referat ggn penghidu

download referat ggn penghidu

of 17

Transcript of referat ggn penghidu

  • 8/12/2019 referat ggn penghidu

    1/17

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar belakangFungsi penghidu dan pengecapan yang normal sangat berperan dalam nutrisi dan penting

    untuk mempertahankan gaya hidup yang sehat. Gangguan penciuman umumnya sukar

    didiagnosa dan sukar untuk diobati biasanya karena kurangnya pengetahuan pada individu.

    Gangguan penciuman bisa sekunder akibat proses perjalanan penyakit atau bisa juga sebagai

    keluhan primer .Daya menghidu yang hilang atau berkurang terjadi pada kira-kira 1% dari

    mereka yang berusia di bawah 60 tahun dan lebih dari 50 % pada mereka yang berusia lebih dari

    60 tahun.

    (1,2)

    Indera penghidu yang merupakan fungsi nervus olfaktorius (N.I), sangat erat

    hubungannya dengan indera pengecap yang dilakukan oleh saraf trigeminus (N.V), karena

    seringkali kedua sensoris ini bekerja bersama-sama, sehingga gangguan pada salah satu indera

    tersebut biasanya turut mengganggu fungsi indera yang satu lagi. Reseptor organ penghidu

    terdapat di regio olfaktorius dihidung bagian sepertiga atas. Serabut saraf olfaktorius berjalan

    melalui lubang-lubang pada lamina kribrosa os etmoid menuju bulbus olfaktorius didasar fossa

    kranii anterior.(3)

    Partikel bau dapat mencapai reseptor penghidu bila menarik napas dengan kuat atau

    partikel tersebut larut dalam lendir yang terdapat di daerah olfaktorius. Disebut hiposmia bila

    daya menghidu berkurang, anosmia bila daya menghidu hilang, parosmia bila sensasi penghidu

    berubah dan kakosmia bila ada halusinasi bau.(3,4,5,6)

    B. Tujuan penulisanMengetahui anatomi hidung, fisiologi penciuman, etiologi, diagnosis, penatalaksanaan,

    dan prognosis gangguan penghidu.

  • 8/12/2019 referat ggn penghidu

    2/17

    2

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Anatomi hidungHidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah adalah

    pangkal hidung (bridge), dorsum nasi, puncak hidung, ala nasi, kolumela dan lubang hidung

    (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh

    kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan

    lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os nasalis), prosesus frontalis os

    maksila danprosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa

    pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu sepasang kartilago nasalis

    lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai

    kartilago ala mayor, beberapa pasang kartilago ala minor dan tepi anterior kartilago

    septum.(3,7,8)

    Gambar 1 :Anatomi hidung luar

    Rongga hidung berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum

    nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum

    nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana)

    yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.(3,7,8)

    Di antara konka-konka dan dinding lateralhidung terdapat rongga sempit yang disebut

    meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan

    superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding

    lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis.(3,7,8)

    http://1.bp.blogspot.com/-GvJmnMbdRLg/TySINZYBbsI/AAAAAAAADf0/eNbZmZ_S-r0/s1600/New+Picture.png
  • 8/12/2019 referat ggn penghidu

    3/17

    3

    Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os rnaksila dan os

    palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis,

    yang memisahkan rongga tengkorak dan rongga hidung.(3,7)

    Gambar 2: Kavum nasi

    1. Persarafan hidung (2,3,5,6,7,8,9)Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis

    anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dan n.oftalmikus (N.V-I).

    Nervus olfaktorius turun melalui lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan

    kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertigaatas hidung.

    Gambar 3: Nervus olfaktorius

    http://4.bp.blogspot.com/-SDDm3n0eOMY/TySIcPReSFI/AAAAAAAADf8/xNK9OeEZ558/s1600/New+Picture+(1).pnghttp://4.bp.blogspot.com/-SDDm3n0eOMY/TySIcPReSFI/AAAAAAAADf8/xNK9OeEZ558/s1600/New+Picture+(1).png
  • 8/12/2019 referat ggn penghidu

    4/17

    4

    2. Mukosa hidung (3,7,8)Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas

    mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius). Mukosa

    pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel

    toraks berlapis semu (pseudostratitied columnar epitelium) yang mempunyai silia dan di

    antaranya terdapat sel-sel goblet.

