perbedaan derajat fibrosis hepar tikus wistar yang dilakukan ligasi ...
Referat Edit Fibrosis Kistik Final
Transcript of Referat Edit Fibrosis Kistik Final
BAB I
PENDAHULUAN
Fibrosis kistik adalah suatu kelainan metabolic yang kompleks, mengenai banyak system,
ditandai dengan kelainan kelenjar eksokrin seperti kelenjar keringat dan pancreas, serta kelenjar
yang memproduksi mucus seperti kelenjar yang terdapat pada saluran respiratorik, saluran cerna,
dan saluran reproduksi. Sebagai akibatnya dapat terjadi obstruksi dan infeksi respiratoik kronik,
gangguan digestif, gangguan reproduksi, gangguan elektrolit, dan lain-lain.1,2,3
Pada awalnya, penyakit ini dikelompokan kedalam celiac syndrome karena kemiripan klinis.
Pada tahun 1943, penyakit ini dilaporkan sebagai suatu kesatuan klinis tersendiri yang
dinamakan Fibrosis Kistik Pankreas. Semula, kelainan ini diduga disebabkan oleh defisiensi
vitamin A. kemudian karena terdapat sekresi mucus yang lebih kental, penyakit ini juga disebut
Mucoviscidosis. Meskipun demikian, nama yang disepakati hingga kini adalah Fibrosis kistik.2,3
Andersen adalah yang pertama kali menguraikan tanda dan gejala pernapasan dan pencernaan
kompleks yang membentuk sindrom ini pada tahun 1983, namun referensi mengenai gangguan
pada masa kanak-kanak yang ditandai dengan keringat yang asin dan kematian dini sudah ada
sejak abad pertengahan. Dasar selular dan molecular gangguan ini baru terkahir ini menjadi
jelas. FK hampir mengenai seluruh permukaan organ yang berepitel, yang terpenting adalah
paru, pancreas, kelenjar mucus, usus, hati, dan kelenjar keringat. Mekanisme patogenesis lazim
dalam organ yang tekena adalah kelaian transport ion melewati permukaan epitel. Kelainan
efluks klorida dan influx natium sel ini menyebabkan dehidrasi relatif sekresi lumen dalam paru,
pankreaas, dan hati. Sekret kental abnormal ini menyebabkan blockade duktus dan saluran udara.
Penyerapan kembali ion dalam duktus keringat distal terganggu, sehingga terjadi peningkatan
kadar natrium dan klorida dalam keringat, dan kelainan ini menjadi dasar uji keringat.2,3
Terdapat dua hipotesis mengenai Fibrosis Kistik. Hipotesis yang pertama mengenai hubungan
antara transport ion pada epitel saluran napas dengan mekanisme pertahanan saluran napas
terhadap bakteri pathogen, hipotesis yang kedua mengenai peran peptide antimikrobal pada ASL
(airway surface liquid) yang membentuk lapisan kimia sebagai pertahanan saluran napas
alamiah. Kedua hipotesis ini yang kemudian akan dijelaskan dalam pembahasan dalam bab
berikutnya. Fibrosis kistik yang klasik mencerminkan kehilangan 2 fungsi mutasi pada gen
1 | P a g e
CFTR dan mempunyai karakteristik adanya infeksi bakteri kronik pada saluran napas dan sinus-
sinus, gangguan pencernaan lemak oleh karena kekurangan enzim eksokrin pancreas, kekurang
suburban pada laki-laki oleh karena azoospremia obstruktif dan peningkatan kosentrasi chlor
dalam keringat. Pasien dengan fibrosis kistik yang non klasik, mempunyai paling sedikit 1
salinan (copy) dari gen mutant yang memberikan sebagian dari fungsi protein CFTR dan
beberapa pasien selalu tidak mempunyai tanda-tanda gangguan saluran pencernaan yang nyata
oleh karena cadangan dari fungsi eksokrin pancreas. Kadar klor dalam keringat pasien fibrosis
kistik > 60 mmol/l, dimana pada pasien non klasik kadarnya lebih rendah (60-90 mmol/l)
dibandingkan pada pasien yang klasik (90-110 mmoll). Lebih dari itu kadang-kadang hasil test
dapat menunjukan borderline (45-59 mmol/l) atau normal (<40 mmol/l) pada bentuk yang non
