referat kista ginjal

73
REFERAT KISTA GINJAL Oleh: Dwityo Rahmat Setiawan H1A 006 011 Supervisor: dr. Akhada Maulana, SpU DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/SMF BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB MATARAM 2013 0

description

jjj

Transcript of referat kista ginjal

Page 1: referat kista ginjal

REFERAT

KISTA GINJAL

Oleh:

Dwityo Rahmat Setiawan

H1A 006 011

Supervisor:

dr. Akhada Maulana, SpU

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN/SMF BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB

MATARAM

2013

0

Page 2: referat kista ginjal

BAB I

PENDAHULUAN

Kista merupakan suatu rongga yang dilapisi oleh epitel dan berisi cairan. Kista ginjal

adalah struktur berisi cairan di dalam atau di tepi ginjal. Ginjal merupakan salah satu lokasi

tersering terjadinya kista pada tubuh. Kista ginjal dapat berkembang pada setiap lokasi di

sepanjang tubulus ginjal, dari kapsul Bowman ke duktus kolektivus melalui proses yang

diwariskan, melalui perkembangan atau didapat.

Meskipun lesi kista memiliki kondisi histologis yang serupa (mikroskopik atau

makroskopik, kantung dilapisi epitel), namun jumlah, lokasi, dan gambaran klinis kista

berbeda. Beberapa kista ginjal sebenarnya merupakan ektasi tubulus atau duktus kolektivus

pada nefron. Gardner (1988) mengemukakan bahwa duktus yang melebar hingga empat kali

diameter normal dapat disebut kista. Beberapa kista merupakan struktur sakular atau fusiform

yang menyerupai divertikula dan terletak pada berbagai lokasi di sepanjang nefron. Kista

dapat berhubungan dengan glomerulus, tubulus, duktus kolektivus, atau kaliks. Kista

mungkin terletak difus seluruh ginjal atau pada satu segmen saja serta dapat unilateral atau

bilateral. Kista juga dapat mewakili suatu bentuk displasia serta dapat pula timbul bersama-

sama dengan displasia.

Kista ginjal dapat disebabkan oleh anomali kongenital ataupun kelainan yang didapat.

Kista ginjal dapat merupakan bagian dari kelainan bawaan dan dapat muncul pada saat lahir

atau berkembang beberapa waktu setelahnya atau bahkan dapat timbul pada saat dewasa.

Beberapa jenis kista yang berbeda memiliki gambaran serupa, misalnya pada penyakit ginjal

dominan autosomal (ADPKD), tuberus sklerosis, penyakit VHL, dan penyakit ginjal kistik

didapat (ARCD), tampak kista memiliki lapisan hiperplastik, kadang-kadang terdapat nodul

hiperplasia atau polip yang mengarah ke dalam lumen kista. Namun, kondisi hiperplastik tiap

jenis kista ini sangat berbeda satu sama lain. Contoh lain dari kesamaan tersebut adalah ektasi

pada duktus kolektivus yang tampak pada penyakit ginjal polikistik resesif autosomal

(ARPKD) dan medullary sponge kidney.

1

Page 3: referat kista ginjal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 STRUKTUR ANATOMI DAN FUNGSI GINJAL

2.1.1 Struktur Anatomi Ginjal

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal

bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial.

Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur pembuluh darah, sistem

limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal. Ginjal terletak pada

dinding abdomen posterior setinggi vertebra Thorakal 12 (T12)sampai dengan Lumbal 3 (L3).

2

Page 4: referat kista ginjal

Struktur ginjal terdiri atas korteks renalis dan medula renalis, yang masing-masing

berbeda dalam warna dan bentuk. Korteks renalis berwarna pucat, mempunyai permukaan

yang kasar. Medula renalis terdiri atas pyramidales renale (pyramis renalis Malpighii ),

berjumlah antara 12–20 dan berwarna agak gelap. Basis dari bangunan piramid ini,

disebut basis pyramidis berada pada korteks, dan apexnya yang dinamakan papilla

renalis, terletak menghadap ke arah medial, bermuara pada kaliks minor. Pada setiap papilla

renalis bermuara 10–40 buah duktus yang mengalirkan urin ke kaliks minor. Daerah tersebut

berlubang-lubang dan dinamakan area cribrosa. Hilum renale meluas membentuk sinus

renalis, dan di dalam sinus renalis terdapat pelvis renalis, yang merupakan pembesaran dari

ureter ke arah cranialis. Pelvis renalis terbagi menjadi 2–3 kaliks renal mayor, dan setiap

kaliks mayor terbagi menjadi 7–14 buah kaliks renal minor.

3

Page 5: referat kista ginjal

Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosa tipis dan mengkilat yang disebut kapsula

fibrosa (true capsule) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Kelenjar

adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia Gerota. Fasia

ini berfungsi sebagai barier yang menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal

serta mencegah ekstravasasi urin pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu, fasia Gerota

dapat pula berfungsi sebagai barier dalam menghambat penyebaran infeksi atau menghambat

metastasis tumor ginjal ke organ sekitarnya. Di luar fasia Gerota terdapat jaringan lemak

retroperitoneal atau disebut jaringan lemak pararenal. Di sebelah posterior, ginjal dilindungi

oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang rusuk ke XI dan XII sedangkan di sebelah

anterior dilindungi oleh organ-organ intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar,

kolon dan duodenum; sedangkan ginjal kiri

dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas,

jejunum dan kolon. Secara anatomis ginjal

terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan

medula ginjal. Di dalam korteks terdapat

berjuta-juta nefron sedangkan di dalam

medula terdapat banyak duktuli ginjal. Nefron

adalah unti fungsional terkecil dari ginjal

yang terdiri atas tubulus kontortus proksimalis, tubulus kontortus distalis dan duktus

kolegentes.

4

Page 6: referat kista ginjal

Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung

dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara

ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak

mempunyai anastomosis dengan cabang-cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat

kerusakan pada salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada

daerah yang dilayaninya.

2.1.2 Fungsi Ginjal

Selain membuang sisa-sisa metabolisme tubuh melalui urin, ginjal berfungsi juga dalam:

a. Mengontrol sekkresi hormon aldosteron dan ADH (antidiuretic hormone) dalam

mengatur jumlah cairan tubuh

b. Mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D

c. Menghasilkan beberapa hormon, antara lain:

- Eritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah

- Renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah

- Prostaglandin

2.2. KISTA GINJAL

5

Page 7: referat kista ginjal

2.2.1 Definisi

Kista berasal dari kata Cystic yang berarti rongga tertutup abnormal, dilapisi epitel

yang mengandung cairan atau bahan semisolid. Kista ginjal adalah kista yang terdapat pada

ginjal. Kista ginjal adalah struktur berisi cairan di dalam atau di tepi ginjal. Ginjal merupakan

salah satu lokasi tersering terjadinya kista pada tubuh. Meskipun lesi kista memiliki kondisi

histologis yang serupa ( mikroskopik atau makroskopik, kantung dilapisi epitel), namun

jumlah, lokasi, dan gambaran klinisnya kista berbeda.

2.2.2 Klasifikasi

Klasifikasi yang digunakan berdasarkan kesepakatan Komite Klasifikasi,

Nomenklatur dan Terminologi Bagian AAP pada Urologi pada tahun 1987, di mana

perbedaan utama antara penyakit genetik dan nongenetik dan kelainan lain diklasifikasikan

lebih lanjut berdasarkan gambaran klinis, radiologis, dan patologisnya (Tabel 114-2). Dua

entitas glomerulokistik diskrit telah ditambahkan ke dalam klasifikasi AAP, seperti yang

terdapat dalam Tabel 114-2.

Tabel 114-2 Penyakit Kista Ginjal

A. Genetik

1. Penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD)

2. Penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD)

3. Penyakit juvenil nephronophthisis/penyakit kista medulary kompleks

o Penyakit juvenil nephronophthisis

o Penyakit kista medulary kompleks

4. Nefrosis kongenital (sindrom nefrotik familial) (resesif autosomal)

5. Penyakit glomerulokistik hipoplastik familial (dominan autosomal)

6. Sindrom malformasi multipel dengan kista renalis (contoh : tuberus sklerosis,

penyakit von Hippel-Lindau)

B. Non Genetik

1. Ginjal multikista/ginjal multikista displastik

2. Kista jinak multilokular (kista nefroma)

3. Kista sederhana

4. Medullary sponge kidney

6

Page 8: referat kista ginjal

5. Penyakit glomerulokistik ginjal sporadis

6. Penyakit kista ginjal didapat

7. Divertikulum kaliks (kista pyelogenik)

7

Page 9: referat kista ginjal

A. Genetik

1. Penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD)

Epidemiologi

Penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD) merupakan penyakit langka

yang terjadi pada 1 dari 40.000 kelahiran hidup (Zerres et al, 1987). Angka kejadian

penyakit ini tidak terlalu jarang di Finlandia yakni sebesar 1 dari 10.000 kelahiran hidup

(Kaariairen, 1987) bahkan dapat terjadi pada 1 dari 5.000 sampai 10.000 kelahiran hidup

(Bernstein dan Slovis, 1992). Penyakit ini mengakibatkan sebanyak 50% bayi baru lahir

meninggal pada beberapa jam sampai beberapa hari kehidupannya, sehingga membuat

penurunan insidensi yang signifikan pada bayi yang berusia 1 tahun. Sebanyak 50% bayi

yang bertahan pada periode neonatus dapat bertahan hingga usia 10 tahun (Kaplan at al,

1990).

Genetik

Setelah diagnosis ARPKD dicurigai, maka dibutuhkan rujukan untuk evaluasi genetik

dan konseling. Kemudian dilakukan anamnesis silsisah keluarga setidaknya hingga tiga

generasi. Karena penyakit ini bersifat autosomal resesif, maka saudara kandung memiliki

kemungkinan terkena penyakit ini sebesar ¼ kali lipat, sedangkan orang tua tidak harus

menunjukkan bukti penyakit ini untuk bisa menurunkannya.

Meskipun variabilitas klinis ARPKD, tampak bahwa hanya mutasi gen tunggal

bernama PKHD1, terletak pada kromosom 6, bertanggung jawab untuk penyakit ini. Gen

ini menghasilkan protein yang disebut fibrocystin (juga dikenal sebagai polyductin)

(Onuchic et al, 2002; Ward et al, 2002). Fibrocystin tidak terdapat pada bayi dengan

ARPKD.

Gambaran Klinis

Semakin dini usia dimana penyakit ini didentifikasi, semakin parah kelainannya.

Semua pasien ARPKD mengalami fibrosis hepatik kongenital, ektasia bilier dalam

berbagai derajat serta fibrosis periportal (CHF). Pasien dengan ARPKD berat mengalami

CHF ringan dan juga sebaliknya. Penyakit ini berupa massa besar berbentuk seperti ginjal

yang keras serta non-transluminasi pada pinggang bayi. Pada beberapa kasus, ginjal

menjadi cukup besar sehingga dapat menghambat persalinan. Oligohidramnion umum

terjadi karena janin memproduksi banyak urin. Bayi terkadang memperlihatkan fasies

Potter’s dan deformitas pada anggota badan serta juga dapat mengalami distress

8

Page 10: referat kista ginjal

pernapasan yang merupakan komplikasi dari hipoplasia pulmonal. Oligouria kadang

terjadi. Konsentrasi serum kreatinin dan BUN pada saat lahir akan meningkat segera

setelah lahir.

Pada masa lalu, neonatus yang didiagnosis mengalami penyakit ini memiliki

prognosis yang sangat buruk. Namun seiring dengan penggunaan ultrasound-in utero

secara rutin, spektrum ARPKD lebih sering ditemukan sehingga prognosisnya sekarang

menjadi lebih baik. Bayi dengan penyakit yang paling berat biasanya meninggal karena

kegagalan pernapasan. Pasien yang bertahan pada bulan pertama kehidupan dengan

penyakit yang lebih ringan cenderung dapat bertahan lebih dari 1 tahun. Pada beberapa

kasus, bayi dapat bertahan hidup hingga usia 3 atau 4 tahun sebelum mengalami gagal

ginjal.

Pada janin yang didiagnosa mengalami ARPKD saat lahir dapat meninggal pada usia

2 bulan karena uremia atau gagal napas. Bayi yang bertahan hidup pada 31 hari pertama

kehidupan memiliki peluang hidup setidaknya 1 tahun apabila mendapatkan terapi

suportif yang tepat. Cole dkk (1987) melakukan pemantauan terhadap 17 anak dengan

ARPKD selama rata-rata 6,1 tahun dan menemukan bahwa 8 anak dapat bertahan dengan

tingkat filtrasi glomerulus lebih besar dari 40 mL/min/1.73 m2, meskipun sebagian besar

dari mereka mengalami hipertensi. Selain itu, tiga dari lima pasien memerlukan

hemodialisis sebelum usia 7 tahun. Pada pasien ini, terjadi atrofi dan penyusutan ginjal.

Anak yang manifestasi penyakitnya muncul lambat, mengalami kegagalan ginjal dan

hipertensi yang lebih lambat dibandingkan dengan anak yang didiagnosis ARPKD sejak

lahir. Secara umum, masalah kesehatan mereka lebih merupakan akibat dari penyakit hati

daripada masalah ginjal, dimana terjadi fibrosis hati yang mengarah ke hipertensi portal,

varises esofagus, dan hepatosplenomegali.

