Referat CTEV Thurga Linnet

download Referat CTEV Thurga Linnet

of 21

Transcript of Referat CTEV Thurga Linnet

  • 7/22/2019 Referat CTEV Thurga Linnet

    1/21

  • 7/22/2019 Referat CTEV Thurga Linnet

    2/21

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    CTEV atau biasa disebut Clubfoot merupakan istilah umum untuk

    menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah/bengkok dari keadaan

    atau posisi normal. Deformitas ini memerlukan terapi dan penanganan sedini

    mungkin agar disabilitas yang mungkin ditimbulkan tidak berlanjut ke kehidupan

    dewasa. 1,2,3.

    Beberapa dari deformitas kaki termasuk deformitas ankle disebut dengan

    talipes yang berasal dari kata talus (yang artinya ankle) dan pes (yang berarti

    kaki). Deformitas kaki dan ankle dipilah tergantung dari posisi kelainan ankle dan

    kaki. Deformitas talipes diantaranya :

    Talipes Varus : inversi atau membengkok ke dalam.

    Talipes Valgus : eversi atau membengkok ke luar.

    Talipes Equinus : plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendah daripada

    tumit.

    Talipes Calcaneus : dorsofleksi dimana jari-jari lebih tinggi daripada tumit.

    Clubfoot yang terbanyak merupakan kombinasi dari beberapa posisi dan

    angka kejadian yang paling tinggi adalah tipe Talipes Equino Varus (TEV)

    dimana kaki posisinya melengkung ke bawah dan ke dalam dengan berbagai

    tingkat keparahan. Unilateral clubfoot lebih umum terjadi dibandingkan tipe

    bilateral dan dapat terjadi sebagai kelainan yang berhubungan dengan sindroma

    lain seperti aberasi kromosomal, artrogriposis (imobilitas umum dari persendian),

    cerebral palsy atau spina bifida.

    Frekuensi clubfoot dari populasi umum adalah 1:700 sampai 1:1000 kelahiran

    hidup dimana anak laki-laki dua kali lebih sering daripada perempuan.

    Berdasarkan data, 35% terjadi pada kembar monozigot dan hanya 3% pada

    kembar dizigot. Ini menunjukkan adanya peranan faktor genetika. Insidensi pada

    laki-laki 65% kasus, sedangkan pada perempuan 30-40% kasus. Pada pasien

    pengambilan cairan amnion, deformitas ekstrimitas bawah kira-kira mencapai 1-

    1,4% kasus. Sedangkan pada ibu yang mengalami pecah ketuban kira-kira

    terdapat 15% kasus. Epidemiologi CTEV terbanyak pada kasus-kasus amniotik.

    Terapi dianggap berhasil bila koreksi itu memberikan kaki yang berfungsi,

    tidak nyeri, plantigrade, mobilitis yang baik, tanpa menimbulkan callus, dan tidak

    memerlukan sepatu khusus.Tampaknya keberhasilan ini tergantung sekali dari

    2

  • 7/22/2019 Referat CTEV Thurga Linnet

    3/21

    perbandingan banyaknya tipe yang dilakukan terapi konservatif. Kalau semua

    tipe I keberhasilan bisa mencapai 100%, kalau tipe II keberhasilan bisa mencapai

    0%. Kelainan TEV pada penderita-penderita ini terapinya secara konservatif

    akan lebih sulit dan sangat resisten. Maka dan itu golongan TEV pada kelainan

    ini kita golongkan tipe III.

    Jadi ada 3 tipe klasifikasi yang disesuaikan dengan keberhasilan

    pengobatan;

    I. Tipe non rigid : posisi intrauterin (packing syndrome)

    II. Tipe, rigid : clubfoot - moderate severe

    Ill. Tipe resistant rigid :

    clubfoot yang ada hubungannya dengan keadaan penyakit seperti

    myelomeningocel, arthrogryposis, constriction band dan lain-lain

    (=teratologic type)

    1.2 Rumusan Masalah

    1.2.1 Apakah pengertian CTEV?

    1.2.2 Bagaimana patofisiologi dari CTEV?

    1.2.3 Bagaimana tatalaksana untuk CTEV?

    1.3 Tujuan

    1.3.1 Tujuan Umum

    1.3.1.1 Mengetahui dan memahami patofisiologi dan penatalaksanaan CTEV.

    1.3.2 Tujuan Khusus

    1.3.2.1 Mengetahui definisi CTEV.

    1.3.2.2 Mengetahui epidemiologi CTEV.

    1.3.2.3 Mengetahui etiologi dari CTEV.

    1.3.2.4 Mengetahui patologi anatomi dan fisiologi CTEV.

    1.3.2.5 Mengetahui klasifikasi dari CTEV.

    1.3.2.6 Mengetahui gambaran klinis dari CTEV.

    1.3.2.7 Mengetahui pemeriksaan diagnostik dan diagnosis banding CTEV.

    1.3.2.8 Mengetahui penatalaksanaan pada klien dengan CTEV.

    1.3.2.9 Mengetahui prognosis dan komplikasi dari CTEV.

    BAB II

    3

  • 7/22/2019 Referat CTEV Thurga Linnet

    4/21

    PEMBAHASAN

    2.1 DEFINISI

    CTEV (Congeintal Talipes Equino Varus) sering disebut juga clubfoot

    adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai,

    adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples of Surgery,

    Schwartz). Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukkan

    suatu kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan pada

    ankle-nya. Sedang Equinovarus berasal dari kata equino (meng.kuda) dan varus

    (bengkok ke arah dalam/medial).

