REFERAT CHF RADIOLOGI

download REFERAT CHF RADIOLOGI

of 40

description

REFERAT CHF RADIOLOGI

Transcript of REFERAT CHF RADIOLOGI

  • GAGAL JANTUNG KONGESTIF

    (CONGESTIVE HEART FAILURE)I. PENDAHULUAN

    Gagal jantung kongestif (congestive heart failure) adalah sindrom klinis

    akibat penyakit jantung, ditandai dengan kesulitan bernapas serta retensi

    natrium dan air yang abnormal, yang sering menyebabkan edema. Kongesti ini

    dapat terjadi dalam paru atau sirkulasi perifer atau keduanya, bergantung pada

    apakah gagal jantungnya pada sisi kanan atau menyeluruh. 1,

    Gagal jantung kiri dalam jangka panjang dapat diikuti dengan gagal

    jantung kanan, demikian juga gagal jantung kanan dalam jangka panjang dapat

    diikuti gagal jantung kiri. Bilamana kedua gagal jantung tersebut terjadi pada

    saat yang sama maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif. Gagal

    jantung kongesif biasanya dimulai lebih dulu oleh gagal jantung kiri dan

    secara lambat diikuti gagal jantung kanan. 2

    Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The New

    York Heart Association (NYHA) classification for heart failure membaginya

    menjadi 4 kelas, berdasarkan hubungannya dengan gejala dan jumlah atau

    usaha yang dibutuhkan untuk menimbulkan gejala, sebagai berikut : 3,14

    1. Kelas I : Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan aktivitas fisik, dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan

    sesak napas.

    2. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya pembatasan aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat.

    3. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya pembatasan aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan

    dari kegiatan biasa sudah memberi gejala lelah, sesak napas.

    4. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada walaupun saat

    beristirahat. 3,14

    I. INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI

    1

  • 1,5 sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita CHF;

    terjadi 700.000 perawatan di rumah sakit pertahun. Faktor risiko terjadinya

    gagal jantung yang paling sering adalah usia. CHF merupakan alasan

    paling umum bagi lansia untuk dirawat di rumah sakit (75% pasien yang

    dirawat dengan CHF berusia antara 65 dan 75 tahun). 44% pasien

    Medicare yang dirawat karena CHF akan dirawat kembali pada enam ( 6 ) bulan kemudian. Terdapat dua ( 2 ) juta kunjungan pasien rawat jalan

    pertahun yang menderita CHF; biayanya diperkirakan 10 miliar dollar

    pertahun. Daya tahan hidup selama delapan ( 8 ) tahun bagi semua kelas

    CHF adalah 30%; untuk CHF berat, angka mortalitas dalam satu ( 1 )

    tahun adalah 60%. Faktor risiko terpenting untuk CHF adalah penyakit

    arteri koroner dengan penyakit jantung iskemik.

    Hipertensi adalah faktor risiko terpenting kedua untuk CHF. Faktor

    risiko lain terdiri dari kardiomiopati, aritmia, gagal ginjal, diabetes, dan

    penyakit katup jantung. 8,15

    II. ETIOLOGIGagal jantung adalah komplikasi tersering dan segala jenis penyakit

    jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang

    menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan-keadaan yang (1)

    meningkatkan beban awal, (2) meningkatkan beban akhir, atau (3)

    menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang

    meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum

    ventrikel; dan beban akhir meningkat pada keadaan-keadaan seperti

    stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat

    menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Selain ketiga

    mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, terdapat faktor-

    faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal bekerja

    sebagai pompa. Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel (misal,

    stenosis katup atrioventrikularis) dapat menyebabkan gagal jantung.

    Keadaan-keadaan seperti perikarditis konstriktif dan tamponade jantung

    mengakibatkan gagal jantung melalui kombinasi beberapa efek seperti

    2

  • gangguan pada pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel. Dengan demikian

    jelas sekali bahwa tidak ada satupun mekanisme fisiologik atau kombinasi

    berbagai mekanisme yang bertanggungjawab atas terjadinya gagal jantung;

    efektivitas jantung sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai

    gangguan patofisiologis. Penelitian terbaru menekankan pada peranan TNF

    dalam perkembangan gagal jantung. Jantung normal tidak menghasilkan

    TNF; namun jantung mengalami kegagalan menghasilkan TNF dalam

    jumlah banyak. 4

    Demikian juga, tidak satupun penjelasan biokimiawi yang diketahui

    berperan dalam mekanisme dasar terjadinya gagal jantung. Kelainan yang

    mengakibatkan gangguan kontraktilitas miokardium juga tidak diketahui.

