Referat-konjungtivitis Joko Herdiyanto
-
Upload
jo-parfait-ii -
Category
Documents
-
view
36 -
download
5
description
Transcript of Referat-konjungtivitis Joko Herdiyanto
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih
mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya
berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat
disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya
kontak lensa. 1,3
Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini,
mata sangat berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri
biasanya mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam
jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis alergi juga mengenai
kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal.
Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air mata juga berlebihan
sehingga mata sangat berair. Konjungtivitis papiler raksasa adalah konjungtivitis
yang disebabkan oleh intoleransi mata terhadap lensa kontak. Biasanya mengenai
kedua mata, terasa gatal, banyak kotoran mata, air mata berlebih, dan kadang muncul
benjolan di kelopak mata.
Konjungtivitis virus biasanya tidak diobati, karena akan sembuh sendiri
dalam beberapa hari. Walaupun demikian, beberapa dokter tetap akan memberikan
larutan astringen agar mata senantiasa bersih sehingga infeksi sekunder oleh bakteri
tidak terjadi dan air mata buatan untuk mengatasi kekeringan dan rasa tidak nyaman
di mata.1, 3
Obat tetes atau salep antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati
konjungtivitis bakteri. Antibiotik sistemik juga sering digunakan jika ada infeksi di
bagian tubuh lain. Pada konjungtivitis bakteri atau virus, dapat dilakukan kompres
hangat di daerah mata untuk meringankan gejala. Tablet atau tetes mata antihistamin
1
cocok diberikan pada konjungtivitis alergi. Selain itu, air mata buatan juga dapat
diberikan agar mata terasa lebih nyaman, sekaligus melindungi mata dari paparan
alergen, atau mengencerkan alergen yang ada di lapisan air mata. Untuk
konjungtivitis papiler raksasa, pengobatan utama adalah menghentikan paparan
dengan benda yang diduga sebagai penyebab, misalnya berhenti menggunakan lensa
kontak. Selain itu dapat diberikan tetes mata yang berfungsi untuk mengurangi
peradangan dan rasa gatal di mata. 3
Pada dasarnya konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun pada beberapa
kasus dapat berlanjut menjadi penyakit yang serius. Untuk itu tidak ada salahnya
berkonsultasi dengan dokter mata jika terkena konjungtivitis. 3
Gambar 1. Konjungtivitis
dikutip dari http://uvahealth.com/services/allergy/conditions-treatments/11938
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi
vaskular, infiltrasi selular dan eksudasi, atau Radang pada selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak dan bola mata.1, 3
Konjungtivitis di bedakan menjadi akut dan kronis yang disebabkan oleh
mikro-organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.2
2.2 Anatomi
Konjungtiva merupakan lapisan terluar dari mata yang terdiri dari membran
mukosa tipis yang melapisi kelopak mata, kemudian melengkung melapisi
permukaan bola mata dan berakhir pada daerah transparan pada mata yaitu kornea.
Secara anatomi, konjungtiva dibagi atas 2 bagian yaitu konjungtiva palpebra dan
konjungtiva bulbaris. Namun, secara letak areanya, konjungtiva ibagi menjadi 6 area
yaitu area marginal, tarsal, orbital, forniks, bulbar dan limbal.
Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan
mukokutan) dan dengan epitel kornea pada limbus.Pada konjungtiva palpebra,
terdapat dua lapisan epithelium dan menebal secara bertahap dari forniks ke limbus
dengan membentuk epithelium berlapis tanpa keratinisasi pada daerah marginal
3
kornea. Konjungtiva palpebralis terdiri dari epitel berlapis tanpa keratinisasi yang
lebih tipis. Dibawah epitel tersebut terdapat lapisan adenoid yang terdiri dari jaringan
ikat longgar yang terdiri dari leukosit. Konjungtiva palpebralis melekat kuat pada
tarsus, sedangkan bagian bulbar bergerak secara bebas pada sklera kecuali yang dekat
pada daerah kornea.3
Berikut adalah gambaran anatomi dari konjungtiva
.
