Referat Condylus Lateral Fr

43
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fraktur humerus merupakan diskontinuitas jaringan tulang humerus. Fraktur tersebut umumnya disebabkan oleh trauma. Selain dapat menimbulkan patah tulang (fraktur), trauma juga dapat mengenai jaringan lunak sekitar tulang humerus tersebut, misalnya vulnus (luka), perdarahan, memar (kontusio), regangan atau robek parsial (sprain), putus atau robek (avulsi atau ruptur), gangguan pembuluh darah, dan gangguan saraf (neuropraksia, aksonotmesis, neurolisis). 1 Fraktur condylus lateralis, merupakan 17 % dari jumlah semua fraktur humerus distal dan 54 % dari fraktur humerrus distal physeal. Frekuensi dari fraktur condylus lateralis mencapai puncak pada anak berusia 6 tahun. Sebagian besar patah tulang terjadi pada anak usia 5-10 tahun .Kasus yang dilaporkan terjadi pada pasien paling muda beusisa 2 tahun dan paling tua 14 tahun . Setiap fraktur dan kerusakan jaringan lunak sekitar tulang tersebut harus ditanggulangi sesuai dengan prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal. Prinsip tersebut meliputi rekognisi (mengenali), reduksi (mengembalikan), retaining (mempertahankan), dan rehabilitasi. 1,2 1

description

bmjmj

Transcript of Referat Condylus Lateral Fr

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fraktur humerus merupakan diskontinuitas jaringan tulang humerus. Fraktur tersebut

umumnya disebabkan oleh trauma. Selain dapat menimbulkan patah tulang (fraktur),

trauma juga dapat mengenai jaringan lunak sekitar tulang humerus tersebut, misalnya

vulnus (luka), perdarahan, memar (kontusio), regangan atau robek parsial (sprain), putus

atau robek (avulsi atau ruptur), gangguan pembuluh darah, dan gangguan saraf

(neuropraksia, aksonotmesis, neurolisis).1

Fraktur condylus lateralis, merupakan 17 % dari jumlah semua fraktur humerus distal

dan 54 % dari fraktur humerrus distal physeal. Frekuensi dari fraktur condylus lateralis

mencapai puncak pada anak berusia 6 tahun. Sebagian besar patah tulang terjadi pada anak

usia 5-10 tahun .Kasus yang dilaporkan terjadi pada pasien paling muda beusisa 2 tahun

dan paling tua 14 tahun.

Setiap fraktur dan kerusakan jaringan lunak sekitar tulang tersebut harus

ditanggulangi sesuai dengan prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal. Prinsip

tersebut meliputi rekognisi (mengenali), reduksi (mengembalikan), retaining

(mempertahankan), dan rehabilitasi.1,2

Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi, baik pada

tulang maupun jaringan lunaknya. Mekanisme trauma juga sangat penting untuk

diketahui.1

1.2. Tujuan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk adalah untuk memenuhi tugas Kepaniteraan

Klinik Bagian Bedah RS. Moh. Ridwan Meuraksa dan meningkatkan pemahaman penulis

maupun pembaca mengenai fraktur condylus lateralis pada anak.

1

1.3. Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman mengenai

fraktur condylus lateralis pada anak sehingga dapat diterapkan dalam menangani kasus-

kasus fraktur condylus lateralis pada anak di klinik sesuai kompetensi dokter umum.

2

BAB 2

ISI

2.1. Fraktur

2.1.1. Definisi

Fraktur adalah hilanganya kontinuitias tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan

epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial1.

2.1.2. Proses Terjadinya Fraktur

Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita

harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan

tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan

tekanan memutar (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang

menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.

Trauma bisa bersifat :

Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang

dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat

komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

Trauma tidak langsung. Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan

ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan

ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya

jaringan lunak tetap utuh.

Tekanan pada tulang dapat berupa :

Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik

Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal

Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,

dislokasi, atau fraktur dislokasi

Kompresi vertical dapat menyebabkan fraktur komunitif atay memecah misalnya

pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak

Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan

menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z

3

Fraktur oleh karena remuk

Trauma karena tarikan pada ligament atau tendo akan menarik sebagian tulang

Gambar 1. Mekanisme Trauma

(a) berputar (b) kompresi (c) fragmen triangular butterfly (d) tension

2.1.3. Klasifikasi Fraktur

Fraktur dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologis, klinis, dan radiologis.

