Referat Dvt Nur

34
BAB I PENDAHULUAN Trombosis adalah terbentuknya massa dari unsur darah di dalam pembuluh darah vena atau arteri pada mahkluk hidup sedangkan trombosis vena dalam adalah pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena terutama pada tungkai bawah. Trombosis merupakan istilah yang umum dipakai untuk sumbatan pembuluh darah, baik arteri maupun vena. Trombosis hemostatis yang bersifat self- limited dan terlokalisir untuk mencegah hilangnya darah yang berlebihan merupakan respon normal tubuh terhadap trauma akut vaskuler, sedangkan trombosis patologis seperti trombosis vena dalam (TVD), emboli paru, trombosis arteri koroner yang menimbulkan infark miokard, dan oklusi trombotik pada serebro vaskular merupakan respon tubuh yang tidak diharapkan terhadap gangguan akut dan kronik pada pembuluh darah dan darah. Konsep trombosis pertama kali diperkenalkan oleh Virchow pada tahun 1856 dengan diajukamya uraian patofisiologi yang terkenal sebagai Triad of Virchow, yaitu terdiri dari abnormalitas dinding pembuluh darah, perubahan komposisi darah, dan gangguan aliran darah. Ketiganya merupakan faktor-faktor yang memegang peranan penting dalam patofisiologi trombosis. Dikenal 2 macam trombosis, yaitu : 1

description

trombosis vena dalam

Transcript of Referat Dvt Nur

Page 1: Referat Dvt Nur

BAB I

PENDAHULUAN

Trombosis adalah terbentuknya massa dari unsur darah di dalam pembuluh

darah vena atau arteri pada mahkluk hidup sedangkan trombosis vena dalam

adalah pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena terutama pada tungkai

bawah. Trombosis merupakan istilah yang umum dipakai untuk sumbatan

pembuluh darah, baik arteri maupun vena. Trombosis hemostatis yang bersifat

self-limited dan terlokalisir untuk mencegah hilangnya darah yang berlebihan

merupakan respon normal tubuh terhadap trauma akut vaskuler, sedangkan

trombosis patologis seperti trombosis vena dalam (TVD), emboli paru, trombosis

arteri koroner yang menimbulkan infark miokard, dan oklusi trombotik pada

serebro vaskular merupakan respon tubuh yang tidak diharapkan terhadap

gangguan akut dan kronik pada pembuluh darah dan darah.

Konsep trombosis pertama kali diperkenalkan oleh Virchow pada tahun

1856 dengan diajukamya uraian patofisiologi yang terkenal sebagai Triad of

Virchow, yaitu terdiri dari abnormalitas dinding pembuluh darah, perubahan

komposisi darah, dan gangguan aliran darah. Ketiganya merupakan faktor-faktor

yang memegang peranan penting dalam patofisiologi trombosis. Dikenal 2 macam

trombosis, yaitu :

1. Trombosis arteri

2. Trombosis vena

Etiologi trombosis adalah kompleks dan bersifat multifaktorial. Meskipun

ada perbedaan antara trombosis vena dan trombosis arteri, pada beberapa hal

terdapat keadaan yang saling tumpang tindih. Trombosis dapat mengakibatkan

efek lokal dan efek jauh. Efek lokal tergantung dari lokasi dan derajat sumbatan

yang terjadi pada pembuluh darah, sedangkan efek jauh berupa gejala-gejala

akibat fenomena tromboemboli. Trombosis pada vena besar akan memberikan

gejala edema pada ekstremitas yang bersangkutan. Terlepasnya trombus akan

menjadi emboli dan mengakibatkan obstruksi dalam sistem arteri, seperti yang

terjadi pada emboli paru, otak dan lain-lain.

1

Page 2: Referat Dvt Nur

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

Sirkulasi darah terjadi melalui satu lengkungan arteri dan vena yang

kontinu serta terbagi menjadi sirkuit pulmonal dan sistemik. Sirkulasi pulmonal

menghantarkan darah dari jantung ke paru, di mana darah dioksigenasi dan

kemudian dikembalikan ke jantung. Sirkulasi sistemik, atau sistem vascular

perifer, meliputi arteri, arteriol, vena, venula, dan kapiler, dimana sistem ini

membawa darah dari jantung ke seluruh organ dan jaringan lain dan kemudian

membawa darah kembali ke jantung.

2.1.1 Sirkulasi darah arteri

Jantung memompa darah baru yang telah teroksigenasi melalui arteri,

arteriol, dan bantalan kapiler menuju seluruh organ dan jaringan. Arteri tersusun

atas otot polos yang tebal dan serat elastis. Serat yang kontraktil dan elastis

membantu menahan tekanan yang dihasilkan saat jantung mendorong darah

menuju sirkulasi sistemik. Arteri utama/mayor dari sirkulasi sistemik meliputi

aorta, karotis, subklavia dan iliaka. Aorta melengkung membentuk seperti busur

di

2

Page 3: Referat Dvt Nur

belakang jantung dan turun ke bawah hingga pertengahan tubuh. Arteri lain

merupakan cabang dari aorta dan mengalirkan darah menuju kepala, leher dan

organ-organ utama di dalam abdomen. Arteri karotis bergerak naik di dalam leher

dan mengalirkan darah ke organ di dalam kepala dan leher, termasuk otak. Arteri

subklavia mengalirkan darah menuju lengan, dinding dada, bahu, punggung, dan

sistem saraf pusat. Arteri iliaka mengalirkan darah menuju pelvis dan kaki.

