Referat kanker paru

28
PENDAHULUAN Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun 2002 dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru (merupakan 13% dari semua kanker baru yang terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (merupakan 28% dari seluruh kematian akibat kanker), di Inggris prevalensi kejadiannya mencapai 40.000/ tahun, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4 kanker terbanyak, di RS Kanker Dharmais Jakarta tahun 1998 menduduki urutan ke 3 sesudah kanker payudara dan leher rahim. Angka kematian akibat kanker paru di seluruh dunia mencapai kurang lebih satu juta penduduk tiap tahunnya. Karena sistem pencatatan kita yang belum baik prevalensi pastinya belum diketahui tapi klinik tumor dan paru di Rumah Sakit merasakan benar peningkatannya. Di negara berkembang lain dilaporkan insidennya naik dengan cepat antara lain karena konsumsi rokok berlebihan seperti di China yang mengkonsumsi 30% rokok dunia. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65%) life time risk 1:13 dan pada perempuan 1:20. JENIS TUMOR PARU Pembagian praktis untuk tujuan pengobatan: a). small cell lung cancer SCLC), b). NSCLC (non small cell lung cancer/karsinoma skuamosa, adeno karsinoma , karsinoma sel besar). Klasifikasi histologic WHO 1999 untuk tumor paru dan tumor pleura: Epithelial tumors · Benign : papiloma, adenoma.

Transcript of Referat kanker paru

PENDAHULUAN

Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun 2002 dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru (merupakan 13% dari semua kanker baru yang terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (merupakan 28% dari seluruh kematian akibat kanker), di Inggris prevalensi kejadiannya mencapai 40.000/ tahun, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4 kanker terbanyak, di RS Kanker Dharmais Jakarta tahun 1998 menduduki urutan ke 3 sesudah kanker payudara dan leher rahim. Angka kematian akibat kanker paru di seluruh dunia mencapai kurang lebih satu juta penduduk tiap tahunnya. Karena sistem pencatatan kita yang belum baik prevalensi pastinya belum diketahui tapi klinik tumor dan paru di Rumah Sakit merasakan benar peningkatannya. Di negara berkembang lain dilaporkan insidennya naik dengan cepat antara lain karena konsumsi rokok berlebihan seperti di China yang mengkonsumsi 30% rokok dunia. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65%) life time risk 1:13 dan pada perempuan 1:20.

JENIS TUMOR PARU

Pembagian praktis untuk tujuan pengobatan: a). small cell lung cancer SCLC), b). NSCLC (non small cell lung cancer/karsinoma skuamosa, adeno karsinoma , karsinoma sel besar).

Klasifikasi histologic WHO 1999 untuk tumor paru dan tumor pleura:

Epithelial tumors

Benign : papiloma, adenoma.

Preinvasive lesions :Squamous dysplasialcarcinoma in situ, atypical adenomatous hyperplasia, Diffuse idiopathicpulmonary neuroendocrine cell hyperplasia.

Malignant :

- Squamous cell carcinoma: papillary, clear cell, basaloid,

- Small cell carcinoma: combined small cell carcinoma,

- Adenocarcinoma:

1) acinar,

2) papilary,

3) Bronchoalveolar : nonmucinous, mucinous, mixed mucinous and nonmucinous or indeterminate cell type),

4) Solid carcinoma with mucin formation,

5) Adenocarcinoma with mixed subtypes

6) Variants.

Large cell carcinoma : Large cell neuroendocrine carcinoma, Basaloid carcinoma, Lymphoepithelioma-like carcinoma, Clear cell carcinoma, Large cell carcinoma with rhabdoid phenotype. Adenosquamous carcinoma. Carcinoma woth pleomorphic sarcomatoid or sarcomatous elements Carcinoid tumor : typical carcinoid, atypical carcinoid, Carcinomas ofsalicarygland type : mucoepidermoid carcinoma, adenoid cystic carcinoma

Others .- Soft tissue tumors

Mesothelial tumors : Benign, Malignant mesothelioma

Miscellaneous tumors

Lymphoproliferative diseases

Secondary tumors

Unclassified tumors

Tumor-like lesions

PATOLOGI

SCLC (small cell lung cancer).Gambaran histologinya yang khas adalah dominasi sel-sel kecil yang hampir semuanya diisi oleh mukus dengan sebaran kromatin yang sedikit sekali tanpa nukleoli. Disebut juga "oat cell carcinoma "karena bentuknya mirip dengan bentuk biji gandum, sel kecil ini cenderung berkumpul sekeliling pembuluh darah halus menyerupai pseudoroset. Sel-sel yang bemitosis banyak sekali ditemukan begitu juga gambaran nekrosis. DNA yang terlepas menyebabkan warna gelap sekitar pembuluh darah.NSCLC (Non Small Cell Carcinoma)

Karsinoma sel skuamosa/karsinoma bronkogenik. Karsinoma sel skuamosa berciri khas proses keratinisasi dan pembentukan "bridge" intraselular, studi sitologi memperlihatkan perubaban yang nyata dari displasia skuamosa ke karsinoma insitu.