    2.2 EPIDEMIOLOGI

    Insidens congenital talipes equinovarus yaitu 1 dari setiap 1000 kelahiran

    hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada perempuan (2:1). 50%

    bersifat bilateral.

    2.3 PATOLOGI

    2.3.1 PATOLOGI ANATOMI

    Deformitas bentuk kaki dikarakterisasi dengan komponen-komponen

    anatomis sebagai berikut:

    Adduksi midtarsal

    Inversi pada sendi subtalar (varus)

    Plantarfleksi sendi talocruralis (equinus)

    Kontraksi jaringan di sisi medial kaki

    Tendo Achilles memendek

    Gastrocnemius kontraktur dan kurang berkembang

    Otot-otot evertor sisi lateral tungkai bawah kurang berkembang

    Kombinasi deformitas equinus pergelangan kaki dan sendi subtalar,

    inversi hindfoot dan adduksi mid-forefoot disebabkan oleh displacement dari sisi

    medial dan plantar serta rotasi medial sendi talocalcaneonavicular Schlicht

    (1963) melaporkan suatu penelitian CTEV yang dilakukannya pada bayi-bayi

    yang lahir mati atau mati segera sesudah lahir. Dilakukan diseksi kaki, yang

    semuanya menunjukkan deformitas dengan derajat yang berat. Dia menyatakan

    bahwa tulang-tulang mengalami distorsi, khususnya talus, calcaneus, navicularis,

    cuboid dan metatarsal, tetapi yang paling parah adalah talus. Tidak hanya terjadi

    4

  • 7/22/2019 Referat CTEV Thurga Linnet

    5/21

    malformasi tulang, tetapi jaringan-jaringan lain yang berhubungan dengannya

    juga mengalami distorsi. Pada semua kaki yang didiseksinya, talus

    memperlihatkan distorsi facet pada permukaan superior, oleh karena itu tidak

    pas masuk dalam lekukan tibia-fibula. Inilah penyebab terpenting persistensi

    deformitas equinus.

    Talus dan calcaneus pada kaki deformitas berat sering lebih kecil

    daripada normal, sehingga kakipun terlihat lebih kecil. Bentuk konveks pada sisi

    lateral kaki disebabkan bukan saja oleh tarikan otot sisi medial kaki dan tungkai

    bawah yang kontraktur, tetapi juga karena subluksasi sendi calcaneocuboid,

    ligamen dan kapsul yang teregang.

    Jaringan lunak juga ambil bagian dalam deformitas ini dan menyebabkan

    posisi equinus dan varus dipertahankan karena ketegangan pada jaringan ini.

    Posisi equinus disebabkan oleh kontraktur dari otot-otot sebagai berikut:

    Gastrocnemius

    Soleus

    Tibialis posterior

    Fleksor hallucis longus

    Fleksor digitorum longus

    Sedangkan posisi varus disebabkan oleh kontraktur pada otot-otot

    sebagai berikut:

    Tibialis anterior dan posterior

    Fleksor hallucis longus

    Fleksor digitorum longus

    Ligamentum deltoid

    Otot-otot kecil sisi medial kaki

    2.3.2 PATOFISIOLOGI

    Clubfoot bukan merupakan malformasi embrionik. Kaki yang pada

    mulanya normal akan menjadi clubfoot selama trimester kedua kehamilan.

    Clubfoot jarang terdeteksi pada janin yang berumur dibawah 16 minggu. Oleh

    karena itu, clubfoot merupakan deformasi pertumbuhan (developmental

    deformation). Pada [Gambar 1] tampak janin laki-laki usia 17 minggu dengan

    clubfoot bilateral, dengan sisi kiri lebih parah. Pada potongan bidang frontal

    melalui kedua maleoli kaki pengkor kanan [Gambar 2] tampak ligamen deltoid,

    5

  • 7/22/2019 Referat CTEV Thurga Linnet

    6/21

    tibionavicular dan tendo tibialisposterior sangat tebal dan menyatu dengan

    ligamen calcaneonavicular plantaris brevis. Ligamen talocalcaneal interosseous

    normal.

