Referat Db Dasu

42
Referat Demam Berdarah Dengue Derajat Disusun oleh Firdaus Luke Nugraha 11.2013.062 Pembimbing: dr. H. Soekasno, SpA KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

description

ccnkjnckqc

Transcript of Referat Db Dasu

Referat

Demam Berdarah Dengue Derajat

Disusun olehFirdaus Luke Nugraha11.2013.062

Pembimbing: dr. H. Soekasno, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAKRUMAH SAKIT MARDI RAHAYUKUDUS2015

Daftar Isi

Daftar Isi1

Bab IPendahuluan2

Bab IIDefinisi3Etiologi3Cara Penularan3Patofisiologi4Manifestasi Klinis6Diagnosis10Pemeriksaan Penunjang11Komplikasi13Penatalaksanaan14Pencegahan25

Bab IIIPenutup26

Daftar Pustaka27

BAB IPENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever ((DHF) merupakan penyakit virus yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan penderita meninggal dalam waktu yang sangat pendek (beberapa hari). Penyakit ini masuk ke Indonesia sejak tahun 1968 dan pada tahun 1980 DHF telah dilaporkan tersebar luas di seluruh propinsi Indonesia. Gejala Klinis DHF berupa demam tinggi yang berlangsung terus menerus selama 2-7 hari dan manifestasi perdarahan yang biasanya didahului dengan terlihatnya tanda khas berupa bintik-bintik merah (petechiae) di tubuh penderita. Penderita dapat mengalami sindrom syok dan meninggal. Vektor utama DHF adalah Aedes aegypti, sedangkan vektor potensialnya adalah Aedes albopictus.1Sejak tahun 2004 di Indonesia telah dilaporkan kasus tinggi untuk demam berdarah dengue di wilayah asia tenggara. Pada tahun 2005, Indonesia merupakan kontributor utama terhadap kasus demam berdarah dengue di wilayah asia tenggara (53%) dengan total 95,270 kasus dan 1298 kematian (CFR = 1.36%). Jika dibandingkan dengan tahun 2004, maka terdapat peningkatan kasus sebesar 17% dan kematian sebesar 36%. Pada tahun 2006 di Indonesia terdapat 57 % dari kasus demam berdarah dengue dan kematian hampir 70 % di wilayah asia tenggara.2 Pada tahun 2006, provinsi yang terjadi peningkatan kasus adalah Aceh, Bali, Sumsel, Lampung, Kalbar, Jatim, Jabar, Gorontalo dan DKI Jakarta. Peningkatan kasus secara signifikan terjadi di provinsi Jatim and Jabar. The case fatality rate sebesar 5% pada provinsi Sumsel. Provinsi dengan CFR lebih dari 1 % adalah Aceh, Sumut, Riau, Kep Riau, Jambi, Bengkulu, Banten, Jating, Jatim, Kalbar, Kateng, Kalsel, Katim, Sulut, Sulteng and Sulbar.

BAB IITINJAUAN PUSTAKADefinisiDemam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh arthropod borne viruses dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia, rash, leukopeni dan limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akibat virus dengue yang berat dan sering kali fatal. 3DBD dibedakan dari DD berdasarkan adanya peningkatan permeabilitas vaskuler dan bukan dari adanya perdarahan. Pasien dengan demam dengue (DD) dapat mengalami perdarahan berat walaupun tidak memenuhi kriteria WHO untuk DBD. 1

EtiologiVirus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan ukuran 50 nm dan mengandung RNA rantai tunggal. 8 Hingga saat ini dikenal empat serotipe yaitu DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4. 1-9Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya. Aedes aegypty merupakan vektor epidemik yang paling penting disamping spesies lainnya seperti Aedes albopictus, Aedes polynesiensis yang merupakan vektor sekunder dan epidemi yang ditimbulkannya tidak seberat yang diakibatkan Aedes aegypty.8

Cara Penularan Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.