    Diperkirakan penyebabnya adalah kelainan hantaran kalsium dalam

    sarkomer, atau dalam sintesis atau fungsi protein kontraktil. 4

    Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui

    penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa (1) disritmia, (2) infeksi

    sistemik dan infeksi paru-paru, dan (3) emboli paru. Disritmia akan

    mengganggu fungsi mekanis jantung dengan mengubah rangsangan listrik

    yang memulai respons mekanis; respons mekanis yang sinkron dan efektif

    tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung yang stabil. Respons

    tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan

    metabolisme tubuh yang meningkat. Emboli paru secara mendadak akan

    meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan, memicu terjadinya

    gagal jantung kanan. Penanganan gagal jantung yang efektif membutuhkan

    pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis

    penyakit yang mendasari, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu

    terjadinya gagal jantung. 4

    III.ANATOMI

    3

  • Anatomi jantung dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu anatomi luar dan

    anatomi dalam. 5

    A. Anatomi luarAtrium dipisahkan dari ventrikel oleh sulkus koronarius yang

    mengelilingi jantung. Pada sulkus ini berjalan arteri koroner kanan dan arteri

    sirkumfleks setelah dipercabangkan dari aorta. 5

    1. Perikardium

    Jantung dibungkus oleh jaringan ikat tebal yang disebut pericardium,

    terdiri dari 2 lapisan yaitu pericardium viseral dan pericardium parietal.

    Permukaan jantung yang diliputi oleh pericardium viseral lebih dikenal

    sebagai epikardium, yang meluas sampai beberapa segmen di atas pangkal

    aorta dan arteri pulmonal. Selanjutnya jaringan ini akan berputar-lekuk

    (refleksi) menjadi pericardium parietal, sehingga terbentuk ruang pemisah

    yang berisi cairan bening licin agar jantung mudah bergerak saat

    pemompaan darah. Pada orang normal jumlah cairan perkardium adalah

    sekitar 10-20 ml. 5

    Gambar 1: Jantung, Cor (kiri) dan Jantung, Cor, dan Pembuluh darah besar

    dilihat dari dorsal (kanan)

    (dikutip dari kepustakaan 6 )

    A. Anatomi dalam

    Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu atrium kanan dan kiri, serta ventrikel

    kanan dan kiri. Belahan kanan dan kiri dipisahkan oleh septum. 5

    4

  • 1. Atrium kanan

    Darah vena mengalir ke dalam jantung melalui vena kava superior dan

    inferior masuk ke dalam atrium kanan, yang tertampung selama fase sistol

    ventrikel. Kemudian selama fase diastol, darah dalam atrium kanan akan

    mengalir ke dalam ventrikel kanan melewati katup trikuspid. Secara

    anatomis atrium kanan terletak agak ke depan dibanding ventrikel kanan

    atau atrium kiri. Pada bagian antero-superior atrium kanan terdapat lekukan

    ruang atau kantung berbentuk daun telinga disebut aurikel.

    Kedua vena kava bermuara pada tempat yang berbeda, vena kava

    superior bermuara pada dinding supero-posterior, sedangkan vena kava

    inferior pada dinding infero-latero posterior. 5

    2. Ventrikel kanan

    Letak ruang ini paling depan di dalam rongga dada, yaitu tepat dibawah

    manubrium sterni.sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan

    ventrikel kiri. Perbedaan bentuk kedua ventrikel dapat dilihat pada potongan

    melintang. Ventrikel kanan berbentuk bulan sabit atrau setengah bulatan,

    berdinding tipis dengan tebal 4-5mm. bentuk ventrikel kanan seperti ini

    disebabkan oleh tekanan di ventrikel kiri yang lebih besar.