Histopatologi

Ginjal mempertahankan lobulasi janinnya, dimana terdapat kista subkapsular kecil

yang menunjukkan dilatasi fusiformis tubulus kolektivus yang terlihat saat kapsul

diangkat. Pada potongan melintang ginjal, tubulus yang mengalami dilatasi dapat terlihat

dalam susunan radial dari kaliks menuju kapsul. Korteks dipenuhi oleh kista minuta.

Pedikel ginjal, ureter, dan pelvis renalis dalam batas normal. Pada anak lebih tua yang

telah didiagnosa mengalami penyakit ini sejak lahir, kista tampak besar dan bulat mirip

dengan kista pada penyakit dominan autosomal. Konfigurasi nefron dalam batas normal,

hanya tampak dilatasi kecil. Potter (1972) menyebut kelainan yang tampak pada akhir

kehamilan berupa dilatasi duktus kolektivus dan nefron diakibatkan karena hiperplasia.

9

Page 11: referat kista ginjal

Guay-Woodford dkk (1998) membuat observasi serupa dan meyakini bahwa dilatasi

duktus medullar terjadi lebih dulu daripada dilatasi tubulus kolektivus kortika. Pada

pasien yang bertahan hidup sampai masa kanak-kanak, kista kortikal mungkin menjadi

temuan utama penyakit ini (Guay-Woodford et al, 1998).

Semua anak dengan ARPKD memiliki lesi di daerah periportal hati (Habib, 1974;

Kissane dan Smith, 1975). Proliferasi, dilatasi, dan percabangan saluran empedu serta

duktuli menyertai derajat fibrosis periportal. Beberapa kista mungkin tidak terlihat.

Darmis dkk (1970) menemukan 100% kejadian ARPKD pada anak dengan fibrosis hati

kongenital, namun ada laporan dari anak-anak dengan hati tetapi bukan penyakit ginjal.

Kerr dkk (1962) menemukan bukti ARPKD pada 60% anak-anak dengan fibrosis hati

kongenital menggunakan urografi ekskretoris.

Evaluasi

Diagnosis penyakit ini harus dicurigai apabila dari pemerikasaan ultrasound uterus

didapatkan oligohidramnion serta temuan sekunder berupa urin output yang rendah. Pada

janin dan bayi baru lahir, sonografi memperlihatkan pembesaran serta gambaran ginjal

hiperechogenik homogen apabila dibandingkan dengan echogenisitas hati. Peningkatan

echogenisitas merupakan akibat dari dilatasi dan pemadatan kompak duktus kolektivus.

Pada bayi normal, ginjal memiliki echogenisitas yang sama atau sedikit meningkat

dibandingkan dengan hati. Pada ginjal bayi normal, daerah hipoechogenic terlihat

sirkumferensial dan gambaran kaliks ginjal baru lahir sangat khas. Sebagai perbandingan,

kaliks pada ARPKD tampak hiperechogenik karena mengisi seluruh ginjal sehingga

memperlihatkan gambaran akhir yang homogen. Pada pasien ADPKD, kistanya difus dan

besar. Hal ini berbeda dengan hidronefrosis bilateral yang berat dimana ginjal membesar

disertai kaliks yang hiphechogenik atau ginjal multi kistik; kista hipoechogenik terletak

pada massa nonreniform dengan sedikit parenkim. Trombosis vena ginjal bilateral

menghasilkan pembesaran ginjal, tapi daerah meduler hipoechogenik. Jika diagnosis

masih diragukan, computed tomography (CT-scan) sangat membantu karena lebih sensitif

terhadap massa perut yang tidak homogen.

Kadang-kadang bayi baru lahir dengan ADPKD berat dapat mengalami pembesaran

ginjal yang hiperechogenik homogen. Biasanya bila ADPKD bermanifestasi saat lahir,

kista tampak jels pada pemeriksaan sonografi. Makrokista jarang terjadi pada bayi baru

lahir dengan ARPKD namun kejadiannya meningkat seiring dengan usia anak, yang

terkadang memberikan gambaran yang mirip dengan penyakit dominan. Kista dengan

ukuran kurang dari 1 cm lebih sering terlihat daripada kista yang berukuran lebih besar.

10

Page 12: referat kista ginjal

Seiring dengan waktu dan perkembangan kerusakan ginjalnya, fokus hiperechoic difus

(titik) terlihat. Janin dengan penyakit ginjal glomerulokistik sporadis juga memperlihatkan

pembesaran dan gambaran hiperechogenik ginjal.

Urografi intravena dapat memperlihatkan fungsi ginjal dengan karakteristik corakan

radial atau medular (pola “sunburst”) yang disebabkan oleh dilatasi duktus kolektivus

yang terisi kontras. Kaliks, pelvies renalis, dan ureter biasanya tidak terlihat.

Riwayat keluarga rinci mencakup setidaknya 3 generasi diperlukan saat ARPKD

dicurigai. Sekali diagnosis dikonfirmasi, diperlukan rujukan untuk konseling. Karena

kondisi ini diwariskan secara resesif autosomal, saudara kandung memiliki ¼ kali

kemungkinan terkena penyakit ini.

Tatalaksana

Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan ARPKD. Pengelolaan respirasi dapat

meringankan serta memperpanjang usia anak. Pasien yang bertahan hidup mungkin

memerlukan tatalaksana untuk hipertensi, CHF, gagal ginjal serta kegagalan hati.

Hipertensi portal dapat ditangani dengan prosedur dekompresif seperti shunt

spleenorenal. Varises esofagus dapat ditangani dengan gaster section dan reanastomosis.

Sclerotherapy endoskopi secara luas dapat digunakan untuk perdarahan varises pada anak

dan dewasa. Hemodialisis dan transplantasi ginjal dapat dipertimbangkan pada banyak

pasien.

2. Penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD)

Epidemiologi

Penyakit ginjal polikistik dominan autosomal merupakan penyebab penting gagal

ginjal, dimana ADPKD menyumbang sebanyak 7% sampai 15% dari seluruh pasien yang

menjalani hemodialisis (Hildenbrandt, 1995; Wilson, 2004). Insidensinya adalah sekitar

1 dari 500 sampai 1.000 kelahiran hidup, dan sekitar 500.000 orang Amerika telah

didiagnosis dengan penyakit ini (Gabow, 1993). APDKD ditransmisikan dalam mode

dominan autosomal sehingga 50% keturunan seorang individu yang terkena ADPKD

akan juga akan terkena penyakit ini. Menurut Gabow (1991), 96% orang yang terkena

ADPKD akan menunjukkan manifestasi klinis pada usia 90 tahun. Deskripsi penyakit

polikistik "dewasa" tidak akurat. Meskipun sebagian besar kasus diidentifikasi ketika

pasien berumur antara 30 dan 50 tahun, kondisi telah diakui ini telah dialami sejak bayi

baru lahir. Agaknya, usia khas pada diagnosis akan menurun karena lebih banyak

anggota keluarga beresiko sifat tersebut disaring dengan pengujian genetik dan dengan

11

Page 13: referat kista ginjal

pemeriksaan USG. Semua individu yang terkena penyakit ini akan mengalami

manifestasi klinis jika mereka hidup cukup lama. Gagal ginjal jarang terlihat sebelum

usia 40 tahun, kecuali penyakit telah bermanifestasi sejak masih bayi, dimana dalam hal

ini penyakit jauh lebih agresif.

Genetik

Dua gen telah diidentifikasi sebagai penyebab untuk ADPKD: (1) penyakit ginjal

polikistik (PKD1), gen terlokalisasi pada lengan pendek kromosom 16 (Reeders et al,

1985; Breuning et al, 1987; Ryynanen et al, 1987; Pieke et al, 1989), yang menyumbang

85% sampai 90% kasus, dan (2) gen PKD2, dilokalisasi dalam kromosom 4 (Peters et al,

1993), yang menyumbang 5% sampai 10% kasus. Kehadiran lokus ketiga (PKD3) kini

diterima sebagai penyebab penyakit ini dalam persentase yang sangat kecil, serta tidak

memiliki defek gen baik pada PKD1 atau PKD2 (Dauost et al, 1993).

Secara umum, meskipun keluarga dengan defek gen PKD1 dan PKD2 memiliki

manifestasi klinis yang sama, pasien dengan defek PKD2 biasanya memiliki onset gejala

klinis dan perkembangan penyakit yang lebih lambat (Dauost et al, 1993). Usia rata-rata

kematian atau terjadinya gagal ginjal lebih rendah pada PKD1 (53,0 tahun) dibandingkan

PKD2 (69,1 tahun). Selain itu, kejadian infeksi saluran kemih dan hipertensi lebih tinggi

untuk PKD1 dibandingkan dengan cacat PKD2 (Hataboer et al, 1999). Bear dk (1992)

mengemukakan bahwa penyakit ini pada umumnya lebih parah dan bermanifestasi klinis

lebih awal apabila diwariskan dari ibu (bukan dari ayah). Fenomena ini disebut sebagai

pencetakan genetik.

Gambaran Klinis

Ganggan napas yang berat dan kelahiran mati dapat terjadi apabila ADPKD telah

terdiagnosis sejak dalam rahim. Apabila ADPKD terdiagnosis pada anak setelah usia 1

tahun, akan timbul gejala hipertensi dan pembesaran serta gangguan ginjal (misalnya,

proteinuria, hematuria). Biasanya, gejala atau tanda-tanda pertama terjadi antara usia 30

dan 50 tahun (Glassberg et al, 1981) berupa hematuria mikroskopis dan gross hematuria,

nyeri pinggang, gejala gastrointestinal (mungkin sekunder untuk renomegali atau

berhubungan divertikula kolon), dan kolik ginjal sekunder baik untuk pembekuan atau

batu dan hipertensi. Hematuria mikroskopis atau gross hematuria terlihat pada 50%

pasien. (Milutinovic, 1984; Delaney et al, 1985; Zeier et al, 1988; Gabow et al, 1992).

Dalam penelitian Gabow dkk (1992), menemukan bahwa peningkatan episode gross

hematuria dikaitkan dengan kadar kreatinin serum yang lebih tinggi. Pasien dengan

ADPKD memiliki peningkatan massa ginjal sehingga tingkat erythropoietin juga

12

Page 14: referat kista ginjal

meningkat. Hal ini juga dapat menyebabkan anemia (Gabow, 1993). Dua puluh sampai

30 persen pasien dengan ADPKD mempunyai batu ginjal. Batu ginjal pada pasien ini

diterapi dengan cara konservatif (alkalinisasi urin dan ESWL). Pada pasien ADPKD,

hipertensi merupakan manifestasi klinis yang lebih sering daripada hematuria. Hipertensi

dimediasi oleh renin dan sekunder sebagai akibat peregangan pembuluh intra renal sekitar

kista dapat menyebabkan iskemia distal. Kondisi polikistik di ADPKD tidak terbatas pada

ginjal. Kista hati, biasanya diidentifikasi secara kebetulan oleh sonografi, membantu

dalam membuat diagnosis ADPKD dan biasanya muncul lebih lambat dari kista ginjal.

Kista ini lebih sering ditemukan pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak dan

lebih sering ditemukan pada wanita (Fick dan Gabow, 1994). Kista hati dapat

berkembang, namun jarang menghasilkan manifestasi klinis yang penting. Dalam kasus

yang jarang terjadi, pembesaran kista hati menyebabkan hipertensi portal dan perdarahan

varises esofagus (Campbell et al, 1958). Ketika hipertensi porta sekunder muncul, maka

susah untuk membedakan ADPKD dari ARPKD. Pada ARPKD, hipertensi portal terlihat

lebih sering dan selalu sekunder untuk fibrosis hati kongenital. Fibrosis hati kongenital

yang sangat langka mungkin timbul bersama ADPKD, terutama ketika diagnosis dibuat

saat masih dalam kandungan. Ketika fibrosis hati kongenital timbul bersamaan dengan

ADPKD, perjalanan klinis cukup bervariasi, seperti pada ARPKD. Pada tiga generasi

keluarga dengan ADPKD, di mana setidaknya satu anggota keluarga memiliki fibrosis

hati kongenital, cacat genetik diterjemahkan ke PKD1 pada kromosom 16. Hal ini jelas

mendukung diagnosis ADPKD daripada ARPKD (Cobben et al, 1990). Sepuluh sampai

40 persen pasien memiliki aneurisma dan sekitar 9% dari pasien meninggal karena

perdarahan. Meskipun aneurisma kecil (1 cm) memiliki risiko lebih rendah untuk pecah,

pasien dengan aneurisma kecil yang memiliki riwayat keluarga dengan aneurisma otak

serta riwayat ADPKD memiliki risiko lebih besar pecah. Tidak semua perdarahn

intrakranial pada pasien dengan ADPKD merupakan perdarahan sub arachnoid sekunder

dari aneurisma. Pasien dengan ADPKD yang telah menunjukkan manifestasi klinis

biasanya memiliki kista bilateral. Kista pada ADPKD dapat bermanifestasi asimetris,

dimana kista terdapat pada satu sisi atau massa ginjal unilateral. Salah satu variasi bentuk

ADPKD tampak dimana kista berlokasi pada ruang Bowmann. Studi sitogenetika Reeders

dkk (1985) memberikan bukti bahwa kondisi ini adalah suatu bentuk ADPKD. Mereka

menemukan bahwa janin dengan penyakit kistik pada glomerulus memiliki defek genetik

yang sama pada kromosom 16 seperti pada ibunya yang terkena ADPKD. Bernstein dan

Landing (1989) mengemukakan bahwa ginjal glomerulokistik pada anggota keluarga

13

Page 15: referat kista ginjal

dengan ADPKD adalah variasi dari ADPKD, dimana kista glomerulus mungkin

merupakan tahap awal dari ekspresi gen ADPKD.