Adenokarsinoma. Khas dengan bentuk formasi glandular dan kecenderungan ke arah pembentukan konfigurasi papilari. Biasanya membentuk cousin, wring tumbuh dari bekas kerusakan jaringan paru (scar). Dengan penanda tumor CEA (Carcinoma Embrionic Antigen) karsinoma ini bisa dibedakan dari mesotelioma

Karsinoma Bronkoalveolar. Merupakan subtipe dari adenokarsinoma. Dia mengikuti / meliputi permukaan alveolar tanpa menginvasi atau merusak jaringan paru.

Karsinoma Sel Besar. Ini suatu subtipe yang gambaran histologisnya dibuat secara ekslusion Dia termasuk NSCLC tapi tak ada gambaran diferensiasi skuamosa atau glandular, sel bersifat anaplastik, tak berdiferensiasi, biasanya disertai oleh infiltrasi sel netrofil.

ETIOLOGI KANKER PARU

Seperti umumnya kanker yang lain penyebab yang pasti daripada kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama di samping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik dan lain-lain.

Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Lombard dan Doering (1928), telah melaporkan tingginya insiden kanker paru pada perokok dibandingkan dengan yang tidak merokok.

Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari dengan tingginya insiden kanker paru. Dikatakan bahwa, 1 dari 9 perokok berat akan menderita kanker paru. Belakangan, dari laporan beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok pasif pun akan berisiko terkena kanker paru. Anak-anak yang terpapar asap rokok selama 25 tahun pada usia dewasa akan terkena risiko kanker paru dua kali lipat dibandingkan dengan yang tidak terpapar, dan perempuan yang hidup dengan suami/pasangan perokok juga terkena risiko kanker paru 2-3 kah lipat. Diperkirakan 25% kanker paru dari bukan perokok adalah berasal dari perokok pasif. Insider kanker paru pada perempuan di USA dalam 10 tahun terakhir ini juga naik menjadi 5% per tahun, antara lain karena meningkatnya jumlah perempuan perokok atau sebagai perokok pasif.

Efek rokok bukan saja mengakibatkan kanker paru, tapi dapat juga menimbulkan kanker pada organ lain seperti mulut, laring dan esofagus. Laporan dari NCI (National Cancer Institute) di USA tahun 1992 menyatakan kanker pada organ lain seperti ginjal, vesika urinaria, ovarium, uterus, kolon, rektum, hari, penis dan lain-lain lebih tinggi pada pasien yang merokok daripada yang bukan perokok.

Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat karsinogen terhadap organ tubuh tersebut. Zat-zat yang bersifat karsinogen (C), kokarsinogenik (CC), tumor promoter (TP), mutagen (M) yang telah dibuktikan terdapat dalam rokok dapat dilihat pada Label 1.

Etiologi lain dari kanker paru yang pernah dilaporkan adalah: Yang berhubungan dengan paparan zat karsinogen, seperti

Asbestos, sering menimbulkan mesotelioma

Radiasi ion pada pekerja tambang uranium

Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorida

Polusi udara. Pasien kanker paru lebih banyak di daerah urban yang banyak polusi udaranya dibandingkan yang tinggal di daerah rural.

Genetik. Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam kanker paru, yakni : Proto oncogen, Tumor supressor gene, Gene encoding enzyme

Teori Onkogenesis. Terjadinya kanker paru didasari dari tampilnya gen supresor tumor dalam genom. (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB I dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah programmed cell death) perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang otonom. Tampilan kromosom gen pada pasien kanker paru yang sudah tercatat dapat dilihat pada tabel 2.

Rokok selain sebagai inisiator juga merupakan promotor dan progresor, dan rokok diketahui sangat berkaitan (terbesar) dengan terjadinya kanker paru. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetik yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya bahkan mengenai organ lain.

Diet. Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakarotene, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya, risiko terkena kanker paru.

GAMBARAN KLINIS KANKER PARU

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat :

Lokal (tumor tumbuh setempat)

Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis. Hemoptisis

Mengi (wheezing, stridor ) karena ada obstruksi saluran napas Kadang terdapat kavitas seperti abses paru Atelektasis

Invasi lokal :

- Nyeri dada

- Dispnea karena efusi pleura

- Invasi ke perikardium terjadi tamponade atau aritmia - Sindrom vena cava superior

- Sindrom Homer (facial anhidrosis, ptosis, miosis)

- Suara serak, karena penekanan pada nerves laryngeal recurrent - Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis servikalis.

Gejala Penyakit Metastasis

Pada otak, tulang, hati, adrenal

Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)

Sindrom Paraneoplastik : Terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala :

- Sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam - Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi

- Hipertrofi osteoartropati

- Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer - Neuromiopati

- Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia) - Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh - Renal: syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)

Asimtomatik dengan kelainan radiologis

Sering terdapat pada perokok dengan PPOK / COPD yang terdeteksi secara radiologis.