    Secara fungsional ventrikel kanan dapat dibagi dalam alur masuk dan

    alur keluar. Ruang alur masuk ventrikel kanan(right ventricular inflow tract)

    dibatasi oleh katup trikuspid, trabekel anterior dan dinding inferior ventrikel

    kanan. Sedangkan alur keluar ventrikel kanan (right ventricular outflow

    tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin terletak dibagian

    superior ventrikel kanan yang disebut infundibulum atau konus arteriosus. 5

    3. Atrium kiriAtrium kiri menerima darah dari empat vena pulmonal yang bermuara

    pada dinding postero-superior atau postero-lateral, masing-masing sepasang

    vena kanan dan kiri. Letak atrium kiri adalah di postero-superior dari ruang

    5

  • jantung lain, sehingga pada foto sinar tembus dada tidak tampak. Tebal

    dindingnya 3 mm, sedikit lebih tebal daripada dinding atrium kanan. 5

    4. Ventrikel kiriVentrikel kiri berbentuk lonjong seperti tlur, dimana bagian ujungnya

    mengarah ke antero-inferior kiri menjadi apeks kordis. Bagian dasar

    ventrikel tersebut adalah annulus mitral. Tebal dinding ventrikel kiri adalah

    2-3 kali lipat dinding ventrikel kanan, sehingga menempati 75% massa otot

    jantung seluruhnya. Tebal dinding ventrikel kiri saat diastol adalah 8-12

    mm. batas dinding medialnya berupa septum interventrikuler yang

    memisahkannya dari ventrikel kanan. Rentangan septum ini berbentuk

    segitiga, dimana dasar segitiga tersebut adalah pada daerah katup aorta.

    Sekat inter-ventrikuler terdiri dari 2 bagian yaitu bagian muskuler

    menempati hamper seluruh bagian septum dan bagian membranus. Pada

    duapertiga dari dinding septum terdapat serabut otot trabekel karne dan

    sepertiga bagian endokardiumnya licin. 5

    A. Katup jantungAntara atrium, ventrikel dan pembuluh darah besar yang keluar dari

    jantung terdapat katup-katup jantung, yaitu katup atrio-ventrikuler dan katup

    semiluner. 5

    1. Katup semiluner

    Bentuk katup semiluner aorta dan pulmonal adalah sama, tetapi katup

    aorta lebih tebal. Kedua katup ini terletak pada alur keluar dari masing-

    masing ventrikel dengan katup pulmonal yang terletak lebih antero-superior

    dan agak ke kiri. 5

    Setiap katup terdiri dari 3 lembar jaringan ikat daun katup atau daun

    katup yang berbentuk huruf U. pinggir bawah tiap daun katup melekat dan

    bergantung pada annulus aorta dan annulus pulmonal, dimana pinggir atas

    mengarah ke lumen. Di belakang tiap daun katup, dinding pembuluh darah

    melebar dan berbentuk seperti kantong, dikenal sebagai sinus Valsalva.

    Ujung bebas tiap daun katup berbentuk konkaf dan terdapat nodul pada

    pertengahannya, yang dikenal sebagai nodulus Aranti. Ketiga daun katup

    aorta dikenal sebagai daun katup koroner kanan, kiri dan daun katup non-

    6

  • koroner. Katup pulmonal terdiri dari daun katup anterior, daun katup kanan

    dan kiri. 5

    2. katup atrio-ventrikulerAliran darah yang melewati katup mitral atau trikuspid diatur oleh