PatofisiologiPatofisiologi yang terpenting dan menentukan derajat penyakit ialah adanya perembesan plasma dan kelainan hemostasis yang akan bermanifestasi sebagai peningkatan hematokrit dan trombositopenia. Adanya perembesan plasma ini membedakan demam dengue dan demam berdarah dengue. 9,10Hingga saat ini patofisiologi DD/DBD masih belum jelas.3 Sejak tahun 1950an, dari pengamatan epidemiologis, klinis dan laboratoris muncul teori infeksi sekunder oleh virus lain berturutan, teori antigen antibodi dan aktivasi komplemen, dari sini berkembang menjadi teori infection enhancing antibody kemudian muncul peran endotoksemia dan limfosit T. 9

Gambar 2. Teori secondary heterologous infection yang pertama kali dipublikasikan oleh Suvatte,1977 dan pernah dianut untuk menjelaskan patofisiologi DD/DBDTeori enhancing antibody/ the immune enhancement theoryTeori ini dikembangkan Halstead tahun 1970an. Beliau mengajukan dasar imunopatologi DBD/DSS akibat adanya antibodi non-neutralisasi heterotropik selama perjalanan infeksi sekunder yang menyebabkan peningkatan jumlah sel mononuklear yang terinfeksi virus dengue. Berdasarkan data epidemiologi dan studi in vitro, teori ini saat ini dikenal sebagai antibody dependent enhancement (ADE) yang dianut untuk menjelaskan patogenesis DBD/DSS. Hipotesis ini juga mendukung bahwa pasien yang menderita infeksi sekunder dengan serotipe virus dengue heterolog memiliki risiko lebih tinggi mengalami DBD dan DSS. 1Menurut teori ADE ini, saat pertama digigit nyamuk Aedes aegypty, virus DEN akan masuk dalam sirkulasi dan terjadi 3 mekanisme yaitu : Mekanisme aferen dimana virus DEN melekat pada monosit melalui reseptor Fc dan masuk dalam monosit Mekanisme eferen dimana monosit terinfeksi menyebar ke hati, limpa dan sumsum tulang (terjadi viremia). Mekanisme efektor dimana monosit terinfeksi ini berinteraksi dengan berbagai sistem humoral dan memicu pengeluaran subtansi inflamasi (sistem komplemen), sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi faktor koagulasi. 10Antibodi Ig G yang terbentuk dari infeksi dengue terdiri dari: Antibodi yang menghambat replikasi virus (antibodi netralisasi) Antibodi yang memacu replikasi virus dalam monosit (infection enhancing antibody). 10Antibodi non netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan kompleks imun infeksi sekunder yang menghambat replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari bahwa infeksi virus dengue oleh serotipe berlainan akan cenderung lebih berat. Penelitian in vitro menunjukkan jika kompleks antibodi non netralisasi dan dengue ditambahkan dalam monosit akan terjadi opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel terinfeksi sedangkan virus tetap hidup dan berkembang. Artinya antibodi non netralisasi mempermudah monosit terinfeksi sehingga penyakit cenderung lebih berat.10Hipotesis ADE ini telah mengalami beberapa modifikasi yang mencakup respon imun meliputi limfosit T dan kaskade sitokin. Rothman dan Ennis (1999) menjelaskan bahwa kebocoran plasma (plasma leakage) pada infeksi sekunder dengue terjadi akibat efek sinergistik dari IFN-, TNF- dan protein kompleman teraktivasi pada sel endotelial di seluruh tubuh.1Hipotesis ADE dijelaskan sebagai berikut; antibodi dengue mengikat virus membentuk kompleks antibodi non netralisasi-virus dan berikatan pada reseptor Fc monosit (makrofag). Antigen virus dipresentasikan oleh sel terinfeksi ini melalui antigen MHC memicu limfosit T (CD4 dan CD 8) sehingga terjadi pelepasan sitokin (IFN-) yang mengaktivasi sel lain termasuk makrofag sehingga terjadi up-regulation pada reseptor Fc dan ekspresi MHC. Rangkaian reaksi ini memicu imunopatologi sehingga faktor lain seperti aktivasi komplemen, aktivasi platelet, produksi sitokin (TNF, IL-1,IL-6) akan menyebabkan eksaserbasi kaskade inflamasi.

Manifestasi KlinisDemam Dengue

Grafik 1. Fase Demam Pada Infeksi Dengue.