Etiologi

Ketika Na +-K + ATPase terletak di sisi apikal (yaitu, sisi luminal) di samping sisi

basolateral, seperti yang terjadi pada ADPKD dan ARPKD, saat natrium dipompa keluar

dari sel, air mengisi lumen tubulus. Pada ADPKD, hilangnya polaritas dapat terjadi pada

sel epitel di mana saja di sepanjang nefron atau duktus kolektivus, sedangkan di ARPKD

hilangnya polaritas terbatas hanya pada sel-sel yang melapisi duktus kolektivus. Pada

ADPKD dan ARPKD, selain EGFRs yang terletak pada membran apikal, terdapat

peningkatan tingkat faktor pertumbuhan epitel (EGF) dalam cairan tubulus. Akibatnya,

sel berproliferasi dan dinding tubular melipat ke dalam atau menonjol keluar,

menyebabkan dilatasi tubular dan membentuk kantong sehingga terbentuk kista .

Pelipatan dinding tubular kedalam dapat menyebabkan obstruksi tubulus, yang

menyebabkan dilatasi lebih jauh ke arah proksimal. Produk dari PKD1 dan PKD2, yakni

polycystin-1 dan polycystin-2, PKHD1, serta fibrocystin merupakan protein yang

terletak pada membran sel dan berperan dalam polaritas sel. Ketika salah satu dari gen

ini bermutasi, protein terkait akan berkurang atau abnormal sehingga polaritas normal sel

akan berubah. Pada epitel ginjal normal, polycystin-1 terletak di membran sel tetapi pada

ADPKD protein ini terletak di intraseluler. Fibrocystin jumlahnya berlimpah pada duktus

kolektivus normal janin, tetapi pada beberapa pasien dengan ARPKD, fibrocystin tidak

ada. Sejumlah peneliti percaya bahwa cacat dari membran basal dan matriks ekstraselular

juga terjadi pada ADPKD dan tidak hanya menyebabkan manifestasi klinis untuk

penyakit kistik ginjal dan hati, tetapi juga untuk beberapa anomali terkait seperti prolaps

katup mitral dan divertikula.

Histopatologi

Kelainan patologis pertama pada janin adalah dilatasi tubulus fokus, yang dapat

terjadi di mana saja di sepanjang nefron. Hiperplasia epitel atau bahkan pembentukan

adenoma pada dinding kista umum terjadi serta terjadi penebalan dinding membran basal.

Arteriosklerosis tampak pada lebih dari 70% pasien dengan gagal ginjal preterminal atau

terminal, dan fibrosis interstitial, dengan atau tanpa infiltrat. Fibrosis ini mungkin terjadi

sekunder akibat infeksi atau reaksi inflamasi yang diakibatkan karena kista pecah spontan.

Apoptosis mungkin memainkan peran dalam perkembangan gagal ginjal. Hal ini muncul

pada lapisan epitel dari kista dan tingkat yang lebih rendah dalam lapisan sel-sel nefron

14

Page 16: referat kista ginjal

yang tak berdilatasi. Gregoire dkk (1987) menemukan 91% kejadian polip hiperplastik

pada ginjal pasien ADPKD yang diotopsi atau sebelum transplantasi.

Evaluasi

Untuk membuat diagnosis, adalah penting untuk mengetahui riwayat keluarga pasien

mencakup setidaknya tiga generasi. Harus diketahui tentang riwayat penyakit ginjal,

hipertensi, dan stroke. Sonografi abdomen dapat memperlihatkan kista ginjal serta kista

pada organ lain. Bila tidak ada riwayat keluarga untuk mendukung diagnosis ADPKD,

diagnosis kerja dapat dibuat jika terdapat kista ginjal serta terdapat dua atau lebih gejala

berikut, yakni pembesaran ginjal bilateral, tiga atau lebih kista hati; aneurisma arteri

serebral, serta kista soliter dari arachnoid, kelenjar pineal, pankreas, atau limpa.

Ketika diagnosis ADPKD diidentifikasi saat dalam kandungan atau pada masa bayi,

50% ginjal yang terkena dampak mengalami pembesaran dan makrokista dapat

diidentifikasi. Ginjal mungkin tampak identik seperti yang terlihat pada ARPKD, tidak

tampak makrokista dan hanya tampak pembesaran ginjal dan fitur hiperechoic yang

homogen. Pada situasi ini, kita harus mencari orang tua dengan ADPKD untuk

mengkonfirmasi diagnosis. Seiring dengan berjalannya waktu, kista seringkali berukuran

lebih besar dari 1 cm akan berkembang pada kebanyakan anak.

Pada urografi intravena, kaliks dapat menjadi teregang karena kista. Namun, gambar

mungkin mensimulasikan ARPKD dengan adanya goresan meduler media kontras. Pada

orang dewasa, urografi intravena biasanya menunjukkan pembesaran ginjal bilateral,

distorsi calyceal, dan gelembung atau gambaran “keju Swiss” pada nefrogram. CT-scan

atau MRI (atau keduanya) dapat membantu pada beberapa kasus. Sonografi dapat

digunakan untuk mendeteksi kista pada organ selain pada ginjal. CT-scan sangat

membantu dalam membuat diagnosis perdarahan dalam kista. Perdarahan lebih akut

memiliki kepadatan lebih tinggi (50 sampai 90 unit Hounsfield [HU]) daripada perdarahan

lama (Choyke, 1996). MRI juga dapat membantu, terutama pada pasien dengan gangguan

fungsi ginjal, karena tidak memerlukan media kontras.

Menurut Gabow dan rekan (1989), pasien dengan ADPKD memiliki penurunan

osmolalitas urin maksimal (680 ± 14 mOsm) setelah kekurangan air semalam dan

administrasi vasopressin, sebuah temuan yang mungkin membantu dalam mengidentifikasi

anggota keluarga yang lain dengan penyakit ini.

Pemeriksaan anggota keluarga dan konseling genetik

15

Page 17: referat kista ginjal

ADPKD adalah penyakit dominan autosomal. Sebanyak 50% anak dari orang dewasa

dengan ADPKD juga akan terkena dampaknya. Karena itu, ketika penyakit ini didiagnosis

pada orang dewasa, maka anak pasien juga harus diperiksa dengan USG. Sebelum tahun

1970, ADPKD jarang didiagnosis sebelum usia 25 tahun. Dengan adanya USG,

kemungkinan membuat diagnosis pada individu yang terkena sebelum usia ini sebsesar

85%. Ketika studi genetik digunakan, akurasi diagnostik mendekati 100%.

Pada skrining pasien yang diketahui memiliki defek PKD1 dengan menggunakan

sonografi ginjal, sebanyak 40 (83%) dari 48 pasien ditemukan memiliki kista sebelum

usia 30 tahun, dan semua pasien memiliki kista setelah usia 30 tahun (Parfrey et al, 1990).

Karena jumlah kista sederhana meningkat sesuai dengan usia, maka kriteria untuk

membuat diagnosis perlu dirubah dengan bertambahnya usia pasien.

Tatalaksana dan prognosis

Pria cenderung memiliki masalah pada ginjal dibandingkan wanita, sehingga

manifestasi hipertensi dan insufisiensi ginjal lebih dulu timbul pada pria daripada wanita.

Namun, wanita tampaknya lebih cenderung memiliki masalah kistik hati yang parah,

yang menimbulkan nyeri dan memerlukan pengobatan lebih sering daripada pria. Lebih

dari 60% pasien dengan ADPKD yang belum mengalami gangguan ginjal, terlebih dahulu

mengalami hipertensi yang dapat memperburuk fungsi ginjal, menyebabkan penyakit

jantung, dan memudahkan pasien untuk mengalami perdarahan intrakranial. Komplikasi

ADPKD dapat dikurangi secara signifikan dengan mengontrol tekanan darah.

Lima puluh sampai 70 persen pasien dengan ADPKD memiliki keluhan nyeri

pinggang atau nyeri punggung. Rasa sakit bisa kolik, akut, atau kronis. Nyeri kolik terjadi

sekunder terhadap pasase batu atau bekuan darah. Nyeri akut mungkin sekunder terhadap

infeksi atau perdarahan pada kista atau perdarahan subcapsular. Nyeri pinggang kronis

yang membutuhkan narkotika mungkin berhubungan dengan distensi kista dan kapsul

ginjal. Rovsing, pada tahun 1911, menggambarkan sebuah operasi yang melibatkan

unroofing kista untuk mengurangi rasa sakit.Ye dan rekan (1986) melaporkan bahwa

insidensi hilangnya rasa sakit setelah operasi Rovsing adalah 90,6% setelah 6 bulan dan

77,1% setelah 5 tahun.

Pada tahun 1993, Elzinga dkk menyarankan laparoskopi unroofing kista sebagai

alternatif prosedur terbuka untuk mengurangi kejadian morbiditas. Baru-baru ini, Dunn

dan rekan (2001) melaporkan pada 15 pasien, 6 dengan kista bilateral, yang telah

menjalani laparoskopi unroofing kista untuk pengelolaan nyeri.

16

Page 18: referat kista ginjal

Infeksi saluran kemih bagian atas umum terjadi pada pasien dengan ADPKD,

terutama perempuan. Schwab dkk (1987) membagi infeksi ini menjadi infeksi parenkim

dan kista. Dalam penelitian mereka, sebanyak 87% infeksi kista dan 91% infeksi parenkim

terjadi pada wanita. Penyebab infeksi pada wanita ialah bakteri enterik gram negatif.

Antibiotik yang digunakan ialah trimethoprim-sulfamethoxazole, kloramfenikol, dan

fluoroquinolon

Anak yang menunjukkan manifestasi klinis biasanya berada dalam tahap terminal,

tapi kelangsungan hidup mereka dapat diperpanjang dengan perawatan suportif untuk

komplikasi. Terapi yang dilakukan sama seperti pada orang dewasa yang terkena penyakit

ini yakni dengan dialisis dan transplantasi. Pada masa lalu, allografts dari saudara

dikesampingkan karena frekuensi ADPKD pada donor tersebut. Namun dengan adanya

skrining, maka allograft dari saudara dapat dilakukan.

Pengujian untuk PKD1 dan PKD2 sudah dapat tersedia, dan mutasi pada satu

diidentifikasi oleh laboratorium komersial 50% sampai 70% dari waktu. Penelitian

laboratorium hasil melebihi 90%. Amniosentesis dapat digunakan sebagai studi genetik

untuk membedakan penyakit kistik ginjal ADPKD, ARPKD, atau tuberus sklerosis sejak

masih dalam kandungan.

3. Penyakit nefronoptisis juvenil /penyakit kista medulary kompleks

Epidemiologi

Penyakit nefronoptisis juvenil pertama kali dijelaskan oleh Fanconi dan kolega pada

1951. Penyakit kista medulla pertama kali dilaporkan oleh Smith dan Graham pada tahun

1945. Walaupun dua kondisi tersebut memilliki persamaan anatomis dan klinis namun

berbeda dalam hal model penyebaran dan onset klinisnya.

Nefronoptisis juvenil lebih sering terjadi dan menjadi penyebab terjadinya kasus gagal

ginjal pada anak (10%-20% kasus) (Cantani et al 1986). Nefronoptisis juvenil dilaporkan

terjadi 1 dari 50.000 kelahiran dilaporkan oleh Lirenman (1974), sedangkan kistik medulla

dilaporkan 1 dari 100.000 kelahiran (Reeders, 1990).

Genetik

Walaupun kedua penyakit ini dapat terjadi secara sporadik, nefronoptisis juvenil juga

diwariskan sebagai penyakit yang bersifat resesif autosomal. Terdapat tiga tipe yang

berbeda dari nefronoptisis juvenil, yaitu tipe juvenil, remaja dan infertile. Ketiga jenis

tersebut masing-masing disebabkan oleh mutasi gen NPH1, NPH2, dan NPH3 (Antignac

et al, 1993; Hildebrandt et al 2000; Omran et al 2001). Gagal ginjal terjadi pada rata-rata

17

Page 19: referat kista ginjal

umur 13 tahun dan hamper selalu terjadi pada umur di bawah 25 tahun. (Neuman et al

1997). Kistik medulla biasanya diturunkan secara autosomal dominan disebabkan mutasi

pada gen MCKD1 dan MCKD2. Jika bermanifestasi pada awal masa dewasa, biasanya

lebih ringan. ESRD lebih sering muncul pada decade ketiga dan keempat. Karena bersifat

autosomal dominan, maka 50% keturunan akan terkena penyakit ini. Gejalanya akan

bermanifestasi pada usia 50an tahun (Bernstein dan Gardner 1979). Secara teori pasien

dengan dua kondisi tersebut bisa saja fertile pada usia reproduksi, bisa ditentukan resiko

penurunan penyakit pada keturunan pasien yaitu 1% untuk juvenil nefronoptisis dan 50%

pada kista medulla (Neumann et al 1997).

Gambaran Klinis

Nefronoptisis juvenil dan kista medulla dua-duanya bisa menyebabkan polidipsi dan

poliuria pada lebih dari 80% kasus tanpa melihat kemungkinan pasien mengalami diabetes

insipitus (garner 1984; cantani et al 1986). Poliuria berkaitan dengan defek yang parah

dari renal tubular yang berhubungan dengan ketidakmampuan menyimpan natrium.

Poliuria resisten terhadap vasopressin dan dibutuhkan diet tinggi garam untuk pasien ini.