Gambar 2. Struktur anatomi dari conjungtiva
Dikutip dari Khurana AK. Disease of The Conjunctiva. Dalam: Comprehensive
Ophthalmology.4th edition. New Delhi: New Age International(P) Limited; 2007
Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena
konjungtiva yang umumnya mengikut i pola arterinya – membentuk jaringjaring
vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun
dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh
limfe palpebra hingga membentuk pleksus limfatikus yang banyak. 1 Konjungtiva
4
menerima persarafan dari percabangan pertama (oftalmik) nervus trigeminus. Saraf
ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri. 1,3
Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan
kebutuhan oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata,
dengan mekanisme pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, akt ivitas
lakrimasi, dan menyuplai darah. Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupa
ekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit, adanya jaringan limfoid pada mukosa
tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA 1,2
Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua grup
besar yaitu 3,4
1. Penghasil musin
a. Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah
inferonasal.
b. Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis
superior dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior.
c. Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus.
2. Kelenjar asesoris lakrimalis.
Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar Krause dan kelenjar Wolfring. Kedua
kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria. Pada sakus konjungtiva tidak
pernah bebas dari mikroorganisme namun karena suhunya yang cukup rendah,
evaporasi dari cairan lakrimal dan suplai darah yang rendah menyebabkan bakteri
kurang mampu berkembang biak. Selain itu, air mata bukan merupakan medium yang
baik. 1
2.3 Etiologi
Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat:
a. infeksi oleh virus atau bakteri.
b. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.
c. iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet.
5
d. pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang.
2.4. Gejala-gejala dari konjungtivitis secara umum antara lain:
1. Hiperemia. Mata yang memerah adalah tanda tipikal dari konjungtivitis. Injeksi
konjungtival diakibatkan karena meningkatnya pengisian pembuluh darah
konjungtival, yang muncul sebagian besar di fornik dan menghilang dalam
perjalanannya menuju ke limbus. Hiperemia tampak pada semua bentuk
konjungtivitis. Tetapi, penampakan/visibilitas dari pembuluh darah yang hiperemia,
lokasi mereka, dan ukurannya merupakan kriteria penting untuk diferensial diagnosa.
Seseorang juga dapat membedakan konjungtivitis dari kelainan lain seperti skleritis
atau keratitis berdasar pada injeksinya. Tipe-tipe injeksi dibedakan menjadi: 9,10
Injeksi konjungtiva (merah terang, pembuluh darah yang distended bergerak
bersama dengan konjungtiva, semakin menurun jumlahnya saat menuju ke
arah limbus).
Injeksi perikornea (pembuluh darah superfisial, sirkuler atau cirkumcribed
pada tepi limbus).
Injeksi siliar (tidak terlihat dengan jelas, pembuluh darah berwarna terang dan
tidak bergerak pada episklera di dekat limbus).
Injeksi komposit (sering).
Dilatasi perilimbal atau siliar menandakan inflamasi dari kornea atau struktus
yang lebih dalam. Warna yang benar-benar merah menandakan konjungtivitis
bakterial, dan penampakan merah susu menandakan konjungtivitis alergik. Hiperemia
tanpa infiltrasi selular menandakan iritasi dari sebab fisik, seperti angin, matahari,
asap, dan sebagainya, tetapi mungkin juga didapatkan pada penyakit terkait dengan
instabilitas vaskuler contoh acne rosacea. 9,10
6
Gambar 3. bentuk-bentuk injeksi pada konjungtiva
dikutip dari Lang GK, Lang GE. Conjunctiva. Dalam: Lang GK, Gareis O,
Amann J, Lang GE, Recker D, Spraul CW, Wagner P. Ophthalmology: a
short textbook. New York: Thieme; 2000.
