REFERAT ILEUS

44
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus yang segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia ileus obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus paralitik sering disebabkan oleh peritonitis. Keduanya membutuhkan tindakan operatif. Merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan apendisitis akut. Ileus memiliki mortalitas tinggi jika tidak segera didiagnosis dan ditangani dalam 24 jam. Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderitaileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileusparalitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 (Departemen Kesehatan Indonesia). Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan darurat,dan mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal dan diagnosis yang tepat. Perlekatan usus sebagai penyebab 1

Transcript of REFERAT ILEUS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya

obstruksi usus yang segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia ileus

obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus

paralitik sering disebabkan oleh peritonitis. Keduanya membutuhkan tindakan

operatif. 

Merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai 60-

70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan apendisitis akut. Ileus memiliki

mortalitas tinggi jika tidak segera didiagnosis dan ditangani dalam 24 jam.

Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus

(Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000

menderitaileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059

kasus ileusparalitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024

pasien rawat jalan pada tahun 2004 (Departemen Kesehatan Indonesia).

Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan

darurat,dan mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal

dan diagnosis yang tepat. Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini

menempati urutan pertama. Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab

dari Ileus adalah perlekatan. Survey Ileus Obstruksi di RSUD DR. Soetomo pada

tahun 2001 mendapatkan 50% dari penyebabnya adalah perlekatan usus,

kemudian diikuti Hernia 33,3%, keganasan 15%, Volvulus 1,7%.

Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar.

Keduanya memiliki cara penanganan yang berbeda dengan tujuan yang berbeda

pula. Obstruksi usus halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan

vaskularisasi usus dan memicu iskemia, nekrosis, perforasi dan kematian,

sehingga penanganan obstruksi usus halus lebih ditujukan pada dekompresi dan

menghilangkan penyebab untuk mencegah kematian. 

Obstruksi usus besar sering disebabkan oleh neoplasma atau kelainan

anatomic seperti volvulus, hernia inkarserata, striktur atau obstipasi. Penanganan

1

obstruksi kolon lebih kompleks karena masalahnya tidak bisa hilang dengan sekali

operasi saja. Terkadang cukup sulit untuk menentukan jenis operasi kolon karena

diperlukan diagnosis yang tepat tentang penyebab dan letak anatominya. Pada

kasus keganasan kolon, penanganan pasien tidak hanya berhenti setelah operasi

kolostomi, tetapi membutuhkan radiasi dan sitostatika lebih lanjut. Hal ini yang

menyebabkan manajemen obstruksi kolon begitu rumit dan kompleks daripada

obstruksi usus halus. 

Dalam referat ini akan dibahas mengenai klasifikasi dan perbedaan dari

jenis-jenis ileus serta bagaimana mendiagnosis, pemeriksaan fisik dan

penatalaksanaan dari berbagai ileus tersebut.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Anatomi

Usus halus terbentang dari pylorum sampai caecum dengan panjang 270

cm sampai 290 cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum dan ileum.

Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai jejenum. Panjang

jejenum 100-110 cm dan panjang ileum 150 -160 cm. Pemisahan duodenum dan

jejenum ditandai oleh Ligamentum Treitz. Ligamentum ini berperan sebagai

ligamentum suspensorium. Kira-kira dua per lima dari sisa usus halus adalah

jejenum, dan tiga per lima bagian terminalnya adalah ileum. Jejenum mempunyai

vaskularisasi yang besar dimana lebih tebal dari ileum. Apendiks vermiformis

merupakan tabung buntu berukuran sekitar jari kelingking yang terletak pada

daerah ileosekal, yaitu pada apeks sekum. (Basson, 2004)

Arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri

celiaca. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang

diperdarahi oleh arteri gastroduodenalis dan cabangnya arteri

pankreatikoduodenalis superior. Darah dikembalikan lewat vena mesenterika

superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.

Usus halus dipersarafi cabang-cabang kedua sistem saraf otonom.

Rangsangan parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan

rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut saraf sensorik sistem

simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut saraf parasimpatis mengatur

refleks usus.