Hipertensi tidak memiliki hubungan dengan nefronoptisis juvenil karena pada pasien ini

pasien memiliki nefropati kehilangan garam (salt-losing nephropathy). Disisi lain kista

medulla memiliki hubungan dengan hipertensi karena tidak memiliki masalah kehilangan

garam. Bisanya tidak didapatkan gejala hematuria dan proteinuria. Pada anak-anak,

pertumbuhan melambat dan terjadi kelemahan otot dan pucat biasanya akan muncul pada

penyakit lanjut. Gejala pucat disebabkan oleh adanya anemia karena defisiensi produksi

eritropoietin. Gagal ginjal biasanya muncul 5-10 tahun setelah muncul gejala.

Nefronoptisis sering berkaitan dengan kelainan retina (khususnya retinitis

pigmentosa) kelainan tulang, hepatic fibrosis, dan sindrom bardet-biedl yang berkombinasi

dengan obesitas, retardasi mental, polidaktili, retinitis pigmentosa dan hipogenitalisme.

Enam puluh persen pasien nefronoptisis juvenil mengalami retinitis pigmentosa

(Hildebrandt et al 1993). Namun, jika ada satu keluarga dengan nefronoptisis mengalami

retinitis pigmentosa, tidak berarti keluarga yang lain yang mengalami nefroptisisi juvenil

akan mengalami retinitis pigmentosa juga. Sindrom alstrom, suatu nefropati yang disertai

kebutaan, DM, dan tuli neural dapat membentuk nefronoptisis juvenil (Bernstein 1976).

Histopatologi

18

Page 20: referat kista ginjal

Pada tahap awal perjalanan penyakit, ginjal dapat dijumpai dalam ukuran yang

normal. Pada kasus dengan manifestasi klinis, bisa ditemukan nefritis interstisial dengan

infiltrate sel-sel bundar dan dilatasi tubular dengan atrofi. Atrofi mulai dari korteks

kemudian seluruh bagian organ menjadi sangat kecil dengan permukaan tidak rata

(granular)

Kista muncul pada pasien terutama yang mengalami kista medulla (84%) dan pada

nefronoptisis (40%) (Mongeau dan Worten, 1067). Kista tersebut dimeternya dari 1 mm

hingga 1 cm biasanya ditemukan corticomedullry junction dan jarang ditemukan pada

medulla (cantani et al 1986). Pada biopsy tidak selalu ditemukan kista karena bisa jadi

salah pengambilan sampel yang tidak mengenai area kistik, ataupun karena kista hanya

dijumpai pada gagal ginjal penyakit resesif.

Evaluasi

Pada tahap awal penyakit, pemeriksaan urografi intravena menunjukan ginjal normal

atau sedikit menyusut (habib, 1974). Dapat pula dijumpai pelapisan medulla yang

homogen karena retensi media kontras pada tubulus yang berdilatasi. Bisa juga terlihat

penebalan berbentuk cincin pada dasar papilla yang juga bisa menunjukan tubulus yang

terisi kontras. (olsen et al 1988). Pada tahap akhir penyakit urografi intravena memiliki

nilai yang kurang bermakna.

Pemeriksaan sonografi dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang lebih kecil dari

normal pada nefronoptisis juvenil. Kista dapat terlihat jika berukuran cukup besar untuk

terlihat melalu sonografi (rosenfeld 1977), namun pada fase awal, jarang terlihat kista. .

Mcgregor dan Bailey (1989) mempresentasikan temuan Ct-Scan pada pasien

nefronoptisis juvenil yang berumur 19 tahun. Pada kasus ini diameter kista dapat terlihat

pada daerah medulla walaupun pada pemeriksaan sonografi tidak didapatkan kista.

Mereka kemudian merekomendasikan pemeriksaan Ct-Scan daripada sonografi.

Walaupun temuan kista dapat membantu dalam diagnosis namun gagal ginjal muncul

bukan karena kista melainkan karena perubahan tubulointerstisial. Namun, Wise dkk

(1988) menyatakan ct-scan kadang membutuhkan kontras yang merupakan kontraindikasi

pada gagal ginjal. Pemeriksaan MRI kemudian dianjurkan untuk penyakit ini.

Tatalaksana

19

Page 21: referat kista ginjal

Penggantian sodium diindikasikan pada awal perjalanan penyakit. Selanjutnya harus

dilakukan dialisis dan transplantasi ginjal.

4. Nefrosis kongenital (sindrom nefrotik familial) (resesif autosomal)

Epidemiologi

Nefrosis kongenital terbagi menjadi 2 tipe, yakni tipe Finlandia (CNF) terutama

terjadi di Finlandia dimana prevalensinya adalah 1 per 8.200 populasi. Tipe lainnya ialah

Diffuse mesangial sklerosis DMS. Tipe Finlandia bersifat resesif dan berlokasi pada

kromosom 19. Hanya 10 dari 30 kasus DMS yang dilaporkan bersifat familial. Kestila

(1998) telah mengklon gen (NPHSI) yang mengkode protein yang disebut nephrin yang

memainkan peranan penting dalam perkembangan fungsional ginjal. Kedua kondisi ini

berhubungan dengan dilatasi tubulus convuloted proksimal. Penggunaan istilah penyakit

mikrokistik sekarang ini jarang digunakan.

Gambaran Klinis

CNF biasanya ditemukan karena adanya pembesaran dan pembengkakan plasenta

yang menyumbang lebih dari 25% berat lahir bayi. Pada DMS, plasenta biasanya tidak

membesar. Pada bayi dengan CNF, proteinuria tampak pada urinalisis yang pertama

kali dilakukan. Edema berkembang pada hari pertama dan biasanya pada usia 3 bulan.

Bayi menjadi kelaparan karena kehilangan protein melalui urin. Yanpa tatalaksana bayi

akan meninggal karena sepsis sebelum gagal ginjal membunuhnya. Tanpa dialisis,

separuh pasien akan meninggal pada usia 6 bulan dan sisanya akan meninggal sebelum

usia 4 tahun.

Pada DMS, onset gejala bervariasi dan diagnosis biasanya dibuat pada usia 1

tahun. Semua pasien akan mengalami gagal ginjal terminal pada usia 3 tahun. Pada 35

pasien DMS yang didiagnosa oleh Habib dkk (1989), 13 pasien terkena sindrom Drash.

Histopatologi

CNF dan DMS memiliki karakteristik ukuran ginjal yang normal yang disertai

dengan dilatasi tubulus proksimal. DMS memiliki kekhasan dimana pada glomerulus

akan terjadi akumulasi pewarnaan fibril mesangeal asam Schiff positif dan fosfat perak.

Dengan berlanjutnya penyakit, jumbai glomerulus akan mengalami sklerosis dan

berkontraksi. Hipertrofi difus podosit juga dapat ditemukan pada penyakit ini.

CNF ditandai dengan adanya proliferasi sel mesangial glomerulus. Pada CNF dan

DMS terdapat fusi dari podosit glomerulus seperti pada nefrosis. Fibrosis interstitial

terjadi pada kedua penyakit ini namun lebih parah pada DMS.

20

Page 22: referat kista ginjal

Evaluasi

Diagnosis CNF dapat dibuat pada usia kandungan 6 minggu karena peningkatan

α-fetoprotein amnion yang besar sekunder terhadap proteinuria janin. Penggunaan α-

fetoprotein untuk mendiagnosa DMS dalam rahim belum terbukti. Pada stadium akhir

penyakit post natal, ultrasonografi memperlihatkan pembesaran ginjal dengan korteks

yang lebih ekhogenik dibandingkan dengan hati dan limpa. Pyramida kaliks bertambah

besar dan corticomedullary junction menjadi kabur seiring dengan bertambah buruknya

penyakit.

Tatalaksana

Setelah ginjal menjadi rusak, transplantasi menjadi tatalaksana satu-satunya.

Kedua tipe panyakit ini tidak memberikan respon terhadap kortikosteroid.

5. Penyakit glomerulokistik hipoplastik familial (dominan autosomal)

Diagnosis penyakit glomerulokistik hipoplastik familial ditegakkan

berdasarkan empat kriteria. Pertama , adanya gagal ginjal kronis progresif atau stabil.

Kedua, ukuran ginjal harus kecil atau normal dengan tepi kaliks yang tidak rata serta

papilla yang tidak normal. Ketiga, kondisi ini harus tampak pada sedikitnya dua

generasi keluarga. Terakhir, bukti histologis kista glomerular harus ditemukan,

dimana kistanya berdinding tebal dan cenderung subkapsular. Pada korteks yang lebih

dalam ditemukan juga atrofi tubulus dengan glomerulus normal.

6. Sindrom malformafi multipel dengan kista renalis

Kista ginjal merupakan gambaran beberapa gejala yang ditandai dengan

malformasi multipel. Sklerosis tuberus dan penyakit VHL merupakan salah satu

kelainan dominan autosomal yang paling sering ditemui oleh urologis. Sindrom

Meckel, distrofi toraks asphyxiating Jeune, dan sindrom cerebrohepatorenal Zellweger

adalah beberapa sindrom resesif autosomal yang lebih umum. beberapa kondisi ini

memperlihatkan gambaran kista glomerulus serta gambaran displasia kistik.

a. Tuberus Sklerosis Kompleks

Epidemiologi

Insidensi tuberus sklerosis kompleks meningkat berkisar antara 1 dalam 6.0000

dan 1 dalam 14.500 populasi. Peningkatan ini bukan merupakan hasil dari

21

Page 23: referat kista ginjal

peningkatan insidensi penyakit ini, melainkan peningkatan kewaspadaan terhadap

penyakit dan manifestasinya.

Tuberus sklerosis kompleks digambarkan sebagai bagian dari trias epilepsi (80%

kasus), keterbelakangan mental (60% kasus), dan adenoma sebasea (75% kasus). Lesi

adenoma sebasea berupa papul angiofibroma berwarna daging dengan prevalensi

terutama pada area malar. Selain itu dapat diidentifikasi lesi kulit awal berupa papul

putih berbentuk “daun abu”. Pemeriksaan kulit dengan sinar ultraviolet dapat

mengungkapkan lesi kulit sebelumnya serta harus menjadi bagian dari evaluasi

diagnostik.

Ciri-ciri lesi dari sistem saraf pusat adalah hamartoma kortikal serebelum

superfisial, yang kadang-kadang tampak seperti gyrus yang mengeras serta

memperlihatkan gambaran umbi (akar). Hamartomas sering mengenai organ lain,

terutama ginjal dan mata. Nodul subependymal periventricular juga sering terjadi.

Ginjal dari pasien ini mungkin bebas dari lesi atau mungkin memperlihatkan

gambaran kista, angiomyolipoma, atau keduanya.

Genetik

Meskipun penyakit ini berisifat dominan autosomal pada 25% sampai 40% kasus,

tuberus sklerosis juga dapat terjadi baik secara sporadis atau sebagai contoh dari

kondisi genetik dengan variabel atau penetrasi yang tidak komplit. Lesi ini disebut

tuberus sklerosis kompleks karena merupakan kelainan genetik dengan manifestasi

yang bervariasi. Gen TSC1 pada kromosom 9 dan TSC2 pada kromosom 16 telah

diidentifikasi bertanggung jawab untuk transmisi dominan autosomal dari tuberus

sklerosis. Pada review dari 10 kasus yang dilaporkan sebelumnya (selain 1 pasien

baru penyakit kistik bilateral parah yang didiagnosis pada usia 4 bulan), 6 bayi tidak

memiliki riwayat keluarga dengan tuberus sklerosis, 3 bayi memiliki riwayat keluarga

dengan tuberus sklerosis, dan hanya 1 bayi yang ditemukan familial (Campos et al,

1993). Dalam studi lain (Brook-Carter et al, 1994) seluruh pasien (6 pasien) dengan

tuberus sklerosis dan memiliki riwayat penyakit kistik bilateral difus pada masa bayi

awal ditemukan memiliki delesi situs gen pada kromosom 16 TSC2 serta pada gen

PKD1 yang berdekatan (gen yang bertanggung jawab untuk ADPKD). Tidak adanya

tanda-tanda tuberus sklerosis pada orang tua atau anggota keluarga lain menunjukkan

bahwa pada 6 pasien ini, penyakit tuberus sklerosis mungkin merepresentasikan

terjadinya mutasi baru. Sangat menarik bahwa dari 11 kasus yang dikaji oleh Campos

dan rekan (1993) dan pada 6 studi penyakit kistik bilateral pada awal masa bayi oleh

22

Page 24: referat kista ginjal

Brook-Carter dan rekan (1994), ditemukan bahwa hanya 1 anak yang memiliki

penyakit tuberus sklerosis familial.

Singkatnya, ketika penyakit ginjal polikistik parah disertai dengan tuberus

sklerosis terjadi pada pasien (terutama bayi), kondisi ini merupakan sindrom gen

bersebelahan (cacat pada TSC2 dan PKD1). Sindrom gen bersebelahan tersebut

merupakan fenomena yang relatif jarang. Pada bayi dengan penyakit ginjal polikistik,

temuan lain yang terkait dengan tuberus sklerosis harus diselidiki untuk

mengecualikan diagnosis tuberus sklerosis (Gillis et al, 1997).

SC1 mengkode protein hamartin, sedangkan TSC2 mengkode protein tuberin. Kedua

protein ini bekerja sama memainkan peran kompleks dalam beberapa kegiatan yang

dikendalikan oleh sel. Oleh karena itu, mutasi kedua gen ini akan menyebabkan

manifestasi klinis yang serupa.