Klasifikasi Etiologis1

Fraktur traumatik. Terjadi karena trauma yang tiba-tiba

Fraktur patologis. Terjadi kerana kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan

patologis di dalam tulang

4

Fraktur stress. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat

tertentu

Klasifikasi Klinis

Fraktur tertutup (simple fraktur). Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak

mempunyai hubungan dengan dunia luar.

Fraktur terbuka (compound fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang

mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan

lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar)

Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture). Fraktur dengan komplikasi

adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya malunion, delayed union,

nonunion, infeksi tulang.

Klasifikasi Radiologis

1. Berdasarkan lokalisasi :

Diafisal

Metafisal

Intra-artikuler

Fraktur dengan dislokasi

2. Berdasarkan konfigurasi :

Fraktur transversal

Fraktur oblik

Fraktur spiral

Fraktur Z

Fraktur segmental

Fraktus komunitif, fraktur lebih dari dua fragmen

Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi

Fraktur avulse, fragmen kecil oleh otot atau tendo misalnya fraktur

epikondilus humeri

Fraktur depresi, karena trauma langsung

Fraktur impaksi

Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah misalnya

pada fraktur vertebra, patella, talus, kalkaneus

5

Fraktur epifisis

3. Menurut ekstensi

Fraktur total

Fraktur tidak total

Fraktur buckle

Fraktur garis rambut

Fraktur green stick

4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya

Tidak bergeser (undisplaced)

Bergeser (displaced)

Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara :

Bersampingan

Angulasi

Rotasi

Distraksi

Over-riding

Impaksi

6

Gambar 2. Klasifikasi Fraktur

2.1.4 Penyembuhan Fraktur

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase yaitu1 :

1. Fase hematoma

Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil

yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada

daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur.

Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan

dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat

terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.

Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah

fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah

cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.

2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal

Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu

reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel

osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna

serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler

dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum,

maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak

berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan

fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi

pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari

tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi

pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari

7

fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada

pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan

suatu daerah radiolusen.

3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)

Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap

fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas

membentuk tulang rawan. Tempat osteoblast diduduki oleh matriks interseluler

kolagen dan perlengketan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk

suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada

pemeriksaan radiologi kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan

indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.

4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan

diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi

struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.

5. Fase remodeling

Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian

yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis.

Pada fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan

tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-

lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan

berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan

untuk membentuk ruang sumsum.

8

Gambar 3. Proses penyembuhan fraktur.

(a) hematom. Kerusakan jaringan dan perdarahan pada daerah fraktur. (b) inflamasi. Sel-

sel inflamasi tampak pada daerah hematom. (c) callus. Populasi sel akan berubah menjadi

osteoblast dan osteoclast. (d) konsolidasi. Woven bone diganti oleh tulang lamellar dan

fraktur menyatu secara sempurna. (e) Remodelling. Terjadi perubahan struktur tulang

sehingga akan tampak seperti struktur normalnya

2.2 Perbedaan Tulang Anak dengan Dewasa

Tulang pada anak-anak berbeda dengan dewasa. Hal ini sangat penting diketahui bahwa

keberhasilan diagnostik dan terapi penyakit ortopedik pada kelompok usia ini berbeda,

karena sistem skeletal pada anak-anak baik secara anatomis, biomekanis, dan fisiologi

berbeda dengan dewasa. Adanya growth plate (atau fisis) pada tulang anak-anak

merupakan satu perbedaan yang besar. Growth plate tersusun atas kartilago. Ia bisa

menjadi bagian terlemah pada tulang anak-anak terhadap suatu trauma. Cidera pada growth

plate dapat menyebabkan deformitas. Akan tetapi adanya growth plate juga membantu

remodeling yang lebih baik dari suatu fraktur yang bukan pada growth plate tersebut. Di

bawah ini adalah beberapa karakteristik struktur dan fungsi tulang anak yang membuatnya

berbeda :

Remodelling

Tulang immatur dapat melakukan remodelisasi jauh lebih baik daripada dewasa. Karena

adanya aktivitas dari populasi sel yang banyak, kerusakan pada tulang dapat diperbaiki

lebih baik dari pada kerusakan yang terjadi pada dewasa.

