Referat Fraktur Nasal Berlin II

46
Bab I Pendahuluan Fraktur nasal merupakan fraktur paling sering ditemui pada trauma muka, namun fraktur nasal sering tidak terdiagnosa dan diobati pada saat cedera. Pada kasus trauma wajah sekitar 40% adalah fraktur nasal. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan dibagian anterior wajah merupakan salah satu faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya fraktur jika terdapat trauma pada wajah. 1 Fraktur nasal merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma yang ditandai dengan patahnya tulang hidung baik sederhana maupun kominunitiva. Fraktur nasal pada orang dewasa dijumpai pada kasus berkelahi, trauma akibat olahraga, jatuh dan kecelakaan lalu lintas, sedangkan pada anak-anak sering disebabkan karena bermain dan olahraga. 2 Fraktur nasal dapat ditemukan dan berhubungan dengan fraktur tulang wajah yang lain. Oleh karena itu fraktur nasal sering tidak terdiagnosa dan tidak mendapat penanganan karena pada beberapa pasien sering tidak menunjukan gejala klinis. Jenis fraktur nasal tergantung pada arah pukulan yang mengenai hidung. Fraktur lateral biasanya merupakan fraktur nasal tertutup yang mencapai tulang frontalis dan maksilaris. 1 Fraktur nasal sering menyebabkan deformitas septum nasal karena adanya pergeseran septum dan fraktur septum. Pada jenis 1

Transcript of Referat Fraktur Nasal Berlin II

Page 1: Referat Fraktur Nasal Berlin II

Bab I

Pendahuluan

Fraktur nasal merupakan fraktur paling sering ditemui pada trauma muka, namun fraktur

nasal sering tidak terdiagnosa dan diobati pada saat cedera. Pada kasus trauma wajah sekitar 40%

adalah fraktur nasal. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan dibagian anterior wajah merupakan

salah satu faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya fraktur jika terdapat trauma pada

wajah.1

Fraktur nasal merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma yang ditandai

dengan patahnya tulang hidung baik sederhana maupun kominunitiva. Fraktur nasal pada orang

dewasa dijumpai pada kasus berkelahi, trauma akibat olahraga, jatuh dan kecelakaan lalu lintas,

sedangkan pada anak-anak sering disebabkan karena bermain dan olahraga.2

Fraktur nasal dapat ditemukan dan berhubungan dengan fraktur tulang wajah yang lain.

Oleh karena itu fraktur nasal sering tidak terdiagnosa dan tidak mendapat penanganan karena

pada beberapa pasien sering tidak menunjukan gejala klinis. Jenis fraktur nasal tergantung pada

arah pukulan yang mengenai hidung. Fraktur lateral biasanya merupakan fraktur nasal tertutup

yang mencapai tulang frontalis dan maksilaris.1

Fraktur nasal sering menyebabkan deformitas septum nasal karena adanya pergeseran

septum dan fraktur septum. Pada jenis fraktur nasal kominunitiva, processus frontalis os maksila

dan lamina prependikularis os ethmoidalis dan vomer biasanya mengalami fraktur. Fraktur os

nasal biasanya disebabkan oleh trauma langsung.3 Pada pemeriksaan di dapatkan pembengkakan,

epistakis,nyeri tekan dan teraba garis fraktur. Foto rontagen dari arah lateral dapat menunjang

diagnosis. Fraktur tulang ini harus cepat direposisi dengan anestesi local dan imobilisasi

dilakukan dengan memasukan tampon ke dalam lubang hidung dan dipertahankan dalam 3-4

hari. Patahan dapat dilindungi dengan gips tipis berbentuk kupu-kupu untuk 1-2 minggu.4

Fraktur dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka atau tertutup, tergantung pada

integritas mukosa. Identidikasi awal dan penanganan cedera di awal periode juga penting untuk

menghindari komplikasi potensial dari patah tulang dan septum hidung. Dengan memastikan

tidak adanya hematom penting untuk menghindari kerusakan lebih lanjut serta menghindari

1

Page 2: Referat Fraktur Nasal Berlin II

komplikasi antara lain kompresi jaringan serta infeksi yang berbahaya. Selain itu, penting untuk

ahli bedah menilai gejala sisa pada awal dan akhir dari luka untuk terapi.1

2

Page 3: Referat Fraktur Nasal Berlin II

Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan

luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang

diabsorpsinya. Fraktur tulang hidung adalah setiap retakan atau patah yang terjadi pada

bagian tulang di organ hidung.5

2.2 Insiden

Di Amerika Serikat fraktur hidung merupakan fraktur ketiga paling sering sering

ditemui selain dari fraktur klavikula dan pergelangan tangan.2 Sekitar 39-45% dari

seluruh fraktur wajah. Pria dua kali lebih banyak disbanding wanita. Insiden meningkat

pada umur 15-30 tahun dan dihubungkan dengan perkelahian dan cedera akibat olahraga.

Selain itu juga, paling sering disebabkan oleh jatuh dari motor dan kecelakaan lalu

lintas.3,5

2.3 Etiologi

Penyebab dari fraktur tulang hidung berkaitan dengan trauma langsung pada

hidung atau muka. Pada trauma muka paling sering terjadi fraktur hidung.3

Penyebab utama dari trauma dapat berupa :

Cedera saat olahraga

Akibat perkelahian

Kecelaaan lalu lintas

Terjatuh

Masalah kelahiran

Kadang dapat iatrogenik 5,6

3

Page 4: Referat Fraktur Nasal Berlin II

2.4 Anatomi Hidung

Hidung adalah organ sederhana yang sebenarnya berfungsi sangat vital dalam kehidupan

kita. Selain sebagai indera penghidu, hidung juga ternyata berguna sebagai saringan (filter)

terhadap debu yang masuk bersama udara yang kita hirup. Hidung juga menjadi air conditioning

sistem dengan cara menghangatkan atau melembabkan udara yang masuk ke tubuh kita.1

Hidung merupakan bagian wajah yang paling sering mengalami trauma karena

merupakan bagian yang berada paling depan dari wajah dan paling menonjol. Hidung secara

anatomi dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1. Hidung bagian luar (Nasus eksterna)

2. Rongga hidung (Nasus interna atau kavum nasi)7

2.4.1 Hidung Bagian Luar (Nasus Eksterna)

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :8

1) Pangkal hidung (bridge),

2) batang hidung (dorsum nasi),

3) puncak hidung (tip),

4) ala nasi,

5) kolumela dan

6) lubang hidung (nares anterior)

4

Page 5: Referat Fraktur Nasal Berlin II

Gambar 1 : Gambar 2 :

Anatomi hidung bagian luar 9 Anatomi hidung 10

Hidung luar dilapisi oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot kecil untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. 7

Kerangka tulang terdiri dari :

1) tulang hidung ( os nasalis),

2) prosesus frontalis os maksila dan

3) prosesus nasalis os frontal,

sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak

di bagian bawah hidung, yaitu :1

1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior,

2) sepasang kartilago nasalis inferior yang disebut sebagai kartilago alar mayor,dan

3) tepi anterior kartilago septum.