    Gambar 1: Janin laki-laki, usia 17 minggu dengan clubfoot bilateral

    Gambar 2: Tampak ligamen deltoid, tibionavicular dan tendo tibialisposterior

    sangat tebal dan menyatu dengan ligamen calcaneonavicular plantaris brevis

    Fotomikrografi ligament tibionavicular menunjukkan serat kolagen yangtersusun bergelombang dan sangat padat. Selnya sangat berlimpah, dan

    kebanyakan memiliki intisel bulat.

    Bentuk sendi-sendi tarsal relative berubah karena perubahan posisi

    tulang tarsal. Forefoot yang pronasi, menyebabkan arcus plantaris menjadi lebih

    konkaf (cavus). Tulang-tulang metatarsal tampak flexi dan makin ke medial

    makin bertambah flexi.

    Pada clubfoot, terjadi tarikan yang kuat dari tibialis posterior dan

    gastrosoleus serta fleksor hallucis longus. Ukuran otot-otot itu lebih kecil dan

    lebih pendek dibandingkan kaki normal. Diujung distal gastrosoleus terdapat

    peningkatan jaringan ikat yang kaya akan kolagen, yang menyatu ke dalam

    tendo Achilles dan fascia profundus. Pada clubfoot, ligamen-ligamen pada sisi

    lateral dan medial ankle serta sendi tarsal sangat tebal dan kaku, yang dengan

    kuat menahan kaki pada posisi equines dan membuat navicular dan calcaneus

    dalam posisi adduksi dan inversi. Ukuran otot-otot betis berbanding terbalik

    dengan derajat deformitasnya. Pada kaki pengkor yang sangat berat,

    gastrosoleus tampak sebagai otot kecil pada sepertiga atas betis. Sintesis

    6

  • 7/22/2019 Referat CTEV Thurga Linnet

    7/21

    kolagen yang berlebihan pada ligamen, tendo dan otot terus berlangsung sampai

    anak berumur 3-4 tahun dan mungkin merupakan penyebab relaps

    (kekambuhan). Dibawah mikroskop, berkas serabut kolagen menunjukkan

    gambaran bergelombang yang dikenal sebagai crimp (kerutan). Kerutan ini

    menyebabkan ligament mudah diregangkan. Peregangan ligamen pada bayi,

    yang dilakukan dengan gentle, tidak membahayakan. Kerutan akan muncul lagi

    beberapa hari berikutnya, yang memungkinkan dilakukan peregangan lebih

    lanjut. Inilah sebabnya mengapa koreksi deformitas secara manual mudah

    dilakukan.

    Kesimpulannya, sebagian besar kasus kaki pengkor terkoreksi setelah 5

    sampai 6 kali gips dan kebanyakan disertai tenotomi tendo Achilles. Tehnik ini

    menghasilkan kaki yang kuat, fleksibel, dan plantigrade. Suatu penelitian 35-year

    follow-up study telah membuktikan kaki tetap berfungsi dengan baik dan tanpa

    nyeri.

    2.4 GAMBARAN KLINIS,2,8,9

    Deformitas ini mudah dikenali dan terlihat nyata pada waktu lahir. Kaki

    terputar dan terbelit sehingga telapak kaki menghadap posteromedial. Gejala-

    gejala lokalnya adalah sebagai berikut:

    Inspeksi:

    Palpasi:

    Saat digerakkan:

    Rntgen:

    betis terlihat kurus, deformitas berupa equinus pada

    pergelangan kaki, varus pada hindfoot/tumit dan adduksi

    dan supinasi pada forefoot

    pemeriksaan palpasi tidak memiliki banyak arti

    deformitas terfiksir dan tidak dapat dikoreksi secara

    pasif. Meskipun kaki pada bayi normal dapat terlihat

    dalam posisi equinovarus, tetapi dapat didorso

    fleksikan sampai jari - jari menyentuh bagian depan

    tungkai bawahnya.

    Tehnik pemotretan sangat penting agar kaki dapat

    dinilai secara akurat. Beatson dan Pearson

    mendeskripsikan suatu metoda untuk memperoleh

    roentnogram posisi AP dan lateral yang sederhana dan

    mudah dilakukan.Cara: sendi panggul anak fleksi 90

    dan lutut fleksi 45-60. Untuk posisi AP, ke-2 kaki

    7

  • 7/22/2019 Referat CTEV Thurga Linnet

    8/21

    dipegang berdekatan dan taruh pada posisi plantarfleksi

    30 di atas film. Posisi lateral, kaki harus plantarfleksi 35

    and tabung sinar-x dipusatkan pada pergelangan kaki

    dan hindfoot. Hasil foto menunjukkan bentuk dan posisi

    talus yang berguna untuk penilaian penanganan. Pusat

    osifikasi pada talus, calcaneus dan cuboid terhambat

    dan mungkin naviculare tidak tampak sampai tahun

    ketiga. Biasanya deformitas ini disertai adanya torsi tibia.Kasus deformitas bilateral terjadi pada sepertiga-separuh kasus. Pada

    kasus bilateral, salah satu kaki biasanya mempunyai deformitas lebih berat

    daripada kaki lainnya. Pada kasus unilateral, kaki yang sakit lebih kecil dan

    kurang berkembang dibandingkan kaki lainnya dan biasanya kaki kanan lebihsering terkena daripada kiri.

