Referat - Kolesteatoma

36
REFERAT THT KOLESTEATOMA DISUSUN OLEH : NISRINA KARIMA LISDIANINGTYAS 1102010208 PRESEPTOR dr. H. Gunawan Kurnaedi, Sp. THT-KL dr. Elananda, Sp.THT-KL DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSU Dr. SLAMET GARUT PERIODE 02 MARET 2015 – 03 APRIL 2015 1

description

Kolesteatoma

Transcript of Referat - Kolesteatoma

REFERAT THT

KOLESTEATOMA

DISUSUN OLEH :

NISRINA KARIMA LISDIANINGTYAS1102010208

PRESEPTOR

dr. H. Gunawan Kurnaedi, Sp. THT-KL

dr. Elananda, Sp.THT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSU Dr. SLAMET GARUTPERIODE 02 MARET 2015 03 APRIL 2015

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.Alhamdulillah, puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan referat dengan judul KOLESTEATOMA yang disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kepaniteraan di bagian THT RSU dr. Slamet Garut. Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. H. W. Gunawan Kurnaedi Sp.THT-KL selaku kepala SMF dan konsulen THT RSU dr. Slamet Garut yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu kepada penyusun.

2. Dr. Elananda Sp.THT-KL selaku Konsulen THT RSU dr. Slamet Garut yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu kepada penyusun.

3. Dr. Sofyan Sp.THT dosen Ilmu Kedokteran THT FK Universitas YARSI yang telah memberi bimbingan serta pengajaran kepada penyusun selama ini.

4. Para perawat di poliklinik THT yang telah banyak membantu penyusun dalam kegiatan klinik sehari-hari.

5. Orang tua dan keluarga yang tidak pernah berhenti memberi kasih sayang, mendoakan dan memberi dukungan kepada penyusun.

6. Teman-teman sejawat yang telah banyak memberikan inspirasi dan dukungannya.Penyusun menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, untuk itu penyusun mengharapkan kritik serta saran. Semoga dengan adanya referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi semua pihak.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Garut, Maret 2015

Penulis DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR . 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN

4BAB II ANATOMI TELINGA

5

BAB III KOLESTEATOMA

3.1 Definisi Kolesteatoma

11

3.2 Epidemiologi Kolesteatoma

11

3.3 Klasifikasi Kolesteatoma

13

3.4 Patofisiologi Kolesteatoma 13

3.5 Patofisiologi Kerusakan Tulang

17

3.6 Manifestasi Kolesteatoma

18

3.7 Diagnosis Kolesteatoma

19

3.8 Penatalaksanaan Kolesteatoma

21

3.9 Komplikasi Kolesteatoma

24

3.10 Prognosis Kolesteatoma 25DAFTAR PUSTAKA

26BAB I

PENDAHULUANKolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johanes Muller pada tahun 1838 karena disangka tumor yang ternyata bukan. Seluruh epitel kulit (keratinizing stratified squamous epithelium) pada tubuh berada pada lokasi yang terbuka/ terpapar ke dunia luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma.

Kolesteatoma diawali dengan penumpukan deskuamasi epidermis di liang telinga, sehingga membentuk gumpalan dan menimbulkan rasa penuh serta kurang dengar. Bila tidak ditanggulangi dengan baik akan terjadi erosi kulit dan bagian tulang liang telinga. Kolesteatoma mengerosi tulang yang terkena baik akibat efek penekanan oleh penumpukan debris keratin maupun akibat aktifitas mediasi enzim osteoklas. Etiologinya belum diketahui, sering terjadi pada pasien dengan kelainan paru kronik, seperti bronkiektasis, juga pada pasien sinusitis. Namun kejadian kolesteatoma sangat jarang terjadi.BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGATelinga merupakan salah satu indera yang dimiliki manusia yang cukup penting, karena tanpa adanya pendengaran maka seseorang juga akan mengalami kesulitan dalam berbicara. Telinga merupakan organ yang bersifat sensori yang sangat kompleks jika dibandingkan dengan organ sensori lainnya.

Secara anatomi, pada dasarnya telinga dibagi menjadi 3 bagian secara garis besar, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga dalam sendiri nanti akan terbagi menjadi dua bagian, yaitu koklea yang berfungsi dalam pendengaran dan juga aparatus vestibuli yang berperan dalam keseimbangan. Telinga luar dan telinga tengah akan menyalurkan suara menuju koklea, yang dimana pada koklea suara tersebut akan dipisahkan berdasarkan frekuensinya sebelum mengalami transduksi oleh sel-sel rambut pada koklea yang akan mengubah rangsangan suara tersebut menjadi stimulus neural pada saraf yang bertanggung jawab atas pendengaran yaitu saraf kranial ke VIII yaitu nervus vestibulocochlear.1

Gambar 1. Anatomi TelingaTelinga luar pada dasarnya sebagian terbentuk dari kartilago yang dilapisi oleh kulit pada bagian luar dan tulang yang langsung dilapisi oleh kulit pada bagian dalam. Bagian luar dari telinga ini disebut juga sebagai aurikula yang dimana terdapat banyak bagian dari aurikula yang memiliki nama masing-masing. Dalam fungsi pendengaran terdapat cekungan pada telinga luar yang disebut juga sebagai concha yang sangat berperan penting dalam mengumpulkan dan mengantarkan suara yang akan berujung pada koklea.1,3