Histopatologi

Kista ginjal ini memiliki keunikan histologis karena memiliki lapisan hipertrofik,

sel-sel eosinofilik hiperplastik. Sel-sel ini memiliki inti besar, hiperkromatik, dan

jarang mengalami mitosis. Sel-sel sering mengalami agregasi menjadi massa atau

tumor. Kemudian pada penyakit ini, dinding kista dapat atrofi menjadi tebal sehingga

batasnya tidak jelas lagi. Pada beberapa pasien terlihat sel-sel glomerulus predominan.

Penyakit kistik ini dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal dengan atau tanpa

adanya angiomyolipoma. Mekanismenya mungkin disebabkan oeh adanya kompresi

parenkim karena kista yang membesar. Penyakit ini juga dapat mengakibatkan

terjadinya hipertensi.

Angiomyolipoma terjadi pada 40% sampai 80% pasien. Angiolipoma jarang

diidentifikasi Angiomyolipoma tidak menyebabkan gagal ginjal. Walaupun pada

angiolipoma terjadi pleomorfisme dan mitosis sel, tidak ada bukti adanya metastasis.

Evaluasi

Peningkatan insidensi identifikasi tuberus sklerosis merupakan bagian dari

investigasi penuh pasien dengan kelainan kejang, anak dengan makula hipomelanesia

dan pada bayi atau anak kecil yang salah didiagnosa memiliki ADKPD yang

sebenarnya memiliki tuberus sklerosis. Temuan diagnostik primer paling signifikan

adalah nodul subepididymal multipel yang mengalami kalsifikasi yang mempenatrasi

ventrikel pada pemeriksaan CT-Scan atau MRI.

Terkadang kista ginjal dan angiomyolipoma dapat diidentifikasi dengan

pemeriksaan sonografi berupa temuan tuberus sklerosis dimana lesi yang terbentuk

23

Page 25: referat kista ginjal

akan tampak sonolusen dan dakan menampakan gambaran putih yang halus. Jika kista

ginjal muncul tanpa angiomyolipoma, gambaran sonografi ginjal pada tuberus

sklerosis akan tampak seperti gambaran ADPKD. Tidak umum pasien dengan tipikal

kista ADPKD diidentifikasi untuk diagnosis ADPKD hanya untuk mengembangkan

tuberus sklerosis beberapa tahun kemudian. Untuk membantu diagnosis, CT-Scan

abdomen dapat dilakukan untuk memperlihatkan angiomyolipoma yang mungkin ada

pada ginjal dan organ lain. MRI dan CT-Scan kepala dapat mendemonstrasikan

kalsifikasi kranial klasik yang berhubungan dengan tubers atau gliosis. Pemeriksaan

dengan sinar ultraviolet pada kulit dapat mengungkapkan lesi kulit sebelum lesi

tersebut bermanifestasi nyata dan harus menjadi bagian dari diagnosis diferensial.

Gambaran klinis

Kista ginjal berkembang pada 20% pasien dan kebanyakan menunjukan

manifestasi sebelum usia 3 tahun, dimana sepertiganya berusia kurang dari 1 tahun.

Pasien dengan kista yang besar atau penyakit ginjal polikistik dapat diidentifikasi

melalui ultrasonografi in-utero atau mungkin terlihat adanya massa abdomen dan

distensi abdomen pada tahun pertama kehidupan. Kebanyakan pasien dengan kista

ginjal tidak menyebabkan kerusakan ginjal yang serius, namun apabila penyakit

menyebar pada ginjal dan tampak adanya kista besar maka gagal ginjal bisa terjadi

dalam bentuk yang lebih ringan daripada penyakit polikistik ginjal. Kegagalan ginjal

berkembang umumnya pada dekade keempat kehidupan. Kista mungkin berasal dari

nefron yang dilapisi oleh sel hiperplastik yang bisa terlihat saat lahir.

Pasien dengan tuberus sklerosis sekarang lebih dapat bertahan dengan lesi

CNS daripada masa lalu, maka urologis sekarang lebih mengutamakan manajemen

masalah pada ginjal. Shepherd dan rekan (1991) menemukan bahwa penyakit ginjal

adalah penyebab utama kematian (11 dari 40 kematian). Dari 355 pasien yang mereka

amati di Mayo Clinic, sebanyak 49 pasien meninggal, 9 pasien dari penyakit yang

tidak berhubungan dengan tuberus sklerosis, 10 pasien dari tumor otak, 4 pasien dari

lymphangiomatosis paru-paru, 13 pasien dari penyebab sekunder dengan status

epileptikus atau bronkopneumonia, dan 11 pasien dari penyakit ginjal. Dari 11 pasien

tersebut, 2 pasien meninggal karena metastasis RCC, 2 pasien meninggal perdarahan

besar yang berhubungan dengan angiomyolipoma ginjal, dan 6 pasien meninggal

karena gagal ginjal sekunder yang disebabkan kista, angiomyolipoma, atau keduanya.

Angiomyolipoma yang besar lebih cepat mengalami perdarahan. Van Baal dkk

(1994) merekomendasikan pemantauan yang hati-hati terhadap ukuran

24

Page 26: referat kista ginjal

angiomyolipoma dan embolisasi profilaksis atau eksisi bedah apabila

angiomyolipoma membesar lebih dari 4 cm.

Hubungan dengan Karsinoma sel ginjal (RCC)

Sejumlah laporan mengenai kejadian Karsinoma sel ginjal pada pasien tuberus

sklerosis menjelaskan bahwa hubungan kedua penyakit ini bukan kebetulan dengan

prevalensi sebesar 2%. Walaupun begitu, insidensi RCC lebih rendah pada penyakit

yang melibatkan sel epitel hiperplastik, terutama pada penyakit VHL dan gagal ginjal

kronik ARCD (lebih jarang terjadi pada penyakit sel hiperplastik lainnya, yakni

ADPKD).

Kanker ini terjadi pasien yang lebih muda. Kanker ini bisa tunggal atau

multipel, unilateral atau bilateral. Karyotipe sel dekat tumor mirip dengan sel tumor

itu sendiri, sehingga masuk akal untuk menduga bahwa lapisan kista berkembang

menjadi kanker.

b. Penyakit Von Hippel-Lindau (VHL)

Epidemiologi

Penyakit VHL adalah kondisi autosomal dominan yang ditandai oleh

hemangioblastoma cerebelar dan retina, kista pankreas, ginjal, dan epididimis,

kistadenoma epididimis, pheokromositoma, dan RCC clear cell. Penyakit VHL

memiliki insidensi sekitar 1 dari 35.000 populasi (Neumann dan Wiestler, 1991).

Genetik

Gen yang terkait dengan penularan penyakit VHL terletak pada kromosom 3

(Latif dkk, 1993). Tujuh puluh persen pasien akan memiliki mutasi satu alel VHL

(yaitu, VHL +/-). Untuk menimbulkan manifestasi, alel kedua harus mengembangkan

mutasi spontan (yaitu, VHL + / +) pada suatu waktu kemudian.

Gen VHL merupakan gen suppressor tumor resesif, dan produk gennya disebut

sebagai VHL. Banyak mutasi yang berbeda dari gen VHL telah diidentifikasi, lima di

antaranya yang paling sering terlihat (Zbar et al, 1996). Penyakit ini dapat dibagi

menjadi tipe 1 dengan risiko rendah untuk pheokromositoma dan tipe 2 dengan risiko

tinggi untuk pheokromositoma. Tipe 2 memiliki risiko tinggi baik untuk

pheokromositoma dan karsinoma sel ginjal, dan jenis 2B memiliki risiko tinggi hanya

untuk pheokromositoma (Kaelin, 2003). Sebuah mutasi yang berbeda dari gen VHL

sering dikaitkan dengan RCC familial dan beberapa kasus RCC sporadis.

Diperlukan skrining genetik terhadap penyakit VHL. Kemajuan genetika

molekuler membuat proses skrining untuk penyakit pada anggota keluarga sekarang

25

Page 27: referat kista ginjal

dapat lebih selektif. Sebelumnya, kerabat dengan penyakit VHL yang asimtomatik

memerlukan pemeriksaan ophthalmokopi rutin untuk menyingkirkan angioma retina,

serta CT-scan abdomen. Sekarang hanya anggota keluarga kandung yang memerlukan

skrining untuk penyakit ini.

Rekomendasi dari Levine dan rekan (1990) untuk semua kerabat asimtomatik

sekarang hanya berlaku untuk orang-orang dengan bukti genetik penyakit. Misalnya,

hasil pemeriksaan ophthalmoskopi untuk angioma retina, dan CT scan abdomen

seharusnya dilakukan apabila penyakit genetik asimtomatik mengenai kerabat antara

usia 18 dan 20 tahun. Jika tidak ada penyakit yang ditemukan, reevaluasi dianjurkan

dengan interval 4-tahun (Levine et al, 1990). Jika kista atau lesi kecil tidak jelas

diidentifikasi, pemeriksaan CT harus diulang setiap 2 tahun (Levine et al, 1990).

Tujuannya adalah untuk mendiagnosa penyakit awal sehingga keganasan dapat

diidentifikasi sebelum terjadi metastasis. Diagnosis dapat dibuat tanpa riwayat

keluarga jika pasien memiliki dua manifestasi kardinal. Dalam keluarga ini, mutasi

germline mungkin terjadi tanpa manifestasi klinis dan skrining harus dilakukan.

VHL bertindak sebagai tumor suppresor protein melalui setidaknya dua rute:

pertama; destabilisasi penguatan β-catenin GSK-3 dan obligasi APC untuk β-catenin,

dan mengikat serta menginaktivasi faktor hypoxia-inducible (HIF); protein bila tidak

ditekan dapat merangsang pembentukan hemangioblastomas dan RCC. Ketika ikatan

tersebut lemah karena tidak adanya VHL, terjadi pver produksi β-catenini dan terjadi

proliferasi sel seperti RCC. HIF menargetkan gen-gen tertentu yang mengkode faktor

pertumbuhan yang tampaknya memainkan peran dalam pertumbuhan tumor, termasuk

platelet-derived growth factor (PDGF), transforming growth factor-α (TGF-α), dan

VEGF.

Histopatologi

Pada penyakit VHL, umumnya terdapat kista ginjal dan tumor yang multipel dan

bilateral. Kista berbentuk kista jinak sederhana dengan epitel rata, dimana beberapa

peneliti menganggapnya sebagai lesi prakanker. Saat Poston dkk (1993) mempelajari

kista yang dioperasi bersama dengan spesimen RCC; mereka menemukan bahwa

kista lebih besar dari 2 cm lebih mungkin memiliki komponen RCC dibandingkan

dengan kista kecil. Kanker Frank biasanya muncul antara usia 20 dan 50 tahun

(Jennings dan Gaines, 1988). Loughlin dan Gittes (1986) menemukan bahwa sel-sel

lapisan hiperplastik sering menyerupai jenis RCC clear cell. Ibrahim dkk (1989)

mempelajari kistayang berdekatan dengan karsinoma dan menemukan bahwa

26

Page 28: referat kista ginjal

kariotipe sel itu menyerupai sel tumor seperti pada tuberus sklerosis. Kemiripan ini

adalah bukti bahwa sel-sel hiperplastik dari lapisan kista merupakan prekursor dari

karsinoma.

Evaluasi

Sonografi berguna dalam mendiagnosis fitur kistik jinak khas penyakit VHL

yakni tidak adanya echoes internal, batas berdiferesiensi baik, dan peningkatan

akustik. Pada CT-scan ; dinding tipis dan tajam yang terlihat di sekitar lesi homogen

tanpa enhancement setelah injeksi media kontras. CT –scan lebih berguna untuk

mendeteksi kista, tumor, atau keduanya daripada sonografi. CT-scan juga berguna

untuk memeriksa kelenjar adrenal pada pheokromositoma.

Pada lesi yang berukuran kecil, susah untuk membedakan tumor dari kista.

Pada kasus tersebut, pasien harus melakukan pemeriksaan CT-scan (Levine et al,

1982). Pada lesi besar yang diduga RCC, disarankan untuk melakukan angiografi

ginjal dengan pembesaran atau subtraksi (Kadir dkk, 1981; Loughlin dan Gittes,

1986). Hal ini dilakukan untuk melihat adanya tumor lainnya dan sebagai indikasi

untuk operasi konservatif (Kadir dkk, 1981; Loughlin dan Gittes, 1986).

MRI tidak terlalu berguna untuk tumor kecil pada ginjal kecuali terjadi

perubahan bentuk ginjal. Lesi pada MRI memiliki intensitas sinyal yang mirip

dengan parenkim ginjal normal. Heterogenitas sifat pada tumor yang lebih besar

membuat tumor yang berukuran besar lebih mudah didiagnosis (Rominger et al,

1992).

Gambaran klinis : Hubungan dengan Karsinoma sel ginjal (RCC)

Usia rata-rata pasien adalah antara 35 sampai 40 tahun (Neumann dan Zbar,

1997). Tidak ada preferensi seks untuk penyakit ini atau untuk perkembangan menjadi

RCC. Kista ginjal, manifestasi yang paling umum dan sering awal, terlihat pada 76%

pasien (Levine et al, 1982). Kista bilateral terlihat pada75% pasien dan kista

multifokal tampak pada 87% pasien (Reichard et al, 1998). Diagnosis RCC biasanya

terjadi pada dekade keempat atau kelima kehidupan, sedangkan pada populasi umum

lebih sering bermanifestasi pada dekade keenam (Reichard et al, 1998). RCC terjadi

pada sekitar 50% dari individu yang terkena penyakit ini. Kista ginjal serta tumor

biasanya tidak menunjukkan gejala, walaupun tumor besar dapat menyebabkan rasa

sakit atau adanya massa. Hematuria dapat terjadi setelah pecahnya tumor ke dalam

sistem pelvicalyceal. Apabila kista merupakan manifestasi yang muncul, biasanya

kista tersebut berukuran besar.

