Referat Fobia

download Referat Fobia

of 27

description

Fobia

Transcript of Referat Fobia

ReferatFOBIA

OlehSelly RizanyNIM I1A010031

Pembimbingdr. H. Akhyar Nawi Husein, Sp.KJ.

UPF/LAB ILMU KEDOKTERAN JIWAFK UNLAM RSUD MOCH. ANSHARI SALEHBANJARMASINMARET, 2014BAB IPENDAHULUAN

Fobia dalam arti klinis adalah bentuk paling umum dari gangguan kecemasan. Fobia adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan penghindaran yang disadari terhadap objek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti. Adanya atau diperkirakan akan adanya situasi fobik menimbulkan ketegangan hebat pada orang yang terkena, yang mengetahui bahwa reaksi yang ditimbulkan berlebihan. Reaksi fobik menyebabkan suatu gangguan pada kemampuan seseorang untuk berfungsi di dalam kehidupannya (1). Fobia lebih sering dikaitkan dengan amigdala yaitu suatu wilayah otak yang terletak di belakang hipofisis dalam sistem limbik. Amigdala mengeluarkan hormon yang mengontrol ketakutan dan agresi. Ketika rasa takut atau respon agresi dimulai, amigdala melepaskan hormon ke dalam tubuh untuk membuat tubuh manusia menjadi suatu tanda dimana mereka siap untuk bergerak, berlari, berkelahi, dan lain-lain. Hal ini merupakan mekanisme defensif dan respons secara umum disebut dalam psikologi sebagai fight or flight response (1,2).Sebuah studi di Amerika oleh National Institute of Mental Health (NIMH) menemukan bahwa antara 8,7% sampai 18,1% dari orang Amerika menderita fobia. Dilihat dari segi usia dan gender fobia merupakan penyakit mental yang paling umum dikalangan wanita pada semua kelompok usia dan yang penyakit kedua paling umum diantara pria yang lebih tua dari 25 tahun (2). Penelitian epidemiologis baru-baru ini telah menemukan bahwa fobia adalah gangguan mental tunggal yang paling sering terjadi di Amerika Serikat. Diperkirakan 5 sampai 10 populasi menderita gangguan yang mengganggu dan kadang-kadang menimbulkan ketidakberdayaan tersebut. Penderitaan yang berhubungan dengan fobia, khususnya jika keadaan tersebut tidak dikenali atau dianggap sebagai gangguan mental dapat menyebabkan komplikasi psikiatrik lain, termasuk gangguan kecemasan lain, gangguan depresi berat, dan gangguan berhubungan zat, khususnya gangguan penggunaan alkohol. Deteksi dini adanya fobia sangat penting karena fobia seringkali responsif terhadap pengobatan dengan farmakoterapi spesifik, termasuk obat trisiklik, inhibitor monoamine oksidase, dan antagonis reseptor beta adrenergik (2,3).Selain agorafobia, menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV) terdapat dua fobia lainnya yaitu fobia spesifik dan fobia sosial. Fobia spesifik dinamakan fobia sederhana dalam DSM edisi ketiga yang revisi (DSM-III-R). Fobia sosial juga disebut gangguan kecemasan sosial, ditandai oleh ketakutan yang berlebihan terhadap penghinaan dan rasa memalukan di dalam berbagai lingkungan sosial, seperti berbicara di depan umum. Tipe umum fobia sosial seringkali suatu keadaan yang kronis dan menimbulkan ketidakberdayaan yang ditandai oleh penghindaran fobik terhadap masalah besar dalam situasi sosial. Jenis fobia sosial tersebut mungkin sulit dibedakan dari gangguan kepribadian menghindar (1,4).

BAB IIISI

2.1.Definisi Fobia Fobia adalah rasa takut yang irasional, intens, terus menerus takut pada situasi tertentu, kegiatan, benda atau orang. Gejala utama gangguan ini adalah takut yang berlebihan, tidak masuk akal, dan keinginan untuk menghindari subjek yang ditakuti. Ketika rasa takut berada di luar kendali seseorang dan jika rasa takut tersebut mengganggu kehidupan sehari-hari, maka diagnosis di bawah salah satu gangguan kecemasan dapat dibuat (7).Menurut Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorders, Fourth Edition (DSM-IV), fobia sosial, fobia spesifik, dan agoraphobia adalah jenis sub-kelompok gangguan kecemasan. Fobia spesifik adalah istilah umum untuk semua jenis gangguan kecemasan yang jumlah untuk yang tidak masuk akal atau ketakutan irasional yang berkaitan dengan pajanan terhadap objek atau situasi tertentu. Akibatnya, orang-orang yang terpengaruh secara aktif cenderung menghindari kontak langsung dengan objek atau situasi dan, dalam kasus yang parah, penyebutan atau penggambaran dari mereka (8,9).Fobia sosial merupakan gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya kecemasan ketika berhadapan dengan situasi sosial atau melakukan performa di depan umum. Ketika kondisi pemicu, orang secara fisik tidak dapat mengosongkan kandung kemih. Agoraphobia gangguan kecemasan, sering dipicu oleh rasa takut akan mengalami serangan panik dalam lingkungan yang tidak ada cara mudah melarikan diri (10).2.2Epidemiologi FobiaFobia sering terjadi pada masyarakat umum. Survei epidemiologi terbaru memperkirakan angka kejadian dalam setahun dan prevalensi seumur hidup, berturut-turut : fobia spesifik 5,5% dan 11,3%; fobia sosial 4,5% dan 13,3%; serta agorafobia 2,3% dan 6,7%. Wanita memiliki kemungkinan 1,5-2 kali lebih besar dibandingkan laki-laki (12). Fobia spesifik lebih sering terjadi dibandingkan fobia sosial. Fobia spesifik adalah gangguan mental yang paling sering pada wanita dan nomor dua tersering pada laki-laki, setelah gangguan berhububungan dengan zat. Prevelensi enam bulan fobia spesifik adalah kira-kira 5 sampai 10 per 1000 orang. Rasio wanita dibandingkan dengan laki-laki adalah 2 berbanding 1. Onset usia puncak untuk tipe lingkungan alami dan tipe darah, injeksi, dan cedera adalah rentang 5 sampai 9 tahun, walaupun onset terjadi pada usia puncak untuk tipe situasional adalah lebih tinggi, dalam pertengahan usia 20-an, yang dekat dengan usia onset untuk agorafobia. Objek dan situasi yang ditakuti pada fobia spesifik (dituliskan dalam frekuensi menurun) adalah binatang, badai, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian (12,18).Prevelensi enam bulan untuk fobia sosial adalah kira-kira 2 sampai 3 per 100 orang. Dalam penelitian epidemiologis, wanita lebih sering tekena daripada laki-laki, tetapi pada sampel klinis sering kali terjadi hal yang sebaliknya. Alasan untuk observasi yang berlainan tersebut adalah tidak diketahui. Onset usia puncak untuk fobia sosial adalah pada usia belasan tahun, walaupun onset sering kali paling muda pada usia 5 tahun dan paling lanjut pada usia 35 tahun (12,15).

