Referat Dr Fitriah

36
HIDUNG Embriologi Hidung Perkembangan rongga hidung secara embriologi yang mendasari pembentukan anatomi sinonasal dapat dibagi menjadi dua proses. Pertama, embrional bagian kepala berkembang membentuk dua bagian rongga hidung yang berbeda ; kedua adalah bagian dinding lateral hidung yang kemudian berinvaginasi menjadi kompleks padat, yang dikenal dengan konka (turbinate), dan membentuk ronga-rongga yang disebut sebagai sinus. Sejak kehamilan berusia empat hingga delapan minggu , perkembangan embrional anatomi hidung mulai terbentuk dengan terbentuknya rongga hidung sebagai bagian yang terpisah yaitu daerah frontonasal dan bagian pertautan prosesus maksilaris. Daerah frontonasal nantinya akan berkembang hingga ke otak bagian depan, mendukung pembentukan olfaktori. Bagian medial dan lateral akhirnya akan menjadi nares (lubang hidung). Septum nasal berasal dari pertumbuhan garis tengah posterior frontonasal dan perluasan garis tengah mesoderm yang berasal dari daerah maksilaris. Ketika kehamilan memasuki usia enam minggu, jaringan mesenkim mulai terebentuk, yang tampak sebagai dinding lateral hidung dengan struktur yang masih sederhana. Usia kehamilan tujuh minggu, tiga garis axial berbentuk lekukan bersatu membentuk tiga buah konka (turbinate). Ketika kehamilan berusia sembilan minggu, mulailah terbentuk sinus maksilaris yang diawali oleh invaginasi meatus media. Dan pada saat yang

Transcript of Referat Dr Fitriah

Page 1: Referat Dr Fitriah

HIDUNG

Embriologi Hidung

Perkembangan rongga hidung secara embriologi yang mendasari pembentukan

anatomi sinonasal dapat dibagi menjadi dua proses. Pertama, embrional bagian kepala

berkembang membentuk dua bagian rongga hidung yang berbeda ; kedua adalah bagian

dinding lateral hidung yang kemudian berinvaginasi menjadi kompleks padat, yang dikenal

dengan konka (turbinate), dan membentuk ronga-rongga yang disebut sebagai sinus.

Sejak kehamilan berusia empat hingga delapan minggu , perkembangan embrional

anatomi hidung mulai terbentuk dengan terbentuknya rongga hidung sebagai bagian yang

terpisah yaitu daerah frontonasal dan bagian pertautan prosesus maksilaris. Daerah

frontonasal nantinya akan berkembang hingga ke otak bagian depan, mendukung

pembentukan olfaktori. Bagian medial dan lateral akhirnya akan menjadi nares (lubang

hidung). Septum nasal berasal dari pertumbuhan garis tengah posterior frontonasal dan

perluasan garis tengah mesoderm yang berasal dari daerah maksilaris.

Ketika kehamilan memasuki usia enam minggu, jaringan mesenkim mulai terebentuk,

yang tampak sebagai dinding lateral hidung dengan struktur yang masih sederhana. Usia

kehamilan tujuh minggu, tiga garis axial berbentuk lekukan bersatu membentuk tiga buah

konka (turbinate). Ketika kehamilan berusia sembilan minggu, mulailah terbentuk sinus

maksilaris yang diawali oleh invaginasi meatus media. Dan pada saat yang bersamaan

terbentuknya prosesus unsinatus dan bula ethmoidalis yang membentuk suatu daerah yang

lebar disebut hiatus semilunaris. Pada usia kehamilan empat belas minggu ditandai dengan

pembentukan sel etmoidalis anterior yang berasal dari invaginasi bagian atap meatus media

dan sel ethmoidalis posterior yang berasal dari bagian dasar meatus superior. Dan akhirnya

pada usia kehamilan tiga puluh enam minggu , dinding lateral hidung terbentuk dengan baik

dan sudah tampak jelas proporsi konka. Seluruh daerah sinus paranasal muncul dengan

tingkatan yang berbeda sejak anak baru lahir, perkembangannya melalui tahapan yang

spesifik. Yang pertama berkembang adalah sinus etmoid, diikuti oleh sinus maksilaris,

sfenoid , dan sinus frontal.