2.1.2 Arteri-arteri di Lengan dan Kaki

Setelah meluas melalui rongga dada/toraks, arteri subklavia menjadi arteri

aksilaris. Arteri aksilaris kemudian menyebrangi aksila dan menjadi arteri

brakhialis, yang terletak di dalam lekukan/sulkus bisep-trisep pada lengan atas.

Arteri brakhialis mengalirkan sebagian besar darah menuju lengan. Pada fosa

kubiti (yaitu lipatan siku), arteri brakhialis bercabang menjadi arteri radialis dan

arteri yang meluas ke lengan bawah dan, selanjutnya bercabang menjadi arkus

palmaris yang mengalirkan darah ke telapak tangan.

Sedangkan di kaki setelah melewati daerah pelvis, arteri iliaka selanjutnya

menjadi arteri femoralis, yang bergerak turun di sebelah anterior paha. Arteri

femoralis mengalirkan darah ke kulit dan otot paha dalam. Pada bagian bawah

paha, arteri femoralis menyilang di posterior dan menjadi arteri poplitea. Di

bawah lutut, arteri poplitea terbagi menjadi arteri tibialis anterior dan tibialis

posterior. Arteri tibialis bergerak turun di sebelah depan dari kaki bagian bawah

menuju bagian dorsal/punggung telapak kaki dan menjadi arteri dorsalis pedis.

Arteri tibialis posterior bergerak turun menyusuri betis dari kaki bagian bawah

dan bercabang menjadi arteri plantaris di dalam telapak kaki bagian bawah.

3

Page 4: Referat Dvt Nur

4

Page 5: Referat Dvt Nur

2.1.3 Sirkulasi darah vena

Setelah dihantarkan melalui sistem vaskular arteri dan menuju jaringan

tubuh dan organ, darah “dikosongkan” menuju jaringan vena yang tersusun

menyebar yang dan pada akhirnya mengembalikan darah ke atrium kanan jantung.

Sistem vena berjalan berdampingan dengan sistem arteri dan memiliki nama yang

sama; walaupun terdapat perbedaan mayor antara sistem arteri dan sistem vena di

leher dan ekstremitas. Arteri di daerah ini terletak dalam di bawah kulit dan

terlindung oleh tulang dan jaringan lunak. Sebaliknya, dua set vena perifer

biasanya ditemukan di leher dan ekstremitas: satu superficial dan satu lagi terletak

lebih dalam. Vena superficial terletak dekat dengan permukaan kulit, mudah

untuk dilihat, dan membantun untuk mengatur suhu tubuh. Saat suhu tubuh,

menjadi rendah, aliran darah arteri menjadi berkurang, dan vena vena superfisial

dilewati. Sebaliknya, saat tubuh menjadi kelebihan panas, aliran darah ke kulit

meningkat, dan vena superfisialis berdilatasi. Vena-vena mayor dari sirkulasi

sistemik meliputi vena kava superior, vena kava inferior, dan vena jugularis. Vena

kava superior menerima darah dari jaringan dan organ di kepala, leher, dada,

bahu, dan ekstremitas atas. Vena kava inferior mengumpulkan darah dari sebagian

besar organ yang terletak di bawah diafragma. Darah vena dari kepala dan wajah

dialirkan menuju vena jugularis, yang terletak di dalam leher.

2.1.4 Vena-vena di Lengan dan Kaki

Arkus vena palmaris meluas dari tangan menuju lengan bawah, dimana

vena-vena ini menjadi vena radialis dan vena ulnaris. Saat vena ulnaris dan

radialis mencapai fosa kubiti (yaitu lipatan siku), vena-vena ini bergabung untuk

membentuk vena brakhialis. Saat vena brakhialis meluas melalui lengan atas, vena

ini bergabung dengan vena superfisialis lengan untuk membentuk vena aksilaris,

yang berjalan melalui aksila dan menjadi vena subklavia di dalam rongga toraks.

Vena subklavia membawa darah dari lengan dan area toraks/dada menuju vena

kava superior.

Sedangkan di kaki darah yang meninggalkan kapiler-kapiler di setiap jari

kaki bergabung membentuk jaringan vena plantaris. Jaringan plantar mengalirkan

5

Page 6: Referat Dvt Nur

darah menuju vena dalam kaki (yaitu vena tibialis anterior, tibialis posterior,

poplitea, dan femoralis). Vena safena magna dan safena parva superfisial

mengalirkan darah di telapak kaki dari arkus vena dorsalis menuju vena poplitea

dan femoralis.