Gambar 2. Auricula

Kanalis telinga dilapisi oleh epitel yang mensekresikan serumen dan disertai oleh rambut pada permukaannya. Pada epitel yang melapisi kanalis telinga ini tidak terdapat kelenjar keringat. Oleh karena epitel pada liang telinga ini tidak seperti epitel pada daerah lainnya yang sering tergosok secara natural, maka epitel didaerah ini dapat membersihkan sel kulit yang mati dan juga serumen yang berada pada kanalis telinga, kegagalan dalam pembersihan sendiri dari sel epitel ini merupakan salah satu teori yang berkembang dalam patofisiologi dari terjadinya kolesteatoma. Terdapat dua sel yang berperan dalam pembentukan serumen yaitu kelenjar sebaseus dan kelenjar serumen.1,3Bagian kedua dari telinga adalah telinga bagian tengah yang terdiri dari membran timpani dan juga 3 tulang yang berperan penting dalam pendengaran yaitu malleus, incus, dan stapes. Pada telinga tengah juga terdapat dua otot kecil, yaitu otot tensor timpani dan juga otot stapedius yang akan berperan dalam refleks akustik. Pada telinga tengah juga terdapat chorda tympani yang merupakan cabang dari nervus fasialis yang melewati telinga tengah yang dimana chorda tymphani ini akan menginervasi 2/3 depan dari lidah. Pada telinga tengah juga terdapat tuba Eustaschian yang akan menghubungkan telinga tengah dengan faring.1,3Rongga telinga tengah pada dasarnya berbentuk seperti kubus dengan enam sisi yang dimana dinding posterior dari kubus ini sedikit lebih besar daripada dinding anteriornya. Berikut ini merupakan batas-batas dari rongga telinga tengah :

Batas luar : Membran timpani

Batas depan : Tuba eustachius

Batas bawah : Vena jugularis Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.

Batas atas : Tegmen timpani (meningen/otak), tegmen timpani ini akan memisahkan resesus epitimpanic dari fossa kranial bagian tengah.

Batas dalam: Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), promontorium, dan tingkapbundar (round window)Salah satu struktur penting yang berada pada telinga tengah adalah membran timpani. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membran propia). Pars flaksida hanyaberlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.

Gambar 3. Membran Tympani

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegaklurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.3Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luarke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah salingberhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekatpada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yangberhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakanpersendian.3

Gambar 4. Telinga Tengah dan DalamTelinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.3Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius (tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar membran tympani.3 Telinga tengah dapat juga dibagi menjadi tiga kompartemen yaitu mesotympanum, hypotympanum, epitympanum. Yang menjadi batasan dari ketiga kompartemen ini adalah kanalis auditori eksternal. Epitympanum sendiri berada superior dan medial dari kanalis auditori eksternal. Hypotympanum terletak inferior dan medial dari kanalis auditori eksternal, sedangkan yang terakhir adalah mesotympanum terletak di medial dari eksternal auditori kanal.Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibule.3Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap.3Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti.3Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.3Gambar 5. Organ Corti

Dibelakang dari rongga telinga tengah terdapat mastoid antrum yang merupakan penonjolan dari tulang temporalis, dan rongga mastoid ini berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus ad antrum. Rongga mastoid merupakan sebuah rongga yang berbentuk seperti segitiga dengan puncaknya mengarah ke kaudal. Mastoid antrum ini memiliki panjang 12-15mm, tinggi 8-10mm, dan lebar antara 6-8mm.

Fisiologi Pendengaran

Gambar 6. Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.1,3BAB IIIKOLESTEATOMA

3.1Definisi

Kolesteatoma telah diakui selama beberapa dekade sebagai lesi destruktif dasar tengkorak yang dapat mengikis dan menghancurkan struktur penting pada tulang temporal. Potensinya dalam menyebabkan komplikasi sistem saraf (misalnya abses otak, meningitis) membuatnya menjadi lesi yang berpotensi fatal.6Kolesteatoma diartikan sebagai adanya epitel skuamosa pada telinga tengah, mastoid, atau epitimpanum. Normalnya, celah telinga tengah dilapisi oleh berbagai jenis epitel di berbagai regio: kolumnar bersilia di bagian anterior dan inferior, kuboidal di bagian tengah dan pavement-like di bagian attic. Telinga tengah tidak dilapisi oleh epitel skuamosa berkeratin. Oleh karena itu, adanya epitel skuamosa pada telinga tengah, mastoid, atau epitimpanum disebut kolesteatoma. Dengan kata lain, kolesteatoma adalah kulit di tempat yang salah.6,7,8Pada dasarnya, kolesteatoma terdiri dari dua bagian, (i) matriks, yang terdiri dari epitel skuamosa berkeratin yang bertumpu pada stroma jaringan ikat dan (ii) central white mass, yang terdiri dari debris keratin yang dihasilkan oleh matriks. Maka, kolesteatoma juga disebut sebagai epidermosis atau keratoma.63.2Epidemiologi

