REFERAT KOLESTEATOMA

31
REFERAT Pembimbing : Dr. Teppy Hartubi Djohar, Sp.THT Penyusun : Putri Yuliani 030.05.174 Kepaniteraan Klinik Ilmu THT Rumah Sakit Otorita Batam Periode 17 Agustus – 19 September 2009 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Transcript of REFERAT KOLESTEATOMA

Page 1: REFERAT KOLESTEATOMA

REFERAT

Pembimbing :

Dr. Teppy Hartubi Djohar, Sp.THT

Penyusun :

Putri Yuliani

030.05.174

Kepaniteraan Klinik Ilmu THT

Rumah Sakit Otorita Batam

Periode 17 Agustus – 19 September 2009

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Page 2: REFERAT KOLESTEATOMA

LEMBAR PENGESAHAN

Referat yang berjudul “Kolesteatoma” telah diterima dan disetujui

pada tanggal September 2009

oleh pembimbing sebagai salah satu syarat menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher

Rumah Sakit Otorita Batam

Batam, September 2009

dr. Teppy Hartubi Djohar, Sp.THT

2

Page 3: REFERAT KOLESTEATOMA

Kata Pengantar

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ini. Karya tulis berjudul “Kolesteatoma” ini dibuat dengan tujuan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu THT di Rumah Sakit Otorita Batam. Dalam pembuatan karya tulis ini, saya mengambil referensi dari literatur dan jaringan internet.

Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing saya, dr.Teppy Hartubi Djohar, Sp.THT, yang telah memberikan bimbingannya dalam proses penyelesaian karya tulis ini, juga untuk dukungannya baik dalam bentuk moril maupun dalam mencari referensi yang lebih baik.

Selain itu, saya juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman saya yang berada dalam satu kelompok kepaniteraan yang sama, Christian Sunur (030.05.058) dan Meimi Devita (030.04.149) atas dukungan dan bantuan mereka selama saya menjalani kepaniteraan ini. Pengalaman saya dalam kepaniteraan ini akan selalu menjadi suatu inspirasi yang unik. Saya juga mengucapkan rasa terimakasih yang mendalam kepada kedua orangtua saya atas bantuan, dukungan baik secara moril maupun materil, dan kasihnya.

Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Penulis,

Putri Yuliani

030.05.174

3

Page 4: REFERAT KOLESTEATOMA

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan.............................................................................................................2

Kata Pengantar.....................................................................................................................3

Daftar Isi..............................................................................................................................4

Bab I

Pendahuluan.........................................................................................................................5

Bab II

Anatomi Telinga.................................................................................................................6

Bab III

Kolesteatoma........................................................................................................................9

Bab IV

Kesimpulan........................................................................................................................20

Daftar Pustaka....................................................................................................................21

4

Page 5: REFERAT KOLESTEATOMA

Bab I

Pendahuluan

Kolesteatoma telah diakui selama puluhan tahun sebagai lesi destruktif dasar

tengkorak yang bisa mengikis dan menghancurkan struktur penting dalam tulang temporal.

Kolesteatoma berpotensi untuk menyebabkan komplikasi pada sistem saraf pusat (misalnya,

abses otak,meningitis) membuat lesi ini bersifat fatal.

Kolesteatoma pertama kali dijelaskan pada tahun 1829 oleh Cruveilhier, tetapi

dinamakan pertama kali oleh Muller pada tahun 1858. Sepanjang paruh awal abad ke-20,

kolesteatoma dikelola dengan eksteriorasi. Sel pneumatisasi mastoid dieksenterasi, dinding

posterior kanalis akustikus eksternus dihilangkan, dan membuka saluran telinga sehingga

menghasilkan rongga yang diperbesar untuk menjamin pertukaran udara yang memadai dan

untuk memudahkan melakukan inspeksi visual.1

Pada tahun 1950-an dan 1960-an, sebuah pendekatan baru diperkenalkan oleh

William dan Howard Otologic DPR Medical Group . Bedah anatomi wajah digambarkan dan

dijelaskan oleh William House, MD, seorang perintis ahli penyakit telinga dari abad ke-20.

Operasi melalui reses wajah menghasilkan akses ke telinga tengah melalui tulang mastoid

tanpa menghapus dinding kanal posterior. Dengan teknik ini, kolesteatoma dapat dihilangkan

tanpa menghancurkan dinding kanal posterior.1

Seiring waktu, semakin banyak ahli bedah berusaha untuk membiarkan dasar-dasar

struktur anatomi telinga dan tulang temporal tetap utuh dengan menjaga keutuhan dinding

kanal. Paham yang berupaya untuk menjaga anatomi di dekat telinga tetap normal

mengundang kontroversi besar. Para ahli bedah cenderung untuk memilih antara teknik lama

canal wall-down atau filosofi baru yaitu, canal wall-up.

Selama dua dekade terakhir, sebagian besar ahli bedah otologi mengambil jalan

tengah. Kebanyakan ahli bedah otologi di Amerika Serikat sekarang melakukan kedua teknik

tersebut, memilih satu atau yang lain dari operasi ini tergantung pada keadaan individual

pasien masing-masing.