    Gambar 4 : Mukosa hidung

    Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada ataprongga hidung, konka superiordan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai

    daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat.

    Mukosa olfaktorius terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga

    bagian atas septum. Mukosa ini dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia

    (pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel

    yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna

    coklat kekuningan. Di antara sel-sel reseptor (neuron) terdapat banyak kelenjar Bowman

    penghasil mukus (air, mukopolisakarida, enzim, antibodi, garam-garam dan protein pengikat

    bau). Sejumlah besar kelenjar Bowman terdapat dalam lamina propriapada region olfaktorius.

    Sel-sel reseptor bau merupakan satu-satunya sistem saraf pusat yang dapat berganti secara

    regular (4-8 minggu).

    http://1.bp.blogspot.com/-iUAhe7eoYIY/TySJ_nAmPcI/AAAAAAAADgQ/Tcn0UaHE6GA/s1600/New+Picture+(4).png
  • 8/12/2019 referat ggn penghidu

    5/17

    5

    Gambar 5: Mukosa penghidu

    Sistem olfaktorius terdiri dari mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila

    olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini merupakan saraf sensorik

    murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan menembus area

    kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus

    olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi

    yang sama. Neuroepitel olfaktorius terletak di bagian atas rongga hidung di dekat cribiform

    plate, septum nasi superior dan dinding nasal superolateral. Struktur ini merupakan neuro

    epitelium pseudostratifiedkhusus yang didalamnya terdapat reseptor olfaktorius utama.(3,5,6,7,9)

    Variasi menghidu pada individu mencirikan struktur region penghidu, perbedaan ini

    berhubungan dengan ketebalan mukosa (biasanya sekitar 60 mikron), ukuran sel dan vesikel

    olfaktorius. Epitelium olfaktorius terdiri atas tiga lapisan sel yaitu saraf bipolar olfaktorius, sel

    sustentakular penyokong yang besar jumlahnya dan sejumlah sel basal. Sel-sel olfaktoriusmerupakan suatu neuron bipolar. Ujung distal sel ini merupakan suatu dendrit yang telah

    mengalami modifikasi yang menonjol di atas permukaan epitel membentuk vesikel olfaktorius.

    Silia berdiri di atas tonjolan mukosa yang dinamakan vesikel olfaktorius dan masuk ke dalam

    lapisan sel-sel reseptor olfaktoria. Pada permukaan vesikel terdapat 10 sampai 15 silia nonmotil.

    Ujung proksimal sel membentuk akson, di mana akson ini bergabung dengan akson lainnya

    membentuk neuron olfaktorius.(3,5,6,7,8,9)

    Neuron olfaktorius mempunyai akson yang tidak bermielin, akson dari sensosel

    dikumpulkan menjadi satu dalam bentuk serat saraf yang melalui lamina kribrosa ke dalam

    bulbus olfaktorius. Bulbus olfaktorius terletak di basal lobus frontalis. Bulbus olfaktorius terdiri

    atas beberapa lapisan (dari luar ke dalam bulbus), yaitu lapisan gromerular, lapisan pleksiformis

    eksternalis, lapisan sel mitral, lapisan pleksiformis internal dan lapisan sel granula. Di dalam

    bulbus olfaktorius terjadi sinaps dengan dendrit neuron kedua. Akson-akson neuron kedua

    http://3.bp.blogspot.com/-xqRWouFa1dQ/TySKOWqWXjI/AAAAAAAADgY/Gkc7mrSdAzU/s1600/New+Picture+(5).png
  • 8/12/2019 referat ggn penghidu

    6/17

    6

    membentuk traktus olfaktorius, yang berjalan ke otak untuk berhubungan dengan sejumlah

    nuklei, fasikuli dan traktus lainnya.(3,5,6,7,8,9)

