Referat Fix

49
Referat BENDA ASING DI SALURAN NAFAS Oleh: Lastri Ronauli Sitompul Byanka Fitria Retno Susilawati Nur Suci Trendy Asih Pierre Ramandha K Satria Marrantiza Pembimbing: dr. Adelien, Sp. T.H.T.K.L, FICS

description

mm

Transcript of Referat Fix

Referat

BENDA ASING DI SALURAN NAFAS

Oleh:

Lastri Ronauli Sitompul

Byanka Fitria

Retno Susilawati

Nur Suci Trendy Asih

Pierre Ramandha K

Satria Marrantiza

Pembimbing:

dr. Adelien, Sp. T.H.T.K.L, FICS

BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK -

BEDAH KEPALA LEHER RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PALEMBANG

2015

HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul

BENDA ASING DI SALURAN NAFAS

Oleh:

Lastri Ronauli Sitompul

Byanka Fitria

Retno Susilawati

Nur Suci Trendy Asih

Pierre Ramandha K

Satria Marrantiza

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti

Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Rumah Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas

Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 24 Agustus – 25 September 2015.

Palembang, September 2010

Pembimbing,

dr. Adelien, Sp. T.H.T.K.L, FICS

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan YME, karena atas berkat dan rahmat-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Benda Asing di

Saluran Nafas”. Di kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada dr.Adelien,Sp.T.H.T.K.L,FICS selaku pembimbing yang

telah membantu penyelesaian referat ini.

Penulisan juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan

semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih

banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan

kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

Demikianlah penulisan referat ini, semoga bermanfaat, amin.

Palembang, September 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................i

Halaman Pengesahan........................................................................................ii

Kata Pengantar..................................................................................................iii

Daftar Isi...........................................................................................................iv

Bab I Pendahuluan............................................................................................1

Bab II Tinjauan Pustaka....................................................................................

2.1.....................................................................................................................

Bab III Kesimpulan...........................................................................................

Daftar Pustaka...................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

Diagnosis dan terapi benda asing di saluran nafas adalah suatu tantangan

bagi seorang otolaringologis. Meskipun perkembangan terjadi pada pelayanan

kesehatan dan kesadaran publik, namun sekitar 3000 kematian terjadi setiap

tahunnya akibat aspirasi benda asing, dengan kebanyakan kematian terjadi

sebelum evaluasi dan penanganan di rumah sakit.1

Kebanyakan aspirasi benda asing terjadi pada anak di bawah 15 tahun;

anak usia 1-3 tahun paling rentan.1 Di AS pada tahun 2008, lebih dari 17000 kasus

kegawatdaruratan adalah aspirasi benda asing, dan pada tahun 2009 aspirasi benda

asing menjadi penyebab 220 kematian pada anak di bawah 15 tahun. Benda asing

jalan nafas menempati posisi ke-3 pada kelompok penyebab tersering kematian

akibat cedera tanpa disengaja pada anak usia dibawah 1 tahun.2

Bahan sayur-sayuran cenderung menjadi benda asing saluran nafas yang

paling sering; kacang adalah jenis makanan yang paling umum teraspirasi. Angka

kejadian aspirasi benda logam juga meningkat. Manifestasi klinis benda asing

jalan nafas bergantung pada lokasi tersangkutnya benda asing tersebut. Benda

asing yang besar tersangkut di laring atau trakea dapat menyebabkan obstruksi

total jalan nafas baik karena benda itu sendiri maupun akibat adanya edema.1

Pasien dengan benda asing saluran nafas dapat ditangani secara beberapa

manuver atau bila perlu dengan terapi pembedahan. Salah satu manuver yang

sering digunakan adalah manuver Heimlich untuk obstruksi jalan nafas total,

tetapi pada obstruksi parsial manuver ini dapat memperparah kondisi menjadi

obstruksi total. Ekstraksi benda asing dapat dengan bantuan endoskopi maupun

dengan bronkoskopi.1

National Safety Council memperkirakan sekitar 2090 kematian terjadi

setiap tahunnya di AS akibat aspirasi benda asing.3 Gambaran klinis aspirasi

benda asing ini dapat menyerupai masalah respirasi lainnya, seperti asma,

sehingga untuk membedakannya dapat dilihat adanya mengi unilateral dan

peningkatan suara nafas pada aspirasi benda asing. Oleh karena itu diperlukan

kecurigaan tingkat tinggi untuk aspirasi benda asing guna memberikan

penanganan yang tepat dan mencegah komplikasi.1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi

Aspirasi benda asing dapat terjadi pada semua umur,

terbanyak pada anak, khususnya anak usia 1-3 tahun, hal ini

terjadi karena : a) anak-anak umur tersebut sedang

mengekplorasi lingkungan sekitarnya dengan kecenderungan

meletakkan sesuatu di mulut sambil bermain dan berlari b)

pertumbuhan gigi molar yang belum lengkap sehingga proses

mengunyah belum sempurna, c) belum dapat membedakan yang

dapat dimakan dengan yang tidak dan d) koordinasi menelan

dan penutupan glotis yang belum sempurna .1,6,7,9

Aspirasi benda asing pada dewasa biasanya berhubungan

dengan retardasi mental, penggunaan alkohol dan sedatif,

tindakan medik di daerah mulut dan faring, gangguan kesadaran,

trauma maksilofasial, gangguan neurologis dan dimensia

senilis.7,10

Kejadian aspirasi benda asing dari berbagai laporan lebih

sering terjadi pada laki-laki dengan perbandingan antara laki-laki

dan perempuan 2 : 1. Jenis benda asing yang teraspirasi

bervariasi, dengan frekwensi tertinggi dari berbagai laporan

berupa bahan makanan seperti kacang, biji-bijian, bagian dari

sayuran dan benda anorganik lain seperti jarum, peniti, tutup

pena, mainan anak-anak dll. Perbedaan geografis, variasi

makanan dan lingkungan mempengaruhi hal ini.1,7,10

Kekerapan aspirasi benda asing bervariasi dari berbagai

laporan, Iskandar pada laporannya dibagian THT FKUI/ RS Cipto

Mangunkusomo selama 4 tahun dari Januari 1990 sampai

Desember 1993 mendapatkan 70 kasus aspirasi benda asing di

traktus trakeobronkial. Lokasi benda asing tersering (62,86 %) di

bronkus utama kanan. 12

2.2 Definisi

Benda asing di dalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar tubuh

atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada.Benda asing yang

berasal dari luar tubuh, disebut benda asing eksogen, biasanya masuk melalui

hidung atau mulut. Sedangkan yang berasal dari dalam tubuh, disebut benda asing

endogen.20

Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair, atau gas.Benda asing

eksogen padat terdiri dari zat organik, seperti kacang-kacangan, tulang dan zat

anorganik seperti jarum, peniti, batu dan lain-lain. Benda asing eksogen cair

dibagi dalam benda cair yang bersifat iritatif, seperti zat kimia, dan benda cair

non-iritatif yaitu cairan dengan PH 7,4. Benda asing endogen dapat berupa secret

kental, darah atau bekuan darah, nanah, krusta, membran difteri, bronkolit, cairan

amnion, mekonium yang dapat masuk ke dalam saluran napas bayi pada saat

proses persalinan. 18,20

2.3 Anatomi Saluran Napas

Sistem pernapasan terdiri dari jalan napas atas, jalan napas bawah dan

paru-paru. Setiap bagian ini memainkan peranan penting dalam proses

pernapasan, yaitu memasukan udara yang mengadung oksigen dan mengeluarkan

udara yang mengadung karbondioksida dan air.

Gambar 2.1 Anatomi Saluran Napas

Sistem pernapasan manusia sendiri dimulai dari :

a. Rongga Hidung (Kavum Nasi)

Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan

yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior).Kavum nasi ini

berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa

kranial media. Batas – batas kavum nasi :

1. Posterior : berhubungan dengan nasofaring

2. Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus

sfenoidale dan sebagian os vomer

3. Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal,

bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap.

Bagian ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum durum.

4. Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan

(dekstra dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi

oleh kulit, jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari

septum yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum pars

membranosa = kolumna = kolumela.

5. Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os

etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.

Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari

tulang etmoid.Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang

terpisah.Ruangan di atas dan belakang konka nasalis superior adalah

resesus sfeno-etmoid yang berhubungan dengan sinis sfenoid.Kadang –

kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian

ini.

Fisiologi hidung sendiri, terdiri dari :

1. Sebagai jalan napas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas

setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga

aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk

melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi.

Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke

belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.

2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan

udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :

a. Mengatur kelembaban udara.Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada

musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini

sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

b. Mengatur suhu.Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh

darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas,

sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal.Dengan demikian suhu

udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.

3. Sebagai penyaring dan pelindung

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri

dan dilakukan oleh :

a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

b. Silia

c. Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut

lendir dan partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks

bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.

d. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozime.

4. Indra penghirup

Hidung juga bekerja sebagai indra penghirup dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas

septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut

lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.

5. Resonansi suara

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan

hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar

suara sengau.

6. Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng)

dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun

untuk aliran udara.

7. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan

saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan.Contoh : iritasi mukosa hidung

menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu

menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

b. Faring

Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan

percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan

dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian belakang

faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita

vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar

dan terdengar sebagai suara. 8

Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar

masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga

menyediakan ruang dengung(resonansi) untuk suara percakapan.8

Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran

pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka.

Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas,

dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan

kesehatan.

Adapun fisiologi menelan pada manusia terdiri dari 4 fase, yaitu :

1. Fase persiapan oral. Pada tahap ini, manusia mengunyah makanan untuk

membentuk bolus.

2. Fase oral. Fase ini berlangsung selama 1-1,5detik, dimulai ketika lidah

yang mendorong bolus ke atas dan ke belakang terhadap permukaan

bawah palatum durum oleh kontraksi otot stilofaringeus.

3. Fase faringeal. Fase ini dimulai ketika bolus dipindahkan melalui faring

dan berakhir dengan terbukanya sfingter esofagus. Waktu transit normal

faring <2detik. Bolus yang berada di posterior faring akan menstimulasi

ephitelial swallowing receptor area di pilar tonsiler. Impuls itu akan

menyebabkan terjadi beberapa hal, yaitu :

a. Palatum molle akan tertarik ke ata, untuk mencegah makanan masuk

ke hidung.

b. Lipatan palatofaring di setiap sisi faring mendekat sehingga hanya

bolus yang berukuran kecil saja yang dapat lewat.

c. Laring akan tertarik ke atas seperyi epiglottis yang secara pasif

menutup jalan masuk.

d. Plika vokalis tertarik mendekat.

Pusat pernapasan di medulla oblongata dihambat oleh pusat menelan

dalam waktu yang singkat agar proses menelan dapat berlangsung. Hal

ini disebut deglutisi apneu. Dalam fase ini, saraf kranial V,IX,X dan

XII berperan untuk proses menelan yang baik. Muskulus sfingter

esofagus superior berelaksasi untuk memungkinkan makanan lewat,

yang setelah itu sejumlah otot konstriktor lurik di faring berkonstriksi

secara berurutan untuk mendorong bolus makanan turun ke esofagus.