Kelainan berupa nodul soliter.

DETEKSI DINI KANKER PARU

Anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan fisik yang teliti, merupakan kunci terhadap diagnosis yang tepat. Selain gejala klinis yang telah disebutkan di atas, beberapa faktor perlu diperhatikan pada pasien tersangka kanker paru, seperti: faktor umur, kebiasaan merokok, adanya riwayat kanker dalam keluarga, terpapar zat karsinogen atau terpapar jamur, dan infeksi yang dapat menyebabkan nodul soliter paru. Menemukan kanker paru pada stadium dini sangat sulit karena pada stadium ini tidak ada keluhan atau gejala. Ukuran tumor pada stadium dini relatif kecil (< 1 cm) dan tumor masih berada pada epitel bronkus. Foto rontgen dada juga tidak dapat mendeteksi kanker tersebut. Keadaan ini disebut sebagai tumor in situ (Tis). Untuk mendapatkan sel tumor tersebut hanya bisa dengan pemeriksaan sitologi sputum dengan bantuan bronkoskopi. Angka keberhasilan diagnosis pemeriksaan sitologi sputum ini pada pasien tanpa kelainan klinis dan radiologis relatif kecil, dan bila ditemukan maka juga sulit menemukan asal sel tumor tersebut dalam traktus respiratorius. Untuk mempermudah penemuan dini ini dianjurkan melakukan pemeriksaan skrining dengan cara memeriksa sitologi sputum dan foto rontgen dada, secara berkala. National Cancer institute (NCI) di USA menganjurkan skrining dilakukan setiap 4 bulan dan terutama ditujukan pada laki-laki > 40 tahun, perokok >1 bungkus perhari dan atau bekerja dilingkungan berpolusi yang memungkinkan terjadi kanker paru. (pabrik cat, plastik, asbes d11). Penelitian yang dilakukan oleh NCI pada 3 pusat riset kanker selama > 20 tahun terhadap lebih dari 30.000 sukarelawan laki-laki perokok berat, dimana setengahnya menjalani skrining intensif dengan pemeriksaan sitologi sputum tiap 4 bulan dan foto rontgen dada (PA dan lateral) tiap tahun dan setengah lainnya sebagai kelompok kontrol. Hasil penelitian ini menunjukkan angka positif tumor stadium awal pada kelompok pertama 45% dan kelompok kontrol 15%. Pasien dengan kanker paru tersebut memiliki angka 5-year survival sebesar 35% dibandingkan kelompok kontrol 13%. Dalam studi ini, pemeriksaan sel ganas dengan pemeriksaan sitologi sputum lebih mudah menemukan karsinoma sel skuamosa, sedangkan foto rontgen dada lebih banyak menemukan adenokarsinoma dan karsinoma sel skuamosa. Small cell carcinoma jarang terdeteksi pada stadium dini ini. Keseluruhan studi menyimpulkan bahwa terdapat nilai positif (manfaat) dalam deteksi dini kanker paru.

PROSEDUR DIAGNOSTIK

Foto Rontgen Dada Secara Posterioranterior (PA) dan Lateral. Pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Studi dari Mayo Clinic USA, menemukan 61% tumor paru. terdeteksi dalam pemeriksaan rutin dengan foto rontgen dada, biasa, sedangkan pemeriksaan sitologi sputum hanya bisa mendeteksi 19%. Kelainan pada foto dada untuk kanker paru dapat dilihat pada tabel 3.

Pada kanker paru, pemeriksaan foto rontgen dada ulang diperlukan juga untuk menilai doubling time-nya. Dilaporkan bahwa, kebanyakan kanker paru mempunyai doubling time antara 37-465 hari. Bila doubling time > 18 bulan, berarti tumomya benigna. Tanda-tanda tumor benigna lainnya adalah lesi berbentuk bulat konsentris, solid dan adanya kalsifikasi bang tegas.

Pemeriksaan foto rontgen dada dengan cara tomografi lebih akurat menunjang kemungkinan adanya tumor paru, bila dengan cara foto dada biasa tidak dapat memastikan keberadaan tumor. Pemeriksaan penunjang radiologis lain yang kadang-kadang diperlukan juga adalah bronkografi, fluoroskopi, superior vena cavografi, ventilation/perfusion scanning, ultrasoundsonography.

Pemeriksaan Computed Tomography dan Magnetic Resonance Imaging. Pemeriksaan CT Scan pads torak, lebih sensitif daripada pemeriksaan foto dada biasa, karena bisa mendeteksi kelainan atau nodul dengan diameter minimal 3 mm, walaupun positif palsu untuk kelainan sebesar itu mencapai 25-60%. Bila fasilitas ini memungkinkan, pemeriksaan CTScan bisa sebagai pemeriksaan skrining kedua setelah foto dada biasa. Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dikerjakan, karena ia hanya terbatas untuk menilai kelainan tumor yang menginvasi kedalam vertebra, medula spinal, mediastinum, di samping biayanya juga cukup mahal.