    Pada anak yang sudah dapat berdiri maka berat badan akan ditumpukan

    pada basis metatarsal V. Kadang-kadang terdapat kavus. Jika deformitas berat,

    kaki yang terkena tampak lebih kecil dari kaki lainnya. Tumit biasanya kecil dan

    kurang berkembang, betis kurang berkembang dan kurus. Talus terlihat menonjol

    dan dapat teraba pada permukaan dorsal kaki. Kulit sisi medial berkerut,

    sedangkan sisi lateral teregang. Ibu jari mungkin terabduksi, terpisah dengan jari-

    jari lainnya. Derajat inversi dan adduksi dilihat dari sisi plantar dimana kaki

    terlihat melengkung dan berbentuk seperti bentuk buah pisang .

    Deformitas ini dapat terjadi pada bayi normal, tetapi kadang-kadang juga

    disertai anomali kongenital lain seperti dislokasi sendi panggul, arthroghyposis

    multipleks kongenital atau myelomeningocele, absensi tibia kongenital dan spina

    bifida. Atau menjadi bagian dari suatu sindroma developmental generalisata.

    Karena itu penting untuk memeriksa tubuh penderita secara keseluruhan.

    Anomali ini sering ditemukan pada arthroghyposis multipleks kongenital,

    oleh karena itu sendi panggul, lutut, siku dan bahu penderita perlu diperiksa

    dengan teliti untuk mencari adanya subluksasi atau dislokasi. Periksa juga LGS

    sendi-sendi perifer, kontraktur yang menyebabkan fleksi atau ekstensi abnormal.

    Yang khas pada arthroghyposis multipleks kongenital adalah penurunan massa

    otot dan fibrosis

    2.5 ETIOLOGI

    8

  • 7/22/2019 Referat CTEV Thurga Linnet

    9/21

  • 7/22/2019 Referat CTEV Thurga Linnet

    10/21

    Insersi tendon yang abnormal dan displasia m. peroneus

    2.6KLASIFIKASI

    Pada dasarnya CTEV diklasifikasikan dalam 2 kelompok:

    1. Tipe ekstrinsik/fleksibel

    Tipe yang kadang-kadang disebut juga tipe konvensional ini merupakan

    tipe yang mudah ditangani dan memberi respon terhadap terapi konservatif. Kaki

    dalam posisi equinoverus akan tetapi fleksibel dan mudah di koreksi dengan

    tekanan manuil. Tipe ini merupakan tipe postural yang dihubungkan dengan

    postur intrauterin. Kelaian pada tulang tidak menyeluruh, tidak terdapat

    pemendekan jaringan lunak yang berat. Tampak tumit yang normal dan terdapat

    lipatan kulit pada sisi luar pergelangan kaki.

    2. Tipe intrinsik/rigid

    Terjadi pada insiden kurang lebih 40% deformitas. Merupakan kasus

    resisten, kurang memberi respon terhadap terapi konservatif dan kambuh lagi

    dengan cepat. Jenis ini ditandai dengan betis yang kurus, tumit kecil dan tinggi,

    kaki lebih kaku dan deformitas yang hanya dapat dikoreksi sebagian atau sedikit

    dengan deformitas yang hanya dapat dikoreksi sebagian atau sedikit dengan

    tekanan manual dan tulang abnormal tampak waktu dilahirkan. Tampak lipatan

    kulit di sisi medial kaki.

    Klasifikasi yang lain dikemukakan olehAttenborough (1966) membedakan

    kedua tipe diatas sebagai tipe mudah dan tipe resisten.8

    Akan tetapi, terdapat perbedaan pendapat tentang klasifikasi CTEV dalam

    literatur lain, yang membedakan postural clubfoot dari CTEV. Disebutkan bahwa

    deformitas pada postural clubfoot, ringan/fleksibel dan mudah dikoreksi menjadi

    posisi normal dengan manipulasi pasif. Secara anatomis, kaput dan kolum talus

    tidak terangkat ke arah medial dan tidak terdapat subluksasi atau dislokasi sendi

    talocalcaneonavicular. Secara klinis, lipatan/garis kulit pada sisi dorsolateral

    pergelangan kaki dan kaki normal, tumit berukuran normal, lingkar tungkai

    normal atau terdapat atrofi minimal. Pada palpasi, terdapat celah normal antara

    navicular dan maleolus medial. Kaki yang lain dapat berada dalam posisi valgus,

    dan mungkin berkaitan dengan kemiringan pelvis dengan kontraktur adduksi

    pada sendi panggul ipsilateral.

