Referat gizi IKM
-
Upload
gusti-adhi-affandi -
Category
Documents
-
view
1.037 -
download
1
Transcript of Referat gizi IKM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan yang ingin dicapai Departemen Kesehatan adalah
terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna
dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya. Dalam
pelaksanaannya masyarakat harus dapat berperan aktif sejak dimulainya perencanaan
kebijakan pembangunan kesehatan. Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan
mendorong masyarakat agar mampu secara mandiri menjamin terpenuhinya
kebutuhan kesehatan dan kesinambungan pelayanan kesehatan. [1]
Berdasarkan perkembangan masalah gizi, pada tahun 2007 diperkirakan
sekitar 5,4 % anak menderita gizi buruk dan 13,0% menderita gizi kurang (berat
badan menurut umur), atau 18,4 % menderita gizi buruk dan kurang. Bila
dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan gizi pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2015 sebesar 20% dan target MDG
untuk Indonesia sebesar 18,5% maka secara nasional target-target tersebut sudah
terlampaui. Sedangkan persentase anak dengan gizi baik mencapai 77,2% dan gizi
lebih mencapai 4,3%. [1]
Secara nasional prevalensi kurus pada balita adalah 13,6%. Menurut UNHCR
prevalensi kurus seharusnya < 5% dan masalah ini sudah dianggap serius bila
prevalensi kurus antara 10,1-15% dan dianggap kritis bila prevalensi kurus sudah
1
diatas 15%. Hal ini berarti masalah kurus merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang serius. Bahkan dari 33 provinsi, 18 provinsi diantaranya masuk dalam kategori
kritis, 12 provinsi pada kategori serius dan hanya 3 provinsi yang tidak termasuk
dalam kategori serius ataupun kritis. Provinsi tersebut yaitu Jawa Barat, DI
Yogyakarta dan Bali. [1]
Selama tahun 2007, kasus gizi buruk di Kalsel tercatat 8,4% kasus (126
kasus), gizi kurang 18,2% gizi baik 70,4% dan gizi lebih 3,0%. Di Banjarmasin,
tercatat 42 kasus. Di Kabupaten Banjar 25 kasus, Tanah Laut 23 kasus, Barito Kuala
dan Hulu Sungai Tengah masing-masing 8 kasus, Hulu Sungai Utara 5 kasus,
Kotabaru 4 kasus, Hulu Sungai Selatan dan Tabalong masing-masing 3 kasus, Tanah
Bumbu 2 kasus, sedangkan Kabupaten Tapin, Balangan, dan Kota Banjarbaru,
masing-masing 1 kasus. [1]
Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2007
menggambarkan bahwa prevalensi gizi buruk dan kurang masih mencapai 26,6%
(rentang 17-35,6%). Sebagian besar kabupaten/kota (11 dari 13) belum mencapai
target nasional perbaikan gizi tahun 2015 dari target Indonesia (18,5%). Dua
Kabupaten/Kota yang telah mencapai target yaitu kabupaten Tanah laut dan Kota
Banjarbaru. Walaupun demikian berdasarkan Profil kesehatan kota Banjarmasin
tahun 2006, jumlah balita yang ditimbang di Provinsi Kalimantan Selatan hanya
sebesar 45,13%, balita yang berat badannya naik 68,4% dan Balita BGM (bawah
garis merah) adalah 4,48%. [1]
2
Dari laporan tahunan Puskesmas Purnasakti Basirih didapatkan angka
penimbangan balita (D/S) di Kelurahan Basirih pada tahun 2009 hanya mencapai
69% (di bawah target nasional 80%). [2]
Keberadaan Posyandu sangatlah penting ditengah-tengah masyarakat yang
merupakan pusat kegiatan masyarakat, dimana masyarakat sebagai pelaksana
sekaligus memperoleh pelayanan kesehatan serta Keluarga Berencana. Disamping itu
wahana ini juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk tukar menukar informasi,
pendapat dan pengalaman serta bermusyawarah untuk memecahkan berbagai
masalah yang dihadapi baik masalah keluarga ataupun masyarakat itu sendiri. [3]
Penimbangan secara rutin dan teratur setiap bulan di Posyandu dapat
mendeteksi lebih awal memburuknya keadaan gizi anak balita tersebut. Anak
dengan gangguan gizi seminggu/sebulan sebelum menjadi malnutrisi maka
pertumbuhannya akan terhenti, sehingga dengan menimbang berat badan anak secara
teratur setiap bulan dan menuliskannya di dalam KMS merupakan langkah penting
untuk deteksi dini gangguan gizi anak.