2.3Etiologi FobiaBaik fobia spesifik dan fobia sosial memiliki tipe-tipe dan penyebab tepat dari tipe tersebut kemungkinan berbeda. Bahkan didalam tipe-tipe, seperti pada semua gangguan mental, ditemukan heterogenisitas penyebab. Patogenesis fobia, jika dimengerti, mungkin terbukti sebagai model yang jelas untuk interaksi antara faktor biologia dan genetika, pada satu pihak, dan peristiwa lingkungan, pada pihak lain. Pada fobia spesifik tipe darah, injeksi, cedera orang yang terkena mungkin memiliki reflex vasovagal yang kuat dan diturunkan, yang menjadi berhubungan dengan emosi fobik. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan munculnya fobia adalah (6,7,17):a. Faktor PerilakuPada tahun 1920 John B Waston menulis suatu artikel yang berjudul Conditioned Emotional Reaction, dimana ia menceritakan pengalamannya dengan Little Albert, seorang bayi dengan ketakutan terhadap tikus dan kelinci. Tidak seperti Little hans dari Freud, yang memiliki gejala fobik pada perjalanan alami kematangannya, kesulitan Little Albert merupakan akibat langsung dari percobaan ilmiah oleh dua ahli psikologis yang menggunakan teknik yang telah berhasil menginduksi respons yang dibiasakan pada binatang percobaan.Rumusan Waston menggunakan model stimulusrespons tradisional dari Pavlov tentang reflex yang dibiasakan (conditional reflex) untuk menerangkan ciptaan fobia. Dimana, kecemasan dibangkitkan oleh stimulus yang secara alami menakutkan yang terjadi dalam hubungan dengan stimulus kedua yang sifatnya netral. Sebagai akibat hubungan tersebut, khususnya jika dua stimuli dipasangkan pada beberapa keadaan yang berurutan, stimulus yang pada awalnya netral memiliki kemampuan untuk membangkitkan kecemasan oleh dirinya sendiri. Dengan demikian, stimulus netral menjadi stimulus yang dibiasakan untuk menghasilkan kecemasan.Dalam teori stimulus-respons klasik, stimulus yang dibiasakan secara bertahap kehilangan potensinya untuk membangkitkan suatu respons jika tidak diperkuat oleh pengulangan periodik stimulus yang tidak dibiasakan. Pada gejala fobik, perlemahan respon terhadap stimulus fobik yaitu, stimulus yang dibiasakan tidak terjadi; gejala mungkin berlangsung selama bertahun-tahun tanpa adanya pendorong eksternal yang terlihat. Teori pembiasaan pelaku (operant conditioning theory) memberikan suatu model untuk menjelaskan fenomena tersebut. Pada teori pembiasan pelaku, kecemasan adalah suatu dorongan yang memotivasi organisme untuk mel;akukan apa yang dapat menghilangkan pengaruh yang menyakitkan. Dalam perjalanan perilaku acaknya, organisme belajar bahwa tindakan tertentu memungkinkan mereka menghindari stimulus yang menyebabkan kecemasan. Pola penghindaran tersebut tetapi stabil untuk jangka waktu yang lama sebagai akibat penguatan yang diterima organisme dari kapasitas untuk menekan aktivitas. Model tersebut mudah diterapkan pada fobia dimana penghindaran objek atau siatuasi yang menimbulkan kecemasan memainkian peranan inti. Perilaku penghindaran tersebut menjadi terfiksasi sebagai gejala yang stabil karena efektivitasnya dalam melindungi seseorang dari kecemasan fobik.Teori belajar memiliki relevansi terhadap fobia dan memberikan penjelasan sederhana dan dapat dimengerti bagi banyak aspek gejala fobik. Tetapi kritik mengatakan bahwa teori ini sebagian besar membicarakan mekanisme permukaan pembentukan gejala dan kurang berguna dibandingkan teori psikoanalitik dalam memberikan pemahaman beberapa proses psikis. Dasar kompleks yang terlibat.b. Faktor PsikoanalitikSigmund Freud mengajukan suatu rumusan neurosi fobik yang tetap merupakan penjelasan analitik tentang fobia spesifik dan fobia sosial. Freud menghipotesiskan bahwa fungsi utama kecamasan adalah sebagai member sinyal kepada ego bahwa suatu dorongan bawah sadar yang dilarang mendorong utnuk mendapatkan ekspresi sadar, jadi mengubah ego untuk memperkuat dan menyusun pertahanannya melawan dorongan instingtual yang mengancam. Freud memandang fobia-histeria kecemasan, seperti yang terus disebutnya demikian sebagai akibat dari konflik yang berpusat pada situasi oedipal masa anak-anak yang tidask terpecahkan. Karena dorongan seks terus memiliki warna sumbang yang kuat pada masa dewasa, kebangkitan sekssual cenderung menyalakan suatau kecemasan yang karakteristiknya adalah ketakutan kastrasi. Jika represi gagal, ego harus memanggil pertahanan tambahan. Pada pasien fobik pertahan yang terlibat terutama menggunakan pengalihan; yaitu, konflik seksual dialihkan dari orang yang menimbulkan konflik kepada objek atau situasi yang tampaknya tidak relevan dan tidak penting, yang selanjutnya memiliki kekuatan untuk membangkitkan kumpuilan afek, termasuk sinyal kecemasan. Objek atau situasi fobik mungkin memiliki hubungan asosiatif langsung dengan sumber utama konflik dan, dengan demikian, menyimbolkan (mekanisme pertahanan simbolisasi). Selanjutnya, situasi atau objek biasanya adalah sesuatu yang mampu dijauhi oleh seseorang; dengan mekanisme pertahan penghindaran tambahan tersebut, orang dapat lolos dari kecemasan yang serius. Freud pertama kali membicarakan rumusan teoritik tentang pembentukan fobia dalam riwayat kasusnya yang terkenal tentang little Hans, seorang anak berusia 5 tahun yang memiliki ketakutan terhadap kuda. Walaupun ahli teori pertama kali berpendapat bahwa fobia dihasilkan oleh kecemasan kastrasi, ahli teori psikoanalitik sekarang ini telah mengajuikan bahwa kecemasan tipe lain mungkin terlibat. Sebagai contoh, pada agoraphobia, kecemasan perpisahan jelas memainkan peranan yang utama, dan pada eritrofobia (ketakutan terhadap warna merah yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan terhadap perdarahan), elemen rasa malu menyatakan keterlibatan kecemasan superego. Pengamatan klinik menyebabkan pandangan bahwa kecemasan berhubungan dengan fobia memiliki berbagai sumber dan warna.Fobia menggambarkan interaksi antara diatesis genetika-konstitusional dan stresor lingkungan. Penelitian longitudinal