referat headache.doc

48
REFERAT HEADACHEPEMBIMBING : dr. Ananda Setiabudi Sp.S DISUSUN OLEH : Mentari , S. Ked NIM : 030.10.178 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF RSUD BUDHI ASIH JAKARTA 1

Transcript of referat headache.doc

REFERAT

HEADACHE

PEMBIMBING :

dr. Ananda Setiabudi Sp.SDISUSUN OLEH :

Mentari , S. Ked

NIM : 030.10.178

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

RSUD BUDHI ASIH JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTIPERIODE 1 DESEMBER 2014 3 JANUARI 2015

LEMBAR PENGESAHAN

Nama mahasiswa: Mentari, S. Ked

NIM

: 030.10.178

Bagian

: Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf FK Universitas Trisakti

Periode

: 1 Desember 2014 3 Januari 2015Judul

: Headache

Pembimbing

: dr. Ananda Setiabudi Sp.S

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal :

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf di RSUD Budhi Asih Jakarta.

Jakarta, Desember 2014

dr. Ananda Setiabudi Sp.S

KATA PENGANTARPuji syukur atas ke hadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul Headache . Tugas referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD Budhi Asih periode 1 Desember 2014 3 Januari 2015. Selain itu, referat ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua tentang headache atau nyeri kepala.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada dr. Ananda Setiabudi Sp.S selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini, serta kepada dokter pembimbing lain yang telah membimbing penulis selama di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf di RSUD Budhi Asih Jakarta. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekanrekan anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf RSUD Budhi Asih Jakarta, serta berbagai pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya,semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

Jakarta, Desember 2014

Penulis

Mentari

DAFTAR ISILembar Pengesahan ..................................................................................................

i

Kata pengantar .........................................................................................................

ii

Daftar isi ...................................................................................................................

iii

BAB I

Pendahuluan .....................................................................................

1

BAB II

Pembahasan.. ..............................................................................

2

2.1 Definisi nyeri kepala .

2

2.2 Etiologi .

2

2.3 Epidemiologi .

2

2.4 Anatomi Otak

3

2.5 Fisiologi Nyeri Kepala ..

5

2.6 Patofisiologi Nyeri Kepala

8

2.7 Klasifikasi Nyeri Kepala

9

2.7.1 Nyeri Kepala Primer

9

2.7.1.1 Migren .

10

2.7.1.2 Tension Type Headache ..

14

2.7.1.3 Cluster Type Headache

18

2.7.1.4 Nyeri Kepala Primer Lainnya ..

21

2.7.2 Nyeri Kepala Sekunder ..

24

BAB IIIKesimpulan .......................................................................................

25

Daftar Pustaka ..........................................................................................................

26

BAB I

PENDAHULUAN

Headache atau nyeri kepala merupakan salah satu keluhan yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. 2 Nyeri kepala adalah nyeri pada setiap daerah kepala. Nyeri kepala dapat terjadi pada satu atau kedua sisi kepala, dapat terlokalisir pada lokasi tertentu, memancar di kepala dari satu titik. Nyeri kepala bisa terasa nyeri yang tajam, sensasi berdenyut atau terasa nyeri tumpul. Nyeri kepala dapat timbul secara bertahap atau tiba-tiba, dan bisa berlangsung kurang dari satu jam atau selama beberapa hari. Nyeri kepala umumnya diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu sakit kepala primer dan sakit kepala sekunder. 1

Berdasarkan International Headache Society (IHS) tahun 1998, nyeri kepala adalah perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak nyaman yang menyerang daerah tengkorak (kepala) mulai dari kening kearah atas dan belakang kepala dan daerah wajah. Kini penanganan akan sakit kepala sudah memiliki standarisasi dari IHS untuk membedakan akan cluster headache, migrain, tension headache dan dengan nyeri kepala lainnya.Nyeri kepala mempengaruhi lebih dari 90 % populasi pada beberapa waktu dalam hidupnya, dan banyak diantaranya yang menderita nyeri kepala berulang.3 Dari sejumlah penelitian epidemiologi internasional didapati bahwa prevalensi life time dan nyeri kepala adalah 96 , di mana 70 % adalah jenis nyeri kepala tipe tegang (tension type headache) dan 16 % adalah migren dengan prevalensi migren pertahunnya 10 %. Sedangkan nyeri kepala tipe kluster lebih jarang 0,1-0,3 % dari populasi. Berdasarkan hasil penelitian multisenter berbasis rumah sakit pada lima rumah sakit di Indonesia, didapatkan penderita nyeri kepala sebagai berikut : migren tanpa aura10 %, migren dengan aura 1,8 %, episodic tension headache 31 %, chronic tension type headache 24 %, cluster headache 0,5 %, mixed headache 14 %.4BAB II

PEMBAHASAN

2.1Definisi Nyeri Kepala

Menurut Dorland nyeri kepala adalah nyeri di kepala yang ditandai dengan nyeri unilateral atau bilateral disertai dengan flushing dan mata dan hidung yang berair. Sedangkan menurut IHS nyeri kepala adalah perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak nyaman yang menyerang daerah tengkorak (kepala) mulai dari kening kearah atas dan belakang kepala dan daerah wajah. Nyeri kepala termasuk keluhan yang umum dan dapat terjadi akibat banyak sebab. Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit. 52.2Etiologi

Nyeri kepala adalah suatu gejala yang menjadi awal dari berbagai macam penyakit. Nyeri kepala dapat disebabkan adanya kelainan organ-organ dikepala, jaringan sistem persarafan dan pembuluh darah. Nyeri kepala dapat dibagi kepada tiga kelompok berdaarkan onsetnya yaitu nyeri kepala akut, subakut dan kronik. Nyeri kepala akut biasanya disebabkan oleh subarachnoid haemorrhage, penyakit-penyakit serebrovaskular, meningitis atau encephalitis dan juga ocular disease. Selain itu nyeri kepala ini juga bisa timbul disebabkan kejang, lumbal punksi dank arena hipertensi ensefalopati. Nyeri kepala subakut bisa timbul karena giant cell arteritis, massa intracranial, neuralgia trigeminal, neuralgia glossofaringeal dan hipertensi.

