cepat jika kandungan oksigen lebih tinggi dibanding nitrogen3,13.

Langkah berikutnya adalah untuk membatasi kerusakan yang ditimbulkan oleh

emboli dengan memposisikan tubuh pasien dengan tepat. Sebaiknya, pasien dalam

posisi left lateral decubitus dengan kepala lebih rendah untuk mencegah terjadinya

gangguan serebrovaskular dan infark miokard3,13,18. Terapi definitif emboli udara

adalah dengan terapi hiperbarik. Tujuan terapi ini adalah untuk mengurangi

volume gelembung, akselerasi resolusi gelembung, dan memperbaiki oksigenasi

jaringan3,13,18.

Langkah penting berikutnya dalam resusitasi pasien korban ledakan adalah

mempertahankan sirkulasi. Hipotensi yang terjadi pada kasus trauma ledakan

disebabkan kehilangan darah melalui luka yang terjadi pada cedera sekunder,

perdarahan gastrointestinal, emboli udara, dan refleks vagal3,14. Resusitasi cairan

harus segera dilakukan, namun pemberian cairan jangan berlebihan16. Hal ini akan

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 20: Referat Luka Ledakan

memperburuk kontusio paru yang terjadi karena peningkatan permeabilitas paru-

paru yang pada akhirnya mengakibatkan ARDS3,18.

Resusitasi cairan sebaiknya menggunakan darah atau koloid daripada

kristaloid. Jika cairan kristaloid digunakan, sambil menunggu tersedianya darah

gunakan NaCl 0,9% atau ringer laktat. Pada perdarahan masif dapat digunakan

cairan NaCl hipertonik 7.2--7.5%. Pada kasus dengan kehilangan darah sampai

50%, pemberian NaCl hipertonik ini dengan jumlah 1/10 volume darah yang

hilang dapat mempertahankan tekanan pengisian jantung, cardiac output, dan

tekanan darah sistemik. Jika dikombinasi dengan koloid seperti Dextran, hasil

akan lebih optimal17.

Tekanan pengisian kardiovaskular perlu dinilai pada pasien cedera ledakan

yang mengalami hipotensi. Ini dilakukan dengan mengukur tekanan vena sentral

atau kateter arteri pulmonalis. Pengukuran status volume intravaskular ini penting

untuk mencegah terjadinya kelebihan cairan3,18,20. Kelebihan cairan akan

memperparah cedera paru-paru yang terjadi dan menurunkan compliance paru-

paru28. Setelah status hemodinamik stabil, dilakukan restriksi cairan untuk

mengurangi risiko terjadinya ARDS pada pasien dengan kontusio paru3.

Masalah sistem saraf pusat pada pasien pertama adalah adanya fraktur

tulang temporal kiri dan kemungkinan adanya perdarahan epidural mengingat

lokasi fraktur dan adanya lateralisasi ke kiri. Pasien masuk sudah dengan tanda-

tanda herniasi unkus dan gangguan pada pons yang ditandai dengan pin point

pupil dengan refleks cahaya menurun. Peningkatan tekanan intrakranial pada

pasien ini dapat juga disebabkan oleh edema serebri yang terjadi primer akibat

cedera kepala maupun sekunder akibat cedera primer paru-paru. Cedera primer

paru-paru dapat mengakibatkan gangguan pada sistem saraf pusat berupa edema

serebral. Ini terjadi akibat pelepasan leukotrien dan peningkatan produksi lipid

peroksidase yang mengganggu fungsi membran sel otak dan gangguan elektrolit18.

Seharusnya, rongga kranium harus didekompresi segera. Tidak tertanganinya

masalah jalan napas, pernapasan, sirkulasi, dan herniasi unkus mengakibatkan

kematian pada pasien pertama.Setelah kondisi pasien stabil, dilakukan anamnesis

dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Pada anamnesis yang perlu diperhatikan

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 21: Referat Luka Ledakan

adalah jarak dari sumber ledakan, lokasi ledakan, dan penggunaan lapisan

pelindung. Penggunaan lapisan pelindung melindungi manusia dari cedera

sekunder, tapi memperberat cedera primer pada paru-paru karena memperbesar

tekanan yang terjadi3,23. Pada pemeriksaan fisik, perlu diperiksa tanda-tanda

trauma ledakan, antara lain ruptur membran timpani, peteki atau ekimosis

hipofaring, emboli udara arteri retina, atau emfisema subkutis3. Pemeriksaan

tambahan yang diperlukan berupa foto rontgen toraks juga tidak sempat dilakukan

pada pasien pertama. Ini disebabkan perhatian lebih diutamakan dalam resusitasi.