menyatakan bahwa anak-anak tertentu memiliki predisposisi konstitusional terhadap fobia karena mereka lahir dengan temperamen tertentu yang dikenal sebagai inhibisi perilaku terhadap yang tidak dikenal (behavioral inhibition to the unfamiliar). Tetapi suatu bentuk stres lingkungan kronis harus bekerja pada disposisi temperamental tersebut untuk menciptakan fobia yang lengkap. Stresor tertentu seperti kematian orangtua, perpisahan orangtua, kkritik atau penghinaan oleh saudara kandung yang lebih tua, dan kekerasan dirumah tangga mungkin mengaktivasi diatesis laten didalam anak-anak, sehingga anak menjadi simptomatik.Otto Fenichel meminta perhatian terhadap kenyataan bahwa kecemasan dapat disembunyikan pola sikap dan perilaku yang mencerminkan suatu penyangkalan, dimana objek atau situasi yang ditakuti adalah berbahaya atau bahwa seseorang adalah ketakutan terhadapnya. Dasar dari fenomena tersebut adalah kebalikan dari situasi dimana seseorang adalah korban pasif dari lingkungan luar pada suatu posisi secara aktif berusaha untuk melawan dan menguasai apa yang ditakutinya. Orang fobik-balik mencari-cari situasi bahaya dan melawan secara antusias terhadap situasi tersebut. Terlibat di dalam olahraga yang kemungkinan berbahaya, seperti terjun payung, mendaki gunung, mungkin menunjukkan perilaku fobik-balik. Pola tersebut mungkin sekunder terhadap kecemasan fobik atau dapat digunakan sebagai cara normal untuk mengatasi situasi yang secara realistis adalah berbahaya. Permainan anak-anak mungkin mengandung elemen fobik-balik, seperti saat anak-anak bermain dokter dan memberikan pada boneka suntikan yang diterimannya pada pagi hari di tempat praktek dokter pediatrik. Pola perilaku tersebut mungkin melibatkan mekanisme pertahan yang berhubungan yaitu identifikasi dengan aggressor.Perkembangan fobia spesifik dapat disebabkan dari pemasangan (pairing) objek atau situasi tertentu dengan emosi ketakutan dan panik. Berbagai mekanisme untuk pemasanagan tersebut telah didalilkan. Pada umumnya, suatu kecendrungan tidak spesifik untuk mengalami kecemasan dan ketakutan membentuk kelompok latar (backgroup); jika suatu peristiwa spesifik (sebagai contoh, mengemudi) dipasangkan dengan pengalaman emosional (sebagai contoh, kecelakaan), orang adalah rentan terhadap asosiasi emosional permanen antara mengemudikan kendaraan dan kekuatan atau kecemasan. Pengalaman emosional sendiri dapat responsif terhadap kejadian eksternal, seperti kecelakaan lalulintas, atau kejadian internal, paling sering adalah serangan panik. Walaupun seseorang mungkin tidak pernah mengalami serangan panik lagi dan mungkin tidak memenuhi kriteria diagnostik utmuk gangguan panik, orang tersebut mungkin memiliki ketakutan umum untuk mengemudikan dan bukan suatu ketakutan mengalami serangan yang diekspresikan saat mengemudi. Mekanisme asosiasi lain antara objek fobik dan emosi fobik adalah modeling, dimana seseorang mengamati reaksi pada orang lain (sebagai contoh, orang tua), dan pengalihan informasi, dimana seseorang diajarkan atau diperingatkan tentang bahaya objek tertentu (sebagai contoh, ular berbisa).c. Faktor GenetikaSanak saudara derajat pertama orang denga fobia social aalah kira-kira 3 kali lebih mungkin menderita fobia sosial dibandingkan snak saudaara derajat pertama orang tanpa gangguan mental. Beberpa data awal menyatakan bahwa kembar monozigotik adalah lebih sering bersesuaian dibandingkan kembar dizigotik, walaupun pada fobia sosial adalah cukup penting untuk mempelajari kembar yang dibesarkan secara terpisah untuk membantu mengontrol faktor lingkungan.Fobia spesifik cenderung berada didalam keluarga. Tipe darah, injeksi, cedera cenderung memiliki kecenderungan keluarga yang tinggi. Penelitian telah melaporkan duapertiga sampai tigaperempat penderita yang terkena memiliki sekurangnya satu sanak saudaraderajat pertama dengan fobia spesifik dari tipe yang sama. Tetapi, pemeriksaan kembar dan adopsi yang diperlukan belum dilakukan untuk menyingkirkan peranan bermakna transmisi non genetik pada fobia spesifik.Beberapa penelitian telah melaporkan kemungkinan adanya sifat pada beberapa anak yang ditandai oleh pala inhibisi perilaku yang konsisten. Sifat tersebut mungkin cukup sering pada anak-anak yang orang tuanya menderita gangguan panik dan mungkin berkembang menjadi pemalu yang parah saat anak tumbuh menjadi besar. Sekurangnya beberapa orang dengan fobia sosial mungkin mengalami inhibisi perilaku nyang terlihat selama masa anak-anak. Kemungkinan berkaitan dengan sifat tersebut, yang diperkirakan didasarkan secara biologis, adalah data dengan dasar psikologis yang menyatakan bahwa orang tua dari orang dengan fobia social, sebagai suatu kelompok adalah, kurang mengasuh, lebih menolak, dan lebih overprotektif pada anak-anaknya dibandingkan orangtua lain. Sebagai contoh, orang yang berkuasa mungkin cenderung berjalan dengan dagu terangkat dan membuat kontak mata, sedangkan orang yang dikalahkan mungkin cenderung berjalan dengan kepala tertunduk dan menghindari kontak mata.d. Faktor NeurokimiawiKeberhasilan farmakoterapi dalam mengobati fobia sosial telah menciptakan dua hipotesisi neurokimiawi spesifik tentang dua jenis fobia social. Secara spesifik, penggunaan antagonis beta adrenergic, sebagai contoh, Propanolol (inderal) untuk fobia kinerja (performance phobia), sebagai contoh, berbicara di depan public telah mengembangkan teori adrenergic untuk fobia tersebut. Pasien dengan fobia kinerja mungkin melepaskan lebih banyak norepinefrin dan epinefrin, baik sentral maupun perifer, dibandingkan orang nonfobik, atau pasien tersebut mungkin peka terhadap stimulasi adrenergic tingkat yang normal. Pengamatan bahwa inhibitor monoamine oksidase (MAOI) mungkin lebih efektif dibandingkan obat trisiklik dalam pengobatan fobia sosial umum, dikombinasikan dengan data praklinis, telah menyebabkan beberapa penelitian menghipotesiskan bahwa aktivitas dopaminergik adalah berhubungan dengan potogenesis gangguan.