5

Page 6: REFERAT KOLESTEATOMA

Bab II

ANATOMI TELINGA2

Auris (telinga) dibedakan atas bagian luar, tengah, dan dalam. Auris berfungsi ganda :

untuk keseimbangan dan untuk pendengaran. Membrana tymphanica memisahkan auris

externa dari auris media atau cavum tymphani. Tuba auditiva (tuba Eustachius)

menghubungkan auris dengan nasopharynx.

Gambar 1. Anatomi Telinga

Telinga Tengah

Auris media terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis. Auris media terdiri dari

cavitas tymphanica, yakni rongga yang terletak langsung di sebelah dalam membrana

tymphanica, dan recessuss epitymphanicus. Ke depan auris media berhubungan dengan

nasopharynx melalui tuba auditiva. Ke arah poterosuperior cavitas tympanica berhubungan

dengan cellulae mastoidea melalui antrum mastoideum. Cavitas tympanica dilapisi membran

mukosa yang bersinambungan dengan membran mukosa pelapis tuba auditiva, cellulae

mastoidea, dan antrum mastoideum. Di dalam auris media terdapat :

Ossicula auditoris (malleus, incus, stapes)

Musculus stapedius dan musculus tensor tympani

Chorda tympani, cabang nervus cranialis VII

6

Page 7: REFERAT KOLESTEATOMA

Plexus tympanicus pada promontorium

Dinding-dinding Auris Media (Cavum Tympanica)

Auris media yang berbentuk seperti kotak sempit, memiliki sebuah atap, sebuah dasar,

dan empat dinding. Atapnya (dinding tegmental) dibentuk oleh selembar tulang yang tipis,

yaitu tegmen tympani, yang memisahkan

cavum tympanica dari dura pada dasar fossa

cranii media. Dasarnya (dinding jugular)

dibentuk oleh selapis tulang yang

memisahkan cavum tympanica dari bulbus

superior vena jugularis interna. Dinding

lateral (bagian berupa selaput) dibentuk

hampir seluruhnya oleh membrana

tympanica; di sebelah superior, dinding ini

dibentuk oleh dinding lateral recessus

epitympanicus yang berupa tulang

(manubrium mallei terbaur dalam membrana

tympanica, dan caput mallei menonjol ke

dalam recessus epitympanicus).

Dinding medial atau dinding

labirintal memisahkan cavitas tympanica dari auris interna. Dinding anterior (dinding karotid)

memisahkan cavitas tympanica dari canalis carotis, pada bagian superior dinding ini terdapat

ostium pharyngeum tubae auditoriae dan terusan musculus tensor tympani. Dinding posterior

(dinding mastoid) dihubungkan dengan antrum mastoid melalui aditus dan selanjutnya

dengan cellulae mastoideus; ke arah anteroinferior antrum mastoideum berhubungan dengan

canalis facialis.

Tuba Auditiva (tuba Eustachius)

Tuba auditiva menghubungkan cavitas tympanica dengan nasopharynx; muaranya

disini terdapat di bagian belakang meatus nasalis inferior pada cavum nasi. Bagian sepertiga

posterior tuba auditiva terdiri dari tulang dan sisanya berupa tulang rawan. Tuba auditiva

dilapisi membran mukosa yang ke posterior sinambung dengan membran mukosa

nasopharynx. Tuba auditiva berfungsi sebagai pemerata tekanan dalam auris media dan

tekanan udara lingkungan, dan dengan demikian menjamin bahwa membran tympani dapat

7

Gambar 2. Kavum Tympani

Page 8: REFERAT KOLESTEATOMA

bergerak secara bebas. Dengan memungkinkan udara memasuki dan meninggalkan cavum

tympani, tekanan di kedua sisi membran tympani disamakan.

Ossicula Auditoria

Ossicula auditoria (malleus, incus, dan stapes) membentuk sebuah rangkaian tulang

yang teratur melintang di dalam cavitas tympanica, dari membranan tympanica ke fenestra

vestibuli. Malleus melekat pada membran tympani, dan stapes menempati fenestra vestibuli.

Incus terdapat di antara dua tulang tersebut dan bersendi dengan keduanya. Ossicula auditoria

dilapisi membran mukosa yang juga melapisi cavum tympani.

Bagian superior malleus yang agak membulat, yakni caput mallei, terletak di dalam

recessus epitympanicus. Collum mallei terdapat pada bagian membran tympani yang kendur,

dan manubrium mallei tertanam di dalam membran tympani dan bergerak bersamanya. Caput

mallei bersendi dengan incus, dan tendo musculus tensor tympani berinsersi pada manubrium

mallei. Chorda tympani menyilang permukaan medial collum mallei.

Corpus incudis yang besar, terletak di dalam recessus epitympanicus dan disini

bersendi dengan caput mallei. Crus longum incudis bersendi dengan stapes, dan crus breve

incudis berhubungan dengan dinding posterior cavum tympani melalui sebuah ligamentum.

Basis stapedis, tulang pendengar terkecil, menempati fenestra vestibuli pada dinding medial

cavum tympani. Capur stapedis yang mengarah ke lateral, bersendi dengan incus.