    Gambar 6: Area olfaktorius

    B. Fisiologi penciumanSensasi penghidu diperantarai oleh stimulasi sel reseptor olfaktorius oleh zat - zat kimia

    yang mudah menguap. Untuk dapat menstimulasi reseptor olfaktorius, molekul yang terdapat

    dalam udara harus mengalir melalui rongga hidung dengan arus udara yang cukup turbulen dan

    bersentuhan dengan reseptor. Faktor-faktor yang menentukan efektivitas stimulasi bau meliputi

    durasi, volume dan kecepatan menghirup. Tiap sel reseptor olfaktorius merupakan neuron

    bipolar sensorik utama.(5,7,8)

    Dalam rongga hidung rata-rata terdapat lebih dari 100 juta reseptor. Neuron olfaktorius

    bersifat unik karena secara terus menerus dihasilkan oleh sel-sel basal yang terletak dibawahnya.

    Sel-sel reseptor baru dihasilkan kurang lebih setiap 30-60 hari.(5,6)

    Pada inspirasi dalam, molekul udara lebih banyak menyentuh mukosa olfaktorius

    sehingga sensasi bau bisa tercium. Terdapat beberapa syarat zat-zat yang dapat menyebabkan

    perangsangan penghidu yaitu zat-zat harus mudah menguap supaya mudah masuk ke dalam

    kavum nasi, zat-zat harus sedikit larut dalam air supaya mudah melalui mukus dan zat-zat harus

    mudah larut dalam lemak karena sel-sel rambut olfaktoria dan ujung luar sel-sel olfaktoria terdiri

    dari zat lemak.(7,8)

    http://1.bp.blogspot.com/-I9_FKORa8sg/TySKu91TKaI/AAAAAAAADgo/lhY1jZf7VVM/s1600/New+Picture+(6).png
  • 8/12/2019 referat ggn penghidu

    7/17

  • 8/12/2019 referat ggn penghidu

    8/17

    8

    Transmisi Sensasi Bau

    C. Gangguan Penghidu

    Macam-macam kelainan penghidu :

    hiposmia bila daya penghidu berkurang; anosmia bila daya penghidu hilang; parosmia bila sensasi penghidu berubah; dan kakosmia bila ada halusinasi bau.

    1. Etiologi3,10,11Hiposmia, dapat disebabkan oleh obstruksi hidung, seperti pada rinitis allergi, rhinitis

    vasomotor, rhinitis atofi, hipertrofi konka, deviasi septum, polip, tumor. Dapat juga terjadi pada

    beberapa penyakit sistemis, misalnya diabetes, gagal ginjal, gagal hati serta pada pemakaian obat

    anti histamin, dekongestan, antibiotika, antimetabolit, anti radang, dan antitiroid.

    Anosmia, dapat timbul akibat trauma di daerah frontal atau oksipital.Selain itu anosmia

    dapat juga terjadi setelah infeksi oleh virus, tumor seperti osteoma, atau meningioma, dan akibat

    degenerasi pada orang tua.

    http://1.bp.blogspot.com/-2NnaNPtfpgY/TySLA9TxdzI/AAAAAAAADgw/6JACiSJ-M68/s1600/New+Picture+(3).png
  • 8/12/2019 referat ggn penghidu

    9/17

    9

    Parosmia, terutama disebabkan oleh trauma. Kakosmia, dapat timbul pada epilepsy

    unsinatus, lobus temporalis. Mungkin juga terdapat kelainan psikologik, seperti rendah diri, atau

    kelainan psikiatrik depresi dan psikosis.

    Gangguan pembauan dapat disebabkan oleh proses-proses patologis di sepanjang jalur

    olfaktorius. Kelainan ini dianggap serupa dengan gangguan pendengaran yaitu berupa defek

    konduktif atau sensorineural. Pada defek konduktif (transport) terjadi gangguan transmisi

    stimulus bau menuju neuroepitel olfaktorius. Pada defek sensorineural prosesnya melibatkan

    struktur saraf yang lebih sentral. Secara keseluruhan, penyebab defisit pembauan yang utama

    adalah penyakit pada rongga hidung dan/atau sinus, sebelum terjadinya infeksi saluran nafas atas

    karena virus; dan trauma kepala. Berikut adalah defek konduktif dari gangguan penciuman:12,13

    Proses inflamasi/peradangan dapat mengakibatkan gangguan pembauan. Kelainannyameliputi rhinitis (radang hidung) dari berbagai macam tipe, termasuk rhinitis allergika,

    akut, atau toksik (misalnya pada pemakaian kokain). Penyakit sinus kronik menyebabkan

    penyakit mukosa yang progresif dan seringkali diikuti dengan penurunan fungsi

    pembauan meski telah dilakukan intervensi medis, allergis dan pembedahan secara

    agresif.