4. Fase esofageal. Terdapat 2 jenis peristaltik pada fase ini, yaitu peristaltik

primer dan sekunder. Peristaltik primer merupakan kelanjutan dari akhir

fase faringeal yang terjadi selama 8-10detik. Jika peristaltik primer gagal

makan peristaltik sekunder yang akan menghasilkan distensi esofagus dan

melanjutkan pasase makanan ke lambung. Peristaltik sekunder diinisiasi

oleh sirkuit saraf instrinsik dalam system saraf mientrik.8

c. Laring

Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan.

Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang

rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal

laring.Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis

pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara pada

laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat

keluar masuknya udara.8

Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang

membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok

(epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal

tenggorok dan pada waktu bernapas katu membuka. Pada pangkal tenggorok

terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya

pada waktu kita bicara.8

Gambar 2.2. Anatomi laring dari arah anterior dan lateral. 14

d. Trakea

Trakea merupakan tabung yang terdiri dari tulang rawan dan

otot yang dilapisi oleh epitel thorak yang berlapis mulai dari

bagian terbawah dari laring setinggi vertebra servikal VI sampai

ke karina yaitu percabangan bronkus utama kanan dan kiri

setinggi vertebra torakal V.12 Trakea berbentuk silendris dengan

bagian posteriornya datar, ukuran tergantung umur, terdiri dari

cincin tulang rawan yang jumlahnya bervariasi antara 16-20,

pada dewasa panjang lebih kurang 11cm dan diameter 2-2,5 cm.

Pada anak ukurannya lebih kecil dan lebih mobile. Dinding

tenggorokan bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring

benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.4,8

Gambar 2.3 Anatomi Trakea dan Bronkus

Bronkus utama kanan lebih besar, lebih pendek dan lebih

vertikal dari pada bronkus utama kiri dengan panjangnya ± 2,5

cm pada orang dewasa dan mempunyai 6-8 cincin tulang rawan,

sedangkan bronkus kiri lebih kecil namun lebih panjang dari pada

kanan, pada orang dewasa hampir 5 cm mempunyai 9-12 cincin

tulang rawan.12,13 keadaan inilah yang menyebabkan benda asing

lebih banyak masuk ke bronkus kanan.12 Selanjutnya bronkus

bercabang mengikuti anatomi paru, bronkus utama kanan

bercabang menjadi tiga yaitu superior, medius dan inferior dan

bronkus utama kiri bercabang menjadi superior dan inferior.4,5,16

Dinding Trakea dan bronkus ekstrapulmoner terdiri dari

cincin tulang rawan hialin yang tidak lengkap, jaringan ikat

fibrosa, otot, mukosa dan kelenjar-kelenjar, oleh karena itu pada

waktu inspirasi lumen bronkus berbentuk bulat dan pada waktu

ekspirasi berbentuk seperti ginjal.12,16 Pada cabang bronkus yang

lebih kecil, dindingnya menjadi tipis dan pada bronkus yang

diameternya 1 milimeter tidak mempunyai tulang rawan. 13

e. Paru-paru

Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping

dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang

berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster)

yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2

lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput

bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura

visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan

tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Paru-paru tersusun oleh

bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak

mempunyai tulang rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagian

ujungnya mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus

terminalis bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus respirasi, kemudian menjadi

duktus alveolaris.Pada dinding duktus alveolaris mangandung gelembung-

gelembung yang disebut alveolus.8

2.4 Faktor predisposisi

Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing ke dalam

saluran napas antara lain :

1. Faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, tempat

tinggal).

2. Kegagalan mekanisme proteksi yang normal (kelainan tidur, kesadaran

menurun, alkoholisme, epilepsi).

3. Faktor fisik (yaitu kelainan dan penyakit neurologik).

4. Proses menelan yang belum sempurna pada anak.

5. Faktor dental, medikal dan surgikal (antara lain tindakan bedah, ekstraksi

gigi, belum tumbuhnya gigi molar pada anak yang berumur <4 tahun).

