REFERAT katarak kongenital 1

28
Referat KATARAK KONGENITAL Oleh: FEBDI MAULANA NIM. 0808114750 FIKA SILVIA NIM. 0808121363 NURMAULI NIM. 0608120833 RONA FEBRIANI NIM. 0608120091 SITI KHODIJAH NIM. 0608120558 Pembimbing: dr. Bagus Sidharto, SpM

description

nnnmmmmm

Transcript of REFERAT katarak kongenital 1

Referat

KATARAK KONGENITAL

Oleh:

FEBDI MAULANA NIM. 0808114750FIKA SILVIA NIM. 0808121363NURMAULI NIM. 0608120833RONA FEBRIANI NIM. 0608120091SITI KHODIJAH NIM. 0608120558

Pembimbing:dr. Bagus Sidharto, SpM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAURUMAH SAKIT ARIFIN ACHMAD

PEKANBARU

2013

BAB I

PENDAHULUAN

Katarak adalah kekeruhan pada lensa sehingga cahaya sulit mencapai

retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.1 Katarak

kongenital adalah perubahan pada kebeningan struktur lensa mata yang muncul

pada saat kelahiran bayi atau segera setelah bayi lahir. Katarak jenis ini dapat

terjadi bilateral maupun unilateral. Penyebab paling umum adalah mutasi genetik,

biasanya autosomal dominan (AD), penyebab lain termasuk oleh kelainan

kromosom, kelainan metabolik, infeksi intraurin atau gangguan penyakit maternal

selama masa kehamilan.2

Katarak kongenital terjadi pada sekitar 3 pada 10 000 kelahiran hidup.2

Penelitian di Inggris didapatkan hasil bahwa insidensi dari katarak kongenital dan

infantil tertinggi pada tahun pertama kehidupan, yaitu 2,49 per 10.000 anak.

Insidensi katarak bilateral lebih tinggi jika dibandingkan yang unilateral, akan

tetapi tidak dapat dibedakan oleh jenis kelamin dan tempat.3

Katarak kongenital harus segera mendapatkan intervensi. Tanpa intervensi

yang segera, katarak kongenital dapat memicu terjadinya “mata malas” atau

ambliopia. Keadaan ambliopia ini kemudian memicu masalah lain seperti

nistagmus, strabismus, dan ketidakmampuan untuk menyempurnakan gambaran

terhadap objek. Hal ini akan sangat mempengaruhi kemampuan belajar,

kepribadian, dan penampilan, lebih jauh lagi mempengaruhi seluruh kehidupan

anak.4 Mengingat pentingnya pengetahuan tentang katarak kongenital ini maka

hendaknya penulisan referat ini dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca

tentang definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, diagnosis, penatalaksanaan,

komplikasi dan prognosis. Sehingga dapat membantu memberi petunjuk dalam

penatalaksanaan katarak kongenital untuk mencegah terjadinya penanganan yang

tidak tepat dan berakibat fatal.

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LENSA

1. Anatomi lensa

Lensa mata berbentuk bikonveks, avaskuler, transparan, dengan diameter

9 mm, dan tebal sekitar 5 mm. Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks dan

nukleus. Anterior lensa berhubungan dengan humor aqueous, ke posterior

berhubungan dengan corpus vitreus. Di posterior iris, lensa digantung pada

prosesus siliaris oleh zonula Zinii (ligamentum suspensorium lentis), yang

melekat pada ekuator lensa, serta menghubungkannya dengan corpus siliare.

Zonula Zinii berasal dari lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus siliare.

Zonula Zinii melekat pada bagian ekuator kapsul lensa, 1,5 mm pada bagian

anterior dan 1,25 pada bagian posterior.5

Gambar 1. Anatomi mata5

Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung daripada

permukaan anterior. Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai

membran semipermeabel, yang dapat dilewati air dan elektrolit sebagai sumber

nutrisi. Di bagian anterior terdapat epitel subkapsuler sampai ekuator. Epitel

subkapsuler ini berperan dalam proses metabolisme dan menjaga sistem normal

dari aktivitas sel, termasuk biosintesa dari DNA, RNA, protein dan lipid.5,6

2

Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks, yang terdiri dari lamel-

lamel panjang yang konsentris. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya.

Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi,

sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus

dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Tiap serat

mengandung inti yang pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa dekat ekuator,

yang berhubungan dengan epitel subkapsuler. Serat-serat ini saling berhubungan

di bagian anterior. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan

persambungan lamellae ini ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan

slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior dan terbalik di posterior (huruf Y yang

terbalik).5

Gambar 2. Struktur lensa7

Gambar 3. Sutura Y7

3

Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein

(kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali

mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water

soluble dan water insoluble. Water soluble merupakan protein intraseluler yang

terdiri dari alfa (α), beta (β) dan delta (δ) kristalin, sedang yang termasuk dalam

water insoluble adalah urea soluble. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa

daripada di kebanyakan jaringan lain. Pada lensa tidak terdapat serat nyeri,

pembuluh darah atau saraf.5

Gambar 4. Biokimia lensa7

2. Embriologi lensa

Mata berasal dari tonjolan otak (optic vesicle). Lensanya berasal dari

ektoderm permukaan pada tempat lensplate, yang kemudian mengalami invaginasi

dan melepaskan diri dari ektoderm permukaan membentuk vesikel lensa dan

bebas terletak di dalam batas-batas dari optic cup. Segera setelah vesikel lensa

terlepas dari permukaan ektoderm, maka sel-sel bagian posterior memanjang dan

menutupi bagian yang kosong. Pada stadium ini, kapsul hialin dikeluarkan oleh

sel-sel lensa. Serat-serat sekunder memanjangkan diri, dari daerah ekuator dan

tumbuh ke depan di bawah epitel subkapsuler, yang hanya selapis dan ke belakang

di bawah kapsula lentis. Serat-serat ini saling bertemu dan membentuk sutura

lentis, yang berbentuk huruf Y yang tegak di anterior dan Y yang terbalik di

posterior. Pembentukan lensa selesai pada usia 7 bulan penghidupan fetal. Inilah

yang membentuk substansi lensa, yang terdiri dari korteks dan nukleus.

Pertumbuhan dan proliferasi dari serat-serat sekunder berlangsung terus selama

4

hidup tetapi lebih lambat, karenanya lensa menjadi bertambah besar lambat-

lambat. Kemudian terjadi kompresi dari serat-serat tersebut dengan disusul oleh

proses sklerosis.6

Gambar 5. Nukleus dan korteks lensa7

3. Fisiologi lensa

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Supaya

hal ini dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai dengan

sinar yang datang sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa disebut

akomodasi. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah lengkungnya lensa terutama

kurvatura anterior.6

Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris

relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior

lensa sampai ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa

diperkecil sehingga berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk

memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga

tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi

lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara

korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina

dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan

refraksi lensa perlahan-lahan akan berkurang.5

Secara fisiologi lensa mempunyai sifat tertentu yaitu kenyal atau lentur

karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung,

5

jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, dan terletak

di tempatnya.8 Pada fetus, bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang

dewasa lensanya lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis

bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara

perlahan-lahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat dimana

nukleus menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa

menjadi lebih besar, lebih gepeng, warna kekuning-kuningan, kurang jernih dan

tampak sebagai grey reflex atau senile reflex, yang sering disangka sebagai

katarak. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang elastis dan daya

akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, pada orang

Indonesia dimulai pada umur 40 tahun.5

B. KATARAK KONGENITAL

1. Definisi

Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract dan

Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular

dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak

adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi

(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akbiat keduanya.

Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah

kelahiran dan bayi yang berusia kurang dari satu tahun.8 Sebuah katarak disebut

kongenital bila ada saat lahir, atau dikenal juga sebagai “infantile cataract” jika

berkembang pada usia 6 bulan setelah lahir.9

2. Epidemiologi

a. Frekuensi

Di Indonesia belum data mengenai insiden katarak kongenital, namun di

Amerika Serikat insiden katarak kongenital adalah 1,2-6 kasus per 10.000

kelahiran. Insiden katarak secara internasional belum diketahui. Meskipun WHO

dan organisasi kesehatan yang lain membuat resolusi yang luar biasa dalam

vaksinasi dan pencegahan penyakit, angka rata-rata katarak kongenital mungkin

lebih tinggi di bawah negara berkembang.5,10

b. Mortalitas/Morbiditas10

6

Mordibitas penglihatan mungkin berasal dari ambliopia deprivasi,

ambliopia refaksi, glaukoma (sebanyak 10% setelah operasi pengangkatan),

danretinal detachment. Penyakit metabolik dan sistemik ditemukan sebanyak 60%

pada katarak bilateral. Katarak kongenital umumnya menyertai pada retardasi

mental, tuli, penyakit ginjal, penyakit jantung dan gejala sistemik.

c. Umur10

Katarak kongenital biasanya didiagnosa pada bayi yang baru lahir.

3. Etiologi

Katarak terbentuk saat protein di dalam lensa menggumpal bersama-sama

membentuk sebuah clouding atau bentuk yang menyerupai permukaan. Ada

banyak alasan yang menyebabkan katarak kongenital, yaitu antara lain:5,11

1) Herediter (isolated – tanpa dihubungkan dengan kelainan mata atau

sistemik) seperti autosomal dominant inheritance.

2) Herediter yang dihubungkan dengan kelainan sistemik dan sindrom

multisistem.

Kromosom seperti Down’s syndrome (trisomy 21), Turner’s syndrome.

Penyakit otot skelet atau kelainan otot seperti Stickler syndrome,

Myotonicdystrophy.

Kelainan sistem saraf pusat seperti Norrie’s disease.

Kelainan ginjal seperti Lowe’s syndrome, Alport’s syndrome.

Kelainan mandibulo-fasial seperti Nance-Horan cataract-dental

syndrome.

Kelainan kulit seperti Congenital icthyosis, incontinentia pigmenti.

3) Infeksi seperti toxoplasma, rubella, cytomegalovirus, herpes simplex,

sifilis, poliomielitis, influenza, Epstein-Barr virus saat hamil.

4) Obat-obatan prenatal (intra-uterine) seperti kortikosteroid dan vitamin A

5) Radiasi ion prenatal (intra-uterine) seperti X-rays

6) Kelainan metabolik seperti diabetes pada kehamilan dan galaktosemia.

7) Tapi penyebab terbanyak pada kasus katarak adalah idiopatik, yaitu tidak

diketahui penyebabnya.

7

4. Klasifikasi2

Klasifikasi katarak kongenital berdasarkan morfologi penting, karena

dapat menunjukkan etiologi kemungkinan, diwariskan dan efek pada penglihatan.

Adapun klasifikasi berdasarkan morfologi adalah sebagai berikut:

a. Katarak nuclear adalah katarak yang terbatas pada nukleus lensa embrio atau

janin. Katarak bisa padat atau halus dengan kekeruhan berbentuk

serbuk/seperti debu (Gambar 6A). Berhubungan dengan mikrophthalmos.

b. Katarak lamellar, mempengaruhi lamella tertentu dari lensa baik anterior dan

posterior (Gambar 6B) dan dalam beberapa kasus dikaitkan dengan ekstensi

radial (Gambar 6C). Katarak lamellar mungkin AD, terjadi pada bayi dengan

gangguan metabolik dan infeksi intrauterin.

c. Katarak koroner (supranuclear), katarak terletak di korteks dalam dan

mengelilingi inti seperti mahkota (Gambar 6D). Biasanya sporadis dan hanya

sesekali yang bersifat herediter.

d. Katarak blue dot (cataracta punctata caerulea - Gambar 6E) yang umum dan

tidak berbahaya, dan dapat bersamaan dengan katarak jenis lain.

e. Katarak sutura, di mana kekeruhan mengikuti sutura Y anterior atau posterior.

