Referat Clp achmad hariyanto

40
1 1.1 PENDAHULUAN Celah bibir dan palatum (cleft lip and palate/ CLP) atau suatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta langit-langit lunak dan langit-langit keras mulut. Kelainan ini adalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung. Gangguan ini dapat terjadi bersama celah bibir dan langit-langit. Kelainan ini adalah jenis cacat bawaan yang disebabkan oleh gangguan pembentukan oragan tubuh wajah selama kehamilan. 3 Insidensi celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit bervariasi tergantung dari etnis, dimana insiden pada orang asia lebih besar daripada pada orang kulit putih dan kulit hitam. Secara umum angka kejadian celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit 1:750-1000 kelahiran, insidensi pada ras Asia 1:500 kelahiran, ras Caucasian 1:750 kelahiran, ras African American 1:2000 kelahiran. Variasi celah bibir lebih sering terjadi pada anak laki-laki, sementara celah langit-langit lebih sering pada anak perempuan. Insidensi bibir sumbing di Indonesia belum diketahui. 3 Celah bibir dan palatun merupakan tantangan khusus untuk komunitas medis. Perhatian khusus diperlukan untuk pasien dengan langit-langit mulut terbelah. Produksi suara, makan, pertumbuhan rahang atas, dan

description

bibir sumbing

Transcript of Referat Clp achmad hariyanto

Page 1: Referat Clp achmad hariyanto

1

1.1 PENDAHULUAN

Celah bibir dan palatum (cleft lip and palate/ CLP) atau suatu kelainan

bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta langit-langit lunak dan langit-

langit keras mulut. Kelainan ini adalah suatu ketidaksempurnaan pada

penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung.  

Gangguan ini dapat terjadi bersama celah bibir dan langit-langit. Kelainan 

ini adalah  jenis cacat bawaan yang disebabkan oleh gangguan pembentukan

oragan tubuh wajah  selama kehamilan.3

Insidensi celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit bervariasi

tergantung dari etnis, dimana insiden pada orang asia lebih besar daripada pada

orang kulit putih dan kulit hitam. Secara umum angka kejadian celah bibir dengan

atau tanpa celah langit-langit 1:750-1000 kelahiran, insidensi pada ras Asia 1:500

kelahiran, ras Caucasian 1:750 kelahiran, ras African American 1:2000 kelahiran.

Variasi celah bibir lebih sering terjadi pada anak laki-laki, sementara celah langit-

langit lebih sering pada anak perempuan. Insidensi bibir sumbing di Indonesia

belum diketahui. 3

Celah bibir dan palatun merupakan tantangan khusus untuk komunitas

medis. Perhatian khusus diperlukan untuk pasien dengan langit-langit mulut

terbelah. Produksi suara, makan, pertumbuhan rahang atas, dan pertumbuhan gigi

adalah beberapa tahap-tahap perkembangan penting yang mungkin terpengaruh.

Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan

mengganggu pada waktu menyususui dan akan mempengaruhi pertumbuhan

normal rahang serta perkembangan bicara. Penatalaksanaan CLP adalah operasi.

Bibir sumbing dapat ditutup pada semua usia, namun waktu yang paling baik

adalah bila bayi berumur 10 minggu, berat badan mencapai 10 pon, Hb > 10g%.

Dengan demikian umur yang paling baik untuk operasi sekitar 3 bulan.3

Cacat tetap bila tidak dilakukan rekontruksi akan menyebabkan masa

depan yang suram dan rendah diri selamanya. Tujuan operasi celah bibir adalah

untuk menutup celah pada bibir sehingga didapatkan bibir yang mendekati normal

baik dalam fungsi maupun bentuk untuk memperbaiki penampilan.5

Page 2: Referat Clp achmad hariyanto

2

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi

Celah bibir dan langitan terjadi ketika jaringan yang membentuk bibir dan

langit-langit gagal bersatu selama perkembangan embrio. Terdapat dua tipe celah

yaitu celah bibir dengan atau tidak diikuti dengan celah langitan dan celah

langitan terisolasi. Keduanya adalah akibat fusi pada dua tahap perkembangan

orofacial yang berbeda. 4

Celah bibir berasal dari gagalnya fusi pada usia 4-6 minggu dalam

kandungan antara prosesus nasalis medialis, lateralis dan premaksila sedangkan

celah langitan berasal dari gagalnya fusi pada usia 8 minggu dalam kandungan

antara pembengkakan palatum lateral/ palatal shelves.4

2.1.1 Perkembangan bibir dan langit-langit

Untuk mengetahui pathogenesis terjadinya celah bibir dan langitan adalah

penting untuk mengetahui proses perkembangan embriologi orofacial yang

normal.4

Gambar 1. Wajah dilihat dari aspek Frontal. A, Embrio 5 minggu. B, Embrio 6 minggu. Tonjol nasal sedikit demi sedikit terpisah dari tonjol maxila dengan alur yang dalam. C, gambaran embrio

6 minggu dengan Scanning electron micrograph

2.1.2 Pembentukan palatum primer

Page 3: Referat Clp achmad hariyanto

3

Pada akhir minggu keempat, terbentuk lima buah tonjolan pada daerah

wajah yang mengelilingi satu rongga mulut primitif yang disebut stomodeum.

Tonjolan wajah ini disebut juga prosesus fasialis terdiri dari dua buah tonjolan

maksila / prosesus maxillaris (terletak dilateral stomodeum), dua buah tonjolan

mandibula/ prosesus mandibularis (arah kaudal stomodeum) dan tonjolan

frontonasalis / prosesus frontonasalis (ditepi atas stomodeum).4

Prosesus fasialis ini merupakan akumulasi sel mesenkim di bawah

permukaan epitel, yang berperan besar dalam tumbuh kembang struktur orofasial.

