Referat Fraktur Nasal Berlin II
-
Upload
berliana08096233 -
Category
Documents
-
view
1.001 -
download
13
Transcript of Referat Fraktur Nasal Berlin II
Bab I
Pendahuluan
Fraktur nasal merupakan fraktur paling sering ditemui pada trauma muka, namun fraktur
nasal sering tidak terdiagnosa dan diobati pada saat cedera. Pada kasus trauma wajah sekitar 40%
adalah fraktur nasal. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan dibagian anterior wajah merupakan
salah satu faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya fraktur jika terdapat trauma pada
wajah.1
Fraktur nasal merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma yang ditandai
dengan patahnya tulang hidung baik sederhana maupun kominunitiva. Fraktur nasal pada orang
dewasa dijumpai pada kasus berkelahi, trauma akibat olahraga, jatuh dan kecelakaan lalu lintas,
sedangkan pada anak-anak sering disebabkan karena bermain dan olahraga.2
Fraktur nasal dapat ditemukan dan berhubungan dengan fraktur tulang wajah yang lain.
Oleh karena itu fraktur nasal sering tidak terdiagnosa dan tidak mendapat penanganan karena
pada beberapa pasien sering tidak menunjukan gejala klinis. Jenis fraktur nasal tergantung pada
arah pukulan yang mengenai hidung. Fraktur lateral biasanya merupakan fraktur nasal tertutup
yang mencapai tulang frontalis dan maksilaris.1
Fraktur nasal sering menyebabkan deformitas septum nasal karena adanya pergeseran
septum dan fraktur septum. Pada jenis fraktur nasal kominunitiva, processus frontalis os maksila
dan lamina prependikularis os ethmoidalis dan vomer biasanya mengalami fraktur. Fraktur os
nasal biasanya disebabkan oleh trauma langsung.3 Pada pemeriksaan di dapatkan pembengkakan,
epistakis,nyeri tekan dan teraba garis fraktur. Foto rontagen dari arah lateral dapat menunjang
diagnosis. Fraktur tulang ini harus cepat direposisi dengan anestesi local dan imobilisasi
dilakukan dengan memasukan tampon ke dalam lubang hidung dan dipertahankan dalam 3-4
hari. Patahan dapat dilindungi dengan gips tipis berbentuk kupu-kupu untuk 1-2 minggu.4
Fraktur dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka atau tertutup, tergantung pada
integritas mukosa. Identidikasi awal dan penanganan cedera di awal periode juga penting untuk
menghindari komplikasi potensial dari patah tulang dan septum hidung. Dengan memastikan
tidak adanya hematom penting untuk menghindari kerusakan lebih lanjut serta menghindari
1
komplikasi antara lain kompresi jaringan serta infeksi yang berbahaya. Selain itu, penting untuk
ahli bedah menilai gejala sisa pada awal dan akhir dari luka untuk terapi.1
2
Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang
diabsorpsinya. Fraktur tulang hidung adalah setiap retakan atau patah yang terjadi pada
bagian tulang di organ hidung.5
2.2 Insiden
Di Amerika Serikat fraktur hidung merupakan fraktur ketiga paling sering sering
ditemui selain dari fraktur klavikula dan pergelangan tangan.2 Sekitar 39-45% dari
seluruh fraktur wajah. Pria dua kali lebih banyak disbanding wanita. Insiden meningkat
pada umur 15-30 tahun dan dihubungkan dengan perkelahian dan cedera akibat olahraga.
Selain itu juga, paling sering disebabkan oleh jatuh dari motor dan kecelakaan lalu
lintas.3,5
2.3 Etiologi
Penyebab dari fraktur tulang hidung berkaitan dengan trauma langsung pada
hidung atau muka. Pada trauma muka paling sering terjadi fraktur hidung.3
Penyebab utama dari trauma dapat berupa :
Cedera saat olahraga
Akibat perkelahian
Kecelaaan lalu lintas
Terjatuh
Masalah kelahiran
Kadang dapat iatrogenik 5,6
3
2.4 Anatomi Hidung
Hidung adalah organ sederhana yang sebenarnya berfungsi sangat vital dalam kehidupan
kita. Selain sebagai indera penghidu, hidung juga ternyata berguna sebagai saringan (filter)
terhadap debu yang masuk bersama udara yang kita hirup. Hidung juga menjadi air conditioning
sistem dengan cara menghangatkan atau melembabkan udara yang masuk ke tubuh kita.1
Hidung merupakan bagian wajah yang paling sering mengalami trauma karena
merupakan bagian yang berada paling depan dari wajah dan paling menonjol. Hidung secara
anatomi dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Hidung bagian luar (Nasus eksterna)
2. Rongga hidung (Nasus interna atau kavum nasi)7
2.4.1 Hidung Bagian Luar (Nasus Eksterna)
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :8
1) Pangkal hidung (bridge),
2) batang hidung (dorsum nasi),
3) puncak hidung (tip),
4) ala nasi,
5) kolumela dan
6) lubang hidung (nares anterior)
4
Gambar 1 : Gambar 2 :
Anatomi hidung bagian luar 9 Anatomi hidung 10
Hidung luar dilapisi oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. 7
Kerangka tulang terdiri dari :
1) tulang hidung ( os nasalis),
2) prosesus frontalis os maksila dan
3) prosesus nasalis os frontal,
sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak
di bagian bawah hidung, yaitu :1
1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior,
2) sepasang kartilago nasalis inferior yang disebut sebagai kartilago alar mayor,dan
3) tepi anterior kartilago septum.