6. Faktor kejiwaan (antara lain emosi, gangguan psikis).

7. Ukuran dan bentuk serta sifat benda asing.

8. Faktor kecerobohan (antara lain meletakkan benda asing di mulut,

persiapan makanan yang kurang baik, makan atau minum yang tergesa-

gesa, makan sambil bermain (pada anak-anak), memberikan kacang atau

permen pada anak yang gigi molarnya belum lengkap.20

2.5 Patofisiologi

Setelah terjadi aspirasi benda asing, benda asing dapat

tersangkut pada tiga tempat, laring, trakea dan bronkus, 80-90

% akan tersangkut di bronkus. Pada dewasa benda asing

cenderung tersangkut pada bronkus utama kanan karena lebih

segaris lurus dengan trakea dan posisi karina yang lebih ke kiri

serta ukuran bronkus kanan yang lebih besar. Sampai umur 15

tahun sudut yang dibentuk bronkus dengan trakea antara kiri

dan kanan hampir sama, sehingga pada anak, frekwensi lokasi

tersangkutnya benda asing hampir sama kejadian antara

bronkus utama kiri dan kanan. Lokasi tersangkutnya benda

asing juga di pengaruhi posisi saat terjadi aspirasi.9,10,11,12

Benda asing yang teraspirasi tanpa menimbulkan obstruksi

akut, akan menimbulkan reaksi tergantung jenisnya, organik

atau anorganik.14 Benda asing organik menyebabkan reaksi

inflamasi mukosa yang lebih berat, dan jaringan granulasi dapat

timbul dalam beberapa jam. Disamping itu beberapa benda

organik seperti kacang-kacangan dan biji-bijian bersifat

menyerap air sehingga mengembang, yang akan menambah

sumbatan, obstruksi parsial dapat berubah menjadi total.14

Benda organik yang lebih kecil akan bermigrasi ke arah distal

dan menyebabkan inflamasi kronik, sering memerlukan reseksi

paru untuk menanganinya. Aspirasi benda asing anorganik, jika

tidak menyebabkan obstruksi, akan bersifat asimptomatis.14,20

Benda asing di bronkus dapat menyebabkan terjadinya tiga

tipe obstruksi yaitu a) obstruksi katup bebas (by pass valve

obstruction), benda asing menyebabkan sumbatan , namun

udara pernafasan masih dapat keluar dan masuk, sehingga tidak

menimbulkan atelektasis atau emfisema paru. b) katup

penghambat ekspiratori atau katup satu arah (check valve

obstruction), dan c) obstruksi katup tertutup (stop valve

obstruction).15

Benda asing yang berada di bronkus dalam waktu yang

lama dapat menyebabkan perubahan patologik jaringan,

sehingga menimbulkan komplikasi antara lain bronkiektasis,

pnemonitis yang berulang, abses paru dan emfisema13,15

2.6 Gejala Klinis

Aspirasi benda asing dapat memberikan gambaran klinis

yang bervariasi, dari gejala yang minimal, sehingga tidak jarang

pasien dibawa berobat bukan pada hari pertama kejadian,

seperti dilaporkan Cohen et al yang dikutip Friedman EM, dari

143 kasus aspirasi benda asing pada anak hanya 41% yang

datang berobat pada hari pertama kejadian,sampai keadaan

gawat nafas bahkan menyebabkan kematian.7,16

Gejala klinis yang timbul akibat aspirasi benda asing di

jalan nafas tergantung pada ukuran, lokasi, jenis, bentuk, sifat

iritasinya terhadap mukosa, lama benda asing di jalan nafas,

derajat sumbatan serta ada tidaknya komplikasi.5,8,19,20

Gejala aspirasi benda asing dapat dibagi dalam 3 fase,

yaitu :

a. Fase awal yaitu saat benda asing teraspirasi, batuk-batuk

hebat secara tiba-tiba, rasa tercekik, rasa tersumbat di

tenggorok, wheezing dan obstruksi nafas, dapat juga

disertai adanya sianosis terutama perioral, kematian pada

fase ini sangat tinggi

b. Fase asimptomatik yaitu interval bebas gejala terjadi

karena benda asing tersangkut pada satu tempat, dapat

terjadi dari beberapa menit sampai berbulan-bulan setelah

fase pertama. Lama fase ini tergantung lokasi benda asing,

derajat obstruksi yang ditimbulkannya dan jenis benda

asing yang teraspirasi serta kecenderungan benda asing

untuk berubah posisi dan c. Fase komplikasi yaitu telah terjadi komplikasi akibat benda

asing, dapat berupa pneumonia, atelektasis paru, abses

dan hemoptisis. 1,17,18, 21

Benda asing di hidung pada anak sering luput dari perhatian orang tua

karena tidak ada gejala dan bertahan untuk waktu yang lama.Dapat timbul rinolith

di sekitar benda asing.

Gejala yang paling sering berupa :

1. Hidung tersumbat

2. Rinore unilateral dengan cairan kental dan berbau.

3. Kadang-kadang terdapat rasa nyeri, demam, epistaksis dan bersin.

Pada pemeriksaan dapat ditemukan, sebagai berikut :

1. Edema dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan dapat terjadi

ulserasi.

2. Benda asing biasanya tertutup oleh mukopus, sehingga disangka sinusitis.

Dalam hal demikian bila akan menghisap mukopus haruslah berhati-hati

supaya benda asing itu tidak terdorong ke arah nasofaring yang kemudian

dapat masuk ke laring, trakea dan bronkus. Benda asing, seperti busa,

sangat cepat menimbulkan sekret yang berbau busuk.20

Benda asing di orofaring dan hipofaring dapat tersangkut antara lain di

tonsil, dasar lidah, valekula, sinus piriformis yang menimbulkan rasa nyeri pada

waktu menelan (odinofagia), baik makanan maupun ludah, terutama bila benda

asing tajam seperti tulang ikan, tulang ayam. Untuk memeriksa dan mencari benda

itu di dasar lidah, valekula dan sinus piriformis diperlukan kaca tenggorok yang

besar (no 8-10).Benda asing di sinus piriformis menunjukkan tanda Jackson yaitu

terdapat akumulasi ludah di sinus piriformis tempat benda asing tersangkut. Bila

benda asing menyumbat introitus esofagus, makan tampak ludah tergenang di

kedua sinus piriformis.20

Benda asing di laring dapat menutup laring, tersangkut di antara pita

suara atau berada di subglotis.Gejala sumbatan laring tergantung pada besar,

bentuk dan letak (posisi) benda asing. Sumbatan total di laring akan menimbulkan

keadaan yang gawat biasanya kematian mendadak karena terjadi asfiksia dalam

waktu singkat. Hal ini disebabkan oleh timbulnya spasme laring dengan gejala

antara lain disfonia sampai afonia, apneu dan sianosis. Sumbatan tidak total di

laring dapat menyebabkan gejala suara parau, disfonia sampai afonia, batuk yang

disertai sesak, odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis dan rasa subyektif dari

benda asing dan dispneu dengan derajat bervariasi. Gejala dan tanda ini jelas bila