Adapun kelima prosesus tersbut memiliki peran penting dalam pembentukan

wajah yaitu prosesus frontonasalis membentuk hidung dan bibir atas, prosesus

maksilaris membentuk maksila dan bibir dan prosesus mandibularis membentuk

mandibula dan bibir bawah. 4

Pada minggu ke lima di daerah inferior prosesus frontonasalis akan

muncul nasal placode. Proliferasi mesenkim pada kedua sisi nasal placode akan

menghasilkan pembentukan prosesus nasalis medialis dan lateralis. Diantara

pasangan prosesus tersebut akan terbentuk nasal pit yang merupakan lubang

hidung primitif. Prosesus maxilaris kanan dan kiri secara bersamaan akan

mendekati prosesus nasalis lateral dan medial. Selama dua minggu berikutnya

prosesus maxillaris akan terus tumbuh ke arah tengah dan menekan prosesus

nasalis medialis ke arah midline. Kedua prosesus ini kemudian akan bersatu dan

membentuk bibir atas. Prosesus nasalis lateralis tidak berperan dalam

pembentukan bibir atas tetapi berkembang terus membentuk ala nasi.4

Kegagalan fusi sebagian atau seluruh prosesus maxillaris dengan prosesus

nasalis medialis dapat menyebabkan celah pada bibir dan alveolus baik unilateral

maupun bilateral.4

Page 4: Referat Clp achmad hariyanto

4

Gambar 2. A, Embrio 7 bulan. B, Embrio 10 bulan. Tonjol maksila berangsur-angsur bergabung dengan lipatan nasal dan alur terisi dengan mesenkim. C, gambaran embrio 7 minggu dengan

Scanning electron micrograph.4

2.1.3 Pembentukan Palatum Sekunder

Pada minggu keenam terbentuk lempeng palatum / palatal shelves dari

prosessus maxillaris. Kemudian pada minggu ketujuh lempeng palatum akan

bergerak kearah medial dan horizontal dan berfusi membentuk palatum sekunder.

Dibagian anterior, kedua palatal shelves ini akan menyatu dengan palatum primer.

Pada daerah penyatuan ini terbentuklah foramen insisivum. Proses penyatuan

lempeng palatum dan palatum primer ini terjadi antara minggu ke 7 sampai

minggu ke 10. 4

Pada anak perempuan, proses penyatuan ini terjadi satu minggu kemudian.

Hal ini yang menyebabkan celah langitan / cleft palate lebih banyak terjadi pada

anak perempuan. 4

Page 5: Referat Clp achmad hariyanto

5

Celah pada palatum primer terjadi karena kegagalan mesoderm invaginasi

ke dalam celah diantara prosesus maxillaris dan prosesus nasalis medialis

sehingga proses penggabungan diantara keduanya tidak terjadi. Sedangkan pada

celah pada palatum sekunder diakibatkan karena kegagalan palatal shelves berfusi

satu sama lain.4

Gambar 3. Gambaran Frontal Embrio Usia 61/2 Minggu-10 Minggu. A) Gambaran frontal embrio usia 61/2 minggu. Palatine shelves berada di posisi vertical pada tiap sisi lidah. B) Gambaran

ventral embrio usia 61/2 minggu. C) gambaran Palatine shelves berada di posisi vertical pada tiap sisi lidah dengan Scanning electron micrograph, D) Gambaran ventral embrio usia 61/2 minggu

dengan Scanning electron micrograph

Page 6: Referat Clp achmad hariyanto

6

Gambar 4. Gambaran frontal kepala embrio usia 71/2 minggu. Lidah sudah bergerak turun dan lempeng langit-langit mencapai posisi horizontal. Gambaran ventral kepala embrio usia 71/2

minggu.4

Gambar 5. A) Gambaran frontal kepala embrio usia 10 minggu. B) Kedua lempeng langit-langit sudah bersatu satu sama lain juga dengan nasal septum. C) gambaran penutupan palatum komplit

dengan Scanning electron micrograph4

Page 7: Referat Clp achmad hariyanto

7

2.2 CLEFT LIP AND PALATE

2.2.1 Definisi

Suatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta palatum

mole dan palatum durum. Kelainan ini adalah suatu ketidaksempurnaan pada

penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung.8  

2.2.2 Prevalensi Celah bibir dan langitan

Perbedaan ras, geografis dan etnik mempengaruhi prevalensi celah bibir

dan langitan. Diseluruh dunia, celah orofasial terjadi pada 1 tiap 700 kelahiran dan

prevalensi celah bibir dengan atau tanpa celah langitan jauh lebih banyak daripada

celah langitan terisolasi.8

Prevalensi celah bibir dan langitan paling tinggi pada ras kulit putih dan

paling sedikit pada ras kulit hitam. Secara umum angka kejadian celah bibir

dengan atau tanpa celah langit-langit 1:750-1000 kelahiran, insidensi pada ras

Asia 1:500 kelahiran, ras Caucasian 1: 750 kelahiran, ras African American

1:2000 kelahiran. Variasi celah bibir lebih sering terjadi pada anak laki-laki,

sementara celah langit-langit lebih sering pada anak perempuan. Insidensi bibir

sumbing di Indonesia belum diketahui. Dengan demikian membutuhkan kerja

keras dari berbagai pihak untuk dapat mengetahui secara pasti prevalensi celah

bibir dan langitan secara akurat mengingat perbedaan ras, geografis dan etnik

yang sangat luas sehingga pengumpulan data disuluruh dunia amat sukar

dilakukan. 3

2.2.3 Etiologi

Etiologi celah bibir adalah multifaktorial dan etiologi celah bibir belum

dapat diketahui secara pasti. Pembentukan bibir terjadi pada masa embrio minggu

keenam sampai minggu kesepuluh kehamilan. Penyebab kelainan ini dipengaruhi

berbagai faktor, disamping faktor genetik sebagai penyebab celah bibir, juga

faktor non genetik yang justeru lebih sering muncul dalam populasi, kemungkinan

terjadi satu individu dengan individu lain berbeda.6

Page 8: Referat Clp achmad hariyanto

8

2.2.3.1 Faktor genetik

Faktor herediter mempunyai dasar genetik untuk terjadinya celah bibir

telah diketahui tetapi belum dapat dipastikan sepenuhnya. Kruger (1957)

mengatakan sejumlah kasus yang telah dilaporkan dari seluruh dunia tendensi

keturunan sebagai penyebab kelainan ini diketahui lebih kurang 25-30%. Dasar

genetik terjadinya celah bibir dikatakan sebagai gagalnya mesodermal

berproliferasi melintasi garis pertemuan, di mana bagian ini seharusnya bersatu

dan biasa juga karena atropi dari pada epithelium ataupun tidak adanya perubahan

otot pada epithelium ataupun tidak adanya perubahan otot pada daerah tersebut.

