referat imunisasi

download referat imunisasi

of 32

Transcript of referat imunisasi

BAB I IMUNISASI1.1 Definisi Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua jenis kekebalan, yaitu kekebaln pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh tubuh itu sendiri. Contohnya adalah kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan immunoglobulin. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh. Waktu paruh IgG 28 hari, sedangkan waktu paruh immunoglobulin lainnya lebih pendek. Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif berlangsung lebih lama daripada kekebalan pasif karena adanya memori imunologik.

Gambar 1. Jadual Imunisasi

1

Gambar 2. Keterangan Jadwal Imunisasi 1.2 Tujuan imunisasi Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia. 1.3 Respons imun terhadap vaksin Antibodi protektif yang paling penting adalah 2ntramus yang mengaktifkan produkproduk protein bakteri toksik larut (yaitu antitoksin) mempermudah fagositosis dan digesti intraseluler bakteri (yaitu opsonin), berinteraksi dengan komponenkomponen komplemen serum untuk merusakkan 2ntramus bakteri dengan akibat bekteriolisis(yaitu lisin). Mencegah profilerasi virus yang infeksius(2ntramus neutralisasi), atau berinteraksi dengan komponen-komponen permukaan bakteri untuk mencegah adhesi terhadap permukaan mukosa (yaitu anti-adhesin). Banyak dari 2ntram-unsur structural mikroorganisme dan eksotoksin adalah 2ntramusc. Kebanyakan antigen memerlukan interaksi sel B (tidak tergantung 2ntram) dan sel T (tergantung 2ntram) untuk menghasilkan respon imun (2ntram campak) tetapi

2

beberapa memulai proliferasi sel B dan produksi 3ntramus tanpa pertolongan sel T (3ntram, polisakarida pneumokokus tipe III). Langkah pertama dalam induksi respons 3ntramus tergantung 3ntram adalah aktivasi sel T penolong dengan penyajian antigen pada fagosit 3ntramuscul atau sel dendritik, suatu langkah yang dapat dipermudah dengan penggunaan 3ntramus. Penyajian antigen memicu sekresi kaskade mediator, yang disebut sitokin, yang dibuat atau bekerja pada elemen 3ntram imun untuk meransang maturasi sel T penolong yang tidak dibuat-buat dan untuk menkomunikasikan antar leukosit, dengan menggunakan interleukin untuk mengatur respons imun. Antibodi yang dibentuk terhadap 3ntram-unsur pokok vaksin dapat merupakan salah satu kelas immunoglobulin. Fungsi 3ntramus sendirian atau bersama dengan komponen-komponen 3ntram imun yang lain (3ntram, komplemen, opsonin) dengan berperan serta secara lansung dalam neutralisasi toksin (3ntram, difteria), dengan opsonisasi virus(poliovirus), dengan memulai atau bergabung dengan komplemen dan menaikan fagositosis(pneumokokkus); dengan bereaksi dengan limosit nonsensitisasi meransang fagositosis atau dengan mensensitisasi makrofag meransang fagositosis. Respons primer terhadap antigen vaksin memerlukan periode laten beberapa hari sebelum imunitas humoral dan seluler dapat terdeteksi. Antibodi yang bersirkulasi tidak muncul selama 7-10 hari. Kelas 3ntramuscular3 berubah seiring waktu. Antibodi yang pertama muncul biasanya adalah IgM, 3ntramus yang muncul kemudian biasanya IgG. Bila antigen adalah tergantung 3ntram 3ntramus IgG dan IgM pada mulanya disekresikan sel B. Antibodi IgM memfiksasi komplemen, menimbulkan lisis dan kemungkinan fagositosis. Titer IgM turun ketika titer IgG naik selama minggu ke 2. sesudah ransangan imunogenik. Perubahan dari sintesis IgM ke sintesis yang didominasi IgG dalam sel B memerlukan kerjasama sel T. Antibodi IgG dihasilkan pada kadar yang tinggi dan bergungsi pada neutralisasi, presipitasi, dan fiksasi komplemen. Titer IgG mencapai puncak dalam 2-6 minggu. Respon humoral atau seluler yang dipertinggi diperoleh dengan pemajanan kedua terhadap antigen yang sama. Respons sekunder terjadi dengan cepat, biasanya 4-5 hari. Respons sekunder tergantung pada memori imunologis yang diperantarai oleh sel B dan sel T dan ditandai oleh proliferasi yang mencolok sel penghasil 3ntramus atau sel T efektor. Vaksin polisakharida

