Referat Dbd Stage III

download Referat Dbd Stage III

of 41

Transcript of Referat Dbd Stage III

KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga sehingga Saya dapat menyelesaikan penyusunan referat ini dengan judul Diagnosis dan Penatalaksanaan Pada Pasien Dengue Haemoragic Fever Deajat III Dengan Dengue Shock Syndrom dan Sepsis. Referat ini saya ajukan dalam rangka melaksananakan tugas kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Budhi Asih. Pada kesempatan ini perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih kepada dr.H.A.Syaiful Karim Sp.PD yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan referat ini. Dan kepada kedua orang tua saya yang selalu mendukung saya, serta kepada teman-teman koass dan semua pihak yang telah turut membantu penyusunan referat ini. Diharapkan referat ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para mahasiswa kedokteran, serta semoga dapat menambah pengetahuan dalam bidang kedokteran dan dapat menjadi bekal dalam profesi kami kelak. Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan senang hati saya menerima kritik dan saran yang membangun. Atas perhatian yang diberikan saya ucapkan terima kasih.

Jakarta , Maret 2012 Penulis

1

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR1 DAFTAR ISI...2 BAB I. PENDAHULUAN..3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA....4 2.1 Definisi....4 2.2 Epidemoilogi...4 2.3 Etiologi5 2.4 Cara penularan....5 2.5 Manifestasi Klinis...6 2.6 Patofisiologi....7 2.7 Patogenesis.....7 2.8 Diagnosis ......14 2.9 Diagnosis banding..16 2.10 Penatalaksanaan...16 2.11 Laporan Kasus.....22 BAB III. PENUTUP...40 DAFTAR PUSTAKA. 41

2

BAB I PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang menjadi masalah kesehatam masyarakat terutama di Indonesia karena prevalensinya yang tinggi dan penyebarannya semakin meluas. Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manisfestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.

Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Pola penyebaran penyakit infeksi virus Dengue sejak 1780 1949 memiliki kecenderungan epidemik dan lebih banyak di daerah tropis. Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka kematian berkisar 24.000.

Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi

atau

penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh tanda renjatan atau syok dapat berakibat fatal. Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah satu masalah kesehatan global.

3

BAB II PEMBAHASAN Spektrum klinis infeksi virus dengue bervariasi tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD)

1.DEFINISISindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria DBD disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. SSD adalah kelanjutan dari DBD dan merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus dengue, derajat paling berat, yang berakibat fatal

2.EPIDEMIOLOGI Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina.Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali, (3) Tidak adanya control vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi.4

Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun. 3.ETIOLOGI Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. keempatnya ditemukan di Indonesia dengan den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan menunjukkan manifestasi klinik yang berat. 4.CARA PENULARAN Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan5

nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. 5.MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus sehingga dapat bersifat asimptomatik, atau berupa demam yang tidak khas (undifferentiated fever), demam dengue (DD),demam berdarah dengue (DBD) atau sindrom syok dengue (SSD). Masa inkubasi dalam tubuh manusia selama 4-6 hari (rentang 3-14 hari) timbul gejala prodromal yang tidak khas berupa nyeri kepala, tulang belakang, dan merasa lemas

6

6.PATOFISIOLOGI Fenomena patofisiologi utama DBD adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, dan diathesis hemoragik. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa syok. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melaui endotel dinding pembulouh darah. Meningkatnya nilai hematokrit menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler melalui kapiler yang rusak. Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang sering ditemukan.

Trombositopenia diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit dan depresi fungsi megakariosit. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD. Selain trombositopenia kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan penderita DBD. Perdarahan kulit pada penderita DBD umunya disebabkan oleh faktor kapiler,gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia,sedangkan perdarahan masif terjadi akibat kelainan

mekanisme yang lebih kompleks lagi yaitu trombositopenia, gangguan faktor pembekuan dan kemungkinan besar oleh faktor Disseminated Intravaskular Coagulation. 7.PATOGENESIS Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian. Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan7

mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat8

berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian. Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar.Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.

Gambar 1 : Patogenesis terjadinya syok pada DBD

9

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

Gambar 2 : Patogenesis perdarahan pada DBD

10

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.

A.Demam Dengue Masa tunas berkisar 3-15 hari umumnya 5-8 hari. Permulaan penyakit biasanya mendadak. Gejala prodormal meliputi nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, menggigil, dan malaise. Pada umumnya ditemukan sindrom trias yaitu demam tinggi,nyeri pada anggota badan, dan timbul ruam (rash). Ruam biasanya timbul 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali yaitu pada hari ke 3 sampai hari ke 5 dan biasanya berlangsung selama 3-4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam mula mula tampak di dada, tubuh serta abdomen lalu menyebar ke anggota gerak dan muka. Gejala klinis biasanya timbul mendadak disertai kenaikan suhu tubuh, nyeri kepala hebat, nyeri dibelakang bola mata, punggung otot, sendi dan disertai menggigil. Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan, selain itu perasaan tidak nyaman didaerah epigastrium disertai kolik dan perut lembek sering ditemukan. Pada stadium ini penyakit sering timbul perubahan dalam indra pengecap. Gejala klinis lain yang sering didapat ialah fotofobia, banyak keringat, suara serak, batuk, epistaksis dan disuri.Kelenjar servikal membesar pada 67-77% penderita yang disebut sebagai Castelanis sign yang sangat patognomonik dan merupakan patokan yang berguna untuk membuat diagnosis banding. Kelainan darah tepi pada penderita demam dengue ialah leukopeni. Netrofil relatif dan limfopeni pada masa penyakit periode memuncakknya penyakit dan terdapat trombositopeni. Darah tepi menjadi normal kembali dalam waktu satu minggu.