Page 2: Referat Dr Fitriah

Anatomi Hidung

Hidung bagian luar berbentuk piramid dengan bagian-bagian dari atas ke bawah

adalah sebagai berikut :

a. Pangkal hidung (bridge)

b. Batang hidung (dorsum nasi)

c. Puncak hidung (tip)

d. Ala nasi

e. Kolumela

f. Dan lubang hidng (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang

berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan

lubang hidng. Kerangka tulang terdiri dari :

a. Os nasal

b. Prosesus frontalis os maksila

c. Prosesus nasalis os frontal

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari

beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung :

a. Sepasang kartiloago nasalis lateralis superior

b. Sepasang kartilago nasalin lateralis inferior (kartilago ala mayor)

c. Tepi aterior kartilago septum

Rongga hidung atau kavum nasi kanan dan kiri dipisahkan oleh septum nasi. Pintu

atau lubang cavum nasi bagian depan disebut dengan nares anterior dan lubang bagian

Page 3: Referat Dr Fitriah

belakang disebut dengan nares posterior (koana), yang menghubungkan nares posterior

dengan nasofaring. Bagian dari cavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat

di belakang nares anterior disebut vestibulum nasi. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit

yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut

vibrise.

Setiap cavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu :

a. Dinding medial : septum nasi (dibentuk oleh tulang rawan), bagian tulang adalah :

lamina prependikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan krista nasalis

os palatina. Bagian tulang rawan adalah : kartilago septum dan kolumela

b. Dinding lateral : 4 buah konka, yang terbesar dan letaknya paling bawah adalah

konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, lebiih kecil lagi ialah

konka superior sedangkan yang terkecil adalah konka suprema (rudimenter)

Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin

etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian darii

labirin etmoid. Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga

sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada 3 letak meatus yaitu

meatus inferior, medius, dan superior. Meatus inferior terletak diantara konka inferior

dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung, pada meatus ini terdapat

muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak diantara konka media

dan dinding lateral rongga hidung, pada meatus ini terdapat muara sinus frontal, sinus

maksila, dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang

diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan

sinus sfenoid.

c. Dinding inferior : merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan

os palatum

d. Dinding superior : sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis, yang

memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. Lamina krobroformis merupakan

lempeng tulang berasal dari os etmoid, tulang ini berlubang-lubang (kribrosa =

saringan) tempat masuknya serabut-serabut saraf olfaktorius. Dibagian posterior, atap

rongga hidung dibentuk oleh os sfenoid.

Page 4: Referat Dr Fitriah

Komplex Osteomeatal (KOM)

Merupakan celah pada dinding lateral hidung yang dibatasi oleh konka media dan

lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang mebentuk KOM adalah prosesus

unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan resesus

frontal. KOM merupakan unit fungsional yang merupakan tempat ventilasi dan drainase

dari sinus-sinus yang letaknya di anterior yaitu sinus maksila, etmoid anterior dan

frontal.

Jika terjadi obstruksi pada celah yang sempit ini, maka akan terjadi perubahan patologis

yang signifikan pada sinus-sinus yang terkait.

Page 5: Referat Dr Fitriah

Vaskularisasi

Bagian atas rongga hidung mendapat perdarahan dari a.etmoid anterior dan a.etmoid

posterior yang merupakan cabang dari a. Oftalmika dari a.carotis interna.

Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang a. Maksilaris interna,

diantaranya adalah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen

sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung

posterior konka media.

Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang a.facialis. bagian depan septum

terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoid anterior, a.labialis

superior, a.palatina mayor yang disebut plaksus kiesselbach (little’s area). Pleksus ini

letaknya superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber

epistaksis, terutama pada anak.

Vena-vena hisung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan

arterinya. Vena vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang

berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena hidnung tidak memiliki katup,

sehingga merupakan faktor predidposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke

intrakranial.

Page 6: Referat Dr Fitriah

Persarafan

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dan n.etmoidalis

anterior, yang merupakan cabang daro n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V-1)

Ronngga hidung lainnya, sebaian besar mendapat persarafan sensoris dan n.maksila

melalui ganglion sfenopalatina. Selain memberikan persarafan sensoris, ganglion

sfenopalatina juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung.

Ganglion ini menerima serabut saraf sensoris dari n. Maksila (N.V-2), serabut parasimpatis

dari n.petrosus superfisialis mayor, dan serabut saraf simpatis dari n.petrosus profundus.