2.4Patofisiologi FobiaFobia spesifik yang umum, gangguan yang heterogen ciri utama adalah terus-menerus, ketakutan yang tidak masuk akal dari suatu obyek atau situasi terbatas. Hal ini termasuk pengkondisian, dimodifikasi conditioning dan model nonassociative pembangunan fobia, fisiologis terhadap rangsangan fobia, neuroimaging, primata, dan biologis studi tantangan. Hipotesis patofisiologi disarankan oleh riset terbaru mengenai neurocircuitry dari dikondisikan takut juga dibahas, meskipun telah fobia spesifik kurang kesehatan masyarakat dan kepentingan klinis dari gangguan kecemasan lain, mereka mungkin dibatasi alam dan hubungannya dengan dikondisikan takut dapat membuat mereka menjadi subjek yang produktif bagi penelitian ke patofisiologi dasar (3,4).Patofisiologi fobia sosial tidak jelas. Namun, teori-teori telah muncul didasarkan pada kemanjuran agen farmakologi digunakan untuk mengobati fobia social. dengan demikian, fungsi serotonergic mungkin terlibat karena serotonergic reuptake inhibitor mambantu mengurangi gejal. Similary, beberapa peneliti percaya dalam etiologi adrenergic karena keberhasilan terapi Propanolol. Neurocircuitry amigdala, suatu struktur yang terlibat dalam ketakutan, mungkin terlibat (3,4).