Pemeriksaan MRI torak tidak lebih superior dibandingkan CT Scan torak. Saat ini sedang dikembangkan teknik imaging yang lebih akurat yakni Positron Emission Tomography (PET) yang dapat membedakan tumor jinak dan ganas berdasarkan perbedaan biokirnia dalam metabolisme zat-zat seperti glukosa, oksigen, protein, asam nukleat. Contoh zat yang dipakai : methionine 11 C dan F-18 fluorodeoxyglucose (FD6).

Tumor yang kurang dari 1 cm, agak sulit dideteksi karena ukuran kecil tersebut kurang diresolusi oleh PET Scanner. Sensitivitas dan spesifisitas cara PET ini dilaporkan 83-93% sensitif dan 60-90% spesifik.

Beberapa positif palsu untuk tanda malignan ditemukan juga pada lesi inflamasi dan infeksi seperti aspergilosis dan tuberkulosis. Sungguhpun begitu dari beberapa studi diketahui pemeriksaan PET mempunyai nilai akurasi lebih baik daripada pemeriksaan CT Scan.

Pemeriksaan Bone Scanning.

Pemeriksaan ini diperlukan bila diduga ada tanda-tanda metastasis ke tulang. Insiden tumor Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC) ke tulang dilaporkan sebesar 15%.

PEMERIKSAAN SITOLOGI

Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan terutama bila pasien ada keluhan seperti batuk. Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil positif karena ia tergantung dari :

Letak tumor terhadap bronkus.

Jenis tumor

Teknik mengeluarkan sputum

Jumlah sputum yang diperiksa. Dianjurkan pemeriksaan 3-5 hari berturut-turut

Waktu pemeriksaan sputum (sputum harus segar)

Pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat memberikan hasil positif sampai 67-85% pada karsinoma sel skuamosa. Pemeriksaan sitologi sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin dan skrining untuk diagnosis dini kanker paru, dan saat ini sedang dikembangkan diagnosis dini pemeriksaan sputum memakai immunestaining dengan MAb dengan antibodi 624H12 untuk antigen SCLC (small cell lung cancer) dan antibodi 703 D4 untuk antigen NSCLC (non small cell lung cancer). Laporan dari National Cancer Institute USA tehnik ini memberikan basil 91% sensitif dan 88% spesifik.

Pemeriksaan sitologi lain untuk diagnostik kanker paru dapat dilakukan pada cairan pleura, aspirasi kelenjar getah bening servikal, supraklavikula, bilasan dan sikatan bronkus pada bronkoskopi.

PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI

Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas diagnosis kanker paru untuk mendapatkan spesimennya dapat dengan cara biopsi melalui:

Bronkoskopi. Modiflkasi dari bronkoskopi serat optik dapat berupa:

Trans bronchial lung biopsy (TBLB) dengan tuntunan fluroskopi, atau ultrasonografi

Belakangan ini sedang dikembangkan pemeriksaan fluorescence bronchoscopy dengan memakai fluorescence exchancing agent seperti Hp D (hemato porphyrin derivative) memberikan konsentrat fluoresensi pada jaringan kanker. Teknik yang lebih baru lagi adalah dengan auto fluoresence bronchoscopy. Hasil pemeriksaan ini menunjukkan 50% lebih sensitif daripada white light bronchoscopy untuk deteksi karsinoma in situ dan displasia berat

Ultrasound bronchoscopy, juga dikembangkan pada saat ini untuk mendeteksi tumor perifer, tumor endobronkial, kelenjar getah bening mediastinum dan lesi daerah hilus.

Hasil positif dengan bronkoskopi ini dapat mencapai : 95% untuk tumor yang letaknya sentral dan 70 - 80 % untuk tumor yang letaknya perifer

Trans-bronchial Needle-Aspiration (TBNA). Dikerjakan terhadap nodul getah bening dihilus atau mediastinum. Hasilnya akan lebih baik bila dituntun dengan CT Scan.

Trans Torakal Biopsi (TTB).

Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan dengan ukuran < 2 cm sensitivitasnya mencapai 90-95%. Komplikasi pneumotorak dapat mencapai 20-25% dan hemoptisis sampai 20 %. Dengan persiapan yang lebih baik, komplikasi ini bisa diperkecil. Hasil pemeriksaan akan lebih baik bila ada tuntunan CT Scan, USG atau fluoroskopi. Biopsi terhadap kelenjar getah bening yang teraba, dapat dilakukan secara Daniel's biopsi yakni pada kelenjar-kelenjar getah bening scalaneus supraklavikular.