3

membangkitkan respons imun yang tidak tergantung sel T dan tidak ditemukan pada pemberian ulangan. Ikatan polisakharida dengan protein, mengubahnya menjadi antigen tergantung sel T yang menginduksi memori imunologis dan respons sekunder terhadap revaksinasi. Respons terhadap vaksin biasanya diukur dengan menggunakan kadar 4ntramus spesifik dalam serum. Adanya 4ntramus yang bersirkulasi berkorealsi dengan proteksi klinis pada beberapa vaksin virus. Titer 4ntramus berperan sebagai 4ntramusc imunitas yang dapat dipercaya, tetapi sero-konversi hanya mengukur satu parameter respons hospes. Walaupun 4ntramus akibat vaksin menurun lewat waktu, revaksinasi atau pemajanan pada organisme menimbulakan respons sekunder yang terdiri atas 4ntramus IgG dengan sedikit IgM atau IgM tidak dapat dideteksi. Respons anamnesis memberi kesan bahwa imunitas menetap. Tidak adanya 4ntramus yang dapat diukur mungkin tidak berarti bahwa individu tidak terproteksi. Sebaliknya ada 4ntramus saja tidak cukup untuk memaastikan proteksi klinis sesudah pemberian beberapa vaksin atau toksoid. Produksi 4ntramus bebas, ransangan 4ntram imun oleh vaksinasi dapat mendatangkan respons yang tidak diharapkan, terutama reaksi hipersensitif. Vaksin campak mati menginduksi imunitas humoral tidak sempurna dan hipersensitivitas seluler, mengakibatkan perkembangan sindroma campak atipik pada beberapa anak sesudah tantangan sebelumnya. 1.4 Prosedur imunisasi Prosedur imunisasi dimulai dari menyiapkan dan membawa vaksin, mempersiapkan anak dan orangtua, tekhnik penyuntikkan yang aman, pencatatan, pembuangan limbah, sampai pada tekhnik penyimpanan dan penggunaan sisa vaksin dengan benar. Penjelasan kepada orang tua serta pengasuhnya sebelum dan setelah imunisasi perlu dipelajari pula. Pengetahuan tentang kualitas vaksin yang masih boleh diberikan pada bayi/ anak perlu mendapat perhatian. Ukuran jarum, lokasi suntikan, cara mengurangi ketakutan dan rasa nyeri pada anak juga perlu diketahui. Imunisasi perlu dicatat dengan lengkap, termasuk keluhan kejadian ikutan pasca imunisasi. 1.5 Penyimpanan

4

Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan kehilangan potensinya. Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, bahwa vaksin harus didinginkan pada temperature 2-80 C dan tidak membeku. Secara umum ada 2 jenis vaksin yaitu vaksin hidup (polio oral, BCG, campak, MMR, varisella dan demam kuning) dan vaksi mati atau inaktif (DPT,Hib, pneimokokus, Typhoid, influenza, polio inaktif, meningokokus). Secara umum semua vaksin sebaiknya disimpan pada suhu +2 s/d +80C vaksin hidup akan cepat mati, vaksin polio hanya bertahan 2 hari, vaksin BCG dan campak yang belum dilarutkan mati dalam 7 hari. Vaksin hidup potensinya masih tetap baik pada suhu kurang dari 20 C s/d beku. Vaksin polio oral yang belum dibuka lebih bertahan lama (2tahun) bila disimpan pada suhu -250 C s/d -150 C, namun hanya bertahan 6 bulan pada suhu +20 C s/d +80 C. vaksin BCG dan campak berbeda, walaupun disimpan pada suhu -250 C s/d -150 C, umur vaksin tidak lebih lama dari suhu +20 C s/d +80 C, yaitu BCG tetap 1 tahun dan campak tetap 2 tahun. Oleh karena itu vaksin BCG dan campak yang belum dilarutkan tidak perlu disimpan di -250 C s/d -150 C atau di dalam freezer. Vaksin inaktif (mati) sebaiknya disimpan dalam suhu +20 C s/d +80 C juga, pada suhu dibawah +20 C (beku) vaksin mati akan cepat rusak. Bila beku dalam suhu -0,50 C vaksin hepatitis B dan DPT-Hepatitis B (kombo) akan rusak dalam jam, tetapi dalam suhu diatas 80 C vaksin Hepatitis B bias bertahan sampai 30 hari, DPTHepatitis B kombinasi sampai 14 hari. Dibekukan dalam suhu -50 C s/d -100 C vaksin DPT, DT dan TT akan rusak dalam 1,5 s/d 2 jam, tetapi bias bertahan sampai 14 hari dalam suhu diatas 80 C. 1.6 Tekhnik dan ukuran jarum Pada tiap suntikan harus digunakan tabung suntikan dan jarum baru, sekali pakai dan steril. Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis, karena resiko infeksi. Apabila memakai botol multidosis maka jarum suntik yang telah digunakan menyuntik tidak boleh dipakai lagi mengambil vaksin. Standar jarum suntik ialah ukuran 23 dengan panjang 25 mm, tetapi ada perkecualian lain dalam beberapa hal seperti berikut :

5

-

pada bayi-bayi kurang bulan, umur dua bulan atau yang lebih muda dan bayibayi kecil lainnya, dapat pula dipakai jarum ukuran 26 dengan panjang 16 mm.