    Adanya massa/tumor dapat menyumbat rongga hidung sehingga menghalangi aliranodorant ke epitel olfaktorius. Kelainannya meliputi polip nasal (paling sering), inverting

    papilloma, dan keganasan.

    Abnormalitas developmental (misalnya ensefalokel, kista dermoid) juga dapatmenyebabkan obstruksi.

    Pasien pasca laringektomi atau trakheotomi dapat menderita hiposmia karena berkurangatau tidak adanya aliran udara yang melalui hidung. Pasien anak dengan trakheotomi dan

    dipasang kanula pada usia yang sangat muda dan dalam jangka waktu yang lama kadang

    tetap menderita gangguan pembauan meski telah dilakukan dekanulasi, hal ini terjadi

    karena tidak adanya stimulasi sistem olfaktorius pada usia yang dini.

    Sedangkan untuk defek sentral/sensorineural adalah sebagi berikut:

    Proses infeksi/inflamasi menyebabkan defek sentral dan gangguan pada transmisi sinyal.Kelainannya meliputi infeksi virus (yang merusak neuroepitel), sarkoidosis

    (mempengaruhi stuktur saraf), Wegener granulomatosis, dansklerosis multipel.

  • 8/12/2019 referat ggn penghidu

    10/17

    10

    Penyebab kongenital menyebabkan hilangnya struktur saraf. Kallman syndrome ditandaioleh anosmia akibat kegagalan ontogenesis struktur olfakorius dan hipogonadisme

    hipogonadotropik. Salah satu penelitian juga menemukan bahwa pada Kallman syndrome

    tidak terbentuk VNO.

    Gangguan endokrin; (hipotiroidisme, hipoadrenalisme, DM) berpengaruh pada fungsipembauan.

    Trauma kepala, operasi otak, atau perdarahan subarakhnoid; dapat menyebabkanregangan, kerusakan atau terpotongnya fila olfaktoria yang halus dan mengakibatkan

    anosmia.

    Toksisitas dari obat-obatan sistemik atau inhalasi (aminoglikosida,formaldehid). Banyakobat-obatan dan senyawa yang dapat mengubah sensitivitas bau, diantaranya alkohol,

    nikotin, bahan terlarut organik, dan pengolesan garam zink secara langsung.

    Defisiensi gizi (vitamin A, thiamin, zinc) terbukti dapat mempengaruhi pembauan. Jumlah serabut pada bulbus olfaktorius berkurang dengan laju 1% per tahun.

    Berkurangnya struktur bulbus olfaktorius ini dapat terjadi sekunder karena berkurangnya

    sel-sel sensorik pada mukosa olfaktorius dan penurunan fungsi proses kognitif di susunan

    saraf pusat.

    Proses degeneratif; pada sistem saraf pusat (penyakit Parkinson, Alzheimer disease,proses penuaan normal) dapat menyebabkan hiposmia. Pada kasus Alzheimer disease,

    hilangnya fungsi pembauan kadang merupakan gejala pertama dari proses penyakitnya.

    Sejalan dengan proses penuaan, berkurangnya fungsi pembauan lebih berat daripada

    fungsi pengecapan, dimana penurunannya tampak paling menonjol selama usia dekade

    ketujuh.