Torakoskopi

Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi daripada cara membuta (blind). Untuk tumor yang letaknya dipermukaan pleura visceralis biopsi dengan cara Video Assisted Thorascoscopy memiliki sensitivitas dan spesifisitas hingga 100%, sedangkan komplikasi yang terjadi amat kecil

Mediastinoskopi

Lebih dari 20 % kanker paru bermetastasis ke mediastinum, terutama Small Cell Ca dan Large Cell Ca. Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat dapat dilakukan dengan cara mediastinoskopi dimana mediastinoskopi dimasukkan melalui insisi supra sternal. Hasil biopsi memberikan nilai positif 40%. Dari studi lain nilai negatif palsu pada mediastinoskopi didapat sebesar 8-12 (diikuti dengan torakotomi).

Torakotomi

Torakotomi untuk diagnostik kanker paru dikerjakan bila berbagai prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.

PEMERIKSAAN SEROLOGI / TUMOR MARKER

Sampai saat ini belum ada pemeriksaan serologi penanda tumor-tumor (tumor- marker) untuk diagnostik kanker paru yang spesifitasnya tinggi. Beberapa tes yang dipakai adalah : a). CEA (Carcinoma Embryonic Antigen), b). NSE (Neuron-specific enolase).c). Cyfra 21-1 (Cytokeratin fragments 19).

NSE diketahui spesifik untuk Small Cell Carcinoma dan sensitivitasnya dilaporkan 52%, sedangkan Cyfra 21-1 mencapai 50% untuk kelompok LD (limited disease)-SCLC.

Pada kelompok ED (extensive disease) SCLC, sensitivitas NSE 42% dan Cyfra 21-1 mencapai 50%.

Bila pemeriksaan ini digabung maka sensitivitas jadi 78% untuk kelompok LD dan 82% kelompok ED. Uji serologic tumor marker tersebut di atas sampai saat ini lebih banyak dipakai untuk evaluasi basil pengobatan kanker paru.

DIAGNOSIS KANKER PARU

Langkah pertama adalah secara radiologis dengan menentukan apakah lesi intra torakal tersebut sebagai tumor jinak atau ganas. Bila fasilitas ada dengan teknik Positron Emission Tomography (PET) dapat dibedakan antara tumor jinak dan ganas serta untuk menentukan staging penyakit. Kemudian tentukan apakah letak lesi sentral atau perifer, yang bertujuan untuk menentukan bagaimana cara pengambilan jaringan tumor. Untuk lesi yang letaknya perifer, kombinasi bronkoskopi dengan biopsi, sikatan, bilasan, transtorakal biopsi/aspirasi dan tuntunan USG atau CT Scan akan memberikan hasil yang lebih baik. Sedangkan untuk lesi letak sentral, langkah pertama sebaiknya dengan pemeriksaan sitologi sputum diikuti bronkoskopi fleksibel. Secara radiologis dapat ditentukan ukuran tumor (T), kelenjar getah bening torakal (N) dan mestasis ke organ lain (M).

STAGING KANKER PARU

Staging yang dibuat oleh The International System for Staging Lung Cancer, serta diterima oleh The American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan The Union Internationale Contrele Cancer (UICC), membuat klasifikasi kanker paru pada tahun 1973 dan kemudian direvisi 1986 dan terakhir pada tahun 1997.

Tx ( 1). Tumor terbukti ganas didapat dari sekret bronkopulmoner, tapi tidak terlibat secara bronkoskopis dan radiologis. 2). Tumor tidak bisa dinilai pada staging retreatment.

Tis ( carcinoma in situ (pre invasive carcinoma)

T1 (tumor, diameter < 3 cm

T2 (tumor, diameter > 3 cm atau terdapat atelektasis pada distal hilus

T3 (tumor ukuran apapun meluas ke pleura,dinding dada,diafragma, perikardium, < 2 cm dari carina, terdapat atelektasis total.

T4 (tumor ukuran apapun invasi ke mediastinum atau terdapat efusi pleura malignan

No (tidak ada kelenjar getah bening (KGB) yang terlibat

N1 (metastasis KGB bronkopulmoner atau ipsilateral hilus

N2 (metastasis KGB mediastinal atas sub carina

N3 (metastasis KGB mediastinal kontra lateral atau hilus atau KGB skaleneus atau supraklavikular

Mo ( tidak ada metastasis j inak

Ml ( metastasis jinak pada organ (otak, hati, dll)

Staging kanker paru dapat dilakukan secara : 1). Diagnosis klinis (c TNM), 2). Reseksi surgikal-patologis (p TNM), 3). Evaluasi surgikal (s TNM), 4). Retreatment (r TNM), 5). Autopsi (a TNM)

Untuk staging kanker paru, sedikitnya diperlukan pemeriksaan CT Scan torak, USG abdomen (atau CT Scan abdomen), CT Scan otak dan bone scanning.

KANKER PARU SEKUNDER

Kanker paru sekunder adalah kanker yang bermetastasis ke paru-paru sedangkan primernya berasal dari luar paru.