Keterlibatan masyarakat sangat diharapkan dan sekaligus menentukan di
dalam pembentukan dan pelaksanaan Posyandu. Dengan demikian, peran kader yang
telah dilatih serta tokoh masyarakat setempat sangat menentukan kelangsungan
pelaksanaan posyandu.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat IKM ini adalah menyampaikan alternatif pemecahan
masalah yaitu melalui pengoptimalan peran kader sehingga mampu meningkatkan
3
partisipasi ibu terhadap program penimbangan bulanan bayi dan balitanya sebagai
upaya deteksi dini keadaan gizi bayi hingga balitanya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pertumbuhan
Kata pertumbuhan sering dikaitkan dengan kata perkembangan sehingga
timbul istilah tumbuh-kembang. Kata pertumbuhan dan perkembangan sering
digunakan secara bergantian atau bersamaan. Namun secara singkat dapat
dijelaskan bahwa pertumbuhan dapat diartikan sebagai bertambahnya ukuran fisik
dari waktu ke waktu. Sedangkan perkembangan diartikan sebagai bertambahnya
fungsi tubuh yaitu pendengaran, penglihatan, kecerdasan dan tanggung jawab.[4]
Apabila pertumbuhan itu tidak berjalan sebagaimana mestinya maka hal
tersebut disebut dengan gangguan pertumbuhan yang diartikan sebagai
ketidakmampuan untuk mencapai tinggi badan tertentu sesuai umurnya.
Gangguan pertumbuhan ini merupakan akibat dari gangguan yang terjadi pada
masa balita, bahkan pada masa sebelumnya.[5]
Pertumbuhan seorang anak bukan hanya gambaran perubahan berat badan
(BB), tinggi badan (TB) atau ukuran tubuh lainnya, tetapi lebih dari itu
memberikan gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat
gizi seorang anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Seorang anak dikatakan
gizi seimbang/baik jika anak mendapatkan zat gizi yang sesuai dengan
kebutuhannya, bila jumlah asupan zat gizi kurang dari yang dibutuhkan disebut
5
gizi kurang, sedangkan bila jumlah asupan zat gizi melebihi dari yang dibutuhkan
disebut gizi lebih.[4,6]
Seorang anak dikatakan tumbuh dengan baik, artinya anak mendapatkan
zat gizi yang cukup, jika seorang anak tidak dapat tumbuh dengan baik, pasti ada
sebabnya. Penyakit infeksi akut maupun kronis selain faktor makanan dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan anak.[7,8]
2.2 Pertumbuhan dan Gizi Seimbang
Tahap pertumbuhan anak pada tahun pertama sangat cepat, kemudian akan
berkurang secara berangsur-angsur sampai umur 3-4 tahun. Pertumbuhan akan
berjalan lamban dan teratur sampai masa akil balik, pada masa akil balik usia 12-
16 tahun pertumbuhannya akan kembali cepat. Pertumbuhan akan kembali
melambat secara berangsur-angsur sampai usia kira-kira 18 tahun akan berhenti.