    interaksi antara atrium, annulus fibrosus, daun katup, korda tendinea, otot

    papilaris dan otot ventrikel. Keenam komponen ini membentuk kompleks

    mitral dan trikuspid yang secara fungsional harus diperhitungkan sebagai

    satu unit. Gangguan salah satu bagian tersebut akan mengakibatkan

    gangguan hemodinamik yang serius. 5

    Katup mitral terdiri dari daun katup mitral anterior dan daun katup mitral

    posterior. Daun katup anterior lebih lebar dan mudah bergerak, melekat

    seperti tirai dari bsal ventrikel kiri, dan meluas secara diagonal sehingga

    membagi ruang aliran menjadi alur masuk dan alur keluar. Alur masuk

    ventrikel kiri berbentuk seperti corong, mulai dari annulus mitral, kemudian

    dengan daun katup mitral melekat pada otot papilaris melalui korda

    tendinea. Alur keluar ventrikel kiri dibatasi daun katup anterior, septum dan

    dinding depan ventrikel kiri. Daun katup anterior berbentuk segitiga,

    dihubungkan dengan kedua bibir daun katup posterior melalui komisura,

    sedangkan daun katup posterior berbentuk segi empat, lebih panjang, lebih

    kaku dan menempati dua pertiga lingkaran cincin mitral. Daun katup

    posterior mitral melekat pada otot papilaris melalui korda tendinea. Daun

    katup posterior terdiri dari 3 lengkungan yang tidak terpisah satu sama lain,

    yaitu skalop lateral, intermedial, dan medial. 5

    Katup trikuspid terdiri dari 3 daun katup utama yang ukurannya tidak

    sama, yaitu daun katup anterior, septal dan posterior. Daun ketup anterior

    berukuran paling lebar, melekat dari daerah infundibuler kearah kaudal

    menuju infero-lateral dinding ventrikel kanan. Daun katup septal melekat

    pada kedua bagian septum muskuler maupun membranous, yang sering

    menutupi VSD kecil tipe alur keluar. Daun katup posterior merupakan yang

    terkecil, melekat pada cincin trikuspid pada sisi postero-inferior. 5

    7

  • Secara keseluruhan terdapat perbedaan bermakna antara anatomi katup

    mitral dan trikuspid. Katup trikuspid lebih tipis, lebih bening dan pertautan

    antara ketiga daun katup itu dihubungkan oleh komisura. 5

    Gambar 2: Katup Jantung, Valvae cordis, dilihat dari superior

    (dikutip dari kepustakaan 5 )

    A. Persarafan jantung

    Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom yaitu saraf simpatis dan

    parasimpatis. Serabut-serabut saraf simpatis mempersarafi daerah atrium dan

    ventrikel termasuk pembuluh darah koroner. Saraf parasimpatis terutama

    memberikan persarafan pada nodus sino-atrial, atrio-ventrikuler dan serabut-

    serabut otot atrium, dapat pula menyebar ke dalam ventrikel kiri. 5

    Persarafan simpatis eferen preganglionik berasal dari medulla spinalis

    torakal atas, yaitu torakal 3 sampai dengan 6, sebelum mencapai jantung

    akan melalui pleksus kardialis kemudian berakhir pada ganglion servikalis

    superior, medial atau inferior. Serabut post-ganglionik akan menjadi saraf

    kardialis untuk masuk ke dalam jantung. Persarafan saraf simpatis berasal

    dari pusat nervus vagus di medulla oblongata; serabut-serabutnya akan

    bergabung dengan serabut simpatis di dalam pleksus kardialis. Rangsang

    simpatis akan dihantar oleh norepinefrin, sedangkan rangsang saraf

    parasimpatis akan dihantar oleh asetilkolin. Pada orang normal kerja saraf

    simpatis adalah mempengaruhi kerja otot ventrikel sedangkan parasimpatis

    mengontrol irama jantung dan laju denyut jantung. 5

    8

  • B. Perdarahan jantung1. Arteri

    Pendarahan otot jantung berasal dari aorta melalui dua pembuluh

    koroner utama, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua

    arteri ini keluar dari sinus Valsava aorta. Arteri koroner kiri berjalan di

    belakang arteri pulmonal sebagai arteri koroner kiri utama (LMCA = Left

    Main Coronary Artery) sepanjang 1-2 cm. arteri ini bercabang menjadi arteri

    sirkumfleks (LCx = Left Circumflex Artery) dan arteri desendens anterior

    kiri (LAD = Left Anterior Descendens Artery). LCx berjalan pada sulkus

    atrio-ventrikuler mengelilingi permukaan posterior jantung, sedangkan LAD

    berjalan pada sulkus interventrikuler sampai ke apeks. Kedua pembuluh

    darah ini bercabang-cabang mendarahi daerah antara kedua sulkus tersebut.5

    Setelah keluar dari sinus Valsava aorta, arteri koroner kanan (RCA =

    Right Coronary Artery) berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan

    bawah mencapai kruks. Cabang pertama adalah arteri atrium anterior kanan

    (Right Atrial Anterior Branch) untuk mendarahi nodus sino-atrial, dan

    cabang lain adalah arteri koroner desenden posterior (PDA = Posterior

    Descending Coronary Artery) yang akan mendarahi nodus atrio-ventrikuler.5

    2. Vena

    Aliran darah balik dari otot jantung dan sekitarnya melalui vena koroner

    yang berjalan berdampingan dengan arteri koroner, akan masuk ke dalam

    atrium kanan melalui sinus koronarius. Selain itu terdapat juga vena-vena

    kecil yang disebut vena Thebesii, yang bermuara langsung ke dalam atrium

    kanan. 5

    3. Pembuluh Limfe

    Pembuluh limfe pada jantung terdiri dari 3 kelompok pleksus, yaitu

    subendokardial, miokardial, dan subepikardial. Penampungan cairan limfe

    dari kelompok pleksus yang paling besar adalah pleksus subepikardial,

    dimana pembuuh-pembuluh limfe akan membentuk satu trunkus yang

    9

  • berjalan sejajar dengan arteri koroner kemudian meninggalkan jantung

    didepan arteri pulmonal dan berakhir pada kelenjar limfe antara vena kava

    superior dan arteri inominata. 5

    I. PATOFISIOLOGIA. Mekanisme Dasar

    Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal

    jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan

    pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang

    menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu

    ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolik) ventrikel,

    terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat

    peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan

    meningkatnya LVDEP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP)

    karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol.

    Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-

    paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan

    hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh

    darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan

    transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema

    interstisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan

    merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru. Tekanan arteri paru-

    paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru.

    Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel

    kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan

    terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan

    kongesti sistemik. ,4,

    Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat

    diperberat oleh regurgitasi fungsional dan katup-katup trikuspidalis atau

    mitralis secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh

    dilatasi anulus katup atroventrikularis, atau perubahan orientasi otot papilaris

    dan korda tendinae akibat dilatasi ruang. 4,8

    10

  • B. Mekanisme Kompensasi Pada Gagal Jantung

    Bila curah jantung karena suatu keadaan menjadi tidak cukup untuk

    memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, maka jantung akan memakai

    mekanisme kompensasi. 4

    Mekanisme kompensasi ini sebenarnya sudah dan selalu dipakai untuk

    mengatasi beban kerja ataupun pada saat menderita sakit. Bila mekanisme ini

    telah secara maksimal digunakan dan curah jantung tetap tidak cukup maka

    barulah timbul gejala gagal jantung. Mekanisme kompensasi ini terdiri dari

    beberapa macam dan bekerja secara bersamaan serta saling mempengaruhi,

    sehingga secara klinis tidak dapat dipisah-pisahkan secara jelas. 4,8

    Dengan demikian diupayakan memelihara tekanan darah yang masih

    memadai untuk perfusi alat-alat vital.Mekanisme ini mencakup: 1) Mekanisme

    Frank-Starling, 2) pertumbuhan hipertrofi venatrikel, dan 3) aktifasi

    neurohormonal. ,2,4

    1. Mekanisme Frank StarlingGagal jantung akibat penurunan kontrak tilitas ventrikel kiri menyebabkan

    pergeseran kurva penampilan ventrikel ke bawah. Karena itu, pada setiap

    beban awal, isi sekuncup menurun dibandingkan dengan normal dan setiap

    kenaikan isi sekuncup pada gagal jantung menuntut kenaikan volume akhir

    diastolik lebih tinggi dibandingkan normal. 4,8

    Penurunan isi sekuncup mengakibatkan pengosongan ruang yang tidak

    sempurna sewaktu jantung berkontraksi; sehingga volume darah yang

    menumpuk dalam ventrikel semata diastol lebih tinggi dibandingkan normal.

    Hal ini bekerja sebagai mekanisme kompensasi karena kenaikan beban awal

    (atau volume akhir diastolik) merangsang isi sekuncup yang lebih besar pada

    kontraksi berikutnya, yang membantu mengosongkan ventrikel kiri yang

    membesar. 4,8

    2. Hipertrofi VentrikelPada gagal jantung, stres pada dinding ventrikel bisa meningkat baik

    akibat dilatasi (peningkatan radius ruang) atau beban akhir yang tinggi

    (misalnya pada stenosis aortik atau hipertensi yang tidak terkendali).