-

untuk suntikan subkutan pada lengan atas, dipakai jarum ukuran 25 dengan panjang 16mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarum ukuran 27 dengan panjang 12 mm.

-

untuk suntikan intramuscular pada oaring dewasa yang sangat gemuk (obese) diapakai jarum ukuran 23 dengan panjang 38 mm. untuk suntikan untradermal pada vaksinasi BCG dipakai jarum ukuran 25-27 dengan panjang 10 mm.

1.7 Arah sudut jarum pada suntikan Intramuscular Jarum suntik harus disuntikkan dengan sudut 450 sampai 600 ke dalam otot vastus lateralis atau otot deltoid. Untuk otot vastus lateralis, jarum harus diarahkan kea rah lutut dan untuk deltoid jarum harus diarahkan ke pundak. Kerusakan saraf dam pembuluh vascular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan pada sudut 900. 1.8 Tempat suntikan yang dianjurkan Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada bayi-bayi dan anak-anak umur dibawah 12 bulan. Region deltoid adalah alternative untuk vaksinasi pada anak-anak yang lebih besar (mereka yang dapat berjalan) dan orang dewasa. Sejak akhir 1980, WHO telah memberi rekomendasi bahwa daerah anterolateral paha adalah bagian yang dianjurkan untuk vaksinasi bayi-bayidan tidak pada pantat (daerah gluteus) untuk menghindari resiko kerusakan saraf iskhiadika (nervus ischiadicus). Resiko kerusakan saraf ischiadika akibat suntikan di daerah gluteus lebih banyak dijumpai pada bayi karena variasi posisi saraf tersebut, masa otot lebih tebal, sehingga pada vaksinasi dengan suntikan intramuscular di daerah gluteal dengan tidak disengaja menghasilkan suntikan subkutan dengan reaksi local yang lebih berat.

6

Vaksinasi hepatitis B dan rabies bila disuntikkan di daerah gluteal kurang imunogenik; hal ini berlaku untuk semua umur. Sedangkan untuk vaksin BCG, harus disuntik pada kulit diatas insersi otot deltoid (lengan atas), sebab suntikan-suntikan diatas puncak pundak memeberi resiko terjadinya keloid. 1.9 Posisi anak dan lokasi suntikan Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur di bawahh 12 bulan adalah: Menghindari resiko kerusakan saraf ischiadika pada suntikan daerah gluteal. Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap suntikan secara adekuat. Sifat imunogenesitas vaksin hepatitis B dan rabies berkurang bila disuntikkan di daerah gluteal. Menghindari resiko reaksi local dan terbentuk pembengkakan ditempat suntikan yang menahun. Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.

Vastus lateralis, posisi anak dan lokasi suntikan Vastus lateralis adalah otot bayi yang tebal dan besar, yang mengisi bagian anterolateral paha. Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas antara sepertiga otot bagian atas dan tengah yang merupakan bagian yang paling tebal dan padat. Jarum harus membuat sudut 450-600 terhadap permukaan kulit, dengan jarum kearah lutut, maka jarum tersebut harus menembus kulit selebar ujung jari diatas (kearah proksiimal) batas hubungan bagian atas dan sepertiga tengah otot.

7

Gambar 3. Diagram Lokasi Suntikan Yang Dianjurkan pada otot paha.

Gambar 4. Potongan Lintang Paha : Menunjukkan Bagian Yang Disuntik Lokasi suntikan pada vastus lateralis Letakkan bayi di atas tempat tidur atau meja, bayi ditidurkan terlentang. Tungkai bawah sedikit di tekuk dengan fleksi pada lutut. Cari trochanter mayor femur dan condylus lateralis dengan cara palpasi, tarik garis yang menghubungkan kedua tempat tersebut. Tempat suntikan vaksin ialah batas sepertiga bagian atas dan tengah pada garis tersebut (bila tungkai bawah sedikit menekuk, maka lekukan yang dibuat oleh tractus iliotibialis menyebabkan garis bagian distal lebih jelas)

8

-

Supaya vaksin yang disuntikkan masuk ke dalam otot pada batas antara sepertiga bagian atas dan tengah, jarumditusukkan satu jari diatas batas tersebut.