Malleus berfungsi sebagai pengungkit yang lengan panjangnya melekat pada

membran tympani. Basis stapedis berukuran jauh lebih kecil daripada membran tympani.

Akibatnya ialah bahwa gaya getar stapes 10 kali gaya getar membran tympani. Maka,

ossicula auditoris meningkatkan gaya getaran, tetapi menurunkan amplitudi getaran yang

disalurkan dari membran tympani.

Terdapat dua otot menggerakkan ossicula auditoris dan dengan demikian

mempengaruhi membran tympani, yaitu : musculus tensor tympani dan musculus stapedius.

Musculus tensor tympani berinsersi di manubrium mallei dipersarafi oleh nervus

mandibullaris, menarik manubrium mallei ke medial, menegangkan membran tympani, dan

mempersempit amplitudo getarannya. Ini cenderung mencegah terjadinya kerusakan pada

auris interna sewaktu harus menerima bunyi yang keras. Musculus stapedius berinsersi di

collum stapedis dipersarafi oleh nervus cranialis VII, menarik stapes ke posterior dan

menjungkitkan basis stapedis pada fenestra vestibuli, dan dengan demikian menarik ketat

ligamentum annulare stapediale dan memperkecil amplitudo getaran. Otot ini juga mencegah

terjadinya gerak stapes yang berlebih.

8

Page 9: REFERAT KOLESTEATOMA

Bab III

KOLESTEATOMA

Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).

Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma bertambah besar. Istilah

kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johannes Muller pada tahun 1838 karena disangka

kolesteatoma merupakan suatu tumor, yang kemudian ternyata bukan. Beberapa istilah lain

yang diperkenalkan oleh para ahli antara lain : keratoma (Schucknecht), squamos eipteliosis

(Birrel, 1958), kolesteatosis (Birrel, 1958), epidermoid kolesteatoma (Friedman, 1959), kista

epidermoid (Ferlito, 1970), epidermosis (Sumarkin, 1988).3

Kolesteatoma terdiri dari epitel skuamosa yang terperangkap di dalam basis cranii.

Epitel skuamosa yang terperangkap di dalam tulang temporal, telinga tengah, atau tulang

mastoid hanya dapat memperluas diri dengan mengorbankan tulang yang mengelilinginya.

Akibatnya, komplikasi yang terkait dengan semakin membesarnya kolesteatoma adalah

termasuk cedera dari struktur-struktur yang terdapat di dalam tulang temporal. Kadang-

kadang, kolesteatomas juga dapat keluar dari batas-batas tulang temporal dan basis cranii.

Komplikasi ekstrarempotal dapat terjadi di leher, sistem saraf pusat, atau keduanya.

Kolesteatomas kadang-kadang menjadi cukup besar untuk mendistorsi otak normal dan

menghasilkan disfungsi otak akibat desakan massa.1

Erosi tulang terjadi oleh dua mekanisme utama. Pertama, efek tekanan yang

menyebabkan remodelling tulang, seperti yang biasa terjadi di seluruh kerangka apabila

mendapat tekanan (desakan) secara konsisten dari waktu ke waktu. Kedua, aktivitas enzim

pada kolesteatoma dapat meningkatkan proses osteoklastik pada tulang, yang nantinya akan

meningkatkan kecepatan resorpsi tulang. Kerja enzim osteolitik ini tampaknya meningkat

apabila kolesteatoma terinfeksi.

Epidemiologi

Insiden kolesteatoma tidak diketahui, tetapi kolesteatoma merupakan indikasi yang

relatif sering pada pembedahan otologi (kira-kira setiap minggu di praktek otologi tersier).

Kematian akibat komplikasi intrakranial dari kolesteatoma sekarang jarang terjadi, yang

berkaitan dengan diagnosis dini, intervensi bedah tepat waktu, dan terapi antibiotik yang

adekuat. Akan tetapi kolesteatomas tetap menjadi penyebab umum relatif tuli konduktif

sedang pada anak-anak dan orang dewasa.1

Patogenesis dan Klasifikasi

9

Page 10: REFERAT KOLESTEATOMA

Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis kolesteatoma, antara

lain adalah : teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi dan teori implantasi. Teori tersebut

akan lebih mudah dipahami bila diperhatikan definisi kolesteatoma menurut Gray (1964)

yang mengatakan : kolesteatoma adalah epitel kulit yang berada pada tempat yang salah.

Epitel kulit liang telinga merupakan suatu daerah cul-de-sac sehingga apabila terdapat

serumen padat di liang telinga dalam waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada

medial dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma.3

Kolesteatoma dapat dibagi atas dua jenis menurut etiologinya :

1. Kolesteatoma kongenital1,3

Kolesteatoma kongenital terbentuk sebagai akibat dari epitel skuamosa

terperangkap di dalam tulang temporal selama embriogenesis, ditemukan pada telinga

dengan membran tympani utuh tanpa ada tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma

biasanya di mesotimpanum anterior, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin

angle. Kolesteatoma di cerebellopontin angle sering ditemukan secara tidak sengaja

oleh ahli bedah saraf.

Penderita sering tidak memiliki

riwayat otitis media supuratif

kronis yang berulang, riwayat

pembedahan otologi sebelumnya,

atau perforasi membran timpani.