5
2.4.2 Rongga Hidung (Nasus Interna/ Kavum Nasi)
Rongga hidung dibagi dua bagian, kanan dan kiri di garis median oleh septum nasi yang
sekaligus menjadi dinding medial rongga hidung. Kerangka septum dibentuk oleh :
a. Lamina perpendikularis tulang etmoid (superior)
b. Kartilago kuadrangularis (anterior)
c. Tulang vomer (posterior)
d. Krista maksila dan Krista palatina (bawah) yang menghubungkan septum dengan dasar
rongga hidung.3,7
Dibagian anterior septum nasi terdapat bagian yang disebut Area Little, merupakan
anyaman pembuluh darah yaitu Pleksus Kiesselbach. Tempat ini mudah terkena trauma dan
menyebabkan epistakis. Di bagian antrokaudal, septum nasi mudah digerakkan. 3,7
Ke arah belakang rongga hidung berhubungan dengan nasofaring melalui sepasang
lubang yang disebut koana berbentuk bulat lonjong (oval), sedangkan ke arah depan rongga
hidung berhubungan dengan dunia luar melalui nare. 3,7
Atap rongga hidung berbentuk kurang lebih menyerupai busur yang sebagian besar
dibentuk oleh lamina kribosa tulang etmoid. Di sebelah anterior, bagian ini dibentuk oleh tulang
frontal dan sebelah posterior oleh tulang sfenoid. 3,7
Melalui lamina kribosa keluar ujung-ujung saraf olfaktoria menuju mukosa yang melapisi
bagian teratas dari septum nasi dan permukaan kranial dari konka nasi superior. Bagian ini
disebut regio olfaktoria. 3,7
Dinding lateral rongga hidung dibentuk oleh konka nasi dan meatus nasi. Konka nasi
merupakan tonjolan-tonjolan yang memanjang dari anterior ke posterior dan mempunyai rangka
tulang. Meatus nasi terletak di bawah masing-masing konka nasi dan merupakan bagian dari
hidung. 3,7
6
Konka Nasi
Di dalam kavum nasi terdapat tiga pasang konka nasi, yaitu konka nasi inferior, konka
nasi medius, dan konka nasi superior. Konka nasi inferior merupakan konka yang terbesar
diantara ketiga konka nasi. Mukosa yang melapisinya tebal dan mengandung banyak pleksus
vena dan membentuk jaringan kavernosus. Rangka tulangnya melekat pada tulang palatina,
etmoid, maksila, dan lakrimal. 3,7
Konka nasi media adalah yang kedua setelah konka nasi inferior. Terletak diantara konka
inferior dan konka superior. Mukosa yang melapisinya sama dengan yang melapisi konka nasi
inferior. Rangka tulangnya merupakan bagian dari tulang etmoid. Kadang-kadang di dalam
konka media terdapat sel sehingga konka menjadi besar dan menutup meatus nasi media yang
disebut konka bulosa. 3,7
Konka nasi superior merupakan konka konka yang paling kecil. Mukosa yang
melapisinya jauh lebih tipis dari kedua konka lainnya. Rangka tulangnya juga merupakan
bagian dari tulang etmoid. Kadang-kadang didapatkan konka nasi suprema yang merupakan
konka nasi yang keempat. Jika ada, konka suprema ini sangat kecil dan sebenarnya
merupakan bagian dari konka superior yang membelah menjadi dua bagian. 3,7
Meatus Nasi
Meatus nasi inferior merupakan celah yang terdapat dibawah konka inferior. Dekat
ujungnya terdapat ostium (muara) duktus nasolakrimalis. Muara ini seringkali dilindungi oleh
lipatan mukosa yang disebut katup dari Hasner (Plika lakrimalis Hasner). 3,7
Meatus nasi media terletak diantara konka inferior dan konka media. Ostium sinus merupakan
lubang penghubung sinus paranasal dan kavum nasi, berfungsi sebagai ventilasi dari sinus
paranasal sebagian terletak di meatus media. 3,7
Sinus frontal bermuara di bagian anterior, sedangkan muara dari sinus maksila terdapat
kira-kira di bagian tengah, tempat muara dari sinus etmoid anterior. Struktur-struktur yang
ada di dalam meatus nasi media disebut kompleks ostiomeatal. Kompleks ini penting artinya
secara klinis dalam menimbulkan gangguan drainase sinus paranasal. Kelainan dalam
kompleks ini akan mempengaruhi potensi ostium sinus sehingga berperan besar dalam
patofisiologi sinus paranasal.7
7
Meatus nasi superior terletak diantara konka media dan konka superior dan merupakan
meatus yang terkecil. Disinalah bermuara sinus etmoid posterior. Resesus sfeno-etmoid
terdapat pada dinding lateral rongga hidung diantara atap rongga hidung dan konka nasi
superior. Di sini terdapat muara sinus sphenoid. 3,7
Sinus Paranasal
Di sekitar rongga hidung terdapat rongga-rongga yang terletak di dalam tulang yang
disebut sinus paranasal. Terdapat empat sinus paranasal, yaitu sinus maksila kanan dan kiri,
sinus frontal kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri serta sinus sfenoid kanan dan kiri.3
Sinus maksila disebut juga Antrum Higmori atau lebih sering disebut antrum saja.
Rongga sinus paranasal berhubungan dengan rongga hidung melalui suatu lubang yang
disebut ostium. Selula etmoid dikelompokan menjadi selula etmoid anterior dan selula etmoid
posterior. Salah satu sel etmoid paling besar dan terletak paling medial disebut ostium. Sinus
maksila dan selula etmoid sudah terbentuk sejak lahir dalam ukuran kecil dan bertambah
besar sampai ukuran maksimal pada dewasa. Sinus frontal merupakan ekstensi dari selula
etmoid anterior dan mencapai pertumbuhan penuh antara umur 8 sampai 15 tahun.
Pertumbuhan sinus frontal kanan dan kiri besarnya sering tidak simetris dan pada sekitar 5%
populasi, sinus frontal hanya tumbuh pada satu sisi. 3,7
Mukosa Rongga Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histiologik dan fungsional dibagi
atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius).
Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaanya dilapisi
oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia (ciliated pseudostratified collumner
epithelium) dan diantaranya terdapat sel-sel goblet.1 Sel goblet yang menghasilkan lendir,
lendir ini mempunyai pH 6,5 dan mengandung lisozim yang mempunyai efek antiseptik. Tiap
sel mukosa rongga hidung mempunyai silia yang jumlahnya dapat mencapai 25 sampai 100
buah. Silia bergerak sekitar 250 gerakan permenit. Pergerakan ini dipengaruhi oleh suhu,
kelembaban dan paparan zat anestetik atau gas. Gerakan silia akan mendorong selimut lendir
diatasnya ke belakang dengan kecepatan 5-10 mm permenit.3,7
8
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga
atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu tidak bersilia (pseudostratified
collumner non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel
penunjang, sel basal, dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat
kekuningan.1
Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukoasanya lebih tebal dan kadang-
kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa
respiratori berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous
blanket) pada permukaanya. Di bawah epitel terdapat tunika propria yang banyak
mengandung pebuluh darah, kelenjar mukosa, dan jaringan limfoid.