    2. Diagnosis11,12,13a. Anamnesis

    Tahapan pertama dalam mendiagnosis adalah melakukan anamnesis dan

    pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Pada anamnesis perlu ditanyakan lama keluhan,

    apakah dirasakan terus-menerus atau hilang timbul dan apakah unilateral. Selain itu perlu

    diketahui apakah ada riwayat trauma, masalah medis lainnya, dan obat-obatan yang

    diminum.1,3,5,8

  • 8/12/2019 referat ggn penghidu

    11/17

    11

    b. Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik harus meliputi pemeriksaan lengkap pada telinga, saluran napas

    bagian atas, kepala, dan leher. Kelainan pada masing-masing daerah kepala dan leher

    dapat menyebabkan disfungsi penciuman. Keberadaan otitis media serosa dapat

    menunjukkan adanya massa nasofaring atau peradangan. Pemeriksaan hidung yang

    seksama untuk mencari massa hidung, gumpalan darah, polip, dan peradangan membran

    hidung sangat penting. Bila ada, rinoskopi anteriorharus ditunjang dengan pemeriksaan

    endoskopik pada rongga hidung dan nasofaring. Keberadaan telekantus pada pemeriksaan

    mata dapat mengarah ke massa atau peradangan di sinus. Massa nasofaring yang

    menonjol ke rongga mulut atau drainase purulen di orofaring dapat ditemukan pada

    pemeriksaan mulut. Leher harus dipalpasi untuk mencari massa atau pembesaran tiroid.

    Pemeriksaan saraf yang menekankan pada nervus kranialis dan fungsi sensorimotorik

    sangat penting.1,3

    c. Pemeriksaan sensorikPemeriksaan sensorik fungsi penciuman dibutuhkan untuk memastikan keluhan

    pasien, mengevaluasi kemanjuran terapi, dan menentukan derajat gangguan permanen.2

    1) Langkah pertama menentukan sensasi kualitatif. Langkah pertama dalampemeriksaan sensorik adalah menentukan derajat sejauh mana keberadaan sensasi

    kualitatif. Beberapa metode sudah tersedia untuk pemeriksaan penciuman

    diantaranya :

    a) Tes Odor stix Tes Odor stix menggunakan sebuah pena ajaib mirip spidolyang menghasilkan bau-bauan. Pena ini dipegang dalam jarak sekitar 3-6 inci

    dari hidung pasien untuk memeriksa persepsi bau oleh pasien secara kasar.

    b) Tes alkohol 12 inciSatu lagi tes yang memeriksa persepsi kasar terhadap bau,tes alkohol 12 inci, menggunakan paket alkohol isopropil yang baru saja dibuka

    dan dipegang pada jarak sekitar 12 inci dari hidung pasien.

    c) Scratch and sniff card(Kartu gesek dan cium)Tersediascratch and sniff cardyang mengandung 3 bau untuk menguji penciuman secara kasar.

    The University of Pennsylvania Smell Identification Test (UPSIT) Tes yang

  • 8/12/2019 referat ggn penghidu

    12/17

    12

    jauh lebih baik dibanding yang lain adalah UPSIT ia sangat dianjurkan untuk

    pemeriksaan pasien dengan gangguan penciuman. Tes ini menggunakan 40 item

    pilihan-ganda yang berisi bau-bauan scratch and sniff berkapsul mikro. Sebagai

    contoh, salah satu itemnyaberbunyi Bau ini paling mirip seperti bau (a) coklat,

    (b) pisang, (c) bawang putih, atau (d) jus buah, dan pasien diharuskan

    menjawab salah satu dari pilihan jawaban yang ada. Tes ini sangat reliabel

    (reliabilitas tes-retes jangka pendek r = 0,95) dan sensitif terhadap perbedaan

    usia dan jenis kelamin. Tes ini merupakan penentuan kuantitatif yang akurat

    untuk derajat relatif defisit penciuman. Orang-orang yang kehilangan seluruh

    fungsi penciumannya akan mencapai skor pada kisaran 7-19 dari maksimal 40.

    Skor rata-rata untuk pasien-pasien anosmia total sedikit lebih tinggi dibanding

    yang diperkirakan menurut peluang saja karena dimasukannya sejumlah bau-

    bauan yang beraksi melalui rangsangan trigeminal.

    2) Langkah kedua menentukan ambang deteksi. Setelah dokter menentukan derajatsejauh mana keberadaan sensasi kualitatif, langkah kedua pada pemeriksaan

    sensorik adalah menetapkan ambang deteksi untuk bau alkohol feniletil. Ambang

    ini ditetapkan menggunakan rangsangan bertingkat. Sensitivitas untuk masing-

    masing lubang hidung ditentukan dengan ambang deteksi untuk fenil-teil metil etil

    karbinol. Tahanan hidung juga dapat diukur dengan rinomanometri anterioruntuk

    masing-masing sisi hidung.