(Gambar 6F).

f. Katarak polaris anterior (Gambar 7A), bisa flat atau kerucut ke ruang anterior

(katarak piramidal - Gambar 7B). Katarak piramidal sering dikelilingi oleh

daerah katarak kortikal dan dapat mempengaruhi penglihatan. Berhubungan

dengan katarak polaris anterior termasuk membran pupil persisten (Gambar

7C), aniridia, anomali Peters dan lenticonus anterior.

g. Katarak polaris posterior (Gambar 7D) kadang-kadang berhubungan dengan

sisa-sisa hyaloid persisten (Mittendorf dot), lenticonus posterior dan vitreous

primer hiperplastik persisten.

h. Katarak central oil droplet (Gambar 7E), khas pada galaktosemia.

i. Katarak membranosa, jarang dan mungkin terkait dengan Hallermann-Streiff-

François sindrom. Terjadi ketika bahan lentikular sebagian atau seluruhnya

menyerap kembali meninggalkan sisa kapur putih-materi lensa yang terjepit di

antara kapsul anterior dan posterior (Gambar 7F).

8

Gambar 6. Morfologi katarak kongenital2

9

Gambar 7. Morfologi katarak kongenital2

5. Diagnosis

Gejala klinis pada katarak kongenital adalah silau, bercak putih pada pupil

disebut leukokoria, penglihatan berkurang, cahaya tidak dapat melalui lensa,

karena tidak lagi transparan. Pada anak yang lebih tua mata bisa berubah. Ini

disebut strabismus, atau dikenal dengan juling. Terjadi karena mata tidak bisa

fokus dengan baik.12 Pemeriksaan mata secara menyeluruh dapat menegakkan

diagnosis dini katarak kongenital. Lensa yang keruh dapat terlihat tanpa bantuan

alat khusus dan tampak sebagai warna keputihan pada pupil yang seharusnya

10

berwarna hitam. Bayi gagal menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan

di sekitarnya dan kadang terdapat nistagmus.

Pemeriksaan dengan slit lamp pada kedua bola mata tidak hanya melihat

adanya katarak tetapi juga dapat mengidentifikasi waktu terjadinya saat di dalam

rahim dan jika melibatkan sistemik dan metabolik. Pemeriksaan dilatasi fundus

direkomendasikan untuk pemeriksaan kasus katarak unilateral dan bilateral. Bila

fundus okuli tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan oftalmoskopi indirek, maka

sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.3

Pada katarak kongenital, pemeriksaan laboratorium yang dilakukan seperti

hitung jenis darah, titer TORCH, tes reduksi urin, red cell galactokinase,

pemeriksaan urin asam amino, kalsium dan fosfor.  Pemeriksaan darah dan

rontgen perlu dilakukan untuk mencari kemungkinan penyebab.10

6. Penatalaksanaan2

Pertimbangan waktu sangat penting dalam hal-hal sebagai berikut:

1. Katarak total bilateral memerlukan operasi awal ketika usia anak 4-6

minggu untuk mencegah penurunan perkembangan stimulus ambliopia.

Jika kelainan asimetris yang sudah berat, mata dengan katarak harus

ditangani terlebih dahulu.

2. Katarak parsial bilateral mungkin tidak memerlukan pembedahan. Dalam

kasus yang meragukan, mungkin lebih bijaksana untuk menunda operasi,

kekeruhan lensa dan fungsi visual dimonitor dan dilakukan intervensi

nanti jika penglihatan memburuk.

3. Katarak total unilateral harus dioperasi segera (mungkin dalam hitungan

hari) diikuti oleh terapi anti-amblyopia agresif, meskipun yang hasilnya

sering minimal. Waktu intervensi harus seimbang dengan saran bahwa

intervensi dini (<4 minggu) dapat menyebabkan peningkatan risiko

glaukoma sekunder berikutnya. Jika katarak terdeteksi setelah usia 16

minggu maka prognosis penglihatan sangat minimal.