klasik.2,3
Manifestasi klinis dari fibrosis kistik ini sangat beragam dan tidak dapat diramalkan, baik dari
segi rentang gejalanya (yang berkisar dari tanapa gejala hingga adanya gejala yang berat),
maupun dari segi lingkup organ atau organ tubuh yang terkena. Dinegara maju, dengan
penanganan yang baik dan intensif, gejala fibrosis kistik yang dianggap khas seperti gangguan
pertumbuhan, batuk kronik dan produktif, barrel chest, dan distensi abdomen, tidak banyak
dijumpai lagi.2,3
Dalam pemberian terapi pada Fibrosis kistik diperlukan penataan yang cermat, terencana,
komperhensif, baik secara medis maupun psikososial, dan secara agresif, dimulai sejak dini
(sebelum terjadi kelainan paru yang luas dan permanen), dengan melibatkan banyak disiplin
seperti dokter, paramedic, psikoterapi, fisioterapi, ahli diet, dan pekerja social, serta pasien dan
keluarganya, karena penyakit Fibrosis kistik ini bersifat progresif dan berlangsung sepanjang
hidup pasien. Tujuan pengobatan fibrosis kistik yang utama adalah sedapat mungkin
mengupayakan agar pasien dapat hidup normal, tanpa terlalu membatasi aktivitasnya, sesuai
dengan kemampuan fisiknya. Penyakit fibrosis kistik hampir selalu berakhir dengan kematian,
meskipun sejak 30-40 tahun terakhir usia harapan hidupnya telah meningkat, terutama bila
ditegakan diagnosis dini dan dilakukan pengobatan dini, terutama terhadap infeksi parunya.2,3
Dan untuk penjelasan lebih lanjut, akan di bahas pada bab – bab berikutnya.
2 | P a g e
BAB II
DEFINISI, EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI, PATOGENESIS
2.1 Definisi
Fibrosis kistik (FK) merupakan penyakit keturunan pemendek nyawa dalam populasi Kaukasia
yang paling lazim. FK diturunkan sebagai gangguan resesif autosomal. Terjadi pada sekitar 1
dari 2500-3000 kelahiran hidup dalam populasi amerika berkulit putih dan eropa utara, dan
sekitar 1 dari 7000 kelahiran dalam populasi amerika afrika. Keadaan ini sangat jarang dalam
populasi Asia.1,2
Gambar 1. Kistik Fibrosis
Gen untuk fibrosis kistik adalah lengan panjang kromosom 7 dan kode untuk protein asam amino
1480 yang mengatur transport ion transmembran. Karena peran fungsionalnya, baik hasil protein
maupun hasil gen itu sendiri dinamai CFTR (Cystic Fibrosis Transmembran Counductance
Regulator). Mutasi gen yang paling lazim adalah terhapusnya tiga pasangan basa yang
menyebabkan hilangannya fenilalanin pada posisi 508 hasil protein (AF508). Mutasi AF508
terjadi pada 70-80 % kromosom FK, jadi homozigot AF508 terjadi setidaknya 50%seluruh
pasien Fk di amerika serikat. 3,4,5
2.2 Epidemiologi
3 | P a g e
Angka kejadian fibrosis kistik relatf tinggi pada orang-orang Kaukasia dan keturunannya. Angka
kejadian pada orang kulit putih di Amerika, Eropa, dan Australia adalah 1per 2.500 kelahiran
hidup. Di swedia, tercatat 1 per 5.000 kelahiran hidup. Pada orang non kulit putih, angka
kejadian fibrosis kistik lebih rendah. Pada orang kulit hitam di Amerika angka kejadian Fibrosis
kistik adalah 1 per 17.000 angka kelahiran hidup, sedangkan pada penduduk asli Amerika adalah
1 per 80.000. 3,4,5,6,7
2.3 Etiologi
Dengan perkembangan pengetahuan dan tekhik biologi molekuler (pemotongan DNA dengan
bantuan enzim restriction endonuclease, tekhnik cloning, hibridasi, probing, tekhnik jumping and
walking kromosom), akhirnya diketahui bahwa penyebab fibrosis kistik adalah mutasi gen yang
disebut gen fibrosis kistik, yang terletak pada lengan panjang (q) kromosom nomor 7 (7q31).