benda asing masih tersangkut di laring, dapat juga benda asing sudah turun ke

trakea, tetapi masih meninggalkan rekasi laring oleh karena edema laring.20

Benda asing di trakea, di samping gejala batuk dengan tiba-tiba yang

berulang-ulang dengan rasa tercekik, rasa tersumbat di tenggorok, terdapat gejala

patognomonik yaitu audible slap, palpatory thud dan asthmatoid wheeze. Benda

asing trakea yang masih dapat bergerak, pada saat benda itu sampai di karina,

dengan timbulnya batuk, benda asing itu akan terlempar ke laring. Sentuhan

benda asing itu pada pita suara dapat terasa merupakan getaran di daerah tiroid,

yang disebut oleh, Jackson sebagai palatory thud, atau dapat didengar dengan

stetoskop di daerah tiroid, yang disebut audible slap.Selain itu terdapat juga gejala

suara serak, dispneu dan sianosis, tergantung pada besar benda asing serta

lokasinya. Gejala palaptory thud serta audible slap lebih jelas teraba atau

terdengar bila pasien tidur terlentang dengan mulut terbuka saat batuk, sedangkan

gejala mengi (asthmatoid wheeze) dapat didengar pada saat pasien membuka

mulut dan tidak ada hubungannya dengan penyakit asma bronchial.20 Benda asing

yang tersangkut di karina, yaitu percabangan antara bronkus kanan dan kiri, dapat

menyebabkan atelektasis pada satu paru dan emfisema paru sisi lain tergantung

pada derajat sumbatan yang diakibatkan oleh benda asing tersebut.

Benda asing di bronkus, lebih banyak masuk ke dalam bronkus kanan,

karena bronkus kanan hamper merupakan garis lurus dengan trakea, sedangkan

bronkus kiri membuat sudut dengan trakea. Pasien dengan benda asing di bronkus

yang datang ke rumah sakit kebanyakan berada pada fase asimtomatik.Pada fase

ini keadaan umum pasien masih baik dan foto rontgen toraks belum

memperlihatkan kelainan.Pada fase pulmonum, benda asing berada di bronkus

dan dapat bergerak ke perifer.Pada fase ini udara yang masuk ke segmen paru

terganggu secara progresif, dan pada auskultasi terdengar ekspirasi memanjang di

sertai mengi. Derajat sumbatan bronkus dan gejala yang ditimbulkannya

bervariasi, tergantung pada bentuk, ukuran dan sifat benda asing dan dapat timbul

emfisema, atelektasis, serta abses paru.15,20

Benda asing organik menyebabkan reaksi yang hebat pada saluran napas

dengan gejala laringotrakeobronkitis, toksemia, batuk dan demam ireguler. Tanda

fisik benda asing di bronkus bervariasi, karena perubahan posisi benda asing dari

satu sisi ke sisi lain dalam paru.

2.7 Diagnosis

Diagnosis aspirasi benda asing di jalan nafas ditegakkan

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

radiologik dan pemeriksaan endoskopi.20

Anamnesis yang cermat mengenai adanya riwayat

tersedak atau kemungkinan tersedak sangat penting dalam

menegakkan diagnosis.Meskipun memang tidak selalu ada yang

melihat saat kejadian.8 Dari anamnesis perlu ditanyakan adanya

gejala klasik berupa rasa tercekik yang tiba-tiba yang diikuti

episode batuk-batuk, mengi dan bahkan stridor, karena lebih dari

90% pasien yang teraspirasi benda asing terdapat satu atau

lebih gejala klasik di atas.9

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda

sumbatan jalan nafas dalam berbagai variasi sesuai dengan

ukuran, lokasi, derajat sumbatan, sianosis, wheezing, berkurang

atau hilangnya suara nafas, meskipun tidak adanya tanda-tanda

ini tidak menyingkirkan adanya aspirasi benda asing.1

Gambar 2.4 Pemeriksaan dengan fleksibel serat optik

pada laring dengan dokumentasi video. 14

Pada setiap pasien yang diduga mengalami aspirasi benda

asing harus buat foto thorak postero anterior (PA) dan lateral

untuk mengetahui lokasi serta ukuran benda asing.18,19Benda

asing radioopak dapat dengan mudah diidentifikasi, sedangkan

pada benda asing radiolusen, kemungkinan yang akan tampak

berupa efek samping yang timbul pada paru seperti atelektasis,

hiperinflasi unilateral, gambaran infiltrat, dan pergeseran

mediastinum. Foto thorak yang diambil dalam waktu 24 jam

pertama setelah aspirasi benda asing radiolusen biasanya

menunjukkan gambaran normal.19,22,23

Gambar 2.5. A.Foto thorax posteroanterior yang menunjukkan

benda asing radioopak pada cabang bronkus utama dextra. B.