Sebagai tanda adanya hipoplasia mesodermal. Adanya gen yang dominan dan

resesif juga merupakan penyebab terjadinya hal ini. Teori lain mengatakan bahwa

celah bibir terjadi karena :5,6,7

Dengan bertambahnya usia ibu hamil dapat menyebabkan ketidak kebalan

embrio terhadap terjadinya celah.

Adanya abnormalitas dari kromosom menyebabkan terjadinya malformasi

kongenital yang ganda.

Adanya tripel autosom sindrom termasuk celah mulut yang diikuti dengan

anomali kongenital yang lain.

2.2.3.2 Faktor Non-Genetik

Faktor non-genetik memegang peranan penting dalam keadaan krisis dari

penyatuan bibir pada masa kehamilan. Beberapa hal yang berperan penyebab

terjadinya celah bibir :5.6,7

a. Defisiensi nutrisi

Nutrisi yang kurang pada masa kehamilan merupakan satu hal penyabab

terjadinya celah. Melalui percobaan yang dilakukan pada binatang dengan

memberikan vitamin A secara berlebihan atau kurang. Yang hasilnya

menimbulkan celah pada anak-anak tikus yang baru lahir. Begitu juga dengan

defisiensi vitamin riboflavin pada tikus yang sedang dan hasilnya juga adanya

celah dengan persentase yang tinggi, dan pemberiam kortison pada kelinci yang

sedang hamil akan menimbulkan efek yang sama.

Page 9: Referat Clp achmad hariyanto

9

b. Zat kimia

Pemberian aspirin, kortison dan insulin pada masa kehamilan trimester

pertama dapat meyebabkan terjadinya celah. Obat-obat yang bersifat teratogenik

seperti thalidomide dan phenitonin, serta alkohol, kaffein, aminoptherin dan

injeksi steroid.

c. Virus rubella

Frases mengatakan bahwa virus rubella dapat menyebabkan cacat berat,

tetapi hanya sedikit kemungkinan dapat menyebabkan celah.

d. Trauma

Strean dan Peer melaporkan bahwa trauma mental dan trauma fisik dapat

menyebabkan terjadinya celah. Stress yang timbul menyebabkan fungsi korteks

adrenal terangsang untuk mensekresi hidrokortison sehingga nantinya dapat

mempengaruhi keadaan ibu yang sedang mengandung dan dapat menimbulkan

celah, dengan terjadinya stress yang mengakibatkan celah yaitu : terangsangnya

hipothalamus adrenocorticotropic hormone (ACTH). Sehingga merangsang

kelenjar adrenal bagian glukokortikoid mengeluarkan hidrokortison, sehingga

akan meningkat di dalam darah yang dapat menganggu pertumbuhan.

e. Beberapa hal lain yang juga berpengaruh yaitu :

Kurang daya perkembangan

Radiasi merupakan bahan-bahan teratogenik yang potent

Infeksi penyakit menular sewaktu trimester pertama kehamilan yang dapat

menganngu foetus

Gangguan endokrin

Pemberian hormon seks, dan tyroid

Merokok, alkohol, dan modifikasi pekerjaan

Faktor-faktor ini mempertinggi insiden terjadinya celah mulut, tetapi

intensitas dan waktu terjadinya lebih penting dibandingkan dengan jenis faktor

lingkungan yang spesifik.

Page 10: Referat Clp achmad hariyanto

10

2.2.4 Klasifikasi

2.3.4.1 Klasifikasi Kernahan

Klasifikasi Kernahan berdasarkan pada embriologi yang pakai foramen

insisivum sebagai batas yang memisahkan celah pada palatum primer dari

palatum sekunder. Palatum primer terdiri dari bibir atas, tulang alveolar dan

palatum yang terletak dianterior foramen insisivum. Celah komplit pada palatum

primer akan melibatkan semua struktur ini, palatum sekunder terdiri dari palatum

keras dan palatum lunak dibelakang foramen insisivum.2,3

Klasifikasi ini menggunakan metode strip Y. klasifikasi ini dikembangkan

untuk mengatasi kekurangan klasifikasi verbal dan numeric dan memungkinkan

identifikasi kondisi pasien preoperatif secara tepat.2,3

Keterangan

a) Area 1 dan 4 menunjukkan sisi kanan dan kiri bibir

b) Area 2 dan 5 menunjukkan tulang alveolar

c) Area 3 dan 6 menunjukkan daerah palatum di anterior foramen insisivum

d) Area 7 dan 8 menunjukkan palatum keras

e) Area 9 menunjukkan palatum lunak

Page 11: Referat Clp achmad hariyanto

11

Gambar 6. Klasifikasi kernahan. Area yang diarsir hijau merupakam area yang

terdapat celah.3

2.2.4.2 Klasifikasi Veau

Veau memperkenalkan metode klasifikasi celah wajah menjadi empat

katagori yaitu : 2,3

1. Celah hanya pada jaringan palatum lunak

2. Celah pada jaringan palatum lunak dan keras

3. Celah bibir dan palatum unilateral

4. Celah bibir dan palatum bilateral

Klasifikasi ini sangat sederhana dan tetap digunakan sampai saat ini. Namun

demikian Veau tidak memasukkan celah bibir atau celah langitan terisolasi dalam

klasifikasi ini. 2,3

Page 12: Referat Clp achmad hariyanto

12

2.3.5 Manifestasi klinis

1. Asupan ASI

Masalah asupan ASI merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi

penderita celah bibir. Adanya celah bibir memberikan kesulitan pada bayi untuk

melakukan hisapan payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan

labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan

tambahan yang ditemukan adalah refleks hisap dan refleks menelan pada bayi

dengan celah bibir tidak sebaik normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak

udara pada saat menyusui. Cara memegang bayi dengan posisi tegak lurus

mungkin dapat membantu proses menyusui bayi dan menepuk-nepuk punggung

bayi secara berkala dapat membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau

dengan celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi

dengan labiopalatochisis biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus.1,3,5,6

2. Asupan makanan

Pada pasien celah bibir dan langitan terjadi hubungan antara rongga mulut

dan hidung yang berakibat sukarnya penderita dalam menelan makanan atau

minuman dimana penderita bisa tersedak bila tidak menggunakan alat bantu

obturator / feeding plate. Akibatnya pasien biasanya memiliki berat badan kurang

dari normal. 3

3. Pendengaran

Pada pasien dengan celah yang melibatkan bagian posterior palatum

durum dan palatum molle, otot tensor palatinii dari palatum molle berhubungan

dengan tuba eustachius. Lemahnya aktivitas otot ini menyebabkan kurangnya

drainase telinga tengah yang kemudian berakibat pada infeksi telinga tengah dan

kadang menyebabkan rusaknya gendang telinga.1,3,5,6

4. Fungsi Bicara

Hal ini diakibatkan velopharingeal incompetence. Bagian posterior

palatum molle tidak mampu berkontak secara adekuat dengan posterior faring

untuk menutup oro naso fasing sehingga suara yang dikeluarkan sengau.

Gangguan fungsi bicara diperberat oleh gangguan pendengaran yang juga dialami

penderita celah bibir dan langitan. 2,5,6

Page 13: Referat Clp achmad hariyanto

13

5. Kelainan dental

Pada pasien cleah bibir dan langitan terdapat beberapa kelainan dental

yang mengikutinya, antara lain : 3

a. Anodontia partial. .

b. Gigi supernumerary

c. Gigi kaninus impaksi

6. Masalah Psikologis

Pasien dengan celah bibir dan langitan memiliki rasa percaya diri rendah

dan cenderung menutup diri dari pergaulan. Mereka menghindari berbicara

dengan orang lain karena merasa malu suara yang diucapkan sengau dan tidak

jelas. Meskipun demikian tidak ada korelasi langsung antara celah bibir dan

langitan dengan tingkat IQ dan kesuksesan dalam kehidupan.5,6

2.3.6 Diagnosa

2.3.6.1 Diagnosa prenatal

Deteksi prenatal dapat dilakukan dengan beragam teknik. Fetoskopi telah

digunakan untuk memberikan gambaran wajah fetus. Akan tetapi teknik ini

bersifat invasif dan dapat menimbulkan resiko menginduksi aborsi. Namun

demikian, teknik ini mungkin tepat digunakan untuk konfirmasi pada beberapa

cacat/kelainan pada kehamilanyang kemungkinanbesar akan diakhiri. Teknik

lain seperti ultrasonografi intrauterine, magnetic resonance imaging, deteksi

kelainan enzim pada cairan amnion dan transvaginal ultrasonografi

keseluruhannya dapat mendeteksi dengan sukses celah bibir dan celah langit-

langit secara antenatal. Tetapi, pemeriksaan-pemeriksaan tersebut dibatasi pada

biaya, invasifitas dan persetujuan pasien. Ultrasound transabdominal merupakan

alat yang paling sering digunakan pada deteksi antenatal celah bibir dan celah

langit-langit, yang memberikan keamanan dalam prosedur, ketersediaannya, dan

digunakan secara luas pada skrining anatomi antenatal.2

Deteksi dini memperkenankan kepada keluarga untuk menyiapkan diri

terlebih dahulu terhadap suatu kenyataan bahwa bayi mereka akan memiliki suatu

kelainan/cacat. Mereka dapat menemui anggota dari kelompok yang memiliki,

Page 14: Referat Clp achmad hariyanto

14

celah bibir dan celah langit-langit belajar mengenai pemberian makanan khusus

dan memahami apa yang harus diharapkan ketika bayi lahir. Deteksi dini juga

memperkenankan kepada ahli bedah untuk bertemu dengan keluarga sebelum

kelahiran dan mendiskusikan pilihan perbaikan. Dengan waktu konseling

danrencana yang tepat, memungkinkan untuk melaksanakan perbaikan dari celah

bibir unilateral pada minggu pertama kehidupan.2

Gambar 7. (A) Ultrasonografi pada fetus dengan cleft bilateral , incomplete pada yang kiri, (B)

foto anak yang sama setelah lahir sebelum dioperasi 2

Terdapat beberapa hal yang menarik perhatian dalam pembedahan fetus yang

merupakan bentuk potensial dari pengobatan celah bibir dan celah langit-langit.