27

Page 29: referat kista ginjal

Pheokromositoma terjadi pada 10% sampai 17% dari individu yang terkena

dan tampaknya terbatas pada keluarga tertentu (Horton et al, 1976; Levine et al,

1982). Manifestasi klinis pada pasien bisa berupa kejang atau pusing sebagai akibat

sekunder dari hemangioblastoma sistem saraf pusat. Hemangioblastoma cerebellar

biasanya menimbulkan gejala pada usia antara 15 sampai 40 tahun (Jennings dan

Gaines, 1988). Angioma retina (hemangioma) sering tampak pada awal penyakit.

Perdarahan dapat menyebabkan penglihatan kabur, ablasi retina, dan kebutaan.

Diagnosis dini sangat penting karena tumor ini merespon terapi laser atau

cryotherapy. Karena tingginya insiden RCC pada pasien dengan penyakit VHL,

disarankan untuk melakukan pemeriksaan CT –scan tahunan atau mungkin dua

tahunan.

Tatalaksana

Frydenberg dan rekan (1993) menganjurkan operasi konservatif yaitu eksisi

atau nefrektomi parsial untuk tumor yang berukuran kecil. Operasi yang lebih agresif

disarankan untuk tumor yang berukuran lebih besar dari 5 cm. Tumor bilateral

berukuran kecil dapat diobati dengan hati-hati seperti tumor unilateral dengan

pemantauan ketat. Pasien dengan tumor bilateral berukuiran besar memerlukan

tindakan nefrektomi bilateral (Frydenberg et al, 1993). Antara tahun 1977 hingga

tahun 1997, sekitar 20 pasien dengan penyakit VHL menerima transplantasi ginjal.

Namun, tidak diketahui apakah obat imunosupresif yang diperlukan untuk

transplantasi meningkatkan laju pertumbuhan lesi lain yang terkait dengan penyakit

VHL (Neumann dan Zbar, 1997). Hal yang paling penting untuk meningkatkan

kelangsungan hidup adalah pengawasan hati-hati untuk mengidentifikasi tumor awal

serta surveilans secara ketat setelah operasi karena karakteristik tumor yang

multisenter. Dahulu tingkat kelangsungan hidup setelah nefrektomi hanya sebesar

50%. Namun, dalam pemantauan terhadap dari tujuh pasien yang telah dioperasi

(Loughlin dan Gittes (1986), enam pasien yang dipantau selama 4 bulan sampai 8

tahun dapat bertahan hidup dan hanya satu kematian akibat penyakit metastasis yang

dilaporkan.

28

Page 30: referat kista ginjal

B. Non Genetik

1. Ginjal Multikista Displastik

Ginjal multikista merupakan suatu bentuk displasia nongenetik berat, kadang-

kadang disebut multikista displasia. Pada keadaan ini, ginjal tidak memiliki sistem

drainase kaliks, sehingga memberi gambaran seperti “bunch of grapes” dengan stroma

yang tipis diantara kista. Jika kistanya kecil dengan stroma yang predominan maka

disebut kista displastik solid. Jika terjadi pembesaran pelvis ginjal maka memberikan

gambaran hidronefrosis ginjal multikista. Ginjal multikista displastik merupakan

proses yang aktif, dimana bentuk kista terjadi akibat keseimbangan atau

ketidakseimbangan antara proses ekspresi gen dan kematian sel (apoptosis).

Etiologi

Studi oleh Felson dan Cussen (1975) menemukan penyebab tersering dari

multikista ginjal bentuk hidronefrotik adalah atresia pelvis ginjal atau ureter.

Faktanya, pada ginjal kiri sering mengalami obstruktif megaureter (glassberg, 1977)

dan ureteropelvic juncton obstruction (Johnston et all, 1977). Teori lainnya, yakni

oleh Hildebrandt (1894) menyatakan bahwa gangguan penyatuan antara ureteric bud

dan metanephric blastema berisiko untuk menyebabkan timbulnya kista, dimana

hipotesis ini didukung oleh adanya insidensi yang tinggi pada kasus atresia ureteral.

Gambaran Klinis

Multikista displasia merupakan bentuk kista ginjal yang paling sering

ditemukan dan salah satu penyebab tersering timbulnya massa abdomen pada janin

(Longino dan Martin 1958 ; Melicow dan Uson, 1959 ; Griscom et al, 1975). Evaluasi

terhadap adanya multikista ginjal pada janin dapat dilakukan pada umur kehamilan 28

minggu, kisarannya antara 21-35 minggu (Avni et al, 1987). Pada orang dewasa,

dapat timbul keluhan nyeri abdomen, hematuri, hipertensi atau kondisi lainnya. Pada

semua usia, kelainan ini sering ditemukan di ginjal kiri, dimana laki-laki sering terjadi

multikista unilateral sedangkan multikista bilateral sering terjadi pada wanita. Pada

janin, adanya obstruksi kontralateral ureteropelvic junction (3-12%) dan refluks

kontralateral vesicoreteral (18-43%) sering menyebabkan multikista displasia ginjal.

Diagnosis multikista ginjal dapat ditentukan selama masa kehamilan melalui

pemeriksaan USG dan biasanya ditemukan bilateral (19-34% kasus). Bayi baru lahir

dengan ginjal multikista bilateral sulit untuk bertahan hidup, meskipun ada laporan

29

Page 31: referat kista ginjal

yang menyatakan bahwa bayi tersebut dapat bertahan hingga umur 65 hari (Kishikawa

et al, 1981). Involusi di ginjal dapat menyebabkan ginjal multikista, sering didapat

pada aplasia ginjal. Multikista displasia dapat melibatkan satu atau kedua ginjal.

Adanya kista displasia pada testis memiliki risiko terbentuknya ginjal multikista

displasia ipsilateral.

Histopatologi

Pada multikista displasia, jika ukuran kista besar maka stromanya tebal.

Sebaliknya, jika ukuran kista kecil maka stroma kistanya tipis dan lebih solid.

Biasanya ureter mengalami atresia parsial atau total. Pada multikista ginjal tipe

hidronefrotik terlihat hubungan antara kista dan renal pelvis. Pada kasus yang

ditemukan oleh Dewan dan Goh, dimana 7 dari 33 ginjal yang diberi kontras secara

intrasistikal memperlihatkan multkista ginjal tipe hidronefrotik. Pada ginjal multikista

displastik baik yang tipe hidronefrotik maupun yang non hifronefrotik tampak adanya

hubungan antar kista. Secara mikroskopis, dinding kista dilapisi oleh sel epitel kuboid

dimana dipisahkan septum jaringan fibrosa dan elemen displastik primitif dan terdapat

juga glomerulus imatur pada kista.

Evaluasi

Massa ginjal pada janin sering menunjukkan penyakit multikista ginjal atau

hidronefrosis dan penting untuk membedakan keduanya guna pemilihan jenis

tindakan pembedahan. Pada beberapa kasus, sulit untuk membedakan antara penyakit

multikista ginjal dari hidronefrosis berat (Gates, 1980; Hadlock et al, 1981).

Umumnya, ginjal multikista meluas dengan berbagai ukuran tanpa menunjukkan

hubungan antar kista. Pada obstruksi ureteropelvic junction, kista berasal dari perifer

ginjal yang memiliki hubungan antara perifer kista dan medial kista dan tidak terdapat

kista-kista yang kecil diantara kista-kista besar. Pada multikista ginjal tipe

hidronefrotik, uptake ginjal terlihat jarang pada fungsi scan dimercaptosuccinic acid

(DMSA).

Tatalaksana dan Prognosis

Pada ginjal yang dicurigai mengalami keganasan dapat dilakukan pemeriksaan

excretory urography atau studi pengobatan nuklir dan akan terlihat adanya hambatan

fungsi (Walker et al, 1984). Kekeliruan pemahaman tentang multikista ginjal tipe

hidronefrotik masih sering terjadi, meskipun dari studi pengobatan nuklir menyatakan

bahwa tipe ini dipengaruhi oleh obstruksi ureteropelvic junction. Potensi yang besar

30

Page 32: referat kista ginjal

mengalami keganasan harus menjadi perhatian pada multikista ginjal. Sebagian besar

laporan kasus menunjukkan adanya Wilm’s tumor dan RCC pada penderita multikista

ginjal. Terdapat 2 literatur yang menyarankan tindakan pembedahan pada multikista

ginjal sebagai tindakan pencegahan terhadap terbentuknya keganasan. Noe dan kolega

(1989) melaporkan bahwa 2000 nefrektomi telah dilakukan untuk mencegah terjadi

Wilm’s tumor.Beckwith (1997) menyatakan insiden Wilm’s tumor pada penderita

multikista displastik ginjal terjadi 4x lipat, sehingga dia menyimpulkan bahwa

peningkatan tersebut tidak membutuhkan tindakan nefrektomi sebagai pencegahan.

Sepertiga jumlah kasus ginjal multikista displastik dengan hipertensi membaik

membaik setelah dilakukan nefrektomi (Javadpour et al, 1970; Bugler dan Hauri,

1983; Chen et al, 1985). Ambrose (1976) menyatakan bahwa pada 2 kasus yang

ditemukan dapat terkontrol tekanan darahnya setelah dilakukan nefrektomi. Dapat

disimpulkan bahwa hipertensi pada multikista displastik ginjal tidak sering terjadi dan

tekanan darah kemungkinan dapat kembali normal setelah dilakukan nefrektomi.

2. Kista jinak multilokular (kista nefroma)

Lesi kistik multilokular pada ginjal anak dapat berupa kista multilokular jinak,

kista multilokular dengan sebagian diferensiasi tumor Wilms, kista multilokular

dengan nodul tumor Wilms, atau tumor Wilms kistik. Keempat lesi ini membentuk

spektrum, salah satunya kista multilokular jinak serta tumor Wilms kistik. Sebuah

kista multilokular bukanlah segmen ginjal yang terkena penyakit ginjal multikistik,

karena kondisi ini berbeda secara klinis, histologis, dan radiografi.

Gambaran Klinis

Sebagian besar pasien berusia kurang dari 4 tahun atau lebih dari 30 tahun.

Lima persen pasien berusia antara 4 sampai 30 tahun. Pasien yang berusia kurang dari

4 tahun sebagian besar berjenis kelamin lak-laki sedangkan pasien yang berusia lebih

dari 30 tahun sebagian besar perempuan.

Tanda dan gejala berbeda sesuai dengan usia. Pada anak-anak, massa

pinggang asimtomatik adalah temuan yang paling umum, sedangkan sebagian besar

orang dewasa memiliki gejala massa pada pinggang, nyeri perut serta hematuria.

Perdarahan disebabkan karena herniasi kista melewati epitel transisional ke dalam

pelvis ginjal.

Tujuh kasus kista jinak multilokular bilateral ginjal telah dilaporkan, dimana

pada salah satu pasien lesi kambuh setelah eksisi (Geller et al, 1979). Selain itu telah

31

Page 33: referat kista ginjal

dilaporkan juga bahwa kista multilokular muncul pada ginjal yang sebelumnya

normal (Uson dan Melicow, 1963; chatten dan Bishop, 1977). Temuan ini mendukung

teori neoplastik tentang asal-usul lesi ini.

Histopatologi

Lesi berukuran besar dan dibatasi oleh kapsul tebal. Parenkim ginjal normal

yang berdekatan dengan lesi sering mengalami pendesakan oleh lesi tersebut. Lesi

dapat melewati kapsul ginjal menuju ke ruang perinefrik atau pelvis ginjal. Lokuli

ginjal berisi cairan bening, berwarna kuning atau seperti jerami dan dilapisi oleh sel

epitel kuboid atau kolumnar. Dalam beberapa kasus, sel kuboid eosinofilia masuk ke

dalam lumen kista, menciptakan penampilan “hobnail”. Joshi dan Beckwith (1989)

mendeskripsikan bahwa septa dari kista multilokular jinak terdiri dari jaringan fibrosa.

Septa pada kista multilokular dapat terbentuk dari 2 tipe jaringan, yakni

jaringan fibrosa atau jaringan embrionik. Kista multilokular pada dewasa secara

umum hanya terdiri dari jaringan fibrosa, sedangkan kista multilokular pada anak

yang berusia kurang dari 3 tahun tersusun atas kedua jaringan tersebut. Tipe

embrionik merupakan bentuk imatur. Kista multilokular harus dibedakan dengan

nefroblastoma kistik. Pada nefroblastoma kistik terdapat sel blastema, sedangkkan

pada kista multilokular tidak terdapat sel blastema. Seringkali jaringan yang

diferensiasi buruk seperti tubulus, glomerulus, mesenkim, otot rangka, dan tulang

rawan bercampur dengan dengan sel blastema. Pada anak-anak, kista multilokular

jinak tidak dapat mengalami tranformasi menjadi bentuk lain seperti tumor Wilms

kistik.

Pada orang dewasa terdapat berbagai spektrum lesi multilokular, yakni RCC

kista multilokular, RCC kistik, onkositoma kistik, serta hamartoma kistik pelvis

renalis. RCC kista multilokular disebut juga tumor Perlmann merupakan suatu

limfangioma kistik. Hamartoma kistik pelvis renalis, merupakan tumor pada ginjal

yang sering mengalami herniasi ke pelvis. Tumor ini terdiri atas mikrokista dan

tubulus. Stromanya tersusun atas sel spinddle,

Evaluasi

Beberapa tes dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis, diantaranya

urografi, sonografi, CT-scan, biopsi kista, sistrografi dobel kontras serta arteriografi.