    Sebenarnya pemeriksaan olfaktorius dapat juga terbagi menjadi 2 macam yaitu

    pemeriksaan olfaktorius subjektif dan objektif. Pada pemeriksaan olfaktorius subjektif,

    pelbagai bahan diletakkkan di depan hidung penderita secara terpisah antara kedua

    lubang hidung sebelum dan setelah dekongesti dari mukosa hidung. Beberapa jenis

    substansi digunakan, yaitu yang mempunyai bau yang akan menstimulasi hanya Nervus

    olfaktorius (kopi, coklat, vanilla, lavender), substansi yang menstimulasi komponen

    trigeminal (menthol, asam asetat), serta substansi yang turut mempunyai komponen

    pengecapan (kloroform piridine)8.

    Pemeriksaan olfaktorius subjektif juga bisa dilakukan menggunakan alat test yang

    siap pakai, misalnya Sniffin Sticks. Sniffin Sticksmenggunakan sejumlah stik n-butanol

  • 8/12/2019 referat ggn penghidu

    13/17

    13

    yang berbentuk seperti pen dan mengandung bau dengan konsentrasi yang berbeda.

    Melalui penggunaan alat ini, kemampuan mendeteksi bau, membedakan bau-bau yang

    berlainan serta kemampuan mengidentifikasi bau dapat dinilai. Pasien yang dites akan

    ditutup matanya, kemudian pemeriksa akan meminta pasien menghidu tiga stik, dimana

    antara ketiga-tiga stik tersebut hanya satu stik yang mempunyai bau. Jika pasien tidak

    bisa mendeteksi sebarang bau atau mengidentifikasi stik yang salah, maka digunakan stik

    dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Konsentrasi stik yang diberikan akan terus

    meningkat sehingga pasien dapat mengidentifikasi dengan benar paling kurang dua kali.

    Setelah itu dinilai pada konsentrasi yang mana pasien bisa mendeteksi bau tersebut

    dengan benar. Tes ini hanya memerlukan waktu 10 menit dan mudah dilakukan.8,10,11

    Pemeriksaan olfaktorius objektif jauh lebih mahal dibanding pemeriksaan

    subjektif dan biasanya dilakukan di pusat-pusat yang lebih besar.Bau murni serta

    stimulan nervus trigeminus diberikan kepada pasien secara terpisah, kemudian respon

    yang terjadi diukur dan dianalisis menggunakan komputer. Pemeriksaan laboratorium

    yang biasa dilakukan adalah tes gula darah, tes reduksi urin dan lain- lain1,3,8

    d. PencitraanCT scan atau MRI kepala dibutuhkan untuk menyingkirkan neoplasma pada fossa

    cranii anterior, fraktur fossa cranii anterior yang tak diduga sebelumnya, Sinusitis

    paranasalis, dan neoplasma pada rongga hidung dan sinus paranasalis. Kelainan

    tulang paling bagus dilihat melalui CT Scan, sedangkan MRI bermanfaat untuk

    mengevaluasi bulbus olfaktorius, ventrikel, dan jaringan-jaringan lunak lainnya di

    otak. CT koronal paling baik untuk memeriksa anatomi dan penyakit pada lempeng

    kribiformis, fossa kranii anterior, dan sinus.1,4,8

    e. Penatalaksanaan9,10,121) Kurang penciuman hantaran

    Terapi bagi pasien-pasien dengan kurang penciuman hantaran akibat rinitis allergi,

    rinitis dan sinusitis bakterial, polip, neoplasma, dan kelainan-kelainan struktural pada

    rongga hidung dapat dilakukan secara rasional dan dengan kemungkinan perbaikan yang

    tinggi. Terapi berikut ini seringkali efektif dalam memulihkan sensasi terhadap bau;

  • 8/12/2019 referat ggn penghidu

    14/17

    14

    pengelolaan allergi; terapi antibiotik; terapi glukokortikoid sistemik dan topikal; dan

    operasi untuk polip nasal, deviasi septum nasal, dan sinusitis hiperplastik kronik.