    11

  • Peninggian stres terhadap dinding ventrikel yang terus menerus merangsang

    pertumbuhan hipertrofi ventrikel dan kenaikan massa ventrikel. Peningkatan

    ketebalan dinding ventrikel adalah suatu mekanisme kompensasi yang

    berfungsi untuk mengurangi stres dinding (ingat bahwa ketebalan dinding

    adalah faktor pembagi pada rumus stres dinding), dan peningkatan massa

    serabut otot membantu memelihara kekuatan kontraksi ventrikel. 4,8

    Meskipun demikian, mekanisme kompensasi ini harus diikuti oleh

    tekanan diastolik ventrikel yang lebih tinggi dari normal dengan demikian

    tekanan atrium kiri juga meningkat, akibat peninggian kekakuan dinding yang

    mengalami hipertrofi. Pola hipertrofi yang berkembang bergantung pada

    apakah beban yang di hadapi bersifat kelebihan beban volume atau, tekanan

    yang kronis. Dilatasi ruang yang kronis akibat kelebihan volume, misalnya

    pada regurgitasi mitral atau aorta yang menahun, mengakibatkan sintesis

    sarkomer-sarkomer baru Secara seri dengan sarkomer yang lama. Akibatnya

    radius ruang ventrikel membesar dan ini berkembang sebanding dengan

    peningkatan ketebalan dinding. Hal ini disebut hipertrofi eksentrik. 4,

    Kelebihan tekanan yang kronis, misalnya pada hipertensi atau stenosis

    aortik, mengakibatkan sintesis sarkomer-sarkomer baru yang berjalan sejajar

    dengan sarkomer lama, sehingga terjadilah hipertrofi konsentrik, dimana tebal

    dinding meningkat tanpa adanya dilatasi ruang. Dengan demikian stres

    dinding bisa dikurangi secara bermakna. 4,

    3. Aktifasi neurohormonalPerangsangan neurohormonal merupakan mekanisme kompensasi yang

    mencakup sistim syaraf adrenergik, sistim renin-angiotensin, peningkatan

    produksi hormon antidiuretik, semua sebagai jawaban terhadap penurunan

    curah jantung. 4,

    Semua mekanisme ini berguna untuk meningkatkan tahanan pembuluh

    sistemik, sehingga mengurangi setiap penurunan tekanan darah (ingat rumus

    tekanan darah - curah jantung x tahanan perifer total). Selanjutnya semua ini

    menyebabkan retensi garam dan air, yang pada awalnya bermanfaat

    12

  • meningkatkan volume intravaskuler dan beban awal ventrikel kiri, sehingga

    memaksimalkan isi sekuncup melalui mekanisme Frank Starling.

    Segi negatif aktifasi neurohormonal yang berlebih adalah seringnya terjadi

    akibat yang jelek pada jantung yang sudah payah. 4,14

    A. Sistem syaraf adrenergikPenurunan curah jantung pada gagal jantung dirasakan oleh reseptor-

    reseptor di sinus karotis dan arkus aorta sebagai suatu penurunan porfusi.

    Reseptor-reseptor ini lalu mengurangi laju pelepasan rangsang sebanding

    dengan penurunan tekanan darah. Sinyalnya dihantarkan melalui syaraf

    kranial ke IX dan X ke pusat pengendalian kardiovaskuler di medula. 4,8

    Sebagai akibatnya arus simpatis ke jantung dan sirkulasi perifer

    meningkat, dan tonus parasimpatis berkurang. Ada tiga hal yang

    segeraterjadi:1) peningkatan laju debar jantung,2) peningkatan kontraktilitas

    ventrikel, dan 3) vasokonstriksi akibat stimulasi reseptor-resep\ tor alfa pada

    vena-vena dan arteri sistemik. Peninggian laju debar jantung dan kontraktilitas

    ventrikel secara langsung meningkatkan curah jantung. Vasokonstriksi pada

    sirkulasi vena dan arteri juga bermanfaat pada awalnya. 4,14

    Konstriksi vena mengakibatkan peningkatan aliran balik darah ke jantung,

    sehingga meningkatkan beban awal dan meningkatkan isi sekuncup melalui

    mekanisme Frank Starling, bila jantung bekerja pada bagian yang menaik pada

    kurva penampilan ventrikel. 4,

    Konstriksi arteriolar pada gagal jantung meningkatkan tahanan pembuluh

    perifer Sehingga membantu memelihara tekanan darah. Adanya distribusi

    regional reseptor-reseptor alfa sedemikian rupa menyebabkan aliran darah di

    redistribusi ke alat-alat vital (jantung dan otak) dan dikurangi ke kulit, organ-