Ganglion ini terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.

Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas

mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar

rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai

silia dan diantaranya terdapat sel – sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara

mukosanya lebih tebal dan kadang – kadang terjadi metaplasia menjadi sel epital skuamosa.

Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh

palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar

mukosa dan sel goblet.

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan

gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah

nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri

dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan

pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan

hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang

berlebihan, radang, sekret kental dan obat – obatan.

Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga

bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia

Page 7: Referat Dr Fitriah

(pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel,

yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna

coklat kekuningan.

Fisiologi hidung

1. Sebagai jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka

media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini

berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan

kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian

depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran

dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.

2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang

akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :

a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim

panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit,

sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di

bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga

radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah

melalui hidung kurang lebih 37oC.

3. Sebagai penyaring dan pelindung

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan

dilakukan oleh :

a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

Page 8: Referat Dr Fitriah

b. Silia

c. Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir

dan partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut

lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.

d. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozime.

4. Indra penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada

atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau

dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik

nafas dengan kuat.

5. Resonansi suara

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan

menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau.

6. Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana rongga

mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara.

7. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,

kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks

bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur,

lambung dan pankreas.

Page 9: Referat Dr Fitriah

SINUS PARANASAL

Anatomi Sinus Paranasal

Sinus paranasal merupakan rongga-rongga yang terdapat di dalam maxilla os frontale,

os sphenoidale, dan os ethmoidale. Dindingnya terdiri atas tulang kompakta dengan

dilapisi muco-endosteum yang berhubungan dengan mucosa respiratoria pada cavitas

nasi. Sinus paranasal diinervasi oeleh cabang-cabang n.ophthalmicus dan n.maxillaris.

Sinus merupakan penonjolan/evaginasi dari cavitas nasi sehinga drainage keluar dari

cairannya menuju cavitas nasi secara langsung atau tidak langsung. Dengan adanya

hubungan ini maka rhinitis atau radang pada cavitas nasi dapat menjalar ke sinus

menyebabkan sinusitis. Sinus pada waktu lahir kecil tapi mengalami perkembangan pada

waktu pubertas atau dewasa.

Embriologi Sinus Paranasal

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung,

berupa tonjolan atau resesus epitel mukosa hidung setelah janin berusia 2 bulan, resesus

inilah yang nantinya akan berkembang menjadi ostium sinus. Perkembangan sinus

paranasal dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sphenoid dan sinus frontal.

Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, saat itu sinus maksila sudah

terbentuk dengan sangat baik dengan dasar agak lebih rendah daripada batas atas meatus

inferior. Setelah usia 7 tahun perkembangannya ke bentuk dan ukuran dewasa

berlangsung dengan cepat. Sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak

yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sphenoidalis dimulai pada usia 8 –

10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini pada

umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.

Page 10: Referat Dr Fitriah

1. Sinus Maxillaris

Merupakan sinus paranasal yang terbesar. Terdapat dalam corpus maxillae.

Merupakan sinus pertama yang terbentuk, diperkirakan pembentukan sinus tersebut

terjadi pada hari ke 70 masa kehamilan. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml,

yang kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran

maksimal yaitu 15 ml pada saat dewasa. Berbentuk piramid berbaring dengan basis

di sebelah medial sedang apex di processus zygomaticus maxillae. Dinding

medialnhya merupakan dinding lateral cavitas nasi. Atapnya merupakan lantai

orbita. Sedangkan alasnya merupakan processus alveolaris.

Muara sinus maxillaris pada meatus nasi medius yaitu pada hiatus

semilunaris. Saluran ini terdapat pada dinding medial sebelah anterosuperior.

Innervasi oleh n.alveolaris superior dan n.infraorbitalis. Vaskularisasi oleh

a.maxillaris interna, a.infraorbitalis, a.palatina mayor.