Gejala klasik dari demam dengue adalah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik (saddle back fever), kadang-kadang disertai menggigil, nyeri kepala, dan flushed face (muka kemerahan). Dalam 24 jam terasa nyeri di belakang mata terutama pada pergerakan mata atau bila bola mata ditekan, fotofobia, dan nyeri otot serta sendi. Gejala lain yang dapat dijumpai adalah anoreksia, konstipasi, nyeri perut/kolik, nyeri tenggorokan, dan depresi (biasanya terdapat pada pasien demam). Gejala tersebut biasanya menetap untuk beberapa hari.Secara klinis ditemukan demam, suhu pada umumnya antara 39-40oC, bersifat bifasik, menetap antara 5-7 hari. Pada awal fase demam terdapat ruam yang tampak di muka leher, dada. Pada akhir fase demam (hari ketiga atau keempat) ruam berbentuk makulopapular atau bentuk skarlatina. Selanjutnya pada fase penyembuhan suhu turun dan timbul petekie yang menyeluruh pada kaki dan tangan dan diantara petekie dapat dijumpai area kulit normal berupa bercak keputihan, kadang-kadang dirasa gatal. Perdarahan kulit pada Demam Dengue terbanyak adalah uji Tourniquet positif dengan atau tanpa petekie.Derajat penyakit sangat bervariasi, berbeda untuk tiap individu dan pada daerah epidemi. Perjalanan penyakit biasanya pendek 5 hari, tetapi dapat memanjang pada dewasa sampai beberapa minggu. Pada dewasa sering kali disertai lemah, depresi dan bradikardia. Perdarahan seperti mimisan, perdarahan gusi, hematuria, dan menorrhagia, sering terjadi pada saat epidemi DD. Walaupun jarang, kadang-kadang terjadi perdarahan hebat walaupun jarang menyebabkan kematian. DD yang disetai dengan manofestasi perdarahan harus dibedakan dengan DBD.Pada pemeriksaan laboratorium selama DD akut ialah sebagai berikut Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian leukopeni hingga periode demam berakhir Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme pembekuaan darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi trombositopeni Serum biokimia/enzim biasanya normal,kadar enzim hati mungkin meningkat.11Demam Berdarah DengueGejala demam pada DBD awalanya didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak mempan dengan obat antipiretik. Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40oC dan dapat terjadi kejang demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat fase demam mulai cenderung menurun dan pasien tampak seakan sembuh, hati-hati karena fase tersebut dapat sebagai awal kejadian syok. Biasanya pada hari ketiga dari demam. Hari ke 3,4,5 adalah fase kritis yang harus dicermati pada hari ke 6 dapat terjadi syok. Kemungkinan terjadi perdarahan dan kadar trombosit sangat rendah (= 10 buah, pembendungan dapat dihentikan)1. Lihat pada bagian bawah lengan depan (daerah volar) dan atau daerah lipatan siku (fossa cubiti), apakah timbul bintik-bintik merah, tanda perdarahan (petekie)1. Hasil uji Torniquet dinyatakan positif (+) bila ditemuakn >= 10 bintik perdarahan (petekia) pada luas 1 inci persegi.Hepatomegali pada umunya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah lengkungan iga kana. Proses pembesaran hati, dari tidak teraba, dapat meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hati, berhubungan dengan adanya perdarahan. Nyeri perut lebih tampak jelas pada anak besar dari pada anak kecil. Pada sebagian kecil kasus dapat dijumpai ikterus.Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah demam turun. Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, akral ekstremitas terabab dingin, disertai dengan kongesti kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara. Pasien biasanya akan sembuh spontan setelah pemberian cairan dan elektrolit. Pada kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk setelah beberapa hari demam. Pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara hari sakit ke 3-7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasine menjadi gelisah, nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba. Pada saat akan terjadi syok, beberapa pasien tampak sangat lemah dan sangat gelisah. Sesaat sebelum syok seringkali pasien mengeluh nyeri perut. Syok ditandai dengan denyut nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang) atau hipotensi (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg), kulit dingan dan lembab. Penyembuhan DBD dengan atau tanpa syok akan terjadi cepat, akan tetapi kadang-kadang sulit diramalkan. Walaupun dari sebagian besar pasien dengan syok berat, bila pengobatannya adekuat pasien akan sembuh kembali dalam waktu 2-3 hari. Timbulnya nafsu makan dan pengeluaran urin yang cukup merupakan tanda prognosis yang baik. Pada saat penyembuhan seringakali disertai sinus bradikardi atau denyut nadi yang tidak teratur (aritmia) dan adanya ruam petekia yang menyeluruh dengan bagian kulit sehat berupa bercak putih diantaranya, terdapat pada daerah distal (kaki, tangan, kadang-kadang terjadi di muka). 11