Nyeri kepala kronik biasanya disebabkan oleh migraine, ketegangan, atau depresi, namun dapat juga terkait dengan lesi intracranial, cedera kepala, dan spondilosis servikal, penyakit gigi atau mata, disfungsi sendi temporomandibular, hipertensi, sinusitis, trauma, perubahan lokasi (cuaca, tekanan) dan berbagai macam gangguan medis umum lainnya. 6

2.3Epidemiologi

Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik. Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %. Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan usia 12 tahun sedangkan pada wanita, migren sering terjadi pada usia lebih besar dari 12 tahun. IHS juga mengemukakan cluster headache 80 90 % terjadi pada pria dan prevalensi sakit kepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.7

Nyeri kepala mempengaruhi lebih dari 90 % populasi pada beberapa waktu dalam hidupnya, dan banyak diantaranya yang menderita nyeri kepala berulang.3 Dari sejumlah penelitian epidemiologi internasional didapati bahwa prevalensi life time dan nyeri kepala adalah 96 , di mana 70 % adalah jenis nyeri kepala tipe tegang (tension type headache) dan 16 % adalah migren dengan prevalensi migren pertahunnya 10 %. Sedangkan nyeri kepala tipe kluster lebih jarang 0,1-0,3 % dari populasi. Berdasarkan hasil penelitian multisenter berbasis rumah sakit pada lima rumah sakit di Indonesia, didapatkan penderita nyeri kepala sebagai berikut : migren tanpa aura10 %, migren dengan aura 1,8 %, episodic tension headache 31 %, chronic tension type headache 24 %, cluster headache 0,5 %, mixed headache 14 %.42.4 Anatomi Otak

Bagian-bagian otak dapat secara bebas dikelompokkan ke dalam berbagai cara berdasarkan perbedaan anatomis, spesialisasi fungsional, dan perkembangan evolusi. Otak terdiri dari batang otak terdiri atas otak tengah, pons, dan medulla, serebelum, otak depan (forebrain) yang terdiri atas diensefalon dan serebrum. 5Diensefalon terdiri dari hipotalamus dan talamus. Serebrum terdiri dari nukleus basal dan korteks serebrum. Masing-masing bagian otak memiliki fungsi tersendiri. Batang otak berfungsi sebagai berikut: asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer pusat pengaturan kardiovaskuler, respirasi dan pencernaan, pengaturan refleks otot yang terlibat dalam keseimbangan dan postur, penerimaaan dan integrasi semua masukan sinaps dari korda spinalis; keadaan terjaga dan pengaktifan korteks serebrum, pusat tidur.5Serebellum berfungsi untuk memelihara keseimbangan, peningkatan tonus otot, koordinasi dan perencanaan aktivitas otot volunter yang terlatih. Hipotalamus berfungsi sebagai berikut: mengatur banyak fungsi homeostatik, misalnya kontrol suhu, rasa haus, pengeluaran urin, dan asupan makanan, penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin, sangat terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar. 5Talamus berfungsi sebagai stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps, kesadaran kasar terhadap sensasi, beberapa tingkat kesadaran, berperan dalam kontrol motorik. Nukleus basal berfungsi untuk inhibisi tonus otot, koordinasi gerakan yang lambat dan menetap, penekanan pola pola gerakan yang tidak berguna. 5Korteks serebrum berfungsi untuk persepsi sensorik, kontrol gerakan volunter, bahasa, sifat pribadi, proses mental canggih misalnya berpikir, mengingat, membuat keputusan, kreativitas dan kesadaran diri. Korteks serebrum dapat dibagi menjadi 4 lobus yaitu lobus frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis, dan lobus oksipitalis. Masing-masing lobus ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. 5Semua aferen nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf dari C1 3 beramifikasi pada grey matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari tiga bagian yaitu pars oralis yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif dari regio orofasial, pars interpolaris yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi, pars kaudalis yang berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu. 5Terdapat overlapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini seperti aferen dari C2 selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain itu, aferen C3 juga akan beramifikasi ke C1 dan C2. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya nyeri alih dari pada kepala dan leher bagian atas. Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital dari kepala dan yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris dan mandibularis. Ini disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya sedikit yang meluas ke arah kaudal. 5Lain halnya dengan saraf oftalmikus dari trigeminus. Aferen saraf ini meluas ke pars kaudal. Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2 dan V3. V1, oftalmikus, menginervasi daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial dan falx cerebri serta pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian duramater ini. V2, maksilaris, menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, dan duramater bagian fossa kranial medial. V3, mandibularis, menginervasi daerah duramater bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi temporomandibular dan otot menguyah. 5Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi meatus auditorius eksterna dan membran timpani. Saraf kranial IX menginnervasi rongga telinga tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring.Servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus dorsalis dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus superior, obliquus inferior dan rectus capitis posterior major dan minor. Ramus dorsalis dari C2 memiliki cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial posterior, Longissimus capitis dan splenius sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi greater occipital nerve. 5Saraf ini mengelilingi pinggiran bagian bawah dari obliquus inferior ,dan balik ke bagian atas serta ke bagian belakang melalui semispinalis capitis yang mana saraf ini di suplai dan masuk ke kulit kepala melalui lengkungan yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan the aponeurosis of trapezius. Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf lesser occipital yang mana merupakan cabang dari pleksus servikalis dan mencapai kulit kepala melalui pinggiran posterior dari sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3 memberi cabang lateral ke longissimus capitis dan splenius. Ramus ini membentuk 2 cabang medial. 5Cabang superfisial medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang mengelilingi sendi C2-3 zygapophysial bagian lateral dan posterior. Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu intrakranial dan ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena korteks serebrum, arteri basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa posterior. Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dari orbita, membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar, gigi, dan gusi. Sedangkan daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri adalah parenkim otak, ventrikular ependima, dan pleksus koroideus. 5