2.Discharge ( sekret ). Berasal dari eksudasi sel-sel radang. Kualitas dan sifat
alamiah eksudat mukoid, purulen, berair, atau berdarah tergantung dari etiologinya.9
3.Chemosis ( edema conjunctiva ). Adanya Chemosis mengarahkan kita secara kuat
pada konjungtivitis alergik akut tetapi dapat juga muncul pada konjungtivitis
gonokokkal akut atau konjungtivitis meningokokkal, dan terutama pada
konjungtivitis adenoviral. Chemosis dari konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien
dengan trikinosis. Meskipun jarang, chemosis mungkin timbul sebelum adanya
infiltrasi atau eksudasi seluler gross. 9,10
7
Gambar 4. Kemosis pada mata Dikutip dari
http://www.eyedoctom.com/eyedoctom/EyeInfo/Images/Chemosis2.jpg
4.Epifora (pengeluaran berlebih air mata). Lakrimasi yang tidak normal
(illacrimation) harus dapat dibedakan dari eksudasi. Lakrimasi biasanya
mencerminkan lakrimasi sebagai reaksi dari badan asing pada konjungtiva atau
kornea atau merupakan iritasi toksik. Juga dapat berasal dari sensasi terbakar atau
garukan atau juga dari gatal. Transudasi ringan juga ditemui dari pembuluh darah
yang hiperemia dan menambah aktifitas pengeluaran air mata. Jumlah pengeluaran
air mata yang tidak normal dan disertai dengan sekresi mukus menandakan
keratokonjungtivitis sikka. 9,10
5.Pseudoptosis. Kelopak mata atas seperti akan menutup, disebabkan karena adanya
infiltrasi sel-sel radang pada palpebra superior maupun karena edema pada palpebra
superior. 9,10
4.Hipertrofi folikel. Terdiri dari hiperplasia limfoid lokal dengan lapisan limfoid dari
konjungtiva dan biasanya mengandung germinal center. Secara klinis, folikel dapat
dikenali sebagai struktur bulat, avaskuler putih atau abu-abu. Pada pemeriksaan
menggunakan slit lamp, pembuluh darah kecil dapat naik pada tepi folikel dan
8
mengitarinya. Terlihat paling banyak pada kasus konjungtivitis viral dan pada semua
kasus konjungtivitis klamidia kecuali konjungtivitis inklusi neonatal, pada beberapa
kasus konjungtivitis parasit, dan pada beberapa kasus konjungtivitis toksik diinduksi
oleh medikasi topikal seperti idoxuridine, dipiverin, dan miotik. Folikel pada forniks
inferior dan pada batas tarsal mempunyai nilai diagnostik yang terbatas, tetapi ketika
diketemukan terletak pada tarsus terutama tarsus superior, harus dicurigai adanya
konjungtivitis klamidia, viral, atau toksik mengikuti medikasi topikal. 9,10
Gambar 5. gambaran klinis dari folikel Dikutip dari James B, Chew C, Bron A.
Conjunctiva, Cornea and Sclera. Dalam: Lecture Notes on Ophthalmology. 9th
edition. India: Blackwell Publishing; 2003
7. Hipertrofi papiler. Adalah reaksi konjungtiva non spesifik yang muncul karena
konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di dasarnya oleh fibril. Ketika pembuluh
darah yang membentuk substansi dari papilla (bersama dengan elemen selular dan
eksudat) mencapai membran basement epitel, pembuluh darah tersebut akan
bercabang menutupi papila seperti kerangka dari sebuah payung. Eksudat inflamasi
akan terakumulasi diantara fibril, membentuk konjungtiva seperti sebuah gundukan.
Pada kelainan yang menyebabkan nekrosis contoh trakoma, eksudat dapat digantikan
oleh jaringan granulasi atau jaringan ikat. 9,10 Ketika papila berukuran kecil,
9
konjungtiva biasanya mempunyai penampilan yang halus dan merah normal.