Dengue Shock SyndromeSyok merupakan tandan kegawatan yang harus mendapat perhatian serius, oleh karena bila tidak diatasi sebaik-baiknya dan secepatnya dapat menyebabkan kematian. Syok biasa terjadi psaat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke-3 sampai hari ke-7 sakit. Pasieen mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, andi cepa-lemah, tekanan nadi 20 mmHg dan hipotensi. Pasien dapat dengan cepat masuk ke dalam fase kritis yaitu syok berat (profound shock), pada saat itu tekanan darah dan nadi tidak dapat terukur lagi. Syok dapat terjadi dalam waktu yang sangat singkat, pasien dapat meninggal dalam waktu 12-24 jam. Apabila syok tidak dapat segera diatasi dengan baikm akan terjadi komplikasi yaitu asidosis metabolik, perdarahan saluran cerna hebat atau perdarahan lain, hal ini pertanda prognosis buruk. Sebagian besar pasien masih tetap sadar walupun telah memasuki fase terminal. Pasien dengan perdarahan intraserebral dapat disertai kejang dan koma. Ensefalopati dapat terjadi berhubungan dengan gangguan metabolik dan elektrolit.11

Diagnosis Kriteria diagnosis DBD (Case definition) berdasarkan WHO 1997 ialah :Kriteria klinis : Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7 hari Terdapat manifestasi perdarahan termasuk uji tornikuet positif, petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena Pembesaran hati Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadiKriteria laboratorium : Trombositopenia (100.000/l atau kurang) Adanya kebocaoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler dengan manifestasi sebagai berikut. a. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20%. b. Penurunan hematokrit 20% dari nilai standar, setelah dilakukannya penggantian volume plasma.Dua kriteria klinis ditambah satu dari kriteria laboratoris (atau hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosa sementara DBD. Dalam memonitor nilai hematokrit, harus diingat kemungkinan adanya penggantian volume plasma, anemia sebelumnya, atau perdarahan berat.11

Pembagian derajat DBD menurut WHO 1975 dan 1986 ialah : Derajat I : Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi perdarahan adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan spontan. Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain. Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (1ml/kgBB/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat seringkali dijumpai acute tubulular nekrosis, ditandai dengan penurunan jumlah urin, dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.Udem ParuUdem pari adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan (overload). Pemberian caian pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Akan tetapi apabila pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular, cairan masih diberikan (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit) pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto dada. Gambaran udem paru harus dibedakan dengan perdarahan paru.11

Penatalaksanaan 0. Demam DenguePasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien dianjurkan: Tirah baring, selama masih demam. Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk menurunkan suhu menjadi 201000 + 20 x kg (BB > 20)

Tabel 3. Kebutuhan cairan rumatanJenis Cairan Larutan kristaloid yang direkomendasi WHO adalah larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL), ringer asetat (D5/RA), 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA), NaCl 0,9% atau dekstrosa 5% dalam larutan garam faali. Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang mengandung dekstran. Sedangkan larutan koloid adalah dekstran 40 dan plasma darah. Transfusi darah segar atau suspensi atau trombosit dalam plasma mungkin diperlukan untuk mengendalikan perdarahan; transfusi ini tidak boleh diberikan selama hemokonsentrasi tetapi hanya sesudah evaluasi harga hemoglobin atau hematokrit.0. Sindrom Syok DengueSyok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan yang utama yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak akan cepat mengalami syok dansembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pada penderita SSD dengan tensi tak terukur dan tekanan nadi 20 ml/kgBB. Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal dan umur 10 mm/kgBB/jam, bila tidak ada perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid dengan tetesan 10 ml/kgBB/jam bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid danberi cairan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kgBB/jam. Pada umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kgBB. Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil (10 ml/kgBB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/24jam. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dankadar hematokrit.Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume PlasmaPemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Pemasangan CVP yang ada kadangkala pada pasien SSD berat, saat ini tidak dianjurkan lagi.Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi membaik. Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema paru dangagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi.Koreksi Gangguan Metabolik dan ElektrolitHiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks.Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak diperlukan.Pemberian OksigenTerapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen.Transfusi DarahPemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock). Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna (internal haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel darah merah dan faktor pembesar trombosit. Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan KID dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti waktu tromboplastin parsial, waktu protombin, dan fibrinogen degradation products harus diperiksa pada pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan berat ringannya KID. Pemeriksaan hematologis tersebut juga menentukan prognosis.MonitoringTanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah: Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien stabil. Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi. Jumlah dan frekuensi diuresis.Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka selanjutnya furosemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin tetap harus dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian dopamin perlu dipertimbangkan.11

