Referat Dm

33
KOMPLIKASI KRONIS DIABETES MELLITUS BAB 1 PENDAHULUAN Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik (kebanyakan herediter) sebagai akibat dari kurangnya insulin relatif baik oleh karena adanya “disfungsi” sel beta pankreas atau ambilan glukosa dijaringan perifer, atau keduanya (pada DM tipe 2), atau kurangnya insulin absolute (pada DM tipe 1), dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan gejala klinis akut (poliuria, polidipsia, penurunan berat badan), dan ataupun gejala kronis atau kadang-kadang tanpa gejala. Gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat, dan sekunder pada metabolisme protein dan lemak (Tjokroprawiro, 2007). Kriteria Diagnosis Diabetes mellitus menurut PERKENI 2006 (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia), seseorang didiagnosa Diabetes mellitus jika memiliki kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl dan kadar glukosa darah pada tes sewaktu atau glukosa darah 2 jam setelah makan > 200 mg / dl (Soegondo, 2007). Dari berbagai penelitian epidemiologis sudah jelas terbukti bahwa insidensi Diabetes mellitus meningkat menyeluruh di semua tempat di bumi ini. Penelitian epidemiologis yang dikerjakan di Indonesia dan terutama di Jakarta dan berbagai kota besar di Indonesia juga jelas menunjukkan kecenderungan serupa. Peningkatan Diabetes Ryski Meilia Novarina FK UMM 1

description

referat

Transcript of Referat Dm

www

KOMPLIKASI KRONIS DIABETES MELLITUS

BAB 1PENDAHULUAN

Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik (kebanyakan herediter) sebagai akibat dari kurangnya insulin relatif baik oleh karena adanya disfungsi sel beta pankreas atau ambilan glukosa dijaringan perifer, atau keduanya (pada DM tipe 2), atau kurangnya insulin absolute (pada DM tipe 1), dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan gejala klinis akut (poliuria, polidipsia, penurunan berat badan), dan ataupun gejala kronis atau kadang-kadang tanpa gejala. Gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat, dan sekunder pada metabolisme protein dan lemak (Tjokroprawiro, 2007).

Kriteria Diagnosis Diabetes mellitus menurut PERKENI 2006 (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia), seseorang didiagnosa Diabetes mellitus jika memiliki kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl dan kadar glukosa darah pada tes sewaktu atau glukosa darah 2 jam setelah makan > 200 mg / dl (Soegondo, 2007).Dari berbagai penelitian epidemiologis sudah jelas terbukti bahwa insidensi Diabetes mellitus meningkat menyeluruh di semua tempat di bumi ini. Penelitian epidemiologis yang dikerjakan di Indonesia dan terutama di Jakarta dan berbagai kota besar di Indonesia juga jelas menunjukkan kecenderungan serupa. Peningkatan Diabetes mellitus yang eksponensial tentu akan diikuti oleh meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronis, terutama jika Diabetes mellitus tidak ditangani dengan baik (Waspadji, 2006).Menurut data Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) jumlah penderita Diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2005 diperkirakan 12 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan 230.000 pasien pertahun (Roesma, 2005).Berbagai penelitian prospektif jelas menunjukkan meningkatnya penyakit akibat penyumbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati maupun kardiovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner dan pembuluh darah tungkai bawah. Retinopati merupakan sebab kebutaan yang paling mencolok pada penderita Diabetes mellitus. Penyandang Diabetes mellitus semakin banyak memenuhi ruang dialisis dibanding dengan beberapa dekade sebelumnya. Demikian halnya dengan penyakit jantung koroner (Waspadji, 2006).Diabetes memberikan pengaruh terhadap terjadinya komplikasi kronis melalui adanya perubahan pada sistem vaskular. Pada penyandang Diabetes mellitus terjadi berbagai macam perubahan biologis vaskular dan perubahan-perubahan tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi kronis Diabetes mellitus. Dengan demikian, pengetahuan mengenai Diabetes mellitus dan komplikasi vaskularnya baik mengenai mekanisme terjadinya, metoda deteksi dini maupun strategi pengelolaannya menjadi penting untuk dimengerti dan diketahui (Waspadji, 2006).BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Patogenesis Komplikasi Kronis Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus akan menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronis, baik mikroangiopati maupun makroangiopati jika dibiarkan tidak dikelola dengan baik. Adanya pertumbuhan dan kematian sel yang tidak normal merupakan dasar terjadinya komplikasi Diabetes mellitus. Kelainan dasar tersebut sudah dibuktikan terjadi pada para penyandang Diabetes mllitus maupun juga pada berbagai binatang percobaan. Disfungsi tersebut terutama terjadi pada endothel pembuluh darah sel otot polos pembuluh darah maupun pada sel mesangial ginjal semuanya menyebabkan perubahan pada pertumbuhan sel, yang kemudian pada gilirannya akan menyebabkan terjadinya komplikasi vaskular pada Diabetes mellitus. Semua kelainan tersebut akan menyebabkan kelainan mikrovaskular berupa lokus iskemik dan hipoksia lokal.Patogenesis terjadinya kelainan vaskular pada Diabetes mellitus meliputi terjadinya imbalans metabolik maupun hormonal. Pertumbuhan sel otot polos pembuluh darah maupun sel mesangial keduanya distimulasi oleh sitokin. Kedua macam sel tersebut juga berespon terhadap berbagai substansi vasoaktif dalam darah, terutama angiotensin II. Dipihak lain adanya hiperinsulinemia seperti yang terjadi pada DM tipe II ataupun juga pemberian insulin eksogen ternyata akan memberikan stimulus mitogenik yang akan menambah perubahan yang terjadi akibat pengaruh angiotensin pada sel otot polos pembuluh darah maupun pada sel mesangial. Jelas baik faktor hormonal maupun faktor metabolik berperan dalam patogenesis terjadinya kelainan vaskular Diabetes mellitus.

Bagan 1. Patogenesis Komplikasi DM

2.1.1 Retinopati Diabetik Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien Diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes. Resiko menderita penyakit ini meningkat sejalan dengan lamanya menderita Diabetes. Retinopati diabetik lebih sering terjadi pada pasien Diabetes mellitus tipe II. Metode pengobatan retinopati diabetik dewasa ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga resiko kebutaan banyak berkurang. Namun demikian angka kejadian Diabetes mellitus di seluruh dunia cenderung makin meningkat maka retinopati diabetik masih tetap menjadi masalah penting.

Gambar 1. Retinopati Diabetik

PATOGENESIS

Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun keadaan hiperglikemia yang berlangsung lama dianggap sebagai faktor resiko utama. Ada tiga proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia yang diduga berkaitan dengan timbulnya retinopati diabetik yaitu jalur poliol, glikasi non enzimatik dan pembentukan protein kinase C.Jalur Poliol. Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi yang berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alkohol dalam jaringan, termasuk lensa dan saraf optik Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak di dalam sel. Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel. Percoban pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase (sorbinil) yang bekerja menghambat pembentukan poliol, dapat mengurangi atau memperlambat terjadinya retinopati diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan perlambat dari progresifias retinopati. Penggunaan Sobinil dalam penelitian Sorbinil Retinopaty Trial terhadap 497 pasien dabetes tipe 1 yang diamati selama 3-4 tahun Tidak memberi pengaruh terhadap timbulnya retinopati dan neuropati. Sampai saat ini masih terus diupayakan penelitian dengan dengan menggunakan penghambat enzim aldose reduktase yang lebih kuat.Glikasi Non enzimatik. Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA) yang terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.Protein Kinase C. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vaskular, kontraktilitas, sintesis membrana basalis dan proliferasi sel vaskular. Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan endotel meningkat. Selain pengaruh hiperglikemia melalui berbagai jalur metabolisme, sejumlah faktor lain yang terkait dengan Diabetes mellitus seperti peningkatan agregasi trombosit, peningkatan agregasi eritrosit, viskositas darah, hipertensi, peningkatan lemak darah dan faktor pertumbuhan, diduga turut juga berperan dalam timbulnya retinopati diabetik (Waspadji, 2006)Pada retinopati diabetik proliferatif, didapatkan hilangnya sel perisit dan terjadi pembentukan mikroaneurisma. Disamping itu juga terjadi hambatan pada aliran pembuluh darah dan kemudian terjadi penyumbatan kapiler. Semua kelainan tersebut akan menyebabkan kelainan mikrovaskular berupa lokus iskemik dan hipoksia lokal. Sel retina kemudian merespon dengan meningkatnya ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskular (Vascular Endothelial Growth Factor = VEGF) dan selanjutnya memacu terjadinya neovaskularisasi pembuluh darah.

Gambar 2. Retinopati Diabetik2.1.2 Nefropati

Pada umumnya nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien Diabetes mellitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (> 300mg/24 jam atau > 200ig/ menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Di Amerika dan Eropa, nefropati diabetik merupakan penyebab utama gagal ginjal terminal. Angka kejadian nefropati diabetik pada Diabetes mellitus tipe 1 dan 2 sebanding, tetapi insidens pada tipe 2 sering lebih besar daripada tipe 1 karena jumlah pasien Diabetes mellitus tipe 2 lebih banyak. Di Amerika, nefropati diabetik merupakan salah satu penyebab kematian yang tertingi di antara semua komplikasi Diabetes mellitus, dan penyebab kematian tersering adalah karena komplikasi kardiovaskular. Secara epidemiologis, ditemukan perbedaan terhadap kerentanan untuk timbulnya nefropati diabetik, yang antara lain dipengaruhi oleh etnis, jenis kelamin serta umur saat Diabetes timbul.

Gambar 3. Nefropati DiabetikPATOGENESIS

Sampai saat ini, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Penelitian Brenner dkk pada hewan menunjukan bahwa pada saat jumlah nefron mengalami pengurangan yang berkelanjutan, filtrasi glomerulus dari nefron yang masih sehat akan meningkat sebagai bentuk dari kompensasi. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut.Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati diabetik ini masih belum jelas benar, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantarai hormon vasoaktif, IGF-1, Nitric Oxide, prostaglandin dan glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi sel, sintesa matriks ekstraseluler, serta produksi TGF- yang diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C (PKC) yang termasuk dalam serine-threonin kinase yang meiliki fungsi pada vaskular seperti konraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler.Hipertensi yang timbul bersama dengan bertambahnya kerusakan ginjal, juga akan mendorong sclerosis pada ginjal pasien Diabetes. Penelitian pada hewan Diabetes menunjukkan adanya vasokonstriksi arteriol sebagai akibat kelainan renin / angiotensin sistem. Diperkirakan bahwa hipertensi pada Diabetes terutama disebabkan oleh spasme arteriol eferen intrarenal atau intraglomerulus. Pada nefropati diabetik, terjadi peningkatan tekanan glomerular, dan disertai meningkatnya matriks ekstraselular akan menyebabkan terjadinya penebalan membran basal, ekspansi mesangial dan dan hipertrofi glomerular. Semua itu akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi dan kemudian terjadi perubahan selanjutnya yang mengarah ke glomerulosklerosis.Secara ringkas, faktor-faktor etiologis timbulnya penyakit ginjal diabetik adalah :

1. Kurang terkendalinya kadar gula darah (GDP > 140 160 mg/dl ), A1C > 7-8 %

2. Faktor-faktor genetik

3. Keainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus)

4. Hipertensi sistemik

5. Sindrom resistens insulin (sindroma metabolik)

6. Keradangan

7. Perubahan permeabilitas pembuluh darah

8. Asupan protein berlebih

9.Gangguan metabolik (kelainan metabolisme poliol, pembentukan Advance

Glycosilation End Products (AGEs), peningkatan produksi sitokin

10. Pelepasan Growth factors11. Kelainan metabolisme karbohidrat/ lemak/ protein

12.Kelainan struktural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium,penebalan membrana basalis glomerulus)

13. Gangguan ion pumps (peningkatan Na+ - H+ pump dan penurunan Ca2+ - ATPase pump)14. Hiperlipidemia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseremia.

15 Aktivasi protein kinase C. 2.1.3 Penyakit Jantung KoronerPenyebab kematian dan kesakitan utama pada penderita Diabetes mellitus (baik tipe 1 maupun tipe 2) adalah Penyakit Jantung Koroner, yang merupakan salah satu penyulit makrovaskular pada Diabetes mellitus. Penyulit makrovaskular ini bermanifestasi sebagai aterosklerosis dini yang dapat mengenai organ-organ vital (jantung dan otak). Penyebab aterosklerosis pada Diabetes mellitus tpe 2 bersifat multifaktorial, melibatkan interaksi kompleks, dari keadaan seperti hiperglikemia, hiperlipidemia, stres oksidatif, penuaan dini, hiperinsulinemia dan/atau hiperproinsulinemia serta perubahan-perubahan dalam proses koagulasi dan fibrinolisis. Pada pasien DM, resiko payah jantung kongestif meningkat 4 sampai 8 kali. Peningkatan resiko ini tidak hanya disebabkan karena penyakit jantung iskemik. Dalam beberapa tahun terakhir diketahui bahwa DM dapat pula mempengauhi otot jantung secara independen. Selain melalui keterlibatan aterosklerosis dini pada arteri koroner yang menyebabkan penyakit jantung iskemik, juga dapat terjadi perubahan-perubahan berupa fibrosis interstisial, pembentukan kolagen dan dan hipertropi sel-sel otot jantung. Pada tingkat seluler terjadi gangguan pengeluaran kalsium dari sitoplasma, perubahan struktur Troponin T, dan peningkatan aktivitas piruvat kinase. Perubahan-perubahan ini akan menyebabkan ganguan kontraksi dan relaksasi otot jantung dan peningkatan tekanan end-diastolic sehingga dapat menmbulkan kardiomiopati restriktif.

Gambar 4. Penyakit Jantung Koroner

PATOGENESIS

Dasar terjadinya peningkatan resiko penyakit jantung koroner pada pasien DM belum diketahui secara pasti. Dari hasil penelitian didapatkan kenyataan bahwa : 1) Angka terjadinya ateroslerosis lebih tinggi pada pasien DM dibanding populasi non DM, 2) Pasien DM mempunyai resiko tinggi untuk mengalami trombosis, penurunan fibrinolisis dan peningkatan respon inflamasi, 3) Pada pasien DM terjadi glikosilasi protein yang akan mempengaruhi integritas dinding pembuluh darah. Haffner dkk, membuktikan bahwa aterosklerosis pada pasien DM mulai terjadi sebelum timbul onset klinis DM. Studi epidemiologi juga menunjukkan terjadinya peningkatan payah jantung pada pasien DM dibandingkan populasi non DM, yang ternyata disebabkan karena kontrol glukosa darah yang buruk dalam waktu yang lama. Disamping itu beberapa faktor turut pula memperberat resiko terjadinya payah jantung dan stoke pada pasien DM, antara lain hipertensi, resistensi insulin, hiperinsulinemia, dislipidemia dan gangguan sistem koagulasi serta hiperhomosisteinemia.

Semua faktor resiko ini kadang-kadang dapat terjadi pada satu individu dan merupakan suatu kumpulan gejala yang dikenal dengan istilah sindrom resistensi insulin atau sisndrom metabolik. Terjadinya plak aterosklerosis pada daerah subintimal pembuluh darah yang kemudian berlanjut pada terbentuknya penyumbatan pembuluh darah dan kemudian sindrom koroner akut. Jaringan kardiovaskular, demikian juga jaringan lain yang rentan terhadap terjadinya komplikasi kronis Diabetes (jaringan saraf, sel endotel pembuluh darah dan sel retina serta lensa) mempunyai kemampuan memasukkan glukosa dari lingkungan sekitar ke dalam sel tanpa harus memerlukan insulin (insulin independent), agar dengan demikian jaringan yang sangat penting tersebut akan diyakinkan mendapat cukup pasokan glukosa sebelum glukosa tersebut dipakai untuk energi di otot maupun untuk kemudian disimpan sebagai cadangan lemak. Tetapi pada keadaan hiperglikemia kronis, tidak cukup terjadi down regulation dari sistem transportasi glukosa yang non-insulin dependent ini, sehingga sel akan kebanjiran masuknya glukosa, suatu keadaan yang disebut sebagai hiperglisolia. Hiperglisolia kronis akan mengubah homeostasis biokimiawi sel tersebut yang kemudian berpotensi untuk terjadinya perubahan dasar terbentuknya komplikasi kronis Diabetes mellitus, yang meliputi berbagai jalur biokimiawi seperti jalur reduktase aldosa, jalur stres oksidatif sitoplasmik, jalur pleiotropik protein kinase C dan terbentuknya spesies glikoslasi lanjut intraselular.2.1.4 Neuropati Diabetik

Merupakan salah satu komplikasi kronis yang paling sering ditemukan pada Diabetes mellitus. Resiko yang dihadapi pasien DM dengan ND antara lain ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh dan amputasi jari atau kaki. Kondisi inilah yang menyebabkan bertambahnya angka kesakitan dan kematian, yang berakibat pada meningkatnya biaya pengobatan pasien DM dengan Neuropati Diabetik.

Gambar 5. Gangren Diabetikum

Manifestasi ND bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat. Bisa juga keluhannya dalam bentuk neuropati lokal atau sistemik, yang semua itu bergantung pada lokasi dan jenis saraf yang terkena lesi.

Mengingat terjadnya ND merupakan rangkaian proses yang dinamis dan bergantung ada banyak faktor, maka pengelolaan atau pencegahan ND pada dasarnya merupakan bagian dari pengelolaan diabetes secara keseluruhan. Untuk mencegah agar diabetes tidak berkembang menjadi ulkus diabetik seperti ulkus atau gangren pada kaki, diperlukan berbagai upaya, khusus pemahaman pentingnya perawatan kaki, Bila ND disertai nyeri, dapat diperikan berbagai jenis obat-obatan sesuai tipe nyerinya, dengan harapan menghilangkan atau paling tidak mengurangi keluhan sehingga kualitas hidup dapat diperbaiki. Dengan demikian, memahami mekanisme terjadinya ND dan faktor-faktor yang berperan, merupakan landasan penting dalam pengelolaan dan pencegahan ND yang lebih rasionalPATOGENESIS

Hingga saat ini patogenesis Neuropati belum sepenuhnya diketahui dengan jelas. Namun demikian dianggap bahwa hiperglikemia persisten merupakan faktor primer. Faktor metabolik ini bukan satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap terjadinya Neuropati diabetik, tetapi beberapa teori lain yang diterima ialah teori vaskular, autoimun dan Nerve Growth Factor.

Faktor metabolik. Proses kejadian neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan. Hiperglikemia persisten mengakibatkan terjadinya peningkatan aktifitas jalur poliol, sisntesis advance glycosilation end products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi, sehinga aliran darah ke saraf menurun dan bersama dengan rendahnya mioinositol dalam dalam sel maka terjadilah neuropati diabetik. Beberapa penelitian membuktikan bahwa kejadian neuropati diabetik berhubungan sangat kuat dengan lama dan beratnya Diabetes mellitus.

Disamping meningkatnya aktivitas jalur poliol, hiperglikemia berkepanjangan akan menyebabkan terbentuknya advance glycosilation end products (AGEs). AGEs ini sangat toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO akan menurun, yang berakibat vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf menurun dan bersama dengan rendahnya mioinositol dalam dalam sel saraf maka terjadilah neuropati diabetik. Kerusakan aksonal metabolik awal masih dapat kembali pulih dengan kendali glikemik yang optmal. Tetapi bila kerusakan metabolik ini berlanjut menjadi kerusakan iskemik, maka kerusakan struktur akson tersebut tidak dapat diperbaiki lagi.

Kelainan vaskular. Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan kerusakan mikrovaskular. Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan endotel vaskular dan menetralisasi NO, yang berefek menghalangi vasodilatasi mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut dapat melalui penebalan membrana basalis, trombosis pada arteriol intraneural, peningkatan agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit, berkurangnya aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vaskular, stasis aksonal, pembengkakan dan demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut. Kejadian neuropati yang didasari oleh kelainan vaskular masih bisa dicegah dengan modifikasi faktor resiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang tinggi, indeks massa tubuh, merokok, hipertensi.

Mekanisme imun. Suatu penelitian membuktikan bahwa 22% dari 12 pasien DM tipe 1 memiliki complement fixing antisciatic nerve antibodies dan 25% DM tipe 2 memperlihatkan hasil yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa antibodi tersebut berperan pada patogenesis neuropati diabetik. Bukti lain yang menyokong peran antibodi dalam mekanisme patogenik neuropati diabetik adalah adanya antineural antibodies pada serum sebagian penderita DM. Autoantibodi yang beredar ini secara langsung dapat merusak struktur saraf motorik dan sensorik yang bisa dideteksi dengan imunofluoresens indirek. Disamping itu adanya penumpukan antibodi dan komplemen pada berbagai komponen saraf suralis memperlihatkan kemungkinan peran proses imun pada patogenesis neuropati diabetik.

Peran Nerve Growth Factor (NGF). NGF diperlukan untk mempercepat dan mempertahankan petumbuhan saraf. Pada penyandang Diabetes, kadar NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan neuropati. NGF juga berperan dalam regulasi gen substance P dan Calcitonin-Gen-Regulated Peptide (CGRP). Peptida ini mempunyai efek terhadap vasodilatasi, motilitas intestinal dan nosiseptif, yang kesemuanya itu mengalami gangguan pada neuropati diabetik.

2.2 Cara Diagnosis Dini

Retinopati Diabetik

Diagnosa dini retinopati dapat diketahui melalui pemeriksaan retina secra rutin. Pada praktik pengelolaan DM sehari-hari, dianjurkan untuk memeriksa retina mata pada kesempatan pertamapertemuan dengan penderita DM dan kemudian setiap tahun atau lebih cepat lagi kalau diperlukan sesuai dengan keadaan kelainan retinanya.

Ada beberapa cara untuk memeriksa retina :

Cara langsung dengan memanfaatkan oftalmoskop standard

Oftalmoskopi indirek dengan slit lamp bio-microscope Fotografi retina (cara screening yang paling dianjurkan) Kelainan yang ada pada retina sangat bervariasi. Beberapa keadaan memerlukan rujukan pada ahli penyakit mata

Nefropati DiabetikPemeriksaan ntuk mencari mikroalbuminuria seyogyanya selalu dilakukan pada saat diagnosis DM ditegakkan dan setelah itu ditegakkan setiap tahun. Penilaian terhadap adanya mikroalbuminuria harus dilakukan dengan cermat dan perlu diulang beberapa kali untuk memberikan keyakinan yang lebih besar. Beberapa keadaan ini dapat memberikan hasil positif palsu, seperti misalnya latihan jasmani, infeksi saluran kemih, hematuria, minum berlebihan, cara penampungan yang tidak tepat dan juga semen. Ditemukannya mikroalbuminuria mendorong dan mengharuskan agar dilakukan pengelolaan DM yang lebih intensif termasuk pengelolaan berbagai faktor resiko lain untuk terjadinya komplikasi kronis DM seperti tekanan darah, lipid dan kegemukan serta merokok. Penyandang DM dengan mikroalbuminuria seyogyanya dikelola oleh dokter yang berpengalaman dalam memodifikasi berbagai faktor resko terkait dengan komplikasi DM. Penyandang DM dengan laju filtrasi glomeurulus ataubersihan kreatinin < 30 ml / menit seyogyanya sudah dirujuk ke ahli penyakit ginjal untuk menjajagi kemungkinan dan untuk persiapan terapi pengganti bagi kelainan ginjalnya, baik nantinya berupa dialisis maupun transplantasi ginjal. Penyakit Jantung Koroner

Kewaspadaan untuk kemungkinan terjadinya penyakit pembuluh darah koroner harus ditingkatkan terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi terjadinya kelainan aterosklerosis seperti mereka yang mempunyai riwayat keluarga penyakit pembuluh darah koroner ataupun riwayat keluarga DM yang kuat. Jika ada kecurigaan seperti misalnya ketidaknyamanan pada daerah dada, harus segera dilanjutkan dengan pemeriksaan skrining yang teliti untuk mencari dan menangkap kemungkinan adanya penyakit pembuluh darah koroner. Paling sedikit dengan pemeriksaan EKG pada saat istirahat. Kemungkinan dilanjutkan dengan pemeriksaan EKG dengan beban, serta sarana konfirmasi diagnosis lain untuk deteksi dini CAD. Pada penyandang DM rasa nyeri mungkin tidak nyata akibat adanya neuropati yang sering sekali terjadi pada penyandang DM. Penyakit Pembuluh Darah PeriferMengenali dan mengelola berbagai faktor resiko terkait terjadinya kaki diabetes dan ulkus diabetes merupakan hal yang paling penting dalam usaha pencegahan terjadinya masalah kaki diabetes. Adanya perubahan bentuk kaki (callus, kapalan, dll), neuropati dan adanya penurunan suplai darah ke kaki merupakan hal yag harus selalu dicari dan diperhatikan dalam praktek pengelolaan DM sehari-hari. Penyuluhan pada para penyandang DM mengenai Diabete mellitus pada umumnya serta perawatan kaki pada khususnya harus digalakkan. Memberdayakan penyandang Diabetes agar dapat mandiri mencegah dan mengelola berbagai hal sederhana, terkait terbentuknya ulkus kaki diabetes mapun berbagai komplikasi kronis DM lain merupakan hal yang sangat penting untuk dilewatkan begitu saja. Penggunaan monofilamen Semes Weinstein yang sangat mudah sangat sederhana perlu digalakkan untuk mendeteksi insensitivitas pada kaki yang potensial rentan untuk meyebabkan masalah kaki diabetik dan ulkus diabetes. Demikian juga pengukuran rutin indeks ankle-brachial merupakan hal yang harus dilakukan pada setiap pengunjung poliklinik DM.

Gambar 6. Gangren DiabetikumPendekatan multidisipliner dengan mengaktifkan tim multidisiplin pengelola kaki sangat penting dikembangkan di setiap sarana pengelola DM. Pemeriksaan kaki lengkap berkala setiap tahun merupakan hal yang perlu dikerjakan untuk mencegah terjadinya kaki diabetes / ulkus-gangren diabetes yang merupakan salah satu komplikasi kronis DM yang paling ditakuti para penyandang DM maupun para pengelola DM. 2.3 Strategi Pengelolaan Berbagai Komplikasi Kronis Diabetes Mellitus

Dengan mengetahui berbagai faktor resiko terkait terjadinya komplikasi kronis Diabetes mellitus secara umum maupun faktor resiko khusus komplikasi diabetes mellitus yang tertentu seperti mikroalbuminuria untuk nefropati ataupun deformitas kaki untuk penyakit pembuluh darah perifer, kemudian dapat segera dilakukan berbagai usaha umum untuk pencegahan kemungkinan terjadinya komplikasi kronis Diabetes mellitus.

Pengendalian Kadar Glukosa Darah

Saat ini pilar utama pengelolaan DM meliputi penyuluhan, pengaturan makan, kegiatan jasmani dan pemakaian obat hipoglikemik oral maupun insulin, baik sendiri maupun dengan cara kombinasi berbagai obat hipoglikemik. Usaha menggabungkan berbagai sarana pengelolaan tersebut sudah terbukti dapat dengan bermakna menurunkan insidensi komplikasi kronis DM. Banyak sekali ditemui berbagai algoritma dan berbagai petunjuk praktis pengalolaan DM, termasuk yang dianjurkan oleh Perkumpulan Endokrinologi Indonesia pada tahun 2002.Mengenai sasaran pengelolaan kadar glukosa darah untuk dapat menghasilkan pencegahan komplikasi kronis yang maksimal.

Tekanan DarahUntuk mendapatkan tekanan darah yang sebaik baiknya guna mencegah komplikasi kronis DM, dikemukakan oleh Perkumulan Endokrinologi Indonesia. Obat penghambat sistem renin angiotensin (Inhibitor ACE, ARB ataupun kombinasi keduanya) dapat dipergunakan untuk mencegah kemungkian terjadinya dan kemungkinan semakin bertambah beratnya mikroalbuminuria. Pengendalian LipidMengenai pengelolaan dislipidemia, DM dianggap sebagai faktor resiko yang setara dengan penyakit jantung koroner, sehingga antara DM dan dislipidemia harus dikelola sebara lebih agresif dan sasaran pengelolaan lipid untuk penyandang DM seyogyanya lebih rendah daripada orang yang normal, non DM, yaitu kadar LDL < 100 mg/dl Dianjurkan untuk menurunkan kadar kolesterol LDL sampai 70 mg/dl pada pasien dengan penyakit pembuluh darah koroner yang disertai DM atau dengan berbagai komponen sindrom metabolik lain seperti kadar kolesterol HDL yang rendah, dan trigliserida yang tinggi. Demikian juga dengan adanya faktor resiko lain yang kuat, seperti misalnya pada perokok berat.Faktor LainPola Hidup Sehat. Pengubahan pola hidup ke arah pola hidup yang lebih sehat merupakan dasar penting utama usaha pencegahan dan pengelolaan komplikasi kronis DM. Pola hidup sehat harus selalu diterapkan dan dibudayakan sepanjang hidup.Walaupun belum ada bukti yang meyainkan, merokok dikatakan dapat mempercepat timbulnya mikroalbuminuria dan kemudian perkembangan lebih lanjut ke arah makroproteinuria. Merokok juga berperan penting pada terjadinya kelainan makrovaskular ada penderita DM. Oleh karena itu berhenti merokok merupakan suatu anjuran yang harus digalakkan bagi semua penyandang Dmdalam rangka pencegahan terjadinya komplikasi kronis DM secara umum.

Perencanaan makanan yang yang sesuai dengan anjuran pelaksanaan pola hidup meliputi anjuran mengenai jumlah masukan kalori secara keseluruhan maupun presentase masing- masing komponen diet baik makronutrien maupun mikronutrien, yang tercakup secara keseluruhan dalam anjuran gizi seimbang bagi penyandag DM. Walaupun hubungan antara masukan protein tinggi dengan resiko terjadinya mikroalbuminuria maupun perburukan lebih lanjut mikroalbuminuria belum secara konklusif terbukti, pada metanalisis sudah ditunjukan bahwa paling sedikit pada penderita DM tipe 1 yang disertai nefropati, restriksi masukan protein terbukti dapat memperlambat perburukan laju filtrasi glomerular. Saat ini dianjurkan untuk memberikan masukan protein sebanyak 0,8 g/kg BB idaman bagi penyandang DM dengan nefropati. Dianjurkan untuk memberikan protein dengan nilai biologis tinggi.

Sebagai pencegahan primer terjadinya komplikasi kronis DM, aspirin sebanyak 75 162 mg terbukti bermanfaat dan dianjurkan pada semua penderita DM diatas umur 40 tahun yang mempunyai resiko tambahan untuk terjadinya komplikasi, seperti riwayat keluarga yang kuat, adanya hipertensi, dislipidemia, merokok dan mikroalbuminria.Alfa tokoferol, asam alfa lipoik, dan asam askorbat merupakan zat yang dikatakan dapat mengurangi efek negatif stress oksidatif dan inflamasi pada penyandang DM.

2.4 Cara Khusus Pencegahan dan Pengelolaan Berbagai Komplikasi Kronis Diabetes Mellitus

Disamping usaha pencegahan primer komplikasi kronis DM secara umum seperti yang sudah dikemukakan di atas, berbagai usaha khusus dapat dikerjakan untuk masing-masing komlikasi kronis DM, baik berupa pencegahan primer komplikasi kronis maupun usaha memperlambat progresi komplikasi kronis yang sudah terjadi.Retinopati

Pengobatan koagulasi dengan sinar laser terbukti dapat bermanfaat mencgah perburukan retina lebih lanjut yang kemudian mungkin akan mengancam mata Fotokoagulasi dapat dikerjakansecara pan-retinal. Tindakan lain ang mungkin dilakukan adalah vitrektomi dengan berbagai macam cara. Demikian pula tindakan operatif lain seperti perbaikan ablasio retinanya dapat dilakukan untuk menolong mencegah perburukan fungsi mata.Nefropati

Setelah berbagai cara konservatif tidak berhasil menghambat laju perburukan filtrasi glomerular, dan kemudian sudah mencapai tahap gagal ginjal (penyakit ginjal tahap terminal), dapat dilakukan pengelolaan pengganti untuk membantu fungsi ginjal, baik berupa hemodialisis maupun dialisis peritoneal. Disamping kedua modalitas tersebut di atas, transplantasi ginjal merupakan pilihan lain terapi penganti fungsi ginjal yang dapat dilakukan pada penderita DM dengan gagal ginjal.

Penyakit Pembuluh Darah Koroner

Pengelolaan konservatif untuk penyakit pembuluh darah koroner dapat diberikan pada penyandang DM. Berbagai obat tersedia untuk keperluan ini. Saat ini banyak cara baik invasif maupun semi-invasif yang dapat dipakai untuk menolong penderita DM dengan penyakit pembuluh darah koroner. Tindakan melebarkan pembuluh darah koroner secara peniupan dengan balon dan pemasangan stent merupakan cara yang banyak dimanfaatkan untuk memperbaiki fungsi pembuluh darah koroner jantung. Beberapa kasus lain memerlukan tindakan operatif bedah pintas koroner memperbaiki fungsi jantungnya.Penyakit Pembuluh Darah Perfer

Usaha mencegah terjadinya ulkus dan gangren kaki diabetik sering gagal dan penderita DM jatuh dalam keadaan terjadinya ulkus bahkan kemudian disertai gangren yang dapat merenggut nyawa. Usaha untuk menyelamatkan kaki denga mengoptimalisasikan pengelolaan kaki menjadi sangat penting untuk dikerjakan. Pada pengelolaan ulkus atau gangren kaki diabetik harus selalu diperhatikan bahwa berbagai aspek pengelolaan harus dicermati dengan baik, kendali metabolik, infeksi, vaskular, keharusan untuk mengistirahatkan kaki untuk tidak mendapat beban, penyuluhan agar penderita DM dengan ulkus dan angren DM dapat bekerjasama mencapai tujuan untuk menyelamatkan kaki, semua harus dikerjakan secara menyeluruh.

NeuropatiAdanya keluhan dan kemudian ditegakkan diagnosis neuropati diabetik mengharuskan kita untuk berusaha mengendalikan kadar glukosa darah sebaik mungkin.

Pengelolaan keluhan neuropati pada umumnya bersifat simtomatik dan sering pula hasilnya kurang memuaskan. Pada keadaan neuropati perifer yang disertai rasa sakit, berbagai obat simtomatik untuk nyerinya dapat diberikan namun umumnya tidak bayak menjanjikan hasil yang baik. Saat ini didapatkan berbagai sarana yang dapat diberikan untuk mengatasi keluhan rasa nyeri yang hebat pada penyandang DM. Pada penderita dengan neuropati yang menyakitkan diberikan obat untuk mengurangi rasa nyerinya, misalnya dengan krim Capsaicin (Capzacin).Dengan adanya pengetahuan baru mengenai terjadinya komplikasi kronis DM, dan berbagai cara baru untuk mendeteksi dan kemudian mengelola komplikasi kronis DM dapat dimungkinkan keberhasilan usaha untuk mencegah, memperbaiki atau paling sedikit mengurangi berbagai akibat komplikasi kronis DM ini, nasib penyandang DM diharapkan akan lebih cerah.DAFTAR PUSTAKAHendromartono.Nefropati Diabetik.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi IV, Jilid III).Jakarta : Penerbit Departemen IPD FKUI, 2006

Pandelaki,Karel.Retinopati Diabetik.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi IV, Jilid III).Jakarta : Penerbit Departemen IPD FKUI, 2006

Powers,Alvin C.Diabetes Mellitus. Harrisons Principle of Internal Medicine.USA : Mc.Graw-Hill Companies,Inc,2005

Roesma,Sonja.Diabetes Mellitus.Jakarta : PT Ray Indonesia, 2005Shahab,Alwi.Komplikasi Kronis DM dan Penyakit Jantung Koroner.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi IV, Jilid III).Jakarta : Penerbit Departemen IPD FKUI, 2006

Soegondo,Sidartawan.Diabetes, The Silent Killer.Jakarta.Available at :

http:///medicastore.com/diabetes/#dua, 12 Juni 2007. Accessed : November 20th, 2008Subekti,Imam.Neuropati Diabetik.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi IV, Jilid III).Jakarta : Penerbit Departemen IPD FKUI, 2006

Suyono,Slamet.Diabetes Mellitus di Indonesia.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi IV, Jilid III).Jakarta : Penerbit Departemen IPD FKUI, 2006

Tjokroprawiro,Askandar.Diabetes Mellitus.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UNAIR Surabaya:Airlangga University Press, 2007Waspadji,Sarwono. Komplikasi Diabetes Mellitus : Mekanisme Terjadinya, Diagnosa dan Strategi Pengelolaan.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi IV, Jilid III).Jakarta : Penerbit Departemen IPD FKUI, 2006

PAGE - 14 -Ryski Meilia Novarina

FK UMM

_1289143535.bin

_1289143785.bin

_1289144115.bin

_1289144345.bin

_1289143964.bin

_1289143665.bin

_1289143350.bin