Meskipun persoalan teknik dan etika seputar konsep ini masih belum dapat

dipecahkan. Pada pembedahan in utero manipulasi perlu dipertimbangkan, deteksi

cacat/kelainan sedini mungkin diterapkan pada masa kehamilan.2

2.3.6.2 Diagnosa postnatal

Biasanya, celah (cleft) pada bibir dan palatum segera didiagnosa pada saat

kelahiran. Celah dapat terlihat seperti sudut kecil pada bibir atau dapat

memanjang dari bibir hingga ke gusi atas dan palatum. Namun tidak jarang, celah

hanya terdapat pada otot palatum molle, yang terletak pada bagian belakang mulut

dan tertutupi oleh lapisan mulut (mouth's lining) karena letaknya yang

tersembunyi, tipe celah ini tidak dapat didiagnosa hingga beberapa waktu.2

Page 15: Referat Clp achmad hariyanto

15

2.3.7 Pencegahan Celah Bibir dan Palatum

1. Menghindari merokok

Ibu yang merokok merupakan faktor risiko lingkungan terbaik yang telah

dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau

selama kehamilan secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadinya

celah-celah orofacial. Mengingat frekuensi kebiasaan kalangan perempuan di

Amerika Serikat, merokok dapat menjelaskan sebanyak 20% dari celah orofacial

yang terjadi pada populasi negara itu. 2,5,6,7

Lebih dari satu miliar orang merokok di seluruh dunia dan hampir tiga

perempatnya tinggal di negara berkembang, sering kali dengan adanya dukungan

publik dan politik tingkat yang relatif rendah untuk upaya pengendalian

tembakau. Banyak laporan telah mendokumentasikan bahwa tingkat prevalensi

merokok pada kalangan perempuan berusia 15-25 tahun terus meningkat secara

global pada dekade terakhir Diperkirakan bahwa pada tahun 1995, 12-14 juta

perempuan di seluruh dunia merokok selama kehamilan mereka dan, ketika

merokok secara pasif juga dicatat, 50 juta perempuan hamil, dari total 130 juta

terpapar asap tembakau selama kehamilan mereka. 2,5,6,7

2. Menghindari alkohol

Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi

tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan

memiliki hubungan dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom

alkohol fetal (fetal alcohol syndrome). Pada tinjauan yang dipresentasikan di Utah

Amerika Serikat pada acara pertemuan konsensus WHO (bulan Mei 2001),

diketahui bahwa interpretasi hubungan antara alkohol dan celah orofasial

dirumitkan oleh biasa yang terjadi di masyarakat. Dalam banyak penelitian

tentang merokok, alkohol diketemukan juga sebagai pendamping, namun tidak

ada hasil yang benar-benar disebabkan murni karena alkohol. 2,5,6,7

Page 16: Referat Clp achmad hariyanto

16

3. Nutrisi

Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I

kehamilan sangat penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur

kraniofasial yang normal dari fetus.

a. Asam Folat

Peran asupan folat pada ibu dalam kaitannya dengan celah orofasial sulit

untuk ditentukan dalam studi kasus-kontrol manusia karena folat dari sumber

makanan memiliki bioavaibilitas yang luas dan suplemen asam folat biasanya

diambil dengan vitamin, mineral dan elemen-elemen lainnya yang juga mungkin

memiliki efek protektif terhadap terjadinya celah orofasial. Folat merupakan

bentuk poliglutamat alami dan asam folat ialah bentuk monoglutamat sintetis.

Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat penting pada setiap tahap kehamilan

sejak konsepsi sampai persalinan. Asam folat memiliki dua peran dalam

menentukan hasil kehamilan. Satu, ialah dalam proses maturasi janin jangka

panjang untuk mencegah anemia pada kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam

mencegah defek kongenital selama tumbuh kembang embrionik. Telah disarankan

bahwa suplemen asam folat pada ibu hamil memiliki peran dalam mencegah celah

orofasial yang non sindromik seperti bibir dan/atau langit-langit sumbing. 2,5,6,7

b. Vitamin B-6

Vitamin B-6 diketahui dapat melindungi terhadap induksi terjadinya celah

orofasial secara laboratorium pada binatang oleh sifat teratogennya demikian juga

kortikosteroid, kelebihan vitamin A, dan siklofosfamid. Deoksipiridin, atau

antagonis vitamin B-6, diketahui menginduksi celah orofasial dan defisiensi

vitamin B-6 sendiri cukup untuk membuktikan terjadinya langit-langit mulut

sumbing dan defek lahir lainnya pada binatang percoban. Namun penelitian pada

manusia masih kurang untuk membuktikan peran vitamin B-6 dalam terjadinya

celah. 2,5,6,7

Page 17: Referat Clp achmad hariyanto

17

c. Vitamin A

Asupan vitamn A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan

resiko terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Hale adalah

peneliti pertama yang menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu

menyebabkan defek pada mata, celah orofasial, dan defek kelahiran lainya pada

babi. Penelitian klinis manusia menyatakan bahwa paparan fetus terhadap retinoid

dan diet tinggi vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang

gawat. Pada penelitian prospektif lebih dari 22.000 kelahiran pada wanita di

Amerika Serikat, kelainan kraniofasial dan malformasi lainnya umum terjadi pada

wanita yang mengkonsumsi lebih dari 10.000 IU vitamin A pada masa

perikonsepsional. 2,5,6,7

4. Modifikasi Pekerjaan

Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa

ada hubungan antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai

kesehatan, industri reparasi, pegawai agrikulutur). Teratogenesis karena

trichloroethylene dan tetrachloroethylene pada air yang diketahui berhubungan

dengan pekerjaan bertani mengindikasikan adanya peran dari pestisida, hal ini

diketahui dari beberapa penelitian, namun tidak semua. Maka sebaiknya pada

wanita hamil lebih baik mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah

dalam industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor, pemadam kebakaran atau

bertani telah diketahui meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial. 2,5,6,7