Insidensi dari kolesteatoma beraneka ragam dimana salah satu penyebabnya adalah praktek medis yang berbeda-beda di setiap Negara, seperti contohnya di Israel ditemukan adanya penurunan kejadian dari kolesteatoma, ketika pada pasien yang menderita otitis media kronik dilakukan penanganan dengan grommets ataupun aural ventilation tube.Baik laki-laki ataupun perempuan dapat mengalami kolesteatoma, dengan perbandingan laki-laki berbanding wanita sebesar 3:2. Kolesteatoma yang terjadi pada anak-anak ditemukan akan lebih sering berdampak pada tuba eustachius, anterior mesotympanum, sel retrolabirin dan prosesus mastoid jika dibandingkan dengan orang dewasa. Berdasarkan bukti klinis dan pemeriksaan histologi diketahui bahwa kolesteatoma yang terjadi pada anak pada umumnya bersifat lebih agresif. 43.3 Klasifikasi

a) Kolesteatoma KongenitalKolesteatoma kongenital terjadi sebagai konsekuensi dari epitel skuamosa yang terjebak dalam tulang temporal selama embriogenesis. Lokasi kolesteatoma biasanya di mesotimpanum anterior, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle. Sering diidentifikasi pada anak-anak usia 6 bulan hingga 5 tahun.

Gambar 7. Kolesteatoma Kongenital

Selama kolesteatoma membesar, kolesteatoma dapat menyumbat tuba eustachius dan memproduksi cairan telinga tengah kronis dan mengakibatkan tuli konduktif. Kolesteatoma juga dapat melebar ke arah posterior dan mengelilingi tulang-tulang pendengaran hingga menyebabkan tuli konduktif. Tidak seperti tipe kolesteatoma lainnya, kolesteatoma kongenital biasnaya diidentifikasi di belakang membran timpani yang masih utuh dan terlihat normal. Anak biasanya tidak memiliki sejarah infeksi telinga berulang, tidak pernah dioperasi telinga sebelumnya, dan tidak memiliki sejarah perforasi membran timpani.6,7b) Kolesteatoma Akuisital Primer

Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran tymphani. Kolesteatoma timbul akibat proses invaginasi dari membran tymphani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba (Teori Invaginasi).

Kolesteatoma akuisital primer timbul sebagai akibat dari retraksi membran timpani. Kolesteatoma akuisital primer klasik berawal dari retraksi pars flaksida di bagian medial membran timpani yang terlalu dalam sehingga mencapai epitimpanum. Saat proses ini berlanjut, dinding lateral dari epitympanum (disebut juga skutum) secara perlahan terkikis, menghasilkan defek pada dinding lateral epitympanum yang perlahan meluas. Membran timpani terus mengalami retraksi di bagian medial sampai melewati pangkal dari tulang-tulang pendengaran hingga ke epitympanum posterior. Destruksi tulang-tulang pendengaran umum terjadi. Jika kolesteatoma meluas ke posterior sampai ke aditus ad antrum dan tulang mastoid itu sendiri, erosi tegmen mastoid dengan eksposur dura dan/atau erosi kanalis semisirkularis lateralis dapat terjadi dan mengakibatkan ketulian dan vertigo.

Kolesteatoma akuisital primer tipe kedua terjadi apabila kuadran posterior dari membran timpani mengalami retraksi ke bagian posterior telinga tengah. Apabila retraksi meluas ke medial dan posterior, epitel skuamosa akan menyelubungi bangunan-atas stapes dan membran tympani tertarik hingga ke dalam sinus timpani. Kolesteatoma primer yang berasal dari membran timpani posterior cenderung mengakibatkan eksposur saraf wajah (dan kadang-kadang kelumpuhan) dan kehancuran struktur stapes.c) Kolesteatoma Akuisital SekunderMerupakan kolesteatoma yang terbentuk setelah adanya perforasi membran tympani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran tympani ke telinga tengah (Teori Migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum tymphani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (Teori Metaplasi).Kolesteatoma akuisital sekunder terjadi sebagai akibat langsung dari beberapa jenis cedera pada membran timpani. Cedera ini dapat berupa perforasi yang timbul sebagai akibat dari otitis media akut atau trauma, atau mungkin karena manipulasi bedah pada gendang telinga. Suatu prosedur yang sederhana seperti insersi tympanostomy tube dapat mengimplan epitel skuamosa ke telinga tengah, yang akhirnya menghasilkan kolesteatoma. Perforasi marginal di bagian posterior adalah yang paling mungkin menyebabkan pembentukan kolesteatoma. Retraksi yang mendalam dapat menghasilkan pembentukan kolesteatoma jika retraksi menjadi cukup dalam sehingga menjebak epitel deskuamasi.6,73.4Patofisiologia) Kolesteatoma KongenitalPatogenesis kolesteatoma kongenital masih diperdebatkan hingga saat ini. Ada beberapa teori yang dipakai untuk menjelaskan patogenesis dari kolesteatoma kongenital.6 Epithelial rest theoryTeori ini dipopulerkan oleh Teed pada tahun 1936 kemudian penemuan ini dikonfirmasi oleh Michaels pada tahun 1986. Teed mengemukakan bahwa ia menemukan adanya sisa sel epitelial pada tulang temporal fetus yang normalya menghilang pada minggu ke-33 gestasi. Adanya sel epitelial tersebut menjadi pencetus terjadinya kolesteatoma kongenital. Sisa sel epitelial ini ditemukan pada dinding lateral tuba eustachius, di bagian proksimal tympanic ring, di kuadran anterosuperior dari telinga tengah. Dikemukakan bahwa cedera inflamasi pada membran timpani yang intak akan mengakibatkan mikroperforasi pada lapisan basalis. Kemudian hal ini membuat invasi dari epitel skuamosa dengan adanya aktivitas proliferasi epithelial cones. Epithelial cones ini kemudian terus berproliferasi, menyebar dan terus berekspansi dan membentuk kolesteatoma pada telinga tengah.6,7