Kolesteatoma kongenital paling

sering diidentifikasi pada anak

usia dini (6 bulan – 5 tahun). Saat

berkembang, kolesteatom dapat

menghalangi tuba estachius dan

menyebabkan cairan telinga tengah kronis dan gangguan pendengaran konduktif.

Kolesteatom juga dapat meluas ke posterior hingga meliputi tulang-tulang

pendengaran dan, dengan mekanisme ini,

menyebabkan tuli konduktif.

2. Kolesteatoma akuisital, jenis ini terbagi dua :

a. Kolesteatoma akuisital primer

10

Gambar 3. Kolesteatoma kongenital. Tampak massa putih di belakang membran tympani yang intak

Page 11: REFERAT KOLESTEATOMA

Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi

membrana tymphani. Kolesteatoma timbul akibat proses invaginasi dari

membran tymphani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga

tengah akibat gangguan tuba (Teori Invaginasi).

Kolesteatoma akuisital primer

timbul sebagai akibat dari retraksi membran timpani. Kolesteatoma akuisital

primer klasik berawal dari retraksi pars flaksida di bagian medial membran

timpani yang terlalu dalam sehingga mencapai epitimpanum. Saat proses ini

berlanjut, dinding lateral dari

epitympanum (disebut juga skutum)

secara perlahan terkikis,

menghasilkan defek pada dinding

lateral epitympanum yang perlahan

meluas. Membran timpani terus yang

mengalami retraksi di bagian medial

sampai melewati pangkal dari tulang-

tulang pendengaran hingga ke

epitympanum posterior. Destruksi

tulang-tulang pendengaran umum terjadi. Jika kolesteatoma meluas ke

posterior sampai ke aditus ad antrum dan tulang mastoid itu sendiri, erosi

tegmen mastoid dengan eksposur dura dan/atau erosi kanalis semisirkularis

lateralis dapat terjadi dan mengakibatkan ketulian dan vertigo.

Kolesteatoma akuisital primer tipe kedua terjadi apabila kuadran

posterior dari membran timpani mengalami retraksi ke bagian posterior telinga

tengah. Apabila retraksi meluas ke medial dan posterior, epitel skuamosa akan

menyelubungi bangunan-atas stapes dan membran tympani terteraik hingga ke

dalam sinus timpani. Kolesteatoma primer yang berasal dari membran

timpani posterior cenderung mengakibatkan eksposur saraf wajah (dan

kadang-kadang kelumpuhan) dan kehancuran struktur stapes.

b. Kolesteatoma akuisital sekunder3,4

Merupakan kolesteatoma yang terbentuk setelah adanya perforasi

membran tympani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat masuknya epitel

kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran tympani ke telinga

11

Gambar 4. Kolesteatoma pada daerah atik. Merupakan kolesteatoma akuisital primer pada stadium paling awal

Page 12: REFERAT KOLESTEATOMA

tengah (Teori Migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum tymphani

karena iritasi infeksi yang berlangsung lama ( Teori Implantasi).

Kolesteatoma akuisital sekunder terjadi sebagai akibat langsung dari

beberapa jenis cedera pada membran timpani. Cedera ini dapat berupa

perforasi yang timbul sebagai akibat dari otitis media akut atau trauma, atau

mungkin karena manipulasi bedah pada gendang telinga. Suatu prosedur yang

sederhana seperti insersi tympanostomy tube dapat mengimplan epitel

skuamosa ke telinga tengah, yang akhirnya menghasilkan kolesteatoma.

Perforasi marginal di bagian posterior adalah yang paling mungkin

menyebabkan pembentukan kolesteatoma. Retraksi yang mendalam dapat

menghasilkan pembentukan kolesteatoma jika retraksi menjadi cukup dalam

sehingga menjebak epitel deskuamasi.

Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan kuman

(infeksi), yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Sebaliknya infeksi

dapat memicu respons imun lokal yang mengakibatkan produksi berbagai mediator inflamasi

dan berbagai sitokin. Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada matriks kolesteatoma adalah

interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor-α (TNF-α), tumor growth

factor (TGF). Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatoma bersifat

hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis.

Tabel 1. Distribusi kuman dari kavum tympani pada Otitis Media Supuratif Kronis dengan Kolesteatoma5

Jenis Kuman Jumlah temuanPseudomonas aeruginosa 9 31,5%Proteus mirabilis 17 58,5%Difteroid 1 3,3%Streptococcus β-hemolyticus 1 3,3%Enterobacter sp. 1 3,3%

Massa kolesteatoma ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta

menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang

diperhebat oleh karena pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Proses nekrosis

tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirintitis, meningitis, dan abses

otak.

12

Page 13: REFERAT KOLESTEATOMA

Granuloma Kolesterol9

Granuloma kolesterol adalah kista jinak yang terdapat pada ujung pars petrosus, yang

merupakan bagian dari tulang tengkorak dan berdekatan dengan telinga tengah. Granuloma

ini merupakan massa yang berisi cairan, lipid, dan kristal-kristal kolesterol yang dikelilingi

oleh lapisan fibrosa.