5

Page 6: Referat Fraktur Nasal Berlin II

2.4.2 Rongga Hidung (Nasus Interna/ Kavum Nasi)

Rongga hidung dibagi dua bagian, kanan dan kiri di garis median oleh septum nasi yang

sekaligus menjadi dinding medial rongga hidung. Kerangka septum dibentuk oleh :

a. Lamina perpendikularis tulang etmoid (superior)

b. Kartilago kuadrangularis (anterior)

c. Tulang vomer (posterior)

d. Krista maksila dan Krista palatina (bawah) yang menghubungkan septum dengan dasar

rongga hidung.3,7

Dibagian anterior septum nasi terdapat bagian yang disebut Area Little, merupakan

anyaman pembuluh darah yaitu Pleksus Kiesselbach. Tempat ini mudah terkena trauma dan

menyebabkan epistakis. Di bagian antrokaudal, septum nasi mudah digerakkan. 3,7

Ke arah belakang rongga hidung berhubungan dengan nasofaring melalui sepasang

lubang yang disebut koana berbentuk bulat lonjong (oval), sedangkan ke arah depan rongga

hidung berhubungan dengan dunia luar melalui nare. 3,7

Atap rongga hidung berbentuk kurang lebih menyerupai busur yang sebagian besar

dibentuk oleh lamina kribosa tulang etmoid. Di sebelah anterior, bagian ini dibentuk oleh tulang

frontal dan sebelah posterior oleh tulang sfenoid. 3,7

Melalui lamina kribosa keluar ujung-ujung saraf olfaktoria menuju mukosa yang melapisi

bagian teratas dari septum nasi dan permukaan kranial dari konka nasi superior. Bagian ini

disebut regio olfaktoria. 3,7

Dinding lateral rongga hidung dibentuk oleh konka nasi dan meatus nasi. Konka nasi

merupakan tonjolan-tonjolan yang memanjang dari anterior ke posterior dan mempunyai rangka

tulang. Meatus nasi terletak di bawah masing-masing konka nasi dan merupakan bagian dari

hidung. 3,7

6

Page 7: Referat Fraktur Nasal Berlin II

Konka Nasi

Di dalam kavum nasi terdapat tiga pasang konka nasi, yaitu konka nasi inferior, konka

nasi medius, dan konka nasi superior. Konka nasi inferior merupakan konka yang terbesar

diantara ketiga konka nasi. Mukosa yang melapisinya tebal dan mengandung banyak pleksus

vena dan membentuk jaringan kavernosus. Rangka tulangnya melekat pada tulang palatina,

etmoid, maksila, dan lakrimal. 3,7

Konka nasi media adalah yang kedua setelah konka nasi inferior. Terletak diantara konka

inferior dan konka superior. Mukosa yang melapisinya sama dengan yang melapisi konka nasi

inferior. Rangka tulangnya merupakan bagian dari tulang etmoid. Kadang-kadang di dalam

konka media terdapat sel sehingga konka menjadi besar dan menutup meatus nasi media yang

disebut konka bulosa. 3,7

Konka nasi superior merupakan konka konka yang paling kecil. Mukosa yang

melapisinya jauh lebih tipis dari kedua konka lainnya. Rangka tulangnya juga merupakan

bagian dari tulang etmoid. Kadang-kadang didapatkan konka nasi suprema yang merupakan

konka nasi yang keempat. Jika ada, konka suprema ini sangat kecil dan sebenarnya

merupakan bagian dari konka superior yang membelah menjadi dua bagian. 3,7

Meatus Nasi

Meatus nasi inferior merupakan celah yang terdapat dibawah konka inferior. Dekat

ujungnya terdapat ostium (muara) duktus nasolakrimalis. Muara ini seringkali dilindungi oleh

lipatan mukosa yang disebut katup dari Hasner (Plika lakrimalis Hasner). 3,7

Meatus nasi media terletak diantara konka inferior dan konka media. Ostium sinus merupakan

lubang penghubung sinus paranasal dan kavum nasi, berfungsi sebagai ventilasi dari sinus

paranasal sebagian terletak di meatus media. 3,7

Sinus frontal bermuara di bagian anterior, sedangkan muara dari sinus maksila terdapat

kira-kira di bagian tengah, tempat muara dari sinus etmoid anterior. Struktur-struktur yang

ada di dalam meatus nasi media disebut kompleks ostiomeatal. Kompleks ini penting artinya

secara klinis dalam menimbulkan gangguan drainase sinus paranasal. Kelainan dalam

kompleks ini akan mempengaruhi potensi ostium sinus sehingga berperan besar dalam

patofisiologi sinus paranasal.7

7

Page 8: Referat Fraktur Nasal Berlin II

Meatus nasi superior terletak diantara konka media dan konka superior dan merupakan

meatus yang terkecil. Disinalah bermuara sinus etmoid posterior. Resesus sfeno-etmoid

terdapat pada dinding lateral rongga hidung diantara atap rongga hidung dan konka nasi

superior. Di sini terdapat muara sinus sphenoid. 3,7

Sinus Paranasal

Di sekitar rongga hidung terdapat rongga-rongga yang terletak di dalam tulang yang

disebut sinus paranasal. Terdapat empat sinus paranasal, yaitu sinus maksila kanan dan kiri,

sinus frontal kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri serta sinus sfenoid kanan dan kiri.3

Sinus maksila disebut juga Antrum Higmori atau lebih sering disebut antrum saja.

Rongga sinus paranasal berhubungan dengan rongga hidung melalui suatu lubang yang

disebut ostium. Selula etmoid dikelompokan menjadi selula etmoid anterior dan selula etmoid

posterior. Salah satu sel etmoid paling besar dan terletak paling medial disebut ostium. Sinus

maksila dan selula etmoid sudah terbentuk sejak lahir dalam ukuran kecil dan bertambah

besar sampai ukuran maksimal pada dewasa. Sinus frontal merupakan ekstensi dari selula

etmoid anterior dan mencapai pertumbuhan penuh antara umur 8 sampai 15 tahun.