Respon fisiologis tinggi dan peningkatan catecholamine memainkan peran penting dalam respons fisiologis normal tubuh terhadap stress dan kecemasan. Kecemasan patologis telah dihipotesiskan sebagai akibat dari gangguan di korteks serebral, terutama sistem limbik. Neurotransmitter terutama terkait dengan kecemasan di daerah ini norepinephrine, gamma-aminobutyric acid (GABA), dan serotonin (3,4).

2.5Diagnosis FobiaNama untuk fobia spesifikasi di dalam DSM-III-R adalah fobia sederhana (simple phobia). Nama ini telah diganti dalam DSM-IV untuk menyesuaikan tata nama dalam internasional. International Classification of Disease 10 (ICD-10) dan untuk menghindari sempitnya lingkup diagnosis. Sebagai contohnya, karena serangan panic adalah sering ditemukan pada pasien fobia spesifik, nama fobia sederhana secara tidak tepat mengesankan bahwa serangan panik adalah tidak dimungkinkan oleh kriteria diagnostik (16).Beberapa perubahan lain telah dibuat dari kriteria DSM-III-R menjadi kriteria DSM-IV untuk fobia spesifik. Kriteria A dan B telah diperbaharui untuk memungkinkan bahwa pemaparan dengan stimulus fobik menyebabkan suatu serangan panik. Tetapi, berlawanan dengan gangguan panik, pada fobia spesifik serangan panik adalah berkaitan secara situaional dengan stimulus fobia spesifikasi. Kriteria F dalam DSM-IV memasukkan kata tidak lebih baik disebabkan oleh untuk menekankan perlunya pertimbangan klinisi tentang diagnosis gejala. Isi fobia spesifik dan kekuatan hubungan (sebabgai contoh, dengan tanda atau tanpa tanda) antara stimulus dan serangan panic juga perlu dipertimbangkan (16).Karena suatu tinjauan pada literature manyatakan bahwa fobia spesifikasi adalah berhubungan denagan onset usia, rasio jenis kelamin, riwayat keluarga, dan respons fisiologis yang bervariasi, DSM-IV memasukkan tipe fobia spesifik yang terpisah tipe binatang, tipe lingkungan alami (sebagai contoh, badai), tipe darah, injeksi, cedera, tipe situasional (sebagai contoh, mobil), dan tipe lain (untuk fobia spesifikasi yang tidak masuk kedalam keempat tipe sebelumnya). Data pendahuluan menyatakan bahwa tipe lingkungan alami adalah paling sering pada anak-anak yang berusia kurang dari 10 tahun dan tipe situasional sering pada awal usia 20 tahunan (10,11). Kriteria diagnostik untuk fobia spesifik adalah (11,14):a. Rasa takut yang jelas dan menetap yang berlebihan atau tidak keberhasilan ditunjukkan oleh adanya atau antisipasi suatu objek atau situasi tertentu (misalnya, naik pesawat terbang , ketinggian, binatang, mendapatkan suntikan, melihat darah).b. Pemaparan dengan stimulus fobik hamper selalu mencetuskan respons kecemasan yang segera, yang dapat berupa serangan panik yang berhubungan dengan situasi. Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan oleh menangis, tantrum, dan membeku.c. Orang menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan : pada anak-anak, ciri ini mungkin tidak ada.d. Situasi fobik dihindari, atau jika tidak dapat dihindari, dihadapi dengan kecenasan atau penderitaan yang kuat.e. Penghindaran, antisipasi kecemasan, atau penderitaan dalam situasi yang ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain, atau terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.f. Pada individu yang berusia di bawah 18 tahun, durasi sekurangnya adalah 6 bulan.g. Kecemasan, serangan panik, atau penghindaran fobik berhubungan dengan objek atau situasi spesifik adalah tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain, seperti gangguan obsesif-kompulsif (misalnya takut kepada kotoran pada seseorang dengan obsesi tentang kontaminasi), gangguan stress pasca tarumatik (misalnya, menghindari stimuli yang berhubungan dengan stressor yang berat), gangguan cemas perpisahan (misalnya, menghindari sekolah), fobia sosial (misalnya, menghindari situasi social karena takut merasa malu), gangguan panic dengan agorafobia tanpa riwayat gangguan panic.Tipe darah, injeksi, cedera dibedakan dari tipe lainnya dimana bradikardia dan hipotensi sering kali menyusul takikardia awal yang sering terjadi pada semua fobia. Fobia spesifik tipe darah, injeksi, cedera kemungkinan mengenai banyak anggota dan generasi dari suatu keluarga. Satu tipe fobia spesifik yang telah dilaporkan baru-baru ini adalah fobia ruang, dimana pasien takut akan terjatuh jika disekitarnya tidak ada penopang, seperti dinding atau sebuah kursi. Beberapa data menyatakan bahwa pasien yang terkena mungkin memiliki fungsi yang abnormal pada hemisfer kanan, kemungkinan menyebabkan gangguan visual spasial (penglihatan ruang) (11,19).Kriteria diagnostik DSM-IV untuk fobia sosial telah dimodifikasi dari kriteria diagnostik DSM-III. Karena fobia sosial dapat disertai dengan serangan panik, kriteria B dan F DSM-IV telah ditulis ulang untuk menekankan fakta tersebut (kriteria B) dan untuk mendorong penggunaan pertimbangan klinis dalam membuat diagnosis akhir (kriteria F). DSM-IV menambahkan suatu tipe fobia sosial, tipe umum, yang dapat digunakan utnuk meramalkan perjalanan penyakit, prognosis, dan respons pengobatan. DSM-IV mengesampingkan diagnosis fobia jika gejala akibat dari penghindaran sosial yang berakar dari rasa malu tentang kondisi medis psikiatrik atau nonpsikiatrik lainnya (16,20).Kriteria diagnostik untuk fobia sosial adalah (11,16):a. Rasa takut yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih sitauasi sosial atau kinerja dimana orang bertemu dengan orang yang tidak dikenal atau dengan kemungkinan diperiksa oleh orang lain. Individu merasa takut bahwa ia akan bertindak dalam cara (atau menunjukkan gejala kecemasan) yang akan memalukan atau merendahkan. Catatan : untuk melakukan hubungan sosial yang sesuai dengan usia dengan orang yang telah dikenalnya dan kecemasan harus terjadi dalam lingkungan teman sebaya, dan tidak dalam interaksi dengan orang dewasa.b. Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti hampir selalu mencetuskan kecemasan, yang dapat berupa serangan panic yang berkaitan dengan situasi atau dipredisposisikan oleh situasi. Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangis, tantrum, membeku, atau menarik diri dari situasi sosial dengan orang yang tidak dikenal.c. Orang menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan : pada anak-anak, cirri ini mungkin tidak ditemukan.d. Situasi sosial atau kinerja yang ditakuti adalah dihindari, atau jika tidak dapat dihindari dihadapi dengan kecemasan atau penderitaan yang kuat.e. Penghindaran, antisipasi fobik, atau penderitaan dalam situasi sosial atau kinerja secara bermakna mengganggu rutinitas normal orang, fuingsi pekerjaan (akademik), atau aktivitas sosial dan hubungan dengan orang lain, atau terdapat penderitaan dala situasi sosial atau kinerja secara bermakna mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (akademik), atau aktivitas sosial dan berhubungan dengan orang lain, atau terdapat pendertiaan yang jelas tentang menderita fobia.f. Pada Individu di bawah 18 tahun, durasi sekurangnya adalah 6 bulan.g. Rasa takut atau penghindaran adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum, dan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya, gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia, gangguan cemas perpisahan, gangguan dismorfik tubuh, gangguan perkembangan pervasif, atau gangguan kepribadian skizoid).h. Jika terdapat suatu kondisi medis umum atau gangguan mental lain, rasa takut dalam kriteria A adalah bukan gagap, gemetar pada penyakit Parkinson, atau menunjukkan perilaku makan abnormal pada anoreksia nervosa atau bulimia nervosa.