Atherosklerosis Perifer

6

Page 7: Referat Dvt Nur

2.1.5 Atherosklerosis Perifer

Atherosklerosis adalah penyakit vaskular yang menyebabkan

pembentukkan plak yang kaya lemak di dalam dinding pembuluh darah yang

menonjol ke dalam lumen. Saat atherosklerosis berkembang lebih lanjut, dinding

pembuluh darah menebal, menjadi keras, dan kehilangan elastisitas, yang

mengurangi aliran darah melalui pembuluh dan meningkatkan risiko

pembentukkan thrombus. Pembuluh darah mayor yang biasanya terkena meliputi

aorta dan arteri koroner serta arteri serebral. Atherosklerosis perifer lebih sering

disebut dengan penyakit arteri perifer/peripheral arterial disease (PAD). Hal ini

merupakan manifestasi dari atherosklerosis sistemik dimana lumen arteri pada

ekstremitas bawah menjadi tersumbat secara progresif oleh plak atau lesi

atherosklerotik, terutama pada pembuluh darah arteri perifer. Arteri yang

umumnya terkena, berdasarkan kejadiannya adalah arteri femoralis, poplitea, dan

tibialis. Faktor risiko mayor untuk pembentukkan PAD adalah sangat serupa

dengan penyakit arteri koroner dan meliputi:

Usia (>40)

Hiperlipidemia (kolesterol low-density lipoprotein/LDL yang tinggi atau

high-density lipoprotein/HDL yang rendah)

Hipertensi

Diabetes

Merokok

Gambaran klinis PAD bervariasi dan meliputi rentang gejala mulai dari

tidak bergejala (umumnya pada awal penyakit) hingga nyeri dan rasa tidak

nyaman. Dua gejala yang paling umum yang terkait dengan PAD adalah

klaudikasio intermitten dan nyeri/sakit pada ekstremitas bawah. Klaudikasio

intermiten ditandai dengan adanya kelemahan, rasa tidak nyaman, nyeri, kram,

dan rasa ketat atau baal pada ekstremitas yang terkena (biasanya pada bokong,

paha atau betis). Gejala-gejala ini biasanya terjadi saat beraktivitas dan reda

setelah beristirahat dalam beberapa menit. Nyeri saat istirahat biasanya terjadi

selanjutnya ketika aliran darah tidak adekuat untuk melakukan perfusi ke

ekstremitas. Gejala lain dari penyakit yang lanjut dapat meliputi baal atau nyeri

7

Page 8: Referat Dvt Nur

kontinu pada jari kaki atau kaki, yang dapat menyebabkan terjadinya ulserasi,

nekrosis jaringan, dan pada akhirnya dilakukan amputasi.

Tanda dan Gejala yang Berkaitan dengan Penyakit Arteri Perifer

Nyeri otot kaki dan rasa kencang yang biasanya terjadi saat beraktivitas dan reda

dengan beristirahat.

Baal atau nyeri pada jari‐jari kaki, telapak kaki, dan kaki bagian bawah

Atrofi otot kaki

Suhu permukaan kulit yang dingin

Kuku jari kaki menebal dan mengeras

Edema perifer

Nyeri otot kaki dan rasa kencang yang biasanya terjadi saat beraktivitas dan reda

dengan beristirahat.

Kelemahan otot kaki atau nyeri yang biasanya terjadi saat beraktivitas dan reda

dengan

beristirahat

Baal atau nyeri pada jari‐jari kaki, telapak kaki, dan kaki bagian bawah

Atrofi otot kaki

Kulit pada telapak kaki atau kaki bagian bawah lebih mulus dan mengkilat

Suhu permukaan kulit yang dingin

Kuku jari kaki menebal dan mengeras

2.1.6 Perbedaan trombosis vena dan arteri

Trombosis vena Trombosis arteri

• Hiperkoagulabilitas

• Aliran darah stasis

• Trombus merah

• Fibrin dan eritrosit

• Kerusakan vaskuler

• Trombosit hiperaktif

• Trombus putih

• Trombosit dan fibrin

2.1.7 Trombosis Vena Dalam8

Page 9: Referat Dvt Nur

Adanya thrombus (yaitu bekuan darah) pada vena dalam dan disertai

dengan proses inflamasi/peradangan dinding pembuluh darah disebut dengan

trombosis vena dalam(TVD)/ deep venous thrombosis (DVT), atau trombofleibitis.

2.2 Epidemiologi

Thrombosis vena dalam berkaitan dengan berbagai kondisi medis maupun

prosuder bedah tertentu. Pada pasien yang menjalani operasi , DVT berkisar 30%

di Eropah dan 16 % di US. Pada pasien yang menjalani operasi panggul atau lutut

DVT berkisar 45-70%, bagi operasi ginekologi dan saraf DVT berkisar 7-45%

dan 9-50%.

2.3 Patofisiologi

Dalam proses pembentukan trombosis vena, sangat penting diperhatikan tiga

faktor, yaitu pembuluh darah, komponen darah, dan vena statis. Peranan dari

ketiga faktor tersebut sudah dikemukakan oleh Virchow tahun 1856 dan dikenal

dengan trias Virchow.