Pertumbuhan sinus frontal kanan dan kiri besarnya sering tidak simetris dan pada sekitar 5%

populasi, sinus frontal hanya tumbuh pada satu sisi. 3,7

Mukosa Rongga Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histiologik dan fungsional dibagi

atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius).

Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaanya dilapisi

oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia (ciliated pseudostratified collumner

epithelium) dan diantaranya terdapat sel-sel goblet.1 Sel goblet yang menghasilkan lendir,

lendir ini mempunyai pH 6,5 dan mengandung lisozim yang mempunyai efek antiseptik. Tiap

sel mukosa rongga hidung mempunyai silia yang jumlahnya dapat mencapai 25 sampai 100

buah. Silia bergerak sekitar 250 gerakan permenit. Pergerakan ini dipengaruhi oleh suhu,

kelembaban dan paparan zat anestetik atau gas. Gerakan silia akan mendorong selimut lendir

diatasnya ke belakang dengan kecepatan 5-10 mm permenit.3,7

8

Page 9: Referat Fraktur Nasal Berlin II

Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga

atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu tidak bersilia (pseudostratified

collumner non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel

penunjang, sel basal, dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat

kekuningan.1

Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukoasanya lebih tebal dan kadang-

kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa

respiratori berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous

blanket) pada permukaanya. Di bawah epitel terdapat tunika propria yang banyak

mengandung pebuluh darah, kelenjar mukosa, dan jaringan limfoid.

Rongga hidung seluruhnya dilapisi oleh mukosa, kecuali nares dan vestibulum nasi

dilapisi oleh kulit tempat tumbuh rambut yang disebut vibrissea. 1

Gambar 3: Rongga Hidung 10

Vaskularisasi Hidung

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior dan posterior

yang merupakan cabang dari a.oftalmika dari a.karotis interna.

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a.maksilaris interna, di

antaranya ialah ujung palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen

9

Page 10: Referat Fraktur Nasal Berlin II

sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung

posterior konka media.8

Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang a.fasialis. Pada bagian

depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina. a.etmoid anterior,

a.labialis superior dan a.palatine mayor yang disebut pleksus Kiesselbach (Little’s area).1

Pleksus Kiesselbach letaknya superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering

menjadi sumber epistaksis (pendarahan hidung), terutama pada anak. Vena-vena hidung

mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di

vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus

kavernosus. Vena-vena hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan factor predisposisi

untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intracranial.1,8

Gambar 4: Vaskularisasi hidung 11

Persarafan Hidung

Bagian depan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis anterior,

yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V-1). Rongga

hidung lainnya,sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila melalui ganglion

sfenopalatina. Ganglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris, juga

memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung.1,8

10

Page 11: Referat Fraktur Nasal Berlin II

Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila (N.V-2), serabut

parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan serabut- serabut simpatis dari n.petrousus

profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior

konka media.8

Fungsi penghidu berasal dari n.olfaktorius. N.Olfaktorius turun melalui lamina kribosa

dari permukaan bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada

mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.8

2.5 Fungsi Hidung

Fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah : 1

1) Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring udara,

humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik

lokal

2) Fungsi penghidu karena terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk

menampung stimulus penghidu

3) Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses bicara dan

mencega hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang

4) Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma

dan pelindung panas

5) Refleks nasal

2.5.1 Fungsi Respirasi 1

Udara inspirasi masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui nares anterior, lalu naik

ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah kea rah nasofaring. Aliran udara di

hidung ini berbentuk lengkungan atau arkus.

Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir. Pada musim panas,

udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan udara nspirasi oleh palut

lendir, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

11

Page 12: Referat Fraktur Nasal Berlin II

Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37°C. Fungsi pengatur suhu ini

dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka

dan septum yang luas.

Partikel debu, virus, bateri, dan jamur yang terhirup bersama udara akan disaring di

hidung oleh : a) rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, b) silia, c) palut lendir. Debu dan

bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan

refleks bersin.

2.5.2 Fungsi Penghidu 1

Hidung juga bekerja sebagai indera penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum.

Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila

menarik napas dengan kuat.Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk

membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan rasa manis

strawberi, jeruk, pisang, atau coklat. Juga untuk membedakan rasa asam yang berasal dari cuka

dan asam jawa.

2.5.3 Fungsi Fonetik 1

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.

Sumbatan hidung kan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara

sengau (rinolalia).

Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah,bibir, dan

palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (m,n.ng) rongga mulut tertutup dan hidung

terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.

2.5.4 Refleks Nasal 1

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,

kardiovaskular dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan reflek bersin dan

napas berhenti. Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung, dan

pankreas.

12

Page 13: Referat Fraktur Nasal Berlin II

2.6 Patofisiologi

Tulang hidung dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena hidung letaknya

menonjol dan merupakan bagian sentral dari wajah, sehingga kurang kuat menghadapi tekanan

dari luar. Pola fraktur yang diketahui beragam tergantung pada kuatnya objek yang menghantam

dan kerasnya tulang. Seperti dengan fraktur wajah yang lain, pasien muda cenderung mengalami

fraktur kominunitiva septum nasal dibandingkan dengan pasien dewasa yang kebanyakan

frakturnya lebih kompleks.3

Daerah terlemah dari hidung adalah kerangka kartilago dan pertemuan antara kartilago

lateral bagian atas dengan tulang dan kartilago septum pada krista maksilaris. Daerah terlemah

merupakan tempat yang tersering mengalami fraktur atau dislokasi pada fraktur nasal.3

Kekuatan yang besar dari berbagai arah akan menyebabkan tulang hidung remuk yang

ditandai dengan deformitas bentuk C pada septum nasal. Deformitas bentuk C biasanya dimulai

di bagian bawah dorsum nasal dan meluas ke posterior dan inferior sekitar lamina

perpendikularis os ethmoid dan berakhir di lengkung anterior pada kartilago septum kira-kira 1

cm di atas krista maksilaris. Kebanyakan deviasi akibat fraktur nasal meliputi juga fraktur pada

kartilago septum nasal.3,7,12

Gambar 5 : Penulangan hidung

Diunduh dari http://www.learn-free-medical-transcription.blogspot.com

Fraktur nasal lateral merupakan yang paling sering dijumpai pada fraktur nasal. Fraktur

nasal lateral akan menyebabkan penekanan pada hidung ipsilateral yang biasanya meliputi

setengah tulang hidung bagian bawah, prosesus nasi maksilaris dan bagian tepi piriformis.