Usus besar dibagi menjadi caecum, colon dan rektum. Pada caecum

terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung caecum. Caecum

menempati sekitar dua atau tiga inchi pertama dari usus besar. Kolon dibagi lagi

menjadi colon ascenden, colon transversum, descenden dan sigmoid. Tempat

dimana colon membentuk belokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas

berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Colon sigmoid

mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan

3

bagian bawah membelok ke kiri waktu colon sigmoid bersatu dengan rektum.

Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti bagian usus lainnya.

Sekum, kolon ascenden dan bagian kanan kolon transversum diperdarahi

oleh cabang a.mesenterika superior yaitu a.ileokolika, a.kolika dekstra dan

a.kolika media. Kolon transversum bagian kiri, kolon descendens, kolon sigmoid

dan sebagian besar rektum perdarahi oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika

sinistra, a.sigmoid dan a.hemoroidalis superior. Pembuluh vena kolon berjalan

paralel dengan arterinya. Kolon dipersarafi oleh oleh serabut simpatis yang

berasal dari n.splanknikus dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang

berasal dari N.vagus. (Basson, 2004)

Gambar 2.1 Anatomi sistem pencernaan (Translight Medical Media, 2008)

2.2 Fisiologi

Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi

bahan-bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam

mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan

yang masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-

enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-

zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu

menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi

4

empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak

sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas.

Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus

(sukus enterikus). Banyak di antara enzim – enzim ini terdapat pada brush border

vili dan mencernakan zat – zat makanan sambil diabsorbsi. Pergerakan segmental

usus halus akan mencampur zat –zat yang dimakan dengan sekret pankreas,

hepatobiliar dan sekresi usus dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah

satu ujung ke ujung lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal

dan suplai kontinu isi lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir

pencernaan karbohidrat, lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah

dan limfe untuk digunakan oleh sel – sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan

vitamin juga diabsorbsi (Price, 2002).

Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang

terdiri dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot

yang terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan

adalah otot longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh makanan, dinding

usus halus akan berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen

usus halus sekitar 1 – 4 cm. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi

mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian

seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya

semula. Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan

enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan

selanjutnya terjadi absorbs (Price, 2002).

Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat

yang merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses

kontraksi segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan

sekitar 7 kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong

makanan menuju ke arah kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana

pada bagian proksimal lebih cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini

sangat lemah dan biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm

Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini

sebagian besar disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum sehingga

5

menimbulkan refleks peristaltik yang akan menyebar ke dinding usus halus.

Selain itu, hormon gastrin, CCK, serotonin, dan insulin juga meningkatkan

pergerakan usus halus. Sebaliknya sekretin dan glukagon menghambat pergerakan

usus halus. (Manaf, 2003)

Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila

tekanan di dalam caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi

sfingter ileocaecal akan meningkat dan gerakan peristaltik ileum akan berkurang

sehingga memperlambat pengosongan ileum. Bila terjadi peradangan pada

caecum atau pada appendiks maka sfingter ileocaecal akan mengalami spasme,

dan ileum akan mengalami paralisis sehingga pengosonga ileum sangat terhambat.

2.3 Histologi

Lapisan usus halus dibagi kedalam empat lapisan:

Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas

duodenum, hampir lengkap di dalam usus halus mesenterica, kekecualian

pada sebagian kecil, tempat lembaran visera dan mesenterica peritoneum

bersatu pada tepi usus.

Tunica Muscularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk

tunica muscularis usus halus. Ia paling tebal di dalam duodenum dan

berkurang tebalnya ke arah distal. Lapisan luarnya stratum longitudinale

dan lapisan dalamnya stratum circulare. Yang terakhir membentuk massa

dinding usus. Plexus myentericus saraf (Auerbach) dan saluran limfe

terletak diantara kedua lapisan otot.

Tela Submucosa. Tela submucosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang

terletak diantara tunica muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis

mukosa, yang terletak di bawah mukosa. Dalam ruangan ini berjalan

jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh limfe. Di samping itu, di sini

ditemukan neuroplexus meissner.

Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus, kecuali pars superior

duodenum, tersusun dalam lipatan sirkular tumpang tindih yang

berinterdigitasi secara transversa. Masing-masing lipatan ini ditutup

dengan tonjolan, villi.

6

Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah luas

permukaan dan membantu fungsi absorpsi yang merupakan fungsi

utamanya:

Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang

dinamakan valvula koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol ke

dalam lumen sekitar 3 ampai 10 mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada

duodenum dan jejenum dan menghilang dekat pertengahan ileum. Adanya

lipatan-lipatan ini menyerupai bulu pada radiogram.

Vili merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang

jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi

panjangnya 0,5 sampai 1 mm (dapat dilihat dengan mata telanjang) dan

menyebabkan gambaran mukosa menyerupai beludru.

Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar

1 μ pada permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat dengan

mikroskop elektron dan tampak sebagai brush border pada mikroskop

cahaya.

Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya

hanyalah sekitar 2.00 cm². Valvula koniventes, vili dan mikrovili bersama-sama

menambah luas permukaan absorpsi sampai 2 juta cm², yaitu menigkat seribu kali

lipat (Price&Wilson, 2002).

Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus

lainnya. Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja.

Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga

pita yang dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan

demikian rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang

taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan berkerut

membentuk kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di

sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan

mukosa usus halus dan tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus lieberkūn

(kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet

daripada usus halus. (Price&Wilson, 2002).

7

2.4 ILEUS

Ileus merupakan suatu kondisi dimana terdapat gangguan pasase (jalannya

makanan) di usus yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus

terutama dibagi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu ileus obstruktif dan ileus

paralitik (Hamami, 2003).

2.4.1 Ileus Paralitik

2.4.1.1 Definisi

Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal atau

tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya

(Sjamsuhidajat, 2003). Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus

melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang

berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat

mempengaruhi kontraksi otot polos usus. Ileus paralitik merupakan kondisi

dimana terjadi kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltic usus tanpa adanya

obstruksi mekanik. (Badash, 2005)

Ileus paralitik adalah hilangnya peristaltik usus sementara akibat suplai

saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak

mampu mendorong isi sepanjang usus, contohnya amiloidosis, distrofi otot,

gangguan endokrin, seperti diabetes militus, atau gangguan neurologis seperti

penyakit Parkinson (Sjamsuhidajat, 2003)

2.4.1.2 Etiologi

Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal

seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis,

pankreatitis, perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan

yang memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis,

dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia,

hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid,

antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan, usus halus biasanya pertama

kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon

(48-72 jam). (Badash, 2005)

Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya

obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk

8

mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan

akumulasi gas dan cairan dalam usus.

Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah

keadaan yang paling umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan

konsekuensi yang diharapkan dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali

normal spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitas sigmoid kembali normal. Ileus

yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat disebut ileus

adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi setelah operasi

intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan retroperitoneal

dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah

pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang

lebih singkat daripada reseksi kolon ileus terbuka.

Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan

ileus merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi

paru. Ileus juga meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan,

ileus meningkatkan biaya perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di

rumah sakit (Badash, 2005).

Beberapa penyebab terjadinya ileus:

Trauma abdomen

Pembedahan perut (laparatomy)

Serum elektrolit abnormalitas

Hipokalemia

Hiponatremia

Hipomagnesemia

Hipermagensemia

Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)

1. Intrathorak

1. Pneumonia

2. Lower lobus tulang rusuk patah

3. Infark miokard

2. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul)

3. Rongga perut

9

1. Radang usus buntu

2. Divertikulitis

3. Nefrolisiasis

4. Kolesistitis

5. Pankreatitis

6. Perforasi ulkus duodenum

Iskemia usus

1. Mesenterika emboli, trombosis iskemia

Cedera tulang

1. Patah tulang rusuk

2. Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )

Pengobatan

1. Narkotika

2. Fenotiazin

3. Diltiazem atau verapamil

4. Clozapine

5. Obat Anticholinergic

2.3.1.3 Patofisiologi

Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya

sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus

gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang

ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya

melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung

norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia

merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari

noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang

kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus

gastrointestinal (Badash, 2005).

Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik

akan menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus

gastrointestinal, namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat

saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung

10

seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide

intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.

Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi

hambat busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang

terlibat: ultrashort refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang

melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks panjang melibatkan sumsum tulang

belakang. (Nobie, 2003)

Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator

inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus.

Penyakit atau keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan

seperti yang tercantum dibawah ini:

Neurogenik

- Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada

operasi abdominal.

- Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan

neurotransmitter asetilkolin.

Hormonal

Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan

jejunum terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk

lemak, asam lemak dan monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin

mempunyai efek yang kuat dalam meningkatkan kontraktilitas kandung

empedu, jadi mengeluarkan empedu kedalam usus halus dimana empedu

kemudian memainkan peranan penting dalam mengemulsikan substansi

lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga

menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat

bersamaan dimana hormon ini menyebabkan pengosongan kandung

empedu, hormon ini juga menghambat pengosongan makanan dari

lambung untuk memberi waktu yang adekuat supaya terjadi pencernaan

lemak di traktus gastrointestinal bagian atas.

Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung

juga memiliki fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin

11

berperan sebagai respons dari getah asam lambung dan petida penghambat

asam lambung sebagai respons terhadap asam lemak dan asam amino.

Inflamasi

- Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).

- prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.

Farmakologi

Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari

pleksus mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos

usus dan menghambat gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan

untuk gerakan propulsi.

- Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang

mempersarafi otot polos usus.

2.4.1.4 Manifestasi Klinik

Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan usus

yang disebabkan oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas simpatik

yang berlebihan. Sangat umum, terjadi setelah semua prosedur abdomen, gerakan

usus akan kembali normal pada: usus kecil 24 jam, lambung 48 jam, kolon 3-5

hari.

Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal

distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula

tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan

keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai

keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi

timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar

sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada

perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas

negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang

ditemukan adalah gambaran peritonitis.

2.4.1.5 Diagnosa

12

Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent

abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen

didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar.

Anamnesa

Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus,

rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa

BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.

Pemeriksaan fisik

- Inspeksi

Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup

kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus

dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Pada

pasien yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.

- Palpasi

Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau

nyeri tekan, yang mencakup ‘defence muscular’ involunter atau rebound dan

pembengkakan atau massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.

- Perkusi

Hipertimpani

- Auskultasi

Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan borborigmi

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa

penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah,

kadar elektrolit, ureum, glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat

membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan

distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air fluid level ditemukan berupa

suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air fluid level pada ileus

obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila

13

dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto

abdomen dengan mempergunakan kontras.

2.4.1.6 Penatalaksanaan

Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya

berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa

dan penyakit primer dan pemberiaan nutrisi yang adekuat (Sjamsuhidajat, 2003)

Prognosis biasanya baik, keberhasilan dekompresi kolon dari ileus telah dicapai

oleh kolonoskopi berulang (Levine, 1992). Beberapa obat-obatan jenis penyekat

simpatik (simpatolitik) atau parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya

tidak konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila

perlu dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit

dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-

prinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu

metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus

paralitik pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus

paralitik karena obat-obatan. (Sjamsuhidajat, 2003)

1. Konservatif

Penderita dirawat di rumah sakit.

Penderita dipuasakan

Kontrol status airway, breathing and circulation.

Dekompresi dengan nasogastric tube.

Intravenous fluids and electrolyte

Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.

2. Farmakologis

Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.

Analgesik apabila nyeri.

Prokinetik: Metaklopromide, cisapride

Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin

Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis

3. Operatif

14

Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan

peritonitis. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk

mencegah sepsis sekunder atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi

kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi

melalui laparotomi.

Pintas usus : ileostomi, kolostomi.

Reseksi usus dengan anastomosis

Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.

2.4.1.7 Diagnosis Banding

Masalah lain yang perlu dipertimbangkan

Masalah umum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi, juga disebut sebagai

sindrom Ogilvie, dan obstruksi usus mekanik.