Konjungtiva dengan papila berwarna merah sekali menandakan kelainan disebabkan
bakteri atau klamidia contoh, konjungtiva tarsal yang berwarna merah sekali
merupakan karakteristik dari trakoma akut. Injeksi yang ditandai pada tarsus superior,
menandakan keratokunjungtivitis vernal dan konjungtivitis giant papillary dengan
sensitivitas terhadap lensa kontak; pada tarsal inferior, gejala tersebut menandakan
keratokonjungtivitis atopik. Papila yang berukuran besar juga dapat muncul pada
limbus, terutama pada area yang secara normal dapat terekspos ketika mata sedang
terbuka (antara jam 2 dan 4 serta antara jam 8 dan 10). Di situ gejala nampak sebagai
gundukan gelatin yang dapat mencapai kornea. Papila limbal adalah tanda khas dari
keratokonjungtivitis vernal tapi langka pada keratokonjungtivitis atopik. 9,10
Gambar 4. gambaran klinis hipertrofi papiler Dikutip dari
www.onjoph.com
8. Membran dan pseudomembran. Merupakan reaksi konjungtiva terhadap infeksi
berat atau konjungtivitis toksis. Terjadi oleh karena proses koagulasi kuman/bahan
toksik. Bentukan ini terbentuk dari jaringan epitelial yang nekrotik dan kedua-duanya
dapat diangkat dengan mudah baik yang tanpa perdarahan pseudomembran karena
10
hanya merupakan koagulum pada permukaan epital atau yang meninggalkan
permukaan dengan perdarahan saat diangkat membran karena merupakan koagulum
yang melibatkan seluruh epitel. 9
Gambar 7. Bentukan pseudomembran yang diangkat
Dikutip dari
http://www.rootatlas.com/wordpress/wpcontent/uploads/2007/08/pseudomembrane-
eye.jpg
9. Phylctenules. Menggambarkan manifestasi lokal pada limbus karena alergi
terhadap toxin yang dihasilkan mikroorganisme. Phlyctenules dari konjungtiva pada
mulanya terdiri dari perivaskulitis dengan pengikatan limfositik pada pembuluh
darah. Ketika berkembang menjadi ulserasi dari konjungtiva, dasar ulkus mempunyai
banyak leukosit polimorfonuklear. 9,10
10. Formasi pannus. Pertumbuhan konjungtiva atau pembuluh darah diantara
lapisan Bowman dan epitel kornea atau pada stroma yang lebih dalam. Edema
stroma, yang mana menyebabkan pembengkakan dan memisahkan lamela kolagen,
memfasilitasi terjadinya invasi pembuluh darah.9,10
11
Gambar 8. Pannus tampak pada mata pasien konjungtivitis
Dikutip dari Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A
Systematic Approach. 5th edition. hal. 43-81
11. Granuloma. Adalah nodus stroma konjungtiva yang meradang dengan area bulat
merah dan terdapat injeksi vaskular. Tanda ini dapat muncul pada kelainan sistemik
seperti tuberkulosis atau sarkoidosis atau mungkin faktor eksogen seperti granuloma
jahitan postoperasi atau granuloma benda asing lainnya. Granuloma muncul
bersamaan dengan bengkaknya nodus limfatikus preaurikular dan submandibular
pada kelainan seperti sindroma okuloglandular Parinaud.
12
Gambar 17 Granuloma konjungtiva disertai dengan folikel pada sindroma
okuloglandular Parinaud.
dikutip dari Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A
Systematic Approach. 5th edition. hal. 43-81
12. Nodus limfatikus yang membengkak. Sistem limfatik dari regio mata berjalan
menuju nodus limfatikus di preaurikular dan submandibular. Nodus limfatikus yang
membengkak mempunyai arti penting dan seringkali dihadapi sebagai tanda
diagnostik dari konjungtivitis viral. 9,10
2.5 Klasifikasi
Konjungtivitis, terdiri dari:
1. Konjungtivitis bakterial akut
2. Konjungtivitis virus akut
3. Konjungtivitis alergi
4. Konjungtivitis neonatorum
5. Konjungtivitis akibat penyakit autoimun
6. Konjungtivitis iritasi atau kimia 1,3
2.6. Konjungtivitis Bakterial Akut
Definisi
Peradangan pada konjungtiva yang disebabkan Oleh Streptokokus,
Corynebacterium diptherica, Pseudomonas, neisseria, dan hemophilus. 3
13
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan
menahun. Penyebab konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus,
Pneumococcus, dan Haemophilus. Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri
bila disebabkan mikroorganisme seperti Haemophilus influenza. Lamanya penyakit
dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan memadai. 3
Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu
dari sekian anti bakterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam
beberapa hari. Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau
Neisseria meningitides dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara
dini, 4
Diagnosis
Hiperemi Konjungtiva
Edema kelopak dengan kornea yang jernih
Kemosis : pembengkakan konjungtiva
Mukopurulen atau Purulen4
Pemeriksaan
Pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan segmen anterior bola mata
Sediaan langsung (swab konjungtiva untuk pewarnaan garam) untuk
mengindentifikasi bakteri, jamur dan sitologinya. 5
14
Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan. Infeksi
dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman seperti
seprei, kain, dll.1,5
Pemeriksaan Laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui
dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan
pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil
polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan
biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen,
bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun
sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas antibiotika
telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan. 6
Terapi
Prinsip terapi dengan obat topical spectrum luas. Pada 24 jam pertama obat
diteteskan tiap 2 jam kemudian pada hari berikutnya diberikan 4 kali sehari selama 1
minggu. Pada malam harinya diberikan salep mata untuk mencegah belekan di pagi
hari dan mempercepat penyembuhan1, 3
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen
mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan
terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih
antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae, dan N meningitides.