A. Pembuluh darah

Kerusakan dinding pembuluh darah menyebabkan trombosit langsung

terpapar pada subendotelium dan dengan perantaraan faktor von

Willebrand trombosit melekat pada Subendotelium (adhesi).

Selanjutnya, trombosit yang berdekatan dihubungkan satu sama lain oleh

fibrinogen dan terjadi agregasi trombosit yang membentuk trombosit plak. Selain

itu, kerusakan jaringan akan menyebabkan faktor jaringan mengaktifkan

sistem koagulasi jalur ekstrinsik dan membentuk fibrin dan trombus.

B. Koagulasi Darah

Selain aktivasi sistem koagulasi ekstrinsik maupun instrinsik oleh

faktor jaringan yang dihasilkan pada trauma/operasi juga terjadi migrasi

leukosit pada tempat jaringan yang rusak yang juga mengaktifkan sistem

koagulasi. aktivasi koagulasi, baik melalui jalur ekstrinsik maupun instrinsik,

9

Page 10: Referat Dvt Nur

mengaktifkan F X menjadi F Xa, dan melalui jalur umum, F Xa bersama F V dan

faktor 3 trombosit akan mengubah protombin menjadi trombin dan kemudian

trombin mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin inilah yang menjadi dasar

bekuan atau trombosis.

Koagulasi darah juga dapat meningkat karena faktor umur, trombofilia,

dan kondisi tertentu. Trombofilia, yaitu kecenderungan darah untuk

membentuk trombus. Trombofilia dapat herediter atau didapat Trombofilia

herediter, yaitu defisiensi AT III, protein C, protein S, faktor V Leiden dan mutasi

gen protrombin, Trombofilia didapat, sindrom antifosfolipid (APS), resistensi

protein C, Keadaan kondisi tertentu, seperti kanker, polisitemia, infark miokard,

berbaring lama, kehamilan.

C. Stasis Vena

Stasis merupakan faktor penting untuk terjadinva trombosis. Hal ini

terutama karena pada stasis faktor koagulasi aktif lambat dibawa ke hati untuk

mengalami kliren, dan juga terjadi pencegahan bercampurnya faktor

pembekuan aktif dengan antikoagulan. Selain itu, pada stasis akan mempermudah

interaksi trombosit dan faktor pembekuan dalam pembuluh darah. Akibat

terbentuknya trombus, aliran darah di vena menjadi terhambat sehingga

cairan keluar dari pembuluh darah ke jaringan interstisial dan terjadi edema.

Pembengkakan dapat menyebabkan penekanan pada saraf perifer sehingga

penderita akan mengeluh merasa sakit, terutama bila disertai aktivitas.

Bendungan pada kaki sering disertai infeksi sehingga bisa terjadi trombo-

flebitis. Bila ada aktivitas, kadang menyebabkan sakit dan mengakibatkan

gangguan fungsi organ tersebut disebut functio laesa. Stasis vena dapat terjadi

akibat dari imobilitas, obstruksi vena, dan gagal jantung. aliran darah vena

batik ke jantung biasanya diperkuat oleh konstraksi dari otot betis. Pads orang tua

berbaring lama, varikose vena, kehamilan terjadi gangguan kontraksi

tersebut.

Trombosis dapat terjadi pada bagian distal dan proksimal vena.

Pada pasien DVT yang disertai dengan gejala lokasi trombosis ditemukan,

10

Page 11: Referat Dvt Nur

10% pada poplitea, 42% pada poplitea dan femoralis superfisialis, 35% pada

semua vena proksimal dan 5% pada femoralis superfisialis atau iliaka.

2.4 Gejala klinis

Sesuai dengan patofisiologi tersebut, gejala utama DVT adalah bengkak,

perubahan warna, nyeri, dan fungsi berkurang. Walaupun semua gejala dapat

terjadi pada DVT, dalam kenyataannya gejala ini tidak selalu ditemukan

semua. Bahkan, sering ditemukan hanya dengan gejala merasa sakit di betis

atau di paha, terutama bila berjalan. Hasil penelitlan sejumlah besar data yang

dipublikasi mengenai Insiden trombosis vena pada pasien bedah dan medis yang

dirawat di rumah sakit; menunjukkan bahwa pada kebanyakan kasus (lebih

kurang 90%) DVT ditemukan tanpa gejala klinis. Oleh karena itu. dokter

harus waspada kemungkinan trombosis kaki pada pasien dengan risiko

tinggi. Tidak jarang pasien dengan DVT mendapat pengobatan yang tidak tepat

dan cukup lama, misalnya pasien dengan kaki bengkak berulang.