Gen fibrosis kistik merupaklan sebuah gen yang besar, terdiri dari 250.000 pasang basa, dan
tersebar pada lebih kurang 24 ekson. Bentuk mutasi yang sering dijumpai adalah hilangnya tiga
pasang basa yang menyebabkan hilangnya asam amino fenilalanin yang terletak pada posisi
∆F508 pada titik G551D, G542X, dan R553X. 1,2,3,4
Pada penelitian selanjutnya, dijumpai bahwa gen Fibrosis Kistik ternyata merupakan gen yang
mengatur pembentukan suatu protein yang disebut Cystic Fibrosis Transmembrane
Counductance Regulator (CFTR), yang terdiri dari 1.480 asam amino dan berat 250 kb. Protein
ini memiliki sifat yang sama dengan protein transport dari kelompok glikoprotein-P. 1,2,3,4
Protein CFTR merupakan bagian integral dari sel mukosa, yaitu terikat pada membrane apical
sel. Protein ini terdiri dari dua bagian, masing – masing bagian terdiri dawri dua gugus, yaitu
gugus yang terdiri dari enam unit bersifat hidrofobik dan merupakan bagian dari membrane
apical sel ( membrane spanning segments ), dan gugus yang mengikat nukleotida yang disebut
nucleotide binding fold ( NBF ). Kedua bagian ini dihubungkan oleh suatu gugus yang
mengandung muatan yang besar, yang disebut gugus R atau R domain . Pada R domain , terjadi
fosforilais dengan buatan enzim cAMP- dependent protein kinase C. Nucleotida binding fold
dan R. domain bersifat hidrofilik dan terletak di dalam sitoplasma sel. 1,2,3,4
4 | P a g e
Protein CFTR dapat dijumpai di berbagai organ
sasaran ( target organ ), misalnya ginjal dan
uterus, dalam jumlah yang cukup tinggi, dan
ditemukan terbanyak di sel epitel respiratorik,
gastrointestinal, alat reproduksi dan kelenjar
keringat. 1,2,3,4
Kelainan genetic pada fibrosis kistik ini dapat
menurun secara autosom sesuai dengan hukum
Mendel dna bersifat resesif. Oleh karena itu,
hanya bentuk homozigot yang menunjukkan
gejala klinis, sedangkan bentuk heterozigot hanya
sebagai karier atau pembawa sifat yang tidak
menunjukkan gejala klinis. 1,2,3,4 gambar 2 ilustrasi menunjukksn kistik fibrosis
merupakan suatu penyakit di turunkan
2.4 Patogenesis
Pasien Fibrosisi kistik lahir tanpa adanya kelainan paru, kemudian dalam tahun pertama
kehidupan mengalami infeksi paru yang kemudian menjadi kronis. Secara ringkas, kelainan paru
pada pasien Fibrosis kistik pada dasarnya adalah kegagalan dari upaya mekanisme pertahanan
saluran napas terhadap bakteri
pathogen yang terinhalasi. Oleh sebab
itu, penelitian banyak berfokus pada
pencarian jawaban terhadap
mekanisme kegagalan system imun
alamiah slauran napas biladikaitkan
dengan hilangnya fungsi dari
CFTR.3,5,7
GGambar 3. Tanda dan gejala kistik fibrosis
5 | P a g e
Terdapar suatu hipotesis mengenai hubungan antara transport ion pada epitel saluran napas
dengan mekanisme pertahanan saluran napas terhadap bakteri pathogen. Proses pembersihan
mucus secara mekanik merupakan mekanisme pertahanan alamiah primer yang dapat
menyingkirkan bakteri dari slauran pernapasan dalam waktu kurang dari 6 jam pada keadaan
normal. Dalam kurun katu tersebut, terdapat antimicrobial seperti laktoferin dna lisozim yang
mencegah perkembangan bakteri. Transport mucus yang optimal diperlukan koordinasi yang
baik untuk menciptakan lapisan cairan perisilial ( periciliary liquid layer = PCL ) dengan
ketinggian dan viskosita yang efektif untuk pergerakan silia dan pelumas sel permukaan . 3,5,7