Rongga hidung seluruhnya dilapisi oleh mukosa, kecuali nares dan vestibulum nasi
dilapisi oleh kulit tempat tumbuh rambut yang disebut vibrissea. 1
Gambar 3: Rongga Hidung 10
Vaskularisasi Hidung
Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior dan posterior
yang merupakan cabang dari a.oftalmika dari a.karotis interna.
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a.maksilaris interna, di
antaranya ialah ujung palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen
9
sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung
posterior konka media.8
Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang a.fasialis. Pada bagian
depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina. a.etmoid anterior,
a.labialis superior dan a.palatine mayor yang disebut pleksus Kiesselbach (Little’s area).1
Pleksus Kiesselbach letaknya superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering
menjadi sumber epistaksis (pendarahan hidung), terutama pada anak. Vena-vena hidung
mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di
vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus
kavernosus. Vena-vena hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan factor predisposisi
untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intracranial.1,8
Gambar 4: Vaskularisasi hidung 11
Persarafan Hidung
Bagian depan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis anterior,
yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V-1). Rongga
hidung lainnya,sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila melalui ganglion
sfenopalatina. Ganglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris, juga
memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung.1,8
10
Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila (N.V-2), serabut
parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan serabut- serabut simpatis dari n.petrousus
profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior
konka media.8
Fungsi penghidu berasal dari n.olfaktorius. N.Olfaktorius turun melalui lamina kribosa
dari permukaan bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada
mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.8
2.5 Fungsi Hidung
Fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah : 1
1) Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring udara,
humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik
lokal
2) Fungsi penghidu karena terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk
menampung stimulus penghidu
3) Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses bicara dan
mencega hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang
4) Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma
dan pelindung panas
5) Refleks nasal
2.5.1 Fungsi Respirasi 1
Udara inspirasi masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui nares anterior, lalu naik
ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah kea rah nasofaring. Aliran udara di
hidung ini berbentuk lengkungan atau arkus.
Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir. Pada musim panas,
udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan udara nspirasi oleh palut
lendir, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.
11
Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37°C. Fungsi pengatur suhu ini
dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka
dan septum yang luas.
Partikel debu, virus, bateri, dan jamur yang terhirup bersama udara akan disaring di
hidung oleh : a) rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, b) silia, c) palut lendir. Debu dan
bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan
refleks bersin.
2.5.2 Fungsi Penghidu 1
Hidung juga bekerja sebagai indera penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum.
Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila
menarik napas dengan kuat.Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk
membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan rasa manis
strawberi, jeruk, pisang, atau coklat. Juga untuk membedakan rasa asam yang berasal dari cuka
dan asam jawa.
2.5.3 Fungsi Fonetik 1
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.
Sumbatan hidung kan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara
sengau (rinolalia).
Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah,bibir, dan
palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (m,n.ng) rongga mulut tertutup dan hidung
terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.
2.5.4 Refleks Nasal 1
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,
kardiovaskular dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan reflek bersin dan
napas berhenti. Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung, dan
pankreas.
12
2.6 Patofisiologi
Tulang hidung dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena hidung letaknya
menonjol dan merupakan bagian sentral dari wajah, sehingga kurang kuat menghadapi tekanan
dari luar. Pola fraktur yang diketahui beragam tergantung pada kuatnya objek yang menghantam
dan kerasnya tulang. Seperti dengan fraktur wajah yang lain, pasien muda cenderung mengalami
fraktur kominunitiva septum nasal dibandingkan dengan pasien dewasa yang kebanyakan
frakturnya lebih kompleks.3
Daerah terlemah dari hidung adalah kerangka kartilago dan pertemuan antara kartilago
lateral bagian atas dengan tulang dan kartilago septum pada krista maksilaris. Daerah terlemah
merupakan tempat yang tersering mengalami fraktur atau dislokasi pada fraktur nasal.3
Kekuatan yang besar dari berbagai arah akan menyebabkan tulang hidung remuk yang
ditandai dengan deformitas bentuk C pada septum nasal. Deformitas bentuk C biasanya dimulai
di bagian bawah dorsum nasal dan meluas ke posterior dan inferior sekitar lamina
perpendikularis os ethmoid dan berakhir di lengkung anterior pada kartilago septum kira-kira 1
cm di atas krista maksilaris. Kebanyakan deviasi akibat fraktur nasal meliputi juga fraktur pada
kartilago septum nasal.3,7,12
Gambar 5 : Penulangan hidung
Diunduh dari http://www.learn-free-medical-transcription.blogspot.com
Fraktur nasal lateral merupakan yang paling sering dijumpai pada fraktur nasal. Fraktur
nasal lateral akan menyebabkan penekanan pada hidung ipsilateral yang biasanya meliputi
setengah tulang hidung bagian bawah, prosesus nasi maksilaris dan bagian tepi piriformis.
Trauma lain yang sering dihubungkan dengan fraktur nasal adalah fraktur frontalis, ethmoid dan
tulang lakrimalis, fraktur nasoorbital ethmoid; fraktur dinding orbita; fraktur lamina
kribriformis; fraktur sinus frontalis dan fraktur maksila Le Fort I, II, dan III. 3,7,12
13
2.7 Klasifikasi
Fraktur hidung dapat dibedakan menurut :
1. Lokasi : tulang nasal (os nasale), septum nasi, ala nasi, dan tulang rawan triangularis.
2. Arah datangnya trauma :
- Dari lateral : kekuatan terbatas dapat menyebabkan fraktur impresi dari salah satu tulang
nasal. Pukulan lebih besar mematahkan kedua belah tulang nasal dan septum nasi
dengan akibat terjadi deviasi yang tampak dari luar.