Insiden kanker paru sekunder adalah 9.7% dari seluruh kanker paru. Diperkirakan 30% dari semua neoplasma akan bermetastasis ke paru. Insiden tumor yang banyak bermetastasis ke paru-paru berturut-turut adalah, Chorio Carcinoma (80%); Osteo sarcoma (75%); kanker ginjal (70%), kanker tiroid (65%), melanoma. (60%); kanker payudara (55%) kanker prostat (45%), kanker nasofaring (20%) dan kanker lambung, (20%).

Sedangkan gambaran yang ditimbulkannya bisa sebagai nodul soliter yang sering terdapat pada kanker kolon, kanker ginjal, kanker testis, kanker payudara, sarkoma dan melanoma. Tetapi gambaran terbanyak (75%) adalah lesi multipel. Metastasis ke paru jarang memberikan keluhan atau gejala, misalnya batuk atau hemoptisis, karena lesi metastasis jarang menginvasi bronkus. Keluhan yang sering terjadi adalah sesak.

Masalah bisa timbul bila didapatkan nodul soliter pada pasien yang diketahui menderita kanker pada tempat lain. Biasanya nodul soliter tersebut dianggap kanker paru primer, apalagi bila pasien berusia lebih dari 35 tahun dan faktor risikonya tinggi.

PENGOBATAN

Tujuan Pengobatan Kanker

Kuratif : menyembuhkan atau memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup pasien.

Paliatif : mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.

Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal : mengurangi dampak fisik maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga

Suportif : menunjang pengobatan kuratif paliatif dan terminal seperti pemberian nutrisi, transfusi darah dan komponen darah, growth factors obat anti nyeri dan obat anti infeksi

Terdapat beda fundamental perangai biologis Non Small Cell Lung Cance (NSCLC) dengan Small Cell Lung Cance (SCLC) sehingga pengobatannya harus dibedakan :NSCLC

Staging TNM yang didasarkan ukuran tumor (T) kelenjar getah bening yang terlibat (N) dan ada tidaknya metastase bermanfaat sekali dalam penentuan tatalaksana NSCLC ini. Staging dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dengan perhatian khusus kepada keadaan sistemik, kardio pulmonal, neurologi dan skeletal. Hitung jenis sel darah tepi dan pemeriksaan kimia darah diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya metastase ke sumsum tulang, hati dan tengkorak.

Pengobatan NSCLC. Terapi bedah adalah pilihan pertama pada radium I atau II pada pasien dengan yang adekuat sisa cadangan parenkim parunya. Reseksi paru biasanya ditoleransi baik bila prediktif "post reseksi Fevi" yang didapat dari pemeriksaan spirometri preoperatif dan kuantitatif ventilasi perfusi scanning melebihi 1000 ml. Luasnya penyebaran intra torak yang ditemui saat operasi menjadi pegangan luas prosedur operasi yang dilaksanakan. Lobektomi atau pneumonektomi tetap sebagai standar di mana segmentektomi dan reseksi baji bilobektori atau reseksi sleeve jadi pilihan pada situasi tertentu.

Survival pasien yang dioperasi pada stadium I mendekati 60%, pada stadium II 26-37 % dari II a 17-36,3%. Pada stadium III A masih ada kontroversi mengenai keberhasilan operasi bila kelenjar mediastinum ipsilateral atau dinding torak terdapat metastasis.

Pasien stadium III b dan IV tidak dioperasi Combined modality therapy % yaitu gabungan radiasi, khemoterapi dengan operasi (dua atau tiga modalitas) dilaporkan memperpanjang survival dari studi-studi yang masih berlangsung.

Radioterapi

Pada beberapa kasus yang inoperable, radio terapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvan/paliatif pada tumor dengan komplikasi seperti mengurangi efek obsrtruksi /penekanan , terhadap pembuluh darah/bronkus.

Efek samping yang sering adalah disfagia karena esofagitis post radiasi, sedangkan pneumonitis post radiasi jarang terjadi ( 50% tumor terukur atau > 50% jumlah lesi terdeteksi menghilang; c). stable disease pengecilan 50% atau < 25% membesar; d). progresif tampak beberapa lesi baru atau > 25% membesar; e). Lokoprogresif-. tumor membesar di dalam radius tumor (lokal).

Penggunaan kemoterapi pada pasien NSCLC dalam dua dekade terakhir ini sudah diteliti. Untuk pengobatan kuratif kemoterapi dikombinasikan secara terintegrasi dengan modalitas pengobatan kanker lainnya pada pasien dengan penyakit lokoregional lanjut.

Kemoterapi digunakan sebagai terapi baku untuk pasien mulai dari stadium III A dan untuk pengobatan paliatif

Kemoterapi adjuvan diberikan mulai dari stadium II dengan sasaran lokoregional tumor dapat direseksi lengkap, cara pemberian diberikan setelah terapi lokal definitif dengan pembedahan, radioterapi atau keduanya.