Pseudo-obstruction (Pseudo-obstruksi)

Pseudo-obstruksi didefinisikan sebagai penyakit akut, ditanda dengan

distensii dari usus besar. Seperti ileus, itu terjadi didefinisikan karena tidak

adanya gangguan mekanik. Beberapa teks dan artikel cenderung menggunakan

ileus sinonim dengan pseudo-obstruksi. Namun, kedua kondisi itu adalah hal yang

berbeda. Pseudo-obstruksi ini jelas terbatas pada usus besar saja, sedangkan ileus

melibatkan baik usus kecil dan usus besar. Usus besar kanan terlibat dalam klasik

pseudo-obstruksi, yang biasanya terjadi pada pasien yang terbaring lama di tempat

tidur dengan gambaran penyakit ekstraintestinal serius atau pada pasien trauma.

Agen farmakologis, aerophagia, sepsis, dan perbedaan elektrolit juga dapat

berkontribusi untuk kondisi ini.Kondisi kronis pada pseudo-obstruksi usus juga

diamati pada pasien dengan penyakit kolagen-vaskular, miopati viseral, atau

neuropati. Bentuk kronis dari pseudo-obstruksi melibatkan dismotilitas baik dari

usus besar dan kecil. Dismotilitas ini disebabkan hilangnya kompleks motorik

yang berpindah dan bakteri berlebih. semua hal ini bermanifestai klinik sebagai

obstruksi usus kecil.

Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan tanda perut kembung tanpa rasa

sakit, namun pasien bisa juga mempunyai gejala mirip obstruksi. Radiografi dari

foto polos abdomen mengungkapkan adanya keadaan yang terisolasi, dilatasi usus

15

proksimal yang membesar, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah, dan

pencitraan kontras membedakan ini dari obstruksi mekanik.

Distensi kolon dapat mengakibatkan perforasi caecum, terutama jika

diameter caecum melebihi 12 cm. Tingkat kematian untuk pseudo-obstruksi

adalah 50% jika pasien berkembang menjadi nekrosis iskemik dan perforasi.

Perawatan awal meliputi hidrasi, pemasangan NGT dan rectal tube,

koreksi ketidakseimbangan elektrolit, dan penghentian obat yang menghambat

motilitas usus. Dekompresi melalui kolonoskopi cukup efektif dalam mengurangi

pseudo-obstruksi. Neostigmine intravena mungkin juga efektif, menghasilkan

perbaikan pseudo-obstruksi dalam waktu 10-30 menit. Dosis 2,5 mg dari

neostigmine diinfuskan perlahan-lahan selama 3 menit dengan pengawasan

jantung untuk mengamati efek bradikardi. Jika terjadi bradikardia, atropin harus

diberikan. Laparotomi dan reseksi usus untuk peritonitis dan iskemia merupakan

jalan terakhir.

Obstruksi Mekanik

Obstruksi mekanik usus dapat disebabkan oleh adhesi, volvulus , hernia,

intususepsi , benda asing, atau neoplasma. Pasien datang dengan nyeri kram perut

berat yang paroksismal. Pemeriksaan fisik ditemukan borborygmi bertepatan

dengan kram perut. Pada pasien yang kurus, gelombang peristaltik dapat

divisualisasikan. Dengan auskultasi dapat terdengar suara bernada tinggi, denting

suara bersamaan dengan aliran peristaltic. Jika obstruksi total, pasien

mengeluhkan tidak bisa BAB. Muntah mungkin terjadi tapi bisa juga tidak jika

katup ileocecal kompeten dalam mencegah refluks. Tanda peritoneal terlihat nyata

jika pasien mengalami strangulasi dan perforasi.

16

Tabel berikut menyajikan perbedaan antara ileus, pseudo-obstruksi, dan obstruksi

mekanis.