Gambar 8. Epithelial Rest Theory Acquired inclusion theoryTeori ini dipopulerkan oleh Tos. Tos mengobservasi dan menemukan bahwa kolestatoma anteroposterior sering mengalami penempelan pada bagian anterior handle atau neck dari maleus, dan posterior kolestatoma, lebih sering menempel pada bagian posterior handle malleus dan incudostapedial joint. Lokasi ini jauh dari anterior annulus timpani dan dinding lateral tuba eustachius seperti yang dikemukan pada teori epitelial rest. Tod berspekulasi bahwa lokasi originnya adalah lateral tuba eustachius dan daerah anterior dari annulus timpani. Kolesteatoma akan memblok tuba eusthacius sebelum menyebar ke kavitas timpani dan handle dari malleus. Kemudian, Tos mengemukakan teori inklusi sebagai penjelasan patogenesis dari kolesteatoma kongenital. Tos berspekulasi bahwa epitel skuamosa berkeratin mungkin berimplantasi ke kavitas timpani selama proses patologi pada membran timpani dan telinga tengah pada anak-anak.6,7Stadium pada kongenital kolesteatoma : Stage I Terbatas pada 1 kuadran Stage II Melibatkan beberapa kuadran tanpa melibatkan ossiculus Stage III Melibatkan ossiculus tanpa ektensi ke mastoid Stage IV Melibatkan mastoid (67% resiko kolesteatoma residual)Berdasarkan lokasi kolestatoma, kongenital kolesteatoma dibagi menjadi 3 tipe, yaitu : Type 1 Terbatas pada telinga tengah, ossiculus tidak terlibat Type 2 Melibatkan kuadran posterior superior dan attic Type 3 Campuran tipe 1 dan 2 serta mastoidb) Kolesteatoma Akuisital PrimerTeori patogenesis :1. Invaginasi dari membran timpani (kolesteatoma kantung retraksi)Disfungsi tuba eustachius dipikirkan menyebabkan retraksi membran timpani sehingga menyebabkan tekanan negatif di epitympanic space sehingga pars flaccida tertarik ke arah medial ke atas maleus dan menyebabkan terjadinya kantung retraksi. Pars flaccida yang tidak memiliki lapisan fibrosa akan lebih mudah terkena kondisi ini. Kantung retraksi akan menyebabkan gangguan pada fisiologi normal migrasi epitel sehingga memicu terjadinya pengumpulan keratin. Saat kantung retraksi menekan semakin ke dalam, keratin yang mengalami deskuamasi berakumulasi dan tidak dapat dikeluarkan dari kantung hingga menyebabkan terjadinya kolesteatoma.42. Teori Papillary IngrowthReaksi inflamasi di rongga Prussaks dengan pars flaccida yang masih utuh, dapat menyebabkan kerusakan di membran basal hingga sel epitel dapat berproliferasi ke dalam. 3. Teori MetaplasiaEpitel yang terdeskuamasi bertransformasi menjadi epitel skuamosa karena disebabkan oleh otitis media kronik atau berulang.4

Gambar 9. Patofisiologi Kolesteatoma Akuisital Primerc) Kolesteatoma Akuisital SekunderKolesteatoma yang didapat secara sekunder dijelaskan sebagai akibat dari terjadinya migrasi sel-sel epidermis yang berasal dari membran timpani ke dalam rongga telinga tengah pada tempat terjadinya perforasi marginal ataupun sebagai hasil dari implantasi keratinosit ke rongga telinga tengah. Implantasi dapat terjadi ketika terdapat kerusakan membran timpani yang disebabkan karena suara ledakan yang akan menyebabkan terjadinya implantasi dari keratin ke dalam rongga telinga tengah dan terjebak disana ketika terjadi penyembuhan dari membran timpani. Selain dari trauma pada membran timpani, implantasi dari keratin ini juga dapat terjadi ketika terjadi fraktur pada tulang temporal ataupun implantasi yang disebabkan karena tindakan medis atau yang biasa kita sebut sebagai iatrogenik. Beberapa tindakan operasi yang berhubungan dengan telinga tengah seperti stapedectomy, tympnaoplasty, pemasangan pressure equalization tube, dan tindakan eksplorasi dari telinga tengah dapat menjadi penyebab dari terjadinya kolesteatoma sekunder.