Foto thorax lateral. 23

Benda asing kecil yang tidak menimbulkan emfisema dan

atelektasis, dibuat foto thorak anteroposterior inspirasi dan

ekspirasi, dari foto ini akan tampak mediastinum bergeser ke

arah yang normal saat ekspirasi dan paru yang terlibat akan

hiperaerasi karena udara terperangkap di sana.22,23

Gambar 2.6 Gambaran hiperinflasi sekunder lapang paru

kiri pada obstruksi oleh kacang di cabang bronkus utama kiri. 23

2.8 Penatalaksanaan

Benda asing disaluran nafas harus dikeluarkan segera

dalam kondisi optimal dengan trauma yang minimal untuk

mencegah komplikasi.19,20,23 Ada beberapa faktor yang

menentukan keberhasilan penatalaksanaan benda asing di

saluran nafas antara lain : a) tim yang berpengalaman dalam

ekstraksi benda asing di saluran nafas, b) tim anestesi yang

berpengalaman, c) Perawat dan teknisi yang familiar dengan alat

yang tersedia dan d) ketersediaan peralatan sesuai dengan yang

dibutuhkan.18

Bronkoskopi merupakan pilihan untuk ekstraksi benda

asing di saluran nafas, disamping juga digunakan untuk

diagnosis pada kasus kecurigaan benda asing .7,9,23 Jenis

bronkoskop yang digunakan sampai saat in masih merupakan

perdebatan apakah rigid atau fiberoptic, pengambilan keputusan

tergantung pilihan operator, lokasi benda asing dan ukuran

pasien (umur), meskipun untuk anak dan sebagian besar dewasa

penggunaan bronkoskop rigid merupakan pilihan untuk ekstraksi

benda asing karena ventilasi lebih terjamin melalui tube

bronkoskop selama tindakan disamping juga operator dapat

memasukkan peralatan seperti forsep dan optical telescope.1,7,9

Benda asing di laring. Pasien dengan benda asing di laring harus diberi

pertolongan dengan segera, karena asfiksia dapat terjadi dalam waktu hanya

beberapa menit. Pada anak dengan sumbatan total pada laring, dapat dicoba

menolongnya dengan memegang anak dengan posisi terbalik, kepala ke bawah,

kemudian daerah tengkuk/punggung dipukul, sehingga diharapkan benda asing

dapat dibatukkan ke luar. Cara lain untuk mengeluarkan benda asing yang

menyumbat di laring secara total ialah dengan cara perasat dari Heimlich dapat

dilakukan pada anak maupun orang dewasa. Menurut teori Heimlich, benda asing

masuk ke dalam laring ialah pada waktu inspirasi. Dengan demikian paru penuh

oleh udara, diibaratkan sebagai botol plastik yang tertutup, dengan menekan botol

itu, maka sumbatannya akan terlempar ke luar.20

Dengan perasat Heimlich, dilakukan penekanan pada paru. Caranya ialah,

bila pasien masih dapat berdiri, maka penolong berdiri di belakang pasien,

kepalan tangan kanan penolong diletakkan di atas prosesus xifoid, sedangkan

tangan kirinya diletakkan di atasnya. Kemudian dilakukan penekanan ke belakang

dan ke atas paru beberapa kali, sehingga diharapkan benda asing akan terlempar

ke luar dari mulut pasien. Bila pasien sudah terbaring karena pingsan, maka

penolong bersetumpu pada lututnya di kedua sisi pasien, kepalan tangan di

letakkan di bawah prosesus xifoid, kemudian dilakukan penekanan ke bawah dan

ke arah paru beberapa kali, sehingga diharapkan benda asing akan terlempar ke

luar mulut pasien.pada tindakan ini posisi muka pasien harus lurus, leher jangan

ditekuk ke samping, supaya jalan napas merupakan garis lurus.20

Gambar 2.7 Perasat Heimlich

Komplikasi perasat Heimlich ialah kemungkinan terjadi rupture lambung

atau hati dan fraktur iga. Oleh Karena itu pada anak sebaiknya cara menolongnya

tidak dengan menggunakan kepalan tangan, tetapi cukup dengan dua buah jari

kanan dan kiri.

Pada sumbatan benda asing tidak total di laring, perasat Heimlich tidak

dapat digunakkan. Dalam hal ini pasien masih dapat dibawa ke rumah sakit

terdekat untuk diberi pertolongan dengan menggunakan laringoskop atau

bronkoskop, atau kalau alat-alat itu tidak ada, dilakukan trakeostomi. Pada waktu

tindakan trakeostomi, pasien tidur dengan posisi Trendelenburg, kepala lebih

rendah dari badannya, supaya benda asing tidak turun ke trakea.20

Gambar 2.8 Perasat Heimlich

Benda asing di trakea.Benda asing di trakea dikeluarkan dengan

bronkoskopi.Tindakan ini merupakan tindakan yang harus segera dilakukan,

dengan pasien tidur terlentang posisi Trendelenburg, supaya benda asing tidak

turun ke dalam bronkus.Pda waktu bronkoskopi, benda asing dipegang dengan

cunam yang sesuai dengan benda asing itu, dan ketika dikeluarkan melalui laring

diusahakan sumbu panjang benda asing segaris dengan sumbu panjang trakea, jadi

pada sumbu vertikal, untuk memudahkan pengeluaran benda asing itu melalui

rima glotis.Bila fasilitas untuk melakukan bronkoskopi tidak ada, maka kasus

benda asing di trakea dapat dilakukan trakeostomi, dan bila mungkin benda asing

itu dikeluarkan dengan memakai cunam atau alat penghisap melalui trakeostomi.

Bila tidak berhasil pasien dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas endoksopi, ahli

dan personal yang tersedia optimal.20

Benda asing di bronkus.Untuk mengeluarkan benda asing dari bronkus

dilakukan bronkoskopi, menggunakan bronkoskop kaku atau serat optic dengan

memakai cunam yang sesuai dengan benda asing itu.Tindakan bronkoskopi harus

segera dilakukan, apalagi bila benda asing bersifat organic. Benda asing yang

tidak dapat dikeluarkan dengan cara bronkoskopi, seperti benda sing tajam, tidak

rata dan tersangkut pada jaringan, dapat dilakukan servikotomi atau torakotomi.20

Antibiotik dan kortikosteroid tidak rutin diberikan setelah tindakan

endoskopi pada ekstraksi benda asing.Fisioterapi dada dilakukan pada anak kasus

pneumonia, bronchitis purulenta dan atelektasis. Pasien dipulangkan 24 jam

setelah tindakan, jika paru bersih dan tidak demam.