2.5Fisiologi Nyeri Kepala

Nyeri merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat bila ada jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah, seorang individu akan bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut.8Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia. Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan (iskemia jaringan), meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitif mekanik. 8 Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan kerusakan jaringan yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya yang bukan termal seperti infeksi, iskemia jaringan, memar jaringan, dll. Pada suhu 450C, jaringanjaringan dalam tubuh akan mengalami kerusakan yang didapati pada sebagian besar populasi.8Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik. Dua zat lainnya yang diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang bekerja dengan meningkatkan sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin dan substansi P tidak langsung merangsang nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai penyebab utama yang menimbulkan nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion kalium yang meningkat dan enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding dengan intensitas nyeri yang dirasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan membran plasma lebih permeabel terhadap ion. Iskemia jaringan juga termasuk stimulus kimia karena pada keadaan iskemia terdapat penumpukan asam laktat, bradikinin, dan enzim proteolitik.8Semua jenis reseptor nyeri pada manusia merupakan free nerve endings. Reseptor nyeri banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringan internal tertentu, seperti periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falks, dan tentorium. Kebanyakan jaringan internal lainnya hanya diinervasi oleh free nerve endings yang letaknya berjauhan sehingga nyeri pada organ internal umumnya timbul akibat penjumlahan perangsangan berbagai nerve endings dan dirasakan sebagai slow-chronic-aching type pain.

Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu nyeri akut (fast pain) dan nyeri kronik (slow pain). Nyeri akut, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 detik setelah stimulus diberikan. Nyeri ini disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan termal. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat A dengan kecepatan mencapai 6-30 m/detik. Neurotransmitter yang mungkin digunakan adalah glutamat yang juga merupakan neurotransmitter eksitatorik yang banyak digunakan pada CNS. Glutamat umumnya hanya memiliki durasi kerja selama beberapa milidetik.Nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu lebih dari 1 detik setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya stimulus mekanik, kimia dan termal tetapi stimulus yang paling sering adalah stimulus kimia. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat C dengan kecepatan mencapai 0,5-2 m/detik. Neurotramitter yang mungkin digunakan adalah substansi P.Meskipun semua reseptor nyeri adalah free nerve endings, jalur yang ditempuh dapat dibagi menjadi dua pathway yaitu fast-sharp pain pathway dan slow- chronic pain pathway. Setelah mencapai korda spinalis melalui dorsal spinalis, serat nyeri ini akan berakhir pada relay neuron pada kornu dorsalis dan selanjutnya akan dibagi menjadi dua traktus yang selanjutnya akan menuju ke otak. Traktus itu adalah neospinotalamikus untuk fast pain dan paleospinotalamikus untuk slow pain.Traktus neospinotalamikus untuk fastpain, pada traktus ini, serat A yang mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal akan berakhir pada lamina I (lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasi second-order neurons dari traktus spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf panjang yang menyilang menuju otak melalui kolumn anterolateral. Serat dari neospinotalamikus akan berakhir pada, area retikular dari batang otak (sebagian kecil), nukleus talamus bagian posterior (sebagian kecil), kompleks ventrobasal (sebagian besar). Traktus lemniskus medial bagian kolumn dorsalis untuk sensasi taktil juga berakhir pada daerah ventrobasal. Adanya sensori taktil dan nyeri yang diterima akan memungkinkan otak untuk menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut diberikan.Traktus paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain mentransmisikan sinyal dari serat C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit sinyal dari serat A. traktus ini , saraf perifer akan hampir seluruhnya berakhir pada lamina II dan III yang apabila keduanya digabungkan, sering disebut dengan substansia gelatinosa. Kebanyakan sinyal kemudian akan melalui sebuah atau beberapa neuron pendek yang menghubungkannya dengan area lamina V lalu kemudian kebanyakan serabut saraf ini akan bergabung dengan serabut saraf dari fast-sharp pain pathway. Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan menghubungkan sinyal ini ke otak pada jaras antero lateral. Ujung dari traktus paleospinotalamikus kebanyakan berakhir pada batang otak dan hanya sepersepuluh ataupun seperempat sinyal yang akan langsung diteruskan ke talamus. Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah satu tiga area yaitu nukleus retikularis dari medulla, pons, dan mesensefalon, area tektum dari mesensefalon, regio abu-abu dari peraquaductus yang mengelilingi aquaductus Silvii. Ketiga bagian ini penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri. Dari area batang otak ini, multipel serat pendek neuron akan meneruskan sinyal kearah atas melalui intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area tertentu dari hipotalamus dan bagian basal otak.2.6Patofisiologi Nyeri Kepala

Pada nyeri kepala, sensitisasi terdapat di nosiseptor meningeal dan neuron trigeminal sentral. Fenomena pengurangan nilai ambang dari kulit dan kutaneus allodynia didapat pada penderita yang mendapat serangan migren dan nyeri kepala kronik lain yang disangkakan sebagai refleksi pemberatan respon dari neuron trigeminal sentral. Inervasi sensoris pembuluh darah intracranial sebagian besar berasal dari ganglion terminal dan di dalam serabut sensoris tersebut mengandung neuropeptide dimana jumlah dan peranannya yang paling besar adalah CGRP (Calcitonin Gene Related Peptide), kemudian diikuti oleh SP(Substance P), NKA(Neurokinin A), pituitary adenylate cyclase activating peptide(PACAP), nitric oxide (NO), molekul prostaglandin E2 (PGE2), bradikinin, serotonin, dan edinosin triphospat, mengaktivasi atau mensentisisasi nosiseptor. Pada nyeri kepala kluster dan chronic paroxysmal headache terdapat pelepasan vasoactive intestine peptide (VIP) yang berperan dalam timbulnya gejala nasal congestion dan rhinorrhea.

Marker pain sensing nerves lain yang berperan dalam proses nyeri adalah opioid dynorphin, sensory neuron specific sodium channel, purinergic reseptors, isolectin B4, neuropeptide Y, glanin dan artemin reseptor. System ascending dan descending pain pathway yang berperan dalam transmisi dan modulasi nyeri terletak di batang otak. Batang otak memainkan peranan yang paling penting sebagai pembawa impuls nosiseptif dan juga sebagai modulator impuls tersebut. Modulasi transmisi sensoris sebagian besar berpusat di batang otak (misalnya periaqueductal grey matter, locus coeruleus, nucleus raphe magnus dan formation reticularis), ia mengatur integrasi nyeri , emosi dan respons otonomik yang melibatkan respons konvergensi kerja dari korteks somatosensorik, hipotalamus, anterior cingulate cortex dan struktur system limbic yang lainnya. Dengan demikian batang otak disebut juga sebagai generator dan modulator cephalgia.