Didalam tulang tengkorak, terdapat banyak ruang-ruang yang berisi udara yang

disebut juga air cells. Selama ini dipercaya bahwa granuloma kolesterol terbentuk apabila air

cells yang terdapat di pars petrosus mengalami obstruksi. Obstruksi akan membentuk suatu

ruangan yang hampa udara sehingga menyebabkan darah akan mengalir ke dalam air cells

tersebut. Sel-sel darah merah ini akan memecah, sehingga kolesterol yang terkandung di

dalam hemoglobin akan terbebas. Sistem imun tubuh akan bereaksi terhadap kolesterol ini

sebagai benda asing, sehingga menimbulkan reaksi inflamasi. Pembuluh-pembuluh darah

kecil disekitarnya akan mengalami ruptur sebagai akibat dari reaksi inflamasi. Perdarahan

yang berulang akan menyebabkan massa granuloma semakin mudah meluas.

Granuloma dapat terbentuk dimana saja di dalam tubuh kita apabila ada reaksi

terhadap benda asing, dan pada sebagian besar kasus biasanya tidak menimbulkan gejala

ataupun efek yang serius. Meskipun begitu, granuloma kolesterol pada pars petrosus

berbahaya karena kedekatannya dengan telinga dan beberapa saraf kranial. Apabila massa ini

dibiarkan tanpa diterapi dan semakin meluas, tuli permanen dan/atau kerusakan saraf dapat

terjadi, begitu juga destruksi tulang.

Faktor Risiko

Granuloma kolesterol timbul sekunder dari kondisi-kondisi yang menyebabkan

obstruksi dari air cells. Beberapa kondisi tersebut termasuk infeksi telinga kronis,

kolesteatoma, atau trauma kepala yang menyebabkan perdarahan pada area apex pars

petrosus.

Gejala klinis

Gejala klinis dari granuloma kolesterol antara lain gangguan pendengaran unilateral,

tinnitus, facial twitching, vertigo, dan facial numbness.

Diagnosis

Pada pemeriksaan telinga dengan otoskop, ditemukan membran tympani berwarna

kebiruan atau terdapat bayangan kecoklatan di belakangnya. Pemeriksaan pencitraan (MRI ,

CT) dapat membantu membedakan granuloma kolesterol dengan lesi lainnya, khususnya

dengan kolesteatoma. Audiogram digunakan untuk mengevaluasi gangguan pendengaran.

13

Page 14: REFERAT KOLESTEATOMA

Presentasi Klinis1,3,4,6

Gejala khas dari kolesteatoma adalah otorrhea tanpa rasa nyeri, yang terus-menerus

atau sering berulang. Ketika kolesteatoma terinfeksi, kemungkinan besar infeksi tersebut sulit

dihilangkan. Karena kolesteatoma tidak memiliki suplai darah (vaskularisasi), maka

antibiotik sistemik tidak dapat sampai ke pusat infeksi pada kolesteatoma. Antibiotik topikal

biasanya dapat diletakkan mengelilingi kolesteatoma sehingga menekan infeksi dan

menembus beberapa milimeter menuju pusatnya, akan tetapi, pada kolestatoma terinfeksi

yang besar biasanya resisten terhadap semua jenis terapi antimikroba. Akibatnya, otorrhea

akan tetap timbul ataupun berulang meskipun dengan pengobatan antibiotik yang agresif.

Gangguan pendengaran juga merupakan gejala yang umum pada kolesteatoma.

Kolesteatoma yang besar akan mengisi ruang telinga tengah dengan epitel deskuamasi

dengan atau tanpa sekret mukopurulen sehingga menyebabkan kerusakan osikular yang

akhirnya menyebabkan terjadinya tuli konduktif yang berat.

Pusing adalah gejala umum relatif pada kolesteatoma, tetapi tidak akan terjadi apabila

tidak ada fistula labirin akibat erosi tulang atau jika kolesteatoma mendesak langsung pada

stapes footplate. Pusing adalah gejala yang mengkhawatirkan karena merupakan pertanda

dari perkembangan komplikasi yang lebih serius.

Pada pemeriksaan fisik, tanda yang paling umum dari kolesteatoma adalah drainase

dan jaringan granulasi di liang telinga dan telinga tengah tidak responsif terhadap terapi

antimikroba. Suatu perforasi membran timpani ditemukan pada lebih dari 90% kasus.

Kolesteatoma kongenital merupakan pengecualian, karena seringkali gendang telinga tetap

utuh sampai komponen telinga tengah cukup besar. Kolesteatoma yang berasal dari

implantasi epitel skuamosa kadangkala bermanifestasi sebelum adanya gangguan pada

membran tympani. Akan tetapi, pada kasus-kasus seperti ini, (kolesteatoma kongenital,

kolesteatoma implantasi) pada akhirnya kolesteatoma tetap saja akan menyebabkan perforasi

pada membran tympani.

Seringkali satu-satunya temuan pada pemeriksaan fisik adalah sebuah kanalis

akustikus eksternus yang penuh terisi pus mukopurulen dan jaringan granulasi. Kadangkala

menghilangkan infeksi dan perbaikan jaringan granulasi baik dengan antibiotik sistemik

maupun tetes antibiotik ototopikal sangat sulit dilakukan. Apabila terapi ototopikal berhasil,

maka akan tampak retraksi pada membran tympani pada pars flaksida atau kuadaran

posterior.