Foto toraks pasca bronkoskopi dibuat hanya bila gejala pulmonum tidak

menghilang. Gejala-gejala persisten seperti batuk, demam, kongesti paru,

obstruksi jalan napas atau odinofagia memerlukan penyelidikan lebih lanjut dan

pengobatan yang tepat dan adekuat.20

2.9.1 Persiapan Ekstraksi Benda Asing

Persiapan ekstraksi benda asing harus dilakukan sebaik-

baiknya, dengan peralatan yang lengkap, forsep dengan

berbagai ukuran harus tersedia, ukuran dan bentuk benda asing

harus diketahui dengan membuat duplikat dan mencobanya

dengan forsep yang sesuai, sesaat menjelang dilakukan

brokoskopi dibuat foto thorak untuk menilai kembali letak benda

asing. Komunikasi antara operator dengan dokter anestesi untuk

menentukan rencana tindakan juga sangat penting.Pemberian

steroid dan antibiotika pre operatif dapat mengurangi kompikasi

seperti edema jalan nafas dan infeksi.1,7,20,21

Gambar 2.9 (A) Bronkoskopi Rigid (B) Flexible Fiberoptic

Bronchoscopy

2.9.2 Bronkoskopi

Bronkoskopi dengan menggunakan bronkoskop rigid

dilakukan dalam anestesi umum. Ada beberapa variasi teknik

intubasi bronkoskop tergantung pada keterampilan ahli

bronkoskopi, anatomi dan keadaan klinis pasien 18,yaitu :

a). Teknik intubasi tanpa laringoskop (teknik klasik).

b).Teknik intubasi bronkoskop dengan laringoskop.

c). Teknik intubasi bronkoskop dengan pipa endotrakeal,

dan

d). Teknik bronkoskopi kombinasi.

Gambar 2.10 Penggunaan Bronkoskopi

Cara yang dipilih harus didiskusikan dengan ahli anastesi,

termasuk resiko anastesi.Pada kasus ini menggunakan teknik ke-

2.

Teknik ini menggunakan laringoskop lurus untuk melihat

epiglotis.Setelah tampak epiglotis, dasar lidah diangkat dengan

spatula laringoskop, sehingga epiglotis sedikit

terangkat.Bronkoskop dipegang dengan tangan kanan dan ujung

bronkoskop dimasukkan sedikit di bawah epiglotis. Pada saat ini

pandangan dipindahkan pada bronkoskop, bronkoskop

dimasukkan ke laring bersamaan dengan mengeluarkan

laringoskop.18

Ujung bronkoskop harus berjalan diantara kedua pita suara

dengan memutar bronkoskop 900 searah jarum jam. Setelah

memasuki trakea bronkoskop diputar kembali 900 , sehingga

ujung bronkoskop kembali mengarah ke anterior. Kemudian

sungkupanastesi dipasang pada lubang ventilasi di samping

bronkoskop untuk oksigenisasi dan sekret dihisap. Trakea dilihat

dengan optik Hopkins, jika memilliki kamera dapat dipasang,

sehingga gambaran endoskopi dapat dilihat dengan monitor.

Bronskoskop diteruskan ke distal dengan gerakan membelok (

twisting motion ) dan bronkoskop dipegang dengan jari tangan

seperti memegang tongkat bilyard. Untuk memasuki bronkus

kanan kepala pasien diputar sedikit ke kiri, bronkoskop

diteruskan dengan gerakan membelok ( twisting motion ) melalui

karina. Untuk memasuki bronkus kiri kepala pasien diputar ke

arah bahu kanan. Mengeluarkan bronkoskop selalu dilakukan

dengan melihat lumen dengan hati-hati dan gerakan membelok

(twisting motion), bronkoskop berhenti beberapa millimeter

diatas karina menunggu pernafasan spontan, kemudian

ekstubasi dengan sekali gerakan (one single movement).18

Sekret tenggorok dihisap secara hati-hati dengan bantuan

laringoskop, mandibula diangkat untuk membantu pernafasan

spontan, sekret di hidung dihisap dan menunggu pasien batuk.

Jika menggunakan teleskop, ujung distal teleskop harus berada

di dalam lumen bronkoskop, lebih kurang 1,5 cm dari ujung distal

bronkoskop. Bila sekret menghambat pandangan harus dihisap,

ujung distal teleskop diberi zat anti embun (anti fog).Bila

bronkoskop tidak dapat masuk dengan mulus, jangan

menggunakan tenaga, lebih baik menggganti bronkoskop

dengan ukuran yang lebih kecil. Penyangga gigi (bite block)

dapat diletakkan antara gigi dan bronkoskop, sehingga tangan

operator dapat lebih bebas.18

Pada beberapa kasus namun sangat jarang, benda asing

tidak dapat dikeluarkan dengan bronkoskopi, dalam hal ini

dilakukan torakotomi. Pada kasus lain mengharuskan bronkotomi

dan reseksi parenkim paru yang terdapat benda asing.10

Gambar 2.11 Bronkoskopi

Faktor penyulit pada petalaksanaan benda asing di bronkus

antara lain Faktor penderita, lamanya benda asing teraspirasi,

lokasi benda asing, kelengkapan alat, kemapuan tenaga medis

dan paramedis dan anestesi.18

Gambar 2.12. Skema yang menunjukkan,

trakeobronchial tree, segmen bronkopulmoner, dan endoscopic

landmark14

2.10 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada aspirasi benda asing