Struktur anatomis tulang anak-anak juga mempunyai fleksibilitas yang tinggi sehingga ia

mempunyai kemampuan seperti “biological plasticity”. Hal ini menyebabkan tulang anak-

anak dapat membengkok tanpa patah atau hancur; sehingga dapat terjadi gambaran fraktur

yang unik pada anak yang tidak dijumpai pada dewasa, seperti pada fraktur buckle (torus)

dan greenstick.

Ligamen

Seperti jaringan, ligamen adalah satu jaringan yang “age-resistant” dalam tubuh manusia.

Tensile strength (kekuatan tegangan) pada ligamen anak-anak dan dewasa secara umum

9

sama. Meskipun kekuatan tulang, kartilago, dan otot cenderung berubah, struktur ligamen

tetap tidak berubah seiring pertumbuhan dan perkembangan.

Periosteum

Bagian terluar yang menutupi tulang adalah lapisan fibrosa dense, yang pada anak-anak

secara signifikan lebih tebal daripada dewasa. Periosteum anak-anak sebenarnya

mempunyai sebuah lapisan fibrosa luar dan kambium atau lapisan osteogenik. Menurut

Hence, periosteum anak-anak mampu memberikan kekuatan mekanis terhadap trauma.

Karena periosteum yang tebal, fraktur tidak cenderung untuk mengalami displace seperti

pada dewasa, dan periosteum yang intak dapat berguna sebagai bantuan dalam reduksi

fraktur dan maintenance. Sebagai tambahan, fraktur akan sembuh lebih cepat secara

signifikan daripada dewasa.

Growth Plate

Growth plate atau fisis adalah lempeng kartilago yang terletak di antar epifisis (pusat

penulangan sekunder) dan metafisis. Ini penting bagi pertumbuhan tulang panjang agar

terjadi. Bagian ini juga menjadi satu titik kelemahan dari semua struktur tulang terhadap

trauma mekanik. Fisis, secara histologik terdiri dari 4 lapisan, yaitu :

a. Resting zone: Lapisan teratas yang terdiri dari sel-sel germinal yang datar dan

merupakan tempan penyimpanan bahan-bahan metabolik yang akan digunakan nantinya.

b. Proliferating zone: Sel-sel di area ini secara aktif bereplikasi dan tumbuh menjadi

lempeng. Sel-sel tersebut disebut seperi tumpukan lempeng. Pada area ini, sel-selnya

menggunakan bahan metabolik yang sebelumnya disimpan untuk perjalanan mereka ke

metafisis.

c. Hypertrophic zone: Sel-sel di area ini cenderung membengkak dan berubah menjadi

lebih katabolik. Sel mempersiapkan matriks untuk mengalami kalsifikasi dan berubah

menjadi tulang. Area ini menjadi letak terlemah secara mekanis.

d. Calcified zone: Secara metabolik, matriks menyebar untuk deposisi garam kalsium, dan

membentuk osteoid. Di daerah yang dekat metafisis, cabang-cabang pembuluh darah kecil

menjalar ke lapisan basal dari lempeng fisis.

10

Gambar 4. Bagian-bagian dari tulang immatur

Trauma pada anak-anak

Bentuk fraktur yang unik pada anak-anak adalah hasil dari perbedaan biologis antara anak-

anak dengan dewasa. Secara spesifik, keberadaan lempeng pertumbuhan (growth plate),

periosteum yang tebal, serta kemampuan tulang anak-anak yang elastis seperti plastik, dan

kemampuan mengalami remodelling adalah dasar dari gambaran fraktur yang khas pada

anak-anak.

Pendeskripsian fraktur anak-anak meliputi lokasi anatomi dan gambaran fraktur

sebagaimana hubungan fragmen-fragmen fraktur dengan jaringan-jaringan didekatnya.

Lokasi anatomi dari fraktur dapat dideskripsikan sebagai diafisis, metafisis, atau epifisis.

Terdapat beberapa gambaran unik pada fraktur anak-anak. Deformasi plastik terjadi ketika

tulang membengkok melebihi elastisitasnya, tanpa disertai fraktur yang nyata.

Ini disebut fraktur green stick (sering terjadi di ulna) ketika tulang tampak menjadi

bengkok tanpa adanya garis fraktur. Fraktur buckle atau torus terjadi karena kompresi

aksial pada metafisial-diafisial junction. Fraktur-fraktur ini stabil dan menyembuh dalam

2-3 minggu dengan immobilisasi. Fraktur yang komplit atau lengkap dikelompokkan

menurut arah garis fraktur.