4. Katarak parsial unilateral biasanya dapat diamati atau diperlakukan secara

non-pembedahan dengan dilatasi pupil dan mungkin oklusi kontralateral

untuk mencegah ambliopia.

11

5. Pembedahan yang melibatkan capsulorhexis anterior, aspirasi materi lensa,

capsulorhexis dari kapsul posterior, terbatas pada anterior vitrektomi dan

implantasi IOL, jika sesuai. Hal ini penting untuk memperbaiki kesalahan

bias terkait.

a. Rehabilitasi optikal setelah operasi

Pemilihan optical device untuk koreksi aphakia tergantung pada beberapa

faktor. Kacamata merupakan metoda yang paling aman, mudah diatur sesuai

pertumbuhan tetapi tidak ideal pada kasus aphakia monokular.

1. Lensa kontak merupakan metode yang paling popular pada kasus aphakia

monokular tetapi mempunyai resiko tinggi untuk mengalami infeksi mata

dan ulkus kornea. Meskipun kesulitan teknis melakukan operasi katarak

pada bayi dan anak-anak sebagian besar telah diselesaikan, hasil visual

yang terhambat oleh amblyopia. Sehubungan dengan koreksi optik untuk

anak aphakic, dua pertimbangan utama adalah usia dan laterality dari

aphakia. Kacamata berguna untuk anak-anak dengan aphakia bilateral.

2. Lensa kontak memberikan solusi optik superior untuk aphakia baik

unilateral dan bilateral. Toleransi biasanya wajar sampai usia sekitar 2

tahun, meskipun setelah ini masalah periode dengan kepatuhan dapat

berkembang sebagai anak menjadi lebih aktif dan mandiri.

3. IOL implantasi semakin banyak dilakukan pada anak-anak muda dan

tampaknya efektif dan aman dalam kasus-kasus dipilih. Kesadaran laju

pergeseran rabun yang terjadi di mata berkembang, dikombinasikan

dengan biometri akurat, memungkinkan perhitungan kekuatan IOL

ditargetkan pada awal hypermetropia (diperbaiki dengan kacamata) yang

idealnya akan membusuk menuju emmetropia di kemudian hari. Namun,

refraksi akhir adalah variabel dan emetropia di masa dewasa tidak dapat

dijamin.

4. Oklusi untuk mengobati atau mencegah ambliopia sangat penting. Atropin

hukuman juga dapat dipertimbangkan.

12

b. Perawatan pasca operasi

Terapi medis

Jika seluruh korteks dapat diangkat maka inflamasi setelah operasi

tanpa IOL, biasanya ringan sehingga dapat diberikan antibiotik topikal dan

steroid topikal sekitar 2 minggu. Pada kasus aphakia, pemberian midriasis

dilanjutkan beberapa minggu menggunakan atropin atau agen lainnya.

Steroid topikal diberikan lebih agresif pada pemasangan IOL dan steroid

oral diberikan bila heavy pigmented irides.

Manajemen ambliopia

Terapi ambliopia penting dilakukan secepat mungkin setelah

operasi. Pada pasien aphakia, kacamata atau lensa kontak diberikan 1

minggu setelah operasi. Patching diindikasikan pada kasus katarak

unilateral atau katarak bilateral dimana ditutup mata yang lebih baik. Part

time occlusion pada neonatus untuk merangsang penglihatan binokular dan

menghambat strabismus. Regimen yang popular : jumlah jam mata ditutup

sesuai dengan usia anak dalam bulan. Misalnya mata ditutup 1 jam pada

usia 1 bulan setiap hari. Maksimal 8 jam pada usia 8 bulan.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi setelah operasi katarak berbeda

antara anak dan dewasa. Retina detachment, makular edema dan

abnormalitas kornea jarang pada anak-anak. Angka kejadian infeksi dan

perdarahan sama antara anak dan dewasa. Glaukoma pada anak-anak

aphakia dapat terjadi beberapa tahun kemudian.