Terdapat beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri kepala yaitu peregangan atau pergeseran pembuluh darah; intrakranium atau ekstrakranium, traksi pembuluh darah, kontraksi otot kepala dan leher (kerja berlebihan otot), peregangan periosteum(nyeri lokal), degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).22.7 Klasifikasi Nyeri Kepala

Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit kepala sekunder, dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya. Sakit kepala primer dapat dibagi menjadi migraine, tension type headache, cluster head ache dengan sefalgia trigeminal/autonomik, dan sakit kepala primer lainnya. Sakit kepala sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher, sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, sakit kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, sakit kepala akibat adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat gangguan homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher, telinga, hidung, dinud, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, sakit kepala akibat kelainan psikiatri.62.7.1 Nyeri Kepala Primer

Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala itu sendiri yang merupakan penyakit utama atau nyeri kepala tanpa disertai adanya penyebab struktural-organik. Menurut ICHD-2 nyeri kepala primer dibagi ke dalam 4 kelompok besar yaitu :7

1) Migraine2) Tension Type Headache3) Cluster Headache dan Chronic Paroxysmal Hemicrania4) Other primary headaches

Gambar 2.7.1 Klasifikasi nyeri kepala primer

2.7.1.1 Migren

DefinisiMenurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala dengan serangan nyeri yang berlansung 4 72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.3Etiologi dan Faktor Resiko Migren

Etiologi migren yaitu perubahan hormon (65,1%), penurunan konsentrasi

esterogen dan progesteron pada fase luteal siklus menstruasi, makanan (26,9%), vasodilator (histamin seperti pada anggur merah, natriumnitrat), vasokonstriktor (tiramin seperti pada keju, coklat, kafein), zat tambahan pada makanan (MSG), stress (79,7%), rangsangan sensorik seperti sinar yang terang menyilaukan (38,1%) dan bau yang menyengat baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, faktor fisik seperti aktifitas fisik yang berlebihan (aktifitas seksual) dan perubahan pola tidur, perubahan lingkungan (53,2%), alcohol (37,8%), merokok (35,7%).Faktor resiko migren adalah adanya riwayat migren dalam keluarga, wanita, dan usia muda. 3Epidemiologi Migren

Migren terjadi hampir pada 30 juta penduduk Amerika Serikat dan 75% diantaranya adalah wanita. Migren dapat terjadi pada semua usia tetapi biasanya muncul pada usia 10 40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelah usia 50 tahun. Migren tanpa aura lebih sering dibandingkan migren yang disertai aura dengan persentasi 9 : 1.4Klasifikasi Migren

Migren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura, dan migren kronik (transformed ). Migren dengan aura adalah migren dengan satu atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak, paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur angsur lebih dari 4 menit, aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, dan sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit. Migren tanpa aura adalah migren tanpa disertai aura klasik, biasanya bilateral dan terkena pada periorbital. Migren kronik adalah migren episodik yang tampilan klinisnya dapat berubah berbulan- bulan sampai bertahun- tahun dan berkembang menjadi sindrom nyeri kepala kronik dengan nyeri setiap hari.4Patofisiologi Migren

Terdapat berbagai teori yang menjelaskan terjadinya migren. Teori vaskular, adanya gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh darah otak berkonstriksi sehingga terjadi hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks visual dan menyebar ke depan. Penyebaran frontal berlanjut dan menyebabkan fase nyeri kepala dimulai.

Teori cortical spread depression, dimana pada orang migrain nilai ambang saraf menurun sehingga mudah terjadi eksitasi neuron lalu berlaku short-lasting wave depolarization oleh pottasium-liberating depression (penurunan pelepasan kalium) sehingga menyebabkan terjadinya periode depresi neuron yang memanjang. Selanjutnya, akan terjadi penyebaran depresi yang akan menekan aktivitas neuron ketika melewati korteks serebri. Teori Neovaskular (trigeminovascular), adanya vasodilatasi akibat aktivitas NOS dan produksi NO akan merangsang ujung saraf trigeminus pada pembuluh darah sehingga melepaskan CGRP (calcitonin gene related). CGRP akan berikatan pada reseptornya di sel mast meningens dan akan merangsang pengeluaran mediator inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi neuron. CGRP juga bekerja pada arteri serebral dan otot polos yang akan mengakibatkan peningkatan aliran darah. Selain itu, CGRP akan bekerja pada post junctional site second order neuron yang bertindak sebagai transmisi impuls nyeri.4Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan lokus sereleus sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selain itu, sistem ini juga mengaktifkan nukleus dorsal rafe sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin. Peningkatan kadar epinefrin dan serotonin akan menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah lalu terjadi penurunan aliran darah di otak. Penurunan aliran darah diotak akan merangsang serabut saraf trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka dapat terjadi aura. Apabila terjadi penurunan kadar serotonin maka akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial yang akan menyebabkan nyeri kepala pada migrain.4Diagnosa MigrenAnamnesa riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda-tanda khas migren. Kriteria diagnostik IHS untuk migren dengan aura mensyaratkan bahwa harus terdapat paling tidak tiga dari empat karakteristik berikut, yaitu migren dengan satu atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak, paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur-angsur lebih dari 4 menit, aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit.5Kriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan bahwa harus terdapat paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang memenuhi kriteria berikut :

a. Berlangsung 4 72 jam

b. Paling sedikit memenuhi dua dari:

1. unilateral

2. Sensasi berdenyut

3. Intensitas sedang berat

4. Diperburuk oleh aktifitas

5. Bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.

Sedangkan menurut Konsensus nasional IV, Kelompok studi Nyeri Kepala Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSI) tahun 2013, ktriteria diagnostic migrain tanpa aura :

1. Sekurang-kurangnya nyeri kepal berlangsung 4- 72 jam (belum diobati atau tidak berhasil diobati)

2. Nyeri kepla memiliki sedikitnya dua diantar karakteristik berikut :

1. Lokasi Unilateral

2. Kualitas berdenyut

3. Intensitas nyeri sedang atau berat

4. Keadaan diperberat oleh aktifitas fisik atau diluar kebiasaan aktivitas rutin (seperti berjalan atau naik tangga)

3. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :

1. Nausea atau muntah

2. Fotofobia dan fonofobia

4. Tidak berkaitan dengan penyakit lain10Pemeriksaan Penunjang Migren

Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit lain (jika ada indikasi) adalah pencitraan (CT scan dan MRI) dan punksi lumbal.Diferensial diagnosa Migren

Diferensial diagnosa migren adalah malformasi arteriovenus, aneurismaserebri, glioblastoma, ensefalitis, meningitis, meningioma, sindrom lupuseritematosus, poliarteritis nodosa, dan cluster headache.5Terapi Migren

Tujuan terapi migren adalah membantu penyesuaian psikologis dan fisiologis, mencegah berlanjutnya dilatasi ekstrakranial, menghambat aksi media humoral (misalnya serotonin dan histamin), dan mencegah vasokonstriksi arteri intrakranial untuk memperbaiki aliran darah otak. Terapi tahap akut adalah ergotamin tatrat, secara subkutan atau IM diberikan sebanyak 0,25-0,5 mg. Dosis tidak boleh melewati 1mg/24 jam. Secaraoral atau sublingual dapat diberikan 2 mg segera setelah nyeri timbul. Dosis tidak boleh melewati 10 mg/minggu. Dosis untuk pemberian nasal adalah 0,5 mg (sekali semprot). Dosis tidak boleh melewati 2 mg (4 semprotan). Kontraindikasi adalah sepsis, penyakit pembuluh darah, trombofebilitis, wanita haid, hamil atau sedang menggunakan pil anti hamil. Pada wanita hamil, haid atau sedang menggunakan pil anti hamil berikan pethidin 50 mg IM. Pada penderita penyakit jantung iskemik gunakan pizotifen 3 sampai 5 kali 0,5 mg sehari. Selain ergotamin juga bisa obat obat lain (lihat tabel 6). Terapi profilaksis menggunakan metilgliserid malead, siproheptidin hidroklorida, pizotifen, dan propanolol (lihat tabel 7) Selain menggunakan obat obatan, migren dapat diatasi dengan menghindari faktor penyebab, manajemen lingkungan, memperkirakan siklus menstruasi, yoga, meditasi, dan hipnotis.5Komplikasi Migren

Komplikasi Migren adalah rebound headache,nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.5Pencegahan Migren

Pencegahan migren adalah dengan mencegah kelelahan fisik, tidur cukup, mengatasi hipertensi, menggunakan kacamata hitam untuk menghindari cahaya matahari, mengurangi makanan (seperti keju, coklat, alkohol, dll.), makan teratur, dan menghindari stress.52.7.1.2 Tension Type Headche (TTH)

Tension type headache merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus otot- otot kepala dan tengkuk (M.splenius kapitis, M.temporalis, M.masseter, M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M. levator scapula) 6

Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH)

Tension Type Headache(TTH) adalah stress, depresi, bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.6Epidemiologi Tension Type Headache (TTH)TTH terjadi 78% sepanjang hidup dimana Tension Type Headache episodik terjadi 63% dan Tension Type Headache kronik terjadi 3%.Tension Type Headache episodik lebih banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71% sedangkan pada pria sebanyak 56%. Biasanya mengenai umur 20 40 tahun.7Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)

Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan Tension Type Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak mencapai 15 hari setiap bulan.Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat berlangsung selama 30 menit 7 hari. Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.6Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)

Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur dan hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya TTH sebagai berikut, yaitu: (1) disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan dari pada sistem saraf perifer dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH sedangkan disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada CTTH, (2) disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen tanpa disertai iskemia otot, transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan mensensitasi second order neuron.(3) Pada nukleus trigeminal dan kornu dorsalis (aktivasi molekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif pada jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter pada jaringan miofasial, (4) hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus, dan korteks serebri yang diikuti hipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri (tekanan, elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu, terdapat juga penurunan supraspinal decending paininhibit activity, (5) kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri, (6) terdapat hubungan jalur serotonergik dan monoaminergik pada batang otak dan hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiens ikadar serotonin dan noradrenalin di otak, dan juga abnormal serotonin platelet. penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal danmaseter, (7) faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological motor stress pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan aktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi dan ansietas akan meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasi sentral pada jalur transmisi nyeri, (8) aktifasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis. Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada beberapa teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik (kelelahan) akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah menurun yang akan mengganggu keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi otot yang berlebihan sehingga terjadilah nyeri kepala. (2) stress mengaktifasi saraf simpatis sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi aferen gamma trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptida (substansi P). Neuropeptida ini akan merangsang ganglion trigeminus (pons). (3) stress dapat dibagi menjadi 3tahap yaitu alarm reaction,stage of resistance, dan stage of exhausted.6Alarm reaction dimana stress menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan mengakibatkan kekurangan asupan oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob. Metabolis meanaerob akan mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga merangsang pengeluaran bradikinin dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi jaras nyeri.

Stage of resistance, dimana sumber energi yang digunakan berasal dari glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana aldosteron akan menjaga simpanan ion kalium.

Stage of exhausted, dimana sumber energi yang digunakan berasal dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesi K+. Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.6Diagnosa Tension Type Headache (TTH)

Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang-kurangnya dua dari berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan-sedang, (3) lokasi bilateral, (4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia. Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang-berat, tumpul seperti ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit kepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress,insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, danrasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.6Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache (TTH)

Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan

kepala maupun MRI.6Diferensial Diagnosa Tension Type Headache (TTH)

Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal, migren klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit kepala pada arteritis temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.6Terapi Tension Type Headache (TTH)

Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing untuk mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest , massage, dan atau latihan biofeedback. Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia dan atau muclesrelaxants. Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat yang efektif untuk kebanyakan orang. Jika pengobatan simpel analgesia(asetaminofen, aspirin, ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah butalbital dan kafein (dalam bentuk kombinasi seperti Fiorinal) yang akan menambah efektifitas pengobatan.6

Menurut consensus IX PERDOSSI , terapi farmakologis pada TTH 101. Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 minggu1. Analgetik: Aspirin 1000 mg/hari, Acetaminofen 1000 mg/hari, NSAID ( Naproxen 660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari, Tolfenamic 200-400 mg/hari, Asam mefenamat, Fenoprofen, Ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-100 mg/hari) Pemberian analgetik dalam waktu lama dapat menyebabkan iritasi Gastrointestinal, Penyakit ginjal dan hati, serta gangguan fungsi platelet.