    organ splanknik dan ginjal. 4,8

    B. Sistem Renin AngiotensinSistem ini diaktifasi pada gagal jantung. Rangsang untuk mensekresi renin

    dan sel-sel jukstaglomerular mencakup : 1) penurunan perfusi arteri renalis

    sehubungan dengan curah jantung yang rendah, dan 2) rangsang langsung

    13

  • terhadap reseptor-reseptor B2 jukstaglomerular oleh sistem syaraf adrenergik

    yang teraktifasi. Renin bekerja pada angiotensiogen dalam sirkulasi, menjadi

    angiotensin I, yang kemudian diubah dengan cepat oleh ensim pengubah

    angiotensin (ACE) menjadi angiotensin II (All), suatu vasokonstriktor yang

    kuat. 4,16,

    Peningkatan kadar All berperan meningkatkan tahanan perifer total dan

    memelihara tekanan darah sistemik. Angiotensin II juga bekerja meningkatkan

    volume intravaskuler melalul dua mekanisme yaitu di hipotalamus

    merangsang rasa haus dan akibatnya meningkatkan pemasukan cairan, dan

    bekerja pada korteks adrenal untuk meningkatkan sekresialdosteron.

    Aldosteron meningkatkan resorpsi natrium dan tubuh distal ke dalam sirkulasi.

    Kenaikan volume intravaskuler lalu meningkatkan beban awal dan karenanya

    meningkatkan curah jantung melalui mekanisme Frank Starling. . 4,16,

    C. Hormon antidiuretlkPada gagal jantung, sekresi hormon ini oleh kelenjar hipofisis posterior -

    meningkat, mungkin diantarai oleh rangsang terhadap baroreseptor di arteri

    dan atrium kiri, serta oleh kadar All yang meningkat dalam sirkulasi.

    Hormon antidiuretik berperan meningkatkan volume intravaskuler karena

    ia meningkatkan retensi cairan melalui nefron distal. Kenaikan cairan

    intravaskuler inilah yang meningkatkan beban awal ventrikel kiri dan curah

    jantung. . 4,14

    Meskipun ketiga mekanisme kompensasi neurohormonaI yang sudah

    diuraikan diatas pada awalnya bisa bermanfaat, pada akhirnya membuat

    keadaan menjadi buruk. Peningkatan volume sirkulasi dan aliran balik vena ke

    Jantung bisa memperburuk bendungan pada vaskuler paru sehingga

    memperberat keluhan-keluhan akibat kongesti paru. Peninggian tahanan

    arteriol meningkatkan beban akhir dinama jantung yang sudah payah harus

    berinteraksi, sehingga pada akhirnya isi sekuncup dan curah jantung menjadi

    lebih berkurang. . 4,14

    Oleh karena itu terapi dengan obat-obatan sering disesuaikan untuk

    memperlunak mekanisme kompensasi neurohormonal ini.

    14

  • D. Peptida natrluretik atrium (atrial natriuretic peptide)

    Ini adalah suatu hormon kontraregutasi yang disekresi oleh atrium sebagai

    respon terhadap peninggian tekanan intrakardiak. Kerjanya terutama

    berlawanan dengan hormon-hormon lain yang diaktifasi dalam keadaan gagal

    jantung, sehingga mensekresi natrium dan air, menimbulkan vasodilatasi,

    inhibisi sekresi renin, dan mempunyai sifat antagonis terhadap efek All pada

    vasopresin dan sekresi aldosteron. Meskipun kadar peptida ini dalam plasma

    meninggi, efeknya dapat ditumpulkan oleh berkurangnya respon organ-akhir

    (misalnya ginjal). . 4,14

    I. DIAGNOSIS

    A. Gejala dan TandaPada awalnya, secara khas gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik;

    tetapi, dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi terhadap latihan

    semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang

    lebih ringan. 4,

    Dispnea, atau perasaan sulit bernafas, adalah manifestasi gagal

    jantung yang paling umum.

    Ortopnea (atau dispnea saat berbaring)

    15

  • Dispnea nokturnal paroksismal (paroxysmal nocturnal dyspnea,

    PND) atau mendadak terbangun karena dispnea, dipicu oleh

    timbulnya edema pant interstisial.

    Batuk nonproduktif

    Timbulnya ronki

    Semua gejala dan tanda di atas dapat dikaitkan dengan gagal ke

    belakang pada gagal jantung kiri.

    Hemoptisis

    Distensi atrium kiri atau vena pulmonalis dapat menyebabkan

    kompresi esofagus dan Gagal ke belakang pada sisi kanan jantung

    menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena sistemik.

    Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP); vena-vena leher

    mengalami bendungan.

    Tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradoks selama

    inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan

    terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.