- Dari frontal : cederanya bisa terbatas hanya sampai bagian distal hidung atau kedua
tulang nasal bisa patah dengan akibat tulang hidung jadi pesek dan melebar. Bahkan
kerangka hidung luar dapat terdesak ke dalam dengan akibat cedera pada kompleks
etmoid.
- Datang dari arah kaudal : relatif jarang.3
Jenis fraktur nasal meliputi :
1. fraktur nasal sederhana,
2. fraktur pada prosessus frontalis maksila,
3. fraktur nasal dengan pergeseran kartilago nasi,
4. fraktur dengan keluarnya kartilago septum dari sulkusnya di vomer,
5. fraktur kominutiva pada vomer, dan
6. fraktur pada tulang ethmoid sehingga CSS mengalir dari hidung.1,13
2.7.1 Fraktur hidung sederhana
Jika hanya terjadi fraktur tulang hidung saja dapat dilakukan reposisi fraktur dengan
analgesia lokal. Akan tetapi pada anak-anak atau orang dewasa yang tidak kooperatif tindakan
reposisi dilakukan dalam keadaan narkose umum.1
Analgesia lokal dapat dilakukan dengan pemasangan tampon lidokain 1-2% yang
dicampur dengan epinefrin 1: 1000. Tampon kapas yang berisi obat analgesia lokal ini dipasang
masing-masing 3 buah pada setiap lubang hidung. Tampon pertama diletakkan pada meatus
14
superior tepat di bawah tulang hidung, tampon kedua diletakkan di antara konka media dan
septum dan bagian distal dari tampon tersebut terletak dalam foramen sfenopalatina. Tampon
ketiga ditempatkan antara konka inferior dan septum nasi. Ketiga tampon tersebut dipertahankan
selama 10 menit. Kadang –kadang diperlukan penambahan penyemprotan oxymethazoline spray
beberapa kali, melalui rinoskopi anterior untuk memperoleh efek anestesi dan efek
vasokonstriksi yang baik.1
Gambar 6 :Fraktur hidung sederhana 14
2.7.2 Fraktur nasal kominunitiva
Fraktur nasal dengan fragmentasi tulang hidung ditandai dengan batang hidung nampak
rata (pesek); tulang hidung mungkin dinaikkan ke posisi yang aman tetapi beberapa fragmen
tulang tetap hilang. Bidai digunakan untuk memindahkan fragmen tulang ke posisi yang
sebenarnya. Untuk tujuan tersebut beberapa kasa vaselin dimasukkan ke dalam lubang hidung.3
2.7.3 Fraktur tulang hidung terbuka
Fraktur tulang hidung terbuka menyebabkan perubahan tempat dari tulang hidung
tersebut yang juga disertai laserasi pada kulit atau mukoperiosteum rongga hidung. Kerusakan
atau kelainan pada kulit dari hidung diusahakan untuk diperbaiki atau direkonstruksi pada saat
tindakan.1
15
2.7.4 Fraktur tulang nasoorbitoetmoid kompleks
Jika nasal piramid rusak karena tekanan atau pukulan dengan beban berat akan
menimbulkan fraktur hebat pada tulang hidung, lakrimal, etmoid, maksila dan frontal. Tulang
hidung bersambungan dengan prossesus frontalis os maksila dan prossesus nasalis os frontal.
Bagian dari nasal piramid yang terletak antara dua bola mata akan terdorong ke belakang.
Terjadilah fraktur nasoetmoid, fraktur nasomaksila dan fraktur nasoorbita. Fraktur ini dapat
menimbulkan komplikasi atau sekuele di kemudian hari. Komplikasi yang terjadi tersebut ialah :1
A. Komplikasi neurologik :1
1. Robeknya duramater
2. Keluarnya cairan serebrospinal dengan kemungkinan timbulnya meningitis
3. Pneumoensefal
4. Laserasi otak
5. Avulsi dari nervus olfaktorius
6. Hematoma epidural atau subdural
7. Kontusio otak dan nekrosis jaringan otak
B. Komplikasi pada mata :
1. Telekantus traumatika
2. Hematoma pada mata
3. Kerusakan nervus optikus yang mungkin menyebabkan kebutaan
4. Epifora
5. Ptosis
6. Kerusakan bola mata
C. Komplikasi pada hidung :
1. Perubahan bentuk hidung
2. Obstruksi rongga hidung yang disebabkan oleh fraktur,dislokasi, atau hematoma pada
septum
3. Gangguan penciuman (hiposmia atau anosmia)
4. Epistakis posterior yang hebat yang disebabkan karena robeknya arteri etmoidalis
5. Kerusakan duktus nasofrontalis dengan menimbulkan sinusitis frontal atau mukokel
16
Pada keadaan terjadinya trauma hidung seperti tersebut di atas, jika terdapat kehilangan
kesadaran mungkin terjadi kerusakan pada susunan saraf otak sehingga memerlukan bantuan
seorang ahli bedah saraf otak. Konsultasi kepada seorang ahli mata diperlukan untuk
mengevaluasi kemungkinan terdapatnya kelainan pada mata. Pemeriksaan penunjang
radiologic berupa CT scan (axial dan koronal) diperlukan pada kasus ini.1
Kavum nasi dan lasernasi harus dibersihkan dan diperiksa kemungkinan terjadinya fistul
cairan serebro spinal. Integritas tendon kantus media harus dievaluasi, untuk ini diperlukan
konsultasi dengan ahli mata. Klasifikasi nasoorbitetmoid kompleks tipe I mengenai satu sisi
noncommunited fragmen sentral tanpa robeknya tendo kantus media. Tipe II, mengenai
fragmen sentral tanpa robeknya tendo kantus media. Tipe III mengenai kerusakan fragmen
sentral berat dengan robeknya tendo kantus media.1
Seorang ahli bedah maksilofasial harus mengenal organ yang rusak pada daerah tersebut
untuk melakukan tindakan rekonstruksi dengan cara menyambung tulang yang patah
sehingga mendapatkan hasil yang memuaskan. Fraktur nasoorbitetmoid kompleks ini
seringkali tidak dapat diperbaiki dengan cara sederhana menggunakan tampon hidung atau
fiksasi dari luar. Apabila terjadi kerusakan duktus naso-lakrimalis akan menyebabkan air
mata selalu keluar. Tindakan ini memerlukan penanganan yang lebih hati-hati dan teliti.