14

Page 15: REFERAT KOLESTEATOMA

Pada kasus yang amat jarang, kolesteatoma diidentifikasi berdasarkan salah satu

komlikasinya, hal ini kadangkala ditemukan pada anak-anak. Infeksi yang terkait dengan

kolesteatoma dapat menembus korteks mastoid inferior dan bermanifestasi sebagai abses di

leher. Kadangkala, kolesteatoma bermanifestasi pertama kali dengan tanda-tanda dan gejala

komplikasi pada susunan saraf pusat, yaitu : trombosis sinus sigmoid, abses epidural, atau

meningitis.

Indikasi Pembedahan1

Hampir semua kolesteatoma harus dibersihkan. Kadangkala dilakukan pengecualian

apabial keadaan umum pasien sangat buruk sehingga membuat prosedur pembedahan terlalu

berisiko. Beberapa pasien yang memiliki kolesteatoma di satu-satunya telinga yang dapat

mendengar, dengan alasan yang rasional, enggan untuk menjalani operasi. Risiko kehilangan

pendengaran akibat dari operasi pengangkatan umumnya lebih kecil daripada risiko yang

berhubungan dengan membiarkan kolesteatoma in situ.

Kontraindikasi Pembedahan1

Gangguan pendengaran di telinga kontralateral adalah kontraindikasi relatif untuk

pembedahan. Seringkali, kolesteatoma menyebabkan risiko lebih besar untuk sisa

pendengaran daripada pembedahan itu sendiri, dan, lebih sering daripada tidak, operasi

pengangkatan adalah pilihan yang baik bahkan ketika kolesteatoma berada di satu-satunya

telinga yang dapat mendengar.

Pemeriksaan Pencitraan

CT scan merupakan modalitas pencitraan pilihan karena CT scan dapat mendeteksi

cacat tulang yang halus sekalipun. Namun, CT scan tidak selalu bisa membedakan antara

jaringan granulasi dan kolesteatoma. Densitas kolesteatoma dengan cairan serebrospinal

hampir sama, yaitu kurang-lebih -2 sampai +10 Hounsfield Unit, sehingga efek dari desakan

massa itu sendirilah yang lebih penting dalam mendiagnosis kolesteatoma.7 Gaurano (2004)

telah menunjukkan bahwa perluasan antrum mastoid dapat dilihat pada 92% dari

kolesteatoma telinga tengah dan 92% pulalah hasil CT scan yang membuktikan erosi halus

tulang-tulang pendengaran. Defek yang dapat dideteksi dengan menggunakan CT scan adalah

sebagai berikut4:

a. erosi skutum

b. fistula labirin

c. cacat di tegmen

15

Page 16: REFERAT KOLESTEATOMA

d. keterlibatan tulang-tulang pendengaran

e. erosi tulang-tulang pendengaran atau diskontinuitas

f. anomali atau invasi dari saluran tuba

Gambar 5. CT scan yang menggambarkan erosi tulang dan kolesteatoma

MRI digunakan apabila ada masalah sangat spesifik yang diperkiraka dapat

melibatkan jaringan lunak sekitarnya. Masalah-masalah ini termasuk yang berikut:

a. keterlibatan atau invasi dural

b. abses epidural atau subdural

c. Herniasi otak ke rongga mastoid

d. Peradangan pada labirin membran atau saraf fasialis

e. trombosis sinus sigmoid

Penatalaksanaan

Terapi Medis

Terapi medis bukanlah pengobatan yang sesuai untuk kolesteatoma. Pasien yang

menolak pembedahan atau karena kondisi medis yang tidak memungkinkan untuk anestesi

umum harus membersihkan telinga mereka secara teratur. Pembersihan secara teratur dapat

membantu mengontrol infeksi dan dapat memperlambat pertumbuhan kolesteatom, tapi tidak

dapat menghentikan ekspansi lebih lanjut dan tidak menghilangkan risiko komplikasi. Terapi

antimikroba yang utama adalah terapi topikal, akan tetapi terapi sistemik juga dapat

membantu sebagai terapi tambahan.4,7

Antibiotik oral bersama pembersihan telinga atau bersama dengan tetes telinga lebih

baik hasilnya daripada masing-masing diberikan tersendiri. Diperlukan antibiotik pada setiap

16

Page 17: REFERAT KOLESTEATOMA

fase aktif dan dapat disesuaikan dengan kuman penyebab. Antibiotik sistemik pertama dapat

langsung dipilih yang sesuai dengan keadaan klinis, penampilan sekret yang keluar serta

riwayat pengobatan sebelumnya. Sekret hijau kebiruan menandakan Pseudomonas , sekret

kuning pekat seringkali disebabkan oleh Staphylococcus, sekret berbau busuk seringkali

disebabkan oleh golongan anaerob.5

Kotrimokasazol, Siprofloksasin atau ampisilin-sulbaktam dapat dipakai apabila curiga

Pseudomonas sebagai kuman penyebab. Bila ada kecurigaan terhadap kuman anaerob, dapat

dipakai metronidazol, klindamisin, atau kloramfenikol. Bila sukar mentukan kuman

penyebab, dapat dipakai campuran trimetoprim-sulfametoksazol atau amoksisillin-klavulanat.