Komplikasi yang terparah bila pasien sudah tergolong sindrom

pascatrombosis (PTS). Pasien dengan PTS bisa dengan gejala kaki bengkak

yang tidak pernah hilang atau luka yang tidak sembuh. Bila terjadi sumbatan

masif pada vena iliofemoral, aliran darah balik dari pembuluh darah balik

kaki tersumbat total sehingga terjadi pembengkakan mulai dari paha sampal

kaki yang tampak kebiruan disertai sakit. Keadaan seperti ini disebut

phlegmasia cerulae dolores. Bila hanya sumbatan terjadi pada sebagian vena,

11

Page 12: Referat Dvt Nur

gejala yang diperlihatkan, seperti edema pada betis dan mata kaki disertai kulit

berwarna merah kebiruan akibat meningkatnya aliran darah vena di permukaan.

Kadang pada DVT, tanda fisik tidak jelas sehingga memerlukan ruangan

pemeriksaan yang terang. Pasien diminta untuk berdiri beberapa menit untuk

memperlihatkan perbedaan, besarnya antara kedua kaki, rasa panas, warna

dan udem di antara yang normal dan kaki yang terkena. Beberapa pasien datang

dengan riwayat gejala dan tanda trombosis vena yang berulang, yaitu bengkak

dan rasa sakit pada kaki, bengkak dan warna kulit yang gelap atau

kehitaman dan sering berkembang menjadi luka pada maleoli yang disebut

gejala pascatrombosis. Salah satu penyulit pada DVT, yaitu bila terjadi

emboli paru dengan gejala sakit di dada, sesak. gelisah dan sianosis,

hemoptisis, walaupun gejala ini jarang.

Pada setiap pasien DVT perlu selalu dipikirkan emboli paru karena

lebih dari 2/3 pasien emboli paru tanpa gejala. Walaupun jarang, emboli paru

yang berulang dapat menyebabkan pasien datang ke dokter karena hipertensi

pulmonal kronik disertai dengan kenaikan tekanan pada jantung kanan, sesak

napas, gelisah, dan sianosis.

2.5 Faktor Risiko

Pasien dengan faktor risiko trombosis, seperti operasi ortopedi, bedah

umum, artroskopi atau pada pasien stroke, gagal jantung, tumor, kehamilan,

dan pasien berbaring lama, perlu dipertimbangkan pemberian antikoagulan

sebagat profilaksis. Menurut laporan di negara Barat, pasien ortopedi yang

tidak mendapat antikoagulan profilaksis insiden DVT 40-60%. Hal yang sama

juga dilaporkan dari Malaysia oleh Dhillon tahun 1996, insiden DVT

pada pasien yang menjalani operasi ortopedi, tetapi tidak mendapat antikoagulan

profilaksis, insiden DVT ditemukan 62,5%. Wang tahun 2000 dari Taiwan

melaporkan insiden DVT pada pasien ortopedi sebanyak 63,6%.

Medis

12

Page 13: Referat Dvt Nur

Umur, obesitas, kehamilan, diabetes melitus, penyakit jantung, stroke, berbaring

lama, keganasan.

Biologis

Defisiensi AT III, protein C, protein S, faktor V Leiden, mutasi gen protrombin,

disfibrinogenemia

Bedah

Operasi mayor, operasi orthopedi.

Analisa faktor resiko tromboembolisme vena ditinjau dari Trias Virchow

Stasis vena Lesi pembuluh

darah

Kelainan

koagulasi

Umur >60 tahun +

Obesitas + +Imobilisasi + +Operasi tulang + ± +Trauma anggota gerak

bawah

+ + +

Insufisiensi jantung +Infark miokard + ±Stroke + ±Kanker ± +Operasi umum + ± +Defisiensi hemostasis

turunan atau didapat

+

Insufisiensi vena atau

varikosis

+ +

Riwayat DVT + + ±

(+) ada elemen Trias Virchow (±) ada elemen Trias Virchow

pada beberapa penderita

2.6 Diagnosis

13

Page 14: Referat Dvt Nur

Gejala klinis dari trombosis vena dalam bervariasi (90% tanpa gejala

klinis). Anamnesi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dapat

dilakukan antara lain :

a. Anamnesis

Nyeri lokal, bengkak unilateral, perubahan warna dan fungsi berkurang

pada anggota tubuh yang terkena.

b. Pemeriksaan Fisik

Edema, eritema, peningkatan suhu lokal tempat yang terkena, pembuluh

darah vena teraba, Homan’s sign (+)

c. Pemeriksaan penunjang

- Prosedur diagnosis baku adalah pemeriksaan venografi

- Kadar antitrombin III (AT III) menurun (N: 85-125%)

- Kadar fibrinogen degradation product (FDP) meningkat

- Titer D-dimer meningkat

- Ultrasonografi

- Venography

Pendekatan diagnostik

Pasien dengan gejala seperti disebut sebelumnya, kaki bengkak, sakit,

perubahan warna, perlu diwaspadai kemungkinan DVT. Lebih kurang 25% 14

Page 15: Referat Dvt Nur

pasien dengan gejala tersebut ditemukan DVT. Bahkan, walaupun jarang,

pasien dengan gejala hipertensi pulmonal kronis dengan gejala meningkatnya

tekanan pada jantung kanan, sesak napas, gelisah dan sianosis, kemungkinan

emboli paru pada DVT perlu dipikirkan.