2. Sinus Ethmoidalis

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-

akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi

sinus-sinus lainnya. Terdiri atas beberapa ruangan (4-17 pada tiap sisi), terletak di

dalam labyrinthus ethmoidalis di antara orbita dan cavitas nasi. Sel-sel etmoid,

mula-mula terbentuk pada janin berusia 4 bulan, berasal dari meatus superior dan

suprema yang membentuk kelompok sel-sel etmoid anterior dan posterior. Sinus

etmoid sudah ada pada waktu bayi lahir kemudian berkembang sesuai dengan

Page 11: Referat Dr Fitriah

bertambahnya usia sampai mencapai masa pubertas. Pada orang dewasa bentuk

sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari

anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm, dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior

dan 1,5 cm di bagian posterior, volume sinus kira-kira 14 ml.

Sinus etmoid berongga – rongga terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang

tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di

antara konka media dan dinding medial orbita. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid

dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius, dan sinus

etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Di bagian terdepan sinus

etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan

dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah

etmoid anterior terdapat suatu penyempitan infundibulum, tempat bermuaranya

ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat

menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat

menyebabkan sinusitis maksila.

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina

kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan

membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid

posterior berbatasan dengan sinus sphenoid.

Bagian-bagian dari sinus ethmoidalis disebut cellulae ethmoidales.

Dindingnya dibentuk oleh os frontale, maxilla, os lacrimale, os sphenoidale, dan os

palatina.

Berdasarkan muaranya, cellulae ethmoidales digolongkan menjadi:

1. Cellulae ethmoidales anterior yang bermuara di meatus nasi medius

2. Cellulae ethmoidales posterior yang bermuara di meatus nasi superior dan

suprema

Inervasi oleh n.ethmoidalis posterior dan n.ethmoidalis anterior. Vaskularisasi oleh

a.ethmoidalis posterior dan a.ethmoidalis anterior.\

3. Sinus Frontalis

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke emapat

fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid.

Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan

mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.

Page 12: Referat Dr Fitriah

Bentuk dan ukuran sinus frontal sangat bervariasi , dan seringkali juga sangat

berbeda bentuk dan ukurannya dari sinus dan pasangannya, kadang-kadang juga ada

sinus yang rudimenter. Bentuk sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris,

satu lebih besar dari pada lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis

tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan

kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang. Ukuran rata-rata sinus frontal :

tinggi 3 cm, lebar 2-2,5 cm, dalam 1,5-2 cm, dan isi rata-rata 6-7 ml. Tidak adanya

gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto rontgen

menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif

tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah

menjalar ke daerah ini. Sinus frontalis bermuara ke meatus nasi medius secara

langsung atau melalui saluran yang disebut duktus frontonasalis.

Inervasi: n.supraorbitalis cabang dari n.ophthalmicus. Vaskularisasi: a.supraorbitalis

4. Sinus Sphenoidalis

Sinus sfenoid terbentuk pada janin berumur 3 bulan sebagai pasangan

evaginasi mukosa di bagian posterior superior kavum nasi. Perkembangannya

berjalan lambat, sampai pada waktu lahir evaginasi mukosa ini belum tampak

berhubungan dengan kartilago nasalis posterior maupun os sfenoid. Sebelum anak

berusia 3 tahun sinus sfenoid masih kecil, namun telah berkembang sempurna pada

usia 12 sampai 15 tahun. Letaknya di dalam korpus os etmoid dan ukuran serta

bentuknya bervariasi. Sepasang sinus ini dipisahkan satu sama lain oleh septum

tulang yang tipis, yang letakya jarang tepat di tengah, sehingga salah satu sinus

akan lebih besar daripada sisi lainnya. Terdapat di dalam corpus sphenoidale dan

dapat meluas ke os occipitale. Bermuara pada recessus sphenoethmoidalis.

Sinus sphenoidalis terbagi menjadi belahan kanan dan kiri oleh septum tulang

yang biasanya mengalami deviasi ke salah satu pihak. Dinding depannya

merupakan dua keping tulang tipis disebut conchae sphenoidale. Letak os sfenoid

adalah di dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid dibagi

dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah tinggi 2 cm,

dalamnya 2,3 cm, dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya berkisar dari 5 sampai 7,5 ml.

Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus bagian lateral os sfenoid akan

menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada

dinding sinus sfenoid. Batas-batasnya adalah : sebelah superior terdapat fosa

Page 13: Referat Dr Fitriah

serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya adalah atap nasofaring,

sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering

tampak sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa

serebri posterior di daerah pons. Inervasi n.ethmoidalis posterior. Vaskularisasi

a.maxillaris.