11

2.3 Fraktur Condylus

a. Pada Dewasa

Dapat dibagi menjadi fraktur kondilus medial dan fraktur kondilus lateralis.

Klasifikasi menurut Milch :

Tipe I : penonjolan lateral troklea utuh,tidak terjadi dislokasi radius dan ulna

Tipe II : terjadi dislokasi radius ulna, kerusakan kapsuloligamen

b. Pada Anak

Fraktur Condylus lateralis

Dua fraktur yang termasuk fraktur penting pada anak pada daerah siku yang

sering terjadi adalah fraktur codylus lateralis dan fraktur supracondylar. Fraktur condylus

lateralis pada anak terjadi karena adanya kekuatan yang menekan sendi siku. Garis panah

merah pada gambar dibawah menunjukkan arah dari tekanan yang terjadi.

12

Gambar 5. Arah Tekanan pada Fraktur Condylus Lateralis

Fraktur condylus lateralis, seperti yang ditampilan pada gambar dibawah

merupakan 17 % dari jumlah semua fraktur humerus distal dan 54 % dari fraktur

humerrus distal physeal. Frekuensi dari fraktur condylus lateralis mencapai puncak pada

anak berusia 6 tahun. Sebagian besar patah tulang terjadi pada anak usia 5-10

tahun .Kasus yang dilaporkan terjadi pada pasien paling muda beusisa 2 tahun dan paling

tua 14 tahun.

13

Gambar 6. Fraktur Mungkin Tersamar dan Kadang Terlewat

Penyebab

Ada dua teori mekanisme dari cedera untuk fraktur ini. Yang pertama adalah teori pull-

off, dimana avulsi dari condylus lateralis terjadi pada origin dari musculus

ekstensor/supinator. Ini dapat terjadi karena stress varus yang terjadi pada ekstensi siku

dengan lengan supinasi. Hal ini diduga menjadi mekanisme yang paling umum dari

cedera. Yang kedua adalah teori push-off, dimana tangan yang terjatuh pada posisi

ekstensi menyebabkan impaksi caput radii ke kondilus lateral, menyebabkan fraktur. 

Klasifikasi Milch :

Tipe I : garis fraktur membelah dari lateral ke troklea melalui celah

kapitulotroklear.. Siku stabil dikarenakan troklea intak.

Tipe II : garis fraktur meluas sampai apeks dari troklea. Ini timbul pada

fraktur salter-harris tipe II. Siku tidak stabil oleh

karena ada kerusakan pada troklea.

14

Fraktur artikuler dan preartikuler pada anak-anak merupakan cidera yang tidak dapat

dihindari melibatkan fisis. Baik terapi dan prognosis cidera fisis tergantung pada

gambaran cidera, sebagai contoh apakah cidera hanya melibatkan fisis, fisis dan

metafisis, atau fisis dan epifisis.

Pengelompokan cidera fisis yang sering digunakan adalah klasifikasi Shalter Harris,

yang mendriskipsikan dalam 5 (lima) tipe yaitu :

SH I: Fraktur pada zona hipertropi kartilago fisis, memisahkan epifisis dan

metafisis secara longitudinal; Prognosis baik, biasanya hanya dengan closed

reduction, ORIF dapat dilakukan jika stabilitas tidak tercapai atau tidak terjamin.

 SH 2: Fraktur sebagian mengenai fisis dan fragmen segitiga metafisis; 75% dari

semua fraktur fisis.

 SH 3: Fraktur pada fisis dengan diskontinuitas artikular. Mengenai sebagian

fisis, epifisis, dan permukaan sendi. Sering memerlukan ORIF untuk memastikan

realignment anatomis.

 SH IV: Fraktur berjalan oblik melewati metafisis, fisis, dan epifisis.

 SH V: Lesi kompresi pada fisis; sulit untuk mendiagnosis pada saat cidera. Tidak

tampak garis fraktur pada awal rontgen; jarang terjadi; Risiko besar terjadi

gangguan pertumbuhan.