Rekonstruksi dilakukan dengan menggunakan kawat (stainless steel) atau plate & screw.
Pada fraktur tersebut di atas, memerlukan tindakan rekonstruksi kantus media.1
2.8 Gejala Klinis
Tanda yang mendukung terjadinya fraktur tulang hidung dapat berupa :5
a) Depresi atau pergeseran tulang – tulang hidung.
b) Terasa lembut saat menyentuh hidung.
c) Adanya pembengkakan pada hidung atau muka.
d) Memar pada hidung atau di bawah kelopak mata (black eye).
e) Deformitas hidung.
f) Keluarnya darah dari lubang hidung (epistaksis).
17
g) Saat menyentuh hidung terasa krepitasi.
h) Rasa nyeri dan kesulitan bernapas dari lubang hidung.
Tanda-tanda berikut merupakan saat dimana sebaiknya meminta pertolongan dokter meliputi :
- Nyeri dan pembengkakan tidak menghilang 3x24 jam
- Hidung terlihat miring atau melengkung
- Sulit bernapas melalui hidung meskipun reaksi peradangan telah mereda
- Terjadi demam
- Perdarahan hidung berulang 5,15
Tanda-tanda berikut dimana sebaiknya meminta pertolongan ke unit gawat darurat :
- Perdarahan yang berlangsung lebih dari beberapa menit pada satu atau kedua lubang
hidung
- Keluar cairan berwarna bening dari lubang hidung
- Cedera lain pada tubuh dan muka
- Kehilangan kesadaran
- Sakit kepala yang hebat
- Muntah yang berulang
- Penurunan indra penglihatan
- Nyeri pada leher
- Rasa kebas, baal,atau lemah pada lengan. 5
2.9 Diagnosis
Diagnosis fraktur tulang hidung dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan
pemeriksaan hidung bagian dalam dilakukan dengan rinoskopi anterior, biasanya ditandai
dengan pembengkakan mukosa hidung terdapatnya bekuan dan kemungkinan ada
robekan pada mukosa septum, hematoma septum, dislokasi atau deviasi pada septum.1
18
Pemeriksaan penunjang berupa foto os nasal, foto sinusparanasal posisi Water dan
bila perlu dapat dilakukan pemindaian dengan CT scan. CT scan berguna untuk melihat
fraktur hidung dan kemungkinan terdapatnya fraktur penyerta lainnya.1
Pasien harus selalu diperiksa terhadap adanya hematoma septum akibat fraktur,
bilamana tidak terdeteksi. Dan tidak dirawat dapat berlanjut menjadi abses, dimana
terjadi resorpsi kartilago septum dan deformitas hidung pelana ( saddle nose ) yang
berat.3
a. Anamnesis
Rentang waktu antara trauma dan konsultasi dengan dokter sangatlah penting untuk
penatalaksanaan pasien. Sangatlah penting untuk menentukan waktu trauma dan
menentukan arah dan besarnya kekuatan dari benturan. Sebagai contoh, trauma dari arah
frontal bisa menekan dorsum nasal, dan menyebabkan fraktur nasal. Pada kebanyakan
pasien yang mengalami trauma akibat olahraga, trauma nasal yang terjadi berulang dan
terus menerus, dan deformitas hidung akan menyebabkan sulit menilai antara trauma
lama dan trauma baru sehingga akan mempengaruhi terapi yang diberikan. Informasi
mengenai keluhan hidung sebelumnya dan bentuk hidung sebelumnya juga sangat
berguna. Keluhan utama yang sering dijumpai adalah epistaksis, deformitas hidung,
obstruksi hidung dan anosmia.3,12,13
b. Pemeriksaan fisik
Kebanyakan fraktur nasal adalah pelengkap trauma seperti trauma akibat dihantam
atau terdorong. Sepanjang penilaian awal dokter harus menjamin bahwa jalan napas
pasien aman dan ventilasi terbuka dengan sewajarnya. Fraktur nasal sering dihubungkan
dengan trauma pada kepala dan leher yang bisa mempengaruhi patennya trakea. Fraktur
nasal ditandai dengan laserasi pada hidung, epistaksis akibat robeknya membran mukosa.
Jaringan lunak hidung akan nampak ekimosis dan udem yang terjadi dalam waktu singkat
beberapa jam setelah trauma dan cenderung nampak di bawah tulang hidung dan
kemudian menyebar ke kelopak mata atas dan bawah.3,7,13
19
Deformitas hidung seperti deviasi septum atau depresi dorsum nasal yang sangat
khas, deformitas yang terjadi sebelum trauma sering menyebabkan kekeliruan pada
trauma baru. Pemeriksaan yang teliti pada septum nasal sangatlah penting untuk
menentukan antara deviasi septum dan hematom septi, yang merupakan indikasi absolut
untuk drainase bedah segera. Sangatlah penting untuk memastikan diagnosa pasien
dengan fraktur, terutama yang meliputi tulang ethmoid. Fraktur tulang ethmoid biasanya
terjadi pada pasien dengan fraktur nasal fragmental berat dengan tulang piramid hidung
telah terdorong ke belakang ke dalam labirin ethmoid, disertai remuk dan melebar,
menghasilkan telekantus, sering dengan rusaknya ligamen kantus medial, apparatus
lakrimalis dan lamina kribriformis, yang menyebabkan rhinorrhea cerebrospinalis. 3,7,13
Pada pemeriksaan fisis dengan palpasi ditemukan krepitasi akibat emfisema
subkutan, teraba lekukan tulang hidung dan tulang menjadi irregular. Pada pasien dengan
hematom septi tampak area berwarna putih mengkilat atau ungu yang nampak berubah-
ubah pada satu atau kedua sisi septum nasal. Keterlambatan dalam mengidentifikasi dan
penanganan akan menyebabkan deformitas bentuk pelana, yang membutuhkan
penanganan bedah segera. Pemeriksaan dalam harus didukung dengan pencahayaan,
anestesi, dan semprot hidung vasokonstriktor. Spekulum hidung dan lampu kepala akan