Fisiologi Sinus Paranasal

Sinus paranasal secara fisiologi memiliki fungsi yang bermacam-macam. Bartholini

adalah orang pertama yang mengemukakan bahwa ronga-rongga ini adalah organ yang

penting sebagai resonansi, dan Howell mencatat bahwa suku Maori dari Selandia Baru

memiliki suara yang sangat khas oleh karena mereka tidak memiliki rongga sinus paranasal

yang luas dan lebar. Teori ini dpatahkan oleh Proetz , bahwa binatang yang memiliki suara

yang kuat, contohnya singa, tidak memiliki rongga sinus yang besar. Beradasarkan teori dari

Proetz, bahwa kerja dari sinus paranasal adalah sebagai barier pada organ vital terhadap suhu

dan bunyi yang masuk. Jadi sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai

fisiologi sinus paranasal . Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal tidak mempunyai

fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka.

Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain adalah :

a. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur

kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah ternyata tidak

didapati pertukaran udara yangdefinitif antara sinus dan rongga hidung. Volume

pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada

tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total

dalam sinus. Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar

yang sebanyak mukosa hidung.

b. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai buffer (penahan) panas , melindungi orbita dan

fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi

kenyataannya, sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organ-

organ yang dilindungi

Page 14: Referat Dr Fitriah

c. Membantu keseimbangan kepala

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka.

Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang hanya akan memberikan

pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak

bermakna

d. Membantu resonansi suara

Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan

mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat , posisi sinus dan

ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif.

Tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan

tingkat rendah

e. Sebagai peredam perubahan tekanan udara

Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,

misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.

f. Membantu produksi mukus.

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil

dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk

membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini

keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Hidung dan Sinus Paranasal

Keluhan utama penyakit atau kelainan di hidung adalah :

a. Sumbatan hidung

b. Sekret di hidung dan tenggorok

c. Bersin

d. Rasa nyeri di daerah muka dan kepala

e. Perdarahan dari hidung

f. Gangguan penghidu

Page 15: Referat Dr Fitriah

Sumbatan hidung, dapat terjadi oleh beberapa faktor. Oleh karena itu perlu anamnesis yang

teliti seperti apakah keluhan sumbatan ini terjadi terus menerus atau hilang timbul,pada satu

atau kedua lubang hidung atau bergantian. Adakah sebelumnya riwayat kontak dengan bahan

alergen seperti debu, tepung sari, bulu binatang, trauma hidung, pemakaian obat tetes hidung

dekongestan untuk jangka waktu yang lama, perokok atau peminum alkohol berat. Apakah

mulut dan tenggorok merasa kering.

Sekret hidung, pada satu atau kedua rongga hidung, bagaimana konsistensi sekret tersebut,

encer, bening seperti air, kental, nanah, atau bercampur darah. Apakah sekret ini keluar hanya

pada waktu-waktu tertentu misalnya pada musim hujan. Sekret hidung yang disebabkan

karena infeksi hidung biasanya bilateral, jernih sampai purulent. Sekret yang jernih seperti air

dan jumlahnya banyak khas untuk alergi. Bila sekretnya kuning kehiajauan biasanya berasal

dari sinusitis hidung dan bila bercampur darah dan hanya satu sisi, hati-hati adanya tumor

hidung. Pada anak sekret yang hanya pada satu sisi dan berbau, kemungkinan terdapat benda

asing di hidung. Sekret dari hidung yang turun ke tenggorokan disebut post nasal drip

kemungkinan berasal dari sinus paranasal.

Bersin, yang berulang merupakan keluhan khas alergi. Perlu ditanyakan apakah bersin itu

timbul setelah menghirup sesuatu yang diikuti keluar sekret yang encer dan jernih serta rasa

gatal di hidung, tenggorok, mata dan telinga.

Rasa nyeri di daerah muka dan kepala, yang ada hubungannya dengan keluhan di hidung,

nyeri di daerah dahi, pangkal hidung, pipi dan tengah kepala dapat merupakan tanda-tanda

infeksi sinus (sinusitis). Rasa nyeri atau rasa berat ini dapat timbul bila menundukkan kepala

dan dapat berlangsung dari beberapa jam sampai beberapa hari.