[8]
Bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan, maka disebut
gizi seimbang atau gizi baik. Bila jumlah asupan zat gizi kurang dari yang
dibutuhkan disebut gizi kurang, sedangkan bila jumlah asupan zat gizi melebihi
dari yang dibutuhkan disebut gizi lebih. Dalam keadaan gizi yang baik dan sehat
atau bebas dari penyakit, pertumbuhan seorang anak akan normal, sebaliknya bila
dalam keadaan gizi tidak seimbang, pertumbuhan seorang anak akan terganggu,
misalnya anak tersebut akan kurus, atau pendek.[5]
Gangguan pertumbuhan dapat terjadi dalam waktu singkat dan dapat
terjadi pula dalam waktu yang cukup lama. Penyebab gangguan pertumbuhan ada
6
bermacam-macam, baik akibat penyakit tertentu, kelainan sejak lahir, faktor
bawaan, pola makan yang salah, dan lain sebagainya. Gangguan pertumbuhan
dalam waktu singkat sering terjadi pada perubahan berat badan sebagai akibat
menurunnya nafsu makan, sakit seperti diare dan infeksi saluran pernapasan, atau
karena kurang cukupnya makanan yang dikonsumsi. Sedangkan gangguan
pertumbuhan yang berlangsung dalam waktu yang lama dapat dilihat pada
hambatan pertambahan tinggi badan.[5]
Pada anak normal pertumbuhan dan perkembangan ditandai dengan
kesehatan yang baik dan gizi seimbang/baik. Salah satu cara terbaik untuk
mengukur kesehatan seorang anak adalah dengan mengukur pertumbuhannya, dan
salah satu cara termudah untuk mengukur pertumbuhan adalah dengan
menimbang berat badan anak secara teratur dan membandingkannya dengan berat
badan standar sesuai umur. Berat badan merupakan salah satu ukuran yang paling
banyak digunakan yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan
tubuh. Berat badan sangat mudah dipengaruhi oleh keadaan mendadak, seperti
terserang infeksi atau diare, konsumsi makanan yang menurun. Sebagai indikator
status gizi, barat badan dalam bentuk indeks berat menurut umur (BB/U) dan berat
menurut tinggi badan (BB/TB) memberikan gambaran keadaan kini.[9]
2.3 Kelompok Rawan Gizi
Yang dimaksud dengan kelompok rawan gizi adalah kelompok masyarakat
yang paling mudah menderita kelainan gizi, bila suatu masyarakat terkena
kekurangan penyediaan bahan makanan. Adapun yang termasuk ke dalam
kelompok rawan gizi ialah : [10]
7
Bayi umur 0 – 1 tahun
Kelompok balita, 1 - 5 tahun
Kelompok anak sekolah 6 – 13 tahun
1) Kelompok bayi
Kebutuhan bayi akan zat-zat gizi adalah yang paling tinggi, bila
dinyatakan dalam satuan berat badan, karena bayi sedang adalam periode
pertumbuhan yang sangat pesat. Bayi sehat yang dilahirkan dengan berat badan
cukup sekitar 2,5 – 3,5 kg, maka berat badannya akan naik 300-500 gram per
bulannya.
Makanan bayi yang alamiah adalah ASI yang dianjurkan diberikan kepada
bayi sampai sekitar 2 tahun. Pada umur 2 tahun ASI dihentikan dan makanan anak
diganti dengan jenis makanan orang dewasa yang dikonsumsi oleh keluarga
umumnya. Penggantian ASI dengan makanan untuk orang dewasa (menyapih)
sebaiknya dilakukan secara berangsur-angsur agar anak dan alat pencernaannya
mengadakan penyesuaian sedikit demi sedikit.
2) Kelompok Balita
Anak balita juga merupakan kelompok yang menunjukkan
pertumbuhan yang pesat, namun anak balita justru merupakan kelompok umur
yang paling sering menderita kekurangan gizi. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan mengenai hal tersebut, dimana anak balita masih dalam periode
transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa, jadi masih memerlukan
adaptasi.
3) Kelompok Anak Sekolah
8
Kelompok anak sekolah pada umumnya mempunyai kondiisi gizi yang
lebih baik dari kelompok balita, walaupun demikian masih terdapat berbagai
kondisi gizi anak sekolah yang tidak memuaskan, misalnya berat badan yang
kurang. Keluhan yang banyak disuarakan oleh kaum ibi mengenai kelompok umur
ini yaitu bahwa mereka kurang nafsu makan, sehingga sulit sekali disuruh makan
yang cukup dan teratur.