memperluas lapangan pandang. Pada pemeriksaan dalam akan nampak bekuan darah
dan/atau deformitas septum nasal.3,7,12,13
Gambar 7: Deformitas septum nasal 16
b. Pemeriksaan radiologis
Jika tidak dicurigai adanya fraktur nasal komplikasi, radiografi jarang
diindikasikan. Karena pada kenyataannya kurang sensitif dan spesifik, sehingga
20
hanya diindikasikan jika ditemukan keraguan dalam mendiagnosa. Radiografi tidak
mampu untuk mengidentifikasi kelainan pada kartilago dan ahli klinis sering salah
dalam menginterpretasikan sutura normal sebagi fraktur yang disertai dengan
pemindahan posisi. Bagaimanapun, ketika ditemukan gejala klinis seperti rhinorrhea
cerebrospinalis, gangguan pergerakan ekstraokular atau maloklusi. CT-scan dapat
diindikasikan untuk menilai fraktur wajah atau mandibular. 3,12,17
Gambar 8: Foto x-ray fraktur hidung 18
Gambar 9: CT-scan potongan coronal dan axial pada fraktur nasal 19
2.10 Penatalaksanaan
Tujuan Penangananan Fraktur Hidung :
a. Mengembalikan penampilan secara memuaskan
21
b. Mengembalikan patensi jalan nafas hidung
c. Menempatkan kembali septum pada garis tengah
d. Menjaga keutuhan rongga hidung
e. Mencegah sumbatan setelah operasi, perforasi septum, retraksi kolumela, perubahan
bentuk punggung hidung
f. Mencegah gangguan pertumbuhan hidung 6
2.10.1 Konservatif
Penatalaksanaan fraktur nasal berdasarkan atas gejala klinis, perubahan fungsional dan
bentuk hidung, oleh karena itu pemeriksaan fisik dengan dekongestan nasal dibutuhkan.
Dekongestan berguna untuk mengurangi pembengkakan mukosa. Pasien dengan perdarahan
hebat, biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor topikal. Jika tidak berhasil bebat
kasa tipis, kateterisasi balon, atau prosedur lain dibutuhkan tetapi ligasi pembuluh darah jarang
dilakukan. Bebat kasa tipis merupakan prosedur untuk mengontrol perdarahan setelah
vasokonstriktor topikal. Biasanya diletakkan dihidung selama 2-5 hari sampai perdarahan
berhenti. Pada kasus akut, pasien harus diberi es pada hidungnya dan kepala sedikit ditinggikan
untuk mengurangi pembengkakan. Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko infeksi,
komplikasi dan kematian. Analgetik berperan simptomatis untuk mengurangi nyeri dan
memberikan rasa nyaman pada pasien. 1,10
Fraktur nasal merupakan fraktur wajah yang tersering dijumpai. Jika dibiarkan tanpa
dikoreksi, akan menyebabkan perubahan struktur hidung dan jaringan lunak sehingga akan
terjadi perubahan bentuk dan fungsi. Karena itu, ketepatan waktu terapi akan menurunkan resiko
kematian pasien dengan fraktur nasal. Terdapat banyak silang pendapat mengenai kapan
seharusnya penatalaksanaan dilakukan. Penatalaksanaan terbaik seharusnya dilakukan segera
setelah fraktur terjadi, sebelum terjadi pembengkakan pada hidung. Sayangnya, jarang pasien
dievaluasi secara cepat. Pembengkakan pada jaringan lunak dapat mengaburkan apakah patah
yang terjadi ringan atau berat dan membuat tindakan reduksi tertutup menjadi sulit dilakukan.
Sebab dari itu pasien dievaluasi setelah 3-4 hari berikutnya. Tindakan reduksi tertutup dilakukan
7-10 hari setelahnya dapat dilakukan dengan anestesi lokal. Jika tindakan ditunda setelah 7-10
hari maka akan terjadi kalsifikasi. 3,7
22
Setelah memastikan bahwa saluran napas dalam kondisi baik, pernapasan optimal dan
keadaan pasien cenderung stabil, dokter baru melakukan penatalaksaan terhadap fraktur.
Penatalaksanaan dimulai dari cedera luar pada jaringan lunak. Jika terjadi luka terbuka dan
kemungkinan kontaminasi dari benda asing, maka irigasi diperlukan. Tindakan pembersihan
(debridement) juga dapat dilakukan. Namun pada tindakan debridement harus diperhatikan
dengan bijak agar tidak terlalu banyak bagian yang dibuang karena lapisan kulit diperlukan
untuk melapisi kartilago yang terbuka.7,12
2.10.2 Operatif
Untuk fraktur nasal yang tidak disertai dengan perpindahan fragmen tulang, penanganan
bedah tidak dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan. Deformitas akibat fraktur nasal
sering dijumpai dan membutuhkan reduksi dengan fiksasi adekuat untuk memperbaiki posisi
hidung. 4,12
A. Teknik reduksi tertutup
Reduksi tertutup adalah tindakan yang dianjurkan pada fraktur hidung akut yang
sederhana dan unilateral. Teknik ini merupakan satu teknik pengobatan yang digunakan untuk
mengurangi fraktur nasal yang baru terjadi. Namun, pada kasus tertentu tindakan reduksi terbuka
di ruang operasi kadang diperlukan. Penggunaan analgesia lokal yang baik, dapat memberikan
hasil yang sempurna pada tindakan reduksi fraktur tulang hidung. Jika tindakan reduksi tidak
sempurna maka fraktur tulang hidung tetap saja pada posisi yang tidak normal. Tindakan reduksi
ini dikerjakan 1-2 jam sesudah trauma, dimana pada waktu tersebut edema yang terjadi mungkin
sangat sedikit. Namun demikian tindakan reduksi secara lokal masih dapat dilakukan sampai 14
hari sesudah trauma. Setelah waktu tersebut tindakan reduksi mungkin sulit dikerjakan karena
sudah terbentuk proses kalsifikasi pada tulang hidung sehingga perlu dilakukan tindakan
rinoplasti estetomi.