2. Kafein (Analgetik Adjuvant) 65 mg

3. Kombinasi 325 aspirin , acetaminophen + 40 mg kafein.

2. Pada type kronis

1. Antidepresan

Jenis trisiklik : amitryptilin , sebagai obat teurapetik maupun

penceggahan TTH.

2. Anti anxietas

Baik pada pengobatan kronis dan preventif terutama pada penderita dengan komorbid anxietas. Golongan yang sering dipakai benzodiazepine dan butalbutal , namun obat ini bersifat adikktif. 10Prognosis dan Komplikasi Tension Type Headache (TTH)

TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak membahayakan. Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH berupa pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa analgesia. TTH biasanya mudah diobati sendiri. Progonis penyakit ini baik, dan dengan penatalaksanaan yang baik maka >90% pasien dapat disembuhkan. Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dan lain-lain yang berlebihan.6Pencegahan Tension Type Headache (TTH)

Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress dengan olahraga teratur, istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching), meditasi, dan biofeedback. Jika penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka dapat dilakukan behavioral therapy. Selain itu, TTH dapat dicegah dengan mengganti bantal atau mengubah posisi tidur dan mengkonsumsi makanan yang sehat.6 2.7.1.3 Cluster Headache

Definisi

Nyeri kepala klaster (cluster headache) merupakan nyeri kepala vaskular yang juga dikenal sebagai nyeri kepala Horton, sfenopalatina neuralgia, nyeri kepala histamine, sindrom Bing, erythrosophalgia, neuralgiamigrenosa, atau migren merah (red migraine) karena pada waktu seranganakan tampak merah pada sisi wajah yang mengalami nyeri.6Epidemiologi

Cluster headache adalah penyakit yang langka. Dibandingkan dengan migren, cluster headache 100 kali lebih lebih jarang ditemui. Di Perancis prevalensinya tidak diketahui dengan pasti, diperkirakan sekitar 1/10.000 penduduk, berdasarkan penelitian yang dilakukan di negara lainnya. Serangan pertama muncul antara usia 10 sampai 30 tahun pada 2/3 total seluruh pasien. Namun kisaran usia 1 sampai 73 tahun pernah dilaporkan. Cluster headache sering didapatkan terutama pada dewasa muda, laki-laki, dengan rasio jenis kelamin laki-laki dan wanita 4:1. Serangan terjadi pada waktu-waktu tertentu, biasanya dini hari menjelang pagi yang akan membangunkan penderita dari tidurnya.6Etiologi cluster headache

Etiologi cluster headache adalah sebagai berikut:6Penekanan pada nervus trigeminal (nervus V) akibat dilatasi pembuluh darah sekitar.

Pembengkakan dinding arteri carotis interna.

Pelepasan histamin

Letupan paroxysmal parasimpatis.

Abnormalitas hipotalamus.

Penurunan kadar oksigen.

Positron emision tomografi (PET) scanning dan Magnetic resonance imaging (MRI) membantu untuk memperjelas penyebab cluster headache yang masih kurang dipahami. Patofisiologi dasar dalam hipotalamus gray matter. Pada beberapa keluarga, suatu gen autosom dominan mungkin terlibat, tipe alel-alel sensitif aktivitas kalsium channel atau nitrit oksida masih belum

teridentifikasi. Vasodilatasi arteri karotis dan arteri oftalmika dan peningkatan sensitivitas terhadap rangsangan vasodilator dapat dipicu oleh refleks parasimpatetik trigeminus. Variasi abnormal denyut jantung dan peningkatan lipolisis nokturnal selama serangan dan selama remisi memperkuat teori abnormalitas fungsi otonom dengan peningkatan fungsi parasimpatis dan penurunan fungsi simpatis. Serangan sering dimulai saat tidur, yang melibatkan gangguan irama sirkadian. Peningkatan insidensi sleep apneu pada pasien- pasien dengan cluster headache menunjukan periode oksigenasi pada jaringan vital berkurang yang dapat memicu suatu serangan.6Patofisiologi

Patofisiologi cluster headache masih belum diketahui dengan jelas akan tetapi teori yang masih banyak dianut sampai saat ini antara lain: Cluster headache, timbul karena vasodilatasi pada salah satu cabang arteri karotis eksterna yang diperantarai oleh histamine intrinsic (Teori Horton). Serangan cluster headache merupakan suatu gangguan kondisi fisiologis otak dan struktur yang berkaitan dengannya, yang ditandai oleh disfungsi hipotalamus yang menyebabkan kelainan kronobiologis dan fungsi otonom. Hal ini menimbulkan defisiensi autoregulasi dari vasomotor dan gangguan respon kemoreseptor pada korpus karotikus terhadap kadar oksigen yang turun. Pada kondisi ini, serangan dapat dipicu oleh kadar oksigen yang terus menurun. Batang otak yang terlibat adalah setinggi pons dan medulla oblongata serta nervus V, VII,IX, dan X. Perubahan pembuluh darah diperantarai oleh beberapa macam neuropeptida (substansi P, dll) terutama pada sinus kavernosus(teoriLee Kudrow)5Diagnosis

Diagnosis nyeri kepala klaster menggunakan kriteria oleh International Headache Society (IHS) adalah sebagai berikut:8,9,10a.Paling sedikit 5 kali serangan dengan kriteria seperti di bawah

b.Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau nyeri temporal selama 15-180 menit bila tidak di tatalaksana.

c.Sakit kepala disertai satu dari kriteria dibawah ini :

1.Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakriimasi

2.Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea

3.Edema kelopak mata ipsilateral

4.Berkeringat pada bagian dahi dan wajah ipsilateral

5.Miosis dan atau ptosis ipsilateral

6.Kesadaran gelisah atau agitasi

d.Serangan mempunyai frekuensi 1 kali hingga 8 kali perhari

e.Tidak berhubungan dengan kelainan yang lain.