USG dan CT-scan dapat digunakan untuk membedakan ginjal multikistik dengan

kista multilokular. Pada USG, septa tampak sangat echogenik dengan lokuli yang

sonolusen, dimana debris pada lokuli tampak padat. Pada CT-scan, tampak septa lebih

32

Page 34: referat kista ginjal

hipodens daripada parenkim normal. Kalsifikasi jarang tampak pada anak-anak. Pada

biopsi kista, didapatkan cairan bening sampai kekuningan.

Tatalaksana dan Prognosis

Tatalaksana untuk kista multilokular jinak ini ialah nefrektomi. Jika lesi

terlokalisir cukup jauh serta jaringan normal masih bagus kondisinya, eksisi pada

lesi atau nefrektomi parsial lebih dipilih. Anak-anak yang memiliki kista

multilokular dengan nodul kistik tumor Wilms harus diterapi sebagai tumor Wilms.

RCC kistik pada orang dewasa harus diterapi sebagai lesi maligna walaupun

prognosisnya lebih baik. Terapi lesi multilokular jinak pada kebanyakan anak

adalah nefrektomi karena lesi ini mengakibatkan kerusakan yang parah pada

jaringan ginjal.

3. Kista sederhana

Kista sederhana merupakan kista yang dapat terjadi didalam ginjal atau

dipermukannya. Biasanya berbentuk oval hingga bulat, serta memiliki batas luar yang

halus, terdiri dari epitel kuboid yang datar. Biasanya terisi cairan yang seperti

transudat atau cairan berwarna kuning. Kista ini biasanya tidak berhubungan langsung

dengan bagian manapun dari nefron, walaupun berasal dari bagian nefron. Kista

sederhana bisa berupa kista tunggal maupun multipel dan bisa bilateral maupun

unilateral. Kista sederhana bisa bermanifestasi sejak dalam kandungan dan dapat

terdiagnosis pada minggu ke 14 kehamilan. Sebuah penelitian pernah dilakukan

dengan melakukan sonografi terhadap 29.984 fetus dimana berhasil menemukan

0,09% dari 11.000 kehamilan memiliki kista ginjal. (Blazer 1999). Pada 25 fetus

kistanya menghilang sebelum lahir.

Gambaran Klinis

Biasanya kista sederhana tidak dikeluhkan gejala klinisnya. Biasanya kista

ditemukan secara tidak sengaja pada ssaat pemeriksaan sonografi, Ct-Scan ataupun

urografi saat memeriksakan penyakit perut atau saluran kemih. Namun kadang kista

juga bisa memunculkan gejala nyeri perut atau masssa abdomen, hematuria akibat

rupture kista ke dalam system pielokalises. Juga bisa muncul hipertensi karena adanya

anemia segmental (rockson et al 1986). Kista dapat menyebabkan terjadinya obstruksi

kaliks maupun renaopelvik. Kista bisa bertambah ukurannya seiring berjalannya

waktu.

33

Page 35: referat kista ginjal

Kista dapat mengalami ruptur ke dalam sistem pelvikalises membuat sebuah

saluran penghubung dan menjadi divertikulum pseudokaliks. Keadaan tersebut dapat

hilang. Penutupan divertikel dapat berubah menjadi kista sederhana. Dua bentuk

kelainan tersebut dapat dibedakan dengan peemriksaan histopatologi. Secara teori,

diverkel memiliki lapisan epitel transisional sedangkan kista sederhana dilapisisi oleh

epitel kuboid yang agak gepeng.

Histopatologi

Kista sederhana memiliki variasi ukuran yang cukup besar, mulai dari kurang

dari 1 cm hingga lebih dari 10 cm. Kebanykan kista berukuran kurang dari 2 cm.

Dindingnya terdiri dari jaringan fibrosus dan memiliki ketebalan yang bervariasi dan

tidak memiliki elemen renal. Kulit kista terdiri dari epitel epitel kuboid atau gepeng.

Resiko kejadian kista sederhana semakin menningkat dengan bertambahnya usia.

Oleh sebab itu kista sederhana dianggap sebagai lesi yag didapat. Beart dan steg

(1977) menemukan adanya ektasia yang lebih besar dan dilatasi kistik pada tubulus

distal dan duktus koligentes pada pasien usia lebih 60 tahun dan dianggap sebagai

perkusor kista makroskopis.

Evaluasi

Diagnosis kista sederhana dapat dilakukan dengan metode yang aman

menggunakan sonografi. Diagnosis dengan sonografi dilakukan jika memenuhi

kriteria sebagai berikut: (1) tidak terdapatnya internal echo (2) terdapat gambaran

tajam, tipis, dengan dinding yang terpisah dengan batas halus yang juga terpisah; (3)

transmisi suara yang baik melalui kista dengan peningkatan gambaran akustik

dibelakang kista (4) bentuk sferis atau oval (goldman hartman 1900). Jika semua

kriteria tersebut terpenuhi, maka bisa dikesampingkan kemungkinan adanya

keganasan (livingston 1981). Jika tidak ditemukan kriteria tersebut, kemudian ada

ditemukan septasi, batas iergular, kalsifikasi, maka dianjurkan pemeriksaan lanjut

dengan CT-scan atau FNAB serta MRI. Kista yang berkelompok dapat dicurigai

keganasan. CT-scan lebih baik daripada sonografi untuk mengidentifikasi lesi yang

masih samar. Kista peripelvis membutuhkan ct-scan karena dapat berselang seling

dengan struktur pada system kolektivus dan hillum.

Kriteria diagnostik menggunakan CT-scan sama dengan pada sonografi, yakni

(1) tajam, tipis, terpisah dengan dinding dan batas yang halus (2) bentuk sferis atau

oval dan (3) isi yang homogen. Densitasnya -10 hingga +20 hu sama dengan densitas

air dan tidak ada peningkatan yang terjadi setelah injeksi media kontras. Kontras

34

Page 36: referat kista ginjal

dapat membantu diagnosis. Bosniak menyebutkan bahwa ia belum pernah

menemukan tumor dengan densitas kurang dari +20 hu. Jika cairan kista mengalam

hiperdens (antara 20-90 hu) masih dinyatakan sebagai kista sederhana sampai terbukti

terjadi peningkatan densitas ketika diberikan media kontras

Tatalaksana dan Prognosis

Sebelum tahun 1970, tatalaksana kista yang paling sederhana pada anak-anak

dilakukan dengan pembedahan. Namun, berdasarkan penelitian yang diterbitkan

tahun 1970 menunjukkan bahwa kista pada anak-anak dapat dikelola seperti pada

orang dewasa karena tipe lesi yang sama. Setelah kemungkinan adanya keganasan

disingkirkan, unroofing atau penghapusan kista asimtomatik tidak diindikasikan

(Gordon et al, 1979; Bartholomew et al, 1980; Ravden et al, 1980; Siegel dan

McAlister, 1980).

Ketika kista jinak sederhana menyebabkan obstruksi pyelocalyceal atau

hipertensi, maka dapat dilakukan pembedahan, unroofing kista, atau perkutan, dengan

aspirasi cairan dan mungkin menyuntikkan sclerosing agen, terutama jika cairan

mengalami reakumulasi setelah aspirasi sebelumnya. Beberapa sclerosing agen telah

digunakan, termasuk glukosa, fenol, iophendylate (Pantopaque), dan etanol absolut.

(Holmberg dan Hietala, 1989).

Holmberg dan Hietala (1989) menggunakan kombinasi antara aspirasi,

sclerosing agen , dan fosfat bismuth untuk manajemen kista dan didapatkan hasil

bahwa kista menghilang pada 44% pasien dan ukuran rata-rata dari kista di sisanya

hanya 21% dari ukuran aslinya setelah 3 sampai 4 tahun. Pendekatan baru untuk kista

yang kambuh ialah dengan reseksi perkutaneus dan marsupialisasi intra renal.

4. Medullary sponge kidney

Karakteristik penyakit Medullary sponge kidney ialah adanya dilatasi pada bagian

distal duktus kolektivus disertai adanya kista dan divertikula. Dilatasi duktus dapat

terlihat pada IVP sebagai gambaran “bulu pada sikat”. Duktus kolektivus yang

semakin ektasis serta mengalami kalsifikasi memberikan gambaran “karangan

bunga”.

Epidemiologi

Kebanyakan pasien yang mengalami penyakit ini tidak memperlihatkan gejala

serta tidak terdiagnosis. Hal ini mengakibatkan insidensi penyakit ini tidak diketahui.

Sebanyak 1 dari 200 pasien yang menjalani IVP untuk berbagai macam indikasi

35

Page 37: referat kista ginjal

mengalami penyakit ini. Insidensi penyakit ini pada populasi umum berkisar antara 1

per 5.000 dan 1 per 20.000 populasi.

Gambaran Klinis

Manifestasi klinis penyakit ini biasanya terjadi setelah umur 20 tahun, namun

tidak jarang manifestasi klinis penyakit ini pertama kali muncul pada usia 3 minggu

sampai usia 71 tahun. Manifestasi klinis tersering ialah kolik renal (50-60%), infeksi

saluran kemih (20-33%) serta gross hematuria (10-18%). Pada kebanyakan kasus,

diagnosis dibuat setelah dievaluasi dengan urografi intravena karena keluhan lain

seperti masa pada ginjal, hiperplasia prostat jinak, atau hipertensi.

Insidensi terjadinya batu ginjal berkisar antara 2,6 sampai 21% pada penyakit

ini, dimana insidensinya lebih tinggi pada wanita daripada pria. Keluhan ISK lebih

umum dialami oleh wanita dengan Medullary sponge kidney.

Sepertiga pasien dengan Medullary sponge kidney mengalami hiperkalsemi

dimana etiologinya tidak sama pada semua kasus. Pada pasien Medullary sponge

kidney, komposisi batu ginjalnya tersusun dari kalsium oksalat atau kombinasi

kalsium oksalat dengan kalsium fosfat.

Histopatologi

Gambaran histopstologi Medullary sponge kidney ialah dilatasi duktus

kolektivus intrapapiler dan kista medular kecil berdiameter 1 sampai 8 mm dan

gambaran “spons” pada potongan melintang ginjal. Kista dilapisi oleh epitel duktus

kolektivus serta berhubungan dengan tubulus kolektivus. Kista dan duktus kolektivus

yang mengalami dilatasi yang mengalami pemadatan sebagian besar tersusun atas

kalsium fosfat. Kista mengandung cairan berwarna coklat kekuningan, sel desquamasi

atau material kalsifikasi.

Diagnosis

Diagnosis Medullary sponge kidney dapat ditegakkan dengan melakukan

urografi intravena. Urografi intravena juga lebih sensitif dalam mendeteksi

Medullary sponge kidney ringan dibandingkan CT-Scan.

Gambaran urografi intravena penyakit ini ialah :

1. Pembesaran ginjal, terkadang disertai kalsifikasi terutama pada papilla

2. Pemanjangan tubulus papilla/cavitas yang terisi oleh kontras

3. Kontras papilla tampak lebih jelas dan opasifikasi medular persisten

Pada beberapa kasus, gambaran papilla menyerupai ranting anggur atau

karangan bunga. Gambaran urografi intravena pada anak yang lebih besar atau dewasa

36

Page 38: referat kista ginjal

muda dengan ARPKD terkadang menyerupai penyakit ini. Untuk membedakannya

perlu dilakukan evaluasi pada hati sebelum diagnosis ditegakkan.

Nefrokalsinosis yang ditemukan pada Medullary sponge kidney harus

dibedakan dengan bentuk hiperkalsiurik lain yang terdapat pada hiperparatiroidisme,

sarkoidosis, keracunan vitamin D, multiple myeloma, serta TBC dimana pada

Medullary sponge kidney kalsifikasi terjadi pada duktus yang belebar sedangkan pada

penyakit lain diatas, deposit kalsium terdapat pada duktus kolekitvus normal.

Pemeriksaan dengan USG pada orang dewasa tidak terlalu membantu

menegakkan diagnosis karena ukuran kista yang kecil pada penyakit ini. Namun,

USG dapat digunakan pada anak kecil karena anak kecil memiliki lebih sedikit lemak

pada sinus ginjal dan lapisan otot sehingga resolusi sonografi tampak lebih baik pada

anak kecil serta hiperekoik papilla tampak lebih jelas.

Tatalaksana

Komplikasi dari penyakit ini adalah pembentukan batu ginjal dan infeksi.

Kebanyakan pasien ada penyakit ini mengalami hiperkalsiuria. Thiazide bermanfaat

untuk mengurangi hiperkalsiuria dan membatasi pembentukan batu. Selain thiazide,

fosfat inorganik dapat digunakan untuk kelainan ini. Pada pasien dengan batu ginjal,

thiazide tetap diberikan walaupun tidak ditemukan hiperkalsiuria. Thiazide mencegah

batu kalsium dan menghambat perkembangan batu. Fosfat inorganik dapat digunakan

jika thiazide tidak efektif atau terjadi intoleransi. Fosfat inorganik tidak boleh

digunakan pada pasien dengan infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh organisme

penghasil urease karena risiko batu struvit.

Kultur dilakukan jika terjadi infeksi atau ditemukan batu ginjal disertai dengan

pemberian antibiotik profilaksis jangka panjang. Jika terjadi batu ginjal, dapat

dilakukan lithotripsi extracorporeal dan nefrolithotomi perkutaneus serta operasi

pembedahan.