11

Komplikasi

demam

dengue

walaupun

jarang

dilaporkan

ialah

orkhitis

atau

ovaritis,keratitis dan retinitis.Berbagai kelainan neurologi dilaporkan diantaranya penurunan kesadaran,paralisis sensorium yang bersifat sementara dan encephalopati. Diagnosis banding mencakup infeksi virus,bakteri dan parasit yang memperlihatkan sindrom serupa.

B.Demam Berdarah Dengue DBD ditandai oleh 4 manifestasi klinis yaitu demam tinggi, perdarahn terutama perdarahan kulit, hepatomegali dan kegagalan peredaran darah. Demam timbul secara mendadak disertai gejala klinis yang tidak spesifik seperti anoreksia, lemah, nyeri punggung, tulang, sendi dan nyeri kepala. Demam sebagai gejala utama terdapat pada semua penderita.Lama demam sebelum dirawat antara 2-7 hari. Terjadinya kejang dan hipereksia disertai penurunan kesadaran pada beberapa kasus seringkali mengelabui sehingga ditegakkan diagnosis kemungkinan ensefalitis.

12

Manifestasi yang paling sering ditemukan pada DBD ialah perdarahan kulit, uji torniket positif, memar dan perdarahan pada tempat pengambilan darah vena.Petekhie halus yang tersebar dianggota gerak, wajah dan aksila seringkali ditemukan pada masa dini demam.Perdarahan dapat terjadi disetiap organ tubuh. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang dijumpai,sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih sering lagi dan biasanya timbul setelah syok yang tidak dapat diatasi. Hepatomegali pada umunya dapat diraba pada permulaan penyakit dan pembesaran hati ini tidak sejajar dengan berat penyakit.Nyeri tekan seringkali ditemukan tanpa disertai ikterus.Hati pada anak berumur 4 tahun dan atau lebih dengan gizi baik biasanya tidak dapat diraba. Kewaspadaan perlu ditingkatkan pada anak yang semula heparnya tidak dapat diraba pada waktu masuk rumah sakit dan selama perawatan heparnya membesar. Pada kira-kira sepertiga penderita DBD setelah demam berlangsung beberapa hari ,keadaan umum penderita tiba-tiba memburuk .Hal itu biasanya terjadi pada saat atau setelah demam menurun yaitu antara hari ke 3 dan ke 7 sakit. Pada penderita ditemukan tanda kegagalan peredaran darah yaitu kulit terasa lembab dan dingin,sianosis sekitar mulut,nadi menjadi cepat dan lemah dan akhirnya terjadi penurunan tekanan darah. C.Dengue Shock Syndrome Pada penderita DBD yang disertai syok setelah demam berlangsung selama beberapa hari,keadaan umum penderita tiba-tiba memburuk. Pada sebagian besar penderita ditemukan tanda kegagalan peredaran darah yaitu kulit terasa lembab dan dingin, sianosis sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lemah, cepat kecil sampai tidak teraba. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang dan tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau lebih rendah. Penderita kelihatan lesu,gelisah dan secara cepat masuk dalam fase kritis syok. Penderita seringkali mengeluh nyeri didaerah perut sesaat sebelum syok timbul. Nyeri perut hebat seringkali mendahului perdarahan gastrointestinal dan nyeri didaerah retrosternal tanpa sebab yang dapat dibuktikan memberikan petunjuk terjadinya perdarahan gastrointestinal yang hebat. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya mempunyai prognosis buruk.

13

8. DIAGNOSIS a) Diagnosis DBD ditetapkan berdasarkan criteria WHO revisi 1997 yaitu: 1. Demam akut 2-7 hari, bersifat bifasik. 2. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa uji tourniquet positif petekia, ekimosis, atau purpura Perdarahan mukosa, saluran cerna, dan tempat bekas suntikan Hematemesis atau melena 3. Trombositopenia ( trombosit < 100.00/mm3 atau kurang ) 4. Kebocoran plasma yang ditandai dengan Peningkatan nilai hematrokrit >20 % dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin dan populasi yang sama Penurunan nilai hematokrit hingga 20 % setelah pemberian cairan yang adekuat Nilai Ht normal diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian cairan. Efusi pleura, asites, dan hipoproteinemi Sindrom Syok Dengue Seluruh kriteria DBD (4) disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu : - Penurunan kesadaran, gelisah - Nadi cepat, lemah - Hipotensi - Tekanan nadi < 20 mmHg - Perfusi perifer menurun - Kulit dingin-lembab b)Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk screening dengan periksa kadar hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), trombosit, leukosit. Pemeriksaan sediaan apus darah tepi menunjukkan limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru. Kadar leukosit dapat normal atau menurun Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45% jumlah leukosit total) disertai14