Trauma lain yang sering dihubungkan dengan fraktur nasal adalah fraktur frontalis, ethmoid dan

tulang lakrimalis, fraktur nasoorbital ethmoid; fraktur dinding orbita; fraktur lamina

kribriformis; fraktur sinus frontalis dan fraktur maksila Le Fort I, II, dan III. 3,7,12

13

Page 14: Referat Fraktur Nasal Berlin II

2.7 Klasifikasi

Fraktur hidung dapat dibedakan menurut :

1. Lokasi : tulang nasal (os nasale), septum nasi, ala nasi, dan tulang rawan triangularis.

2. Arah datangnya trauma :

- Dari lateral : kekuatan terbatas dapat menyebabkan fraktur impresi dari salah satu tulang

nasal. Pukulan lebih besar mematahkan kedua belah tulang nasal dan septum nasi

dengan akibat terjadi deviasi yang tampak dari luar.

- Dari frontal : cederanya bisa terbatas hanya sampai bagian distal hidung atau kedua

tulang nasal bisa patah dengan akibat tulang hidung jadi pesek dan melebar. Bahkan

kerangka hidung luar dapat terdesak ke dalam dengan akibat cedera pada kompleks

etmoid.

- Datang dari arah kaudal : relatif jarang.3

Jenis fraktur nasal meliputi :

1. fraktur nasal sederhana,

2. fraktur pada prosessus frontalis maksila,

3. fraktur nasal dengan pergeseran kartilago nasi,

4. fraktur dengan keluarnya kartilago septum dari sulkusnya di vomer,

5. fraktur kominutiva pada vomer, dan

6. fraktur pada tulang ethmoid sehingga CSS mengalir dari hidung.1,13

2.7.1 Fraktur hidung sederhana

Jika hanya terjadi fraktur tulang hidung saja dapat dilakukan reposisi fraktur dengan

analgesia lokal. Akan tetapi pada anak-anak atau orang dewasa yang tidak kooperatif tindakan

reposisi dilakukan dalam keadaan narkose umum.1

Analgesia lokal dapat dilakukan dengan pemasangan tampon lidokain 1-2% yang

dicampur dengan epinefrin 1: 1000. Tampon kapas yang berisi obat analgesia lokal ini dipasang

masing-masing 3 buah pada setiap lubang hidung. Tampon pertama diletakkan pada meatus

14

Page 15: Referat Fraktur Nasal Berlin II

superior tepat di bawah tulang hidung, tampon kedua diletakkan di antara konka media dan

septum dan bagian distal dari tampon tersebut terletak dalam foramen sfenopalatina. Tampon

ketiga ditempatkan antara konka inferior dan septum nasi. Ketiga tampon tersebut dipertahankan

selama 10 menit. Kadang –kadang diperlukan penambahan penyemprotan oxymethazoline spray

beberapa kali, melalui rinoskopi anterior untuk memperoleh efek anestesi dan efek

vasokonstriksi yang baik.1

Gambar 6 :Fraktur hidung sederhana 14

2.7.2 Fraktur nasal kominunitiva

Fraktur nasal dengan fragmentasi tulang hidung ditandai dengan batang hidung nampak

rata (pesek); tulang hidung mungkin dinaikkan ke posisi yang aman tetapi beberapa fragmen

tulang tetap hilang. Bidai digunakan untuk memindahkan fragmen tulang ke posisi yang

sebenarnya. Untuk tujuan tersebut beberapa kasa vaselin dimasukkan ke dalam lubang hidung.3

2.7.3 Fraktur tulang hidung terbuka

Fraktur tulang hidung terbuka menyebabkan perubahan tempat dari tulang hidung

tersebut yang juga disertai laserasi pada kulit atau mukoperiosteum rongga hidung. Kerusakan

atau kelainan pada kulit dari hidung diusahakan untuk diperbaiki atau direkonstruksi pada saat

tindakan.1

15

Page 16: Referat Fraktur Nasal Berlin II

2.7.4 Fraktur tulang nasoorbitoetmoid kompleks

Jika nasal piramid rusak karena tekanan atau pukulan dengan beban berat akan

menimbulkan fraktur hebat pada tulang hidung, lakrimal, etmoid, maksila dan frontal. Tulang

hidung bersambungan dengan prossesus frontalis os maksila dan prossesus nasalis os frontal.

Bagian dari nasal piramid yang terletak antara dua bola mata akan terdorong ke belakang.

Terjadilah fraktur nasoetmoid, fraktur nasomaksila dan fraktur nasoorbita. Fraktur ini dapat

menimbulkan komplikasi atau sekuele di kemudian hari. Komplikasi yang terjadi tersebut ialah :1

A. Komplikasi neurologik :1

1. Robeknya duramater

2. Keluarnya cairan serebrospinal dengan kemungkinan timbulnya meningitis

3. Pneumoensefal

4. Laserasi otak

5. Avulsi dari nervus olfaktorius

6. Hematoma epidural atau subdural

7. Kontusio otak dan nekrosis jaringan otak

B. Komplikasi pada mata :

1. Telekantus traumatika

2. Hematoma pada mata

3. Kerusakan nervus optikus yang mungkin menyebabkan kebutaan

4. Epifora

5. Ptosis

6. Kerusakan bola mata

C. Komplikasi pada hidung :

1. Perubahan bentuk hidung

2. Obstruksi rongga hidung yang disebabkan oleh fraktur,dislokasi, atau hematoma pada

septum

3. Gangguan penciuman (hiposmia atau anosmia)

4. Epistakis posterior yang hebat yang disebabkan karena robeknya arteri etmoidalis

5. Kerusakan duktus nasofrontalis dengan menimbulkan sinusitis frontal atau mukokel

16

Page 17: Referat Fraktur Nasal Berlin II

Pada keadaan terjadinya trauma hidung seperti tersebut di atas, jika terdapat kehilangan

kesadaran mungkin terjadi kerusakan pada susunan saraf otak sehingga memerlukan bantuan

seorang ahli bedah saraf otak. Konsultasi kepada seorang ahli mata diperlukan untuk

mengevaluasi kemungkinan terdapatnya kelainan pada mata. Pemeriksaan penunjang

radiologic berupa CT scan (axial dan koronal) diperlukan pada kasus ini.1

Kavum nasi dan lasernasi harus dibersihkan dan diperiksa kemungkinan terjadinya fistul

cairan serebro spinal. Integritas tendon kantus media harus dievaluasi, untuk ini diperlukan

konsultasi dengan ahli mata. Klasifikasi nasoorbitetmoid kompleks tipe I mengenai satu sisi

noncommunited fragmen sentral tanpa robeknya tendo kantus media. Tipe II, mengenai

fragmen sentral tanpa robeknya tendo kantus media. Tipe III mengenai kerusakan fragmen

sentral berat dengan robeknya tendo kantus media.1

Seorang ahli bedah maksilofasial harus mengenal organ yang rusak pada daerah tersebut

untuk melakukan tindakan rekonstruksi dengan cara menyambung tulang yang patah

sehingga mendapatkan hasil yang memuaskan. Fraktur nasoorbitetmoid kompleks ini

seringkali tidak dapat diperbaiki dengan cara sederhana menggunakan tampon hidung atau

fiksasi dari luar. Apabila terjadi kerusakan duktus naso-lakrimalis akan menyebabkan air

mata selalu keluar. Tindakan ini memerlukan penanganan yang lebih hati-hati dan teliti.

