Referat Dermatitis Fun
-
Upload
fannykinasih -
Category
Documents
-
view
248 -
download
23
description
Transcript of Referat Dermatitis Fun
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit dermatitis atau yang lebih dikenal secara luas adalah penyakit eksim,
menjadi salah satu kasus penyakit kulit terbanyak di Indonesia.
Penyakit eksim terjadi karena gejala reaksi peradangan kulit terhadap berbagai
faktor, yang ditandai dengan berbagai macam bentuk kelainan pada kulit, seperti
contohnya pruritus menjadi keluhan tersering pasien. Sedangkan pada penemuan
objektif dapat berupa eritema, edema, papul, vesikel, skuama dan likenifikasi. Penyakit
eksim ini apabila tidak diobati akan mengakibatkan peningkatan derajat keparahan
gejala klinis pada kulit yang dapat berujung pada kejadian terinfeksi.
Penyebab penyakit ini kadang-kadang tidak diketahui, akan tetapi sebagian besar
kasus dipengaruhi oleh beberapa faktor. Gaya hidup masyarakat Indonesia turut berperan
penting menjadi salah satu faktor pemicu timbulnya penyakit ini. Faktor luar yang
menjadi pemicu utama berjangkitnya penyakit kulit ini adalah alam tropis Indonesia
yang sangat panas dan lembab, sehingga badan kita sering mengeluarkan keringat.
Kegemukan, stress, penyakit menahun seperti Diabetes Mellitus serta status social
ekonomi yang rendah dapat menjadi pemicu terjadinya penyakit eksim.
Berikut ini akan dibahas secara ringkas mengenai jenis-jenis dermatitis, beserta
tindakan pengobatan dan pencegahan.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan
hidup manusia. Kulit merupakan organ yang essensial dan vital serta merupakan cermin
kesehatan dan kehidupan.(1,2)
Pembagian kulit secara garis besar terdiri dari 3 lapisan utama, yaitu(1,2) :
1. Lapisan epidermis
a. Stratum korneum (lapisan tanduk); terdiri dari sel-sel gepeng mati,
tak berinti dan protoplasma menjadi keratin
b. Stratum lusidum; terdiri dari sel-sel gepeng mati, tak berinti dan
protoplasma menjadi protein eleidin
c. Startum granulosum (lapisan keratohialin); sel-sel gepeng berbutir
kasa dan berinti
d. Stratum spinosum; sel- sel yang mengalami mitosis, terdapat sel
langerhans
e. Stratum basale; sel-sel yang mengalami mitosis, berfungsi reproduktif
dan mengandung melanosit
2. Lapisan dermis
a. Pars papilare; bagian yang menonjol ke arah lapisan epidermis, berisi
ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
b. Pars retikulare; bagian di bawahnya yang menonjol ke arah lapisan
subkutan, berisi serabut-serabut penunjang seperti kolagen, elastin
dan retikulin.
3. Lapisan subkutis; terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di
dalamnya, yang berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat
ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening.
2
Fisiologi Kulit2
1. Proteksi; kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau
mekanis dengan bantalan lemak, melanosit (tanning), keratinisasi (barrier)
2. Ekskresi; kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau
sisa metabolism dalam tubuh berupa NaCl, Urea, asam urat dan ammonia.
3. Persepsi; terdapat ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
a. Badan Ruffini panas
b. Badan Krause dingin
c. Badan taktil Meissner rabaan
d. Badan Merkel Ranvier rabaan
e. Badan Veter Paccini tekanan
4. Pengaturan suhu tubuh; dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan
(otot berkontraksi) pembuluh darah kulit.
5. Pembentukan pigmen; melanosom yang dibentuk oleh melanosit tergantung
pajanan sinar matahari.
6. Keratinisasi; berlangsung selama 14-21 hari dan dapat membantu peranan
perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologis.
7. Pembentukan vitamin D; dengan bantuan sinar matahari memungkinkan
perubahan 7 dihidroksi kolesterol.
3
2.2 DERMATITIS1
A. Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit pada epidermis dan dermis sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, yang dapat
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema,
papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.Tanda polimorfik tidak
selalu muncul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik).
Dermatitis cenderung residif dan dapat menjadi kronik. Sinonim dermatitis
adalah ekzem.1
B. Etiologi dan Patogenesis1,3
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia
(contoh: detergen, bahan asam, basa, oli, semen), fisik (contoh: sinar matahari,
panas), mikroorganisme (contoh: bakteri, jamur); dapat pula berasal dari dalam
(endogen), misalnya dermatitis atopik. Sebagian lain tidak diketahui etiologinya
yang pasti. Banyak pula dermatitis yang belum diketahui dengan pasti
patogenesisnya, terutama yang banyak penyebab faktor endogen.
C. Gejala Klinis1
Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung
pada stadium penyakit, batasnya dapat sirkumsrip, dapat pula difuse.
Penyebarannya dapat setempat, generalisata, dan universalis.(1)
1. Stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan
eksudasi, sehingga tampak basah (madidans).
2. Stadium subakut, eritema dan edema berkurang, eksudat mengering menjadi
krusta.
3. Stadium kronis lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul, dan
likenifikasi, mungkin bisa terdapat erosi dan eksoriasi akibat garukan.
Gambaran klinis tidaklah harus sesuai stadium, karena suatu penyakit dermatitis
muncul dengan gejala stadium kronis. Begitu pula dengan efloresensi tidak harus
polimorfik, karena dapat muncul oligomorfik (beberapa) saja (3)
4
D. Histologi
Perubahan histologik dermatitis terjadi pada epidermis dan dermis, bergantung
pada stadiumnya.(1)
1. Stadium akut; kelainan di epidermis berupa vesikel atau bula, spongiosis, edema
intrasel, dan eksositosis, terutama sel mononuclear. Dermis sembab, pembuluh
darah melebar, ditemukan sebukan terutama sel mononuclear, eosinofil kadang
ditemukan, tergantung penyebab dermatitis.
2. Stadium subakut; ampir seperti stadium akut akan tetapi jumlah vesikel
berkurang di epidermis, spongiosis masih jelas, epidermis tertutup krusta, dan
parakeratosis, edema di dermis berkurang, vasodilatasi masih tampak jelas,
demikian pula sebukkan sel radang.
3. Stadium kronik; epidermis hyperkeratosis, parakeratosis, akantosis, rete ridges
memanjang, kadang ditemukan spongiosis ringan, vesikel tidak ada lagi, dinding
pembuluh darah menebal, terdapat sebukan sel radang mononuclear di dermis
bagian atas, jumlah fibroblast dan kolagen bertambah.(1)
E. Klasifikasi
Pembagian berdasarkan tatanama atau nomenklatur, morfologi ataupun stadium
masih menjadi kontroversial dimana belum terjadi kesepakatan. Maka dari itu,
kami akan memaparkan pembagian berdasarkan etiologi:
Eksogen: Dermatitis kontak; Jenis eksim ini disebabkan karena faktor di luar
tubuh penderita, seperti terpapar bahan kimia, iritasi karena sabun, kosmetik,
parfum dan logam. Dermatitis kontak adalah jenis eksim yang paling banyak
diderita manusia, diperkirakan 70% penyakit eksim merupakan jenis ini. Secara
klinis jenis eksim ini memiliki gejala terasa panas, kemudian muncul benjolan,
dan disertai adanya cairan. Bagian kulit yang terserang memiliki batas tepi yang
jelas. Tetapi jenis eksim ini dapat menjadi kronis yang ditandai dengan kulit
semakin mengering, pigmentasi, terjadi penebalan kulit sehingga tampak garis-
garis pada permukaan kulit dan kemudian terjadi retak-retak seperti teriris pada
kulit.(3)
5
Endogen:
Dermatitis atopik; jenis eksim yang memiliki ciri khas yang berbeda dengan
jenis eksim dermatitis kontak yaitu adanya rasa gatal, memiliki bentuk yang khas
terutama pada kulit wajah dan lipatan-lipatan tubuh, serta adanya riwayat atopik
yaitu alergi atau asma. Jenis eksim ini banyak menyerang anak-anak dan bayi,
dan biasanya merupakan penyakit eksim kambuhan.
Dermatitis numularis; Jenis eksim ini pada umunya berhubungan dengan kulit
kering dan sering menyerang pada orang yang berusia lanjut. Gejala penyakit
eksim jenis ini berupa kulit mengering, merah, gatal, dan muncul dalam bentuk
bulatan-bulatan pipih seperti koin logam, biasanya terdapat pada kulit kaki dan
tangan.
Neurodermatitis; peradangan kronik pada kulit yang tidak diketahui
penyebabnya, lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria dan puncak
insidennya adalah umur paruh baya.
Dermatitis stasis; jenis eksim kulit yang berkaitan dengan adanya varises pada
bagian kaki. Jenis eksim ini terdapat pada kaki ditandai dengan rasa gatal,
penebalan kulit serta berubahnya warna kulit menjadi memerah bahkan
kecoklatan.(1,4)
2.2.1 DERMATITIS KONTAK
Definisi
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang
menempel pada kulit dan menyebabkan alergi atau reaksi iritasi.(2) ruamnya terbatas
pada daerah tertentu dan seringkali memiliki batas yang tegas. Ada 2 macam
dermatitis kontak, yaitu :
1. Dermatitis kontak iritan
Dermatitis yang terjadi ketika kulit terpajan bahan iritan seperti detergen,
asam, basa, serbuk kayu, semen, dan sebagainya. Dapat menyebabkan kerusakan
pada kulit apabila teriritasi berulang selama periode tertentu.(4)
6
2. Dermatitis kontak alergi
Dermatitis yang terjadi ketika kulit tersensitisasi oleh suatu substansi
(allergen), dan kontak ulang dengan substansi tersebut. Ini merupakan reaksi
kulit tipe lambat.(4)
2.2.1.1 Dermatitis Kontak Iritan (DKI)
Dermatitis kontak iritan adalah suatu dermatitis kontak yang disebabkan oleh
bahan-bahan yang bersifat iritan yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan.
Dermatitis kontak iritan dibedakan menjadi 2 yaitu dermatitis kontak iritan akut dan
dermatitis kontak iritan kronik (kumulatif). (5)
Dermatitis kontak iritan akut adalah suatu dermatitis iritan yang terjadi segera
setelah kontak dengan bahan – bahan iritan yang bersifat toksik kuat, misalnya asam
sulfat pekat. (2)
Dermatitis kontak iritan kronis (Kumulatif) adalah suatu dermatitis iritan yang
terjadi karena sering kontak dengan bahan- bahan iritan yang tidak begitu kuat,
misalnya sabun deterjen, larutan antiseptik. Dalam hal ini, dengan beberapa kali
kontak bahan tadi dapat menimbulkan iritasi dan terjadilah peradangan kulit yang
secara klinis umumnya berupa radang kronik.(1,2)
Etiologi
Bahan yang menyebabkan iritasi sebagian besar adalah bahan kimia, dalam bentuk
padat, cair, atau gas, ada juga yang termasuk mineral atau partikel tumbuhan,
misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas,oli, asam, alkali, dan serbuk
kayu.(4) Dalam beberapa menit kontak langsung dengan zat kimia yang korosif dapat
merusak kulit sehingga kulit tampak seperti terbakar. Kelainan kulit yang terjadi
selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentasi bahan tersebut, dan
vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu; lama kontak, kekerapan pajanan
(terus-menerus atau berselang), demikian pula gesekan dan trauma fisis, suhu,
kelembaban lingkungan juga ikut berperan.(3) Ambang batas untuk iritasi bervariasi
dari satu orang ke orang lain, faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI,
misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan
permeabilitas; usia (anak di bawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi,
7
penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan
iritan menurun).(1) Namun, dengan paparan yang cukup dan konsentrasi yang cukup
tinggi, semua orang rentan terhadap dermatitis kontak iritan.(4)
Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen (iritan
dan lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan, antara lain :(1)
Faktor-faktor yang dimaksudkan termasuk : (1) Sifat kimia bahan iritan: pH, kondisi
fisik, konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan dasar,
kelarutan; (2) Sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan dan jenis
kontak, pajanan serentak dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah pajanan
sebelumnya; (2) Faktor lingkungan: lokalisasi tubuh yang terpajan dan suhu, dan
faktor mekanik seperti tekanan, gesekan atau goresan. Kelembaban lingkungan yang
rendah dan suhu dingin menurunkan kadar air pada stratum korneum yang
menyebabkan kulit lebih rentan pada bahan iritan. (1
a. Faktor Endogen, antara lain :
Faktor genetik
Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu
untuk mengeluarkan radikal bebas, untuk mengubah level enzim antioksidan, dan
kemampuan untuk membentuk perlindungan heat shock protein semuanya
dibawah kontrol genetik.(1) Faktor tersebut juga menentukan keberagaman respon
tubuh terhadap bahan-bahan iritan. Selain itu, predisposisi genetik terhadap
kerentanan bahan iritan berbeda untuk setiap bahan iritan.(1) Pada penelitian,
diduga bahwa faktor genetik mungkinmempengaruhi kerentanan terhadap bahan
8
iritan. TNF-α polimorfis telah dinyatakan sebagai marker untuk kerentanan
terhadap kontak iritan.(4)
Jenis Kelamin
Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan, dan wanita
dilaporkan paling banyak dari semua pasien.(1) Dari hubungan antara jenis
kelamin dengan dengan kerentanan kulit, wanita lebih banyak terpajan oleh
bahan iritan, kerja basah dan lebih suka perawatan daripada laki-laki.(5) Tidak ada
pembedaan jenis kelamin untuk dermatitis kontak iritan yang ditetapkan
berdasarkan penelitian. (4)
Umur
Anak-anak dibawah 8 tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi bahan-bahan
kimia dan bahan iritan lewat kulit.(1) Banyak studi yang menunjukkan bahwa
tidak ada kecurigaan pada peningkatan pertahanan kulit dengan meningkatnya
umur.(1) Data pengaruh umur pada percobaan iritasi kulit sangat berlawanan.
Iritasi kulit yang kelihatan (eritema) menurun pada orang tua sementara iritasi
kulit yang tidak kelihatan (kerusakan pertahanan) meningkat pada orang muda.(1)
Reaksi terhadap beberapa bahan iritan berkurang pada usia lanjut.(4) Terdapat
penurunan respon inflamasi dan TEWL, dimana menunjukkan penurunan
potensial penetrasi perkutaneus. (4)
Suku
Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi
berkembangnya dermatitis kontak iritan secara signifikan.(1) Karena eritema sulit
diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan eritema sebagai satu-
satunya parameter untuk mengukur iritasi yang mungkin sudah sampai pada
kesalahan interpretasi bahwa kulit hitam lebih resisten terhadap bahan iritan
daripada kulit putih.(1)
Lokasi Kulit
Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan, sehingga
kulit wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan terhadap
9
dermatitis kontak iritan.(1) Telapak tangan dan kaki jika dibandingkan lebih
resisten.(1, 4)
Riwayat Atopi
Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis iritan
pada tangan.(1) Riwayat dermatitis atopi kelihatannya berhubungan dengan
peningkatan kerentanan terhadap dermatitis iritan karena rendahnya ambang
iritasi kulit, lemahnya fungsi pertahanan, danlambatnya proses penyembuhan.(1)
Pada pasien dengan dermatitis atopi misalnya, menunjukkan peningkatan
reaktivitas ketika terpajan oleh bahan iritan.
Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis.(1,2) Ada empat mekanisme yang dihubungkan
dengan dermatitis kontak iritan, yaitu: (1, 2)
1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan
2. Jejas pada membran sel
3. Denaturasi keratin epidermis
4. Efek sitotoksik langsung
Gambaran Klinis
Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala
akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis.(2) Selain itu juga banyak hal yang
mempengaruhi sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. (2)
Berdasarkan penyebab tersebut dan pengaruh faktor tersebut, dermatitis kontak
iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu: (2)
1. Dermatitis Kontak Iritan Akut
Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut.
Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat dan asam
hidroklorid atau basa kuat, misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya
terjadi karena kecelakaan, dan reaksi segera timbul. Intensitas dan lamanya kontak
iritan, terbatas pada kontak kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar, kelainan yang
10
terlihat berupa eritema edema, bula, mungkin juga nekrosis. Pinggir kelainan kulit
berbatas tegas, dan pada umumnya asimetris(2).
Gambar 2: DKI akut akibat penggunaan pelarut industri.(3)
2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)
Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak muncul hingga
8-24 jam atau lebih setelah pajanan.(1,2,3) gambaran klinisnya mirip dengan
dermatitis kontak iritan akut.
3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)
Disebabkan oleh iritan lemah (seperti air, sabun, sampo, detergen, dll) dengan
pajanan yang berulang-ulang, biasanya lebih sering terkena pada tangan.(1, 2, 3).
Kelainan kulit baru muncul setelah beberapa hari, minggu, bulan, bahkan tahun.
Gejala berupa kulit kering, eritema, skuama, dan lambat laun akan menjadi
hiperkeratosis dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus berlangsung.(1, 2)
Gambar 3. DKI Kronis akibat efekkorosif dari semen.(3)
11
4. Reaksi Iritan
Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa skuama,
eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanyaterlokalisasi di dorsum
daritangan danjari, biasanya hal ini terjadi pada orang yang terpajan dengan
pekerjaan basah, reaksi iritasi dapat sembuh, menimbulkan penebalan kulit atau
dapat menjadi DKI kumulatif. (1, 2, 3)
5. Reaksi Traumatik (DKI Traumatik)
Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah trauma akut pada kulit seperti panas
atau laserasi.(1,2) Biasanya terjadi pada tangan dan penyembuhan sekitar 6 minggu
atau lebih lama.(1,2) Pada proses penyembuhan akan terjadi eritema, skuama,
papul dan vesikel.
6. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous
Juga disebut reaksi suberitematous, pada tingkat awal dari iritasi kulit, kerusakan
kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan kulit terlihat secara
histologi.(1)
7. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif (Sensory ICD)
Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal, rasa tersengat,
rasa terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan, biasanya terjadi di
daerah wajah, kepala dan leher, asam laktat biasanya menjadi iritan yang paling
sering menyebabkan penyakit ini. (1,2)
8. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan (Friction ICD)
Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma atau gesekan
yang berulang. (1, 2) DKI Gesekan berkembang dari respon pada gesekan yang
lemah, dimana secara klinis dapat berupa eritema, skuama, fisura, dan gatal pada
daerah yang terkena gesekan.(2) DKI Gesekan dapat hanya mengenai telapak
tangan dan seringkali terlihat menyerupai psoriasis dengan plakat merah menebal
dan bersisik, tetapi tidak gatal.(1)
12
Gambar 5 : DKI Gesekan.(5)
9. Dermatitis Kontak Iritan Akneiform
Disebut juga reaksi pustular atau reaksi akneiform, biasanya dilihat setelah
pajanan okupasional, seperti oli, metal, halogen, serta setelah penggunaan
beberapa kosmetik, reaksi ini memiliki lesi pustular yang steril dan transien, dan
dapat berkembang beberapa hari setelah pajanan, tipe ini dapat dilihat pada
pasien dermatitis atopi maupun pasien dermatitis seboroik. (1)
Gambar 6 : DKI Akneiform.
10. Dermatitis Asteatotik
Biasanya terjadi pada pasien-pasien usia lanjut yang sering mandi tanpa
menggunakan pelembab pada kulit. Gatal yang hebat, kulit kering, dan skuama
ikhtiosiform merupakan gambaran klinik dari reaksi ini. (1, 2)
Gambar 7 : DKI Asteatotik.
13
Diagnosis
Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan
pengamatan gambaran klinis yang akurat, DKI akut lebih mudah diketahui karena
munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab
terjadinya, DKI kronis timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas,
sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA, selain anamnesis, juga perlu
dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih memastikan diagnosis DKI antara lain;
Pemeriksaan Penunjang :
Patch test merupakan pemeriksaan gold standard dan digunakan untuk menentukan
substansi yang menyebabkan kontak dermatitis dan digunakan untuk mendiagnosis
DKA.(1,3)
Patch test dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk
pemeriksaan lebih lanjut, dan kembali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam
berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik (negatif), maka dapat
didiagnosis sebagai DKI.(1,3)
Penatalaksanaan
Beberapa strategi pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita dermatitis
kontak iritan adalah sebagai berikut:
1. Dilakukan kompres dingin 3 kali sehari selama 20-30 menit dengan larutan
Burrowi dan kalium permagnant.
2. Hal penting dalam pengobatan dermatitis kontak iritan adalh menghindari
pajanan bahan iritan baik bersifat mekanis, fisik, dan kimiawi dan memakai alat
pelindung diri bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan.
3. Glukokortikoid topikal
Efek topikal dari glukokortikoid pada penderita DKI akut masih kontrofersional
karena efek yang ditimbulkan, namun pada penggunaan yang lama dari
kortikosteroid dapat menimbulkan kerusakan kulit pada stratum korneum. Pada
pengobatan untuk DKI akut yang berat, mungkin dianjurkan pemberian
prednison pada 2 minggu pertama, 60 mg dosis inisial, dan di tappering 10mg.(3,5)
14
Secara klinis, infeksi diobati dengan menggunakan antibiotik oral untuk
mencegah perkembangan selulit dan untuk mempercepat penyembuhan. Secara
bersamaan, glukokortikoid topikal, emolien, dan antiseptik juga digunakan.
Sedangkan antihistamin mungkin dapat mengurangi pruritus yang disebabkan
oleh dermatitis akibat iritan(4).
Prognosis
Prognosis untuk dermatitis iritan yang akut adalah baik jika iritan penyebab dapat
diidentifikasi dan dieliminasi. Prognosis untuk dermatitis iritan kumulatif atau
dermatitis iritan yang kronis ditangani seksama dan mungkin lebih buruk daripada
dermatitis alergi. Dengan latar belakang atopi, kurangnya pengetahuan tentang
penyakit, diagnosis, dan terapi yang terlambat merupakan faktor yang menyebabkan
prognosis buruk. Dermatitis post-occupational persistent telah terlihat pada 11%
dari individu.(3)
2.2.1.2 Dermatitis Kontak Alergi (DKA)
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang timbul
setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitasi. Dermatitis kontak alergi
merupakan dermatitis kontak karena sensitasi alergi terhadap substansi yang
beraneka ragam yang menyebabakan reaksi peradangan pada kulit bagi mereka
yang mengalami hipersensivitas terhadap alergen sebagai suatu akibat dari pajanan
sebelumnya
Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia
dengan berat kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana.
Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan,
dan luasnya penetrasi di kulit.(1)
Dermatitis kontak alergik terjadi bila alergen atau senyawa sejenis menyebabkan
reaksi hipersensitvitas tipe lambat pada paparan berulang. Dermatitis ini biasanya
timbul sebagai dermatitis vesikuler akut dalam beberapa jam sampai 72 jam setelah
kontak. Perjalanan penyakit memuncak pada 7 sampai 10 hari, dan sembuh dalam 2
15
hari bila tidak terjadi paparan ulang. Reaksi yang palning umum adalah dermatitis
rhus, yaitu reaksi alergi terhadap poison ivy dan poison cak. Faktor predisposisi
yang menyebabkan kontak alergik adalah setiap keadaan yang menyebabkan
integritas kulit terganggu, misalnya dermatitis statis.(2)
Patofisiologi
Dermatitis kontak alergi atau DKA disebabkan oleh pajanan secara berulang oleh
suatu alergen tertentu secara berulang, seperti zat kimia yang sangat reaktif dan
seringkali mempunyai struktur kimia yang sangat sederhana. Struktur kimia tersebut
bila terkena kulit dapat menembus lapisan epidermis yang lebih dalam menembus
stratum corneum dan membentuk kompleks sebagai hapten dengan protein kulit.
Konjugat yang terbentuk diperkenalkan oleh sel dendrit ke sel-sel kelenjar getah
bening yang mengalir dan limfosit-limfosit secara khusus dapat mengenali konjugat
hapten dan terbentuk bagian protein karier yang berdekatan. Kojugasi hapten-hapten
diulang pada kontak selanjutnya dan limfosit yang sudah disensitisasikan
memberikan respons, menyebabkan timbulnya sitotoksisitas langsung dan
terjadinya radang yang ditimbulkan oleh limfokin.(7)
Sebenarnya, DKA ini memiliki 2 fase yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi
yang akhirnya dapat menyebabkan DKA. Pada kedua fase ini akan melepaskan
mediator-mediator inflamasi seperti IL-2, TNFα, leukotrien, IFNγ, dan sebagainya,
sebagai respon terhadap pajanan yang mengenai kulit tersebut. Pelepasan mediator-
mediator tersebut akan menimbulkan manifestasi klinis khas khas yang hampir
sama seperti dermatitis lainnya. DKA ini akan terlihat jelas setelah terpajan oleh
alergen selama beberapa waktu yang lama sekitar berbulan- bulan bahkan beberapa
tahun.(7)
Secara khas, DKA bermanifestasi klinis sebagai pruritus, kemerahan dan
penebalan kulit yang seringkali memperlihatkan adanya vesikel-vesikel yang relatif
rapuh. Edema pada daerah yang terserang mula-mula tampak nyata dan jika
mengenai wajah, genitalia atau ekstrimitas distal dapat menyerupai eksema.(7)
16
Skema Patogenesis DKA7
17
Kontak Dengan Alergen secara Berulang
Alergen kecil dan larut dalam lemak disebut
hapten
Menembus lapisan corneum
Difagosit oleh sel Langerhans dengan
pinositosis
Hapten + HLA-DR
Membentuk antigen
Dikenalkan ke limfosit T melalui CD4
Sel langerhans keluarkan sitokin
IL-1, ICAM-1, LFA-3,B-7, MHC I dan II
Sitokin akan memproliferasi sel T
dan menjadi lebih banyak dan memiliki
sel T memori
Sitokin akan keluar dari getah bening
Beredar ke seluruh tubuh
Individu tersensitisasiFase Sensitisasi (I)
2-3 minggu
Fase Elitisasi (II)24-48 jam
Pajanan ulang
Sel T memori
Aktivasi sitokin inflamasi lebih kompleks
Proliferasi dan ekspansi sel T di kulit
IFN – γ → keratinosit → LFA -1, IL-1, TNF-α
Eikosanoid (dari sel mast dan keratinosit
Dilatasi vaskuler dan peningkatan
permeabilitas vaskuler
Molekul larut (komplemen dan klinin)
→ ke epidermis dan dermis
Faktor kemotaktik, PGE2 dan OGD2, dan leukotrien B4 (LTB4) dan eiksanoid
menarik → neutrofil, monosit ke dermis
Respons klinis DKA
Diagnosis10,11
Anamnesa
Diagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan
klinis yang teliti. Penderita umumnya mengeluh gatal.
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit
berukuran numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi,
dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing
celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal
dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah
digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan
alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang
bersangkutan maupun keluarganya.10,11
Pemeriksaan Fisik11
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola
kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Berbagai
lokasi terjadinya DKA dapat dilihat pada tabel 2.2. Misalnya, di ketiak oleh
deodoran; di pergelangan tangan oleh jam tangan; di kedua kaki oleh sepatu/sandal.
Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit
untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen
Tabel 2.2 Berbagai Lokasi Terjadinya DKA11
Lokasi Kemungkinan PenyebabTangan Pekerjaan yang basah (‘Wet Work’) misalnya
memasak makanan (getah sayuran, pestisida) dan mencuci pakaian menggunakan deterjen.
Lengan Jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman.
Ketiak Deodoran, anti-perspiran, formaldehid yang ada di pakaian.
Wajah Bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal, alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai kacamata).
Bibir Lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.Kelopak mata Maskara, eye shadow, obat tetes mata, salep
18
mata.Telinga Anting yang terbuat dari nikel, tangkai
kacamata, obat topikal, gagang telepon.Leher Kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, zat
warna pakaian.Badan Tekstil, zat warna, kancing logam, karet
(elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau pewangi pakaian.
Genitalia Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita, alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi.
Paha dan tungkai bawah Tekstil, kaus kaki nilon, obat topikal, sepatu/sandal.
Pada pemeriksaan fisik dermatitis kontak alergi secara umum dapat diamati
beberapa ujud kelainan kulit antara lain edema, papulovesikel, vesikel atau bula.
Wujud kelainan kulit dapat dilihat pada beberapa gambar berikut:10,11
a. Dermatitis kontak alergi pada di lengan tempat tali jam tangan karena alergi
terhadap nikel menyebabkan eritema. Lesi yang timbul pada lokasi kontak
langsung dengan nikel (lesi eksematosa dan terkadang popular). Lesi eksematosa
berupa papul-papul, vesikel-vesikel yang dijumpai pada lokasi kontak langsung.
b. Dermatitis kontak alergi akut pada bibir yang terjadi karena lipstick. Pasien
hipersensitif terhadap eosin mengakibatkan eritema pada bibir
19
c. Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak
pada telinga. Penyebab lain misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut,
alat bantu dengar, gagang telepon. Alat bantu dengar dapat mengandung akrilak,
bahan plastik, serta bahan kimia lainnya. Anting-anting yang menyebabkan
dermatitis pada telinga umumnya yang terbuat dari nikel dan jarang pada emas.
Tindikan pada telinga mungkin menjadi fase sensitisasi pada dermatitis karena
nikel yang bisa mengarah pada dermatitis kontak kronik. Dermatitis kontak
alergi subakut pada telinga dan sebagian leher. Akhirnya diketahui bahwa pasien
alergi terhadap bahan plastik
d. Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna
kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau
pewangi pakaian. Dermatitis kontak pada perut karena pasien alergi pada karet
dari celananya. Terlihat adanya eritema yang berbatas tegas sesuai dengandaerah
yang terkenaalergen.
e. Genitalia. Penyebabnya data antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut
wanita alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen. Dermatitis
kontak yang terjadi pada daerah vulva karena alergi pada cream yang
mengandung neomisin, terlihat eritema
20
f. Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh
tekstil, dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen, sepatu/sandal.
Pada gambar dermatitis kontak alergi yang terjadi karena Quaternium-15,bahan
pengawet pada pelembab. Kaki mengalami skuama, krusta
Uji Tempel3,11
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel(3) :
1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau
berat dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau ‘excited skin’, reaksi positif palsu
dapat pula menyebabkan penyakit yang diderita pasien semakin memburuk.
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian
kortikosteroid sistemik dihentikan, sebab dapat menyebabkan reaksi positif
palsu. Pemberian kortikosteroid topikal dihentikan sekurang-kurangnya satu
minggu sebelum tes dilaksanakna. Luka bakar matahari (sunburn) yang terjadi 1-
2 minggu sebelum tes dilakukan juga dapat member hasil negatif palsu.
Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes kecuali diduga
karena urtikaria kontak.
21
3. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua
dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.
4. Penderita dilarang melakukan kativitas yang menyebabkan uji tempel menjadi
longgar (tidak menempel dengan baik) karena memberikan hasil negatif palsu.
Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam dan menjaga
agar lokasi penempelan tetap kering.
5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang
mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticarial type), karena
dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis.
Bahan tes, mungkin dapat berupa benda padat atau cair. Jika bahan tersebut
dilakukan secara langsung mungkin akan memberikan reaksi yang tidak kita
diharapkan, misalnya reaksi iritasi. Bahan padat atau cair dilarutkan atau
dicampurkan dalam bahan tertentu dan dalam konsentrasi tertentu pula, sehingga
kemungkinan yang timbul benar benar reaksi alergi, bukan reaksi iritasi. Setelah
dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan pertama
dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah
menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat sebagai berikut;1,3
1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)
22
2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrem) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan, hanya macula eritematosa
5 = iritasi seperti terbakar, pustul atau purpura
6 = reaksi negatif
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT= not tested)
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya
72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu
membedakan antar respon alergik atau iritasi dan juga mengidentifikasi lebih banyak
lagi respon positif alergen.1,11
1. Reaksi Positif
Ini menunjukkan bahwa penderita bersifat alergik terhadap bahan yang diteskan.
Hasil ini akan sangat berarti bila bahan tersebut sesuai dengan dugaan yang
diperoleh dari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik hingga diagnosis yang
mantap bisa ditegakkan.
2. Reaksi Positif palsu
Terjadi bila konsentrasi bahan terlalu tinggi, atau bahan tersebut bersifat iritan
bila tertutup. Kulit dalam keadaan terlalu peka, misalnya bekas dermatitis,
sedang menderita dermatitis yang akut atau luas.
3. Reaksi Negatif
Kemungkinannya adalah; memang penderita tidak peka terhadap bahan yang
diteskan. Atau negatif palsu, yaitu yang semestinya positif, tetapi oleh karena
beberapa kesalahan teknik, reaksinya negatif. Pembacaan bisa dilakukan lagi
setelah 72 jam setelah penempelan tanpa menempelkan lagi bahan tes tersebut.
Kemungkinan terjadi reaksi tertunda (delayed reaction),hingga reaksi menjadi
positif.
Pengobatan1,2,11
Hal yang terpenting dalam penanganan DKA adalah upaya pencegahan terulangnya
kontak kembali dengan alergen penyebab dan menekan kelainan kulit yang timbul.
23
Kortikosteroid dapat diberikian dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan
akut yang ditandai dengan eritema, edema, vesikel, atau bula serta eksudatif
(madidans), misalnya prednisone 30 mg/hari.
Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah
mereda (setelah mendapat pengobatan kortikesteroid sistemik), cukup diberikan
kortikosteroid topikal. Secara bertahap, dapat diakukan hal-hal dibawah ini:1,11
1. Identifikasi agen-agen penyebab dan jauhkanlah pasien dari paparan, walaupun
seringkal hal ini sukar, khususnya pada kasus kronik.
2. Tindakan simtomatik untuk mengontrol rasa gatal dengan penggunaaan tunggal
atau dalam bentuk kombinasi:
Antihistamin oral
Hidroksizin hidroklorida 10-50 mg setiap 6 jam bilamana perlu.
Losio topikal yang mengandung menol, fenol, atau premoksin
sangat berguna untuk meringankan rasa gatal sementara, dan tidak
mensensitisasi.
Kortikosteroid topikal, berguna bila daerah yang terkena terbatas atau
bila kortikosteroid oral merupakan kontraindikasi. Kortikosteroid topikal
poten diperlukan untuk mengurangi reaksi dermatitis kontak alergi.
Kortikosteroid oral : berguna untuk dermatitis kontak alergik
sistemik atau yang mengenai wajah atau pada kasus di man rasa gatal
tidak dapat dikontrol dengan tindakan-tindakan lokal.
Obati setiap infeksi bakteri sekunder.
Perintahkan pasien untuk tidak menggunakan obat bebas, misalnya
benadril topikal atau benzokain topikal. Obat-obat tersebut dapat
menyebabkan reaksi alergi atau iritasi tambahan.
Prognosis1
Prognosis DKA umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan.
Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis
oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis) atau
24
terpajan dengan alergen yang tidak mungkin dihindari, misalnya berhubungan
dengan pekerjaaan tertentu atau yang terdapat didalam lingkungan penderita.(1)
2.2.2 DERMATITIS ATOPIK1,2,10
Definisi1
Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari oleh
faktor herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema,
papula, vesikel, kusta, skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif biasanya disertai
infeksi, atau alergi, faktor psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan.(5)
Penyakit ini dialami sekitar 10-20% anak. Umumnya episode pertama terjadi
sebelum usia 12 bulan dan episode-episode selanjutnya akan hilang timbul hingga
anak melewati masa tertentu. Sebagian besar anak akan sembuh dari eksema
sebelum usia 5 tahun. Sebagian kecil anak akan terus mengalami eksema hingga
dewasa.2
Penyakit ini dinamakan dermatitis atopik oleh karena kebanyakan penderitanya
memberikan reaksi kulit yang didasari oleh IgE dan mempunyai kecenderungan
untuk menderita asma, rinitis atau keduanya di kemudian hari yang dikenal sebagai
allergic march. Walaupun demikian, istilah dermatitis atopik tidak selalu
memberikan arti bahwa penyakit ini didasari oleh interaksi antigen dengan antibodi.
Nama lain untuk dermatitis atopik adalah eksema atopik, eksema dermatitis, prurigo
Besnier, dan neurodermatitis.10
Diperkirakan angka kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada anak <
5 tahun sebesar 3,1% dan prevalensi DA pada anak meningkat 5-10% pada 20-30
tahun terakhir. Sangat mungkin peningkatan prevalensi ini berasal dari faktor
lingkungan, seperti bahan kimia industri, makanan olahan, atau benda asing
lainnya.10
Patogenesis
25
Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA belum semuanya
diketahui, demikian pula pruritus pada DA. Tanpa pruritus diagnosis DA tidak dapat
ditegakkan. Rasa gatal dan rasa nyeri sama-sama memiliki reseptor di taut
dermoepidermal, yang disalurkan lewat saraf C tidak bermielin ke saraf spinal
sensorik yang selanjutnya diteruskan ke talamus kontralateral dan korteks untuk
diartikan. Rangsangan yang ringan, superfisial dengan intensitas rendah
menyebabkan rasa gatal, sedangkan yang dalam dan berintensitas tinggi
menyebabkan rasa nyeri. Sebagian patogenesis DA dapat dijelaskan secara
imunologik dan nonimunologik.5
Reaksi imunologis DA1
Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya
seperti asma bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik. Sebagian besar anak
dengan DA (sekitar 80%), terdapat peningkatan kadar IgE total dan eosinofil di
dalam darah. Anak dengan DA terutama yang moderat dan berat akan berlanjut
dengan asma dan/atau rinitis alergika di kemudian hari (allergic march), dan
semuanya ini memberikan dugaan bahwa dasar DA adalah suatu penyakit atopi.
Faktor non imunologis1
Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara lain adanya
faktor genetik, yaitu kulit DA yang kering (xerosis). Kekeringan kulit diperberat oleh
udara yang lembab dan panas, banyak berkeringat, dan bahan detergen yang berasal
dari sabun. Kulit yang kering akan menyebabkan nilai ambang rasa gatal menurun,
sehingga dengan rangsangan yang ringan seperti iritasi wol, rangsangan mekanik,
dan termal akan mengakibatkan rasa gatal.
Faktor-Faktor Pencetus10
- Makanan
Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPCFC),
hampir 40% bayi dan anak dengan DA sedang dan berat mempunyai riwayat alergi
terhadap makanan. Bayi dan anak dengan alergi makanan umumnya disertai uji kulit
(skin prick test) dan kadar IgE spesifik positif terhadap pelbagai macam makanan.
Walaupun demikian uji kulit positif terhadap suatu makanan tertentu, tidak berarti
26
bahwa penderita tersebut alergi terhadap makanan tersebut, oleh karena itu masih
diperlukan suatu uji eliminasi dan provokasi terhadap makanan tersebut untuk
menentukan kepastiannya.10
- Alergen hirup
Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat dibuktikan
dengan uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat inhalasi. Reaksi
positif dapat terlihat pada alergi tungau debu rumah (TDR), dimana pada
pemeriksaan in vitro (RAST), 95% penderita DA mengandung IgE spesifik positif
terhadap TDR dibandingkan hanya 42% pada penderita asma di Amerika Serikat.
Perlu juga diperhatikan bahwa DA juga bisa diakibatkan oleh alergen hirup lainnya
seperti bulu binatang rumah tangga, jamur atau ragweed di negara-negara dengan 4
musim.10
- Infeksi kulit
Penderita dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit oleh
kuman umumnya Staphylococcus aureus, virus dan jamur. Stafilokokus dapat
ditemukan pada 90% lesi penderita DA dan jumlah koloni bisa mencapai 107
koloni/cm2 pada bagian lesi tersebut. Akibat infeksi kuman Stafilokokus akan
dilepaskan sejumlah toksin yang bekerja sebagai superantigen, mengaktifkan
makrofag dan limfosit T, yang selanjutnya melepaskan histamin. Oleh karena itu
penderita DA dan disertai infeksi harus diberikan kombinasi antibiotika terhadap
kuman stafilokokus dan steroid topikal.10
Gejala Klinis1,10
Gejala utama DA adalah pruritus dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi
umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan sering menggaruk
sehingga timbul bermacam-macam kelainan kulit berupa papul, likenifikasi, eritema,
erosi, aksoriasi, eksudasi dan krusta. DA dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu; DA
infantil, DA pada anak, dan DA pada remaja dan dewasa.
1. DA infantil (2 bulan sampai 2 tahun)
DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya setelah 2
bulan. Lesi mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema, papulo-vesikel yang halus,
27
karena digaruk dapat pecah, eksudatif, lalu timbul krusta. Lesi kemudian meluas
ke tempat lain yaitu ke scalp, leher, pergelangan tangan, lengan dan tungkai.
Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur,
dan sering menangis. Pada umumnya lesi DA infantile eksudatif, banyak
eksudat, erosi, krusta, dan mengalami infeksi. Lesi dapat meluas generalisata,
lambat laun lesi dapat menjadi kronis dan residif. Sekitar usia 18 bulan lesi mulai
tampak likenifikasi. Pada sebagian penderita sembuh setelah berusia 2 tahun,
sebagian lagi berlanjut menjadi DA anak.(1,11)
2. DA anak (2 tahun sampai 10 tahun)
Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi, dan
sedikit skuama. Letak kelainan kulit di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan
bagian fleksor, kelopak mata, leher, dan lebih jarang pada wajah. Garukan dapat
menyebabkan erosi, likenifikasi, mungkin juga mengalami infeksi sekunder.11
3. DA remaja dan dewasa (lebih dari 10 tahun)
Lesi berupa plak popular-eritematosa dan berskuama, atau plak likenifikasi yang
gatal. Pada DA remaja lokalisasi lesi di lipat siku, lipat lutut, dan samping leher,
dahi, dan sekita mata. Pada DA dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik,
sering mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula ditemukan di bibir
(kering, pecah, berisisik), vulva, putting susu, atau scalp. Kadang erupsi meluas,
28
paling parah di lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi kering agak menimbul,
papul datar, dan cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi dan sedikit
skuama, dan sering terjadi eksoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat laun
terjadi hiperpigmentasi. DA remaja atau dewasa berlangsung lama, dan
cenderung menurun pada usia 30 tahun, hanya sebagian kecil yang berlangsung
sampai tua.11
Diagnosis1,10
Hanifin dan Lobitz (1977) menyusun petunjuk yang sekarang diterima sebagai
dasar untuk menegakkan diagnosis DA Mereka mengajukan berbagai macam
kriteria yang dibagi dalam kriteria mayor dan kriteria minor.
Dermatitis atopik dikenal sebagai gatal yang menimbulkan kelainan kulit, bukan
kelainan kulit yang menimbulkan gatal. Tetapi belum ada kesepakatan pendapat
mengenai hal ini, karena pada pengamatan, lesi di muka dan punggung bukan
diakibatkan oleh garukan, selain itu dermatitis juga terjadi pada bayi yang belum
mempunyai mekanisme gatal-garuk.
Kriteria diagnosis dermatitis atopik dari Hanifin dan Lobitz, 1977
Kriteria mayor ( > 3)
- Pruritus dengan Morfologi dan distribusi khas :
- dewasa : likenifikasi fleksura
- bayi dan anak : lokasi kelainan di daerah muka dan ekstensor
- Dermatitis bersifat kronik residif
29
- Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Kriteria minor ( > 3)
- Xerosis
- Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus dan virus H. simpleks)
- Dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki
- Iktiosis/hiperlinearis palmaris/keratosis pilaris
- Pitiriasis alba
- Dermatitis di papila mame
- White dermatografism dan delayed blanched response
- Keilitis
- Lipatan infra orbital Dennie – Morgan
- Konjungtivitis berulang
- Keratokonus
- Katarak subkapsular anterior
- Orbita menjadi gelap
- Muka pucat dan eritema
- Gatal bila berkeringat
- Intolerans perifolikular
- Hipersensitif terhadap makanan
- Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau emosi
- Tes alergi kulit tipe dadakan positif
- Kadar IgE dalam serum meningkat
- awitan pada usia dini
Mendiagnosis dermatitis atopik harus ada 3 kriteria mayor 3 kriteria
minor.
Untuk bayi kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu :
Tiga kriteria mayor berupa:10
Riwayat atopi pada keluarga
Dermatitits di muka atau ekstensor
30
Pruritus
Ditambah tiga kriteria minor:10
Xerosis/ iktiosis/ hiperliniaris palmaris
Aksentuasi perifolikular
Fisura belakang telinga
Skuama di skalp kronis
Kriteria William untuk dermatitis atopik10
I Harus ada:
Kulit yang gatal (atau tanda garukan pada anak kecil)
II Ditambah 3 atau lebih tanda berikut
1. Riwayat perubahan kulit/ kering di fosa kubiti, fosa poplitea,
bagian anterior dorsum pedis atau seputar leher ( termasuk kedua
pipi pada anak < 10 tahun )
2. Riwayat asma atau hay fever pada anak ( riwayat atopi pada anak <
4 tahun pada generasi-1 dalam keluarga
3. Riwayat kulit kering sepanjang akhir tahun
4. Dermatitis di fleksural ( pipi, dahi, dan paha bagian lateral pada
anak < 4 tahun )
5. Awitan dibawah umur 2 tahun ( tidak dinyatakan pada anak < 4
tahun )
Pemeriksaan penunjang10
1. Dermatografisme putih, untuk melihat perubahan dari rangsangan goresan
terhadap kulit
2. Percobaan asetilkolin akan menimbulkan vasokonstriksi kulit yang tampak
sebagai garis pucat selama satu jam.
3. Uji kulit dan IgE-RAST
Pemeriksaan uji tusuk dapat memperlihatkan allergen mana yang berperan,
namun kepositifannya harus sejalan dengan derajat kepositifan IgE RAST
( spesifik terhadap allergen tersebut). Khususnya pada alergi makanan, anjuran
31
diet sebaiknya dipertimbangkan secara hati-hati setelah uji tusuk, IgE RAST dan
uji provokasi. Cara laim adalah dengan double blind placebo contolled food
challenges (DPCFC) yang dianggap sebagai baku emas untuk diagnosis alergi
makanan.
4. Peningkatan kadar IgE pada sel langerhans
Hasil penelitian danya IgE pada sel langerhans membuktikan mekanisme respon
imun tipe I pada dermatitis atopik, adanya pajanan terhadap allergen luar dan
peran IgE di kulit.
5. Jumlah eosinofil
Peningkatan jumlah eosinofil di perifer maupun di jaringan kulit umumnya
seirama dengan beratnya penyakit dan lebih banyak ditemukan pada keadaan
yang kronis.
6. Faktor imunogenik HLA
Walaupun belum secara bermakna HLA-A9 diduga berperan sebagai factor
predisposisi intrinsic pasien atopik. Pewarisan genetiknya bersifat multifactor.
Dugaan lain adalah kromosom 11q13 juga diduga ikut berperan pada timbulnya
dermatitis atopik.
7. Kultur dan resistensi
Mengingat adanya kolonisasi Stapylococcus aureus pada kulit pasien atopik
terutama yang eksudatif (walaupun tidak tampak infeksi sekunder), kultur dan
resistensi perlu dilakukan pada dermatitis atopik yang rekalsitran terutama di
rumah sakit di kota besar.
Penatalaksanaan dermatitis atopik1,10
Berbagai faktor dapat menjadi pencetus DA dan tidak sama untuk setiap individu,
karena itu perlu diidentifikasi dan dieliminasi berbagai faktor tersebut.
- Menghindarkan pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen, alkohol, astringen,
pemutih, dll)
- Menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembaban tinggi.
- Menghindarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak keringat.
- Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat mencetuskan DA.
32
- Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah TDR/agen infeksi, seperti
menghindari penggunaan kapuk/karpet/mainan berbulu.
- Menghindarkan stres emosi.
- Mengobati rasa gatal.
Pengobatan topikal1,10
a. Hidrasi kulit
Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi lebih baik dan
penderita tidak menggaruk dan lebih impermeabel terhadap
mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai jenis pelembab dapat dipakai antara lain
krim hidrofilik urea 10%, pelembab yang mengandung asam laktat dengan
konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab beberapa kali sehari, setelah
mandi.
b. Kortikosteroid topikal
Walau steroid topikal sering diberi pada pengobatan DA, tetapi harus berhati-hati
karena efek sampingnya yang cukup banyak. Kortikosteroid potensi rendah
diberi pada bayi, daerah intertriginosa dan daerah genitalia. Kortikosteroid
potensi menengah dapat diberi pada anak dan dewasa. Bila aktifitas penyakit
telah terkontrol. Kortikosteroid diaplikasikan intermiten, umumnya dua kali
seminggu.
c. Imunomodulator topikal
1) Takrolimus
Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan dalam bentuk salap 0,03%
untuk anak usia 2 – 15 tahun dan dewasa 0,03% dan 0,1%.
2) Pimekrolimus
Suatu senyawa askomisin yaitu suatu imunomodulator golongan makrolaktam.
Kerjanya sangat mirip siklosporin dan takrolimus. Sediaan yang dipakai adalah
konsentrasi 1%, aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif 2 kali
sehari.
3) Preparat ter
33
Mempunyai efek anti pruritus dan anti inflamasi pada kulit. Sediaan dalam
bentuk salap hidrofilik misalnya mengandung liquor carbonat detergent 5% -
10% atau crude coaltar 1% - 5%.
d. Antihistamin
Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena berpotensi kuat
menimbulkan sensitisasi pada kulit. Pemakaian krim doxepin 5% dalam jangka
pendek (1minggu) dapat mengurangi gatal tanpa sensitisasi, tapi pemakaian pada
area luas akan menimbulkan efek samping sedatif.
2. Pengobatan sistemik1,10
o Kortikosteroid
Hanya dipakai untuk mengendalikan DA eksaserbasi akut. Digunakan dalam
waktu singkat, dosis rendah, diberi selang-seling. Dosis diturunkan secara
tapering.
o Antihistamin
Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti histamin harus
diperhatikan berbagai hal seperti penyakit-penyakit sistemik, aktifitas penderita,
dll.
o Anti infeksi
Pemberian antibiotika berkaitan dengan ditemukannya peningkatan koloni
S.aureus pada kulit penderita DA. Dapat diberi eritromisin, asitromisin atau
kaltromisin. Bila ada infeksi virus dapat diberi asiklovir 3 x 400 mg/hari selama
10 hari atau 4 x 200 mg/hari untuk 10 hari.
o Interferon
IFN γ bekerja menekan respons IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi sel
TH1. Pengobatan IFN γ rekombinan menghasilkan perbaikan klinis karena dapat
menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.
o Siklosporin
Adalah suatu imunosupresif kuat terutama bekerja pada sel T akan terikat dengan
calcineurin menjadi suatu kompleks yang akan menghambat calcineurin
34
sehingga transkripsi sitokin ditekan. Dosis 5 mg/kg BB/oral, diberi dalam waktu
singkat, bila obat dihentikan umumnya penyakit kambuh kembali.
o Terapi sinar (phototherapy)
Dipakai untuk DA yang berat. Terapi menggunakan ultra violet β atau kombinasi
ultra violet A dan ultra violet B. Terpai kombinasi lebih baik daripada ultra violet
B saja. Ultra violet A bekerja pada SL dan eosinofil sedangkan ultra violet B
mempunyai efek imunosupresif dengan cara memblokade fungsi SL dan
mengubah produksi sitoksin keratinosit.
o Allergen immutherapy.
Imunoterapi dengan aeroallergen tidak terbukti efektif dalam terapi DA.
Penelitian terbaru, imunoterapi spesifik selama 12 bulan pada dewasa dengan
DA yang disensitasi dengan alergen dust mite menunjukkan perbaikan pada
SCORAD dan pengurangan pemakaian steroid.
o Probiotik.
Pemberian probiotik (Lactobacillus rhamnosus strain GG) saat perinatal,
menunjukkan penurunan insiden DA pada anak berisiko selama 2 tahun pertama
kehidupan. Ibu diberi placebo atau lactobasilus GG perhari selama 4 minggu
sebelum melahirkan dan kemudian baik ibu (menyusui) atau bayi terus diberi
terapi tiap hari selama 6 bulan. Hasil di atas menunjukkan bahwa lactobasilus
GG bersifat preventif yang berlangsung sesudah usia bayi. Hal ini terutama
didapat pada pasien dengan uji kulit positif dan IgE tinggi.
Prognosis1
Sulit meramalkannya karena adanya peran multifaktorial. Faktor yang berhubungan
dengan prognosis kurang baik, adalah :
- DA yang luas pada anak.
- Menderita rinitis alergika dan asma bronkiale.
- Riwayat DA pada orang tua atau saudaranya.
- Awitan (onset) DA pada usia muda.
- Anak tunggal.
- Kadar IgE serum sangat tinggi.
35
Diperkirakan 30 – 35% penderita DA infantil akan berkembang menjadi asma
bronkiale atau hay fever. Penderita DA mempunyai resiko tinggi untuk mendapat
dermatitis kontak iritan akibat kerja di tangan
2.2.3 NEURODERMATITIS
Definisi
36
Peradangan kulit kronis, gatal, dengan batas yang jelas, ditandai dengan penebalan
kulit dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang
kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai rangsangan
pruritogenik. Penyakit ini menyebabkan bercak-bercak penebalan kulit yang kering,
bersisik dan berwarna lebih gelap, dengan bentuk lonjong atau tidak beraturan .
Nama lain neurodermatitis sirkumskripta ialah liken simpleks kronikus.(1,5)
Etiologi
Liken simpleks kronis bisa terjadi sebagai akibat sesuatu (misalnya baju)
yang bersentuhan dengan kulit atau mengiritasi kulit sehingga seseorang menggaruk-
garuk daerah tersebut. Sebagai akibat dari iritasi menahun akan terjadi penebalan
kulit. Kulit yang menebal ini menimbulkan rasa gatal sehingga merangsang
penggarukan yang akan semakin mempertebal kulit. Penyakit ini menimbulkan
warna kecoklatan pada daerah yang terkena.(7)
Penyakit ini biasanya berhubungan dengan:
- Dermatitis atopik
- Psoriasis
- Kecemasan, depresi ataupun gangguan psikis lainnya.
Lebih banyak ditemukan pada wanita dan biasanya timbul pada usia 20-50 tahun.
Gejala Klinis
Liken simpleks kronis bisa timbul di setiap bagian tubuh, termasuk anus (pruritus
ani) dan vagina (pruritus vulva). Pada stadium awal, kulit tampak normal tetapi
terasa gatal. Selanjutnya timbul bercak-bercak bersisik, kering dan berwarna lebih
gelap sebagai akibat dari penggarukan dan penggosokan
37
Diagnosis
Diagnosis neurodermatitis sirkumskripta didasarkan gambaran klinis, biasanya tidak
terlalu sulit. Namun perlu dipikirkan kemungkinan penyakit kulit lain yang
memberikan gejala pruritus, misalnya liken planus, liken amiloidosis, psoriasis, dan
dermatitis atopik.
Pengobatan
Untuk mengurangi rasa gatal dapat diberikan antipuritus atau kortikosteroid topikal.
Antipruritus dapat berupa antihistamin dengan efek sedatif contoh; difenhidramin.
Kortikosteroid yang dipakai biasanya berotensi kuat, kalau masih tidak berhasil dapat
diberikan secara suntikan intra lesi. Ada pula yang mengobati dengan UVB dan
PUVA. Perlu dicari kemungkinan penyakit yang mendasarinya, dan ditangani
terlebih dahulu. Prognosisnya tergantung pada penyebab pruritus, penyakit yang
mendasarinya.
2.2.4 DERMATITIS NUMULARIS1,2,12
Definisi
Dermatitis berupa lesi mata uang logam koin atau agak lonjong, berbatas tegas
dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga basah. (1)
Nama lain dari dermatitis nummular adalah ekzem nummular; ekzem discoid; atau
neurodermatitis nummular.(2)
Epidemiologi12
38
Dermatitis numularis pada dewasa lebih sering terjaid pada pria dibandingkan pada
wanita. Usia puncak awitan pada kedua jenis kelamin antara 55 dan 65 tahun, pada
wanita usia puncak juga terjadi pada usia 15 sampai 25 tahun. Dermatitis numularis
tidak biasa diteukan pada anak bila ada timbulnya jarang pada usia sebelum satu
tahun, umumnya kejadian meningkat seiring dengan meningkatnya usia.
Etiologi1,12
Penyebabnya tidak diketahui, banyak faktor yang ikut berperan. Diduga stafilokokus
dan mikrokokus ikut berperan, mengingat jumlah koloninya meningkat walaupun
tanda infeksi secara klinis tidak tampak. Eksarsebasi terjadi bila koloni bakteri
meningkat di atas 10 juta kuman/cm2. Dermatitis kontak mungkin ikut memegang
peranan pada berbagai kasus dermatitis numularis, misalnya alergi terhadap nikel,
krom, kobal, demikian pula iritasi dengan wol dan sabun. Trauma fisis dan kimiawi
juga dapat berperan. Kulit penderita dermatitis numularis cenderung kering, hidrasi
stratum korneum rendah. Pada anak-anak lesi numularis terjadi pada dermatitis
atopik.
Gejala Klinis1,12
Penderita dermatitis numularis umumnya mengeluh sangat gatal. Lesi akut berupa
vesikel dan papulovesikel (0,3-1,0 cm), kemudian membesar dengan cara
berkonfluensi atau meluas ke samping, membentuk satu lesi karakteristik saperti
uang logam (koin), eritematosa, sedikit edematosa, dan berbatas tegas. Lambat laun
vesikel pecah menjadi eksudasi, kemudian mengering menjadi krusta kekuningan.
Ukuran garis tengah lesi dapat menjadi 5 cm, jarang sampai 10 cm. Lesi lama berupa
likenifikasi dan skuama. Jumlah lesi dapat hanya satu, dapat pula banyak dan
tersebar, bilateral atau simetris, dengan ukuran yang bervariasi mulai dari miliar
sampai nummular, bahkan plakat. Tempat predileksi di tungkai bawah, badan,
lengan, termasuk punggung tangan. Dermatitis numularis cenderung hilang timbul,
ada pula yang terus menerus, kecuali dalam periode pengobatan. Bila terjadi
kekambuhan umumnya timbul pada tempat semula.12
39
Diagnosis
Diagnosis dermatitis numularis didasarkan atas gambaran klinis. Sebagai diagnosis
banding antara lain ialah dermatitis kontak, dermatitis atopik, neurodermatitis
sirkumskripta, dan dermatomikosis.(1)
2.2.5 DERMATITIS STATIS1,2
Definisi1
Dermatitis Stasis adalah suatu peradangan menahun (berupa kemerahan,
pembentukan sisik dan pembengkakan) pada tungkai bawah yang teraba hangat,
yang sering meninggalkan bekas berupa kulit yang berwarna coklat gelap.
Etiologi2
Dermatitis stasis merupakan akibat dari penimbunan darah dan cairan di bawah kulit,
sehingga cenderung terjadi pada penderita vena varikosa (varises) dan
pembengkakan (edema).
Gejala1,2
Dermatitis stasis biasanya timbul di pergelangan kaki. Pada awalnya kulit menjadi
merah dan sedikit bersisik. Setelah beberapa minggu atau beberapa bulan, warna
kulit berubah menjadi coklat gelap. Pengumpulan darah dibawah kulit yang terjadi
sebelumnya sering tidak dihiraukan, sehingga terjadi pembengkakan dan
kemungkinan infeksi, yang akhirnya menyebabkan kerusakan kulit yang berat
(ulserasi).
Tatalaksana1,2
40
Pengobatan jangka panjang bertujuan mengurangi kemungkinan penimbunan darah
di dalam vena di sekitar pergelangan kaki.
Mengangkat kaki dalam posisi yang lebih tinggi dari dada akan menghentikan
penimbunan darah di dalam vena dan penimbunan cairan di dalam kulit.
Menggunakan stoking penyangga yang tepat bisa membantu mencegah
kerusakan kulit yang serius dengan cara mencegah penimbunan cairan di tungkai
yang lebih bawah.
Biasanya tidak diperlukan pengobatan tambahan.
Kadang diambil kulit dari bagian tubuh lainnya untuk dicangkokkan guna menutupi
luka terbuka yang sangat lebar. Jika penderita merasa tidak nyaman mengenakan
sepatu ini, pasta yang sama bisa digunakan dibawah balutan penyangga elastik
2.2.6 DERMATITIS SEBOROIK5,6
Dermatitis seboroik merupakan peradangan kronik pada permukaan kulit yang sulit
untuk didefinisikan secara tepat, namun memiliki morfologi yang distinktif. Dimana
lesi umumnya berwarna merah, berbentuk tidak teratur, berbatas tegas dan ditutupi
dengan semacam sisik yang berminyak. Dermatitis seboroik sering diasosiasikan
dengan rasa gatal pada permukaan kulit yang terkena. Dermatitis seboroik sering
terjadi di area kulit berambut dan daerah kulit yang banyak mengandung kelenjar
sebasea (kelenjar minyak, lemak) seperti kulit kepala, wajah, tubuh bagian atas dan
area lipatan tubuh (ketiak,selangkangan).Dandruff atau ketombe (deskuamasi yang
dapat dilihat dari permukaan kulit kepala) merupakan prekursor dari dermatitis
41
seboroik dan dapat secara perlahan berkembang menjadi kemerahan, menyebabkan
iritasi dan membentuk persisikan.1,6
Berdasarkan demografi usia pasien, terdapat dua jenis dermatitis seboroik, yakni
dermatitis seboroik dewasa dan dermatitis seboroik infantil, Dermatitis seboroik
dewasa lebih sering menyerang laki-laki, terutama yang memiliki kulit kepala mudah
berketombe. Area yang lebih sering terkena adalah bagian tengah wajah, kulit
kepala, telinga dan bulu mata. Namun dapat juga muncul pada daerah aksila, lipatan
paha atau disekitar payudara. Sementara itu, dermatitis seboroik infantil, sering
menyerang bayi berusia kurang dari enam bulan dengan gambaran klinis erupsi yang
kemerahan dan berbatas tegas pada daerah muka, dada, leher, ekstremitas, terutama
bagian fleksor, disertai dengan persisikan pada kulit kepala. Namun, hingga saat ini
tidak ada asosiasi yang menunjukkan bahwa bayi dengan dermatitis seboroik infantil
akan berkembang menjadi dermatitis seboroik dewasa saat pasien beranjak dewasa.3,4
Walaupun hingga kini patogenesis dari dermatitis seboroik belum begitu
dimengerti, beberapa teori mengacu pada kolonisasi oleh spesies jamur dari genus
Malassezia (contohnya Pityrosporum). Berbagai variasi pengobatan dapat
ditemukan, termasuk eradikasi dari fungi, mengurangi dan mengobati inflamasi,
serta menurunkan produksi sebum.5
Epidemiologi
Hingga saat ini, perkiraan dari prevalensi dermatitis seboroik masih terbatas
dikarenakan oleh tidak adanyakriteria diagnostik yang valid serta skala atau skor
untuk melakukan grading dari keparahan derajat dermatitis seboroik. Namun,
penyakit ini merupakan salah satu penyakit kulit yang paling umum ditemukan, dan
menyerang kurang lebih 11.6% populasi secara umum dan 70% bayi pada tiga bulan
pertama kehidupan. Pada orang dewasa, insidens tertinggi adalah pada dekade ketiga
hingga keempat kehidupan. Tampak pula adanya predileksi etnis, dimana hanya
sedikit kasus yang ditemukan pada ras afrika amerika. Di amerika serikat, dermatitis
seboroik menyerang 3-5% dewasa muda, meskipun lebih sering dalam bentuk
dandruff atau ketombe.1,6
42
Dermatitis seboroik juga lebih sering tampak pada pasien dengan Parkinson,atau
yang mengkonsumsi haloperidol atau chlorpromazine. Dermatitis seboroik juga
merupakan salah satu penyakit yang paling sering menyerang pasien imunodefisiensi,
khususnya pasien dengan human immunodeficiency Virus (HIV). Dari 155 pasien
yang berada pada stadium dua infeksi, 36% memiliki dermatitis seboroik.5
Etiologi
Etiologi dari dermatitis seboroik cenderung tergantung dari tiga faktor, yakni
sekresi kelenjar sebasea, metabolisme mikroflora dan kerentanan dari masing-masing
individu. Beberapa faktor dianggap telah berkontribusi dengan perkembangan dari
dermatitis seboroik. Meskipun banyak teori telah dikemukakan mengenai penyebab
dari dermatitis seboroik, penyebab langsungnya masih tidak diketahui secara pasti.4 ,5
Faktor Resiko Dermatitis Seboroik
Faktor Resiko Gambaran
1. Hormon dan
lemak
Dermatitis seboroik sering terjadi di area kulit berambut
dan daerah kulit yang banyak mengandung kelenjar
sebasea (kelenjar minyak, lemak) seperti kulit kepala,
wajah, tubuh bagian atas dan area lipatan tubuh
(ketiak,selangkangan)
Paling sering terjadi pada remaja dan anak muda (ketika
kelenjar sebasea lebih aktif) dan pada umur lebih dari 50
tahun
2. Kondisi
komorbiditas
Penyakit parkinson
Kelumpuhan trunkal
Gangguan suasana hati
Down syndrome
HIV/AIDS
Kanker
Kelumpuhan nervus kranialis
3. Faktor Kurangnya sel T helper
43
imunologik
Titer antibodi yang rendah
4. Gaya hidup Kurang gizi
Kurang menjaga kebersihan
Patogenesis
Seperti yang telah dikemukakan diatas, penyebab dari dermatitis seboroik belum
diketahui secara pasti. Faktor predisposisinya adalah kelainan konstitusi berupa status
seboroik (seborrhoeic state) yang rupanya diturunkan, namun caranya masih belum
dapat dipastikan. Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit
ini dengan infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal
kulit manusia. Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi
inflamasi baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis, maupun
karena sel jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel langerhans. Status
seboroik sering berasosiasi dengan meningginya suseptibilitas terhadap infeksi
piogenik, tetapi tidak terbukti bahwa mikroorganisme inilah yang menyebabkan
dermatitis seboroik.2,7
Malassezia furfur yang bersifat lipofilik juga secara umum dapat diisolasi dari
lesi dermatitis seboroik, baik jenis infantil atau dewasa. Hal ini ditunjang oleh
pembesaran kelenjar sebasea pada periode neonatus hingga usia pubertas. Namun
belum ada hubungan yang signifikan dari jumlah jamur yang diperoleh dengan
derajat keparahan dari dermatitis seboroik. Sebab, kulit yang tidak terinfeksi juga
dapat membawa banyak organisme yang sama dengan yang ditemukan pada
dermatitis seboroik. Bahkan pada permukaan kepala, yeast yang ditemukan pada
pasien hanya dua kali lebih banyak dari orang normal. Namun, tidak diragukan
bahwa jumlah jamurberkurang secara signifikan pada pemberian antimikotik kepada
pasien dermatitis seboroik. Hanya saja mekanismenya hingga kini masih belum
jelas.2,6
Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktifan glandula sebasea.
Glandula tersebut aktif pada bayi yang baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif
44
selama 9-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis
seboroik pada bayi terjadi pada bulan-bulan awal, kemudian jarang pada usia sebelum
akil balik dan insidensnya mencapai puncak pada umur 18-40 tahun. Kadang pada
usia tua, lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita.4,
Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor timbulnya
dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara
keaktifan kelenjar tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh dermatitis
seboroik. Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang
meningkat seperti pada psoriasis, hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan
sitostatik dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai faktor
predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat disebabkan oleh faktor kelelahan,
stress, emosional, infeksi atau defisiensi imun.4,7
Beberapa teori telah dikemukakan bahwa komposisi dari kadar lemak pada
permukaan kulit merupakan faktor yang relevan. Pada pasien dengan dermatitis
seboroik, trigliserida dan kolestrol meningkat namun asam lemak bebas secara
signifikan menurun dibandingkan dengan orang normal. Asam lemak bebas sendiri
diketahui memiliki efek antimikrobial, asam lemak bebas pada permukaan kulit
diproduksi oleh flora normal kulit yakni Propionibacterium acnes yang diketahui
menurun secara drastic pada lesi dermatitis seboroik.Inflamasi yang terlihat pada
dermatitis seboroik juga diduga bersifat iritan, non-immunogenik, yang secara
alamiah dihasilkan oleh metabolism toksik, enzim lipase, dan oksigen reaktif dari
Malassezia furfur.6
Gambaran Klinis
Dermatitis seboroik umumnya memilki predileksi di daerah kulit kepala, alis,
bulu mata, bibir, telinga, daerah sternal, lipatan payudara, umbilicus, selangkangan
dan lipatan paha. Gambaran klinis yang khas adalah skuama dengan dasar yang
eritematosa. Skuama biasanya berwarna kekuningan, lengket dan berminyak, dan
disertai dengan rasa gatal yang berat. Dandruff atau ketombe (Pityriasis sicca)
merupakan jenis ringan dari dermatitis seboroik.4,8
45
Pada area kulit kepala, lesi biasanya berwarna kuning kemerahan. Pada kasus
yang berat, hampir seluruh daerah kepala dipenuhi oleh krusta berwarna kekuningan
yang berminyak dan berbau tidak sedap. Sedangkan pada bayi atau infant, skuama
berwarna kuning atau coklat tampak pada seluruh permukaan kepala dengan
akumulasi aderent epitel debris yang disebut cradle cap.7,8
46
Gambar 1a. Dermatitis seboroik infantil. 1b. Dermatitis seboroik pada belakang telinga.
1c. Dermatitis seboroik pada wajah
Pada daerah telinga, dermatitis seboroik sulit dibedakan dengan otitis eksterna.
Tampak adanya skuama di daerah kanalis aurikularis, rasa gatal, kemerahan, fissura
dan pembengkakan. Sedangkan pada aksila, erupsi akan mulai pada bagian apeks
secara bilateral lalu menyebar ke kulit sekitarnya. Gambarannya akan tampak mirip
dengan dermatitis iritan karena penggunaan deodorant. Selain itu lesi beragam
mulai dari eritema yang bersisik hingga bercak petaloid dengan gambaran
fissura.Sedangkan untuk lesi pada daerah selangkangan dan lipatan paha, lesi akan
tampak mirip dengan tinea cruris atau candidiasis.8
Pada pemeriksaan fisis kulit, dapat dibedakan gambaran klinis dari lesi primer
dan sekunder dermatitis seboroik. Pada lesi primer akan tampak sebagai berikut:9
1. Bercak merah kekuningan, dengan batas yang tegas
2. Lesi yang awalnya berbentuk papul folikular merah kecoklatan yang
berkmbang menjadi plak (jarang)
3. Bercak eritem yang akan berkembang menjadi skuama. Sedangkan untuk
lesi sekunder, biasanya persisikan lebih longgar, berwarna kekuningan dan
tampak berminyak.9
Pemeriksaan Penunjang
Lesi pada dermatitis seboroik memiliki gambaran yang beragam dan sering
menyerupai penyakit kulit lain seperti dermatitis atopi, pityriasis rosea, psoriasis
vulgaris, lichen simplex, tinea dan pityriasis versicolor. Oleh sebab itu, maka dapat
47
Gambar 1 a Gambar 1b Gambar 1c
dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan kecurigaan lain.
Diantaranya adalah:4,9
1. Pemeriksaan dengan lampu Woods, dimana dermatitis seboroik memiliki
hasil negatif.
2. Pemeriksaan KOH. Dermatitis seboroik akan memberikan hasil negatif
3. Biopsi kulit. Dermatitis seboroik dapat menstimulasi beberapa dermatitis.
Sehingga biopsi dapat menunjukkan gambaran yang menyerupai beberapa
jenis dermatitis lain, sehingga biopsi bukan merupakan prosedur yang
definitif.
Diagnosis Banding
1. Psoriasis
2. Dermatitis Atopi
3. Tinea Kapitis
4. Dermatitis Kontak
Tatalaksana
Kebersihan merupakan salah satu metode yang sederhana namun efektif dalam
mengobati dermatitis seboroik. Membersihkan diri dan menggunakan sampo secara
rutin dapat mengontrol dermatitis seboroik yang ringan.9
Agen topikal umumnya digunakan pada hampir sebagian besar kasus dermatitis
seboroik.11
1. Agen antifungal topikal
Agen antifungal topikal merupakan agen terdepan dari terapi dermatitis
seboroik. Studi yang dilakukan mencatat kegunaan dari ketokonazol, bifonazol,
dan ciclopiroxolamine yang dapat ditemukan dalam bentuk krim, gel, sabun dan
sampo. Ketokonazol, bifonazol dan ciclopiroxolamine merupakan anti jamur
topikal spektrum luas. Digunakan dua sampai tiga kali perminggu. 11,13
Pada studi kepada 1162 orang dengan dermatitis seboroik, pada 56% pasien,
dalam 4 minggu tampak proses penyembuhan dermatitis seboroik berlangsung
cukup cepat. Pada salah satu studi juga, 312 pasien dengan lesi pada kulit kepala
48
diberikan sampo ketokonazol 2%. Hasilnya mampu menunjukkan turunnya
angka kejadian relaps pada 69% pasien.11
2. Kortikosteroid topikal
Steroid secara dramatis mampu membantu pengobatan dari dermatitis
seboroik. Kortikosteroid mampu memberkan terapi yang murah, efektif dan
aman jika diresepkan secara hati-hati. Seboroik pada wajah harus diterapi
dengan kortikosteroid potensi rendah, sebab dapat menyebabkan iritasi, atrofi
dan telangektasis.9
Untuk penyakit yang resisten, presipitat sulfur 0.5% hingga 1% dapat
diberikan pada steroid untuk meningkatkan efektifitasnya. Ketokonazol 1
hingga 2.5% yang dicampur juga sangat efektif dan lebih diterima secara
komestik.9
Bisa dibilang kortikosteroid sangat berguna pada jangka pendek sebab
mampu mengontrol eritema dan rasa gatal. 11
3. Preparat selenium sulfida
Biasanya pada terapi untuk kasus ini, selenium sulfide dapat dibuat dalam
bentuk sampo sebab lebih tersedia dan efektif. Dengan preparat ini, diharapkan
dapat mengembalikan pertumbuhan dari Ptyrosporum ovale. Rasa gatal dan
sensasi terbakar biasa ditemukan pada sampo selenium sulfida dibandingkan
dengan yang berisi ketokonazol.11
4. Lithium topikal
Lithium topikal cukup efektif untuk diberikan kepada pasien dengan lesi
diluar kulit kepala. Mekanisme kerjanya sendiri masih belum diketahui. Pada
sebuah studi dengan menggunakan placebo, terdapat penurunan signifikan dari
eritema, persisikan, dan luas lesi pada pasien yang menggunakan litium
topikal.11
5. Keratolitik
Larutan keratolitik murni dapat menghilangkan sisik pada dermatitis
seboroik. Contoh larutan keratolitik yaitu seperti salep whitfield (3% asam
49
salisilat dan 6% asam benzoate). Penyakit ini memiliki sisik yang lebih longgar
sehingga sangat merespon dengan pengobatan keratolitik.9
6. Fototerapi
Fototerapi dengan ultraviolet B terkadang dipertimbangkan menjadi pilihan
untuk dermatitis seboroik yang ekstensif, namun belum diuji secara acak. Rasa
terbakar dan gatal dapat timbul, serta memiliki efek karsinogenik.4,11
Pengobatan Sistemik
Pengobatan sistemik hanya diberikan pada penyakit yang luas dan refrakter
setelah semua jenis terapi tidak berhasil. Agen antifungal azole dapatdigunakan
dengan dosis yang kecil. Misalnya fluconazol 200mg/hari, dosis yang disarankan
100-400 mg/hari. Flukonazol merupakan suatu fluorinated bis-triazol dengan khasiat
farmakologis baru. Obat ini diserap sempurna melalui saluran cerna tanpa
dipengaruhi adanya makanan ataupun keasaman lambung. Itrakonazol berfungsi
hampir sama dengan ketokonazol tetapi pada itrakonazol aktivitas anti jamurnya lebih
lebar sedangkan efek samping yang ditimbulkan lebih kecil dibandingkan
ketokonazole. Dosis 200 mg/2 kali sehari untuk 1 minggu.9,13
Komplikasi
Pada beberapa kondisi yang ekstrim dapat terjadi eritroderma eksfoliatif yang
menyebabkan adanya ketidakseimbangan elektrolit dan hipotermia. Sedangkan, pada
bayi dapat terjadi eritroderma desquamativum (Leiner disease) yang memberikan
gambar pengelupasan kulit yang universal, anak tampak sakit berat, anemia, diare,
dan muntah. Umumnya bayi rentan terhadap infeksi sekunder.4
Prognosis
Pada dermatitis seboroik infantil, biasanya penyakit berlangsung dari minggu ke
bulan. Eksaserbasi atau Leiner disease jarang namun dapat terjadi. Prognosis cukup
baik, dimana tidak ada bukti bahwa bayi yang terkena dermatitis seboroik dapat
terkena lagi saat beranjak dewasa.4
Sedangkan pada dermatitis seboroik dewasa, penyakit akan bertahan hingga
hitungan dekade dengan periode perbaikan pada cuaca yang hangat dan periode
eksarsebasi pada cuaca dingin. Paparan terhadap sinar matahari dapat memperluas
50
penyebaran lesi. Sebagian kasus yang mempunyai faktor konstitusi penyakit ini agak
sukar diesmbuhkan, meskipun terkontrol.4,7
51
BAB III
KESIMPULAN
Dermatitis merupakan epidermo-dermatitis dengan gejala subjektif pruritus.
Objektif tampak inflamasi eritema, vesikula, eksudasi dan pembentukan skuama. Tanda-
tanda polimorfik tersebut tidak selalu timbul pada saat yang sama. Penyakit bertendensi
residif dan menjadi kronik.
Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak diketahui, sebagian besar merupakan
respon kulit terhadap agen-agen, misalnya zat kimia, protein, bakteri dan fungi. Respon
tersebut dapat berhubungan dengan alergi dan iritasi. Dimana alergi adalah perubahan
kemampuan tubuh yang didapat dan spesifik untuk bereaksi dengan allergen tertentu.
Dermatitis yang merupakan kelainan kulit sering dijumpai dalam praktek sehari-
hari. Dari segi penanganannya, kelainan ini dapat dimasukkan dalam kelompok kelainan
yang responsive terhadap steroid. Steroid adalah senyawa anti inflamasi kuat yang
digunakan sejak kurang lebih lima puluhan. Secara alamiah bahan ini merupakan
hormone endogen yang dihasilkan oleh korteks adrenal. Dalam pembuatan bahan
sintetik, analognya telah berkembang pesat dan merupakan terapi utama pada dermatitis.
52
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda Adhi, Hamzah Mochtar, Aisah Siti, editor. 2008. Dermatitis. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 5.p 126-38. Jakarta: FKUI.
2. Siregar, R.S,. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta:
EGC
3. Wilkinson SM, and Beck MH. 2004. Rook’s Textbook Of Dermatology 7th ed.
Australia: Blackwell Publishing.
4. Burns T, Breafitnach T, et al Editors. 2004. Rook’s Textbook of Dermatology 7th
ed. Massachusetts: Blackwell Publishing Inc. 2004;p. 17.10-4.
5. Habif T. 2003. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy.
4th ed. USA: mosby; p.62-64
6. Fitzpatrick TB, Wolff K, Johnson RA. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas &
Synopsis of Clinical Dermatology, 6th ed, McGraw-Hill, New York,
p.175,188,225,1850
7. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses
Penyakit. Jakarta : EGC.
8. Elewski EB. 2009. Safe and Effective Treatment of Seborrheic Dermatitis. Cutis,
Birmingham, p.333-337
9. Sign and symptoms of Atopic Dermatitis. 2011. Diakses 3 Agustus 2015.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/rashes.html#cat45 /
10. Atopic Dermatitis. 2011. Diakses 4 Agustus 2015.
http://dermatology.about.com/cs/eczemadermatitis/a/dermatitis / htm
11. Eczema and dermatitis. 2012. Diakses 4 Agustus 2015
http://dermnetnz.org/dermatitis/dermatitis / html
12. Dermatitis numularis. 2011. Diakses 5 Agustus 2015.
http://medicastore.com/penyakit/74/Dermatitis_ numularis .html
53