limfosit plasma biru (LPB >15% total leukosit) yang pada fase syok akan meningkat. Trombosit umumnya menurun pada hari ke-3 hingga ke-8. Pemeriksaan hematokrit untuk menentukan kebocoran plasma dengan peningkatan kadar hematokrit >20% kadar hematokrit awal Diagnosis pasti dapat tegak bila didapatkan hasil isolasi virus dengue (cell culture) atau deteksi antigen virus RNA dgn teknik Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction namun teknik ini rumit. Pemeriksaan lain yaitu tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue. Berupa antibodi total, IgM yang terdeteksi mulai hari ke-3 sampai ke-5, meningkat smpai minggu 3, dan menghilang setelah 60-90 hari. IgG terbentuk pada hari ke-14 pada infeksi primer, dan terdeteksi pada hari ke-2 pada infeksi sekunder. Pemeriksaan lain menunjukkan SGOT dan SGPT dapat meningkat. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. aPTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat. Pada pemeriksaan radiologis pada posisi lateral dekubitus kanan bisa ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan. Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan beratringannya penyakit. Pada pasien syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral.

Berdasarkan beratnya penyakit DBD dibagi menjadi 4 derajat yaitu: Derajat I : Demam disertai gejala konstitusioner yang tidak khas dan manifestasi perdarahan hanya berupa uji torniket positif dan atau mudah memar. Derajat II: Derajat 1 disertai perdarahan spontan dapat berupa perdarahan bawah kulit atau jenis perdarahn lainnya. Derajat III: Terdapat kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah atau hipotensi disertai kulit dingin dan lembab ,serta penderita menjadi gelisah. Derajat IV: Syok yang ditandai dengan penurunan tekanan darah dan nadi tidak teratur

DBD derajat III dan IV digolongkan dalam Dengue Shock Syndrome

15

9.DIAGNOSIS BANDING Pada hari hari pertama diagnosis DBD sulit dibedakan dari morbili yang disertai demam. Pada hari ke 3-4 demam, kemungkinan diagnosis DBD akan lebih besar apabila gejala klinis lain seperti manifestasi perdarahan dan pembesaran hati menjadi nyata. Kadang-kadang sulit dalam membedakan syok pada DBD dengan syok karena sepsis. 10. PENATALAKSANAAN Protokol 1. Penanganan Tersangka (probable) DBD Tanpa Syok Petunjuk dalam memberi pertolongan pertama pada penderita atau tersangka DBD di Unit Gawat Darurat serta dalam memutuskan indikasi rawat. Tersangka DBD di UGD dilakukan pemeriksaaan darah lengkap, minimal Hb, Ht dan trombosit. Bila hasil trombosit normal atau turun sedikit (100.000 150.000) pasien dipulangkan, wajib kontrol 24 jam berikut atau bila memburuk segera harus kembali ke UGD. Bila hasil Hb dan Ht normal, trombosit 10-20% dan trombosit turun 20% dan nilai trombosit 20%

Peningkatan nilai Ht >20% menunjukkan tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Terapi awal pemberian cairan, infuse kristaloid dengan dosis 6-7ml/kg/jam. Monitor dilakukan 3-4 jam setelah pemberian cairan. Parameter nilai perbaikan adalah kadar Ht, frekuensi nadi, tekanan darah dan produksi urin. Bila didapatkan tanda perbaikan maka dosis cairan dikurangi menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila 2 jam kemudian keadaan tetap dan ada perbaikan, dosis dikurangi menjadi 3ml/kgBB/jam. Bila keadaan tetap membaik dalam 24-48 jam kemudian, pemberian cairan infuse dapat dihentikan. Bila keadaan tidak membaik setelah terapi awal maka dosis cairan infus naik menjadi 10ml/kgbb/jam. Bila 2 jam keadaan membaik, cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgbb jam.Bila memburuk, naik menjadi 15 ml/kgBB/jam.Bila tanda syok (+) masuk ke protokol syok.

18

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

Sumber perdarahan masif dan spontan pada penderita DBD adalah epistaksis, perdarahan saluran cerna (hematemesis, melena atau hematoskesia), saluran kencing (hematuria), perdarahan otak, dan yang tersembunyi, dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Terapi cairan sama seperti kasus DBD tanpa syok. Pemeriksaan tanda vital, Hb, Ht, trombosit dilakukan 4-6 jam serta pemeriksaan trombosis dan hemostasis. Heparin diberi bila tanda KID (+). Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi, PRC diberi bila Hb