Bagan 1: Tatalaksana Kasus Tersangka DBD/ Infeksi Virus Dengue

Bagan 2: Tatalaksana Kasus Tersangka DBD (Rawat Inap) atau Demam Dengue

Bagan 3: Tatalaksana DBD Derajat I dan II

Bagan 4: Tatalaksana DBD Derajat III & IV atau DSS

Kriteria memulangkan pasien :1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik2. Nafsu makan membaik3. Tampak perbaikan secara klinis4. Hematokrit stabil5. Tiga hari setelah syok teratasi6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).7

Pencegahan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)a. Melakukan metode 3 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan tempat perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluargab. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulanc. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95% Foging Focus dan Foging Masald. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1 minggue. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka waktu 1 bulanf. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan Swing Fog Penyelidikan Epidemiologig. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah menerima laporan kasush. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD. 14

BAB IIIPENUTUP

Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (mosquito borne disease) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness, demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling berat yaitu sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS).Dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan yang tepat, pemahaman mengenai perjalanan infeksi virus dengue harus dikuasai dengan baik. Pemantauan klinis dan laboratoris berkala merupakan kunci tatalaksanan DBD. Akhirnya dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan pada kasus DBD perlu disesuaikan dengan kondisi pasien. Penanganan yang cepat tepat dan akurat akan dapat memberikan prognosis yang lebih baik.

Daftar Pustaka1. Setiabudi D. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue Haemorrhagic Fever. Dalam : Garna H, Nataprawira HMD, Alam A, penyunting. Proceedings Book 13th National Congress of Child Health. KONIKA XIII. Bandung, July 4-7, 2005. h. 329-2. Hadinegoro SRS. Pitfalls & Pearls dalam Diagnosis dan Tata Laksana Demam Berdarah Dengue. Dalam : Trihono PP, Syarif DR, Amir I, Kurniati N, penyunting. Current Management of Pediatrics Problems. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVI. Jakarta 5-6 September 2004.h. 63-3. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia : WB Saunders.2004.h.1092-44. Soedarmo SSP. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Jakarta : UI Press 19885. Halstead CB. Dengue hemorrhagic fever: two infections and antibody dependent enhancement, a brief history and personal memoir . Rev Cubana Med Trop 2002; 54(3):h.171-796. Soewondo ES. Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue Pengelolaan pada Penderita Dewasa. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XIII. Surabaya 12-13 September 1998.h.7. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003. Surabaya : Airlangga University Press 2004.h.1-98. World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive Guidelines. New Delhi : WHO.19999. Sutaryo. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Hadinegoro SRS, Satari HI, penyunting. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004.h.32-4310. Hadinegoro SRS. Imunopatogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Akib Aap, Tumbelaka AR, Matondang CS, penyunting. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV. Pendekatan Imunologis Berbagai Penyakit Alergi dan Infeksi. Jakarta 30-31 Juli 2001. h. 41-5511. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004.h. 80-13512. Soedarmo SSP.Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi pertama. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2002.h.176-20813. Samsi TK. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di RS Sumber Waras. Cermin Dunia Kedokteran 2000; 126 : 5-1314. Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. Standar Penanggulan Penyakit DBD. Edisi 1 Volume 2. Jakarta :Dinas Kesehatan 2002.

1