2.6Gambaran Klinis FobiaFobia adalah ditandai oleh kesadaran akan kecemasan berat jika pasien terpapar dengan situasi atau objek spesifik atau jika pasien memperkirakan akan terpapar dengan situasi atau objek tersebut. DSM-IV menekankan kemungkinan bahwa serangan panik dapat dan sering kali terjadi pada pasien dengan fobia spesifik dan sosial, tetapi serangan panik, kecuali kemungkinan bagi beberapa serangan yang pertama, adalah diperkirakan. Pemaparan dengan stimulus fobik atau memperkirakannya hampir selalu menyebabkan serangan panik pada orang yang rentan terhadap serangan panik (panic attack-prone person) (20). Pasien dengan fobia, menurut definisinya, mencoba untuk menghindari stimulus fobik. Beberapa pasien mengalami masalah besar dalam menghindari situasi yang menimbulkan kecemasan. Sebagai contohnya, seorang pasien fobik mungkin menggunakan bis untuk bepergian jarak jauh, bukannya dengan pesawat terbang, untuk menghindari kontak dengan objek fobia pasien, yaitu pesawat terbang. Kemungkinan sebagai cara lain untuk menghindari stres dari stimulus fobik, banyak pasien fobik menderita gangguan berhubungan dengan zat, terutama gangguan penggunaan alkohol. Selain itu, diperkirakan sepertiga dari semua pasien dengan fobia sosial memiliki gangguan depresi berat (19,20).Temuan utama pada pemeriksaan status mental adalah adanya ketakutan yang irasional dan egodistonik terhadap situasi, aktivitas, atau objek tertentu, pasien mampu menggambarkan bagaimana mereka menghindari kontak dengan situasi fobik. Depresi seringkali ditemukan pada pemeriksaan status mental dan mungkin ditemukan pada sebanyak sepertiga dari semua pasien fobik (7,8).Kecemasan hebat pada pasien dengan fobia dapat mengakibatkan gejala fisik dan psikologik. Manifestasi kecemasan itu termasuk gelisah, diare, pusing, palpitasi, hiperhidrosis, tremor, sinkope, dan takikardi. Beberapa pasien menunjukkan perilaku yang justru bertentangan terhadap fobianya itu, misalnya dengan sengaja mencari rangsangan yang menimbulkan rasa takut itu dan dihadapi secara berulang dalam usaha untuk mengatasi rasa takutnya (9,10).