Kemoterapi neoadjuvan diberikan mulai dari stadium B dengan sasaran lokoregional tumor dapat direseksi lengkap. Terapi definitif dengan pembedahan ,radioterapi, atau keduanya diberikan di antara siklus pemberian kemoterapi.

Kemoradioterapi konkomitan, bertujuan untuk meningkatkan kontrol lokoregional, radioterapi mulai dari stage III (Unresectable lokoregional). Pemberian kemoterapi bersama-sama radioterapi.

Pemilihan Obat. Kebanyakan obat sitostatik mempunyai aktivitas cukup baik pada NSCLC dengan tingkat respons antara 15-33%, walaupun demikian penggunaan obat tunggal tidak mencapai remisi komplit. Kombinasi beberapa sitostatik telah banyak diteliti untuk meningkatkan tingkat respons yang akan berdampak pada harapan hidup.

Mula mula resimen CAMP yang terdiri dari siklofosfamid, doksorubisin metotreksat dan prokarbasin, tingkat respons regimen ini 26% Beberapa protokol resimen lainnya kemudian dikembangkan dan diperbandingkan dengan CAMP, seperti CAV memberikan tingkat respons 26%.

Obat Lain. Obat obat barn saat ini telah banyak dihasilkan dan dicobakan sebagai obat tunggal seperti Paclitaxel, Docetaxel, Vinorelbine, Gemeitabine, dan Irenotecan dengan basil yang cukup menjanjikan, begitu juga bila dimasukkan ke regimen lama membentuk regimen baru.

Kemoterapi Ajuvan dengan atau Tanpa Radioterapi. Mula-mula yang dikembangkan adalah protokol CAP (siklofosfamid, doksorubisin, dan cisplatin)

Kemoradioterapi Konkomitan. Mula-mula protokol yang digunakan adalah protokol dengan basis cisplatin misalnya FP (5-Fluorouracil dan cisplatin), selanjutnya dikembangkan dengan memasukkan etoposide menjadi protokol EFP. Hasilnya dengan FP 68% menjadi komplit resectable sedangkan dengan EFP komplit resectable menjadi 76% pada EP 65% menjadi komplit resectable.

Terapi Biologi. BCG, levamisole, interferon dan interleukin, penggunaannya dengan kombinasi modalitas lainnya hasilnya masih kontroversial.

Terapi Gen. Akhir-akhir ini dikembangkan penyelarasan gen (Chimeric) dengan cara transplantasi stem sel dari darah tepi maupun sumsum tulang alogenik.SMALL CELL LUNG CANCER (SCLC)

SCLC dibagi menjadi duo, yaitu: 1. limited-stage disease yang diobati dengan tujuan kuratif (kombinasi kemoterapi dan radiasi) dan angka keberhasilan terapi sebesar 20 % serta 2. extensive-stage disease yang diobati dengan kemoterapi dan angka respon terapi inisial sebesar 60-70 % dan angka respon terapi komplit sebesar 20-30%. Angka median-survival time untuk limited-stage disease adalah 18 bulan dan untuk extensive-stage disease adalah 9 bulan.

PROGNOSIS

Small Cell Lung Cancer (SCLC)

1. Dengan adanya perubahan terapi dalam 15-20 tahun belakangan ini kemungkinan hidup rata-rata (median survival time) yang tadinya < 3 bulan meningkat menjadi 1 tahun.

2. Pada kelompok Limited Disease kemungkinan hidup rata-rata naik menjadi 1-2 tahun, sedangkan 20% daripadanya tetap hidup dalam 2 tahun.

3. 30% meninggal karena komplikasi lokal dari tumor

4. 70% meninggal karena karsinomatosis

5. 50% bermetastasis, ke otak (autopsi)

Non Small Cell Lung Cancer (AISCLQ

Yang terpenting pada prognosis kanker paru ini adalah menentukan stadium dari penyakit.

Dibandingkan dengan jenis lain dariNSCLC, karsinoma skuamosa tidaklah seburuk yang lainnya. Pada pasien yang dilakukan tindakan bedah, kemungkinan hidup 5 tahun setelah operasi adalah 30%

Survival setelah tindakan bedah, 70% pada occult carcinoma; 35-40% pada stadium 1; 10-15% pada stadium H dan kurang dari 10% pada stadium HI.

75% karsinoma skuamosa meninggal akibat komplikasi torakal, 25 % karena ekstra torakal, 2% di antaranya meninggal karena gangguan sistem saraf sentral.

40% adenokarsinoma dan karsinoma sel besar meninggal akibat komplikasi torakal, 55% karena ekstra torakal.

15% adenokarsinoma dan karsinoma sel besar bermetastasis ke otak dan 8-9% meninggal karena kelainan sistem saraf sentral.