    2) Kurang penciuman sensorineuralTidak ada terapi dengan kemanjuran yang telah terbukti bagi kurang penciuman

    sensorineural. Untungnya, penyembuhan spontan sering terjadi. Sebagian dokter

    menganjurkan terapi seng dan vitamin. Defisiensi seng yang mencolok tak diragukan lagi

    dapat menyebabkan kehilangan dan gangguan sensasi bau, namun bukan merupakan

    masalah klinis kecuali di daerah-daerah geografik yang sangat kekurangan. Terapi

    vitamin sebagian besar dalam bentuk vitamin A. Degenerasi epitel akibat defisiensi

    vitamin A dapat menyebabkan anosmia, namun defisiensi vitamin A bukanlah masalah

    klinis yang sering ditemukan di negara-negara barat. Pajanan pada rokok dan bahan-

    bahan kimia beracun di udara yang lain dapat menyebabkan metaplasia epitel penciuman.

    Penyembuhan spontan dapat terjadi bila faktor pencetusnya dihilangkan; karenanya,

    konseling pasien sangat membantu pada kasus-kasus ini.

    3) Kurang penciuman akibat penuaan (Presbiosmia)Seperti dijelaskan sebelumnya, lebih dari separuh orang yang berusia di atas 60

    tahun menderita disfungsi penciuman. Belum ada terapi yang efektif untuk presbiosmia

    namun sangat penting untuk membicarakan masalah ini dengan pasien-pasien usia lanjut;

    dapat menenangkan bagi pasien ketika seorang dokter mengenali dan membicarakan

    bahwa gangguan penciuman memang umum terjadi. Selain itu, manfaat langsung dapat

    diperoleh dengan mengidentifikasi masalah tersebut sejak dini; insidensi kecelakaan

    akibat gas alam sangat tinggi pada usia lanjut, kemungkinan sebagian karena penurunan

    kemampuan membau secara bertahap. Merkaptan, bau busuk pada gas alam, adalah

    perangsang olfaktorius, bukan trigeminal. Banyak pasien yang lebih tua dengan disfungsi

    penciuman mengalami penurunan sensasi rasa dan lebih suka memakan makanan-

    makanan yang lebih kaya rasa. Metode yang paling umum adalah meningkatkan jumlah

    garam dalam diitnya. Konseling dengan seksama dapat membantu pasien-pasien ini

    mengembangkan strategi-strategi yang sehat untuk mengatasi gangguan kemampuan

    membaunya.

  • 8/12/2019 referat ggn penghidu

    15/17

    15

    f. Prognosis13Hasil akhir disfungsi penciuman sebagian besar bergantung pada etiologinya. Disfungsi

    penciuman akibat sumbatan yang disebabkan oleh polip, neoplasma, pembengkakan mukosa,

    atau deviasi septum dapat disembuhkan. Bila sumbatan tadi dihilangkan, kemampuan penciuman

    semestinya kembali. Sebagian besar pasien yang kehilangan indra penciumannya selama

    menderita infeksi saluran napas bagian atas sembuh sempurna kemampuan penciumannya;

    namun, sebagian kecil pasien tak pernah sembuh setelah gejala-gejala ISPA lainnya membaik.

    Karena alasan-alasan yang belum jelas, pasien-pasien ini sebagian besar adalah wanita pada

    dekade keempat, kelima, dan keenam kehidupannya. Prognosis penyembuhannya biasanya

    buruk. Kemampuan dan ambang pengenalan bau secara progresif turun seiring bertambahnya

    usia. Trauma kepala di daerah frontal paling sering menyebabkan kurang penciuman, meskipun

    anosmia total lima kali lebih sering terjadi pada benturan terhadap oksipital. Penyembuhan

    fungsi penciuman setelah cedera kepala traumatik hanyalah 10% dan kualitas kemampuan

    penciuman setelah perbaikan biasanya buruk. Pajanan terhadap racun-racun seperti rokok dapat

    menyebabkan metaplasia epitel penciuman. Penyembuhan dapat terjadi dengan penghilangan

    bahan penyebabnya.