Jika cairan IV diberikan selama perdarahan dikontrol dengan shock atau

perdarahan yang tidak terkontrol dengan status mental berubah, bolus dengan

seperempat jumlah biasa (kristaloid atau hetastarch) dan mengevaluasi kembali

untuk menghindari memperburuk paru-paru atau cedera otak.   Boluses Ulangi

seperlunya.

Prosedur untuk emboli arteri Dugaan Gas

a) Esensial:   Gunakan masker pilot bagi tekanan tambahan, jika diperlukan

dan tersedia.  Evakuasi ke ruang hiperbarik sesegera mungkin.   Menekan

evakuasi's kabin pesawat terhadap tekanan atmosfer di tempat tujuan, jika

menggunakan transportasi udara dan secara teknis mungkin di dalam

pesawat terbang yang digunakan.

b) Recommended : Fitur:   Letakkan korban dalam posisi koma dengan sisi

kiri bawah (pertengahan antara-lateral dekubitus kiri dan posisi rawan) dan

kepalanya pada tingkat yang sama dengan hatinya.

Prosedur Airway Hemoptisis Massive Mengganggu

a) Esensial:   Lakukan intubasi selektif dari sisi terluka setidaknya dengan

menggunakan.   Gunakan lumen tabung endotrakeal untuk memfasilitasi

pertukaran gas masuk dan keluar dari paru-paru dengan pendarahan

ringan.   Gunakan manset untuk mencegah darah dari sisi perdarahan berat

persimpangan ke mainstem bronkus paru-paru yang lebih baik.

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 22: Referat Luka Ledakan

Prosedur untuk Pneumotoraks Tension Dugaan

a) Esensial: Melakukan Thoracentesis jarum untuk meringankan-shock

mengancam kehidupan.

b) Recommended : FiturMelakukan torakostomi tabung (tabung dada) , jika

udara disedot selama Thoracentesis jarum , tetapi kesulitan pernapasan dan

kompromi hemodinamik tidak dibebaskan.   Meskipun thoracostomies

tabung umumnya tidak dianjurkan selama Taktis Bidang Perawatan untuk

berpenetrasi trauma, parah luka ledakan paru dapat menyebabkan

komunikasi langsung antara saluran udara besar dan ruang pleura (fistula

bronchopleural) di mana-gauge kateter 14 tidak dapat mengevakuasi udara

dari rongga pleura lebih cepat daripada itu masuk.

Pengobatan luka memar paru Dugaan

a) Primer:   Hentikan semua aktivitas.   Mengadministrasikan-aliran

tambahan oksigen tinggi, jika tersedia.   Prakarsai PPV hanya jika benar-

benar diperlukan.

b) Alternatif:   Tunggu paling tidak 1 jamLanjutkan tugas sebagai ditoleransi.

c) Primitif:   Hanya melakukan kegiatan di tingkat praktis terendah tenaga

(seperti gerakan lambat, kurang berat badan kereta)

Prosedur Bantuan ventilasi

a) Esensial:   Meredakan ketegangan pneumotoraks .   Seal terbuka

pneumotoraks (menghisap dada luka).   Biarkan bernapas spontan bila

memungkinkan.   Tempatkan korban pada posisi dia bisa bernapas terbaik.

b) Recommended : Fitur:   Jika tekanan ventilasi positif (PPV) menjadi

dibutuhkan, gunakan mulut ke masker atau bag-valve-mask/tube dengan

kuat dan kurang-lebih lambat dari delivies sering digunakan dengan

penyebab trauma lain masalah pernapasan. Persistent Hypoxemia:

Persistent hipoksemia:   Double-check that the definitive airway is still in

place and its cuff is intact. Memeriksa bahwa Airway definitif masih di

tempat dan manset utuh.   Ensure oxygen is being delivered to the

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 23: Referat Luka Ledakan

ventilator unit. Pastikan oksigen yang disampaikan ke unit ventilator.  