Pada tahun 2004 American Headache Society menerbitkan kriteria baru untuk mendiagnosa cluster headache. Untuk memenuhi kriteria diagnosis tersebut, pasien setidaknya harus mengalami sekurang-kurangnya lima serangan nyeri kepala yang terjadi setiap hari selama delapan hari, yang bukandisebabkan oleh gangguan lainnya.

Selain itu, nyeri kepala yang terjadi parahatau sangat parah pada orbita unilateral, supraorbital atau temporal, dan nyeri berlansung antara 18 sampai 150 menit jika tidak diobati, dan disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut ini: injeksi konjungtiva atau lakrimasi ipsilateral, hidung tersumbat atau rinore ipsilateral, edema kelopak mata ipsilateral, wajah dan dahi berkeringat ipsilateral, ptosis atau miosis ipsilateral, atau kesadaran gelisah atau agitasi.

Cluster headache episodik didefinisikan sebagai setidak-tidaknya terdapat dua periode cluster yang berlangsung tujuh sampai 365 hari dan dipisahkan periode remisi bebas nyeri selama satu bulan atau lebih.Sedangkan cluster headache kronis adalah serangan yang kambuh lebih dari satu tahun periode remisi atau dengan periode remisi yang berlangsung kurang dari satu bulan.6Penatalaksanaan Cluster headache

Serangan cluster headache biasanya singkat, dari 30 sampai 180 menit sering memberat secara cepat, sehingga membutuhkan pengobatan awal yang cepat. Berikan oksigen inhalasi dengan kadar 100% sebanyak 10-12 liter/menit.

Triptan: Sumatriptan 20 mg intranasal efektif pada pengobatan akut cluster headache. Dihidroergotamin 1 mg intarmuskular efektif pada pengobatan akut cluster headache. Lidokain: tetes hidung topikal lidokain dapat digunakan untuk mengobati serangan akut cluster headache. Pasien tidur telentang dengan kepala dimiringkan ke belakang ke arah lantai 30 dan beralih ke sisi sakit kepala. Tetes nasal dapat digunakan dan dosisnya 1 mllidokain 4% yang dapat diulang setekah 15 menit.7,10Pencegahan Cluster headache

Pilihan pengobatan pencegahan pada cluster headache ditentukan oleh lamanya serangan, bukan oleh jenis episodik atau kronis. Preventif dianggap jangka pendek, atau jangka panjang, berdasarkan pada seberapa cepat efeknya dan berapa lama dapat digunakan dengan aman. Banyak ahli sekarang ini mengajukan verapamil sebagai pilihan pengobatan lini pertama, walaupun pada beberapa pasien dengan serangan yang singkat hanya perlu kortikosteroid oralatau injeksi nervus oksipital mungkin lebih tepat.

Verapamil lebih efektif dibandingkan dengan placebo dan lebih baik dibandingkan dengan lithium. Praktek klinis jelas mendukung penggunaan dosis verapamil yang relatif lebih tinggi pada cluster headache.

Kortikosteroid dalam bentuk prednison 1 mg/kg sampai 60 mg selama empat hari yang diturunkan bertahap selama tiga minggu diterima sebagai pendekatan pengobatan perventif jangka pendek. Pengobatan ini sering menghentikan periode cluster, dan digunakan tidak lebih dari sekali setahun.

Topiramat digunakan untuk mencegah serangan cluster headache. Dosis biasanya adalah 100-200 mg perhari, dengan efek samping yang sama seperti penggunaannya pada migraine.

Melatonin dapat membantu cluster headache sebagai preventif dan salah satu penelitian terkontrol menunjukan lebih baik dibandingkan placebo. Dosis biasa yang digunakan adalah 9 mg perhari.Obat-obat pencegahan lainnya termasuk gabapentin (sampai 3600 perhari).7

2.7.1.4 Nyeri Kepala Primer Lainnya10

Nyeri kepala primer lainnya dapat dibagi menjai

Primary Stabbing Headache

Merupakan sakit kepala seperti ditusuk-tusuk timbul spontan, sepintas, terlokalisasi, tanpa didasari penyakit organic atau gangguan saraf otak. Terapi pencegahan menggunakan indometasin 25-150 mg secara teratur, dan bila intoleran terhadap indometasin dapat diberikan COX-2 inhibitor, melatonin, gabapentin.

Primary Cough Headache

Merupakan nyeri kepala yang dicetuskan oleh batuk atau mengejan, tanpa dijumpai gangguan intracranial. Terapi pencegahan menggunakan indometasin 25-150 mg/hari, naproxen, propanolol.

Primary Exertional Headache

Merupakan nyeri kepala yang dicetuskan oleh aktifitas fisik. Terapi abortif menggunakan indometasin atau aspirin, pencegahan ergotamine tartat, metisergin atau propanolol yng dapat diminum sebelum aktifitas. Pemanasan sebelum olahraga atau latihan bertahap dan progresif.

Nyeri kepala primer yang berhubungan dengan aktifitas sexual

Merupakan nyeri kepala yang dicetuskan oleh aktifitas sexual yang diawali dengan nyeri tumpu bilateral saat terjadi peningkatan kenikmatan sexual dan mendadak intensitas nyeri meningkat saat orgasme tanpa dijumpai gangguan intracranial, dapat dibagi menjadi dua yaitu :

Nyeri kepala pre orgasmic

Nyeri kepala orgasmic

Terapi dapat diberikan analgesic spesifik (ergotamine, triptan), NSAID diminum sebelum melakukan aktifitas sexual, propanolol dan diltiazem juga sangat baik diberikan karena dapat menurunkan hipertensi yang sering menjadi komorbiditas. Atau nyeri kepala dapat diredakan dengan menghentikan aktifitas sexual sebelum orgasme tercapai atau lebih pasif saat berhubungan sexual.

Hypnic Headache

Merupakan nyeri kepala yang bersifat tumpul dan selalu menyebabkan pasien terbangun dari tidurnya

Terapi dapat diberikan kafein 50-60 mg sebelum tidur, litium karbonat 300-600 mg, alternative lain dapat diberikan indometasin, flunarizin, atenolol, verapamil, prednisone, gabapentin.