5. Suplemen Nutrisi

Beberapa usaha telah dilakukan untuk merangsang percobaan pada

manusia untuk mengevaluasi suplementasi vitamin pada ibu selama kehamilan

yang dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan. Hal ini dimotivasi oleh hasil

baik yang dilakukan pada percobaan pada binatang. Usaha pertama dilakukan

tahun 1958 di Amerika Serikat namun penelitiannya kecil, metodenya sedikit dan

tidak ada analisis statistik yang dilaporkan. Penelitian lainnya dalam usaha

memberikan suplemen multivitamin dalam mencegah celah orofasial dilakukan di

Page 18: Referat Clp achmad hariyanto

18

Eropa dan penelitinya mengklaim bahwa hasil pemberian suplemen nutrisi adalah

efektif, namun penelitian tersebut memiliki data yang tidak mencukupi untuk

mengevaluasi hasilnya.Salah satu tantangan terbesar dalam penelitian pencegahan

terjadinya celah orofasial adalah mengikutsertakan banyak wanita dengan resiko

tinggi pada masa produktifnya. 2,5,6,7

2.3.8 Penatalaksanaan

Penanganan kelainan celah bibir dan celah langitan memerlukan

penanganan yang multidisiplin karena merupakan masalah yang kompleks,

variatif dan memerlukan waktu yang lama serta membutuhkan beberapa ilmu dan

tenaga ahli, diantaranya dokter anak, dokter bedah plastik, dokter bedah mulut,

pediatric dentists, orthodontist, prosthodontist, ahli THT (otolaryngologist),

speech pathologist, geneticist dan psikiater atau psikolog untuk menangani

masalah psikologis pasien.3

Sebelum melakukan operasi, orangtua diharapkan melakukan konseling.

Hal ini untuk membantu mengurangi kecemasan orangtua pasien dan memberikan

informasi mengenai operasi yang akan dilakukan dan bagaimana tampilan anak

mereka setelah dilakukan operasi. Konseling juga dilakukan bagi si anak agar saat

bertambah besar mereka tidak terganggu secara psikologis. 3

Anak yang memiliki celah bibir dan atau celah langit-langit memiliki

masalah dalam proses makan karena itu dibutuhkan metode agar anak tetap

mendapat asupan gizi. Pemberian makan pada anak dengan celah langit-langit

lebih sulit dibanding anak dengan celah bibir karena pada celah langit-langit, anak

cenderung mengalami kesulitan menghisap atau menelan. Untuk mengatasinya,

dapat digunakan dot khusus dengan nipple yang kecil agar aliran air susu bisa

kontinu dan terkontrol. Berbeda dengan penderita celah bibir saja yang masih bisa

diberi susu dengan botol atau dot biasa. 3

Beberapa praktisi merekomendasikan penggunaan obturator (plastic plate)

untuk menutup celah selama anak sedang makan. Plate ini membutuhkan

modifikasi agar selalu pas atau fit sejalan dengan perkembangan pertumbuhan

langitan anak. Namun pada beberapa kasus celah langitan, bayi bisa diberi asupan

Page 19: Referat Clp achmad hariyanto

19

makan tanpa menggunakan obturator yaitu bila orangtua bisa mengikuti instruksi

pemberian makan yang benar. Posisi pemberian air susu kepada anak

diperhatikan, posisi untuk anak yang menderita celah bibir dengan langit-langit

atau celah langit-langit saja diusahakan lebih tegak (upright position) agar tidak

mudah tersedak. Orangtua dapat menggendong bayinya pada 35°-45° terhadap

lantai. Dengan memberikan informasi dan pelatihan, bayi bisa diberi makan

dengan menggunakan preemie nipple yaitu nipple yang sifatnya lebih lembut dan

mudah disesuaikan dengan cleft atau dengan menggunakan nipple khusus seperti

Mead-Johnson cross cut nipple dimana aliran susu dapat disesuaikan. Dapat juga

merekomendasikan jenis dot khusus untuk anak dengan celah yaitu dot yang

memiliki nipple yang panjang atau bersayap dimana susu yang keluar bisa

langsung menuju ke faring. 3

Perbaikan secara bedah melibatkan beberapa prosedur primer dan

sekunder. Prosedur pembedahan dan waktu pelaksanaannya bervariasi, tergantung

dari tingkat keparahan defeknya dan keputusan dari dokter bedahnya. 3

Waktu yang tepat untuk dilakukan operasi perbaikan masih diperdebatkan.

Namun biasanya dokter bedah memilih waktu antara 24 jam sampai 12 bulan

setelah kelahiran, ada juga beberapa dokter bedah yang menunda sampai beberapa

bulan untuk menunggu bayi lebih besar dan lebih kuat. Jika tidak ada

kontraindikasi medis, bisa diikuti rule of ten, yaitu dapat dilakukan operasi bila

pasien berusia 10 minggu, berat badan 10 pon dan hemoglobin setidaknya 10 g/dl.

Namun jika terdapat kondisi medis yang membahayakan kesehatan bayi, operasi

ditunda sampai resiko medis minimal. 3

Penutupan bibir awal (primary lip adhesion) dilakukan selama beberapa

bulan pertama lalu dilanjutkan dengan perbaikan langitan. Tujuan dari penutupan

bibir awal ini adalah untuk mendapatkan penampilan yang lebih baik, mengurangi

insiden penyakit saluran pernafasan dan untuk mengizinkan perbaikan definitif

tanpa halangan berupa jaringan scar yang berlebihan. Prostetik dan orthopedic

appliances dapat digunakan untuk mencetak atau memperluas segmen maksila

sebelum penutupan defek langitan. Selanjutnya, autogenus bone graft dapat

ditempatkan pada daerah defek tulang alveolar. 3

Page 20: Referat Clp achmad hariyanto

20

Prosedur perbaikan sekunder jaringan lunak dan prosedur ortognatik dapat

dilakukan untuk meningkatkan fungsi dan tampilan estetik. Teknik yang

digunakan dalam penutupan celah bibir yang baik, selain berorientasi pada

kesimetrisan dan patokan anatomi bibir juga memperhitungkan koreksi kelainan

yang sering dijumpai bersamaan, misalnya hidung, baik pada saat yang bersamaan

dengan labioplasty maupun pada kesempatan yang telah direncanakan kemudian

hal ini untuk mempersiapkan jaringan dan menghindari parut atau scar yang

berlebihan. Prosedur yang mungkin dilakukan antara lain seperti perbaikan

konfigurasi anatomi bibir, hidung, langitan durum, langitan molle dan alveolus.