Perdarahan dari hidung, yang disebut epistaksis dapat berasal dari bagian anterior rongga

hidung ataupun dari bagian posterior rongga hidung. Perdarahn dapat berasal dari satu atau

kedua rongga hidung, sudah berapa kali dan apakah mudah dihentikan dengan cara memencet

hidung saja, adakah riwayat trauma hidung atau muka sebelumnya, menderita penyakit

kelainan darah, hipertensi, dan pemakaian obat-obatan antikoagulan.

Gangguan penghidu, dapat berupa hilangnya penciuman (ansomnia) atau berkurang

(hiposmia). Perlu ditanyakan apakah sebelumnya ada riwayat infeksi hidung, infeksi sinus,

trauma kepala dan keluhan ini sudah berapa lama.

Pemeriksaan Hidung :

Page 16: Referat Dr Fitriah

Bentuk luar hidung diperatikan apakah ada deviasi atau depresi tulang hidung. Adakah

pembengkakan di daerah hidung dan paranasal. Dapat dipalpasi dengan jari adanya krepitasi

tulang hidung pada fraktur os nasal atau rasa nyeri tekan pada peradangan hidung dan sinus

paranasal.

Dengan menggunakan spatula lidah yang terbuat dari metal dapat memeriksa kedua lubang

hidung dengan cara menghembuskan udara diatas spatula dan dapat dibandingkan

pengembunan dari hembusan udara pada kedua lubang hidung.

Memeriksa rongga hidung bagian dalam dari depang yang disebut rinoskopi anterior, dengan

menggunakan spekulun hidung. Pada anak dan bayi kadang-kadang tidak diperlukan

spekulum tapi bisa menggunakan otoskopi, terutama untuk mencari benda asing. Spekulum

dimasukan hati-hati ke lubang hidung dan dikeluarkan dengan keadaan spekulum masih

terbuka, hati-hati menjepit bulu hidung. Yang harus diperhatikan pada pemeriksaan rinoskopi

anterior adalah vestibulum hidung, septum bagian anterior, konka inferior, konka media,

konka superior, serta meatus sinus paranasal dan keadaan mukosa rongga hidung. Bila

terdapat udem pada rongga hidung, bisa digunakan tampon kapas adrenalin pantokain

beberapa menit untuk mengirangi udem mukosa dan menciutka konka sehingga rongga

hidung lebih lapang.

Untuk menilai bagian belakang hidung dilakukan pemeriksaan rinoskopi posterior sekaligus

untuk melihat nasofaring. Untuk melakukan pemeriksaan ini diperlukan spatula lidah dan

kaca nasofaringyang telah dihangatkan dengan api lampu spiritus terlebih dahulu untuk

mencegah udara pernapasan berembun pada kaca, sebelum kaca ini dimasukan ke dalam

mulut harus dites terlebih dahulu dengan menempelkannya pada kulit belakang tangan kiri

pemeriksa. Pasien diminta membuka mulut, lidah 2/3 anterior ditekan dengan spatula lidah,

pasien diminta bernapas melalui mulut agar uvula terangkat ke atas dan kaca nasofaring

dimasukkan ke mulut dengan posisi menghadap ke atas, ke bawah uvula sampai nasofaring.

Setelah sampai di nasifaring pasien diminta bernapas biasa melalui hidung, uvula akan turun

kembali dan rongga nasofaring akan terbuka. Mula-mula perhatikan septum bagian posterior

dan koana. Kemudian kaca diputar ke lateral sedikit untuk melihat konka superior, media dan

inferior serta meatus superior dan meatus media. Kaca diputar lebih ke lateral lagi sehingga

dapat melihat muara torus tubarius, Tuba Eustachius dan fosa Rossenmuler.

Pemeriksaan Sinus Paranasal :

Page 17: Referat Dr Fitriah

Dengan inspeksi, palpasi dan perkusi daerah sinus paranasal serta pemeriksaan rinoskopi

anterior dan posterior saja, diagnosis kelainan sinus sulit ditegakkan. Pemeriksaan

transiluminasi mempunyai manfaat yang sangat terbatas dan tidak dapat menggantikan

peranan pemeriksaan radiologi.

Pada pemeriksaan transiluminasi sinus maksila dan sinus frontal, dipakai lampu khusus

sebagai sumber cahaya dan pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang gelap. Transiluminasi

sinus maksila dilakukan dengan memasukan sumber cahaya ke rongga mulut dan bibir

dikatupkan sehingga sumber cahaya tidak tampak lagi. Setelah beberapa menit tampak daerah

infraorbita terang seperti bulan sabit.