Change the PEEP valve to a greater PEEP (up to 10 cmH 2 O). Mengubah

katup mengintip untuk mengintip lebih besar (hingga 10 cmH 2 O).

Pengobatan sinkop Vasovagal:  

a) Primer:   Letakkan kepala korban di tingkat hatinya dan mengangkat kaki

nya lebih rendah.

b) Alternatif:   Tunggu sampai terbangun korban.   Tidak seperti sinkop dari

ketakutan, ini bisa memakan waktu hingga 2 jam-luka dalam ledakan

korban.

Pengobatan saluran GI Kemungkinan Pecahnya

a) Primer. NPO.   Pemeliharaan cairan IV.   Cefoxitin atau ceftriaxone IV

atau IM.  Evakuasi ditunda untuk perawatan bedah dalam waktu 4 jam.  .

Monitor untuk peritonitis dan sepsis.   Prochlorperazine atau prometazin

IV atau IM, jika perlu untuk mencegah muntah berulang.

b) Alternatif:   Pemeliharaan PO air, jika tidak ada IV dan waktu evakuasi> 4

jam.   Ciprofloxacin dan metronidazol PO, jika parenteral sefalosporin

korban tidak dilakukan atau alergi terhadap mereka.   Hampir semua

cakupan antibiotik adalah lebih baik daripada tidak sama ketika waktu

untuk perawatan definitif adalah berkepanjangan.

Perawatan mediastinitis, Peritonitis, atau Sepsis

a) Primer:   Salah satu dari dua kombinasi parenteral: 1) cefoxitin (atau

ceftriaxone) dan metronidazol (atau clindamycin), atau 2) ampisilin /

sulbaktam (atau piper cillin a) dan gentamisin (atau tobramisin).

b) Alternatif:   kombinasi Oral ciprofloxacin dan metronidazol.

Pengobatan TM Pecahnya

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 24: Referat Luka Ledakan

a) Primer. Jangan coba pemindahan puing asing.   Mencegah air dan bahan

yang tidak steril lainnya dari memasuki saluran telinga.   Mengelola rasa

sakit seperti ditunjukkan.

b) Empiris:   antibiotik profilaksis tidak ditunjukkan.   Jika infeksi TM

(myringitis) mengembangkan, menanamkan ophthalmological (untuk

mata) gentamisin 4 tetes (bukan salep) 4 kali sehari selama 10 hari.  

Otological (untuk telinga) suspensi untuk otitis eksterna adalah

kontraindikasi ketika TM adalah pecah.

c) Alternatif:   Amoksisilin clavulanate atau ciprofloxacin PO /, jika tetes

antibiotik ophthalmological tidak tersedia.

d) Kembali Evaluasi:   Periksa daerah sekitarnya telinga, telinga eksternal itu

sendiri, saluran telinga, dan harian TM untuk kemerahan, bengkak, atau

drainase purulen.   Nyeri ketika dengan lembut menarik dan kembali pinna

atau menekan pada tulang rawan tepat di depan kanal juga menunjukkan

otitis externa.

e) Konsultasi Kriteria korban itu idealnya harus dilihat oleh telinga, hidung,

dan tenggorokan (THT) spesialis dalam waktu 3 hari, atau lebih cepat jika

sampah yang signifikan di kanal.   Sampai 2 minggu dapat diterima, jika

tidak ada infeksi berkembang.

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 25: Referat Luka Ledakan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemahaman mengenai mekanisme cedera trauma ledakan penting dalam

penatalaksanaan pasien. Terdapat 4 klasifikasi trauma ledakan. Cedera ledakan

primer secara langsung disebabkan oleh barotrauma yang biasanya terjadi karena

udara memasuki organ-organ, sehingga mengalami kerusakan oleh tekanan

dinamik di jaringan, tetapi tergantung dari lokasi ledakan. Cedera sekunder timbul

sebagai akibat langsung serpihan bom yang dibawa oleh blast wind. Cedera

ledakan tersier ini disebabkan kekuatan dinamis dari blast wind itu sendiri yang

mengakibatkan terlemparnya tubuh manusia yang kemudian menabrak dinding

atau benda stasioner lainnya. Cedera ledakan Quarterner disebabkan dari

bermacam-macam dampak dari ledakan, termasuk luka bakar kimia, debu yang

mengandung racun & terhirup, paparan radiasi, terkena reruntuhan gedung. Fase

ini dapat terjadi dalam periode yang panjang, contohnya Post Traumatic Stress

Disorder (PTSD).