Terapi topical dan sistemik harus segera dilkasanakan setelah materi untuk
pemeriksaan laboratorium telah diperoleh. 4,6
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus
dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk
mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan
secara khusus hygiene perorangan. 1,4
15
Perjalanan dan Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat
berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat
berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi
gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir
konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan meningitis.1,4
Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan
menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.
Pencegahan
Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudahmembersihkan
atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata
yang sakit.
Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah
lainnya.8
2.6.1 Konjungtivitis Gonore
Merupakan radang konjungtiva akut dan hebat disertai dengan sekret purulen.
Gonokok merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan bersifat invasif,
sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat. 3
Infeksi pada neonatus terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang
pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang menderita penyakit tersebut.
Gejala
Konjungtiva yang kaku, dan sakit saat perabaan
Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga sukar di buka.
16
Terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior, sedangkan
konjungtiva bulbi merah.
Pada stadium supuratif terdapat sekret yang kental. 3,5.
Pemeriksan dan diagnosis
Pemeriksaan sekret dan pewarnaan metilen blue dimana dapat terlihat
diplokok di dalam sel leukosit.
Pengobatan
Penisilin Salep dn Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB selama &
hari. 1, 3
2.6.2 Konjungtivitis Angular
Konjungtivitis Angular terutama didapatkan di daerah kantus interpalpebra.
Disebabkan oleh Basil Moraxella Axenfeld. 3
Gejala
Ekskoriasi kulit di sekitar daerah meradang
Sekret mukopurulen
Pasien sering mengedip5,6
Pengobatan
Tetrasiklin dan basitrasin
2.6.3 Konjungtivitis mukopurulen
Konjungtivitis mukopurulen merupakan konjungtivitis dengan gejala umum
konjungtivitis kiataral mukoid yang disebabkan oleh Staphylococcus atau basil Koch
Weeks.3
Gejala
Hiperemi konjungtiva
17
Sekret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak mata melekat terutama
saat bangun pagi.
2.7 Konjungtivitis Virus
2.7.1 Konjungtivitis Folikuler Virus Akut
a). Demam Faringokonjungtival
Tanda dan gejala
Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40 ⁰C, sakit
tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering
sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata merah dan
berair mata sering terjadi, dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel.
Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).1
Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan
kadang – kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan
ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga
18
didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer antibody penetral virus.
Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih praktis.1,3,6
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada
bakteri yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada
orang dewasa dan sukar menular di kolam renang berchlor. 1,3,6
Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya
dalam sekitar 10 hari. 1
b). Keratokonjungtivitis Epidemika
Tanda dan gejala
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu
mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa ada
infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh
fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Sensai kornea normal.
Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan
hyperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva
sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin
diikuti parut datar atau pembentukan symblepharon. 1,3,4
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel
terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan
namun menyembuh tanpa meninggalkan parut. 1
Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar
mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti
demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare. 1, 3
Laboratorium
19
Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan
37 (subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi dalam
biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva
menampakkan reaksi radang mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran,
juga terdapat banyak neutrofil. 1
Penyebaran
Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui
jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau pemakaian
larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical, mungkin
terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva
atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber
penyebaran. 1,3
Pencegahan
Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai
penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci
tangan secara teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat
yang menyentuh mata khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer
aplanasi harus dibersihkan dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan
air steril dan dikeringkan dengan hati-hati. 4,6
Terapi
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat
memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus
diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial. 1
c). Konjungtivitis Virus Herpes Simplek
20
Tanda dan gejala
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil,
adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral,
iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi
epithelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus
epithelial yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel
herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat
pada palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika
ditekan. 1,3
Laboratorium
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika
konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika
pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat
nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan kornea, jika dipakai
fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan Giemsa.
Ditemukannya sel – sel epithelial raksasa multinuclear mempunyai nilai diagnostic.3
Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain
kering di atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan biakan.3
Terapi
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa,
umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus local
maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus
kornea mungkin diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan
mengusap ulkus dengan kain kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan
mata selama 24 jam. Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 – 10 hari: trifluridine
setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida rabine lima kali sehari, atau idoxuridine
0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam.
21
Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama
10 hari atau dengan acyclovir oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.3
Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah
pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari.
Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi
herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat
menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat. 1,3
d). Konjungtivitis Hemoragika Akut
Epidemiologi
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic
besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali diketahui di
Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24.
Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari). 5
Tanda dan Gejala
Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air
mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi
kemosis. Hemoragik subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-
bintik pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah.
Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan
keratitis epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia,
umum pada 25% kasus. 1,5
Penyebaran
22
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite
seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi dalam
5-7 hari
Terapi
Tidak ada pengobatan yang pasti. 4,5
2.8 Konjungtivitis Imunologik (Alergik):
Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung
a). Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)
Tanda dan gejala
Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam jerami
(rhinitis alergika). Biasanya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu
hewan, dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair mata, mata merah,
dan sering mengatakan bahwa matanya seakan-akan “tenggelam dalam jaringan
sekitarnya”. Terdapat sedikit penambahan pembuluh pada palpebra dan konjungtiva
bulbi, dan selama serangan akut sering terdapat kemosis berat (yang menjadi sebab
“tenggelamnya” tadi). Mungkin terdapat sedikit tahi mata, khususnya jika pasien
telah mengucek matanya.
Laboratorium
Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva
Terapi
Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan 1:1000
yang diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan gejalanya dalam 30
menit). Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal dan antihistamin hanya
sedikit manfaatnya. Respon langsung terhadap pengobatan cukup baik, namun sering
kambuh kecuali anti-gennya dapat dihilangkan.
b). Konjungtivitis Vernalis
Definisi
23
Penyakit ini, juga dikenal sebagai “catarrh musim semi” dan “konjungtivitis
musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau”, adalah penyakit alergi bilateral yang
jarang.1,3 Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah
dingin. Penyakit ini hamper selalu lebih parah selama musim semi, musim panas dan
musim gugur daripada musim gugur.
Insiden
Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 – 10 tahun.
Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan.9
Tanda dan gejala
Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bertahi mata berserat-serat.
Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan lainnya).
Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di
konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering memiliki papilla
raksasa mirip batu kali. Setiap papilla raksasa berbentuk polygonal, dengan atap rata,
dan mengandung berkas kapiler. 9,10,7
Laboratorium
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak
eosinofil dan granula eosinofilik bebas. 9
Terapi
Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya
member hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka panjang. steroid
sisremik, yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit mempengharuhi penyakit kornea
ini, dan efek sampingnya (glaucoma, katarak, dan komplikasi lain) dapat sangat
merugikan.