Deltoid, posisi anak dan lokasi suntikan Posisi seorang anak yang paling nyaman untuk suntikkan di daerah deltoid ialah duduk diatas pangkuan ibu atau pengasuhnya. Lengan yang akan disuntik dipegang menempel pada tubuh bayi,sementara lengan lainnya diletakkan di belaknag tubuh orang tua atau pengasuh. Lokasi deltoid yang benar adalah penting supaya vaksinasi berlangsung aman dan berhasil. Posisi yang salah akan menghasilkan suntikan subkutan yang tidak benar dan meningkatkan resiko penetrasi saraf. Untuk mendapatkan lokasi deltoid yang baik, membuka lengan atas dari pundak ke siku. Lokasi yang paling baik adalah pada tengah otot, yaitu separuh antara akromion dan insersi pada tengah humerus. Jarum suntik ditusukkan membuat sudut 450-600 mengarah pada akromion. Bila bagian bawah deltoid yang disuntik, ada resiko trauma saraf radialis karena saraf tersebut melingkar dan muncul dari otot trisep. Perhatian untuk suntikan subkutan Arah jarum 450 terhadap kulit. Cubit tebal untuk suntikan subkutan Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan. Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda.

9

Gambar 5. Lokasi Penyuntikan Subkutan Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b) Perhatian untuk penyuntikan intramuscular Pakai jarum yang cukup panjang untuk mencapai otot. Suntik dengan arah jarum 450 600 , lakukan dengan cepat. Tekan kulit sekitar tempat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk saat jaruum ditusukkan. Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan, untuk meyakinkan tidak masuk dalam vena. Apabila terdapat darah buang dan ulangi dengan suntikan baru. Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstremitas berbeda.

Gambar 6. Lokasi Penyuntikan intramuscular Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b)

10

1.10 Pemberian dua atau lebih vaksin pada hari yang sama Pemberian vaksin-vaksin yang berbeda pada umur yang sesuai, boelh diberikan pada hari yang sama. Vaksin inactivated dan vaksin virus hidup, khususnya vaksin yang dianjurkan dalam jadwal imunisasi, pada umumnya dapat diberikan pada lokasi yang berbeda saat hari kunjungan yang sama. Misalnya pada kesempatan yang sama dapat diberikan vaksin-vaksin DPT, Hib, hepatitis B, dan polio. Lebih dari satu macam vaksin virus hidup dapat diberikan pada hari yang sama, tetapi apabila hanya satu macam yang diberikan, vaksin virus hidup yang kedua tidak boleh diberikan kurang dari 2 minggu dari vaksin yang pertama, sebab respons terhadap vaksin yang kedua mungkin telah banyak berkurang. Vaksin-vaksin yang berbeda tidak boleh dicampur dalam satu semprit. Vaksin-vaksin yang berbeda yangdiberikan pada seseorang pada hari yang sama harus disuntikkan pada lokasi yang berbeda dengan menggunakan semprit yang berbeda.

11

BAB II IMUNISASI WAJIB (PPI)Imunisasi yang diwajibkan meliputi BCG, polio, hepatitis B, DTP dan campak. 2.1. BCG Bacille Calmete-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium Bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak virulen teatapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksinasi BCG menimbulkan sensitivitas terhadap tuberculin. Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 3 bulan. Namun untuk mencapai cakupan yang lebih luas, Departemen Kesehatan menganjutkan pemberian imunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan. Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (>1 tahun). Vaksin BCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas pada insersio M.Deltoideus sesuai anjuran WHO, tidak ditempat lain (bokong, paha) . Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun dapat mencegah komplikasinya. Apabila BCG diverikan pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberculin negatif.. Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikkan. Berhubungan dengan beberapa factor yaitu mutu vaksin yang dipakai, lingkungan dengan Mycobacterium atipik atau factor pejamu (umur, keadaan gizi dan lain-lain)