Terdapat dua proses yang diatur oleh epitel saluran napas agar mekanisme pertahanan tersebut
dapat efektif : pertama adalah jumlah antimicrobial, suatu peptide yang sensitive terhadap garam
( defensin ), harus dieksresikan dalam jumlah yang cukup; kedua ASL dimodifikasi, terciptanya
suasana hipotonik ( > 50Mm NaCl ), sehingga antimicrobial dapat teraktivasi. Untuk mendukung
hipotesis tersebut, beberapa pendekatan dilakukan yang antara lain mengukur konsentrasi
antimikroba dan sensitivitasnya terhadap garam serta yang lebih penting adalah mengetahui
komposisi dari ASL normal. Cole dkk mendapatkan bahwa antimicrobial utama yang terdapat
pada cairan permukaan slauran napas adalah lactoferin dan lysozim, pada konsentrasi yang
cukup sehingga membuat mereka relative tidak sensitive terhadap garam. Sebaliknya, sulit untuk
mengukur keberadaan aktivitas defensin, molekul dengan berat jenis rendah, pada musin saluran
napas. ASL pada orang normal bersifat isotonus. 3,5,7
6 | P a g e
BAB III
GEJALA KLINIS, KLASIFIKASI, DAN FAKTOR RESIKO
3.1 Gejala Klinis
Manifestasi klinis fibrosis kistik sangat beragam dan tidak dapat diramalkan, baik dari segi
rentang gejalanya ( yang berkisar dari tanpa gejala hingga adanya gejala yang berat ), maupun
dari segi lingkung organ tubuh yang terkena. Di Negara maju, dengan penanganan yang baik dan
intensif, gejala fibrosis kistik yang dianggap khas seperti gangguan pertumbuhan, batuk kronik
dan produktif, barrel chest, dan distensi abdomen tidak banyak dijumpai lagi. 1,2,3
Gambar 4. Diagram menunjukkan manifestasi klinik dari kistik fibrosis
Komplikasi Fibrosis kistik
Paru Gastrointestinal Lain – lain
- Bronkiektasis, bronchitis,
bronkiolitis, peneumonia
- Atelectasis
- Hemoptysis
- Pneumothoraks
- Polip hidung
- Sinusitis
- Penyakit jalan nafas reaktif
- Cor pulmonale
- Gagal pernapasan
- Penjepitan mukoid pada
- ileus meconium
- peritonitis meconium
- sindrom obstruksi intestinal distal
- prolapse rectum
- intususepsi
- volvulus
- kolonopati fibrotikans
- apendisitis
- atresia intestinal
- pankreatitis
- sirosis biliaris
- infertilitas
- pubertas terlambat
- edema-hipoproteinemia
- dehidrasi-kelelahan
panas
- osteoarttopati-artritis
hipertrofi
- jari tabuh
- amiloidosis
7 | P a g e
bronkus
- Aspergilosis
bronkopulmonalis alergika
- icterus obstruktif neonates
- steatosis hati
- refluks gastroesofagus
- kolelitiasis
- hernia inguinalis
- gagal pertumbuhan
- status defisiensi vitamin (vitamin A,K,E,D)
- defisiensi insulin, hiperglikemia simtomatik, diabetes
- keganasan
Kaskade masalah dalam fibrosis kistik
Gambar. Kaskade factor dalam perkembangan disfungsi paru pada fibrosis kistik.
Gen abnormal (1), mengode protein abnormal (2), yang mengubah perpindahan ion natrium dan klorida
melewati membran sel (3), menyebabkan produksi mucus yang kering (4), yang memblok bronkiolus dan
bronkus (5). Dengan adanya blockade bronkus, infeksi (6), dan perdangan (7) terjadi. Baik infeksi
maupun radang dapat menyebabkan pelepasan toxin (8), yang mempengaruhi pertahanan paru dan
merusak jaringan, sehingga memperberat infkesi dan peradangan. Radang juga menyebabkan
pembengkakan dinding bronkus (9), yang memperburuk blockade bronkus. Pada beberapa individu
peradangan dapat menyebabkan bronkospasme (10). Jika tidak diperbaiki, factor-faktor ini
mengakibatkan gagal nafas (11).