Alat-alat yang dipakai pada tindakan reduksi adalah :
1. Elevator tumpul yang lurus (Boies Nasal Fracture Elevator)
2. Cunam Asch
23
3. Cunam Walsham
4. Spekulum hidung pendek dan panjang (Killian)
5. Pinset bayonet.
Gambar 10 :
Reduction instruments. (Left) Asch forceps, (center) Walsham forceps,
and (right) Boies elevator. 13
Deformitas hidung yang minimal akibat fraktur dapat direposisi dengan tindakan yang
sederhana. Reposisi dilakukan dengan cunam Walsham. Pada penggunaan cunam Walsham ini,
satu sisinya dimasukkan ke dalam kavum nasi sedangkan sisi yang lain di luar hidung dia atas
kulit yang diproteksi dengan selang karet. Tindakan manipulasi dilakukan dengan kontrol palpasi
jari. 1
Jika terdapat deviasi piramid hidung karena dislokasi karena dislokasi tulang hidung,
cunam Asch digunakan dengan cara memasukkan masing-masing sisi (blade) ke dalam kedua
rongga hidung sambil menekan septum dengan kedua sisi forsep. Sesudah fraktur dikembalikan
pada posisi semula dilakukan pemasangan tampon di dalam rongga hidung. Tampon yang
dipasang dapat ditambah dengan antibiotika.1
Perdarahan yang timbul selama tindakan akan berhenti, sesudah pemasangan tampon
pada kedua rongga hidung. Fiksasi luar (gips) dilakukan dengan menggunakan beberapa lapis
gips yang dibentuk dari huruf “T” dan dipertahankan hingga 10-14 hari.1
Langkah–langkah pada tindakan reduksi tertutup :
24
1. Memindahkan kedua prosesus nasofrontalis. Forceps Walsham’s digunakan untuk
memindahkan kedua prosesus nasalis keluar maksila dan menggunakan tenaga yang
terkontrol untuk menghindari gerakan menghentak yang tiba-tiba.
2. Perpindahan posisi tulang hidung. Septum kemudian dipegang dengan forceps Asch yang
diletakkan di belakang dorsum nasi. Forceps ini diciptakan sama prinsipnya dengan
forceps walsham’s, tetapi forcep Asch mempunyai mata pisau yang dapat memegang
septum yang mana bagian mata pisau tersebut terpisah dari pegangan utama bagian bawah
dengan ukuran lebih besar dan lekukan berguna untuk menghindari terjadinya kompresi
dan kerusakan kolumela yang hebat dan lebih luas.
3. Manipulasi septum nasal. Forceps Asch kemudian digunakan lagi untuk meluruskan
septum nasal.
4. Membentuk piramid hidung. Dokter ahli bedah seharusnya mampu untuk mendorong
hidung sampai mencapai posisi yang tidak seharusnya dan adanya sumbatan/kegagalan
mengindikasikan kesalahan posisi dan pergerakan tidak sempurna dan harus diulang.
Prosesus nasofrontalis didorong ke dalam dan tulang hidung akhirnya dapat terbentuk
dengan bantuan jari-jari tangan.
5. Kemungkinan pemindahan akhir septum. Dokter ahli bedah harus berhati-hati dalam
menilai bagian anterior hidung dan harus mengecek posisi dari septum nasal. Jika
memuaskan, dokter harus mereduksi terbuka fraktur septum melalui septoplasti atau
reseksi mukosa yang sangat terbatas.
6. Kemungkinan laserasi sutura kutaneus. Jika tipe fraktur adalah tipe patah tulang riuk, maka
dibutuhkan laserasi sutura pada kulit yang terbuka. Pertama-tama, luka harus dibuka.
Sangatlah penting untuk membuang semua benda asing yang berada pada luka seperti
pecahan kaca, kotoran atau batu kerikil. Hidung membutuhkan suplai darah yang cukup
dan oleh karena itu sedikit atau banyak debridemen sangat dibutuhkan. Penutupan pertama
terlihat kebanyakan luka sekitar 36 jam dan sutura nasalis menutup sekitar 3-4 mm.
Kadang luka kecil superfisial dapat menutup dengan plester adhesive (steristrips).3
25
Reposisi fraktur hidung.
Gambar 11 :Reposisi Fraktur Hidung 20
26
Gambar 12:Teknik reduksi tertutup 20
B. Teknik reduksi terbuka
Fraktur nasal reduksi terbuka cenderung tidak memberikan keuntungan. Pada daerah
dimana fraktur berada sangat beresiko mengalami infeksi sampai ke dalam tulang. Masalah pada
hidung menjadi kecil karena hidung mempunyai banyak suplai aliran darah bahkan pada masa
sebelum adanya antibiotik, komplikasi infeksi setelah fraktur nasal dan rhinoplasti sangat jarang
terjadi. 4,13
Teknik reduksi terbuka diindikasikan untuk :
1. Ketika operasi telah ditunda selama lebih dari 3 minggu setelah trauma.
2. Fraktur nasal berat yang meluas sampai ethmoid. Disini, sangat nyata adanya fragmentasi
tulang sering dengan kerusakan ligamentum kantus medial dan apparatus lakrimalis.
Reposisi dan perbaikan hanya mungkin dengan reduksi terbuka, dan sayangnya hal ini
harus segera dilakukan.
3. Reduksi terbuka juga dapat dilakukan pada kasus dimana teknik manipulasi reduksi
tertutup telah dilakukan dan gagal. Pada teknik reduksi terbuka harus dilakukan insisi pada
interkartilago. Gunting Knapp disisipkan di antara insisi interkartilago dan lapisan kulit
beserta jaringan subkutan yang terpisah dari permukaan luar dari kartilago lateral atas,
dengan melalui kombinasi antara gerakan memperluas dan memotong.3
2.11 Komplikasi
A) Hematom septi
Merupakan komplikasi yang sering dan serius dari trauma nasal. Septum hematom
ditandai dengan adanya akumulasi darah pada ruang subperikondrial. Ruangan ini akan
menekan kartilago di bawahnya, dan mengakibatkan nekrosis septum irreversible.