2.4 Gizi Kurang dan Dampaknya
Proses metabolik anak relatif lebih aktif dibandingkan dengan orang
dewasa. Anak membutuhkan lebih banyak makanan untuk tiap kilogram berat
badan karena sebagian dari makanan tersebut harus digunakan untuk
pertumbuhan. Keperluan ini dapat dipenuhi dengan pemberian makanan yang
mengandung cukup kalori, selain kalori dalam makanan harus cukup tersedia
protein, karbohidrat, mineral, air, vitamin dan beberapa asam lemak dalam jumlah
tertentu. Apabila jumlah minimal keperluan tersebut tidak dapat dipenuhi dalam
waktu lama akan timbul gejala gizi kurang.[8,11]
Gizi kurang dan gizi buruk berdampak serius terhadap kualitas generasi
mendatang. Anak yang mengalami gizi kurang akan mengalami gangguan
pertumbuhan fisik dan perkembangan mental. Beberapa dampak-gizi kurang pada
balita antara lain : [5]
(1). Pertumbuhan fisik terhambat, anak akan mempunyai tinggi badan lebih
pendek.
9
(2). Perkembangan mental dan kecerdasan terhambat, anak akan mempunyai IQ
lebih rendah. Setiap anak yang berstatus gizi buruk mempunyai resiko kehilangan
IQ 10-13 poin.
(3). Daya tahan tubuh anak menurun sehingga mudah terserang penyakit infeksi,
yang semakin memperburuk keadaan gizi.
2.5 Penyebab Masalah Gizi
Ada beberapa hal yang dapat menimbulkan masalah gizi yang selanjutnya
dapat menurunkan status gizi, salah satunya adalah kurangnya peran aktif ibu
dalam pendeteksian dini gizi kurang. Penurunan status gizi ini dapat terjadi pada
kelompok rawan gizi.[12]
Untuk mempertahankan status gizi yang baik perlu intervensi gizi melalui
pemberian makanan tambahan (PMT) khususnya kepada keluarga miskin dan
kelompok yang rentan gizi.[8,12]
10
Bagan 1. Diagram Penyebab Masalah Gizi
Secara langsung keadaan gizi dipengaruhi oleh ketidakcukupan asupan
makanan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh
ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, ketersediaan pelayanan kesehatan,
pola asuh yang tidak memadai. [5]
11
Beberapa penelitian tentang penyebab masalah gizi di Indonesia adalah
sebagai berikut : [5,11,13]
1. Pola pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Masih rendahnya bayi yang mendapat ASI ekslusif sampai usia 4 bulan.
Berdasarkan SDKI 1995 sekitar 54% ibu yang memberikan ASI secara
ekslusif , dan hasil data dasar ASUH antara 7-13% (2002), beberapa alasan
sehingga tidak semua ibu memberikan ASI pada bayinya adalah jumlah ASI
kurang memadai sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan bayi, tidak
selamanya ibu bersama-sama dengan bayi, pada umumnya faktor pekerjaan,
faktor kesehatan ibu yang kurang memadai, misalnya ibu menderita suatu
penyakit yang dikhwatirkan dapat menular kepad bayinya kemudian alasan
estetika, seorang ibu akan lebih mementingkan keindahan tubuhnya daripada
kesehatan anaknya.
Setelah bayi lahir, tidak semua ibu memberikan ASI . Hanya sepertiga ibu
yang memberikan ASI pada hari pertama setelah melahirkan. ASI yang
pertama keluar mengandung kolostrum yang penting bagi pertahanan tubuh
dan perkembangan bayi selanjutnya.
Bayi sudah diperkenalkan dengan makanan lain selain ASI pada minggu
pertama setelah kelahiran. Terdapat 26-49% ibu dan 13-33% bidan
memeperkenalkan makanan lain selain ASI pada minggu pertama setelah
kelahiran.