Primary thunderclap headache

Merupakan nyeri kepala yang memiliki internsitas nyeri yang sangat hebat, timbul mendadak dan menyerupai rupture aneurisma serebral. Terapi yang dapat diberikan kortikosteroid , hindari vasokonstriktor seperti triptan , ergot, dan kokain. Untuk preventif dapat nimodipin selama 2-3 bulan.

Hemikrania kontinua

Merupakan nyeri kepala unilateral yang selalu persisten dn responsive terhadap indometasin.Nyeri kepala akan hilang jika diberikan indometasin 50-100 mg IM , reda dalam 2 jam. Dosis efektif 25-300 mg.

New daily persistent headache

Merupakan nyeri kepala yang dirasakan sepanjang hari tanpa mereda sejak awal serangan (pada umumnya dalam 3 hari) . Nyerinya khas bersifat bilateral, seperti ditekan atau ketat dengan intensitas nyeri derajat ringan sampai sedang. Dapat dijumpai fotofobia, fonofobia, atau nausea ringan.Terapi dapat diberikan analgetika minimal, dapat pula diberi pencegahan migren kronis , dan blok saraf N.Oksipitalis magnus.

Tabel 2.7.1.4 Karakteristik nyeri kepala11CephalgiaSifatLokasiLama nyeriFrekuensiGejala ikutan

Migren tanpa auraBerdenyutUnilateral/bilateral4-72 jamSporadik, < 5 serangan nyeriMual muntah , fotofobia,fonofobia

Migren dengan auraBerdenyutUnilateral< 60 menitSporadik, 2 serangan didahului gejala neurologi fokal 5-20 menitGangguan visual, gangguan sensorik, gangguan bicara

Tension Tipe HeadacheTumpul, tekan diikatBilateral30 -7 hariTerus menerusDepresi ansietas stress

Cluster HeadacheTajam, menusukUnilateral orbita, supraorbital15-180 menitPeriodik 1 x tiap 2 hari 8x perhariLakrimasi ipsilateral., rhinorrhoea ipsilatral, miosis/ptosis ipsilatral, dahi & wajah berkeringat

Neuralgia trigeminusDitusuk-tusukDermatom saraf V15-60 detikBeberapa kali sehariZona pemicu nyeri

2.7.2 Nyeri Kepala Sekunder

Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang disebabkan oleh penyakit lain, contohnya tumor otak. Menurut ICHD-2 nyeri kepala sekunder yaitu :7

1. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan atau leher

2. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler kranial atau servikal

3. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vascular intracranial

4. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan substansi atau withdrawalnya

5. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi

6. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan homeostasis

7. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler yang berkaitan dengan kelainan cranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur fasial atau kranial lainnya.

8. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatri

9. Neuralgia kranial dan sentral yang menyebabkan nyeri wajah.

10. Nyeri kepala lainnya, neuralgia kranial, nyeri wajah primer atau sentral.

BAB III

KESIMPULAN

Headache atau nyeri kepala merupakan suatu gejala yang ditemukan dalam praktek sehari-hari. Nyeri kepala diklasifikasikan berdasarkan gejala dan onset. Berdasarkan gejala diklasifikasikan menjadi nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder, sedangkan berdasarkan onset dibagi menjadi nyeri kepala akut, subakut, dan kronis. Nyeri kepala primer dikelompokkan dalam empat kelompok besar yaitu Migraine, Tension Type Headache, Cluster Headache dan Chronic Paroxysmal Hemicrania, Other primary headaches. Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang disebabkan karena penyakit lain. Nyeri kepala akut biasanya disebabkan oleh subarachnoid haemorrhage, penyakit penyakit serebrovaskular, meningitis atau encephalitis dan juga ocular disease. Selain itu nyeri kepala ini juga bisa timbul disebabkan kejang, lumbal punksi dank arena hipertensi ensefalopati. Nyeri kepala subakut bisa timbul karena giant cell arteritis, massa intracranial, neuralgia trigeminal, neuralgia glossofaringeal dan hipertensi. Nyeri kepala kronik biasanya disebabkan oleh migraine, ketegangan, atau depresi, namun dapat juga terkait dengan lesi intracranial, cedera kepala, dan spondilosis servikal, penyakit gigi atau mata, disfungsi sendi temporomandibular, hipertensi, sinusitis, trauma, perubahan lokasi (cuaca, tekanan) dan berbagai macam gangguan medis umum lainnya. 6DAFTAR PUSTAKA1. Headache. Available from http://mayoclinic.org/symptoms/headache/basics/definition/sym-20050800. Accessed on 9th December 20142. Silberstain SD, Lipton RB, Dallesio DJ. Overview, Diagnosis and Classification of Headache, In : Silberstein SD, Lipton RB, Dallesio DJ, editors. Wolfs Headache and Other Head Pain. 7th ed. New york : Oxford University Press ; 2001.p.6-26

3. Saper J, MacGregor A. Clinicians Manual of Headache. 2nd ed. Science Press; 1998.

4. Sjahir H. Nyeri Kepala dan Vertigo. Medan: USU Press: 2004

5. Baehr, M dan M. Frostcher. Diagnosis Topik Neurologi Duus : Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. EGC : Jakarta, 2010.

6. ISH Classification ICHD II ( International Classification of Headache Disorders). Available from http://hisclassification.org/_downloads/mixed/ICHD-IIR1final.doc . Accessed on 9th December 2014.

7. Ginsberg, Lionel. Lectures notes Neurologi. Ed. Ke -8. Erlangga : Jakarta, 2008. Stephen D, Silberstein. Wolffs headache and Other Head Ache.London : Oxford University Press.20018. Cephalalgia an international journal of headache, the international classification of headache disorder 2nd edition. International Headache Society 2004, vol 24, sup 1. United Kingdom: Blackwell Publishing 2004.9. Lindsay, Kenneth W,dkk. Headache Neurology and Neurosurgery Illustrated. London: Churchill Livingstone.2004.66-72.

10. Sjahrir Hasan, dkk. Konsensus Nasional IV Diagnostik dan penatalaksanaan Nyeri Kepala 2013. Surabaya : Airlangga University Press.2013.

11. Syarif A. Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta .2007. p.67-69

5