Rekonstruksi dilakukan dengan menggunakan kawat (stainless steel) atau plate & screw.

Pada fraktur tersebut di atas, memerlukan tindakan rekonstruksi kantus media.1

2.8 Gejala Klinis

Tanda yang mendukung terjadinya fraktur tulang hidung dapat berupa :5

a) Depresi atau pergeseran tulang – tulang hidung.

b) Terasa lembut saat menyentuh hidung.

c) Adanya pembengkakan pada hidung atau muka.

d) Memar pada hidung atau di bawah kelopak mata (black eye).

e) Deformitas hidung.

f) Keluarnya darah dari lubang hidung (epistaksis).

17

Page 18: Referat Fraktur Nasal Berlin II

g) Saat menyentuh hidung terasa krepitasi.

h) Rasa nyeri dan kesulitan bernapas dari lubang hidung.

Tanda-tanda berikut merupakan saat dimana sebaiknya meminta pertolongan dokter meliputi :

- Nyeri dan pembengkakan tidak menghilang 3x24 jam

- Hidung terlihat miring atau melengkung

- Sulit bernapas melalui hidung meskipun reaksi peradangan telah mereda

- Terjadi demam

- Perdarahan hidung berulang 5,15

Tanda-tanda berikut dimana sebaiknya meminta pertolongan ke unit gawat darurat :

- Perdarahan yang berlangsung lebih dari beberapa menit pada satu atau kedua lubang

hidung

- Keluar cairan berwarna bening dari lubang hidung

- Cedera lain pada tubuh dan muka

- Kehilangan kesadaran

- Sakit kepala yang hebat

- Muntah yang berulang

- Penurunan indra penglihatan

- Nyeri pada leher

- Rasa kebas, baal,atau lemah pada lengan. 5

2.9 Diagnosis

Diagnosis fraktur tulang hidung dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan

pemeriksaan hidung bagian dalam dilakukan dengan rinoskopi anterior, biasanya ditandai

dengan pembengkakan mukosa hidung terdapatnya bekuan dan kemungkinan ada

robekan pada mukosa septum, hematoma septum, dislokasi atau deviasi pada septum.1

18

Page 19: Referat Fraktur Nasal Berlin II

Pemeriksaan penunjang berupa foto os nasal, foto sinusparanasal posisi Water dan

bila perlu dapat dilakukan pemindaian dengan CT scan. CT scan berguna untuk melihat

fraktur hidung dan kemungkinan terdapatnya fraktur penyerta lainnya.1

Pasien harus selalu diperiksa terhadap adanya hematoma septum akibat fraktur,

bilamana tidak terdeteksi. Dan tidak dirawat dapat berlanjut menjadi abses, dimana

terjadi resorpsi kartilago septum dan deformitas hidung pelana ( saddle nose ) yang

berat.3

a. Anamnesis

Rentang waktu antara trauma dan konsultasi dengan dokter sangatlah penting untuk

penatalaksanaan pasien. Sangatlah penting untuk menentukan waktu trauma dan

menentukan arah dan besarnya kekuatan dari benturan. Sebagai contoh, trauma dari arah

frontal bisa menekan dorsum nasal, dan menyebabkan fraktur nasal. Pada kebanyakan

pasien yang mengalami trauma akibat olahraga, trauma nasal yang terjadi berulang dan

terus menerus, dan deformitas hidung akan menyebabkan sulit menilai antara trauma

lama dan trauma baru sehingga akan mempengaruhi terapi yang diberikan. Informasi

mengenai keluhan hidung sebelumnya dan bentuk hidung sebelumnya juga sangat

berguna. Keluhan utama yang sering dijumpai adalah epistaksis, deformitas hidung,

obstruksi hidung dan anosmia.3,12,13

b. Pemeriksaan fisik

Kebanyakan fraktur nasal adalah pelengkap trauma seperti trauma akibat dihantam

atau terdorong. Sepanjang penilaian awal dokter harus menjamin bahwa jalan napas

pasien aman dan ventilasi terbuka dengan sewajarnya. Fraktur nasal sering dihubungkan

dengan trauma pada kepala dan leher yang bisa mempengaruhi patennya trakea. Fraktur

nasal ditandai dengan laserasi pada hidung, epistaksis akibat robeknya membran mukosa.

Jaringan lunak hidung akan nampak ekimosis dan udem yang terjadi dalam waktu singkat

beberapa jam setelah trauma dan cenderung nampak di bawah tulang hidung dan

kemudian menyebar ke kelopak mata atas dan bawah.3,7,13

19

Page 20: Referat Fraktur Nasal Berlin II

Deformitas hidung seperti deviasi septum atau depresi dorsum nasal yang sangat

khas, deformitas yang terjadi sebelum trauma sering menyebabkan kekeliruan pada

trauma baru. Pemeriksaan yang teliti pada septum nasal sangatlah penting untuk

menentukan antara deviasi septum dan hematom septi, yang merupakan indikasi absolut

untuk drainase bedah segera. Sangatlah penting untuk memastikan diagnosa pasien

dengan fraktur, terutama yang meliputi tulang ethmoid. Fraktur tulang ethmoid biasanya

terjadi pada pasien dengan fraktur nasal fragmental berat dengan tulang piramid hidung

telah terdorong ke belakang ke dalam labirin ethmoid, disertai remuk dan melebar,

menghasilkan telekantus, sering dengan rusaknya ligamen kantus medial, apparatus

lakrimalis dan lamina kribriformis, yang menyebabkan rhinorrhea cerebrospinalis. 3,7,13