    Beberapa contoh clubfoot yang lain adalah seperti di bawah:

    Typical Clubfoot

    10

  • 7/22/2019 Referat CTEV Thurga Linnet

    11/21

    Merupakan kaki pengkor klasik yang hanya menderita kaki pengkor saja

    tanpa disertai kelainan lain. Umumnya dapat dikoreksi setelah lima kali

    pengegipan dan dengan manajemen Ponseti mempunyai hasil jangka

    panjang yangbaik atau memuaskan.

    Positional Clubfoot

    Sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan diduga akibat jepitan

    intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai dengan satu atau dua

    kali pengegipan.

    Delayed treated clubfoot

    Ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau lebih.

    Recurrent typical clubfoot

    Dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya ditangani dengan metode

    Ponseti maupun dengan metode lain. Relaps lebih jarang terjadi dengan

    metode Ponseti dan umumnya diakibatkan pelepasan brace yang terlalu

    dini. Rekurensi supinasi dan equinus paling sering terjadi. Awalnya

    bersifat dinamik namun dengan berjalannya waktu menjadi fixed.

    Alternatively treated typical clubfoot

    Termasuk kaki pengkor yang ditangani secara operatif atau pengegipan

    dengan metode non-Ponseti. Atypical clubfoot

    Kategori ini pada biasanya berhubungan dengan penyakit yang lain.

    Mulailah penanganan dengan metode Ponseti. Koreksi pada umumnya

    lebih sulit.

    Rigid atau Resistant atypical clubfoot

    Dapat kurus atau gemuk. Kasus dengan kaki yang gemuk lebih sulit

    ditangani. Kaki tersebut umumnya kaku, pendek, gemuk dengan lekukan

    kulit yang dalam pada telapak kaki dan dibagian belakang pergelangan

    kaki, terdapat pemendekan metatarsal pertama dengan hiperekstensi

    sendi metatarso phalangeal. Deformitas ini terjadi pada bayi yang

    menderita kaki pengkor saja tanpa disertai kelainan yang lain.

    Syndromic clubfoot

    Selain kaki pengkor ditemukan juga kelainan kongenital lain. Jadi kaki

    pengkor merupakan bagian dari suatu sindroma. Metode Ponseti tetap

    merupakan standar penanganan, tetapi mungkin lebih sulit dengan hasil

    11

  • 7/22/2019 Referat CTEV Thurga Linnet

    12/21

    kurang dapat diramalkan. Hasil akhir penanganan lebih ditentukan oleh

    kondisi yang mendasarinya daripada kaki pengkor nya sendiri.

    Tetralogic clubfoot

    Seperti pada congenital tarsal synchondrosis.

    Neurogenic clubfoot

    Berhubungan dengan kelainan neurologi seperti meningomyelocele.

    Acquired clubfoot

    Seperti pada Streeter dysplasia.

    Physical

    Examination

    findings

    Score of 0 Score of 0.5 Score of 1

    Curvature of

    lateral border of

    foot

    Straight Mild distal curve Curve at

    calcaneocubid

    joint

    Severity of medial

    crease (foot held

    in maximal

    correction

    Multiple fine

    creases

    One or two deep

    creases

    Deep creases

    change contour

    of arch

    Severity ofposterior crease

    (foot held in

    maximal

    correction)

    Multiple finecreases

    One or two deepcreases

    Deep creaseschange contour

    of arch

    Medial malleolar-

    navicular interval

    (foot held in

    maximal

    correction)

    Definite

    depression felt

    Interval reduced Interval not

    palpable

    Palpation of

    lateral part of

    head of talus

    (forefoot fully

    abducted)

    Navicular

    completely

    reduces,

    lateral talar

    head cannot be

    felt

    Navicular

    partially

    reduces;

    lateral head less

    palpable

    Navicular does

    not reduce;

    lateral talar head

    easily felt

    Emptiness of heel

    (foot and ankle in

    Tuberosity of

    calcaneus

    Tuberosity of

    calcaneus more

    Tuberosity of

    calcaneus not

    12

  • 7/22/2019 Referat CTEV Thurga Linnet

    13/21

    maximal

    correction)

    easily palpable difficult to

    palpate

    palpable

    Fibula-achilles

    interval (hipflexed, knee

    extended, foot

    and ankle

    maximally

    corrected)

    Definite

    depression felt

    Interval reduced Interval not

    palpable

    Rigidity of

    equines (knee

    extended, ankle

    maximally

    corrected)

    Normal ankle

    dorsiflexion

    Ankle

    dorsiflexes

    beyond neutral,

    but not fully

    Cannot dorsiflex

    ankle to neutral

    Rigidity of

    adductus

    (forefoot is fully

    abducted)