Antibitotik topikal yang aman dipakai adalah golongan quinolon. Karena efek samping

terhadap pertumbuhan tulang usia anak belum dapat disingkirkan, penggunaan ofloksasin

harus sangat hati-hati pada anak kurang dari 12 tahun.5

Pembersihan liang telinga dapat menggunakan larutan antiseptik seperti Asam Asetat

1-2%, hidrogen peroksisa 3%, povidon-iodine 5%, atau larutan garam fisiologis. Larutan

harus dihangatkan dulu sesuai dengan suhu tubuh agar tidak mengiritasi labirin setelah itu

dikeringkan dengan lidi kapas.5

Terapi Pembedahan

Terapi pembedahan bertujuan untuk mengeluarkan kolesteatoma. Dalam keadaan

tertentu, ahli bedah dapat membuat keputusan untuk menggunakan teknik canal wall up atau

canal wall down. Jika pasien memiliki beberapa episode kekambuhan dari kolesteatoma dan

keinginan untuk menghindari

operasi masa depan, teknik canal

wall down adalah yang paling

sesuai.

Beberapa pasien tidak dapat

menerima tindakan canal-wall

down.Pasien tersebut dapat diobati

dengan tertutup (canal wall-up),

asalkan mereka memahami bahwa

penyakit lebih mungkin kambuh

dan mereka mungkin membutuhkan

beberapa serial prosedur

pembedahan.8

17

Page 18: REFERAT KOLESTEATOMA

Meskipun semua kelebihan dan kekurangan kedua teknik operasi itu menjadi relatif di

tangan ahli bedah yang berpengalaman, tiap ahli bedah telinga mempunyai alasan sendiri

mengapa memilih satu teknik dari teknik yang lain. Hal yang jelas berbeda adalah bahwa

timpanoplasti dinding utuh (canal wall-up) berusaha maksimal mempertahankan bentuk

fisiologis liang telinga dan telinga tengah.5

Mastoidektomi radikal dengan timpanoplasti dinding runtuh

Mastoidektomi radikal klasik adalah tindakan membuang seluruh sel-sel mastoid di

rongga mastoid, meruntuhkan seluruh dinding kanalis akustikus eksternus posterior,

pembersihan total sel-sel mastoid yang memiliki drainase ke kavum timpani. Inkus dan

malleus dibuang, hanya stapes yang dipertahankan. Begitu pula seluruh mukosa kavum

tympani.

Timpanoplasti dinding runtuh merupakan modifikasi dari mastoidektomi radikal,

bedanya adalah mukosa kavum timpani dan sisa tulang-tulang pendengaran dipertahankan

setelah proses patologis dibersihkan. Tuba eustachius tetap dipertahankan dan dibersihkan

agar terbuka. Kemudian kavitas operasi ditutup dengan fasia m.temporalis baik berupa free

fascia graft maupun berupa jabir fasia m.temporalis, dilakukan juga rekonstruksi tulang-

tulang pendengaran.

Tabel 2. Keunggulan dan kelemahan timpanoplasti dinding utuh dan dinding runtuh5

Teknik Operasi Timpanoplasti Dinding Utuh Dinding RuntuhFisiologik Lebih fisiologik Kurang fisiologikResidivitas Lebih tinggi Lebih rendahKesulitan Lebih tinggi Lebih rendahKomplikasi (iatrogenik) Lebih tinggi Lebih rendahPerbaikan pendengaran Lebih tinggi Lebih rendahKeperluan operasi kedua Ya TidakPembersihan spontan rongga ooperasi (self cleansing)

Lebih baik Memerlukan lebih sering kontrol

Hearing aid Lebih mudah Sukar

Komplikasi5

Komplikasi operasi pada mastoidektomi dan timpanoplasti dibagi berdasarkan

komplikasi segera dan komplikasi lambat. Komplikasi segera termasuk parese nervus fasialis,

kerusakan korda timpani, tuli saraf, gangguan keseimbangan, fistel labirin, trauma pada sinus

sigmoid, bulbus jugularis, likuor serebrospinal. Infeksi pasca-operasi juga dapat dimasukkan

sebagai komplikasi segera.

18

Page 19: REFERAT KOLESTEATOMA

Komplikasi lambat termasuk kolesteatoma rekuren, reperforasi, lateralisasi tandur,

stenosis liangg telinga luar, displasi atau lepasnya prostesis tulang pendengaran yang

dipasang. Pada kebanyakan, kasus trauma nervus fasialis tidak disadari pada waktu operasi.

Trauma nervus fasialis yang paling sering terjadi adalah pada pars vertikalis waktu

melakukan mastoidektomi, bisa juga terjadi pada pars horizontal waktu manipulasi daerah di

dekat stapes atau mengorek daerah bawah inkus baik dari arah mastoid ataupun dari arah

kavum timpani. Trauma dapat lebih mudah terjadi bila tpografi daerah sekitarnya sudah tidak

dikenali dengan baik, misalnya pada kelainan letak kongenital, jaringan parut karena operasi

sebelumnya, destruksi kanalis fasialis karean kolesteatoma.