Crmolyn topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang sampai
berat. Vasokonstriktor, kompres dingin dan kompres es ada manfaatnya, dan tidur di
tempat ber AC sangat menyamankan pasien. Agaknya yang paling baik adalah pindah
24
ke tempat beriklim sejuk dan lembab. Pasien yang melakukan ini sangat tertolong
bahkan dapat sembuh total. 9,7
c). Konjungtivitis Atopik
Tanda dan gejala
Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian palpebra
eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla halus, namun
papilla raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis vernal, dan lebih
sering terdapat di tarsus inferior. Berbeda dengan papilla raksasa pada
keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea
yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis
terjadi berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan
vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi,
dan ketajaman penglihatan. 9,7
Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada pasien
atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic sejak bayi.
Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut sering
ditemukan. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-
larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis
vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun.
Laboratorium
Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang
terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal.9
Terapi
Antihistamin oral termasuk terfenadine (40-120 mg 2x sehari), astemizole (10
mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200
mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti
ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini.
Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut
25
dengan komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk
mengembalikan ketajaman penglihatannya. 9,7
Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat
a). Phlyctenulosis
Definisi
Keratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon hipersensitivitas lambat
terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basil tuberkel, Staphylococcus spp,
Candida albicans, Coccidioides immitis, Haemophilus aegyptus, dan Chlamydia
trachomatis serotype L1, L2, dan L3. 9
Tanda dan Gejala
Phlyctenule konjungtiva mulai berupa lesi kecil yang keras, merah, menimbul,
dan dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga, dengan apeks
mengarah ke kornea. Di sini terbentuk pusat putih kelabu, yang segera menjadi ulkus
dan mereda dalam 10-12 hari. Phlyctenule pertama pada pasien dan pada kebanyakan
kasus kambuh terjadi di limbus, namun ada juga yang di kornea, bulbus, dan sangat
jarang di tarsus. 9
Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan iritasi dan air mata,
namun phlyctenule kornea dan limbus umumnya disertai fotofobia hebat.
Phlyctenulosis sering dipicu oleh blefaritis aktif, konjungtivitis bacterial akut, dan
defisiensi diet.
Terapi
Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein dari infeksi
sistemik lain berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid topical. Terjadi
reduksi sebagian besar gejala dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24 jam berikutnya.
Antibiotika topical hendaknya ditambahkan untuk blefari konjungtivitis stafilokokus
aktif. Pengobatan hendaknya ditujukan terhadap penyakit penyebab, dan steroid bila
efektif, hendaknya hanya dipakai untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang
menetap. Parut kornea berat mungkin memerlukan tranplantasi. 9
26
2.9. Konjungtivitis Neonatorum
2.9.1 Oftalmia Neonatorum
Definisi
Oftalmia Neonatorum (Konjungtivitis Neonatorum) adalah suatu infeksi mata
pada bayi baru lahir yang didapat ketika bayi melewati jalan lahir.9
Etiologi
Berbagai organisme bisa menyebabkan infeksi mata pada bayi baru lahir,
tetapi infeksi bakteri yang berhubungan dengan proses persalinan, yang paling
banyak ditemukan dan berpotensi menyebabkan kerusakan mata adalah gonore
(Neisseria gonorrhea) dan klamidia (Chlamydia trachomatis).9
Virus yang bisa menyebabkan konjungtivitis neonatorum dan kerusakan mata
yang berat adalah virus herpes. Virus ini juga bisa didapat ketika bayi melewati jalan
lahir, tetapi konjungtivitis herpes lebih jarang ditemukan.9
Organisme tersebut biasanya terdapat pada ibu hamil akibat penyakit menular
seksual (STD, sexually-transmitted disease). Pada saat persalinan, ibu mungkin tidak
memiliki gejala-gejala tetapi bakteri atau virus mampu menyebabkan konjungtivitis
pada bayi yang akan dilahirkan.
Gejala
Bayi baru lahir yang terinfeksi akan mengeluarkan kotoran dari matanya
dalam waktu 1 hari sampai 2 minggu setelah dia lahir. Kelopak matanya
membengkak, merah dan nyeri bila ditekan.
Gonore bisa menyebabkan perforasi kornea dan kerusakan yang sangat berarti
pada struktur mata yang lebih dalam.
Gejala lainnya adalah
- Riwayat penyakit menular seksual pada ibu
27
- Dari mata keluar kotoran encer dan berdarah (serosanguinosa) atau kotoran
kental seperti nanah (purulen).