7. Komplikasi

Tanpa intervensi yang segera, katarak kongenital dapat memicu terjadinya

“mata malas” atau ambliopia. Keadaan ambliopia ini kemudian memicu masalah

lain seperti nistagmus, strabismus, dan ketidakmampuan untuk menyempurnakan

gambaran terhadap objek. Hal ini akan sangat mempengaruhi kemampuan belajar,

kepribadian, dan penampilan, lebih jauh lagi mempengaruhi seluruh kehidupan

anak.4 Ambliopia yang terjadi dapat berupa ambliopia sensoris (ambliopia ex

anopsia) akibat makula lutea yang tidak cukup mendapat rangsangan dan

13

ambliopia eksanopia akibat kerusakan permanen pada saraf penglihatan.14 Operasi

katarak pada anak-anak memiliki komplikasi yang lebih tinggi dibandingkan pada

orang dewasa. Komplikasi pasca operasi adalah sebagai berikut:2

1. Kekeruhan capsular posterior hampir menyeluruh jika kapsul posterior masih

dipertahankan pada anak di bawah usia 6 tahun. Hal ini juga lebih penting

pada anak-anak karena efek ambliogeniknya. Insiden kekeruhan berkurang

saat capsulorhexis posterior dikombinasikan dengan vitrektomi.

2. Membran sekunder dapat terbentuk di seluruh pupil, terutama di

microphthalmic mata atau dengan uveitis kronis. Pada uveitis pasca operasi

fibrinosa di mata dinyatakan normal, kecuali jika diobati dengan agresif, juga

dapat mengakibatkan pembentukan membran.

3. Proliferasi epitel lensa bersifat universal tetapi biasanya penglihatan tidak

konsekuen, karena tidak melibatkan sumbu visual. Dan dapat berupa sisa-sisa

kapsul anterior dan posterior dan disebut sebagai cincin Soemmerring.

4. Glaukoma akhirnya berkembang pada sekitar 20% dari mata.

Closed-angle glaucoma dapat terjadi pada periode pasca operasi segera di

mata microphthalmic sekunder karena terdapat penyumbatan pupil.

Secondary open-angle galucoma dapat berkembang bertahun-tahun

setelah operasi awal, karena itu penting untuk memantau tekanan

intraokular jangka panjang.

5. Ablasio retina merupakan komplikasi yang jarang terjadi dan biasanya

terlambat.

8. Prognosis

Prognosis visus tergantung dari age of onset, jenis katarak

(unilateral/bilateral, total/parsial), ada tidaknya kelainan mata yang menyertai

katarak, tindakan operasi (waktu, teknik, komplikasi) dan rehabilitasi visus pasca

operasi.2 Dengan menggunakan teknik-teknik bedah canggih saat ini, penyulit

intra-operasi dan pasca-operasi serupa dengan yang terjadi pada tindakan untuk

katarak dewasa. Dengan pengalaman, ahli bedah katarak anak-anak dapat

mengharapkan hasil teknik yang baik pada lebih dari 90 % kasus. Koreksi optik

sangat penting bagi bayi dan memerlukan usaha besar oleh ahli bedah dan orang

14

tua pasien. Koreksi tersebut dapat berupa kacamata untuk anak-anak harus diikuti

dengan koreksi lensa kontak. Epikeratofakia tampaknya memberi harapan untuk

mengkoreksi afakia pada pasien pediatrik yang tidak dapat mentoleransi lensa

kontak.5

Prognosis penglihatan untuk pasien katarak anak-anak yang memerlukan

pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien senilis. Adanya ambliopia dan

kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian

penglihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman

penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan

paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang progresif lambat.5

Hasil pembedahan katarak kongenital biasanya kurang memuaskan, karena

banyak penyulit pembedahan atau adanya kelainan-kelainan kongenital lainnya di

mata yang menyertainya.6 Pada monokular katarak yang dibedah dini disertai

dengan pemberian lensa kontak segera akan menghindari gangguan

perkembangan penglihatan, maka sebaiknya katarak kongenital dilakukan

pembedahan sebelum bayi berusia 4 bulan. Pada bayi pemakaian lensa kontak

masih merupakan masalah. Pembedahan katarak kongenital sesudah berusia 4

bulan biasanya tidak efektif lagi.13 Beberapa ahli mengatakan waktu yang

optimum untuk pembedahan katarak adalah antara enam minggu hingga tiga

bulan sejak kelahiran bayi.4

15

BAB III

PENUTUP

Katarak kongenital didefinisikan sebagai katarak yang mulai terjadi

sebelum atau segera setelah kelahiran dan bayi yang berusia kurang dari satu

tahun. Katarak kongenital disebabkan oleh berbagai hal, seperti herediter,

herediter yang dihubungkan dengan kelainan sistemik dan sindrom multisistem,

infeksi, obat-obatan prenatal, radiasi ion prenatal, kelainan metabolik dan

idiopatik. Berdasarkan morfologi katarak diklasifikasikan atas, katarak nuclear,

lamellar, supranuclear, blue dot, sutura, polaris anterior, polaris posterior, central

oil droplet dan membranosa.

Gejala-gejala pada katarak kongenital dapat berupa silau, leukokoria,

penglihatan berkurang dan strabismus. Intervensi katarak kongenital meliputi

bedah dan non bedah., tergantung pada jenis katarak. Komplikasi berupa

ambliopia, nistagmus, strabismus. Prognosis visus tergantung dari age of onset,

jenis katarak, ada tidaknya kelainan mata yang menyertai katarak, tindakan

operasi (waktu, teknik, komplikasi) dan rehabilitasi visus pasca operasi.

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Katarak, Jakarta Eye Center, Thursday, 5 June 2004. Tersedia dalam:

www.infomedika.com

2. Kanski JJ Bowling B. Congenital Cataract in Clinical Ophthalmology A

Systematic Approach Seventh Edition. UK : Elsevier. 2011.303.

3. Jugnoo S. R., Carol D. and for the British Congenital Cataract Interest Group,

Measuring and Interpreting the Incidence of Congenital Ocular Anomalies:

Lessons from a National Study of Congenital Cataract in the UK(Investigative

Ophthalmology and Visual Science. 2001;42:1444-1448.). Available from:

www.iovs.org/misc/terms.shtml

4. Katarak kongenital. Tersedia dalam: http://www.perdami.or.id/?

page=content.view&alias=custom_88

5. Vaughan DG, Asbury T, Riorda P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Idya Medika

Jakarta : 2000.175-184.

6. Wijana NSD. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Abadi Tegal. Jakarta : 1993.

190-196.

7. Aminah, Hamzah. Anatomi dan fisiologi lensa. Diunduh dari:

http://perdamisulsel.org/dokumen/Sari%20Pustaka%20-%20Anatomi

%20Lensa,%20Aminah,%20Hamzah.pdf

8. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. FKUI. Jakarta : 2007. 201-204.

9. RNIB. 2012. Congenital cataract. Available

from:http://www.rnib.org.uk/eyehealth/eyeconditions/conditionsac/Pages/

congenital_cataracts.aspx

10. Boshour M, et al. 2012. Congenital cataract. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/1210837-followup#showall

11. Fecoretta C, et al. 2012. Congenital cataract. Available

from:http://www.merckmanuals.com/professional/pediatrics/eye_defects_and

_conditions_in_children/congenital_cataract.html

12. Fact sheet congenital cataracts . Downloaded from:

http://kidshealth.schn.health.nsw.gov.au/sites/kidshealth.chw.edu.au/files/fact-

sheets/pdf/congenital-cataracts.pdf

17

13. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-2. Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2000.146.

18