Karena diagnosis DVT dan embolus paru yang hanya didasarkan atas

gejala klinis dan pemeriksaan fisik, sering dengan hasil negatif palsu maka

pemeriksaan yang objektif diperlukan. Untuk diagnostik pada permulaan

saat ini kompresi ultrasonografi sudah merupakan pilihan, tetapi

pemeriksaan venografi tetap merupakan gold standard. Kelemahan kompresi

ultrasonografi, terutama bila trombus pada distal karena sering menghasilkan

negatif palsu dan perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan venografi. Pemeriksaan

ultrasonografi mempunyai nilai prediksi yang tinggi pada pasien dengan

keluhan. DVT proksimal, dengan sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 95%.

Pemeriksaan D-Dimer menunjukkan adanya aktivitas fibrinolisis, mempunyai

nilai prediksi negatif tinggi. Pemeriksaan MRI angio saat ini merupakan salah satu

pemeriksaan yang dipakai mendiagnosis DVT. Ventilasi atau perfusi lung

scanning merupakan prosedur permulaan yang dipakai untuk menentukan

emboli paru. Selain itu, Helical CT (spiral CT) dan MRI sudah dipakai luas

untuk menentukan embolus paru. Diagnosis emboli paru perlu ditegakkan

karena hampir 70% pasien dengan embolus paru tanpa gejala terbukti

mempunyai DVT, terutama DVT proksimal.

Pendekatan untuk mendiagnosis DVT dapat dilakukan sebagai berikut.

Pasien tersangka DVT dilakukan ultrasonografi bila positif diobati sebagai

DVT. Bila negatif, dapat dilakukan:

1. Pertimbangan besarnya kemungkinan secara klinis, bila rendah, DVT dapat

disingkirkan; bila kemungkinan secara klinis sedang atau tinggi, satu

minggu kemudian ulang kembali ultrasonografi, atau venografi ,terutama

bila tersangka DVT distal; bila negatif, DVT dapat disingkirkan; bila

positif, obati DVT;

2. Ulang satu minggu kemudian ultrasonografi: bila negatif, DVT dapat

disingkirkan; bila positif, obati DVT, atau venografi;

15

Page 16: Referat Dvt Nur

3. Periksa D-Dimer: bila positif, ulang 1 minggu ultrasonografi; bila positif,

obati DVT, bila D-Dimer negatif, DVT dapat disingkirkan.

Strafikasi faktor resiko menurut American College of Chest Physicians Consesus 1998.

Ringan Tanpa komplikasi

Pada pasien yang berumur 40 th dengan operasi minor dan tanpa

faktor risiko

Sedang Operasi pada pasien umur >40 th tanpa faktor risiko

Operasi mayor pada pasien <40 th dan tanpa faktor risiko

Operasi minor disertai faktor risiko

Tinggi Operasi mayor pada pasien umur >60 th tanpa faktor risiko

Operasi mayor pada-pasien umur > 40th disertai faktor risiko

Sangat tinggi Operasi mayor pasien umur >40 th

Sebelumnya terdapat VTE keganasan operasi ortopedi

Trombofilia, stroke, injuri spinal fraktur pinggul

2.7 Penatalaksanaan

Tujuan terapi untuk trombosis vena dalam adalah untuk mencegah

pembentukan bekuan darah yang lebih besar, mencegah terjadinya emboli paru,

serta mencegah terjadinya bekuan darah di masa yang akan datang. Pasien yang

mempunyai risiko sedang dan tinggi untuk trombosis, perlu dipertimbangkan

untuk mendapat pengobatan pencegahan. Pencegahan dapat dilakukan, baik

dengan cara mekanis maupun pemberian obat. Cara mekanis termasuk fisioterapi,

stoking kompresi, sedangkan obat dapat diberikan antikoagulan oral, heparin

standar (unfraksionated) atau heparin berat molekul rendah.

Mobilisasi. Mobilisasi pasien sangat penting untuk mengurangi risiko

trombosis, terutama faktor risiko stasis dan penumpukan darah pada kaki.

Pasien yang dirawat, pasien pascaoperasi sesegera mungkin dimobilisasi

selama penyembuhan. Dalam keadaan tertentu seperti dalam hal

pasien sukar mobilisasi, fisioterapi disarankan.

Stoking Kompresi Elastis. Stoking ini akan mengurangi tromboembolisme 16

Page 17: Referat Dvt Nur

dengan cara meningkatkan aliran darah dan kecepatan aliran darah di

vena dalam kaki. Dapat juga dipakai kompresi pnematik intermiten, atau

stimulasi artifisial pompa vena kaki.

Antitrombosis. Sejumlah antitrombosis tersedia saat ini. Obat ini dapat

mencegah pembentukan trombus, mengganggu koagulasi darah,

memengaruhi aliran darah, dan stabilitas fibrin.