Pada pemeriksaan fisis dengan palpasi ditemukan krepitasi akibat emfisema

subkutan, teraba lekukan tulang hidung dan tulang menjadi irregular. Pada pasien dengan

hematom septi tampak area berwarna putih mengkilat atau ungu yang nampak berubah-

ubah pada satu atau kedua sisi septum nasal. Keterlambatan dalam mengidentifikasi dan

penanganan akan menyebabkan deformitas bentuk pelana, yang membutuhkan

penanganan bedah segera. Pemeriksaan dalam harus didukung dengan pencahayaan,

anestesi, dan semprot hidung vasokonstriktor. Spekulum hidung dan lampu kepala akan

memperluas lapangan pandang. Pada pemeriksaan dalam akan nampak bekuan darah

dan/atau deformitas septum nasal.3,7,12,13

Gambar 7: Deformitas septum nasal 16

b. Pemeriksaan radiologis

Jika tidak dicurigai adanya fraktur nasal komplikasi, radiografi jarang

diindikasikan. Karena pada kenyataannya kurang sensitif dan spesifik, sehingga

20

Page 21: Referat Fraktur Nasal Berlin II

hanya diindikasikan jika ditemukan keraguan dalam mendiagnosa. Radiografi tidak

mampu untuk mengidentifikasi kelainan pada kartilago dan ahli klinis sering salah

dalam menginterpretasikan sutura normal sebagi fraktur yang disertai dengan

pemindahan posisi. Bagaimanapun, ketika ditemukan gejala klinis seperti rhinorrhea

cerebrospinalis, gangguan pergerakan ekstraokular atau maloklusi. CT-scan dapat

diindikasikan untuk menilai fraktur wajah atau mandibular. 3,12,17

Gambar 8: Foto x-ray fraktur hidung 18

Gambar 9: CT-scan potongan coronal dan axial pada fraktur nasal 19

2.10 Penatalaksanaan

Tujuan Penangananan Fraktur Hidung :

a. Mengembalikan penampilan secara memuaskan

21

Page 22: Referat Fraktur Nasal Berlin II

b. Mengembalikan patensi jalan nafas hidung

c. Menempatkan kembali septum pada garis tengah

d. Menjaga keutuhan rongga hidung

e. Mencegah sumbatan setelah operasi, perforasi septum, retraksi kolumela, perubahan

bentuk punggung hidung

f. Mencegah gangguan pertumbuhan hidung 6

2.10.1 Konservatif

Penatalaksanaan fraktur nasal berdasarkan atas gejala klinis, perubahan fungsional dan

bentuk hidung, oleh karena itu pemeriksaan fisik dengan dekongestan nasal dibutuhkan.

Dekongestan berguna untuk mengurangi pembengkakan mukosa. Pasien dengan perdarahan

hebat, biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor topikal. Jika tidak berhasil bebat

kasa tipis, kateterisasi balon, atau prosedur lain dibutuhkan tetapi ligasi pembuluh darah jarang

dilakukan. Bebat kasa tipis merupakan prosedur untuk mengontrol perdarahan setelah

vasokonstriktor topikal. Biasanya diletakkan dihidung selama 2-5 hari sampai perdarahan

berhenti. Pada kasus akut, pasien harus diberi es pada hidungnya dan kepala sedikit ditinggikan

untuk mengurangi pembengkakan. Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko infeksi,

komplikasi dan kematian. Analgetik berperan simptomatis untuk mengurangi nyeri dan

memberikan rasa nyaman pada pasien. 1,10

Fraktur nasal merupakan fraktur wajah yang tersering dijumpai. Jika dibiarkan tanpa

dikoreksi, akan menyebabkan perubahan struktur hidung dan jaringan lunak sehingga akan

terjadi perubahan bentuk dan fungsi. Karena itu, ketepatan waktu terapi akan menurunkan resiko

kematian pasien dengan fraktur nasal. Terdapat banyak silang pendapat mengenai kapan

seharusnya penatalaksanaan dilakukan. Penatalaksanaan terbaik seharusnya dilakukan segera

setelah fraktur terjadi, sebelum terjadi pembengkakan pada hidung. Sayangnya, jarang pasien

dievaluasi secara cepat. Pembengkakan pada jaringan lunak dapat mengaburkan apakah patah

yang terjadi ringan atau berat dan membuat tindakan reduksi tertutup menjadi sulit dilakukan.

Sebab dari itu pasien dievaluasi setelah 3-4 hari berikutnya. Tindakan reduksi tertutup dilakukan

7-10 hari setelahnya dapat dilakukan dengan anestesi lokal. Jika tindakan ditunda setelah 7-10

hari maka akan terjadi kalsifikasi. 3,7

22

Page 23: Referat Fraktur Nasal Berlin II

Setelah memastikan bahwa saluran napas dalam kondisi baik, pernapasan optimal dan

keadaan pasien cenderung stabil, dokter baru melakukan penatalaksaan terhadap fraktur.

Penatalaksanaan dimulai dari cedera luar pada jaringan lunak. Jika terjadi luka terbuka dan

kemungkinan kontaminasi dari benda asing, maka irigasi diperlukan. Tindakan pembersihan

(debridement) juga dapat dilakukan. Namun pada tindakan debridement harus diperhatikan

dengan bijak agar tidak terlalu banyak bagian yang dibuang karena lapisan kulit diperlukan

untuk melapisi kartilago yang terbuka.7,12

2.10.2 Operatif

Untuk fraktur nasal yang tidak disertai dengan perpindahan fragmen tulang, penanganan

bedah tidak dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan. Deformitas akibat fraktur nasal

sering dijumpai dan membutuhkan reduksi dengan fiksasi adekuat untuk memperbaiki posisi

hidung. 4,12

A. Teknik reduksi tertutup

Reduksi tertutup adalah tindakan yang dianjurkan pada fraktur hidung akut yang

sederhana dan unilateral. Teknik ini merupakan satu teknik pengobatan yang digunakan untuk

mengurangi fraktur nasal yang baru terjadi. Namun, pada kasus tertentu tindakan reduksi terbuka

di ruang operasi kadang diperlukan. Penggunaan analgesia lokal yang baik, dapat memberikan

hasil yang sempurna pada tindakan reduksi fraktur tulang hidung. Jika tindakan reduksi tidak

sempurna maka fraktur tulang hidung tetap saja pada posisi yang tidak normal. Tindakan reduksi

ini dikerjakan 1-2 jam sesudah trauma, dimana pada waktu tersebut edema yang terjadi mungkin

sangat sedikit. Namun demikian tindakan reduksi secara lokal masih dapat dilakukan sampai 14

hari sesudah trauma. Setelah waktu tersebut tindakan reduksi mungkin sulit dikerjakan karena

sudah terbentuk proses kalsifikasi pada tulang hidung sehingga perlu dilakukan tindakan

rinoplasti estetomi.