Penggunaan alat ortodontik juga dapat dilakukan untuk mendapatkan susunan gigi

geligi yang baik didalam lengkung rahang dan memiliki hubungan fungsional

yang baik pula. 3

USIA TINDAKAN

0 – 1 minggu

Pemberian nutrisi dengan kepala miring (posisi

45º)

1 – 2 minggu

Pasang obturator untuk menutup celah pada

langitan,

agar dapat menghisap susu atau memakai dot

lubang

kearah bawah untuk mencegah aspirasi (dot

khusus)

10 minggu Labioplasty dengan memenuhi Rules of Ten:

a. Umur 10 minggu

b. Berat 10 pons

c. Hb > 10gr %

1,5 – 2 tahun Palatoplasty karena bayi mulai bicara

Page 21: Referat Clp achmad hariyanto

21

2 – 4 tahun

Speech therapy

4 – 6 tahun

Velopharyngoplasty, untuk mengembalikan

fungsi

katup yang dibentuk m.tensor veli palatini &

m.levator

veli palatini, untuk bicara konsonan, latihan

dengan

cara meniup.

6 – 8 tahun Ortodonsi (pengaturan lengkung gigi)

8 – 9 tahun Alveolar bone grafting

9 – 17 tahun Ortodonsi ulang

17 – 18 tahun Cek kesimetrisan mandibula dan maksila

2.3.8.1 Labioplasty

Operasi labioplasty dilakukan pada usia kurang lebih 3 bulan dan

mengikuti ketentuan rule of tens yaitu 2,3

1. Berat bayi minimal 10 pounds

2. Hemoglobin lebih atau sama dengan 10 gr/dl dan

3. lekosit maksimal 10.000 /dl.

Tujuan utama labioplasty adalah menciptakan bibir dan hidung yang seimbang

dan simetris dengan jaringan parut minimal dan menciptakan bibir yang berfungsi

baik dengan mengurangi pengaruh operasi terhadap pertumbuhan dan

Page 22: Referat Clp achmad hariyanto

22

perkembangan lengkung maksila. 2,3

Untuk tujuan tersebut maka setiap elemen celah bibir dan hidung harus

dibentuk seanatomis mungkin (kartilago, kulit, otot dan mukosa nasal) dengan

memperhatikan pengambilan jaringan minimal untuk mencegah kurangnya

volume bibir dan hidung. Penanganan tepi insisi yang baik juga harus dilakukan

untuk mengurangi jaringan parut pasca operasi. 2,3

Gambar 8. triangular cleft lip repair. A) menandai daerah yang akan di triangular cleft lip repair.

B) penampakan selama operasi triangular repair. C) perbaikan komplit. 2

2.3.8.2 Palatoplasty

Tujuan palatoplasty adalah memisahkan rongga mulut dan rongga hidung,

membentuk katup velofaringeal yang kedap air dan kedap udara dan memperoleh

tumbuh kembang maksilofasial yang mendekati normal. Tantangan daripada

palatoplasty dewasa ini bukanlah hanya bagaimana menutup defek celah langit-

langit namun juga bagaimana didapatkan fungsi bicara yang optimal tanpa

mengganggu pertumbuhan maksilofasial. 2,3

Waktu yang paling tepat untuk dilakukannya palatoplasty masih tetap

menjadi kontroversi. Sebagian ahli bedah mendukung waktu palatoplasty sebelum

usia 12 bulan karena lebih menguntungkan perkembangan bicara pasien sebab

proses belajar bicara dimulai pada usia 12 bulan. 2,3

Penundaan palatoplasty lebih menguntungkan untuk perkembangan

maksilofasial namun lebih merugikan untuk perkembangan bicara pasien. Waktu

yang paling optimal untuk palatoplasty sampai sejauh ini secara ilmiah belum

Page 23: Referat Clp achmad hariyanto

23

terbukti namun sebagian besar ahli bedah sepakat bahwa palatoplasty harus

dilakukan sebelum usia 2 tahun. 2,3

Terdapat berbagai jenis teknik palatoplaty namun yang paling sering

dipakai adalah teknik von langenbeck dan V-Y push back (Veau- Wardill-Kilner).

Kedua teknik ini memiliki kelebihan dan kekurangan

Von langenbeck Palatoplasty

Teknik von langenbeck menggunakan mukoperiosteal flap bipedikel pada palatum

durum dan palatum molle untuk menutup defek celah langit-langit. Basis anterior

dan posterior bipedikel flap didekatkan kearah medial untuk menutup celah langit-

langit. 2,3

Keuntungan :

Teknik mudah dikerjakan

Waktu operasi cepat

Kekurangan :

Tidak mampu memanjangkan palatum ke posterior sehingga kemungkinan

terjadinya velopharingeal incompetence lebih tinggi.

Fungsi bicara tidak optimal

Gambar 9. A) marking desain flap B) Bipedikel mucoperiosteal flap dielevasi dari lateral relaxing

incision ke margin celah langit-langit dilanjutkan dengan penutupan lapisan mucoperiosteum

nasal. flap mucoperiosteum rongga mulut komplit. 2

Page 24: Referat Clp achmad hariyanto

24

V-Y Pushback ( Veau- Wardill Kilner) palatoplasty

Gambar 10. A) penentuan marking insisi. B) mukoperiosteal flap oral dielevasi dengan mempertahankan neurovascular bundle palatinus mayus pada kedua sisi dilanjutkan retroposisi

dan repair m. levator velli palatine setelah penutupan mukoperiosteal nasal. C) penjahitan

mukoperiousteum oral. 2

Keuntungan : 2,3

1. Memperpanjang palatum ke posterior

2. Meningkatkan fungsi bicara sebagai akibat palatum yang bisa diperpanjang

lebih ke posterior

Kekurangan : 2,3

1. Kemungkinan timbul fistula pada daerah antara palatum durum dan palatum

molle karena mukoperiosteum yang tipis didaerah tersebut.