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata. Untuk
mengetahui organisme penyebabnya, dilakukan pembiakan terhadap kotoran mata.
Terapi
Antibiotik dalam bentuk topikal (salep dan tetes mata), per-oral (melalui
mulut) maupun intravena (melalui pembuluh darah), semua bisa digunakan
tergantung kepada beratnya infeksi dan organisme penyebabnya. Kadang antibiotik
oral dan topikal digunakan secara bersamaan. Irigasi mata dengan larutan garam
normal dilakukan untuk membuang kotoran purulen yang terkumpul.9
Pencegahan
Konjungtivitis neonatorum bisa dicegah dengan cara:
Mengobati penyakit menular seksual pada ibu hamil
Memberikan tetes mata perak nitrat atau antibiotik (misalnya eritromisin)
kepada setiap bayi yang baru lahir.9
2.10. Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun:
2.10.1 Keratokonjungtivitis Sicca
Suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva yang diakibatkan oleh
berkurangnya fungsi air mata. Berkaitan dgn. Sindrom Sjorgen (trias: keratokonj.
sika, xerostomia, artritis).
Gejala:
khas: hiperemia konjungtivitis bulbi dan gejala iritasi yang tidak sebanding
dengan tanda-tanda radang.
28
Dimulai dengan konjungtivitis kataralis
Pada pagi hari tidak ada atau hampir tidak ada rasa sakit, tetapi menjelang siang
atau malam hari rasa sakit semakin hebat.
Lapisan air mata berkurang (uji Schirmer: abnormal)
Pewarnaan Rose bengal Ù uji diagnostik.
Pengobatan:
- air mata buatan Ù vitamin A topikal
- obliterasi pungta lakrimal.
2.11. Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans
Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang masuk ke
saccus konjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah
pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan
berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut (campuran asap dan kabut)
menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut
belum dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada
efek pada mata yang permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan
terasa mengganggu secara menahun. 1
Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek
langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup
kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus
menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung
konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara
konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih besar kemungkinan terjadi
jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama luka
bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme.
Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat diungkapkan. 5,6
29
Pembilasan segera dan menyeluruh saccus konjungtiva dengan air atau larutan
garam sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara mekanik.
Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum adalah kompres
dingin selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri
analgetika sistemik bila perlu. Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen
antibakteri yang cocok. Parut kornea mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan
symblepharon mungkin memerlukan bedah plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar
berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah. Namun jika
pengobatan memadai dimulai segera, parut yang terbentuk akan minim dan
prognosisnya lebih baik. 4,6
30
BAB III
KESIMPULAN
- Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih
mata dan bagian dalam kelopak mata
- Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah
dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa
jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang
memerlukan pengobatan.
- Konjungtivitis terdiri dari :
1. Konjungtivitis bakterial
2. Konjungtivitis virus
3. Konjungtivitis alergi
4. Konjungtivitis neonatorum
5. Konjungtivitis akibat penyakit autoimun
6. Konjungtivitis iritasi atau kimia
- Penting artinya untuk mengetahui setiap ciri khas kelainan konjungtivitis karena
pengobatan dengan tiap etiologi yang berbeda memerlukan terapi yang berbeda pula.
- Pengobatan yang tidak adekuat dari konjungtivitis tipe tertentu, akan dapat
memberikan prognosa yang buruk (mengakibatkan kebutaan).
31
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section 11.
San Fransisco: MD Association, 2005-2006
2. Ilyas DSM, Sidarta,. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 1998
3. Ilyas, H. Sidarta Prof. dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2003, hal 2,
134.4. James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005
5. Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000. hal 356.6. PERDAMI,. Ilmu Penyakit Mata Untuk dokter umum dan mahasiswa
kedokteran. Jakarta. 2002
7. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000
8. Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 1983
9. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Ed 3. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009
10. Ilyas, Sidarta, Tanzil, Muzakkir, Salamun, Azhar, Zainal. Sari Ilmu Penyakit
Mata. Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 2000.
32