Ileus Pseudo-obstruksiMekanikal

Obstruksi

Gejala Sakit perut, kembung,

mual, muntah,

konstipasi

Nyeri kram perut,

konstipasi, obstipasi,

mual, muntah,

anoreksia

Nyeri kram perut,

konstipasi, obstipasi,

mual, muntah,

anoreksia

Temuan

Pemeriksaan Fisik

Silent abdomen,

kembung, timpani

Borborygmi, timpani,

gelombang

peristaltik, bising

usus hiperaktif atau

hipoaktif, distensi,

nyeri terlokalisasi

Borborygmi, timpani,

gelombang

peristaltik, bising

usus hiperaktif ayau

hipoaktif, distensi,

nyeri terlokalisasi

Gambaran

Radiografi

dilatasi usus kecil dan

besar, diafragma

meninggi

dilatasi usus besar

yang terlokalisir,

diafragma meninggi

Bow-shaped loops in

ladder pattern,

berkurangnya gas

kolon di distal,

diafragma agak

tinggi, air fluid level.

Tabel. Karakteristik ileus, Pseudo-obstruksi, dan Mekanik Sumbatan.

(Fiedberg, 2004)

Tabel. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.

Macam

ileus

Nyeri Usus Distensi Muntah

borborigm

i

Bising usus Ketegangan

abdomen

Obstruksi

simple

tinggi

++

(kolik)

+ +++ Meningkat -

Obstruksi +++ +++ + Meningkat -

17

simple

rendah(Kolik)

Lambat,

fekal

Obstruksi

strangulasi

++++

(terus-

menerus,

terlokalisir)

++ +++ Tak tentu

biasanya

meningkat

+

Paralitik + ++++ + Menurun -

Oklusi

vaskuler

+++++ +++ +++ Menurun +

2.3.1.8 Prognosis

Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri.

Bila ileus hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan

berlangsung sekitar 24-72 jam. Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu

dimana kematian jaringan usus terjadi; operasi menjadi perlu untuk membuang

jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka

prognosis menjadi lebih baik.

2.4.2 Ileus Mekanik (Ileus Obstruktif)

2.4.2.1 Definisi

Ileus adalah hambatan pasase usus yang dapat disebabkan oleh obstruksi

lumen usus atau gangguan peristalsis usus. Secara garis besar dibagi menjadi dua

yaitu Ileus Obstruktif dan Ileus Paralitik. Ileus yang disebabkan oleh obstruksi

disebut juga ileus mekanik, dan memiliki angka kejadian tersering.

2.4.2.2 Klasifikasi

Lokasi Obstruksi

Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum

Letak Tengah : Ileum Terminal

Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum

18

Stadium

Parsial : menyumbat lumen sebagian

Simple/Komplit: menyumbat lumen total

Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa 

2.4.2.3 Etiologi

i. Penyempitan lumen usus

Isi Lumen : Benda asing, skibala, ascariasis.

Dinding Usus : stenosis (radang kronik), keganasan.

Ekstra lumen : Tumor intraabdomen.

ii. Adhesi

iii. Invaginasi 

iv. Volvulus 

v. Malformasi Usus

Gambar 2.3 Bermacam penyebab ileus obstruktif. (Hamami,2003)

19

2.4.2.4 Patofisiologi

Pada ileus obstruksi, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan

vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan

udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian

usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi

membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi udema dan kongesti.

Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan

progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan

meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan

kematian. (Purnawan, 2009)

Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus umumnya dihubungkan

dengan hernia inkarserata, volvulus, intussusepsi, dan oklusi vaskuler. Strangulasi

20

biasanya berawal dari obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri,

menyebabkan iskemia yang cepat pada dinding usus. Usus menjadi udema dan

nekrosis, memacu usus menjadi gangrene dan perforasi. 

2.4.2.5 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan:

1. Anamnesis.

Nyeri (Kolik)

Obstruksi usus halus : nyeri dirasakan disekitar umbilikus

Obstruksi kolon : nyeri dirasakan disekitar suprapubik.

Muntah

Stenosis Pilorus : Encer dan asam

Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan

Obstruksi kolon : onset muntah lama.