2.7Tatalaksana FobiaPada awal perkembangan psikoanalisis dan psikoterapi berorientasi secara dinamik, ahli teori percaya bahwa metode tersebut adalah pengobatan terpilih untuk neurosis fobik, yang selanjutnya diperkirakan berasal dari konflik genital oedipal. Tetapi, segera kemudian, ahli terapi mengetahui bahwa, walaupun ada kemajuan dalam mengungkapkan dan menganalisa konflik yang tidak disadari, pasien seringkali gagal melepaskan gejala fobiknya. Selain itu, dengan terus menghindari situasi fobik, pasien menghindari suatu derajat bermakna kecemasan dan hubungannya dari proses analitik. Freud dan muridnya Sandor Ferenczi mengetahui bahwa, jika diperoleh kemajuan di dalam menganalisis gejala tersebut, ahli terapi telah melewati pranan analitiknya dan secara aktif mendorong pasien fobik untuk mencari situasi fobik dan mengalami kecemasan dan didapatkan tilikan. Sejak saat itu, dokter psikiatrik biasanya setuju bahwa suatu aktivitas pada pihak ahli terapi seringkali diperlukan utnuk mengobati kecemasan fobik secara berhasil. Keputusan untuk menerapkan teknik terapi psikodinamika berorientasi-tilikan harus didasarkan bukan pada adanya gejala fobik saja tetapi pada indikasi positif dari struktur ego dan pola hidup pasien untuk menggunakan metoda terapi tersebut. Terapi berorientasi-tilikan memungkinkan pasien mengerti asal dari fobia, fenomena tujuan sekunder, dan peranan daya tahan dan memungkinkan pasien mencari cara yang sehat dalam menghadapi stimuli yang menyebabkan kecemasan (5,13).Terapi suportif dan terapi keluarga mungkin berguna dalam pengobatan fobia. Hipnosis digunakan untuk meningkatkan sugesti ahli terapi bahwa objek adalah tidak berbahaya, dan hipnosis-diri (self-hypnosis) dapat diajarkan pada pasien sebagai suatu metoda relaksasi jika berhadapan dengan objek fobik. Psikoterapi suportif dan terapi keluarga seringkali berguna dalam mambantu pasien secara aktif menghadapi objek fobik selama pengobatan. Tidak hanya terapi keluarga dapat menggunakan bantuan keluarga dalam mengobati pasien, tetapi terapi ini juga dapat mambantu keluarga mengerti sifat masalah pasien (5,11,13). Terapi yang paling sering digunakan untuk fobia spesifik adalah terapi pemaparan (exposure therapy), suatu tipe terapi perilaku yang asalnya didahului oleh Joseph Wolpe. Ahli terapi mendesensitisasi pasien, dengan menggunakan pemaparan stimulus fobik yang serial, terhadap dan dipacu diri sendiri. Ahli terapi mengajari pasien tentang berbagai teknik utuk menghadapi kecemasan, termasuk relaksasi, kontrol pernafasan, dan pendekatan kognitif terhadap gangguan. Pendekatan kognitif adalah termasuk mendorong kenyataan bahwa situasi tersebut pada dasarnya adalah aman. Aspek kunci dari terapi perilaku yang berhasil adalah (1) komitmen pasien terhadap pengobatan, (2) masalah dan tujuan yang didentifikasikan dengan jelas, dan (3) strategi alternatif yang tersedia untuk mengatasi perasaan pasien. Pada situasi spesifik fobia darah, injeksi, dan cedera, beberapa ahli terapi menganjurkan bahwa pasien mengencangkan tubuhnya selama pemaparan untuk membantu menghindari kemungkinan pingsan akibat reaksi vasovagal terhadap stimulasi fobik. Beberapa laporan awal menyatakan bahwa antagonis beta adrenergik dapat berguna dalam pengobatan fobia spesifik. Jika fobia spesifik disertai dengan serangan panik, farmakoterapi atau psikoterapi yang diarahkan pada serangan panik mungkin juga bermanfaat (5,7,13).Pengobatan fobia sosial menggunakan psikoterapi dan farmakoterapi, dan berbagai pendekatan adalah diindikasikan untuk tipe umum dan situasi kerja. Beberapa penelitian menyatakan bahwa pemakaian farmakoterapi menghasilkan hasil yang lebih baik daripada terapi tersebut sendiri-sendiri, walaupun temuan tersebut mungkin tidak dapat diterapkan pada semua situasi dan pasien (1,5,13).Beberapa penelitian yang terkontrol dengan baik telah menemukan bahwa inhibitor monoamine oksidase, khususnya Phenezine (Nardil), adalah efektif dalam mangobati fobia sosial tipe umum. Obat lain yang telah dilaporkan efektif, walaupun tidak banyak uji terkontrol baik, adalah Aprazolam (Xanax), Clonazepam (Klonopin), dan kemungkinan inhibitor ambilan kembali Serotonin. Dosis untuk obat tersebut adalah sama dengan yang digunakan pada gangguan depresif, dan respons biasanya memerlukan waktu empat sampai enam minggu.beberapa dat menyatakan bahwa obat trisiklik dan Buspirone (Buspar) mungkin tidak efektif pada fobia sosial, walaupun data adalah terbatas dan tidak definitif (5,11,13).Psikoterapi untuk fobia sosial tipe umum biasanya melibatkan suatu kombinasi metoda perilaku dan kognitif, termasuk latihan hilang kognitif, desensitisasi, sesion selama latihan, dan berbagai tugas pekerjaan rumah. Pengobatan fobia sosial yang disertai dengan situasi kinerja seringkali melibatkan pemakaian antagonis reseptor beta-adrenergik segera sebelum pemaparan dengan stimulus fobik. Dua senyawa yang paling luas digunakan adalah Atenolol (Tenormin), 50 sampai 100 mg tiap pagi atau satu jam sebelum kinerja, dan Propranolol (20 sampai 40 mg), teknik kognitif, perilaku, dan pemaparan dapat juga berguna dalam situasi kinerja (5,8,13).