Alat-alat yang dipakai pada tindakan reduksi adalah :

1. Elevator tumpul yang lurus (Boies Nasal Fracture Elevator)

2. Cunam Asch

23

Page 24: Referat Fraktur Nasal Berlin II

3. Cunam Walsham

4. Spekulum hidung pendek dan panjang (Killian)

5. Pinset bayonet.

Gambar 10 :

Reduction instruments. (Left) Asch forceps, (center) Walsham forceps,

and (right) Boies elevator. 13

Deformitas hidung yang minimal akibat fraktur dapat direposisi dengan tindakan yang

sederhana. Reposisi dilakukan dengan cunam Walsham. Pada penggunaan cunam Walsham ini,

satu sisinya dimasukkan ke dalam kavum nasi sedangkan sisi yang lain di luar hidung dia atas

kulit yang diproteksi dengan selang karet. Tindakan manipulasi dilakukan dengan kontrol palpasi

jari. 1

Jika terdapat deviasi piramid hidung karena dislokasi karena dislokasi tulang hidung,

cunam Asch digunakan dengan cara memasukkan masing-masing sisi (blade) ke dalam kedua

rongga hidung sambil menekan septum dengan kedua sisi forsep. Sesudah fraktur dikembalikan

pada posisi semula dilakukan pemasangan tampon di dalam rongga hidung. Tampon yang

dipasang dapat ditambah dengan antibiotika.1

Perdarahan yang timbul selama tindakan akan berhenti, sesudah pemasangan tampon

pada kedua rongga hidung. Fiksasi luar (gips) dilakukan dengan menggunakan beberapa lapis

gips yang dibentuk dari huruf “T” dan dipertahankan hingga 10-14 hari.1

Langkah–langkah pada tindakan reduksi tertutup :

24

Page 25: Referat Fraktur Nasal Berlin II

1. Memindahkan kedua prosesus nasofrontalis. Forceps Walsham’s digunakan untuk

memindahkan kedua prosesus nasalis keluar maksila dan menggunakan tenaga yang

terkontrol untuk menghindari gerakan menghentak yang tiba-tiba.

2. Perpindahan posisi tulang hidung. Septum kemudian dipegang dengan forceps Asch yang

diletakkan di belakang dorsum nasi. Forceps ini diciptakan sama prinsipnya dengan

forceps walsham’s, tetapi forcep Asch mempunyai mata pisau yang dapat memegang

septum yang mana bagian mata pisau tersebut terpisah dari pegangan utama bagian bawah

dengan ukuran lebih besar dan lekukan berguna untuk menghindari terjadinya kompresi

dan kerusakan kolumela yang hebat dan lebih luas.

3. Manipulasi septum nasal. Forceps Asch kemudian digunakan lagi untuk meluruskan

septum nasal.

4. Membentuk piramid hidung. Dokter ahli bedah seharusnya mampu untuk mendorong

hidung sampai mencapai posisi yang tidak seharusnya dan adanya sumbatan/kegagalan

mengindikasikan kesalahan posisi dan pergerakan tidak sempurna dan harus diulang.

Prosesus nasofrontalis didorong ke dalam dan tulang hidung akhirnya dapat terbentuk

dengan bantuan jari-jari tangan.

5. Kemungkinan pemindahan akhir septum. Dokter ahli bedah harus berhati-hati dalam

menilai bagian anterior hidung dan harus mengecek posisi dari septum nasal. Jika

memuaskan, dokter harus mereduksi terbuka fraktur septum melalui septoplasti atau

reseksi mukosa yang sangat terbatas.

6. Kemungkinan laserasi sutura kutaneus. Jika tipe fraktur adalah tipe patah tulang riuk, maka

dibutuhkan laserasi sutura pada kulit yang terbuka. Pertama-tama, luka harus dibuka.

Sangatlah penting untuk membuang semua benda asing yang berada pada luka seperti

pecahan kaca, kotoran atau batu kerikil. Hidung membutuhkan suplai darah yang cukup

dan oleh karena itu sedikit atau banyak debridemen sangat dibutuhkan. Penutupan pertama

terlihat kebanyakan luka sekitar 36 jam dan sutura nasalis menutup sekitar 3-4 mm.

Kadang luka kecil superfisial dapat menutup dengan plester adhesive (steristrips).3

25

Page 26: Referat Fraktur Nasal Berlin II

Reposisi fraktur hidung.

Gambar 11 :Reposisi Fraktur Hidung 20

26

Page 27: Referat Fraktur Nasal Berlin II

Gambar 12:Teknik reduksi tertutup 20

B. Teknik reduksi terbuka

Fraktur nasal reduksi terbuka cenderung tidak memberikan keuntungan. Pada daerah

dimana fraktur berada sangat beresiko mengalami infeksi sampai ke dalam tulang. Masalah pada

hidung menjadi kecil karena hidung mempunyai banyak suplai aliran darah bahkan pada masa

sebelum adanya antibiotik, komplikasi infeksi setelah fraktur nasal dan rhinoplasti sangat jarang

terjadi. 4,13

Teknik reduksi terbuka diindikasikan untuk :

1. Ketika operasi telah ditunda selama lebih dari 3 minggu setelah trauma.

2. Fraktur nasal berat yang meluas sampai ethmoid. Disini, sangat nyata adanya fragmentasi

tulang sering dengan kerusakan ligamentum kantus medial dan apparatus lakrimalis.

Reposisi dan perbaikan hanya mungkin dengan reduksi terbuka, dan sayangnya hal ini

harus segera dilakukan.

3. Reduksi terbuka juga dapat dilakukan pada kasus dimana teknik manipulasi reduksi

tertutup telah dilakukan dan gagal. Pada teknik reduksi terbuka harus dilakukan insisi pada

interkartilago. Gunting Knapp disisipkan di antara insisi interkartilago dan lapisan kulit

beserta jaringan subkutan yang terpisah dari permukaan luar dari kartilago lateral atas,

dengan melalui kombinasi antara gerakan memperluas dan memotong.3

2.11 Komplikasi

A) Hematom septi

Merupakan komplikasi yang sering dan serius dari trauma nasal. Septum hematom

ditandai dengan adanya akumulasi darah pada ruang subperikondrial. Ruangan ini akan

menekan kartilago di bawahnya, dan mengakibatkan nekrosis septum irreversible.