Patofisiologi Kolesteatoma23

Gambar 11. Patofisiologi Kolesteatoma Akuisital Sekunder

3.5 Patofisiologi Kerusakan TulangTerdapat dua mekanisme bagaimana terjadinya osteolysis pada kolesteatoma telinga tengah yaitu resorpsi tulang akibat penekanan dan disolusi enzym pada tulang oleh cytokine mediated inflammation. Nekrosis akibat penekanan pertama kali disebutkan oleh Steinbru pada tahun 1879 dan Walsh pada tahun 1951, sedangkan resorpsi tulang secara langsung dideskripsikam oleh Chole dan coworkers pada tahun 1985. Chole mengimplant silicon pada telinga tengah gerbil tanpa kolesteatoma dan hasilnya menunjukan adanya resorpsi tulang di area yang mengalami penekanan. Mereka mengestimasi bahwa tekanan 50-120mm Hg menghasilkan resorpsi tulang oleh osteoclast.6Tidak jelas bagaimana aktivasi oleh tekanan memicu osteoclast melakukan perusakan tulang pada kolesteatoma. Namun perusakan tulang yang dipicu oleh enzym dan sitokin telah dipelajari pada 2 abad terakhir. Matrix metalloproteinase (MMP), suatu enzym dari family zinc metalloenzymes yang mendegradasi matrix ekstraselular telah diketahui terdapat pada kolesteatoma. MMP-2 dan MMP-9 terdapat pada lapisan epitel suprabasal kolesteatoma.6

Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan kuman (infeksi), yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Sebaliknya infeksi dapat memicu respons imun lokal yang mengakibatkan produksi berbagai mediator inflamasi dan berbagai sitokin. Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada matriks kolesteatoma adalah interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor- (TNF-), tumor growth factor (TGF). Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatoma bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis.

Tabel 1. Distribusi kuman dari kavum tympani pada Otitis Media Supuratif Kronis dengan Kolesteatoma5Jenis KumanJumlah temuan

Pseudomonas aeruginosa931,5%

Proteus mirabilis1758,5%

Difteroid13,3%

Streptococcus -hemolyticus13,3%

Enterobacter sp.13,3%

Massa kolesteatoma ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh karena pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirintitis, meningitis, dan abses otak.

3.6 Manifestasi Klinis

Gejala khas dari kolesteatoma adalah otorrhea tanpa rasa nyeri, yang terus-menerus atau sering berulang. Ketika kolesteatoma terinfeksi, kemungkinan besar infeksi tersebut sulit dihilangkan. Karena kolesteatoma tidak memiliki suplai darah (vaskularisasi), maka antibiotik sistemik tidak dapat sampai ke pusat infeksi pada kolesteatoma. Antibiotik topikal biasanya dapat diletakkan mengelilingi kolesteatoma sehingga menekan infeksi dan menembus beberapa milimeter menuju pusatnya, akan tetapi, pada kolestatoma terinfeksi yang besar biasanya resisten terhadap semua jenis terapi antimikroba. Akibatnya, otorrhea akan tetap timbul ataupun berulang meskipun dengan pengobatan antibiotik yang agresif.

Gangguan pendengaran juga merupakan gejala yang umum pada kolesteatoma. Kolesteatoma yang besar akan mengisi ruang telinga tengah dengan epitel deskuamasi dengan atau tanpa sekret mukopurulen sehingga menyebabkan kerusakan osikular yang akhirnya menyebabkan terjadinya tuli konduktif yang berat.

Pusing adalah gejala umum relatif pada kolesteatoma, tetapi tidak akan terjadi apabila tidak ada fistula labirin akibat erosi tulang atau jika kolesteatoma mendesak langsung pada stapes footplate. Pusing adalah gejala yang mengkhawatirkan karena merupakan pertanda dari perkembangan komplikasi yang lebih serius.

Pada pemeriksaan fisik, tanda yang paling umum dari kolesteatoma adalah drainase dan jaringan granulasi di liang telinga dan telinga tengah yang tidak responsif terhadap terapi antimikroba. Suatu perforasi membran timpani ditemukan pada lebih dari 90% kasus. Kolesteatoma kongenital merupakan pengecualian, karena seringkali gendang telinga tetap utuh sampai komponen telinga tengah cukup besar. Kolesteatoma yang berasal dari implantasi epitel skuamosa kadangkala bermanifestasi sebelum adanya gangguan pada membran tympani. Akan tetapi, pada kasus-kasus seperti ini, (kolesteatoma kongenital, kolesteatoma implantasi) pada akhirnya kolesteatoma tetap saja akan menyebabkan perforasi pada membran tympani.

Seringkali satu-satunya temuan pada pemeriksaan fisik adalah sebuah kanalis akustikus eksternus yang penuh terisi pus mukopurulen dan jaringan granulasi. Kadangkala menghilangkan infeksi dan perbaikan jaringan granulasi baik dengan antibiotik sistemik maupun tetes antibiotik ototopikal sangat sulit dilakukan. Apabila terapi ototopikal berhasil, maka akan tampak retraksi pada membran tympani pada pars flaksida atau kuadran posterior.

Pada kasus yang amat jarang, kolesteatoma diidentifikasi berdasarkan salah satu komplikasinya, hal ini kadangkala ditemukan pada anak-anak. Infeksi yang terkait dengan kolesteatoma dapat menembus korteks mastoid inferior dan bermanifestasi sebagai abses di leher. Kadangkala, kolesteatoma bermanifestasi pertama kali dengan tanda-tanda dan gejala komplikasi pada susunan saraf pusat, yaitu : trombosis sinus sigmoid, abses epidural, atau meningitis.

3.7DIAGNOSIS

Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala merupakan pemriksaan sederhana untuk mengetahui gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometric nada murni, audiometric tutur (speech audiometric), dan pemeriksaan BERA (brainstem evoked response audiometric) bagi pasien anak yang tidak koperatif dengan pemeriksaan audiometric nada murni.

Berdasarkan gejala klinik didapatkan pasien mengeluh: penurunan kemampuan mendengar otorrhea, biasanya kuning dan berbau tidak ena otalgia obstruksi nasal tinnitus, intermiten dan unilateral vertigo

Didapatkan juga riwayat penyakit sebelumnya seperti :

otitis media kronik

perforasi membran timpani

operasi telinga sebelumnya

Pada pemeriksaan otoskopi pasien dengan kolesteatoma dapat ditemukan :

perforasi tipe marginal atau atik

terdapat kolesteatoma di liang telinga tengah (epitimpanum)

abses atau fistel retroaurikuler (belakang telinga) pada kasus lanjut

polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar (berasal dari telinga tengah)

secret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma)

Pemeriksaan Penunjanga) RADIOLOGIDapat dilakukan foto rontgen mastoid, CT scan, atau MRI. CT scan merupakan pilihan radiologi yang dapat mendeteksi gangguan tulang. Namun CT scan tidak selalu dapat membedakan antara jaringan granulasi dengan kolesteatoma. Gaurano (2004) telah mendemonstrasikan bahwa ekspansi antrum mastoid dapat dilihat pada 92% kolesteatoma telinga tengah dan 92% mendemonstrasikan adanya erosi tulang pendengaran.8CT scan yang digunakan adalah CT scan tulang temporal (2mm tanpa kontras dengan potongan axial dan coronal.Tanda kolesteatoma pada CT scan adalah :1) Masa jaringan lunak di telinga tengah terutama di prussaks space pada kolesteatoma lanjut, terdapat bagian telinga tengah yang terisi udara yang menunjukan masa dan bukan effusi2) Erosi tulang scutum (dinding lateral epitimpanum) semisirkular kanal lateral tegmen timpani incus dan stapes

Beberapa dokter hanya melakukan preoperative imaging pada kasus spesial dan cukup yakin untuk menjalankan operasi tanpa melakukan pemeriksaan radiologi terlebih dahulu. Biasanya dokter meminta dilakukannya preoperative CT scan pada keadaan : Bila diagnosa masih belum pasti, diagnosa belum pasti biasanya pada pasien dengan retraksi attic kecil yang didapatkan pada pemeriksaan fisik. CT scan pada pasien ini dapat membantu membedakan antara retraksi tanpa perluasan jaringan lunak ke epitympanic space dengan masa jaringan lunak ekstensif disertai erosi tulang. Bila pasien menghindari operasi, sebaiknya operasi tidak dilakukan bila CT scan telah dilakukan dan dievaluasi berdasarkan hasil CT scan Bila anatomi tidak dapat ditentukan dan luasnya penyakit tidak diketahui Pasien dengan kelainan congenital (ex: atresia) Bila dicurigai adanya komplikasi Bila dicurigai terdapat fistla labyrinthine atau erosi tuba fallopi Bila terdapat perluasan ke intracranial, peradangan dura, meningitis, abscess, atau trombosis sinus sigmoid diindikasikan dilakukan MRI

Namun terdapat pendapat lain bahwa kolesteatoma yang direncanakan untuk dilalukan pembedahan harus dilakukan preoperative CT scan sebelumnya.

b) Audiometri, harus dilakukan sebelum operasi, kapanpun dapat dilakukan kecuali operasi dilakukan segera karena komplikasi.Pada audiometri didapatkan : tuli konduktif sedang hingga berat yaitu lebih dari 40 dB : mengindikasikan diskontinuitas tualng pendengaranc) Histologi

Pemeriksaan histology dari kolesteatoma yang telah diangkat menunjukan sel epitel skuamosa.d) Patologi Anatomi Kolesteatoma Konten kistik : pusat keratin yang mengalami deskuamasi Matrix : keratinizing stratified squamos epitel Perimatrix : jaringan granulasi, mensekresi enzim proteolitik yang dapat menyebabkan erosi tulang Hiperkeratosis e) Kultur dan uji resistensi kuman dari secret telinga