Antikoagulan Oral. Oral antikoagulan, seperti warfarin, efektif mencegah

trombosis vena pada pasien pascaoperasi pada semua kategori risiko.

Obat ini diberikan setiap hari, tetapi memerlukan pemantauan masa

protrombin untuk menentukan dosis yang efektif dan aman. Pemberian obat

ini diikuti risiko perdarahan, yang dapat dikurangi dengan pemantauan masa

protrombin. Kekurangan obat ini, yaitu manfaatnya baru dicapai sesudah 3-5

hari sehingga harus diberikan sebelum operasi.

Heparin Standar. Heparin diberikan sebagai pengobatan profilaksis

pada pasien dengan risiko sedang dan tinggi. Biasanya diberikan pada

dosis 5000 iu tiap 8 atau 12 jam subkutan. Dimulai 2 jam sebelum

operasi dan diteruskan sampai 7 hari. Obat ini dilaporkan efektif mencegah

DVT pada pasien operasi umum, ortopedi, dan urologi, dan juga

memperlihatkan berkurangnya emboli paru yang fatal dan tidak fatal.

Penyesuaian dosis heparin dilaporkan lebih baik daripada dosis rendah

heparin sebagai proteksi pada operasi pinggul elektif. Pada regimen ini,

heparin diberikan subkutan tiap 8 jam, dimulai 2 hari sebelum operasi.

Dosis dimulai dengan 3500 iu dan disesuaikan dengan aPTT di antara

31,5 dan 36 detik, 6 jam sesudah injeksi. Heparin dapat potensial

menyebabkan perdarahan, karenanya tidak diberikan pada pasien operasi

neurosurgeri, hipertensi, dan kelainan hemostasis.

Heparin berat molekul rendah (LMWH). Heparin berat molekul rendah

(LMWH) ini diberikan subkutan 12 jam sebelum operasi dan dilanjutkan 7

hari pascaoperasi. Obat dilaporkan efektif untuk mencegah DVT pada

pasien dengan risiko tinggi. Keuntungan obat ini tidak memerlukan

pemantauan seperti halnya heparin standar.

17

Page 18: Referat Dvt Nur

Antikoagulan

a) Heparin standar/heparin berat molekul rendah

Pasien dengan DVT dapat diberikan pengobatan dengan heparin standar

atau heparin berat molekul rendah. Heparin standar diberikan 100 iu/kgBB

bolus, dilanjutkan dengan heparin drips dimulai dengan 1000 iu/jam. Enam jam

kemudian diperiksa aPTT untuk menentukan dosis selanjutnya. Target untuk

pengobatan yang diinginkan, yaltu aPTT antara 1,5-2,5 kali kontrol. Bila aPTT

kurang dari 1,5 kali kontrol, dosis dinaikkan 100-200 iu/kgBB/jam, tergantung

pada. BB pasien. Bila aPTT lebih dari 2,5 kali kontrol, dosis diturunkan 100-200

iu/jam juga tergantung BB. Bila aPTT antara 1,5-2,5 kali kontrol, dosis tetap.

Untuk menyesuaikan dosis, hari pertama aPTT diperiksa. tiap 6 jam, hari

kedua tiap 12 jam dan hari ketiga tiap 24 jam. Dosis heparin dapat

mencapai 30000-40000/24 jam. Pada pasien yang dianggap terdapat risiko

tinggi perdarahan, heparin dapat dimulai dengan dosis 80 iu/kgBB,

dilanjutkan dengan 18 iu/kg/Jam, dan seterusnya berdasarkan hasil aPTT.

Bila diberikan heparin berat molekul rendah, seperti nadroparin, diberikan dengan

dosis 0,10 ml/kg atau enoxaparin 1 mg/kgBB diberikan tiap 12 jam. Biasanya

tidak diperlukan pemantauan. Akan tetapi, dalam keadaan klinis tertentu

seperti pada obesitas, pasien dengan BB kurang dari 50 kg, gaga/ ginjal

kronis, kehamilan, bila dianggap perlu, dapat diperiksa anti faktor Xa

untuk menentukan dosis LMWH dengan kisaran terapi (therapeutic range) 0,3-

0.7 iu. Pengobatan dengan heparin standar atau heparin berat molekul

rendah dapat disertai dengan memberikan warfarin pada hari pertama dan

pemberian heparin dihentikan sesudah INR 2,0-3,0 biasanya dicapai sesudah 5

hari.

b) Warfarin

Antikoagulan oral, warfarin, dapat dimulai segera sesudah pemberian

heparin sehingga lama pemberian heparin lebih singkat. Warfarin diberikan 6-

10 ing hari pertama diturunkan hari kedua dan sesudah 4-5 hari kemudian

diperiksa INR. Bila nilai INR 2-3 sudah dicapai, heparin dapat dihentikan

18

Page 19: Referat Dvt Nur

sesudah 24 jam berikutnya. Lama pemberian oral antikoagulan bergantung pada

ada tidaknya faktor risiko. Bila faktor risiko tidak ada, antikoagulan dapat

dihentikan sesudah 3-6 bulan. Bila ada. faktor risiko oral antikoagulan bisa

diberikan dalam jangka lama atau seumur hidup.