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah : 1) dasar sinus

maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas , yaitu premolar (P1 dan P2) , molar

(M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar (M3) , bahkan akar-akar

gigi tersebut tumbuh ke dalam rongga sinus, hanya tertutup oleh mukosa saja. Gigi premolar

kedua dan gigi molar kesatu dan dua tumbuhnya dekat dengan dasar sinus. Bahkan kadang-

kadang tumbuh ke dalam rongga sinus, hanya tertutup oleh mukosa saja. Proses supuratif

yang terjadi di sekitar gigi-gigi ini dapat menjalar ke mukosa sinus melalui pembuluh darah

atau limfe, sedangkan pencabutan gigi ini dapat menimbulkan hubungan dengan rongga sinus

yang akan mengakibatkan sinusitis. 2) sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi

orbita. 3) Ostim sinus maksila lebih tinggi letaknya dari dasar sinus, sehingga drainase hanya

tergantung dari gerak silia, dan drainase harus melalui infundibulum yang sempit.

Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau

alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya

menyebabkan sinusitis

Untuk pemeriksaan sinus frontal, lampu diletakkan didaerah bawah sinus frontal dekat kantus

medius dan daerah sinus frontal tampak cahaya terang.

Pemeriksaan radiologi untuk menilai sinus maksila dengan posisi water, sinus frontalis dan

sinus etmoid dengan posisi posteroanterior dan sinus sfenoid dengan posisi lateral.

Untuk menilai KOM dilakukan pemeriksaan dengan CT scan.

Page 18: Referat Dr Fitriah

SINUSITIS

Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari,

bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau

dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinositis. Penyebab utamanya addalah salesma

(common cold) yang merupakan infeksi virus yang selanjutnya diikuti oleh infeksi bakteri.

Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai seluruh sinus

disebut pansinusitis.

Yang paling sering terkena adalah sinus etmoidalis dan maksilaris, sedangkan sinus frontal

lebih jarang dan sinus sfenoid lebih jarang lagi.

Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahan atas, maka

infeksi gigi rahang atas mudah menyebab ke sinus disebut sinusitis dentogen.

Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan

intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.

Etiologi dan faktor predisposisi

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rhinitis

seperti rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi

seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan KOM, infeksi tonsil, infeksi gigi,

kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada syndrome Kartagener dan di luar negeri

adalah penyakit fibrosis kistik

Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebabsinusitis sehingga perlu

dilakukan adnoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyebuhkan rinosinusitisnya.

Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.

Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta

kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak

silia.

Page 19: Referat Dr Fitriah

Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens

mukosilier (muccocilliary clearence) di dalam KOM. Mukus juga mengandung sustansia

antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahan tubuh terhadap kuman

yang masuk bersama udara pernafasan.

Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa

yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium

tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan

terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-

bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan,

Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media yang baik

untuk tumbuhnya dan multiplikasinya bakteri. Sekret menjadi purulen, keadaan ini disebut

sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerluka terapi antibiotik.

Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut,

terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin makin membengkak dan ini

merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa manjadi

kronik atau hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin

diperlukan tindakan operasi.

Klasifikasi dan Mikrobiologi

Konsensus internasional tahun 1995 membagi rinosinusitis hanya akut dengan batas sampai 8

minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu.

Konsensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara

4 minggu sampai 3 bulan dan kronik lebih dari 3 bulan.

Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis akut

yang tidak terobati secar adekuat. Pada sinusitis kronik adalah faktor predisposisi harus dicari

dan diobati secara tuntas.

Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah

Streptoccuc Pneumonia (30-50%), Hemophylus Influenzae (20-40%), Moraxella catarrhalis

(4%). Pada anak M.catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%)

Page 20: Referat Dr Fitriah

Pada sinusiti skronik, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umunya bakteri yang lebih

condong adalah kearah bakteri gram negatif dan anaerob.

Sinusitis Dentogen

Merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik. Dasar sinus maksila adalah

pressesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila hanya

terpisahkan oleh tualng tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas.

Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal

mudah menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah dan limfe.

Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi

dengan ingus purulen dan napas berbau busuk. Untuk mengobati sinusitis, gigi yang

terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan pemberian antibiotik yang mencakup bakteri

anaerob. Sering kali dilakukan irigasi sinus maksila.

Gejala Sinusitis

Keluhan utam rhinosinositis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada

muka dan ingus purulen, yang sering kali turun ke tenggorok (post nasal drip), dapat disertai

gejala sistemik seperti demam dan lemas.

Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis

akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa ditempat lain (reffered pain). Nyeri pipi

menandakan sinusitis maksilaris, nyeri diantara atau dibelakang kedua bola mata

menandakan sinusitis etmoid. Nyeri dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontalis.

Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di vertex, ocipital, belakang bola mata dan daerah

mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga.

Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang

menyebabkan batuk dan sesak napas pada anak.

Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosa, kadang hanya 1 atau 2 dari

gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan

tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik di tuba Eustachius, gangguan ke paru

seperti brokhitis (sino-bronkhitis), bronkietasis dan yang penting adalah serangan asma yang

Page 21: Referat Dr Fitriah

meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan

gasteroenteritis.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-endoskopi

sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di

meatus media (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior

(pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid)

Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan

dan kemerahan di daerah kantus medius.

Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos posisi water,

PA dan lateral. Umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus

maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat sebagai perselubungan, batas udara-cairan (air

fluid level) dan penebalan mukosa. CT scan sinus merupakan gold standard diagnosis

sinusitis, karena mampu melihat anatomi dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya,

namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang

tidak membaik dengan pengobatan atau pra-oparasi sebagai panduan operasi sebagai panduan

panduan operator saat melakukan operasi sinus.

Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap,

pemeriksaan ini sudah jarang karena sangat terbatas kegunaanya.

Pemeriksaan mikrobiologik dan test resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari

meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat. Lebih baik lagi bila diambil

sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila.

Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus

inferior dengan alat endoskopi bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya,

selanjutnya bisa dilakuaka irigasi untuk terapi.

Page 22: Referat Dr Fitriah

Terapi

Tujuan terapi sinusitis adalah :

1. Mempercepat penyembuhan

2. Mencegah komplikasi

3. Mencegah perubahan menjadi kronik

Perinsip pengobatan adalah membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi

sinus-sinus pulih secara alami.

Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk

menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus.

Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoxisilin. Jika diperkirakan kuman

telah resistens atau telah memproduksi beta laktamase, maka dapat diberikan amoxicillin-

klavulanat atau jenis sefalosporin generasi 2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selama 10-14

hari meskipun gejala klinik telah hilang.

Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negatif fan anaerob.

Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan bila diperlukan seperti

analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau

pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan karena sifat antikolinergiknya dapat

menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin

generasi 2. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga merupakan terapi

tambahan yang dapat bermanfaat.

Imunoterapi juga dapat dipertimbangkan bila pasen menderita kelainan alergi yang berat.

Tindakan Operasi

Bedah sinus endoskopi fungsional (BESF/FESS) merupakan operasi terkini untuk sinusitis

kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini menggantikan hampir semua jenis bedah

sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan

tidak radikal.

Indikasinya berupa : sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat, sinusitis

kronik disertai kista atau kelainan yang irreversible, polip ekstensif, adanya komplikasi

sinusitis serta sinusitis jamur.

Page 23: Referat Dr Fitriah

Komplikasi

Komplikasi telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi berat

biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis eksaserbasi akut, berupa

komplikasi orbita atau intrakranial.

Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita),

yang paling sering adalah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila.

Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat

timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya

dapat terjadi trombosis sinus kavernosus.

Kelainan intrakranial, dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak

dan trombosis sinus kavernosus.

Komplikasi juga bisa terjadi bila sinusitis kronis berupa :

a. Osteomielitis dan abses subperiosteal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan

biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul

fistula oroantral atau fistula pada pipi.

b. Kelainan paru, seperti bronkhitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan paru ini

disebut sino-brokhitis. Selain itu dapat menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang

sulit dihilangkan sebelum sinusitis disembuhkan.

Page 24: Referat Dr Fitriah

Daftar Pustaka

• Arsyad, Efiaty dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Jakarta. FKUI

• Liston stephen L, at all. 2007. Boies ; Embriologi Anatomi dan Fisiologi Telinga. EGC jakarta.