Referat Gagal Jantung Kiky

download Referat Gagal Jantung Kiky

of 16

description

chf

Transcript of Referat Gagal Jantung Kiky

Referat Gagal Jantung

Disusun oleh :Rizky Amalia Sharfina1102011239

Pembimbing : dr. Agung Fabian C, Sp.JP FIHA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAMRUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR REBO UNIVERSITAS YARSI(Periode 3 Agustus 10 Oktober 2015)

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangSistem kardiovaskuler merupakan sistem yang memberi fasilitas proses pengangkutan berbagai substansi dari, dan ke sel-sel tubuh. Sistem ini terdiri dari organ penggerak yang disebut jantung, dan sistem saluran yang terdiri dari arteri yang mergalirkan darah dari jantung, dan vena yang mengalirkan darah menuju jantung. Jantung manusia merupakan jantung berongga yang memiliki 2 atrium dan 2 ventrikel. Jantung merupakan organ berotot yang mampu mendorong darah ke berbagai bagian tubuh. Jantung dibungkus oleh suatu selaput yang disebut perikardium. Jantung bertanggung jawab untuk mempertahankan aliran darah dengan bantuan sejumlah klep yang melengkapinya. Untuk mejamin kelangsungan sirkulasi, jantung berkontraksi secara periodik. Otot jantung berkontraksi terus menerus tanpa mengalami kelelahan. Kontraksi jantung manusia merupakan kontraksi miogenik, yaitu kontaksi yang diawali kekuatan rangsang dari otot jantung itu sendiri dan bukan dari syaraf.Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Penyebab dari gagal jantung adalah disfungsi miokard, endokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama. Prognosa dari gagal jantung tidak begitu baik bila penyebabnya tidak dapat diperbaiki.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2. Gagal Jantung2.1 DefinisiGagal jantung didefinisikan sebagai suatu sindroma klinis kompleks yang menghasilkan berbagai macam kelainan struktural ataupun fungsional pada pengisian atau pengosongan ventrikel (ACC/AHA, 2013). Gagal jantung adalah suatu sindrom pada pasien yang memiliki beberapa gejala dan tanda diantaranya seperti sesak nafas, edema pada ekstremitas, kelelahan, peningkatan tekanan vena jugularis, dan lain lain dikarenakan adanya abnormalitas pada structural atau fungsional jantung. Diagnosis gagal jantung terkadang sulit ditegakkan karena gejala gagal jantung mirip dengan gejala pada penyakit jantung yang lain (ECS, 2012).Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian pada pasien (Santoso, 2007).Gagal jantung kongestif (CHF) merupakan perkembangan dalam jangka panjang gagal jantung kiri yang diikuti gagal jantung kanan demikian juga sebaliknya yang terjadi secara bersamaan (Rilantono, 2004)

2.2. Klasifikasi1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik : Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan echocardiography. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya. Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik: gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif.

2. Low Output dan High Output Heart Failure Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A V, beri-beri, dan Penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.

3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.

4. Gagal Jantung Akut dan Kronik Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer. Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik. Menurut ACC/AHA(Tingkatan gagal jantung berdasarkan struktur dan kerusakan otot jantung)Menurut NYHA(Tingkatan berdasarkan gejala dan aktifitas fisik)

Stadium AMemiliki resiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal jantung, namun tidak ada gangguan struktural atau fungsional jantung, tidak terdapat tanda atau gejala.Kelas ITidak terdapat batasan dalam melakukan aktifitas fisik sehari hari biasa. Seperti berjalan, naik tangga, dan sebagainya.

Stadium BMengalami penyakit struktur jantung yang berhubungan dengan perkembangan gagal jantung, namun tidak terdapat tanda atau gejala.Kelas IITerdapat gejala ringan (sesak nafas ringan/angina).terdapat keterbatasan ringan dalam aktivitas fisik sehari-hari.

Stadium CGagal jantung yang simptomatik berhubungan dengan penyakit structural jantung yang mendasariKelas IIITerdapat keterbatasan aktivitas fisik sehari-hari karena adanya gejala gagal jantung pada tingkatan yang lebih ringan. Misalnya dengan berjalan 20-100 m. pasien hanya merasa ringan saat beristirahat.

Stadium DPenyakit jantung structural lanjut serta gejala gagal jantung yang sangat bermakna saat istirahat walaupun sudah mendapat terapi medis maksimal (refrakter)Kelas IVTidak dapat melakukan aktifitas fisik tanpa keluhan. Terdapat gejala saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktifitas

2.3. Etiologi dan Faktor Resiko

Faktor resiko CHF menurut AHA 2012:1. Hipertensi2. Diabetes Melitus3. Sindroma metabolik 4. Penyakit aterosklerosis

2.4 PatogenesisGagal jantung didasari oleh suatu beban/penyakit miokard (underlying HD/index of events) yang mengakibatkan remodeling struktural, lalu diperberat oleh progresivitas beban/penyakit tersebut dan menghasilkan sindrom klinis yang disebut gagal jantung.Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung pada saat diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru meningkat melebihi tekanan onkotik pembuluh darah maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Apabila kecepatannya melebihi kecepatan drainase limfatik maka akan timbul edema interstisial. Bila terjadi peningkatan tekanan lebih lanjut, cairan akan merembes ke alveoli sehingga menimbulkan edema paru.Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian pada jantung kiri juga akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan mengakibatkan edema dan kongesti sistemik.Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup AV, atau perubahan orientasi otot papillaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang.Remodeling struktral ini dipicu dan diperberat oleh berbagai mekanisme kompensasi sehingga fungsi jantung terpelihara relatif normal, (gagal jantung asimptomatik). Sindroma gagal jantung yang asimptomatik akan tampak bila timbul faktor presipitasi seperti infeksi, aritmia, infark jantung, anemia, hipertiroid, kehamilan, aktivitas berlebihan, emosi atau konsumsi garam berlebih, emboli paru, hipertensi, miokarditis, infeksi virus, demam reumatik, dan endokarditis infektif. Gagal jantung simptomatika akan tampak kalau terjadi kerusakan miokard akibat progresivitas penyakit yang mendasarinya.2.5. DiagnosisKriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung yaitu dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor. Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:

Kriteria MayorKriteria Minor

Paroxysmal Nocturnal DyspneaEdema ekstremitas (biasanya pada pergelangan kaki bilateral)

Distensi vena pada leherBatuk pada malam hari

Peningkatan tekanan vena jugularisDyspnea d effort

Kardiomegali pada pemeriksaan radiologi thorax

Hepatomegali

Ronkhi paruEfusi pleura

Edema paru akutKapasitas vital berkurang 1/3 dari normal

GallopTakikardi (>120x/menit)

Refluks hepatojugular

Pemeriksaan Penunjang Elektrokardiogram (EKG)Pemeriksaan EKG digunakan untuk mengetahui irama jantung, etiologi gagal jantung akut, kondisi jantung seperti sindroma koroner akut, dan hipertrofi rongga jantung. Aritmia jantung dinilai dengan EKG 12 sadapan dapat dilakukan pemanangan EKG monitor kontinu diruang CVCU (Sudoyo, 2010). Foto Thorax dan pencitraan lainRo thorax dilakukan untuk evaluasi kelainan tambahan paru (infeksi, tanda kongesti) maupun jantung (bentuk dan ukuran) dan kongesti paru. Juga diperlukan untuk konfirmasi dignosis, dan tindak lanjut untuk evaluasi adanya perbaikan atau perburukan. CT scan dan scintigrafi toraks dilakukan untuk mengetahui emboli paru atau penyakit paru lainnya serta Ekokardiografi Transesofageal dan MRI untuk menyingkirkan diseksi aorta di centre yang memiliki fasilitas (Sudoyo, 2010).

LaboratoriumPemeriksaan darah lengkap, elektrolit, urea, kreatinin, gula darah, albumin, enzim hati dan INR merupakan pemeriksaan awal pada HF. Analisa gas darah arteri (Astrup) diperiksa pada semua pasien dengan GJA yang berat. Pemeriksaan non infasif seperti oksimetri dapat menggantikan data Astrup terutama pada pasien yang sulit diakses arteri.(Sudoyo, 2010). Ekokardiografi Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan untuk evaluasi perubahan fungsi dan struktur jantung pada gagal jantung akut pada seperti pada sindrom koroner akut. Hal penting yang dinilai dengan ekokardiografi : fungsi ventrikel kiri dan kanan, keadaan katup, perikard, komplikasi mekanik dari infark miokard dan adanya massa dijantung (jarang), tekanan arteri pulmonal, dan curah jantung. Pemeriksaan ini dilakukan bila pasien stabil untuk transfer (Sudoyo, 2010). Treadmill testTreadmill test memiliki kemampuan terbatas dalam diagnosisi gagal jantung, meskipun demikian seseorang dengan kapasitas fisik maksimal pada pemeriksaan treadmill dan tidak dalam terapi gagal jantung dapat disingkirkan dalam diagnosis gagal jantung. Aplikasi utama pemeriksaan treadmill pada gagal jantung adalah untuk menilai fungsi, kemajuan terapi dan stratifikasi prognosis (Sudoyo, 2010).

2.7. TatalaksanaPenatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi.a. Non Farmakalogi : Anjuran umum : 1. Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.2. Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa dilakukan. Tindakan Umum : 1. Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan. 2. Hentikan rokok3. Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya. 4. Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).5. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

b. Farmakologi Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis Angiotensin II, diuretik, Antagonis aldosteron, -blocker, vasodilator lain, digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia.1. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit diuretik reguler dosis rendah. Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik dengan tiazid. Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik. 2. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif. 3. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau metaprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretik. 4. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada intoleransi terhadap ACE ihibitor. 5. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama diuretik, ACE inhibitor, beta blocker. 6. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat emboli, trombosis dan Trancient Ischemic Attacks, trombus intrakardiak dan aneurisma ventrikel. 7. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak dapat digunakan untuk mencegah kematian mendadak. 8. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung. Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan. Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan, semakin rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang buruk. Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bila memungkinkan.Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 3 mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan.Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi.keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 24 jam.Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 0,5 g/kg/menit.Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator. Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke volume karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 g/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01 g/kg/menit.Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg.Pemberian dopamin 2 g/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 5 g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian 5 15 g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2, menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 3 g/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 15 g/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 20 g/kg/mnt. Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25 g/kg bolus 10 20 menit kemudian infus 0,375 075 g/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25 0,75 g/kg bolus kemudian 1,25 7,5 g/kg/mnt.Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit.Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 0,5 g/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 1 g/kg/mnt.Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan afterload. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat seperti loop diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium intravena(nicardipine). Loop diuretik diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk menurunkan preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner. Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi diastolik dengan afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal,diterapi sesuai penyakit dasar. Aritmia jantungharus diterapi.Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta, pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator, ventricular assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverter device bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama inotropik.

DAFTAR PUSTAKAAmerican Heart Association. 2013. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart Failure: A Report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. Dallas: AHA JournalEuropean Society of Cardiology. 2012. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012. European Heart JournalPedoman Tatalaksana Gagal Jantung, 2015. PERKI

Rilantono LI, Baraas Faisal, Karo SK, Roebiono PS. 2004. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.Sudoyo AW, et al.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing