Referat Delayed Speech
-
Upload
agil-zulfah-mardani-sked -
Category
Documents
-
view
1.457 -
download
14
description
Transcript of Referat Delayed Speech
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah bentuk aturan atau sistem lambang yang digunakan
anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang
dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa
diekspresikan melalui bicara mengacu pada simbol verbal. Selain itu
bahasa dapat juga diekspresikan melalui tulisan, tanda gestural dan musik.
Bahasa juga dapat mencakup aspek komunikasi nonverbal seperti
gestikulasi, gestural atau pantomim.(1)
Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan
perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Keterlambatan
bicara adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan
orang tua kepada dokter. Gangguan ini semakin hari tampak semakin
meningkat pesat.(1)
Laki-laki diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa
hampir dua kali lebih banyak daripada wanita. Menurut penelitian anak
dengan riwayat sosial ekonomi yang lemah memiliki insiden gangguan
bicara dan bahasa yang lebih tinggi daripada anak dengan riwayat sosial
ekonomi menengah ke atas.(2)
Studi Cochrane terakhir telah melaporkan data keterlambatan
bicara, bahasa dan gabungan keduanya pada anak usia prasekolah dan usia
1
sekolah. Prevalensi keterlambatan perkembangan bahasa dan bicara pada
anak usia 2 sampai 4,5 tahun adalah 5-8%, prevalensi keterlambatan
bahasa adalah 2,3-19%. Sebagian besar studi melaporkan prevalensi dari
40% sampai 60%.(2)
Prevalensi keterlambatan perkembangan berbahasa di Indonesia
belum pernah diteliti secara luas. Kendalanya dalam menentukan kriteria
keterlambatan perkembangan berbahasa. Data di Departemen Rehabilitasi
Medik RSCM tahun 2006, dari 1125 jumlah kunjungan pasien anak
terdapat 10,13% anak terdiagnosis keterlambatan bicara dan bahasa.
Penelitian Wahjuni tahun 1998 di salah satu kelurahan di Jakarta Pusat
menemukan prevalensi keterlambatan bahasa sebesar 9,3% dari 214 anak
yang berusia bawah tiga tahun.(2)
B. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui fisiologi bicara, fisiologi pendengaran, etiologi,
pemeriksaan penunjang dan deteksi dini delayed speech.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fisiologi Bicara
Menurut beberapa ahli komunikasi, bicara adalah kemampuan
anak untuk berkomunikasi dengan bahasa oral (mulut) yang
membutuhkan kombinasi yang serasi dari sistem neuromuskular
untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara. Proses bicara
melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem
pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks
serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi,
resonansi dari mulut serta rongga hidung. (1)
Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris
dan motoris. Aspek sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan
rasa raba berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat dan
dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur laring, alat-alat untuk artikulasi,
tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung jawab untuk
pengeluaran suara.
Di dalam otak terdapat 3 pusat yang mengatur mekanisme
berbahasa, dua pusat bersifat reseptif yang mengurus penangkapan
bahasa lisan dan tulisan serta satu pusat lainnya bersifat ekspresif
yang mengurus pelaksanaan bahsa lisan dan tulisan. Ketiganya berada
di hemisfer dominan dari otak atau sistem susunan saraf pusat.
3
Kedua pusat bahasa reseptif tersebut adalah area 41 dan 42
disebut area wernick, merupakan pusat persepsi auditoro-leksik yaitu
mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan
dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman adalah pusat persepsi
visuo-leksik yang mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu
yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah
pusat bahasa ekspresif. Ketiga pusat tersebut berhubungan satu sama
lain melalui serabut asosiasi.
B. Fisiologi Pendengaran
Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang
ditimbulkan akan masuk melalui lubang telinga luar kemudian
menimbulkan getaran pada membrane timpani. Dari sini rangsangan
diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah ke telinga
bagian dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris
untuk pendengaran yang disebut Coclea. Saat gelombang suara
mencapai coclea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VIII ke area
pendengaran primer di otak diteruskan ke area wernick. Kemudian
jawaban diformulasikan dan disalurkan dalam bentuk artikulasi,
diteruskan ke area motorik di otak yang mengontrol gerakan bicara.
Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita
suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru-paru, sedangkan bunyi
dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langit-langit). Jadi
4
untuk proses bicara diperlukan koordinasi sistem saraf motoris dan
sensoris dimana organ pendengaran sangat penting.(1)
Proses reseptif – Proses dekode
Segera saat rangsangan auditori diterima, formasi retikulum pada
batang otak akan menyusun tonus untuk otak dan menentukan modalitas
dan rangsang mana yang akan diterima otak. Rangsang tersebut ditangkap
oleh talamus dan selanjutnya diteruskan ke area korteks auditori pada
girus Heschls, dimana sebagian besar signal yang diterima oleh girus ini
berasal dari sisi telinga yang berlawanan.(3)
Girus dan area asosiasi auditori akan memilah informasi bermakna
yang masuk. Selanjutnya masukan linguistik yang sudah dikode, dikirim
ke lobus temporal kiri untuk diproses. Sementara masukan paralinguistik
berupa intonasi, tekanan, irama dan kecepatan masuk ke lobus temporal
kanan. Analisa linguistik dilakukan pada area Wernicke di lobus temporal
kiri. Girus angular dan supramarginal membantu proses integrasi
informasi visual, auditori dan raba serta perwakilan linguistik. Proses
dekode dimulai dengan dekode fonologi berupa penerimaan unit suara
melalui telinga, dilanjutkan dengan dekode gramatika. Proses berakhir
pada dekode semantik dengan pemahaman konsep atau ide yang
disampaikan lewat pengkodean tersebut.
Proses ekspresif – Proses encode
Proses produksi berlokasi pada area yang sama pada otak. Struktur
untuk pesan yang masuk ini diatur pada area Wernicke, pesan diteruskan
5
melalui fasikulus arkuatum ke area Broca untuk penguraian dan koordinasi
verbalisasi pesan tersebut. Signal kemudian melewati korteks motorik
yang mengaktifkan otot-otot respirasi, fonasi, resonansi dan artikulasi. Ini
merupakan proses aktif pemilihan lambang dan formulasi pesan. Proses
enkode dimulai dengan enkode semantik yang dilanjutkan dengan enkode
gramatika dan berakhir pada enkode fonologi. Keseluruhan proses enkode
ini terjadi di otak/pusat pembicara.
Di antara proses dekode dan enkode terdapat proses transmisi,
yaitu pemindahan atau penyampaian kode atau disebut kode bahasa.
Transmisi ini terjadi antara mulut pembicara dan telinga pendengar. Proses
decode-encode diatas disimpulkan sebagai proses komunikasi. Dalam
proses perkembangan bahasa, kemampuan menggunakan bahasa reseptif
dan ekspresif harus berkembang dengan baik.
C. Etiologi
Penyebab Gangguan Bicara dan Bahasa menurut Blager BF(4)
Penyebab Efek pada Perkembangan Bicara
1. Lingkungan
a. Sosial ekonomi kurang
b. Tekanan keluarga
c. Keluarga bisu
d.Dirumah menggunakan bahasa
a. Terlambat
b. Gagap
c.Terlambat pemerolehan bahasa
d.Terlambat pemerolehan struktur ba
hasa bilingual
6
2. Emosi
a. Ibu yang tertekan
b.Gangguan serius pada orang tua
c.Gangguan serius pada anak
a. Terlambat pemerolehan bahasa
b. Terlambat atau gangguan
perkembangan bahasa
c. Terlambat atau gangguan
perkembangan bahasa
3. Masalah pendengaran
a. Kongenital
b.Didapat
a.Terlambat atau gangguan bicara perma
nen
b.Terlambat atau gangguan bicara perma
nen
4.Perkembangan terlambat
a. Perkembangan lambat
b.Retardasi mental
a. Terlambat bicara
b. Pasti terlambat bicara
5. Cacat bawaan
a.Palatoschizis
b.Sindrom Down
a.Terlambat dan terganggu kemampuan
bicara
b.Kemampuan bicaranya lebih rendah
6. Kerusakan otak
a. Kelainan neuromuscular a. Mempengaruhi kemampuan
7
b. Kelainan sensorimotor
c. Palsi serebral
d.Kelainan persepsi
menghisap, menelan, mengunyah
dan akhirnya timbul gangguan
bicara dan artikulasi seperti disar
tria
b.Mempengaruhi kemampuan me
nghisap,menelan, akhirnya meni
mbulkan gangguan artikulasi, sep
erti dispraksia
c.Berpengaruh pada pernapasan,
makan dan timbul juga masalah
artikulasi yang dapat mengakiba
tkan disartria dan dispraksia
d.Kesulitan membedakan suara,
mengerti bahasa, simbolisaasi, m
engenal konsep, akhirnya menim
bulkan kesulitan belajar
di sekolah
Dalam literatur lain, disebutkan beberapa penyebab keterlambatan bicara
dan berbahasa yang terlihat pada tabel di bawah ini : (1)
8
Penyebab Bahasa reseptif
Bahasa ekspresif
Kemampuan pemecahan masalah visuo-motor
Pola perkembangan
Keterlambatan fungsional
Normal Kurang normal
Normal Hanya ekspresif yang terganggu
Gangguan pendengaran
Kurang normal
Kurang normal
normal Disosiasi
Redartasi mental Kurang normal
Kurang normal
Kurang normal Keterlambatan global
Gangguan komunikasi sentral
Kurang normal
Kurang normal
normal Disosiasi, deviansi
Kesulitan belajar normal,kurang normal
Normal normal,kurang normal
Disosiasi
Autis Kurang normal
normal,kurang normal
Tampaknya normal, normal, selalu lebih baik dari bahasa
Deviansi, disosiasi
Mutisme elektif Normal Normal normal,kurang normal
D. Pemeriksaan Penunjang
a. TES BERA (Brainstem Evoked Response Auditory) atau ABR
(Auditory Brainstem Response).(5)
Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang telinga (telinga
luar) sampai ke otak. Cara kerjanya dengan memberikan bunyik klik pada
frekuensi yang berbeda–beda pada tingkat kekerasan yang berbeda–beda
pula responnya ditangkap langsung oleh sensor di otak. Tesnya tidak
menyakitkan (un-invasive), tidak perlu respon aktif dari pasien dan
9
hasilnya menyeluruh. Tes ini adalah tes paling umum dalam mendeteksi
gangguan pendengaran.
b. TES OAE (Oto Acoustic Emission).
Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai rumah siput tetapi
terutama rumah siput. Cara kerjanya dengan memberikan nada murni ke
telinga dan menangkap responnya melalui perubahan tekanan di saluran
telinga. Tesnya juga tidak menyakitkan dan tidak memerlukan respon aktif
dari pasien serta obyektif. Biasanya digunakan untuk mendeteksi
gangguan pendengaran khususnya akibat gangguan di telinga tengah
karena OME, OMA atau sensorinerual hearing loss
(SNHL) yaitu kerusakan sel saraf di rumah siput.
c. TES TYMPANOMETRI
Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai telinga tengah
(tulang sanggurdi). Caranya mirip dengan OAE tapi responnya dari
defleksi (perubahan gerak) gendang telinga. Tesnya juga tidak
menyakitkan, obyektif dan tidak perlu respon aktif dari pasien. Biasanya
digunakan untuk mengeliminasi kemungkinan gangguan telinga tengah
jika hasil OAE menunjukkan respon negatif.
d. TES AUDIOMETRI
Pemeriksaan audiometri memerlukan : audiometer, ruang kedap suara,
dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang adalah : (6)
* audiometri nada murni
* audiometri tutur
10
Audiometri nada murni adalah tes dasar untuk mengetahui ada
tidaknya gangguan pendengaran. Selama tes, orang yang dites akan
mendengar nada murni yang diberikan pada frekwensi yang berbeda
melalui sebuah headphone atau ear phone. Intensitas nada berangsur-
angsur dikurangi sampai ambang dengar, titik dimana suara terkecil yang
dapat didengar akan diketahui. Hasilnya ditunjukkan dalam desibel (dB)
dan dimasukkan ke bentuk audiogram. (7)
Caranya dengan memberikan nada murni baik melalui earphone
(direct to ear) ataupun speaker (free field test) dan meminta respon balik
dari pasien apakah bunyi terdengar atau tidak. Tesnya tidak menyakitkan
namun agak subyektif dan memerlukan respon aktif dari pasien. Cukup
sulit dilakukan khususnya untuk anak – anak.(8)
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran
pasien pada stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frkwensi
yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik
berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala desibel. Suara dipresentasikan
dengan earphone (air conduction) dan skull vibrator (bone conduction).
Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya
nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.
(6)
Untuk anak–anak biasanya dilakukan “Play Audiometri” yaitu uji
pendengaran dengan bermain dan diperlukan audiologist yang
berpengalaman untuk mendapatkan hasil yang baik. Biasanya untuk
11
menguji kemajuan/kemunduran fungsi pendengaran terutama pada pasien
gangguan pendengaran.(8)
Sedangkan pada audiometric tutur dites seberapa banyak
kemampuan mengerti percakapan pada intensitas yang berbeda. Tes terdiri
dari sejumlah kata-kata tertentu yang diberikan melalui headphone atau
pengeras suara free field. Kata-kata tersebut harus diulangi oleh orang
yang dites. Setelah selesai, persentase berapa kata yang dapat diulang
dengan benar dapat diketahui. (7)
12
e. TES ASSR (Auditory Steady State Response).
Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang telinga sampai ke
otak. Cara kerjanya seperti BERA tapi yang diberikan adalah nada murni
seperti layaknya tes audiometri. Namun tidak diperlukan partisipasi aktif
dari pasien karena respon langsung dicatat oleh sensor yang menangkap
aktifitas otak. Tes ini tidak menyakitkan dan tidak memerlukan respon
aktif namun pasien harus diam dan tenang dalam waktu yang cukup
lama, kurang lebih 1 jam.
Seringkali dianjurkan agar pasien ditidurkan atau diberi obat tidur
jika memang sulit, diminta untuk tetap tenang dan diam. Digunakan
untuk mendeteksi gangguan pendengaran pada bayi dan
anak - anak yang masih kecil.(8)
E. Deteksi Dini Delay Speech
Semakin dini kita mendeteksi kelainan atau gangguan tersebut
maka semakin baik pemulihan gangguan tersebut. Semakin cepat
13
diketahui penyebab gangguan bicara dan bahasa pada maka semakin cepat
stimulasi dan intervensi dapat dilakukan pada anak tersebut. Deteksi dini
gangguan bicara dan bahsa ini harus dilakukan oleh semua individu yang
terlibat dalam penanganan anak ini, mulai dari orang tua, keluarga, dokter
kandungan yang merawat sejak kehamilan dan dokter anak yang merawat
anak tersebut.(3)
Ada beberapa tahap bicara yang sebaiknya diperhatikan orangtua,
dijabarkan sebagai berikut : (9)
Usia Kemampuan
0-1 bulan Respons bayi saat mendengar suara dengan
melebarkan mata atau perubahan irama pernafasan
atau kecepatan menghisap susu
2-3 bulan Respons bayi dengan memperhatikan dan
mendengar orang yang sedang bicara
4 bulan Menoleh atau mencari suara orang yang namanya
dipanggil
6-9 bulan Babbling (mengucapkan satu suku kata), mengerti
bila namanya disebut
9 bulan Mengerti arti kata "jangan"
10-12 bulan Imitasi suara, mengucapkan mama/papa dari tidak
berarti sampai berarti kadang meniru 2-3 kata
Mengerti perintah sederhana seperti "Ayo berikan
pada saya"
14
13-15 bulan Perbendaharaan 4-7 kata, 20% bicara mulai
dimengerti orang lain
16-18 bulan Perbendaharan 10 kata, beberapa ekolalia (meniru
kata yang diucapkan orang lain), 25% dapat
dimengerti orang lain
22-24 bulan Perbendaharan 50 kata, kalimat 2 kata, 75% dapat
dimengerti orang lain
2-2,5 tahun Perbendaharan > 400 kata, termasuk nama, kalimat
2-3 kata, mengerti 2 perintah sederhana sekaligus
3-4 tahun Kalimat dengan 3-6 kata ; bertanya, bercerita,
berhubungan dengan pengalaman, hampir semua
dimengerti orang lain
4-5 tahun Kalimat degan 6-8 kata, menyebut 4 warna,
menghitung sampai 10
Untuk memudahkan orangtua ada beberapa tahap bicara yang dapat dijadikan
parameter. Seperti telah dijelaskan bahwa semakin dini diketahui adanya
gangguan perkembangan, semakin cepat dapat dilakukan intervensi berupa
stimulasi. Orangtua harus mulai waspada bila : (9)
Pada usia 6 bulan, bayi tidak melirik atau menoleh pada sumber suara
yang datang dari belakang atau sampingnya
Pada usia 10 bulan, bayi tidak merespons bila dipanggil namanya
15
Pada usia 15 bulan, anak tidak mengerti atau merespons terhadap kata
"tidak" atau "jangan"
Pada usia 21 bulan, anak tidak merespons terhadap perintah : duduk,
kesini, atau berdiri
Pada usia 24 bulan, anak tidak dapat menunjuk dan menyebutkan bagian
tubuh seperti mulut, hidung, mata atau kuping.
BAB III
KESIMPULAN
1. Proses terjadinya bicara ada dua, yaitu proses sensoris dan motoris.
2. Etiologi delayed speech antara lain faktor lingkungan, emosi, masalah
pendengaran, perkembangan terlambat, cacat bawaan dan kerusakan otak.
3. Pemeriksaan penunjang pada delayed speech dapat berupa BERA, OAE,
tympanometri, audiometri dan ASSR.
4. Deteksi dini delayed speech sangat penting agar stimulasi dan intervensi
dapat segera dilakukan.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Judarwanto, W. 2008. Keterlambatan bicara pada anak, normalkah?. Diakses dari http://www.wikimu.com/News/Display News.aspx? id=10328&post=1
2. Judarwanto, W. 2009. Epidemiologi : gangguan bicara pada anak. Diakses dari http://speechclinic.wordpress.com/2009/06/28/epidemiologi-gangguan-bicara-pada-anak/
3. Judarwanto, W. 2009. Proses mekanisme bicara dan bahasa : proses fisiologi bicara. Diakses dari http://speechclinic.wordpress.com/2009/06/28/proses-mekanisme-bicara-dan-bahasa-proses-fisiologi-bicara/
4. Judarwanto, W. 2006. Keterlambatan bicara, berbahaya atau tidak berbahaya. Diakses dari http://www.keterlambatan-bicara.blogspot.com/
5. Audiyanti. 2008. Sharing mengenai tes pendengaran. Diakses dari http://audiyanti.multiply.com/journal/item/28/Sharing_Mengenai_Tes_Pendengaran
6. Kartika, H. 2007. Audiometri dasar. Diakses dari http://hennykartika.wordpress.com/2007/03/11/audiometri-dasar/
17
7. Judarwanto, W. 2009. Penyebab gangguan bicara dan bahasa. Diakses dari http://speechclinic.wordpress.com/2009/06/28/penyebab-gangguan-bicara-dan-bahasa-2/
8. Anonim. 2009. Audiometri nada murni dan audiometri tutur. Diakses dari http://www.alatbantudengar.com/ask-hearing-specialist.php
9. Partiwi, A. 2005. Pentingnya deteksi dini keterlambatan bicara pada bayi dan anak. Diakses dari http://rafikamilani.multiply.com/journal/item/7
18