2.8Prognosis FobiaFobia spesifik mempunyai prognosis yang paling baik. Fobia sosial cenderung meningkat secara berangsur-angsur dan agorafobia yang paling buruk prognosisnya dibandingkan kelompok fobia lainnya karena cenderung ke arah kronik (9).Tidak banyak yang diketahui tentang perjalanan penyakit dan prognosis fobia spesifik dan fobia sosial karena mereka relatif baru dikenali sebagai gangguan mental yang penting. Diperkenalkannya psikoterapi spesifik dan farmakoterapi untuk mengobati fobia akan juga mempengaruhi interprestasi data tentang perjalanan penyakit dan prognosis kecuali kontrol pemeriksaan untuk strategi pengobatan (10).Gangguan fobik mungkin disertai dengan lebih bannyak morbiditas dibandingkan yang diketahui sebelumnya. Tergantung pada derajat mana perilaku fobik mengganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi, pasien yang terkena mungkin memiliki ketergantungan finansial pada orang lain semasa dewasa dan memiliki berbagai derajat gangguan dalam kehidupan sosialnya, keberhasilan pekerjaan, dan pada orang muda, prestasi sekolahnya. Perkembangan gangguan berhubungan zat yang menyertainya juga merugikan perjalanan penyakit dan prognosis gangguan (19,20).

BAB IIIKESIMPULAN

Fobia adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan penghindaran yang disadari terhadap objek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti. Menurut Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorders IV (DSM-IV), fobia terbagi 3, yaitu : fobia sosial, fobia spesifik, dan agorafobia adalah subkelompok gangguan kecemasan (2,16). Fobia sosial fokus dari takutnya adalah pada peristiwa dipermalukan seseorang di tempat ramai, sedangkan agorafobia fokus takutnya ialah ketidakmampuan untuk melarikan diri. Fobia spesifik ialah rasa takut yang tidak sesuai kenyataan terhadap stimuli spesifik seperti laba-laba, ular, tempat tinggi, halilintar, penyakit, cedera, kesendirian, kematian, dan ketularan penyakit (7,8).Ada beberapa cara dalam pendekatan pengobatan yang dipakai untuk menanggulangi fobia. Jika cara-cara ini dikombinasikan akan memberikan banyak manfaat pada penderitaan fobia. Para ahli yang bekerja di bidang kesehatan jiwa mempunyai orientasi deskriptif dan dinamik, menyadari bahwa keduanya saling melengkapi dan menambah relevansi klinik dari gejala-gejala yang ditampilkan pasien. Ditinjau dari aspek dinamik setiap pasien mempunyai ciri khas masing-masing, dan dari aspek deskriptif kita menemukan gejala yang terlihat saat itu. Dengan memberikan tempat yang wajar pada kedua pandangan itu serta penanggualangannya yang tepat, maka diharapkan penderita akan mendapatkan terapi yang tepat dan adekuat (5,13).DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Harold I, Benjamin J, Sadock, Jack A. Greb. Gangguan Kecemasan. Kaplan dan Saddock Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Edisi 7. Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara. 1997.

2. American Psychiatric Association. Social Phobia (Social Anxiety Disorder). Diagnostic and Statistical of Mental Disorder. Edisi 4. Washington: R.R. Donnelly & Sons Company. 1994.

3. Puri, Basant K. Laking, Paul J, Treaseden. Text Book of Psychiatry 2nd Edition. London: Churchill Livingstone. 2002.

4. Rubin EH, Charles FZ. Adult Psychiatry 2nd Edition. Australia: Blackwell Publishing. 2005.

5. Budiman, Richard. Neurosis fobik dan cara penanggulangannya di Indonesia. Jakarta: Yayasan Kesehatan Jiwa Darmawangsa. 1987.

6. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ IV. Jakarta: PT. Nuh Jaya. 2003.

7. Maramis WE. Ilmu kedokteran jiwa. Surabaya: Airlangga University Press, 2007.

8. Elvira SD. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010.

9. Acocella, J. Alloy, LB. Bootzin, RR. Abnormal Psychology : Current Perspective. New York : Mc Graw Hill. 1996.

10. Atkinson, RL. Smith EE. Bem, DJ. Hilgards Introduction to Psychology 13th edition. New York: Harcourt College Publishers. 2002.

11. Shelton RC. Anxiety Disorder. In : Ebert MH, Nurcombe B, Loosen PT, Leckman JF, editors. Current diagnosis & treatment psychiatry. 2nd edition. The Mc Graw Hill Co Inc. P351-62. 2008.

12. Smoller JW, Sheidley BK, Tsuang MI. Anxiety disorder and social phobia: A population based twin study. USA: American Psychiatry Publishing Inc; p150-6. 2008.

13. Moscovitch DA, Hofmann SG, Suvak MK. Meditation of changes in anxiety and depression during treatment of social phobia. J Consult Clin Psychol. 73(5): 945-52. 2005.

14. Chaplin J.P. Kamus lengkap psikologi (terjemahan dr. Kartini Kartono). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1997.

15. Neale, JM. Davidson, GC. Abnormal Psychology. New York: John Wiley & Sons, Inc. 2001.

16. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik; p 175-6. 1993.

17. Schneier, FR. Social anxiety disorder. N England J Med 2006; 355: 1029-1036.

18. Carr A. Abnormal psychology : Psychology focus. East Sussex. Psychology Press, 2001.

19. Baihaqi, Sunardi, Euis H, dkk. Psikiatri. Bandung: Refika Aditama, 2007.

20. Dafit, AT. Psikiatri. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2004.0