8 | P a g e
BAB IV
DIAGNOSIS
4.1 DIAGNOSIS
Diagnosis FK harus dipikirkan secara serius pada setiap pasien dengan gejala pernapasan atau
gastrointestinal kronik atau berulang.
Kriteria diagnosis fibrosis kistik yang kini diterima adalah:2
1. Uji keringat positif, yang didefinisikan sebagai konsentrasi klorida keringat lebih dari 60
mEq/L dalam sampel minimal 100 mg yang diambil setelah perangsangan maksimal oleh
iontoforesis pilokarpin (dua uji keringat positif pada dua hari yang terpisah bersifat
memastikan).
2. Penyakit paru obstruktif kronis.
3. Insufisiensi eksokrin pancreas.
4. Riwayat keluarga dengan enyakit ini.
5. Infertilitas pada laki-laki karena azoospermia, dan
6. Adanya staphylococcus atau pseudomonas aeuriginosa.
Kebanyakan ahli menyebutkan perlu paling tidak dua dari kriteria diatas untuk menegakan
diagnosis, dan diagnosis hampir tidak pernah dibuat tanpa uji keringat lebih dari 60 mEq/L atau
nilai uji keringat perbatasan menetap anatara 40-60 mEq/L. secara teoritis, uji keringat adalah uji
yang sederhana, namun hasil positif palsu atau negative palsu sangat lazim jika ujia keringat
dilakukan oleh laboratorium yang kurang berpengalaman. Konsentrasi natrium dan klorida
dalam keringat adalah kurang dari 40 mEq/L pada orang tanpa fibrosis kistik dan pada carrier,
sementara hampir semua penderita fibrosis kistik menunjukan nilai yang lebih besar dari 60
mEq/L. Beberapa pasien akan memiliki nilai uji menetap yang terdapat dalam kisaran intermedia
(40-60 mEq/L). Pasien dengan fungsi eksokrin pancreas yang utuh memiliki konsentrasi klorida
keringat yang lebih rendah daripada pasien dengan insufisiensi pancreas, tetapi nilainya masih
diluar kisaran normal.1,2,4,5
Analisis DNA semakin sering digunakan untuk diagnosis Fibrosis Kistik. Menemukan
dua gen FK yang diketahui dalam DNA dianggap sebagai diagnosis pasti. Sampai lebih banyak
9 | P a g e
mutasi gen FK dikenali, aka nada pasien dengan FK dan mutasi yang tidak terdefinisi. Oleh
karena itu, analisis DNA belum dapat menyingkirkan FK secara pasti, atau dapat
mengidentifikasikan semua pasien secara positif. Analisis DNA sebaiknya dilakukan pada pasien
yang perjalanan klinisnya sesuai untuk FK tetapi dengan uji keringat yang secara logistic sulit
atau hasilnya tidak dapat disimpulkan. Analisis DNA relative mudah untuk dookter yang dirujuk;
sampel darah, apusan bukal, atau vili korialis dapat dikirimkan melalui kurir dalam satu malam
ke sejumlah laboratorium komersil, yang hasilnya biasanya tersedia satu minggu. Namun
perawatan khusus harus dilakukan untuk menginterpretasi hasil dari analisis genetic. 1,2,4,5
10 | P a g e
BAB V
PENATALAKSANAAN
5.1 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang kompleks pada FK paling baik dikoordinasikan oleh pusat rujukan tersier.