Gambar 7. Klasifikasi Salter-Harris

Klasifikasi Jacob:

Stage I : fraktur tanpa pergeseran dengan permukaan artikuler Intak

15

Gambar 8. Jacob Stage I

Foto Oblique diperlukan untuk mengkonfirmasi bahwa tidak terjadi pergeseran.

Radiographs pada gips diperlukan untuk memastikan fraktur tidak bergeser didalam

gips

Stage II :Fraktur dengan pergeseran sedang , tetapi tidak terdapat rotasi atau

pergeseran signifikan pada capitellum

16

Gambar 9. Jacob Stage II

Garis fraktur keluar dari metafisis posterior umum terjadi pada fraktur

condylus lateralis. Jika bergeser >2 mm pada radiologi (posisi AP/ Lateral/

Oblique) – dilakukan reduksi dan pinning.Reduksi tertutup dan pinning

perkutaneus dapat dilakukan, tetapi reduksi articular harus anatomis.Jika

bergeser dan permukaan articular tidak sama, perlu dilakukan ORIF.

Stage III :Pergeseran dan dislokasi komplit, terdapat rotasi dan pergeseran

signifikan pada capitellum, dan instabilitas siku

17

Gambar 10. Jacob Stage III

Harus dilakukan ORIF. Pendekatan Kocher lateral digunakan untuk

reduksi, dan pin atau baut dipasang untuk mempertahankan reduksi. Diseksi

secara hati-hati diperlukan untuk menjaga jaringan lunak yang melekat, serta

aliran darah ke fragmen condylus lateralis, khususnya hindari diseksi posterior.

18

Gambar 11. ORIF pada fraktur condylus lateralis

Medial Condyler Physeal Fractures

19

Fraktur jenis ini biasanya terjadi pada umur 8 sampai 14 tahun.

Klasifikasi Milch:

Tipe I : garis fraktur melewati sepanjang apex dari troklea. Hal ini

timbul pada fraktur salter-harris tipe II.

Tipe II : garis fraktur melewati celah capitulotroklear.

Klasifikasi kilfoyle :

Stage I : tidak ada pergeseran, permukaan artikular intak

Stage II : garis fraktur komplit dengan pergeseran yang minimal

Stage III : pergeseran komplit dengan rotasi fragmen dari penarikan otot

fleksor

2.4 Diagnosis

2.4.1 Anamnesis

Anamnesis terdiri dari:

1. Auto anamnesis:

Dicatat tanggal saat melakukan anamnesis dari dan oleh siapa. Ditanyakan persoalan:

mengapa datang, untuk apa dan kapan dikeluhkan; penderita bercerita tentang keluhan

sejak awal dan apa yang dirasakan sebagai ketidakberesan; bagian apa dari

anggotanya/lokalisasi perlu dipertegas sebab ada pengertian yang berbeda misalnya

“… sakit di tangan ….”, yang dimaksud tangan oleh orang awam adalah anggota gerak

atas dan karenanya tanyakan bagian mana yang dimaksud, mungkin saja lengan

bawahnya.

Kemudian ditanyakan gejala suatu penyakit atau beberapa penyakit atau beberapa

penyakit yang serupa sebagai pembanding. Untuk dapat melakukan anamnesis

demikian perlu pengetahuan tentang penyakit.

Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk minta pertolongan:

1) Sakit/nyeri

Sifat dari sakit/nyeri:

- Lokasi setempat/meluas/menjalar

- Ada trauma riwayat trauma tau tidak

20

- Sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan

- Bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa panas/ditarik-tarik, terus-

menerus atau hanya waktu bergerak/istirahat dan seterusnya

- Apa yang memperberat/mengurangi nyeri

- Nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari

- Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul

2) Kelainan bentuk/pembengkokan

- Angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang)

- Benjolan atau karena ada pembengkakan

-

3) Kekakuan/kelemahan

Kekakuan:

Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku, atau disertai nyeri,

sehingga pergerakan terganggu?

Kelemahan:

Apakah yang dimaksud instability atau kekakuan otot

menurun/melemah/kelumpuhan

Dari hasil anamnesis baik secara aktif oleh penderita maupun pasif (ditanya oleh

pemeriksa; yang tentunya atas dasar pengetahuan mengenai gejala penyakit) dipikirkan

kemungkinan yang diderita oleh pasien, sehingga apa yang didapat pada anamnesis

dapat dicocokkan pada pemeriksaan fisik kemudian.