2. Interaksi ibu dan anak
12
Interaksi ibu dan anak berdampak positif dengan keadaan gizi anak.
Anak yang mendapat perhatian lebih secara fisik maupun emosional, maka
keadaan gizinya lebih baik dibandingkan teman sebayanya yang kurang
mendapat perhatian dari orang tua.
3. Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan
Pemantauan pertumbuhan yang diikuti dengan tindak lanjut berupa
konseling, terutama oleh petugas kesehatan berpengaruh terhadap status
pertumbuhan anak. Data dasar ASUH 2002, menunjukkan bahwa :
Balita yang pernah ditimbang sebanyak 60,1%-85,9% dan 30,9-58,8%
diantaranya yang ditimbang secara teratur setiap bulannya.
Suplementasi kapsul vitamin A diberikan kepada 50,4%-%9% bayi
Kunjungan neonatal sekitar 21,5%-62,2% dan 31,3%-3,57% bayi yang
mendapat imunisasi campak
4. Kesehatan lingkungan
Selain ketidakseimbangan asupan makanan penyakit infeksi juga
mempengaruhi gizi. Kesehatan lingkungan yang baik artinya tersedianya sarana
air bersih dan perilaku hidup bersih dan sehat, akan mengurangi resiko kejadian
penyakit infeksi.
5. Ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga
Status gizi dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di tingkat rumah
keluarga dan jika tidak cukup dapat dipastikan konsumsi setiap anggota keluarga
tidak dapat dipenuhi.
13
2.6 Kurang Energi Protein dan Klasifikasinya
Untuk penentuan dan pengklasifikasian status gizi di tingkat puskesmas,
dilakukan dengan metode antropometri, yaitu dengan menimbang BB anak yang
kemudian dibandingkan dengan umur dan menggunakan KMS dan Tabel BB/U
Median WHO-NCHS.
KEP (Kurang Energi Protein) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak
memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Adapun Klasifikasi KEP adalah sebagai
berikut : [14]
1. KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita
warna kuning
2. KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di Bawah
Garis Merah (BGM).
3. KEP berat / gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U <60% baku median WHO-
NCHS.
Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP berat / gizi buruk dan KEP sedang,
sehingga untuk menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan Tabel BB/U Baku
Median WHO-NCHS. [14]
Pada KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya berupa
anak tampak kurus. Sedangkan pada KEP berat/gizi buruk, gejala klinisnya secara
garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmik-
kwashiorkor. Selain itu, tanpa mengukur/melihat BB bila disertai edema yang bukan
karena penyakit lain adalah KEP berat/Gizi buruk tipe kwashiorkor. [14,15]
14
a. Kwashiorkor
- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum
pedis)
- Wajah membulat dan sembab
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa
rasa sakit, rontok
- Pandangan mata sayu
- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau
duduk
- Pembesaran hati
- Perubahan status mental, apatis, dan rewel
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- Sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut, anemia, diare.
b. Marasmus:
- Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy
pant/pakai celana longgar)
- Perut cekung
- Cengeng, rewel
- Iga gambang
15
- Sering disertai penyakit infeksi yang umumnya kronis berulang, diare kronik
atau konstipasi/susah buang air
c. Marasmik-Kwashiorkor:
Merupakan gabungan dari beberapa gejala klinik Kwashiorkor dan
Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang
tidak mencolok.
2.7 Penemuan kasus
Penemuan kasus balita KEP dapat dimulai dari : [4]
1. Posyandu/Pusat Pemulihan Gizi
Pada penimbangan bulanan di posyandu dapat diketahui apakah anak balita
berada pada daerah pita warna hijau, kuning, atau dibawah garis merah (BGM).
Bila hasil penimbangan BB balita dibandingkan dengan umur di KMS terletak
pada pita kuning, dapat dilakukan perawatan di rumah , tetapi bila anak
dikategorikan dalam KEP sedang-berat/BGM, harus segera dirujuk ke
Puskesmas.