Seperti pada pengobatan setiap penyakit kronik, dokter pasien, keluarga, dan pengasuh yang lain
harus bekerja sama untuk mempertahankan pendekatan yang optimistic dan agrsif terhadap
kehidupan dan pengobatan. 1,2.6,7
Kehilangan elektrolit akibat defek keringat diobati dengan menambahkan lebih banyak garam
pada diet pasien. 1,2.6,7
Penyakit paru
Diobati dengan menggabungkan tindakan fisik untuk membantu mengeluarkan mucus
dari jalan napas (misalnya, fisioterapi dada, dan latihan),
Tindakan farmakologis untuk membersihkan mucus dan memperbaiki pembukaan
(patensi) jalan napas (misalnya, bronkodilator dan DNA ase aerosolisasi), dan
Terapi antibiotic untuk mengendalikan infeksi kronik.
o Pengobatan intermitten (2x sehari x 4 minggu) dengan trobamisin inhalasi
memperbaiki uji fungsi paru dan meredakan infeksi karena pseudomonas.
o Pasien yang dirawat inap diberikan antibiotic intravena dosis tinggi kapanpun
diperlukan. Infeksi dengan strain virulen Burkholderia cepacia terttentu sukar
diobati dan mungkin dikaitkan dengan percepatan perburukan klinis. Aspergilosis
bronkopulmonari alergi juga dapat menimbulkan komplikasi pada FK serta perlu
pengobatan dengan steroid dan agen anti jamur (misalnya, itrakonazol).
Komplikasi paru seperi pneumothoraks, hemoptysis (periksa status vitamin K),
dan atelectasis diobati dengan pengobatan pada pasien lain. 1,2.6,7
Insufisiensi Pankreas, diobati dengan mengganti enzim pancreas, lebih disukai dalam
bentuk entericoated, dan dengan menganjurkan asupan kalori yang lebih tinggi dariapada
normal.
Vitamin larut lemak diberikan dalam dua kali dosis normal
11 | P a g e
Terapi yang masih dalam penelitian dan menunjukan beberapa manfaat adalah terapi
yang ditunjukan kearah penipisan mucus dengan inspirasi DNA ase obat anti radang (anti
protease dan agen antiradang nonsteroid) agen yang memeprbaiki Cl transplantasi paru,
dan akhirnya terapi gen. 1,2.6,7
BAB VI
12 | P a g e
PROGNOSIS
Penyakit fibrosis kistik hampir selalu berakhir dengan kematian, meskipun sejak 30 – 40 tahun
terakhir usia harapan hidupnya telah meningkat terutama bila dapat diagnosis dini dan dilakukan
pengobatan dini, terutama terhadap infeksi parunya. Di Amerika, rata – rata pasien dapat hidup
hingga usia 30 tahun. Angka kehadiran di sekolah, dapat menyelesaikan sekolah, dapat
memperoleh pekerjaan, dan jumlah yang menikah semakin meningkat. Pertambahan usia hidup
akan menimbulkan berbagai masalah seperti kemampuan mandiri, hubungan dengan keluarga,
masalah seksualitas, sterilitas, pendidikan, dan latihan, keuangan, masalah psikologis dan
psikososial, dan lain – lain. Meskipun demikian, upaya untuk membentuk individu yang mandiri
dan produktif harus tetap dilakukan. 2
DAFTAR PUSTAKA
13 | P a g e
1. Behrman., Kliegnman & Arvin. Kistik Fibrosis . Dalam : Nelson Ilmu Kesehatan Anak.
Edisi 15. Alih bahasa. Samik Wahab. Jakarta : EGC 2000. Hal. 5351 - 5382
2. Rahajoe. N 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Badan penerbit IDAI . Jakarta
3. Alpers, Ann. 2006.Buku Ajar Pediatri Rudolph. Ed.20. Jakarta : EGC 4. www.lung.org/assets/documents/publications/solddc-chapters/cf.pdf (di akses 8 juli
2013)5. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/tutorials/cysticfibrosis/id289105.pdf ( di akses 8 juli
2013 )6. www.nhrm.gov.au/_files_nhmrc/file/your_health/egenetics/practioners/gems/sections/
09_cystic_fibrosis.pdf ( di akses 10 juli 2013 )7. http://www.nhmrc.gov.au/_files_nhmrc/file/your_health/egenetics/practioners/gems/
sections/09_cystic_fibrosis.pdf ( di akses 10 juli 2013 )
14 | P a g e