3.8PENATALAKSANAAN

a) Terapi Non BedahTujuan awal dari terapi kolesteatoma adalah menurunkan derajat inflamasi dan aktivitas infeksi pada bagian telinga yang terinfeksi. Prinsip pengobatan medikasi kolesteatoma adalah membuang debris dari liang telinga. Irigasi harus dilakukan dengan tepat, air harus dikeluarkan seluruhnya dari telinga untuk mencegah kelanjutan kontaminasi. Selain irigasi, diperlukan juga antimikroba topikal untuk menekan infeksi, yang umumnya disebabkan oleh organisme sebagai berikut : Pseudomonas aeruginosa, Streptococci, Staphylococci, Proteus, dan Enterobacter. Antimikroba yang umum dipakai adalah ofloxacin atau neomycin-polymyxin B. Apabila telinga tengah terpapar, dikemukakan bahwa penggunaan aminoglikosida bersifat ototoksik dan berbahaya. Akan tetapi, belum ada studi yang adekuat yang mendukung teori tersebut. Namun, untuk kepentingan pasien, dianjurkan untuk menghindari penggunaan agen ototoksik dan tetap menggunakan ofloxacin. Selain itu, beberapa klinisi juga menggunakan steroid topikal untuk menurunkan inflamasi, namun studi lebih lanjut masih diperlukan untuk menilai efektivitas dari penggunaan agen ini.Pada beberapa kasus, infeksi yang berlangsung tidak sepenuhnya teratasi. Hal ini biasanya terjadi pada kasus adanya kolesteatoma sac dengan debris keratin yang tidak diobati dengan antimikroba lokal secara efektif. Namun, setelah tindakan bedah, umumnya keluhan otorrhea akan teratasi.b) Terapi PembedahanTujuan dari terapi pembedahan adalah mengangkat atau menyingkirkan kolesteatoma. Teknik operatif yang umum dilaksanakan antara lain canal-wall-up (closed) dan canal-wall-down (open). Apabila pasien memiliki riwayat episode kekambuhan kolesteatoma, dan berharap dapat menghindari tindakan operatif di kemudian hari, teknik canal-wall-down merupakan pilihan yang tepat dan lebih aman. Tujuan utama terapi kolesteatoma adalah menciptakan kondisi telinga yang kering dan aman. Proses-proses yang menyebabkan erosi tulang, inflamasi kronik, dan infeksi harus ditangani secara tuntas. Oleh karena itu, seluruh matriks kolesteatoma harus disingkirkan sepenuhnya. Apabila hal ini gagal dilakukan, kemungkinan yang muncul adalah kekambuhan dari kolesteatoma. Tabel di bawah ini menunjukaan beberapa teknik pembedahan disertai keuntungan dan kerugiannya.6

Teknik canal-wall-down memiliki probabilitas tertinggi dalam membersihkan kolesteatoma secara permanen. Canal-wall-up prosedur memiliki keuntungan mempertahankan penampilan normal, tetapi mereka memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap kolesteatoma persisten atau berulang. Risiko kekambuhan cukup tinggi sehingga ahli bedah menyarankan suatu tympanomastoidectomy kedua setelah 6 bulan sampai 1 tahun setelah operasi awal. Di Amerika Serikat, kebanyakan prosedur bedah kolesteatoma dilakukan dengan insisi pada belakang telinga dikombinasikan dengan insisi pada external auditory canal. Kemudian menyingkirkan air cell dari mastoid secara keseluruhan. Mengelevasi membran timpani dan evaluasi mastoid. Singkirkan kolesteatoma. Apabila ossiculus juga terlibat, maka bagian tersebut perlu disingkirkan juga untuk menghindari kekambuhan dari kolestetoma. Membran timpani pada umumnya juga direkonstruksi pada prosedur ini. Apabila dilakukan canal-wall-up, tulang direkonstruksi dengan cartilage graft. Bila menggunakan teknik canal-wall-down, maka perlu dibuat meatoplasty yang besar agar ada sirkulasi udara yang adekuat ke cavitas telinga.6Karakteristik prosedur canal-wall-up : Menyingkirkan semua air cell Functional tuba eustachius Ruang telinga tengah yang dipertahankan dengan baik Komunikasi adekuat antara mastoid dengan ruang telinga tengah melalui additus ad antrum. Eliminasi dari tulang attic dilengkapi dengan cartilage atau bone graft.Karakteristik teknik canal-wall-down : Membersihkan semua air cell termasuk yang dalam retrofacial, retrolabyrinthine, and subarcuate air cell tracts. Pembersihan dinding lateral dan posterior dari epitimpanun sehingga tegmen mastoideum dan tegmen timpani menjadi lembut. Biasanya amputasi dari mastoid tip dianjurkan. Saucerization dari lateral margin kavitas. Perbesaran meatusTerapi postoperatif yang diberikan antara lain antimikroba yang sesuai dan steroid bila diperlukan. Antimikroba yang dipakai adalah antimikroba topikal, contohnya ialah aminoglycoside and fluoroquinolone topikal. Jenis antimikroba ini efektif untuk bakteri gram negatif. Selain itu, untuk menghindari efek ototoksik, dapat juga dipakai ciprofloxacin atau ofloxacin. Selain antimikroba, agen yang umum diberikan adalah steroid, yaitu steroid cream. Steroid berfungsi untuk mengontrol perkembangan dari jaringan granulasi.6Setelah tindakan bedah dilakukan, pasien dianjurkan untuk kontrol secara rutin. Pasien yang menajalani prosedur canal-wall-down dianjurkan untuk kontrol setiap 3 bulan untuk pembersihan liang telinga. Tujuanny aialah untuk menjaga agar telinga pasien tetap bebas daei deskuamasi epitel dan serumen. Pada pasien yang menjalani prosedur canal-wall-up umumnya memerlukan tindakan operatif kedua, setelah 6-9 bulan setelah tindakan operatif pertama.