    Forefoot can

    be

    overcorrected

    into abduction

    Forefoot can be

    corrected

    beyond neutral,

    but not fully

    Forefoot cannot

    be corrected to

    neutral

    Long flexor

    contracture (foot

    and ankle held in

    maximal

    correction)

    MTP joinys can

    be dorsiflexed

    to 90 degrees

    MTP joints can

    be dorsiflexes

    beyond neutral

    but not fully

    MTP joints

    cannot be

    dorsiflexed to

    neutral

    Tabel 2: Klasifikasi Pirani Clubfoot

    2.7 DIAGNOSA

    Anamnesis : Digali pertanyaan mengenai kemungkinan kelainan yang

    didapatkan dari keturunan, apakah terdapat rasa nyeri akibat komplikasi

    (calosites)

    Inspeksi :

    o Betis tampak kecil

    o Kadang berotasi kedalam

    o Equines pada pergelangan kaki

    o Varus pada subtalar

    o Adduksi pada midtarsal

    Palpasi : tak begitu berarti, hanya menunjukan keadaan patologis tulang

    13

  • 7/22/2019 Referat CTEV Thurga Linnet

    14/21

    Pergerakan : Fixed deformitas yang tak dapat digerakkan dengan

    menggunakan tes dorsofleksi pada bayi usia kurang dari 24 jam. Dengan

    menekuk pollux bayi, yang normalnya dapat mencapai Krista tibia

    Radiologi :

    o Posisi AP : Sumbu talus terletak di metatarsal I dan sudut antara sumbu

    talus dan calcaneus mengecil (

  • 7/22/2019 Referat CTEV Thurga Linnet

    15/21

  • 7/22/2019 Referat CTEV Thurga Linnet

    16/21

    4. Memperoleh muscle balance

    5. Dan mobile foot

    Sehingga dengan demikian diperoleh fungsi yang maksimal bebas nyeri,

    plantigrade dengan mobilitas yang baik, tidak terjadi callus, tanpa bantuan

    sepatu khusus.

    1) Terapi konservatif

    Ada beberapa cara:

    1. Serial plastering

    2. Stretching kemudian dipasang Dennis Brown Splint

    3. Adhessive strapping

    4. Physiotherapy

    Tiga minggu pertama setelah dilahirkan merupakan "golden period'untuk

    tindakan konservatif atas dasar maternal sex hormone. Makin dini dilakukan

    koreksi, makin tinggi angka keberhasilan. Keberhasilan dari tindakan konservatif

    tergantung beberapa faktor: umur penderita, tingkat beratnya kelainan,

    kecakapan (skill) dari dokter, pengertian mengenai pathoanatomi.

    Mengenai angka-angka keberhasilan telah dikemukan pada

    pendahuluan. Cara tindakan konservatif yang umum dilakukan adalah dengan

    cara serial plastering. Tindakan operasi sebaiknya dilakukan bila tindakan serial

    plastering yang secara berturut-turut sampai umur 3 bulan tidak berhasil, dan

    juga harus dilihat kondisi bayi (optimal untuk narkose dan lain-lain)

    Komplikasi yang bisa terjadi pada serial plastering

    Pressure necrosis, rocker bottom foot, flattering permukaan talus bagian

    posterior, cavus yang bertambah, rotasi ankle ke lateral, kaku sendi,

    longitudinal breach. Kegagalan memutar horizontal subtalar (calcaneus)

    akan memberikan gambaran penderita berjalan dengan kaki yang rotasi

    kedalam (endorotasi) dimana malleolus fibula akan tetap letaknya

    16

  • 7/22/2019 Referat CTEV Thurga Linnet

    17/21

    posterior.Below knee cast (BK) tidak bisa mempertahankan kaki dalam

    external rotation terhadap talus. 10,11

    Above knee cast (AK) selaian mempertahankan hal tersebut diatas juga

    meletakkan aligment tungkai yang fisiologis. Rotasi internal daripada tibia

    terhadap femur kapsul posterior yang oblique daripada lutut masih tegang

    saat bayi baru dilahirkan. Komplikasi dapat terjadi dari terapi konservatif

    maupun operatif. Pada terapi konservatif mungkin dapat terjadi maslah

    pada kulit, dekubitus oleh karena gips, dan koreksi yang tidak lengkap.

    Beberapa komplikasi mungkin didapat selama dan setelah operasi.

    Masalah luka dapat terjadi setelah operasi dan dikarenakan tekanan

    dari cast. Ketika kaki telah terkoreksi, koreksi dari deformitas dapat

    menarik kulit menjadi kencang, sehinggga aliran darah menjadi

    terganggu. Ini membuat bagian kecil dari kulit menjadi mati. Normalnya

    dapat sembuh dengan berjalannya waktu, dan jarang memerlukan

    cangkok kulit.