2. Allo anamnesis:

Pada dasarnya sama dengan auto anamnesis, bedanya yang menceritakan adalah orang

lain. Hal ini penting bila kita berhadapan dengan anak kecil/bayi atau orang tua yang

sudah mulai dementia atau penderita yang tidak sadar/sakit jiwa; oleh karena itu perlu

dicatat siapa yang memberikan allo anamnesis, misalnya:

- allo anamnesis mengenai bayi tentunya dari ibu lebih cocok daripada ayahnya

- atau mungkin pada saat ini karena kesibukan orangtua, maka pembantu rumah

tangga dapat memberikan keterangan yang lebih baik

21

- juga pada kecelakaan mungkin saksi dengan pengantar dapat memberikan

keterangan yang lebih baik, terutama bila yang diantar tidak sadarkan diri.

2.4.2 Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu (1) pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan (2) pemeriksaan setempat (status lokalis).

1. Gambaran umum:

Perlu menyebutkan:

a. Keadaan Umum (K.U): baik/buruk, yang dicatat adalah tanda-tanda vital yaitu:

- Kesadaran penderita; apatis, sopor, koma, gelisah

- Kesakitan

- Tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu

b. Kemudian secara sistematik diperiksa dari kepala, leher, dada (toraks), perut

(abdomen: hepar, lien) kelenjar getah bening, serta kelamin

c. Ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakang)

2. Pemeriksaan lokal:

Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari anggota terutama

mengenai status neuro vaskuler. Pada pemeriksaan orthopaedi/muskuloskeletal yang

penting adalah:

a. Look (inspeksi)

- Bandingkan dengan bagian yang sehat

- Perhatikan posisi anggota gerak

- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur

tertutup atau terbuka

- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam samapai beberapa hari

- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan

22

b. Feel (palpasi)

Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki agar dimulai dari

posisi netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang

memberikan informasi dua arah, baik si pemeriksa maupun si pasien, karena itu

perlu selalu diperhatikan wajah si pasien atau menanyakan perasaan si pasien.

Hal-hal yang perlu diperhatikan:

- Temperatur setempat yang meningkat

- Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh

kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang

- Krepitasi

- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,

arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang

terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal

daerah trauma, temperatur kulit.

- Pengukuran tugkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya

perbedaan panjang tungkai

c. Move (pergerakan terutama mengenai lingkup gerak)

Setelah memeriksa feel pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan anggota

gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.

Pada anak periksalah bagian yang tidak sakit dulu, selaiam untuk mendapatkan

kooperasi anak pada waktu pemeriksaan, juga untuk mengetahui gerakan normal si

penderita. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar kita dapat berkomunikasi

dengan sejawat lain dan evaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.

Apabila terdapat fraktur tentunya akan terdapat gerakan abnormal di daerah fraktur

(kecuali pada incomplete fracture).

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari setiap arah pergerakan

mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik.

Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak.

Kekakuan sendi disebut ankilosis dan hal ini dapat disebabkan oleh faktor intra

artikuler atau ekstra artickuler.

23

- Intra artikuler: Kelainan/kerusakan dari tulang rawan yang menyebabkan

kerusakan tulang subkondral; juga didapat oleh karena kelainan ligament dan

kapsul (simpai) sendi

- Ekstra artikuler: oleh karena otot atau kulit

Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (penderita sendiri disuruh

menggerakkan) dan pasif (dilakukan oleh pemeriksa).

Selain pemeriksaan penting untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini juga penting

untuk melihat kemajuan/kemunduran pengobatan.

Selain diperiksa pada posisi duduk dan berbaring juga perlu dilihat waktu berdiri

dan jalan. Jalan perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang disebabkan karena

instability, nyeri, discrepancy, fixed deformity.

Anggota gerak atas:

- Sendi bahu: merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (global joint); ada

beberapa sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu yaitu: gerak tulang

belakang, gerak sendi sternoklavikula, gerak sendi akromioklavikula, gerak

sendi gleno humeral, gerak sendi scapula torakal (floating joint).

Karena gerakan tersebut sukar diisolasi satu persatu, maka sebaiknya gerakan

diperiksa bersamaan kanan dan kiri; pemeriksa berdiri di belakang pasien,

kecuali untuk eksorotasi atau bila penderita berbaring, maka pemeriksa ada di

samping pasien.