c) Trombolisis

Pengobatan dengan trombolisis seperti streptokinase, urokinase

recombinant tissue plasminogen activator (tPA) dapat dipertimbangkan pada

pasien bila disertai emboli paru masif dan syok. Obat fibrinolisis mengurangi

besarnya darah beku pada DVT kaki yang diperlihatkan dengan

angiografi, yaitu 30-40% terjadi lisis kamplit dan 30% lisis parsial. Obat

trombolisis diberikan langsung melalui kateter pada pasien dengan trombosis

iliofemoral masif. Beberapa penelitian melaporkan pada pasien yang mendapat

obat trombolisis. angka kejadian sindrom pascatrombosis berkurang. Akan

tetapi. saat ini pemberian obat trombolisis pada trombosis vena hanya dianjurkan

pada trombosis vena iliofemoral.

d) Antiagregasi trombosit

Antiagregasi trombosit umumnya tidak diberikan pada DVT, kecuali

ada indikasi, seperti sindrom antifosfolipid (APS) dan sticky platelet syndrome.

Aspirin dapat diberikan dengan dosis bervariasi mulai dari 80-320 mg.

e) Pentasacharida (ArixtraO)

Obat pentasacharida ini adalah antikoagulan sintesis yang kerjanya

menghambat faktor Xa. Beberapa penelitian melaporkan pada pasien ortopedi

pentasacharida lebih baik dibandingkan dengan enoxaparin untuk mencegah ter-

jadinya trombosis dan insiden perdarahan lebih sedikit.

2.8 KOMPLIKASI

a) Emboli paru adalah komplikasi utama dari trombosis vena dalam.

Dengan gejala nyeri dada dan sesak napas dimana kondisi yang

mengancam nyawa. Lebih dari 90% dari emboli paru timbulnya dari

kaki-kaki. Emboli Paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri

19

Page 20: Referat Dvt Nur

paru-paru) oleh suatu trombus, yang terjadi secara tiba-tiba.Sekitar 10%

penderita emboli paru mengalami kematian jaringan paru-paru, yang

disebut infark paru.Kebanyakan kasus disebabkan oleh bekuan darah

dari vena, terutama vena di tungkai atau panggul. Gumpalan darah

cenderung terbentuk jika darah mengalir lambat, yang dapat terjadi di

vena kaki jika seseorang berada dalam satu posisi tertentu dalam waktu

yang cukup lama. Jika orang tersebut bergerak kembali, gumpalan

tersebut dapat hancur, tetapi ada juga gumpalan darah yang

menyebabkan penyakit berat bahkan kematian.

b) Post-phlebitic syndrome dapat terjadi setelah trombosis vena dalam.

Kaki yang terpengaruh dapat menjadi bengkak dan nyeri secara kronis

dengan perubahan-perubahan warna kulit dan pembentukan ulcer

disekitar kaki dan pergelangan kaki.

20

Page 21: Referat Dvt Nur

21

Page 22: Referat Dvt Nur

DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan M. Trombosis Arterial Tungkai Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbit IPD FK UI;2007.

2. Tambunan KL. Trombosis : Masalah di Indonesia Masa Kini dan Masa

Datang. Jakarta : Yoga Buana;2009.

3. Supandiman I. Trombosis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.

Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI;2001.

4. Rani AA, Soegondo, Nazir AU et al. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan

Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta : Pusat Penerbitan

5. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R et al. Trombosis Vena. Dalam : Kapita

Selekta Kedokteran Jilid I. edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia;2001.

6. Haines ST, Seolla M, Witt DM. Venous thromboembolism. In: Dipiro JT,

Talbert RL, YeeGC, et al. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach,

6th ed. Stamford: Appleton & Lange, 2005:373-412.

7. Hirsch AT, Haskal ZJ, Hertzer NR, et al. American College of Cardiology

(ACC)/American Heart Association (AHA) guidelines for the management of

patients with peripheral arterial disease (lower extremity, renal, mesenteric,

and abdominal aortic). J Am Col Card 2006;20(2):1-75.

8. Hoeben BJ, Talbert RL. Peripheral arterial disease. In: Dipiro JT, Talbert RL,

Yee GC, et al. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 6th ed.

Stamford: Appleton & Lange, 2005:453-460.

9. Krenzer ME. Peripheral vascular assessment: finding your way through

arteries and veins. AACN Clin Issues 1995;6:631-634.

10. O'Beirne-Woods B. Clinical evaluation of the peripheral vasculature. Cardiol

Clin 1991; 9:413-427.

11. Wittkowsky AK. Thrombosis. In: Koda-Kimble MA, Young LY, Kradjan

WA, et al. Applied Therapeutics: The Clinical Use of Drugs, 8th ed.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005:16.1-16.34.

22

Page 23: Referat Dvt Nur

12. Wim de jong. Trombosis Vena Dalam. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi

2. Jakarta : EGC ;2005.

23