2. Meninggalkan tulang terbuka / denuded bone yang lebar pada tepi lateral

celah langit-langit. Daerah ini kemudian membentuk jaringan parut yang

berperan pada konstriksi lengkung maksila.

3. Waktu operasi lebih lama

2.3.8.3 Penilaian fungsi bicara dan pendengaran

Pendengaran dan fungsi bicara dievaluasi sejak lahir. Peran orang tua

dalam memperhatikan perkembangan anak sangat penting sebagai masukan untuk

penilaian obyektif kondisi anak oleh dokter anak atau dokter spesialis THT. Mulai

usia 18 bulan yaitu tepat setelah operasi palatoplasty, fungsi pendengaran dan

Page 25: Referat Clp achmad hariyanto

25

bicara anak dievaluasi secara berkala oleh dokter THT. Dalam perkembangannya

ahli terapi wicara /speech therapy akan berperan dalam mendiagnosa dan

memberikan perawatan jangka panjang agar anak dapat berbicara secara normal.

Penilaian dari ahli terapi wicara ini juga menentukan apakah terjadi

velopharygeal incompetence pada seorang anak dan apakah anak tersebut

membutuhkan operasi lanjutan atau tidak.

2.3.8.4 Perawatan Orthodonsia

Pasien dengan celah bibir dan langitan dapat dipastikan mengalami

malposisi dan malrelasi gigi geligi. Beberapa pasien memiliki supernumerary

teeth, anodonsia parsial dan lengkung maksila yang sempit. Perawatan

orthodonsia mutlak diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Perawatan

orthodonsia diperlukan untuk dua hal yaitu yang pertama untuk mempersiapkan

ruangan untuk alveolar bone grafting agar gigi caninus memiliki tempat yang

cukup untuk erupsi dan tujuan kedua adalah untuk melakukan perawatan jangka

panjang agar mendapatkan oklusi yang baik. Evaluasi lanjutan dari orthodontis

dapat menjadi masukan apakah pasien memerlukan operasi lanjutan seperti

distraksi osteogenesis, atau bedah orthognatik untuk mencapai hasil optimal atau

tidak. 2,3

2.3.8.5 Alveolar Bone grafting

Tujuan alveolar bone grafting adalah mempersiapkan ruangan untuk

erupsi gigi caninus, untuk mendukung basis ala nasi dan juga bisa untuk menutup

fistula di palatal. Biasanya dilakukan pada usia 9 atau 10 tahun yaitu pada saat

akar gigi caninus maksila telah terbentuk 2/3 panjang normal. Bone graft diambil

dari iliac crest dengan metode windowing. Sebelum dilakukan alveolar bone

grafting, gigi susu atau gigi lain yang memiliki prognosis buruk diekstraksi

mengingat itu dapat menjadi lokus minores resistensiae yang dapat menggagalkan

keberhasilan alveolar bonegrafting. 2,3

Page 26: Referat Clp achmad hariyanto

26

2.3.9 Komplikasi

a. Obstruksi jalan nafas

Pascabedah obstruksi jalan napas adalah komplikasi yang paling penting

dalam periode pasca-operasi langsung. Situasi ini biasanya hasil dari prolaps dari

lidah ke orofaring sementara pasien tetap dibius dari anestasi. Intraoperative

penempatan lidah tarikan jahitan membantu dalam pengelolaann situasi ini.

Obstruksi jalan napas juga dapat menjadi masalah berkepanjangan karena

perubahan pada saluran napas dinamika, terutama pada anak-anak dengan rahang

kecil. 2,3

b. Pendarahan

Selama pembedahan perdarahan adalah komplikasi yang sering terjadi

pada langit-langit karena terdapat banyak pembuluh darahnya. Ini dapat

berbahaya pada bayi karena kekurangan volume darah. Sebelum pembedahan

penilaian tingkat haemoglobin dan platelet adalah penting. 2,3

c. Peradangan

Komplikasi yang lain dapat terjadi antara lain adalah peradangan, injuri

terhadap saraf, pembengkakan dan fistula. Odem setelah operasi adalah normal

dan fisilogis. Kemungkinan perangan dapat diminimalisasi dengan terapi

antibiotik, teknik pembedahan yang baik, dan memperhatikan syarat-syarat

asepsis. 2,3

2.3.10 Prognosis

Kelainan celah bibir dan palatum merupakan kelainan bawaan yang dapat

dimodifikasi/disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini

melakukan operasi saat usia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki

penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan yang

makin berkembang, 80% anak dengan celah bibir dan palatum yang telah

ditatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi

bicara yang berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada

masalah-masalah berbicara pada anak celah bibir dan palatum.

Page 27: Referat Clp achmad hariyanto

27

DAFTAR PUSTAKA

1. K. J. Lee. Essential otolaryngonolgy. Head and Neck Surgery, 9th edition, Mc

Graw Hill 2008: 293-303.

2. Anil K. Lalwani. Current diagnosis & treatment in otolaryngology. Head &

Neck Surgery. New York: A Lange Medical book 2010: 323-38.

3. Balaji SM. Textbook of oral & maxillofacial surgery. New Delhi: Elsevier

2007: 493-514.

4. Langman J. Medical embryology. 8th ed. Baltimore: The Williams & Wilkins

Company

5. Marie M. Pediatric Cleft Lip and Palate Treatment and Management.

Medscape reference 2009

6. Marie M. Pediatric Cleft Lip and Palate. Medscape reference 2009

7. Shahrokh C. Bagheri, Chris Jo. Cleft lip and palate. Clinical Review of Oral

and maxillofacial Surgery. Amerika: Mosby Elsevier 2008: 336-431

8. Scwartz’s. Manual of surgery. 8th ed. McGraw Hill.