2. Puskesmas
Apabila ditemukan BB anak pada KMS berada di bawah garis merah (BGM)
segera lakukan penimbangan ulang dan kaji secara teliti. Bila KEP Berat/Gizi
buruk (BB < 60% Standard WHO-NCHS) lakukan pemeriksaan klinis dan bila
tanpa penyakit penyerta dapat dilakukan rawat inap di puskesmas. Bila KEP
berat/Gizi buruk dengan penyakit penyerta harus dirujuk ke rumah sakit umum.
16
2.8 Upaya Mengatasi Masalah Gizi
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah gizi.
Tiga diantaranya yang dapat dilakukan di tingkat puskesmas adalah pendeteksian
dini dengan menggunakan KMS, pemberian MP-ASI, dan peningkatan peran kader
posyandu untuk meningkatkan partisipasi masyarakat.
A. Kartu Menuju Sehat
Kartu Menuju sehat adalah alat sederhana yang dapat digunakan untuk
memantau kesehatan dan pertumbuhan anak.[16]
Pertumbuhan merupakan parameter kesehatan gizi yang cukup peka untuk
dipergunakan dalam menilai kesehatan anak, terutama anak bayi dan balita.
Dalam upaya memonitor kesehatan gizi anak ini dipergunakan Kartu Menuju
Sehat (KMS).[10]
Pada dasarnya kartu ini memperlihatkan grafik berat badan anak menurut
masing-masing umur, ada bermacam-macam jenis kartu pertumbuhan tapi dengan
kartu ini para ibu dapat memantau tumbuh kembang anak, agar tidak terjadi
kesalahan atau ketidakseimbangan pemberian makan anak, selain itu kartu ini juga
berisi catatan tentang imunisasi dan pemberian vitamin A.[6,14]
B. Pemberian Makanan Tambahan dan Cara Penyiapannya
17
Setiap ibu perlu mengetahui bahwa bayi sejak umur 6 bulan sudah
memerlukan MP-ASI. Untuk umur 6-11 bulan perlu mendapat MP-ASI blended food
sebanyak 100gr/hari, anak umur 12-24 bulan 125 gr/hari dan anak diatas 24 bulan
150 gr/hari. Makanan dapat di bagi 3-4 kali sehari.[6,12]
a. Umur 6-11 bulan
Pada bayi umur 6-11 bulan selain makanan utamanya adalah ASI juga mulai
diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) karena kebutuhan makanan bayi
sudah mulai meningkat untuk pertumbuhannya.
Makanan pendamping ASI dapat diberikan berupa :
Makanan lembek atau lunak misalnya ; bubur yang dapat dibuat dari bahan
makanan setempat seperti tepung beras/gandum dan sebagainya.
Makanan lembek atau lunak dapat pula dari blended food (bahan makanan
campuran buatan industri/pabrik).
Nasi tim/makanan lunak yang dibuat dari beras dan campuran berbagai bahan
makanan setempat (sayuran, ikan atau penggantinya, kacang-kacangan).
Lama pemberian makanan diberikan setiap hari berturut-turut selama 180 hari.
b. Umur 12-23 bulan dan umur 24-59 bulan
Bentuk makanan dapat berupa kudapan (jajanan) yang dibuat dari bahan makanan
setempat, dan bahan makanan setempat ini bisa dibawa pulang. Lama pemberiannya
untuk anak umur 12-23 bulan, diberikan setiap hari berturut-turut selama 90 hari,
untuk anak umur 24-59 bulan diberikan seminggu sekali bersamaan dengan hari
dibukanya Posyandu.
18
Adapun cara penyiapan MP-ASI yaitu, apabila MP-ASI yang diterima harus dimasak
terkebih dahulu, cara penyajiannya sebagai berikut : [6]
Cuci tangan terlebih dahulu dengan sabun
Persiapkan alat-alat bersih
Masukkan MP-ASI ke dalam panci dan tambahkan air matang dengan
perbandingan 1 : 4, contoh untuk bayi 6-11 bulan setiap 30 gr MP-ASI atau
kurang lebih 3 sendok makan dicampur dengan 120 ml air matang (kurang lebih
½ gelas ).