Deformitas bentuk pelana dapat berkembang dari jaringan lunak yang hilang. Prosedur

27

Page 28: Referat Fraktur Nasal Berlin II

yang harus dilakukan adalah drainase segera setelah ditemukan disertai dengan

pemberian antibiotik setelah drainase. 3,7,12

Gambar 13:

Bilateral septal hematomas associated with a nasal fracture 11

Penanganan hematom septum berupa : 3,13

- insisi dan drainase hematoma,

- pemasangan drain sementara,

- pemasangan balutan intranasal untuk menekan mukosa septum

- dan memperkecil kemungkinan terjadinya hematom ulang

- dimulainya terapi antibiotik untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya

infeksi.

B) Fraktur dinding orbita

Fraktur pada dinding orbita dan lantai orbita akibat pukulan dapat terjadi. Gejala

klinis yang muncul adalah disfungsi otot ekstraokuler. 3

C) Fraktur septum nasal

Sekitar 70% fraktur nasal dihubungkan dengan fraktur septum nasal. Trauma pada

hidung bagian bawah akan menyebabkan fraktur septum nasal tanpa adanya kerusakan

tulang hidung. Teknik yang dilakukan adalah teknik manipulasi reduksi tertutup dengan

menggunakan forceps Asch.3

28

Page 29: Referat Fraktur Nasal Berlin II

D) Fraktur lamina kribriformis

Merupakan predisposisi pengeluaran cairan cerebrospinalis, yang akan

menyebabkan komplikasi berupa meningitis, encephalitis dan abses otak.12,15

2.12 Prognosis

Kebanyakan fraktur nasal tanpa disertai dengan perpindahan posisi akan sembuh tanpa

adanya kelainan kosmetik dan fungsional. Dengan teknik reduksi terbuka dan tertutup akan

mengurangi kelainan kosmetik dan fungsional pada 70 % pasien.6,12

29

Page 30: Referat Fraktur Nasal Berlin II

BAB III

PENUTUP

Fraktur hidung merupakan kejadian fraktur yang paling sering terjadi pada trauma yang

mengakibatkan fraktur pada tulang wajah. Angka kejadiannya mencapai 40% dari seluruh

kejadian. Penyebab dari fraktur tulang hidung meliputi cedera saat olahraga, akibat perkelahian,

kecelakaan lalu lintas, terjatuh, mabuk, masalah kelahiran dan kadang iatrogenik. Tulang hidung

dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena hidung letaknya menonjol dan merupakan

bagian sentral dari wajah,sehingga kurang kuat menghadapi tekanan dari luar.

Ketepatan waktu dalam mendiagnosa kejadian fraktur hidung sangat berperan dalam

mencapai penyembuhan yang optimal dan estetika yang baik. Maka pengenalan atas gejala klinis

harus dimiliki oleh dokter untuk melakukan penatalaksanaan selanjutnya. Gejala klinis dari

fraktur hidung yang sering dijumpai adalah epistakis, deformitas hidung, obstruksi hidung dan

anosmia. Adapun pemeriksaan fisik yang ditemukan dapat berupa deviasi septum, depresi

septum nasi, dan epistakis. Untuk memastikan diagnosa dapat ditunjang dengan pencitraan

seperti foto X-ray hidung dan CT scan hidung.

Penanganan dari fraktur hidung secara konservatif, pasien dengan pendarahan hebat,

biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor topikal. Antibiotik diberikan untuk

mengurangi resiko infeksi dan komplikasi yang dapat menimbulkan kematian. Analgetik untuk

mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman pada pasien. Adapun pada fraktur hidung

sederhana maupun kominutiva yang disertai dengan deviasi septum dan deformitas harus

dilakukan tindakan operatif yang terdiri dari teknik reduksi tertutup dan reduksi terbuka.

Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur hidung meliputi heatoma septum, fraktur dinding

orbita, fraktur septum nasal dan fraktur lamina kribiformis.

30

Page 31: Referat Fraktur Nasal Berlin II

Daftar Pustaka

1. Efiaty A S, Nurbaiti I, Jenny B, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,

Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Cetakan ke-1. Jakarta: FKUI;2007.h.118-

122,199-202.

2. 2. Adam T.R et al. Nasal and Septal Fractures. Diunduh dari :

3. http: //emedicine.medscape.com/article/878595. Juli 2013.

4. Anonymus. Fraktur nasal. Di unduh dari: http://ilmubedah.info/definisi-anatomi-

diagnosis-penatalaksanaan-fraktur-nasal. Juli 2013.

5. R.Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Fraktur Tulang Hidung. Edisi

ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2005.h.338.

6. Mayo Clinic Staff. Broken Nose. Diunduh dari:

http//www.mayoclinic.com/health/broken-nose. Juli 2013.

7. P Van den Broek, etc. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, dan Telinga.

Fraktur Hidung. Edisi ke-12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.121.

8. Lalwani AK. Current Diagnosis dan Treatment : Otolaryngology Head and Neck

Surgery. Edisi ke-2. USA; McGraw-Hill Medical;2007.Chapter 11.

9. Anatomi dan Fisiologi hidung. Diunduh dari: http://www.infokedokteran.com. Juli 2013.

10. Anatomi bagian luar. Diunduh dari:www.familymedschool.com. Juli 2013.

11. Anatomi hidung. Diunduh dari : www.netterimages.com.Juli 2013

12. Vaskularisasi Hidung. Di unduh dari: www.aafp.org/afp/2005/0115/p305.html. Juli 2013

13. Samual J.H. Nasal Fracture. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/84829-

overview. Juli 2013.

31

Page 32: Referat Fraktur Nasal Berlin II

14. Corry J.K. Management of Acute Nasal Fractures. Diunduh dari:

www.aafp.org/afp/2004/1001/p1315.html. Juli 2013.

15. Fraktur Hidung Sederhana. Di unduh dari : www.healthline.com/adamimage. Juli 2013.

16. Elizabeth A B. Broken Nose. Diunduh dari : http://www.emedicinehealth.com/broken

nose/article em.htm. Juli 2013.

17. Deformitas Septum Nasal. Diunduh dari : www.healthline.com. Juli 2013.

18. George L Adams. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Fraktur Hidung. Edisi ke-6. Cetakan

ke-3. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC;1997.h.513.

19. Foto x-ray fraktur hidung. Diunduh dari: www.emedicine.medscape.com. Juli 2013

20. CT-scan fraktur nasal. Diunduh dari: rhinoplastyinseattle.com. Juli 2013

21. Reposisi dan reduksi fraktur hidung. Diunduh dari: www.primary-surgery.org Juli 2013.

32