12

Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, harus disimpan pada suhu 280C, tidak boleh beku. Vaksin yang telah dienccerkan harus dipergunakan dalam waktu 8 jam. 2.1.1 Kejadian ikutan pasca imunisasi vaksinasi BCG Penyuntikan BCG intradermal akan menimbulkan ulkus local yang superficial 3 minggu setelah penyuntikkan. Ulkus tertutup krusta, akan sembuh dalam 2-3 bulan, dan meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm, apabila dosis terlalu tinggi maka ulkus yang timbul lebih besar, namun apabila penyuntikkan terlalu dalam maka parut yang terjadi tertarik ke dalam. 1. Limfadenitis Limfadenitis supuratif di aksila atau di leher kadang-kadang dijumpai setelah penyuntikan BCG. Limfadenitis akan sembuh sendiri, jadi tidak perlu diobati. Apabila limfadenitis melekat pada kulit atau timbul fistula maka dapat dibersihkan (drainage) dan diberikan obat anti tuberculosis oral. Pemberian obat anti tuberculosis sistemik tidak efektif. 2. BCG-itis diseminasi Jarang terjadi, seringkali berhubungan dengan imunodefisiensi berat. Komplikasi lainnya adalah eritema nodosum, iritis, lupus vulgaris dan osteomielitis. Komplikasi ini harus diobati dengan kombinasi obat anti tuberculosis. 2.1.2 Kontra indikasi BCG Reaksi uji tuberculin >5 mm. Menderita infeksi HIV atau dengan resiko tinggi infeksi HIV, imunokompromais akibat penggunaan kortikosteroid, obat imunosupresif, mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau system limfe. Menderita gizi buruk. Menderita demam tinggi. Menderita infeksi kulit yang luas.

13

-

Pernah sakit tuberculosis. Kehamilan.

2.1.3 Rekomendasi BCG diberikan pada bayi < 2bulan. Pada bayi yang kontak erat dengan penderita TB denagn BTA +3 sebaiknya diberikan INH profilaksis dulu, apabila pasien kontak sudah tenang bayi dapat diberi BCG. 2.2. Hepatitis B Vaksin hepatitis B (hep B) harus segera diberikan setelah lahir, mengingat vaksinasi hepB merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya. Vaksin diberikan secara intramuscular dalam. Pada neonatus dan bayi diberikan di anterolateral paha, sedangkan pada anak besar dan dewasa, diberikan di region deltoid 2.2.1 Imunisasi aktif Imunisasi hepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir. Imunisasi hepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi hepB-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respon imun optimal, interval imunisasi hepB-2 dengan hepB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan. Bila sesudah dosis pertama, imunisasi terputus, segera berikan imunisasi kedua. Sedangkan imunisasi ketiga diberikan dengan jarak terpendek 2 bukan dari imunisasi kedua. Bila dosis ketiga terlambat, diberikan segera setelah memungkinkan. Bayi lahir dari ibu dengan Hbs-Ag yang tidak diketahui, hepB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan dilanjutkan pada umur 1 bulan

14

dan 3-6 bulan. Apabila semula status Hbs-Ag ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui ibu dengan Hbs-Ag positif, maka ditambahkan hepatitis B immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari. Bayi lahir dari ibu dengan Hbs-Ag positif, diberikan vaksin hepB-1 dan HBIg 0,5 ml secara bersamaan dalam waktu 12 jam setelah lahir. Anak dari ibu pengidap hepatitis B, yang telah memperoleh imunisasi dasar 3x pada masa bayi, maka pada saat usia 5 tahun tidak perlu imunisasi ulang (booster). Hanya dilakukan pemeriksaan kadar anti HBs Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan imunisasi Hep B dengan jadwal 3x pemberian (catch up vaccination). Catch up vaccination merupakan upaya imunisasi pada anak atau remaja yang belum pernah di imunisasi atau terlambat > 1 bulan dari jadwal yang seharusnya. Khusus pada imunisasi hepatitis B, imunisasi catch up ini diberikan dengan interval minimal 4 minggu antara dosis pertama dan kedua, sedangkan interval antara dosis kedua dan ketiga minimal 8 minggu atau 16 minggu sesudah dosis pertama. Ulangan imunisasi (hepB-4) dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun, apabila kadar pencegahan belum tercapai (anti Hbs< 10g/ml). 2.2.2 Imunisasi pasif Hepatitis B immune globulin (HBIg) dalam waktu singkat akan memeberikan proteksi meskipun hanya untuk jangka pendek (3-6 bulan). HBIg hanya diberikan pada kondisi pasca paparan. Sebaiknya HBIg diberikan bersama vaksin VHB sehingga proteksinya berlangsung lama. Pada needle stick injury maka diberikan HBIg 0,06 ml/kg maksimum 5 ml dalam 48 jam pertama setelah kontak. Pada penularan dengan cara kontak seksual HBIg diberikan 0,06 ml/kg maksimum 5 ml dalam waktu = 1.000 CCID50, Kanamycin sulfat