Derajat parese harus ditentukan, paling sederhana adalah menurut klasifikasi House-

Bregmann. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan EMG untuk melihat derajat kerusakan pada

saraf dan menentukan prognosis penyembuhan spontan.

Trauma operasi terhadap labirin sukar diketahui dengan segera, sebab vertigo pasca-

operasi dapat terjadi hanya karena iritasi selam operasi, belum tentu karena cedera operasi.

Trauma terhadap labirin bisa menyebabkan tuli saraf total. Manipulasi di daerah aditus ad

antrum dan sekitarnya pada lapangan operasi yang ditutupi oleh jaringa kolesteatoma dan

matriks koleteatoma dapat menyebabkan fistel labirin.

Trauma terhadap tulang pendengaran diperkirakan akan memperbuuk sistem konduksi

telinga tengah sedapat mungkin langsung rekonstruksi. Trauma terhadap dinding sinus dan

duramater sehingga terjadi perdarahan dan bocornya cairan otak, bila tidak luas dapat

ditungggu sebentar dan langsung ditutup dengan tandu komposit sampai kebocoran berhenti.

Trauma pada sinus lateralis, sinus sigmoid, bulbus jugularis, dan vena emissari dapat

menyebabkan perdarahan besar.

Prognosis1,4,7

Mengeliminasi kolesteatoma hampir selalu berhasil, namun mungkin memerlukan

beberapa kali pembedahan. Karena pada umumnya pembedahan berhasil, komplikasi dari

pertumbuhan tidak terkendali dari kolesteatoma sekarang ini jarang terjadi.

Timpanoplasti dinding runtuh menjanjikan tingkat kekambuhan yang sangat rendah

dari kolesteatoma. Pembedahan ulang pada kolesteatoma terjadi pada 5% kasus, yang cukup

menguntungkan bila dibandingkan tingkat kekambuhan timpanoplasti dinding utuh yang 20-

40%.

Meskipun demikian, karena rantai osikular dan/atau membran tympani tidak selalu

dapat sepenuhnya direstorasi kembali normal, maka kolesteatoma tetaplah menjadi penyebab

umum relatif tuli konduktif permanen.

19

Page 20: REFERAT KOLESTEATOMA

BAB IV

KESIMPULAN

Dari semua penjabaran mengenai kolesteatom pada bab sebelumnya, maka dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Bahwa meskipun banyak teori yang berusaha menjelaskan mengenai terbentuknya

kolesteatoma, patogenesis dari terbentuknya kolesteatoma sebenarnya masih belum

pasti hingga saat ini.

Sangat penting untuk memiliki pengetahuan dasar yang memadai mengenai

karkteristik anatomi dan fungsional dari telinga tengah untuk mencapai

penatalaksanaan yang memuaskan untuk kolesteatoma

Kunci dari didapatkannya diagnosis dini dan penatalaksanaan segera yang tepat untuk

kolestatoma adalah evaluai yang hati-hati dan menyeluruh mengenai presentasi klinis

hingga ke pencitraannya.

Penatalaksanaan yang paling sesuai adalah pembedahan dengan tujuan untuk

mengeradikasi penyakit dan untuk mencapai kondisi telinga yang kering dan aman

dari infeksi berulang.

Pendekatan secara bedah harus disesuaikan pada masing-masing pasien sesuai dengan

keadaan umum dan luasnya penyebaran kolesteatoma itu sendiri.

Ahli bedah harus sangat waspada terhadap komplikasi pasca-pembedahan yang

mengancam nyawa ataupun menyebabkan kondisi serius terhadap pasien seperti

cedera nervus fasialis.

20

Page 21: REFERAT KOLESTEATOMA

DAFTAR PUSTAKA

1. Roland PS. Middle Ear, Cholesteatoma. Emedicine. June 29, 2009 (cited August 25, 2009). Available at http://emedicine.medscape.com/article/860080-overview.

2. Moore K, Agur AMR. Anatomi Klinis Dasar. Edisi Pertama. Jakarta : Penerbit

Hipokrates; 2002

3. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI; 2008

4. Waizel S. Temporal Bone, Aquired Cholesteatoma. Emedicine. May 1, 2007 (cited August 27, 2009). Available at http://emedicine.medscape.com/article/384879-overview

5. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Edisi Pertama. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2005

6. Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997

7. DeSouza CE, Menezes CO, DeSouza RA, Ogale SB, Morris MM, Desai AP. Profile of congenital cholesteatomas of the petrous apex. J Postgrad Med [serial online] 1989 [cited 2009 Sep 5];35:93. Available from: http://www.jpgmonline.com/text.asp?1989/35/2/93/5702

8. Makishima T, Hauptman G. Cholesteatoma. University of Texas Medical Branch Department of Otolaryngology. January 25, 2006 (cited August 25, 2009). Available at www.utmb.edu/otoref/grnds/Cholest.../Cholest-slides-060125.pdf

9. Cholesterol Granuloma. March 16, 2006 (cited September 7, 2009). Available at http://www.upmc.com/Services/minc/conditionstreatments/Pages/cholesterol-granuloma.aspx

21