Perut Kembung (distensi)

Konstipasi

Tidak ada defekasi

Tidak ada flatus

Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali

menandakan adanya hernia inkarserata. Selain itu, invaginasi dapat didahului oleh

riwayat buang air besar berupa lendir dan darah. Riwayat operasi sebelumnya

dapat menjurus pada adanya adhesi usus serta onset keluhan yang berlangsung

cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang lambat dapat

menjurus kepada ileus letak rendah.

2. Pada pemeriksaan fisik dapat pula ditemukan :

Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti : 

Takikardia, pireksia (demam), Rebound tenderness, nyeri lokal, hilangnya

suara usus local. Untuk mengetahui secara pasti hanya dengan laparotomi. 

Adanya obstruksi ditandai dengan :

Inspeksi

Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal,

femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi

21

dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila

ada bekas luka operasi sebelumnya.

Auskultasi

Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising

usus dan peristaltik melemah sampai hilang.

Perkusi

Hipertimpani

Palpasi

Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.

Rectal Toucher

- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease

- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma

- Feses yang mengeras : skibala

- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi

- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi

- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

3. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium

Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis,

tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu

dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal.

Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit

yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan.10 Leukositosis

menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% -

50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non

strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu

dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin

terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis

bila ada tanda – tanda shock, dehidrasi dan ketosis.

22

Radiologik

Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid

level” pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi.

Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus

halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.

Foto Polos Abdomen

Dapat ditemukan gambaran ”step ladder dan air fluid level” terutama pada

obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi

stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya mucosa

yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Pelebaran udara usus halus atau

usus besar dengan gambaran anak tangga dan air-fluid level. Penggunaan kontras

dikontraindikasikan jika adanya perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan

untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus.

Gambar 2.4 Radiolagi dari Ileus obstruktif (American Gastroenterological

Association, 2003)

2.4.2.6 Diagnosis banding

Ileus obstruksi harus dibedakan dengan:

1. Carcinoid gastrointestinal.

2. Penyakit Crohn.

3. Intussuscepsi pada anak.

4. Divertikulum Meckel.

5. Ileus meconium.

23

6. Volvulus.

7. Infark Myocardial Akut.

8. Malignansi, Tumor Ovarium.

9. TBC Usus.

2.4.2.7 Penatalaksanaan

Obstruksi mekanis di usus dan jepitan atau lilitan harus dihilangkan segera

setelah keadaan umum diperbaiki. Tindakan umum sebelum dan sewaktu

pembedahan meliputi tatalaksana dehidrasi, perbaikan keseimbangan elektrolit

dan dekompresi pipa lambung. Tindakan bedah dilakukan apabila terdapat

strangulasi, obstruksi lengkap, hernia inkarserata dan tidak ada perbaikan pada

pengobatan konservatif. (Purnawan,2009)

1. Persiapan penderita

Persiapan penderita berjalan bersama dengan usaha menegakkan diagnosa

obstruksi ileus secara lengkap dan tepat. Sering dengan persiapan penderita yang

baik, obstruksinya berkurang atau hilang sama sekali. Persiapan penderita

meliputi :

Balance Penderita dirawat di rumah sakit.

Penderita dipuasakan

Kontrol status airway, breathing and circulation.

Dekompresi dengan nasogastric tube.

Intravenous fluids and electrolyte

Dipasang kateter urin untuk menghitung cairan.

2. Operatif

Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu :

Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.

Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat

obstruksinya maupun kondisi sebelum sakit.

Apakah ada risiko strangulasi.

Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus

yang ditolong dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya

adalah 1% pada 24 jam pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian

tersebut 31%.

24

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada

obstruksi ileus :

a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah

sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia

incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus

ringan.

b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"

bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease,

dan sebagainya.

c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,

misalnya pada Ca stadium lanjut.

d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-

ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada

carcinomacolon, invaginasi strangulate dan sebagainya.

Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif

bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan

penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan

kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.

3. Pasca Operasi

Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi

usus yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan

yang terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh

karena catatan tersebut mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat

diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal,

walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus telah

berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi sama sekali

belum baik.

Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare

pasca bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta

menjaga keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan

pada pasca bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi

strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7

25

hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan

sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah.

Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur

kuman sangatlah penting. (Purnawan, 2009)

2.4.2.8 Komplikasi 

Nekrosis usus

Perforasi usus

Sepsis

Syok-dehidrasi

Abses

Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi

Pneumonia aspirasi dari proses muntah

Gangguan elektrolit

2.4.2.9 Prognosis

Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan

operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan

atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas

sampai sekitar 35% atau 40%.3 Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan

dilakukan dengan cepat

2.4.3 Ileus Vaskuler

Etiologi

Terjadi akibat adanya sumbatan pada cabang-cabang arteri vena mesentrika

superior, arteri vena mesentrika inferior oleh thrombus dan embolus sehingga

terjadi : gangren hekrose nekroseis perforasi cepat terjadi toksemia.

Terjadinya ileus vaskuler juga dihubungkan dengan penderita infark miokard dan

atrium fibrilasi.

Komplikasi

1. Trombus yang hebat vasa yang tersumbat pecah perdarahan

2. Keluarnya lendir, darah per anus

Penanganan

26

1. Tidak ada tindakan konservatif (karena terjadinya lambat maka diagnose

ditegakkan setelah muncul gejala hebat)

2. Tindakan operatif : Dilakukan laparotomi, bila ada perdarahan diatasi

dengan reseksi segmen usus dengan mesentriumnya lalu dilakukan end to

end anastomose.

27

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ileus dibedakan menjadi beberapa macam, ileus obstruktif, ileus paralitik

dan ileus vaskuler, Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada

usus besar. Penyebab terbanyak dari Ileus adalah perlekatan atau adhesi,

kemudian diikuti Hernia, keganasan, dan Volvulus.

Penegakan diagnosis pada illeus meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang, terdapat 4 gejala cardinal yang sering dijumpai yaitu

nyeri abdomen (kolik abdomen), muntah, distensi dan konstipasi. Pada

pemeriksaan fisik akan ditemukan takikardia, demam, nyeri tekan abdomen, nyeri

lokal pada perut, dan distensi perut. Salah satu pemeriksaan penunjang pada illeus

adalah pemeriksaan radiologi, gambaran radiologi berupa pengumpulan gas dalam

lumen usus yang melebar (dilatasi) dinding usus menebal membentuk gambaran

heering bone appearance dan terdapat gambaran Air fluid level.

Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri,

bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih

baik. Prognosis ileus baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.

28

DAFTAR PUSTAKA

American Gastroenterological Association. 2003. Reviews : Postoperatives Ileus :

Etiologies and Interventions. University of California San Fransisco :

California.

Badash, Michelle. Paralytic Ileus (Adynamic Ileus, Non-mechanical Bowel

Obstruction). EBSCO Publishing, 2005.

Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber,

A.J., and Katz, J. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004.

Davidson, Intestinal Obstruction. 2006. Available at: http//www.mayoclinic.com.

Accessed july 9, 2012.

Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J.,

Windle, W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S.

http://www.emedicine.com. Last Updated, June 29, 2004.

Hamami, AH., Pieter, J., Riwanto, I., Tjambolang, T., dan Ahmadsyah, I. Usus

Halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi

2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 615-

681.

Levine, B.A., and Aust, J.B. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam Buku Ajar

Bedah Sabiston’s essentials surgery. Editor: Sabiston, D.C. Alih bahasa:

Andrianto, P., dan I.S., Timan. Editor bahasa: Oswari, J. Jakarta: EGC, 1992.

Manaf M, Niko dan Kartadinata, H. Obstruksi Ileus. 2003. Available

a

t://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_ObstruksiIleus.pdf/06_ObstruksiIleus.ht

ml. Accessed juli 20, 2012

Nobie BA. Obstruction, small bowel. 2007. Available at:

http//www.emedicine.com. Accessed juni 20, 2012.

Purnawan, Iwan. 2009. Ileus. Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price,

S.A., McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta:

EGC, 1994.

29

Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku

Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim.

Jakarta: EGC, 2003. Hal: 181-192.

Translight Medical Media, 2008 http://gasdetections.com/anatomy-

gastrointestinal-system.html#more-425 Accessed july 20, 2012.

30