  • 8/12/2019 referat ggn penghidu

    16/17

    16

    BAB III

    PENUTUP

    A. KesimpulanFungsi penghidu dan pengecapan yang normal sangat berperan dalam nutrisi dan penting

    untuk mempertahankan gaya hidup yang sehat. Gangguan penciuman umumnya sukar

    didiagnosa dan sukar untuk diobati biasanya karena kurangnya pengetahuan pada individu.

    Dalam menegakan diagnosis pasien dengan gangguan penghidu perlu dilakukan

    anamnesis yang cermat untuk mencari lama keluhan, unilateral atau bilateral, riwayat trauma,

    masalah medis lainnya, dan obat-obatan yang telah diminum. Pemeriksaan fisik harus

    meliputi pemeriksaan lengkap pada telinga, saluran napas bagian atas, kepala, dan

    leher.Kelainan pada masing-masing daerah kepala dan leher dapat menyebabkan disfungsi

    penciuman. Pemeriksaan sensorik fungsi penciuman sangat penting guna memastikan adanya

    keluhan gangguan penciuman sedangkan pencitraan lebih bersifat penunjang untuk

    memastikan adanya gangguan anatomis atau keganasan. Semua anamnesis dan pemeriksaan

    diatas dapat menolong kita dalam menyimpulkan penyebab dari gangguan penghidu sehingga

    dapat ditatalaksana gangguan penghidu tersebut berdasarkan penyebabnya.

    B. SaranKeterbatasan pengetahuan pasien dalam merasakan keluhan gangguan penghidu haruslah

    dapat diantisipasi dokter dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

    penunjang yang cermat. Mengingat banyaknya penyakit dengan keluhan gangguan penghidu

    maka dibutuhkan pemahaman yang luas mengenai perjalanan penyakit-penyakit yang

    mengakibatkan gangguan penghidu sehingga keluhan ini tidak terabaikan dan dapat

    ditatalaksana seefektif mungkin. Diagnosis dan tatalaksana yang tepat merupakan usaha yangharus dilakukan demi mengoptimalkan kualitas hidup penderita gangguan penghidu.

  • 8/12/2019 referat ggn penghidu

    17/17

    17

    Daftar Pustaka

    1. Lalwani AK, Current Diagnosis & Treatment in OtolaryngologyHead & Neck Surgery,

    2004, McGraw Hill Inc : United States of America

    2. Leopold DA, Holbrook EN, Disorder of Taste and Smell, 2006, Available from :

    www.emedicine/disorderoftasteandsmell.html

    3. Soepardi EA, Iskandar N, Buku Ajar IlmuKesehatanTelingaHidung- TenggorokKepala

    leher, 2007, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.

    4. Clinical Policy Bulletin : Smell and Taste Disorder, Diagnosis, 2007, Available from :

    http://www.aetna.com/cpb/medical/data

    5. James BS, Ballengers Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery, 2002, BC

    Decker : Hamilton

    6. Bailey BJ, Healy GB, Johnson JT, Head and Neck SurgeryOtolaryngology, 3rd

    Edition,

    2001, Lippincott Williams & Wilkins Publisher

    7. Adams, Boeis, Higler, Buku Ajar Penyakit THT BOIES, Edisike6, 1997, Penerbit Buku

    Kedokteran EGC : Jakarta.

    8. Probst R, Grevers G, Iro H, Basic Otorhinolaryngology, 2006, Thieme : New York

    9. Vokshoor A, McGregor J, Anatomy of Olfactory System, 2008, Available from :

    http://www.emedicine.netscape.com10. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. Ed ke-12. USA: John

    Wiley & Sons. 2009; h. 599-604.

    11. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. Ed ke-11. Philadelphia: Saunders

    Elsevier. 2010; h. 663-670.

    12. Marieb EN, Hoehn K. Human Anatomy & Physiology. Ed ke-8. USA: Benjamin Cummings.

    2012; h.570.

    13. Leopold D, Meyers AD. Disorders of Taste and Smell [internet]. 2012 [diperbarui 24 Juni

    2009; diunduh 16 September 2013].

    Diambil dari http://emedicine.medscape.com/article/861242-overview#aw2aab6b4

    http://www.emedicine.netscape.com/http://www.emedicine.netscape.com/http://www.emedicine.netscape.com/