    Infeksi dapat terjadi pada beberapa tindakan operasi. Infeksi dapat terjadi

    setelah operasi kaki clubfoot. Ini mungkin membutuhkan pembedahan

    tambahan untuk mengurangi infeksi dan antibiotik untuk mengobati

    infeksi. Kaki bayi sangat kecil, strukturnya sangat sulit dilihat. Pembuluh

    darah dan saraf mungkin saja rusak akibat operasi. Sebagian besar kaki

    bayi terbentuk oleh tulang rawan. Material ini dapat rusak dan

    mengakibatkan deformitas dari kaki. Deformitas ini biasanya terkoreksi

    sendir dengan bertambahnya usia

    2) OBSERVASI

    Pada neonatus, plester diganti tiap minggu , lalu 2 minggu sekali, hingga

    3 minggu sekali

    Biasanya koreksi penuh dapat dilakukan 6-10 minggu dankeberhasilannya dapat dilihat dengan menggunakan foto xray

    3) OPERASI

    George Frederich Louis Stromeyer di Hanover (1804-1876) melalukkan

    closed tenotomy daripada CTEV. William John Little dari London (1810-1894)

    datang ke Stromeyer untuk operasi pes equnovarus (karena post polio; thesisnya

    mengani CTEV dan kembali ke lnggris melakukan operasi ATL (closed

    tenotomy). Phelps (New York, 1881) setelah penemuan Lister, berani melakukan

    operasi terbuka selain ATL juga posteromedial release. Pada abad ke 20,

    17

  • 7/22/2019 Referat CTEV Thurga Linnet

    18/21

    tindakan operasi dianggap aman dan cara-cara lebih baik seperti Turco

    (posteromedial release); dancara terakhir subtalar release dengan

    insisiCincinnati atau insisi bilateral. 20 Bensahel menganjurkan tindakan operasi

    padatiap penderita CTEV tidak semua sama. Operasinya adalah "a la

    carteapproach.It is essensial that the existing deformities be assessed and the

    technique adapted "ala carte" to the foot not the foot to the technique.

    Insisi kulit posteromedial (cara Cordivilia) memberikan jaringan parut yang

    kurang baik, dan banyak yang lebih senang menggunakan insisi melingkar

    (Cincinnati).Pertama kali insisi Cincinnati diperkenalkan oleh Giannatras dan

    dipopulerkan oleh Crawford dan Iebih diperinci oleh McKay dan Simon.

    Hanya dilakukan apabila pengobatan konservatif pasca opearsi tidak

    berhasil, atau penderita datang sat sendi sendiya sudah ketat.

    Pengobatan ini terdiri dari 3 kategori :

    Memotong ligament, kapsul sendi yang ketat, dan memanjangkan tendon.

    Operasi untuk mengoreksi deformitas tulang

    Pemindahan tendon(tendon transfer)

    Kategori 1 : Dimulai pada usia 4-5 bulan, dengan memotong

    ligament, kapsul sendi dan pemanjangan tendon dengan Z plasty

    Kategori 2 : Dimulai pada usia 3-4 tahun. Operais pada tulang,

    contohnya DWYER OSTEOTOMI yaitu operasi pada calcaneus

    untuk mengoreksi varusnya.

    Kategori 3 : Tendon transfer dilakukan pada kekambuhan

    (reccurent), dengan syarat diadakan perbaikan deformitas terlebih

    dahulu.

    Indikasi operasi menurut apley : gambaran klinis betis yang kecil, tumit

    kecil, dan tinggi dimana telah dilakukan koreksi selama 3 6 minggu tanpa ada

    kemajuan.

    Komplikasi-komplikasi tindakan operasi :

    18

  • 7/22/2019 Referat CTEV Thurga Linnet

    19/21

    1. Infeksi

    2. Nekrosis oleh kerusakan (lesi) pembuluh darah utama

    3. Jaringan parut yang jelek

    4. Kaku sendi

    5. Over/under correction

    6. Dislokasi os naviculare

    7. Flattening atau beaking talar head

    8. Talar necrosis

    9. Kelemahan otot yang mempengaruhi gait

    10. Skew foot

    2.9 PROGNOSIS & KOMPLIKASI

    2.9.1 PROGNOSIS

    Bila terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar selalu dapat diperbaiki.

    Walaupun demikian, keadaan ini tidak dapat sembuh sempurna dan sering

    kambuh, sehubungan dengan tipenya, terutama pada bayi yang disertai dengan

    kelumpuhan otot yang nyata atau disertai penyakit neuromuskular. Prognosis

    ditentukan oleh beberapa faktor utama dan penunjang, antara lain:

    1. Deformitas yang terjadi

    2. Kapan mulai dilakukan.

    Penatalaksanaan: semakin dini dilakukan semakin baik

    3. Orang tua penderita.

    Peran orang tua sangat penting. Faktor-faktor yang diperlukan adalah

    faktor kesabaran, ketelatenan dan pengertian.