- Sendi siku:

Gerak fleksi ekstensi adalah gerakan ulna humeral (olecranon terhadap

humerus). Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari antebrachii dan

memiliki sumbu ulna; hal ini diperiksa pada posisi siku 90˚ untuk menghindari

gerak rotasi dari sendi bahu.

- Sendi pergelangan tangan:

Pada dasarnya merupakan gerak dari radio karpalia dan posisi netral adalah

pada posisi pronasi, dimana jari tengah merupakan sumbu dari antebrachii.

Diperiksa gerakan ekstensi-fleksi dan juga radial dan ulnar deviasi.

24

- Jari tangan:

Ibu jari merupakan bagian yang penting karena mempunyai gerakan aposisi

terhadap jari-jari lainnya selain abduksi dan adduksi, ekstensi, dan fleksi.

Jari-jari lainnya hamper sama, MCP (Meta Carpal Phalangeal Joint)

merupakan sendi pelana dan deviasi radier atau ulnar dicatat tersendiri,

sedangkan PIP (Proximal Inter Phalanx) dan DIP (Distal Inter Phalanx) hanya

diukur fleksi dan ekstensi.

2.4.3 Pemeriksaan Radiologis

Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.

Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi

serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak

selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk

imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:

1. Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior dan

lateral

2. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di proximal dan distal sendi

yang mengalami fraktur

3. Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua anggota

gerak terutama pada fraktur epifisis

Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu

dinyatakan apakah fraktur terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya,

apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri.

2.4.4 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium meliputi:

1. Pemeriksaan darah rutin untuk mengenai keadaan umum, infeksi akut/menahun

2. atas indikasi tertentu: diperlukan pemeriksaan kimia darah, reaksi imunologi, fungsi

hati/ginjal

3. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan sensitivity test

25

2.5 Penatalaksanaan

Non-operatif

o long arm casting

Indikasi

Hanya diindikasikan jika pergeseran n < 2 mm , yang

mengindikasikan cartilaginous hinge intak,

Persentasi subakut (>4 minggu)

Teknik

Pasang gips dengan siku pada posisi 90 derajat dan lengan

supinasi

Follow up tiap minggu

Rontgen diluar gips dapat berguna

Total waktu pemakaian gips 3-7 minggu

Operatif

o Closed Reduction and Percutaneous Pin Fixation (CRPP)

Indikasi

Beberapa literatur menyebutkan bahwa CRPP dilakukan

pada semua fraktur condylus lateralis dengan pergeseran

<2mm.

Kemampuan untuk mempertahankan fragmen fraktur pada

posisi untuk mencegah pergeseran

Teknik

Reduksi tertutup dilakukan dengan menghadirkan kekuatan

siku varus dan menekan fragmen anteromedial

Konfigurasi pin berbeda paling stabil

Pin ketiga dapat digunakan pada bidang transversal untuk

mencegah derotasi

Arthrogram dapat mengkonfirmasi kesesuaian sendi

26

o Open reduction and internal fixation (ORIF)

Indikasi

Jika pergeseran > 2mm

Terdapat ketidak sesuaian sendi 

Fraktur non-union

Teknik

Pendekatan lateral langsung

Hindari diseksi aspek posterior dari condylus lateralis

(sumber vaskularisasi) 

Pin perkutaneus atau subkutaneus dapat digunakan untuk

fiksasi

Single screw mungkin dapat digunakan pada non-union 

2.6. Komplikasi

Adapun komplikasi yang dapat terjadi:

AVN (avascular nekrosis)

o Diseksi posterior dapat menimbulkan hasil osteonekrosis pada condylus

lateralis

o Dapat juga terjadi pada trochlea

Nonunion/malunion

o Dikarenakan terlambat dalam mendiagnosis dan tidak mendapat terapi yang

sesuai

o Dapat terjadi cubitus varus

Radial nerve palsy

Nervus radialis adalah cabang terbesar dari pleksus brakhialis.