Deformitas bentuk pelana dapat berkembang dari jaringan lunak yang hilang. Prosedur
27
yang harus dilakukan adalah drainase segera setelah ditemukan disertai dengan
pemberian antibiotik setelah drainase. 3,7,12
Gambar 13:
Bilateral septal hematomas associated with a nasal fracture 11
Penanganan hematom septum berupa : 3,13
- insisi dan drainase hematoma,
- pemasangan drain sementara,
- pemasangan balutan intranasal untuk menekan mukosa septum
- dan memperkecil kemungkinan terjadinya hematom ulang
- dimulainya terapi antibiotik untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya
infeksi.
B) Fraktur dinding orbita
Fraktur pada dinding orbita dan lantai orbita akibat pukulan dapat terjadi. Gejala
klinis yang muncul adalah disfungsi otot ekstraokuler. 3
C) Fraktur septum nasal
Sekitar 70% fraktur nasal dihubungkan dengan fraktur septum nasal. Trauma pada
hidung bagian bawah akan menyebabkan fraktur septum nasal tanpa adanya kerusakan
tulang hidung. Teknik yang dilakukan adalah teknik manipulasi reduksi tertutup dengan
menggunakan forceps Asch.3
28
D) Fraktur lamina kribriformis
Merupakan predisposisi pengeluaran cairan cerebrospinalis, yang akan
menyebabkan komplikasi berupa meningitis, encephalitis dan abses otak.12,15
2.12 Prognosis
Kebanyakan fraktur nasal tanpa disertai dengan perpindahan posisi akan sembuh tanpa
adanya kelainan kosmetik dan fungsional. Dengan teknik reduksi terbuka dan tertutup akan
mengurangi kelainan kosmetik dan fungsional pada 70 % pasien.6,12
29
BAB III
PENUTUP
Fraktur hidung merupakan kejadian fraktur yang paling sering terjadi pada trauma yang
mengakibatkan fraktur pada tulang wajah. Angka kejadiannya mencapai 40% dari seluruh
kejadian. Penyebab dari fraktur tulang hidung meliputi cedera saat olahraga, akibat perkelahian,
kecelakaan lalu lintas, terjatuh, mabuk, masalah kelahiran dan kadang iatrogenik. Tulang hidung
dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena hidung letaknya menonjol dan merupakan
bagian sentral dari wajah,sehingga kurang kuat menghadapi tekanan dari luar.
Ketepatan waktu dalam mendiagnosa kejadian fraktur hidung sangat berperan dalam
mencapai penyembuhan yang optimal dan estetika yang baik. Maka pengenalan atas gejala klinis
harus dimiliki oleh dokter untuk melakukan penatalaksanaan selanjutnya. Gejala klinis dari
fraktur hidung yang sering dijumpai adalah epistakis, deformitas hidung, obstruksi hidung dan
anosmia. Adapun pemeriksaan fisik yang ditemukan dapat berupa deviasi septum, depresi
septum nasi, dan epistakis. Untuk memastikan diagnosa dapat ditunjang dengan pencitraan
seperti foto X-ray hidung dan CT scan hidung.
Penanganan dari fraktur hidung secara konservatif, pasien dengan pendarahan hebat,
biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor topikal. Antibiotik diberikan untuk
mengurangi resiko infeksi dan komplikasi yang dapat menimbulkan kematian. Analgetik untuk
mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman pada pasien. Adapun pada fraktur hidung
sederhana maupun kominutiva yang disertai dengan deviasi septum dan deformitas harus
dilakukan tindakan operatif yang terdiri dari teknik reduksi tertutup dan reduksi terbuka.
Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur hidung meliputi heatoma septum, fraktur dinding
orbita, fraktur septum nasal dan fraktur lamina kribiformis.
30
Daftar Pustaka
1. Efiaty A S, Nurbaiti I, Jenny B, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Cetakan ke-1. Jakarta: FKUI;2007.h.118-
122,199-202.
2. 2. Adam T.R et al. Nasal and Septal Fractures. Diunduh dari :
3. http: //emedicine.medscape.com/article/878595. Juli 2013.
4. Anonymus. Fraktur nasal. Di unduh dari: http://ilmubedah.info/definisi-anatomi-
diagnosis-penatalaksanaan-fraktur-nasal. Juli 2013.
5. R.Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Fraktur Tulang Hidung. Edisi
ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2005.h.338.
6. Mayo Clinic Staff. Broken Nose. Diunduh dari:
http//www.mayoclinic.com/health/broken-nose. Juli 2013.
7. P Van den Broek, etc. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, dan Telinga.
Fraktur Hidung. Edisi ke-12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.121.
8. Lalwani AK. Current Diagnosis dan Treatment : Otolaryngology Head and Neck
Surgery. Edisi ke-2. USA; McGraw-Hill Medical;2007.Chapter 11.
9. Anatomi dan Fisiologi hidung. Diunduh dari: http://www.infokedokteran.com. Juli 2013.
10. Anatomi bagian luar. Diunduh dari:www.familymedschool.com. Juli 2013.
11. Anatomi hidung. Diunduh dari : www.netterimages.com.Juli 2013
12. Vaskularisasi Hidung. Di unduh dari: www.aafp.org/afp/2005/0115/p305.html. Juli 2013
13. Samual J.H. Nasal Fracture. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/84829-
overview. Juli 2013.
31
14. Corry J.K. Management of Acute Nasal Fractures. Diunduh dari:
www.aafp.org/afp/2004/1001/p1315.html. Juli 2013.
15. Fraktur Hidung Sederhana. Di unduh dari : www.healthline.com/adamimage. Juli 2013.
16. Elizabeth A B. Broken Nose. Diunduh dari : http://www.emedicinehealth.com/broken
nose/article em.htm. Juli 2013.
17. Deformitas Septum Nasal. Diunduh dari : www.healthline.com. Juli 2013.
18. George L Adams. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Fraktur Hidung. Edisi ke-6. Cetakan
ke-3. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC;1997.h.513.
19. Foto x-ray fraktur hidung. Diunduh dari: www.emedicine.medscape.com. Juli 2013
20. CT-scan fraktur nasal. Diunduh dari: rhinoplastyinseattle.com. Juli 2013
21. Reposisi dan reduksi fraktur hidung. Diunduh dari: www.primary-surgery.org Juli 2013.
32