    2.9.2 KOMPLIKASI

    Tekanan di bagian distal metatarsal joint mengakibatkan tulang tarsalia

    yang kecil berpindah ke dorsal Rock bottom foot (kaki seperti sepatu

    aladin, dimana gaya terlalu dorsal terjadi lebih hebat di bagian forefoot)

    Apabila deformitas tidak dikoresi, akan terjadi callosities, dimana terjadi

    hipertrofi, ulkus dan nyeri.

    BAB III

    19

  • 7/22/2019 Referat CTEV Thurga Linnet

    20/21

    KESIMPULAN

    3.1 Kesimpulan

    Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau biasa disebut Clubfoot

    merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan deformitas

    umum dimana kaki berubah dari posisi normal yang umum terjadi pada anak-

    anak. CTEV adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi

    dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples of

    Surgery, Schwartz).

    Penyebab pasti dari clubfoot sampai sekarang belum diketahui. Beberapa

    ahli mengatakan bahwa kelainan ini timbul karena posisi abnormal atau

    pergerakan yang terbatas dalam rahim dan perkembangan embryonic yang

    abnormal yaitu saat perkembangan kaki ke arah fleksi dan eversi pada bulan ke-

    7 kehamilan.

    Treatment dimulai saat kelainan didapatkan dan terdiri dari tiga tahapan

    yaitu : koreksi dari deformitas,mempertahankan koreksi sampai keseimbangan

    otot normal tercapai, observasi dan follow up untuk mencegah kembalinya

    deformitas. Pemasangan gips serial segera dimulai setelah kelahiran.

    3.2 Saran

    Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan kepada para pembaca khususnya

    pada orang tua, jika mempunyai bayi baru lahir, sebaiknya memperhatikan

    kondisii bayinya, bila orang tua malihat ketidaksesuain bentuk dari kedua kaki

    bayi segeralah meminta konfirmasi pada petugas medis tentang keadaan kaki

    bayi. Bila ternyata ada kelainan sebaiknya segera berobat ke dokter spesialis

    orthopedic untuk mendapatkan pengobatan sedini mungkin karena pengobatan

    CTEV ini secara bertahap dan berkelanjutan sehingga harus sabar dan rutin

    kontrol serta mematuhi anjuran dokter agar tercapai hasil yang optimal.

    Selain itu, diharapkan juga kepada tenaga medis khususnya perawat agar lebih

    tepat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada anak dengan CTEV.

    DAFTAR PUSTAKA

    20

  • 7/22/2019 Referat CTEV Thurga Linnet

    21/21

    1. . Physical Therapy in Children. Philadelphia: W.B. Saunders Company,

    1995: xi-xii.

    2. Shepherd Roberta B. Physiotherapy in Paediatrics. London: William

    Heinemann Medical Books Limited, 1974: 4-5.

    3. Lovell Wood W, Winter Robert B. Pediatric Orthopaedics, 2nd ed.

    Philadelphia: J.B. Lippincott company; 1986:895-919.

    4. Hunt Gary C, McPoil Thomas G. Physical therapy of the Foot and Ankle.

    2nd ed. New York: Churchill Livingstone Inc, 1995: 48-49.

    5. Cailliet Rene. Foot and Ankle Pain. 12th ed. Philadelphia: F.A. Davis

    Company, 1980: 1-21

    6. Ferner H, J. Staubesand. The Sobotta Atlas of Human Anatomy, Vol II,

    Ed. Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran, 1985:

    346.

    7. Munandar A. Iktisar Anatomi Alat Gerak dan Ilmu Gerak, Ed. 1. Jakarta:

    EGC Penerbit Buku Kedokteran, 1979:142-162

    8. Crenshaw AH. Campbells Operative Orthopaedics, 7th ed. Missouri:

    Mosby Co., 1987: 288-292.

    9. Powell Mary. Orthopaedic Nursery and Rehabilitation 9th ed, Great

    Britain: The Bath Press, Avon, 1986: 292-297

    10. Schworts SI. Principles of Surgery. Singapore: Mc Graw Hill International

    Book Company; 1984: 1888-1890.

    11. Tachdjian Mihran O. Pediatric Orthopaedics Vol 4, 2nd ed. Philadelphia:

    W.B. Saunders Company, 1990: 2428-2541.

    12. Salter Robert Bruce, Textbook of Disorders and Injuries of

    Musculoskeletal System, 2nd ed. Baltimore: Waferly Press, Inc, 1983:118-

    120.

    13. Apley E. Graham, Solomon Louis. Apleys System of Orthopaedics and

    Fractures. 7th ed. Ed Bahasa Indonesia, Jakarta: Widya Medika,

    1993:200-202.

    14. Gartland, John J. Fundamental of Orthopaedics. 4th ed. Philadelphia: W.B.

    Saunders Company, 1987:55-58.

    15. Brotzman S. Brent. Clinical Orthopaedic Rehabilitation. Missouri: Mosby

    Co., 1996: 348-350.

    21