Nervus radialis pada lengan atas, memberi persarafan motorik untuk:

· m.triseps dan m.ankoneus; ekstensor lengan bawah

· m.brakhioradialis; fleksor lengan bawah pada posisi semipronasi

· m.ekstensor karpi radialis longus dan brevis; ekstensor radial tangan

27

Pada lengan bawah, melalui cabang motoris profunda memberi persarafan

motorik untuk:

· m. supinator; supinator lengan bawah

· m. ekstensor digitorum; ekstensor ruas jari telunjuk, jari tengah, jari manis

dan kelingking

· m.ekstensor digiti minime; ekstensor ruas kelingking dan tangan

· m.ekstensor karpi ulnaris; ekstensor ulnar tangan

· m.abduktor pollicis longus; abduktor ibu jari dan ekstensor radial

tangan

· m.ekstensor pollicis brevis dan longus; ekstensor ibu jari dan ekstensor

radial tangan

· m.ekstensor indicis; ekstensor telujnuk dan tangan

Cedera pada nervus radialis biasanya menimbulkan gejala pada bagian

punggung tangan, sekitar digiti 1, 2, dan 3. Gejala yang timbul meliputi rasa sakit

seperti terbakar, mati rasa atau kesemutan, gangguan dalam meluruskan lengan,

gangguan dalam menggerakkan pergelangan tangan dan jari-jari, serta lemah dalam

menggenggam.

Lateral /prominence (spurring)   

o lateral periosteal alignment akan mencegah terjadinya komplikasi ini

o Kehadiran spurring berhubungan dengan pergeseran fraktur yang lebih

besar

Penahanan pertumbuhan dengan atau tanpa deformitas sudut

Penampilan yang tidak memuaskan karena bekas luka pembedahan

Deformitas

o Cubitus varus paling sering terjadi pada kasus fraktur yang tidak terdapat

pergeseran dan pergeseran minimal

o Kebanyakan deformitas dapat dikoreksi setelah maturasi tulang dengan

osteotomi suprakondilar

28

BAB 3

KESIMPULAN

Dua fraktur yang termasuk fraktur penting pada anak pada daerah siku yang sering

terjadi adalah fraktur codylus lateralis dan fraktur supracondylar. Fraktur condylus lateralis

pada anak terjadi karena adanya kekuatan yang menekan sendi siku. Fraktur condylus

lateralis, merupakan 17 % dari jumlah semua fraktur humerus distal dan 54 % dari fraktur

humerrus distal physeal. Frekuensi dari fraktur condylus lateralis mencapai puncak pada

anak berusia 6 tahun. Sebagian besar patah tulang terjadi pada anak usia 5-10 tahun .Kasus

yang dilaporkan terjadi pada pasien paling muda beusisa 2 tahun dan paling tua 14 tahun.

Terdapat klasifikasi milch dan jacob untuk penentuan staging dalam fraktur condylus

lateralis, penanganan pada anak harus sesuai dengan staging agar mendapatkan hasil yang

maksimal agar tidak terjadi komplikasi seperti nonunion/malunion, karena tulang pada

anak masih terus tumbuh.

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Alan Graham Aplpley. Appley’s System of Orthopedics and Fracture 9th edition.

Butterworths Medical Publications. 2010.

2. Rasjad, C., dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, 2010, Bab 42; Sistem

Muskuloskeletal.

3. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone, 2007, Bab.

14; Trauma.

4. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12 th Edition. New

Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 8; The Skeletal System: The Appendicular

Skeleton.

5. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th Edition. New

Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 11; The Muscular System.

6. Standring, S. Gray’s Anatomy 39th Edition. USA: Elsevier, 2008, Chapter 48; General

Organization and Surface Anatomy of The Upper Limb.

7. Wang, E.D. & Hurst, L.C. Netter’s Orthopaedics 1st Edition. Philadelphia: Elsevier,

2006, Chapter 15; Elbow and Forearm.

8.. Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J. D. Handbook Of Fractures.

Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins. 2010:p. 193-229;604-614

9. Thompson, J.C. Netter’s: Concise Otrhopaedic Anatomy 2nd ed. Philadelphia: Elsevier

Inc. 2010:p. 109-116.

10. Reksoprodjo, S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher,

2009, Bab 9; Orthopaedi.

11. Purwadianto A, Budi S. Kedaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara, 2000, Bab 7;

Kedaruratan Sistim Muskuloskeletal.

12. http://emedicine.medscape.com/article/1231199-overview#a9

13. http://www.orthobullets.com/pediatrics/4009/lateral-condyle-fracture--pediatric

14. http://www.joint-pain-expert.net/elbow-fracture-in-children.html

30

31