Kemungkinan hidup rata-rata pasien tumor metastasis bervariasi, dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun, dimana hal ini sangat tergantung pada : 1. Performance status (skala Karnofsky), 2. Luasnya penyakit, 3. Adanya penurunan berat badan dalam 6 bulan terakhir.Pencegahan

Pencegahan yang paling penting adalah tidak merokok sejak usia muda. Berhenti merokok dapat mengurangi risiko terkena kanker, paru. Penelitian dari kelompok perokok yang berusaha berhenti merokok, hanya 30% yang berhasil.

Akhir-akhir ini pencegahan dengan chemoprevention banyak dilakukan, yakni dengan memakai derivat asam retinoid, carotenoid. vitamin C, selenium, dan lain-lain. Jika seseorang berisiko terkena kanker paru maka penggunaan betakaroten, retinol, isotretinoin ataupun N-acetyl-cystein dapat meningkatkan risiko kanker paru pada perokok. Untuk itu, penggunaan kemopreventif ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut sebelum akhirnya direkomendasi untuk digunakan. Hingga saat ini belum ada konsensus yang diterima oleh semua pihak.REFERENSI

American College of Chest Physician. Lung Cancer Guideline Consensus. 2003.

Asril Bahar dan Zulkifli Amin. Pendekatan diagnosis kanker paru. Siang Klinik Bag.Ilmu Penyakit Dalam FKUI /RSUPNCM. Jakarta Juni 1998.

Bunn PA, Jr. Lung Cancer: Current Understanding of Biology, Diagnosis. Staging and Treatment. Bristol -Myers Co, Evansville-Indiana, 1988.

Bordow W, Moser KM. Manual of Clinical Problems in Pulmonary Medicine. Little Brown Co, Boston, 6th ed. 2003, 457-481.

Cancer : Principles and Practice of Oncology. Curtailing The Tobacco Pandemic. Devito-Hellman-Rosenberg Eds. JB Lippincott Co, Philadelphia, 1989, 4M ed, 480-91.

Givanella L, Piantanida R, Ceriani L,et al. Immunoassay of Neuron Specific Enolase (NSE) and Serum Fragments of Cytokeratin 1S (Cyfra 21-1) as Tumor Markers in Small Cell Lung Cancer : Clinical Evaluation and Biological Hypotesis. National Cancer Institute, Cancer.Lit, topic searches, 1997.

Hoffman PC et al : Lung Cancer. Lancet 2000;355:479.

mernational Union Against Cancer. Current Treatment of Cancer, Lung Tumors. Ed. Hoogstraten, Addis, Hanzen, Maltim, Spiro Springer-Verlag, Berlin, 1988.

Kvale, PA. Lung Cancer and Solitary Pulmonary Nodule. In: 11th National American College of Chest Physician (ACCP). Pulmonary Board Review, 2003, 41-56.

Karlinsky JB, Lau J, Goldstein RH. Decision Making in Pulmonary Medi- cine. Neoplastic and Neoplastic Related Diseases of The Lung BC Decker, Philadelphia, 1991, 25-49.

Lazaar I, Pilewski J. Lung Cancer . Fishman AP, Kottloff RM. Eds. In: Pulmonary Diseases and Disorders. McGraw-Hill. Int. Editions. Singapore. 1994

Leslie A Litzsky. Neoplasma of the lung. In Fishman AP: Pulmonary Diseases and Disorders. 3rd ed. McGraw-Hill New York 1998.

Minna JB. Neoplasms of The Lung. Harrison's Principles of internal Medicine MC Graw-Hill Co, New York 14th ed. 1998, 552-62.

Miller YE. Pulmonary Neoplasma. Cecil Textbook of Medicine Ed. Bennet Plum WB Saunders Co, Philadelphia 20th ed, 1996, 436-442.

Pass-HI, Mitchell JB, Jhonson DH, Turrisi AT. Lung Cancer: Principles and Practice. Lippincott-Raven Publisher, Philadelphia, 1996, 305-508.

Pieterman RM et al : Preoperative staging of non-small cell lung cancer with positron-emission tomography. N Engl J Med 2000;343:254.

Pretreatment evaluation of non-small-cell lung cancer. Consensus Statement of the American Thoracic Society and the European Respiratory Society. Am J Respir Crit Care Med 1997;156:320.

Reksodiputro AH, Tambunan K, Atmakusumah D dkk: Penatalaksanaan terpadu kanker paru. Bagian.Ilmu Penyakit Dalam FKUI/ RSUPNCM. Jakarta Juni 1998.

Reif MS et al : Evidence-based medicine in the treatment of non small cell lung cancer. Clin Chest Med 2000;21:107.

Rom WN et al : Molecular and genetic aspects of lung cancer. Am J Respir Crit Care Med 2000;161:1355.

Schiepers, C. Role of Positron Emission Tomography in The Staging of Lung Cancer Lung Cancer, June 1997, Vol 17 supp, S.29-S.35.

.