5. Penyakit glomerulokistik ginjal sporadis

Penyakit glomerulokistik ginjal merujuk pada adanya kista pada glomerulus.

Kista pada glomerulus atau ruang Bowman bersifat difus dan bilateral. Kista pada

glomerulus tampak pada berbagai penyakit kista ginjal serta dapat menjadi patologi

predominan. Adanya kista pada ginjal tidak membuktikan pasien memiliki penyakit

glomerulokistik ginjal.

37

Page 39: referat kista ginjal

Penyakit glomerulokistik merupakan penyakit yang tidak diturunkan dan

menyebabkan pembesaran ginjal bilateral dengan kista kecil pada ruang Bowman.

Karakteristik penyakit ini ialah tidak mengenai anggota keluarga lain serta tidak ada

asosiasi anomali yang tampak walaupun terdapat kista hepatik subskapular. Penyakit

glomerulokistik ginjal sporadis berbeda dengan penyakit glomerulokistik hipoplasia

familial, dimana penyakit ini tidak diturunkan serta tidak menyebabkan pembesaran

ginjal.

6. Penyakit kista ginjal didapat (ARDC)

Epidemiologi

Pada tahun 1977, Dunhill mempresentasikan ARCD pada pasien gagal ginjal.

awalnya ARCD dipercaya hanya dialami pasien yang mendapatkan hemodialisa.

ternya penyakit ini hamper dialami oleh semua pasien dengan dialysis peritoneal

(Thompson et al, 1986) dan dapat dialami juga oleh pasien dengan gagal ginjal kronis

dengan penanganan medis tanpa dialysis (Fisher dan Howard 1972). ARCD lebih

kepada kondisi tahap akhir penyakit ginjal dibandingkan karena proses dialisis.

Ishikawa (1985) menyarankan penggunaan istilah uremic acquired cystic disease

untuk keadaan tersebut.

Insiden ARCD berbeda pada beberapa institusi disebabkan perbedaan populasi

dan perbedaan kriteria diagnosis. Untuk menegakan diagnosis harus ditemukan

setidaknya 3-5 kista pada ultrasonografi, CT-Scan, atau MRI. Pada tahun 1948

Gardner mengidentifikasi 160 yaitu spasien dengan ARCD diantara 430 pasien yang

mendapatkan hemodialisis jangka panjang dengan angka insidensi 34%.

ARCD pada laki-laki cenderung lebih parah. Warga amerika ras negro dan

juga kemungkinan orang Jepang lebih banyak daripada ras kulit putih. ARCD dapt

pula terjadi pada anak-anak. Insidensi ARCD lebih tinggi pada pasien dengan ESRD

yang mengalami nefrosklerosis daripada orang dengan gagal ginjal akibat diabetes

(Fallon dan William 1989).

Etiologi

Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya ARCD sebagai konsekuensi dari

hemodialisa adalah pernyataan yang keliru. Namun, jika toksin uremik adalah factor

resiko yang prinsipil mengapa ada perbedaan insiedensi ARCD pada banyak institusi.

38

Page 40: referat kista ginjal

Kemungkinannya adalah durasi yang berbeda dari terapi medis predialisis atau

perbedaan rejimen dialisis adalah faktor yang berpengaruh namun belum ada data

pendukung hal tersbeut.

Beberapa penelitian memunculkan teori peranan toksin. Pertama kista,

adenoma, dan karsinoma yang biasanya multipel dan bilateral. Kedua terdapat regresi

dari kista setelah transplantasi yang sukses. Beberapa toksin yang karsinogenik dan

sitogenik tereliminasi dengan allograft. Ketiga ketika transpalantasi gagal dan dialysis

dilanjutkan maka kista akan muncul kembali.

Teori lain menyatakan bahwa hilangnya jaringan fungsional ginjal

menyebabkan pembentukan agen renotropik yang menginduksi hiperplasia

glomerular, pembentukan kista dan pada kasus yang ekstrim menyebabkan tumor

ginjal (Hari et al 1983).

Gambaran klinis

Manifestasi klinis yang paling sering dari ARDC adalah nyeri pinggang,

hematuria, atau keduanya. Perdarahan terjadi pada 50% pasien (Evine 1996) yang

disebabkan karena adanya kista ginjal ataupun RCC. Feiner 1981 menyatakan bahwa

adanya perdarahan kistik disebakan oleh ruptur dari pembuluh darah yang sklerotik

pada dindingnya. Jika kista berhubungan langsung dengan nefron maka akan muncul

hematuria. Pada beberapa pasien, perdarahan terjadi setelah heparinisasi selama

proses dialisis. Peningkatan konsentrasi hemoglobin serum terjadi sekunder karena

peningkatan produksi eritropoietin (Shalhoub et al 1982)

Histopatologi

Kista muncul dominan pada korteks serta pada medulla dan biasanya bilateral.

Ukuran kista biasanya 0,5-1 cm namun bisa juga mencapai ukuran 5 cm (Miller

1989). Kista biasanya terisi dengan cairan yang berwarn jernih, keruh ataupun

hemoragik dan sering mengandung kristal oksalat (miller 1989). Inti dari sel-sel epitel

regular dan berbentuk bulat tanpa nukleus prominen. Namun beberapa kista atipikal

maupun hiperplastik dilapisi oleh epitel dengan nukleus yang besar dengan aktifitas

mitosis. Lapisan yang hiperplastik teresbut dipercaya beberapa ahli sebagai perkusor

dari tumor ginjal. Beberapa kista hiperplastik memiliki proyeksi papilar.

39

Page 41: referat kista ginjal

Adenoma renal biasanya multipel dan sering bilateral. Miler dkk melakukan

otopsi terhadap 155 pasien dengan ESRD dan menemukan 25 pasien memiliki nodul

renal (adenoma) yang kecil. Nodul tersebut multipel dan diameternya lebih kecil dari

2,5 cm. Nodul tersebut biasanya muncul dari kista atipikal (hiperplastik).

Klasifikasi tumor ginjal apakah merupakan adenoma atau karsinoma masih

belum jelas. Pada artikel klasik oleh Bell (1935), ia menyatakan bahwa tumor ginjal

dengan ukuran lebih dari 3 cm diklasifiikasikan sebagai karsinoma dan yang kurang

dari 3 cm diklasifikasikan sebagai adenoma. Namun ada juga tumor dengan ukuran

kurang dari 1 cm mengalami metastasis ke tempat lain. Beberapa ahli kemudian

menyatakan bahwa nodul ginjal dengan ukuran kurang dari 1 cm dikelompokan

sebagai adenoma dan yang berukuran di atas 3 cm dikelompokan sebagai karsinoma

sedangkan yang berukuran antara 1 sampai 3 cm dinyatakan sebagai daerah abu-abu.

Evaluasi

Pada pasien uremik dengan demam harus dicurigai ARCD dan kemungkinan

kista yang terinfeksi (Bonal 1987). Pada pemeriksaan sonografi biasanya tampak

gambaran ginjal yang kecil, hiperechoic dengan kista dengan berbagai ukuran.

Kalsifikasi dinding kista dapat pula terlihat, namun lebih jelas jika menggunakan CT-

scan. Infeksi dapat dicurigai jika pada pemeriksaan sonografi tampak internal echo

atau penebalan dinding. Punksi kista dapat digunakan untuk mengkonfirmasi

diagnosis dan untuk identifikasi mikroorganisme penyebab infeksi.

Ultrasound telah umum digunakan sebagai modalitas untuk diagnosis dan

monitoring pasien dengan ARCD. CT-scan dan MRI digunakan untuk identifikasi

kista, dan MRI digunakan untuk melihat gambaran dari lesi yang kecil (Heinz-peer

1998).

Pemeriksaan CT-scan dapat mengidentifikasi penebalan dinding pada kasus

infeksi. Pada beberapa kasus, CT-scan dapat digunakan untuk mengidentifikasi

metastasis RRC retroperitoneal tapi tidak bisa mengidentifikasi lesi primer pada

ginjal.

Tatalaksana

40

Page 42: referat kista ginjal

Jika heparinisasi berhubungan dengan hematuria selama hemodialisis, maka

dialisis peritoneal bisa diganti. pilihan lainnya adalah embolisasi dan nefrektomi.

Untuk kista yang terinfeksi, dapat dilakukan drainase perkutaneus, operasi drainase

atau nefrektomi. Neuman (1988) merekomendasikan skrining dengan ultrasonografi

dan CT-scan diikuti dengan monitoring tiap 6 bulan pada pasien dengan atau tanpa

kista serta tumor dengan sonografi untuk pasien yang mendapat hemodialisis lebih

dari 3 tahun. Beberapa peneliti menemukan bahwa kista pada ARCD dapat

menghilang setelah transplantasi ginjal.

7. Divertikulum kaliks (kista pyelogenik)

Divertikulum kaliks merupakan kantong intra renal dengan dinding tipis yang

berhubungan dengan sistem pelvikaliseal melalui sebuah leher sempit. Divertikula

berasal dari forniks kaliks dan lebih sering mengenai pole atas kaliks. Divertikulum

kaliks merujuk pada lesi yang berhubungan dengan kaliks atau infundibulum,

sedangkan kista pyelogenik merujuk pada lesi yang berhubungan dengan pelvis

renalis.

BAB III

KESIMPULAN

41

Page 43: referat kista ginjal

Kista merupakan suatu rongga yang dilapisi oleh epitel dan berisi cairan. Kista ginjal

adalah struktur berisi cairan di dalam atau di tepi ginjal. Ginjal merupakan salah satu lokasi

tersering terjadinya kista pada tubuh. Kista ginjal dapat berkembang pada setiap lokasi di

sepanjang tubulus ginjal, dari kapsul Bowman ke duktus kolektivus melalui proses yang

diwariskan, melalui perkembangan atau didapat.

Kista ginjal dapat disebabkan oleh anomali kongenital ataupun kelainan yang didapat.

Kista ginjal dapat merupakan bagian dari kelainan bawaan dan dapat muncul pada saat lahir

atau berkembang beberapa waktu setelahnya atau bahkan dapat timbul pada saat dewasa.

Penyakit kista ginjal diklasifikasikan berdasarkan kesepakatan Komite Klasifikasi,

Nomenklatur dan Terminologi Bagian AAP pada Urologi pada tahun 1987, di mana

perbedaan utama antara penyakit genetik dan nongenetik dan kelainan lain diklasifikasikan

lebih lanjut berdasarkan gambaran klinis, radiologis, dan patologisnya. Penyakit kista ginjal

yang bersifat genetik yakni penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD), penyakit

ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD), penyakit juvenil nephronophthisis/penyakit

kista medulary kompleks, nefrosis kongenital (sindrom nefrotik familial) (resesif autosomal),

penyakit glomerulokistik hipoplastik familial (dominan autosomal), sindrom malformasi

multipel dengan kista renalis. Penyakit kista ginjal yang bersifat non genetik adalah ginjal

multikista/ginjal multikista displastik, kista jinak multilokular (kista nefroma), kista

sederhana, medullary sponge kidney, penyakit glomerulokistik ginjal sporadis, penyakit kista

ginjal didapat, dan divertikulum kaliks (kista pyelogenik).

Beberapa jenis kista yang berbeda memiliki gambaran serupa, misalnya pada

penyakit ginjal dominan autosomal (ADPKD), tuberus sklerosis, penyakit VHL, dan penyakit

ginjal kistik didapat (ARCD), tampak kista memiliki lapisan hiperplastik, kadang-kadang

terdapat nodul hiperplasia atau polip yang mengarah ke dalam lumen kista. Namun, kondisi

hiperplastik tiap jenis kista ini sangat berbeda satu sama lain. Contoh lain dari kesamaan

tersebut adalah ektasi pada duktus kolektivus yang tampak pada penyakit ginjal polikistik

resesif autosomal (ARPKD) dan medullary sponge kidney.

Diagnosis penyakit kista ginjal dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran

klinis, skrining (genetik), pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan histopatologi, atau

pemeriksan dengan pencitraan (CT-Scan, sonografi atau MRI) tergantung dari jenis penyakit

kista ginjal tersebut. Terapi untuk penyakit kista ginjal juga berbeda sesuai dengan jenis

42

Page 44: referat kista ginjal

penyakit kista tersebut dimulai dari medikamentosa hingga tindakan operatif. Prognosis

tergantung dari jenis penyakit kista ginjal.

43

Page 45: referat kista ginjal

DAFTAR PUSTAKA

Ajha, Sahriani. Kista Ginjal Simpel. Diunduh pada 30 April 2013.

(http://www.scribd.com/doc/113888851/Kista-Ginjal-Simple-Soliter).

Datu, Abd Razak. Diktat Urogenitalia Fakultas Kedokteran Universitas Hassanudin.

Diunduh pada 30 April 2013. (http://www.scribd.com/doc/18025323/DIKTAT-

UROGENITALIA).

Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. EGC, Jakarta: 2002.

McAninch, Jack W. Disorder Of The Kidney, from Smith’s General Urology 17th edition.

Mc Graw-Hill, USA: 2008.

Purnomo, Basuki B. Dasar–dasar Urologi. Edisi 2. EGC, Jakarta: 2009.

Price S.A., Wilson L.M. Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6 –

Volume 2. EGC, Jakarta: 2005.

Saladin, Kenneth S. Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function. 3rd Edition.

McGraw-Hill, USA: 2007.

Wein, Alan J. Et Al. Campbell-Walsh Urology. Ninth Edition. Volume 1. Saunders,

Philadelphia : 2007.

44