Aduk hingga rata dan dimasak sampai matang (5 menit)
Setiap hidangan untuk satu kali makan
Hangat-hangat kuku, berikan segera pada bayi.
Kemudian apabila MP-ASI yang diterima adalah MP-ASI yang siap saji (instan),
cara penyiapannya sebagai berikut :
Cuci tangan terlebih dahulu dengan sabun
Persiapkan alat-alat bersih
Tuangkan air panas (kurang lebih 100 ml) yang matang dalam mangkuk bersih,
lalu campurkan kurang lebih 25-30 gr MP-ASI atau kurang lebih 3 sendok makan
(untuk bayi 6-11 bulan)
Aduk sampai rata
Setiap hidangan untuk satu kali makan
Hangat-hangat kuku, berikan segera pada bayi.
C. Peningkatan Peran Kader Posyandu untuk Meningkatkan Partisipasi
Masyarakat dalam Penimbangan Bayi dan Balita
19
Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan
kesehatan masyarakat dari Keluarga Berencana dari masyarakat, oleh masyarakat dan
untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas
kesehatan dan keluarga berencana yang mempunyai nilai strategis untuk
pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Yang dimaksud dengan nilai
strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini yaitu dalam
peningkatan mutu manusia masa yang akan datang dan akibat dari proses
pertumbuhan dan perkembangan manusia ada 3 intervensi yaitu : Pembinaan
kelangsungan hidup anak (Child Survival), pembinaan perkembangan anak (Child
Development) dan pembinaan kemampuan kerja (Employment). [3]
Memperhatikan kenyataan yang terjadi di masyarakat saat ini, bahwa
Posyandu telah menjadi bagian yang penting dalam pembangunan kesehatan
masyarakat pedesaan di Indonesia. Oleh sebab itu dalam kegiatan posyandu yang
dilakukan 1 bulan sekali tersebut harus ada setidaknya 2 petugas Pusksemas untuk
memberikan pelayanan teknis dan bimbingan atau pembinaan. [1]
Agar manfaat Posyandu semakin besar di perlukan adanya interaksi yang baik
antara Puskesmas, kader Posyandu dan masyarakat sendiri sebagai pelaksana dan
sekaligus target kerja. Petugas kesehatan tidak bisa berbuat banyak jika kader tidak
menyelenggarakan kegiatan Posyandu yang telah dijadwalkan. Usaha kader juga
akan sia-sia jika warga tidak ada yang datang, selanjutnya peran serta ibu yang tidak
aktif juga akan berdampak langsung terhadap kesehatan ibu dan anak karena
kurangnya pemantauan petugas. [1]
20
Peningkatan peran kader dan partisipasi masyarakat dalam penimbangan bayi
dan balita dengan upaya meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan motivasi pada
ibu bayi balita dapat dilakukan melalui pelatihan ulang, pembinaan, dan
pendampingan kader, penyediaan sarana dan prasarana, termasuk penyediaan biaya
operasional juga diperlukan agar kader dapat menjalankan fungsinya secara optimal.
Serta peningkatan kuantitas dan kualitas penyuluhan melalui kerja sama lintas
program dan lintas sektor, baik secara langsung maupun melalui media massa secara
kontinyu. [2,17]
BAB III
KESIMPULAN
21
Pemantauan pertumbuhan dengan melakukan penimbangan bulanan
menggunakan KMS serta pemberian MP-ASI merupakan suatu cara sederhana
namun mempunyai arti penting untuk mengetahui secara dini dan mencegah
terjadinya gangguan pertumbuhan dalam rangka mempertajam upaya perbaikan gizi
masyarakat. Hal ini juga perlu didukung oleh adanya interaksi yang baik antara
Puskesmas, kader Posyandu dan masyarakat.
22