di trakeobronkial berhubungan dengan benda asing sendiri dan

tindakan bronkoskopi.Komplikasi akibat benda asing yang paling

sering berupa infeksi paru dan kelainan lain seperti edema,

tracheitis, bronkitis atau timbulnya jaringan granulasi, dan

atelektasis.Komplikasi yang berhubungan dengan tindakan

bronkoskopi (intra operatif) paling sering aritmia jantung,

bronkospasme, edema laring, trauma pada gigi, bibir, gusi dan

laring.6

BAB III

KESIMPULAN

Benda asing di saluran nafas dapat merupakan salah satu kegawatdaruratan

di bidang ilmu kesehatan THT-KL apabila telah menyebabkan obstruksi total

maupun parsial. Angka kejadian aspirasi akibat benda asing semakin meningkat

setiap tahunnya. Demikian pula dengan angka kematian yang disebabkan oleh

benda asing saluran nafas. Oleh karena itu diagnosis dan tatalaksana segera dan

tepat untuk benda asing saluran nafas sangat diperlukan guna menurunkan angka

mortalitas dan morbititasnya. Selain itu benda asing saluran nafas ini pula sering

dijumpai pada anak-anak yang lebih rentan baik secara anatomis maupun

fisiologis. Sehingga hal ini perlu menjadi perhatian baik oleh dokter umum

sebagai lini pertama pasien datang meminta pertolongan maupun dokter spesialis

THT-KL sebagai ahli dalam bidang ini. Dengan memberikan kewaspadaan dalam

diagnosis dini benda asing saluran nafas dan penanganan segera yang tepat oleh

dokter umum diharapkan komplikasi dan kematian akibat benda asing saluran

nafas dapat dicegah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Murray AD. Foreign bodies of airway. 2006. Diakses dari

http://emedicine.medscape.com/article/872498-treatment#d10

2. National Safety Council. Injury, Death and Fatality Statistics. Available at

http://www.nsc.org/news_resources/injury_and_death_statistics/Pages/

InjuryDeathStatistics.aspx. Accessed: February 12, 2013.

3. National Safety Council. Accident Facts. 1992. 32.

4. Deskin, Ronald, Young, Gregory, Hoffman, Robert. Management of Pediatric

Aspirated Foreign Bodies. The Laryngoscope 1997; 107(4) : 540-543

5. Kaur K, Sonkhya N, Bapna AS. Foreign bodies in the tracheobronchial Tree :

a prospective study of fifty cases. Indian J of Otolaryngotogy and Head and

Neck Surgery 2002;54(I):30-4.

6. Gibson SE. Aerodigestive Tract Foreign Body. In : Catton RT et al. Practical

Pediatric Otolaryngology. Philadelphia: lippincott-Raven,1999:561-73.

7. Munter DW. Foreign Bodies, Trachea. Diakses dari : www.emedicine.com/

article/764615, last updated Februari 14,2014.

8. Scanlon VC, Sanders T, Davis FA. Essential of Anatomy and Physiology.

5thed. 2007.

9. Rovin JD, Rodgers BM. Pediatric Foreign Body Aspiration. Pediatrics in

Review. 2000;21:86-90

10. Warshawsky ME. Foreign Body Aspiration. Diakses dari :

www.emedicine.com /article/298940, last updated August 20, 2004

11. Tamin S. Benda Asing Saluran Nafas dan Cerna. Satelit Simposium

Penanganan Mutakhir kasus THT. Jakarta 2003.

12. Iskandar N. Ingested and inhaled foreign bodies in Dr. Cipto Mangunkusumo

Hospital, Jakarta, Indonesia. Med J ORLI, 1994; 25: 311-8.

13. Lewis WH. The Trachea and Bronchi. Gray Anatomy of the human body,

20th ed. Philadelphia: Lea & Febiger, 1918. Diakses dari :

http://www.bartleby.com/107/237.html

14. Ballenger JJ. Laringology and Bronchology. In : Disease of the Nose, Throat,

Ear Head and Neck.16th ed. Philadelphia: Lea & Febiger,2003 : 1331-53.

15. Merchant SN, Kirtane MV, Shah KL, Karnik PP. Foreign bodies in the

bronchi (a 10 year review of 132 cases). J of Postgraduate Med, 1984;30

(4):219-23.

16. Jackson C, Jackson CL. Bronchoesophagology. Philadelphia; WB Saunders,

1964 : 13-106.

17. Friedman EM. Caustic Ingestion and Foreign Bodies in the Aerodigestive

Tract. In :Bailey BJ, eds. Head and Neck Surgery-Otolaryngology, 3 rd ed vol

1 . Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2001:925-32.

18. Adam GL, Boies LR, Jr.Higler PA. Boeis Buku Ajar THT. Edisi 6. Effendi H,

Santoso RAK. Jakarta: EGC,1997.

19. Huchton DM, Marsh B. Foreign Bodies in the Upper Aerodigestive Tract. In :

Eisele DW, McQuone SJ. Emergencies of the Head and Neck. Missouri:

Mosby, 2000:156-67.

20. Junizaf MH. Benda Asing di Saluran Napas. Dalam : Buku Ajar Ilmu

Kesehatan THT-Kepala Leher, edisi kelima. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI,2003: 246-55.

21. Fong EW. Foreign Body Aspiration. diakses dari :

http://www.hawaii.edu/medicine/pediatrics/pedtext/s08c06.html, last updated

March 2002

22. Miller RH, Wang RC, Nemechek AJ. Airway Evaluation and Imaging. In :

Bailey BJ, Calhoun KH, eds. Head and Neck Surgery-Otolaryngology, 3rded

vol 1. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2001: 497-507.

23. Rosbe, Cristina W. Foreign Body Trachea and Esophagus. 2008. In: Current

Diagnosis and Treatment in Otorinholaringology – Head & Neck Surgery,

Second edition. New York: Mc- GrawHill.