Penanganan cedera akibat trauma ledakan dilakukan dengan

memperhatikan ATLS dan penanganan disaster. Perlu mencari gejala dan tanda-

tanda cedera primer.

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 26: Referat Luka Ledakan

DAFTAR PUSTAKA

1. Stein MS, Hirshberg A. Medical Consequences of Terrorism-The Conventional

Weapon Threat. Dalam Rodriguez A (ed): Trauma Care in the New Millenium.

Surg Clin North Am, December 1999: 1537-1552.

2. Mallonee S, Sariat S. Physical Injuries and Fatalities resulting From the

Oklahoma City Bombing. JAMA, August 7, 1996; 276; 5: 382-387.

3. Argyros GJ. Management of Primary Blast Injury. Toxicology 1997; 121: 105-

115.

4. Feliciano DV. Management of Casualties from the Bombing at the Centennial

Olympics. AM J Surg 1998; 176: 538-543.

5. Subijanto HW, Pusponegoro AD, Hertian S. Efek Trauma Ledakan Terhadap

Organ Intra Toraks dan Abdomen, Juli 1990.

6. Sudarsono RP. Bom! Polisi pun Cukup Bikin Sketsa. Kompas 2000 Sept 4;

halaman 17.

7. Trauma Organisation. Revised Trauma Score. Available from URL:

http://www.trauma.org/scores/rts.html.

8. Tim Kompas. Ledakan di BEJ, Sepuluh Tewas, Puluhan Luka-luka. Kompas

2000 Sept 14; halaman 1.

9. Siddall Corinne, Driscol Pm Hodgetts T. Soft Tissue Trauma. Dalam: Driscoll

PA (ed). Trauma Resuscitation the Team Approach. Macmillan, 1993: 260-

262.

10. Elsayed NM. Toxicology of Blast Overpressure. Toxicology 1997; 121: 1-15.

11. Mayorga MA. The Pathology of Primary Blast Overpressure Injury.

Toxicology 1997; 121: 17-28.

12. Haywood I, Skinner D, Blast and Gunshot Injuries. Dalam: Skinner D (ed).

ABC of Major Trauma. Cambridge, University Press, 1991: 88-91.

13. Guy RJ, Glover MA, Cripps NPJ. The Pathophysiology of Primary Blast

Injury and Its Implication for Treatment. Part I: The Thorax. J R Nav Med Serv

1998; 84; 2: 79-86.

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari

Page 27: Referat Luka Ledakan

14. Tantan H, Indra S, Handoko D, Bakri KB. Gonjang-Ganjing C-4 di Siang

Bolong. Gatra 2000 Aug 12; halaman 63-66.

15. Mellor SG. The Relationship of Blast Loading to Death and Injury from

Explosion. World J Surg 1992; 16: 893-898.

16. Junkui H, Zhengguo W. Studies on Lung Injuries Caused by Blast

Underpressure. J Trauma 1996; 40; 3: S77-84.

17. Leibovici D, Gofrit ON, Stein MS, Shapira SC. Blast Injuries: Bus Versus

Open-Air Bombings - A Comparative Study of Injuries in Survivors of Open

Air Versus Confined-Space Explosions. J Trauma 1996; 41; 6: 1030-1035.

18. Bowen TE, Bellamy RF. Blast Injuries. Dalam: Bowen TE, Belllamy RF (ed).

Emergency War Surgery, Second United States Revision of the Emergency

War Surgery NATO Handbook. US Department of Defense. Washington DC,

United States Government Printing Office, 1988: 74-82.

19. Nixon R.G. Available at http://www.fire engineering. Blast Injuries. Accessed

on May,21th 2008.

20. Cohn SM. Pulmonary Contusion: Review of the Clinical Entity. J Trauma

1997; 42; 5: 973-979.

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo – Rumah Sakit Bhayangkara, Kendari