3.9KOMPLIKASI

Komplikasi operasi pada mastoidektomi dan timpanoplasti dibagi berdasarkan komplikasi segera dan komplikasi lambat. Komplikasi segera termasuk parese nervus fasialis, kerusakan korda timpani, tuli saraf, gangguan keseimbangan, fistel labirin, trauma pada sinus sigmoid, bulbus jugularis, likuor serebrospinal. Infeksi pasca-operasi juga dapat dimasukkan sebagai komplikasi segera.

Komplikasi lambat termasuk kolesteatoma rekuren, reperforasi, lateralisasi tandur, stenosis liangg telinga luar, displasi atau lepasnya prostesis tulang pendengaran yang dipasang. Pada kebanyakan, kasus trauma nervus fasialis tidak disadari pada waktu operasi. Trauma nervus fasialis yang paling sering terjadi adalah pada pars vertikalis waktu melakukan mastoidektomi, bisa juga terjadi pada pars horizontal waktu manipulasi daerah di dekat stapes atau mengorek daerah bawah inkus baik dari arah mastoid ataupun dari arah kavum timpani. Trauma dapat lebih mudah terjadi bila tpografi daerah sekitarnya sudah tidak dikenali dengan baik, misalnya pada kelainan letak kongenital, jaringan parut karena operasi sebelumnya, destruksi kanalis fasialis karean kolesteatoma.

Derajat parese harus ditentukan, paling sederhana adalah menurut klasifikasi House-Bregmann. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan EMG untuk melihat derajat kerusakan pada saraf dan menentukan prognosis penyembuhan spontan.

Trauma operasi terhadap labirin sukar diketahui dengan segera, sebab vertigo pasca-operasi dapat terjadi hanya karena iritasi selam operasi, belum tentu karena cedera operasi. Trauma terhadap labirin bisa menyebabkan tuli saraf total. Manipulasi di daerah aditus ad antrum dan sekitarnya pada lapangan operasi yang ditutupi oleh jaringa kolesteatoma dan matriks koleteatoma dapat menyebabkan fistel labirin.

Trauma terhadap tulang pendengaran diperkirakan akan memperbuuk sistem konduksi telinga tengah sedapat mungkin langsung rekonstruksi. Trauma terhadap dinding sinus dan duramater sehingga terjadi perdarahan dan bocornya cairan otak, bila tidak luas dapat ditungggu sebentar dan langsung ditutup dengan tandu komposit sampai kebocoran berhenti. Trauma pada sinus lateralis, sinus sigmoid, bulbus jugularis, dan vena emissari dapat menyebabkan perdarahan besar.3.10PROGNOSIS

Melakukan proses eliminasi dari kolesteatoma hampir selalu berhasil, namun terkadang membutuhkan tindakan operasi yang berkali-kali. Karena penanganan dari kolesteatoma dengan pembedahan pada umumnya berhasil dengan sempurna, oleh karena itu komplikasi yang timbul dari pertumbuhan kolesteatoma yang tidak terkontrol sangatlah jarang terjadi.Pada penanganan canal-wall-down tympanomastoidectomy akan memberikan angka persentase rekurensi ataupun persistensi yang rendah dari kolesteatoma. Reoperasi dari kolesteatoma hanya terjadi pada 5% atau bahkan lebih sedikit. Oleh karena itu tehnik ini jauh lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan closed-cavity technique yang memiliki angka rekurensi antara 20-40%.15Meskipun begitu, karena tulang-tulang pendengaran dan ataupun membran timpani tidak dapat mengalami resolusi secara sempurna kembali kedalam keadaan normal, kolesteatoma tetap secara relatif merupakan penyebab yang cukup sering dari tuli konduktif yang bersifat permanent.DAFTAR PUSTAKA

1. Roland PS. Middle Ear, Cholesteatoma. Emedicine. June 29, 2009 (cited August 25, 2009). Available at http://emedicine.medscape.com/article/860080-overview.

2. Moore K, Agur AMR. Anatomi Klinis Dasar. Edisi Pertama. Jakarta : Penerbit Hipokrates; 2002

3. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2008

4. Waizel S. Temporal Bone, Aquired Cholesteatoma. Emedicine. May 1, 2007 (cited August 27, 2009). Available at http://emedicine.medscape.com/article/384879-overview5. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Edisi Pertama. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2005

6. Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997

7. DeSouza CE, Menezes CO, DeSouza RA, Ogale SB, Morris MM, Desai AP. Profile of congenital cholesteatomas of the petrous apex. J Postgrad Med [serial online] 1989 [cited 2015 March 19]; 35:93. Available from: http://www.jpgmonline.com/text.asp?1989/35/2/93/57028. Makishima T, Hauptman G. Cholesteatoma. University of Texas Medical Branch Department of Otolaryngology. January 25, 2006 (cited March 19, 2015). Available at www.utmb.edu/otoref/grnds/Cholest.../Cholest-slides-060125.pdf

26