    Meningkatnya CVP selama inspirasi ini dikenal sebagai tanda

    Kussmaul

    Dapat terjadi hepatomegali (pembesaran hati)

    Nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati.

    Anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat disebabkan oleh kongesti hati

    dan usus.

    Edema perifer

    Nokturia (diuresis han) yang mengurangi retensi cairan.

    16

  • Gagal jantung yang berlanjut asites atau edema anasarka

    Semua manifestasi yang dijelaskan di sini secara diawali dengan

    bertambahnya berat badan, yang mencerminkan adanya retensi

    natrium dan air.

    Gagal ke depan pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda:

    Berkurangnya perfusi ke organ-organ

    Kulit pucat dan dingin

    Demam ringan dan keringat yang berlebihan.

    Lemah dan letih

    Gejala dapat diperberat oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau

    anoreksia. Makin menurunnya curah jantung dapat disertai insomnia,

    kegelisahan, atau kebingungan.

    Pada gagal jantung kronis yang berat, dapat terjadi kehilangan berat

    badan yang progresif atau kakeksia jantung4,

    Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung memperlihatkan

    denyut yang cepat dan lemah.

    Denyut jantung yang cepat (atau takikardia) mencerminkan respons

    terhadap rangsangan saraf simpatis.

    Hipotensi sistolik ditemukan pada gagal jantung yang lebih berat.

    Pada gagal ventrikel kiri yang berat dapat timbul pulsus alternans,

    yaitu berubahnya kekuatan denyut arteri.

    Pada auskultasi dada lazim ditemukan ronki (seperti yang telah

    dikemukakan di atas) dan gallop ventrikel atau bunyi jantung ketiga

    (S3). Terdengamya S3 pada auskultasi merupakan ciri khas gagal

    ventrikel kiri. Gallop ventrikel terjadi selama diastolik awal dan

    17

  • disebabkan oleh pengisian cepat pada ventrikel yang tidak lentur atau

    terdistensi.

    Kuat angkat substernal (atau terangkatnya sternum sewaktu sistolik)

    dapat disebabkan oleh pembesaran ventrikel kanan.

    Peristiwa bradikardi (asistol atau blok jantung) biasanya berkaitan

    dengan memburuknya gagal jantung secara progresif. 4,

    A. Pemeriksaan laboratorium

    Tes darah mungkin akan diminta untuk menilai fungsi hati dan ginjal,

    level/tingkat sodium dan potassium, jumlah sel darah, dan pengukuran-

    pengukuran lainnya. 7

    Pemeriksaan darah perlu dilakukan untuk menyingkirkan anemia sebagai

    penyebab susah bernapas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta

    komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan

    mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu

    adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat.

    Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui

    adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis

    apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin

    converting enzyme inhibitor dan diuretic dosis tinggi. Pada gagal jantung

    berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian

    diuretik tanpa suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Pada gagal

    jantung kongestif, tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya

    abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum

    fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan. Pemeriksaan penanda BNP

    sebagai penanda biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100

    pg/ml dan plasma non-proBNP adalah 300 pg/ml. 7

    B. Gambaran EKG

    18

  • Dalam kasus kardiogenik, elektrokardiogram (EKG) dapat

    menunjukkan bukti MI ( Miocardium Infark ) atau iskemia. Dalam kasus

    noncardiogenic, EKG biasanya normal. 9,15

    Gambar 3: Electrocardiograms menunjukan infark miokardium anterior dengan gelombang Q pada anteroseptal leads ( atas ) dan pada bagian kiri bundle branch block ( bawah )

    ( Dikutip dari Kepustakaan 15 )

    C. Gambaran Radiologi1. Foto Toraks

    Dua fitur utama dari radiografi dada berguna dalam evaluasi pasien dengan

    gagal jantung kongestif: (1) ukuran dan bentuk siluet jantung, dan (2) edema

    di dasar paru-paru. 9

    Pada gagal jantung hampir selalu ada dilatasi dari satu atau lebih pada

    ruang-ruang di jantung, menghasilkan pembesaran pada jantung. 9

    Dari segi radiologik, cara yang mudah untuk mengukur jantung apakah

    membesar atau tidak, adalah dengan membandingkan lebar jantung dan

    lebar dada pada foto toraks PA (cardio-thoracis ratio). Pada gambar,

    diperlihatkan garis-garis untuk mengukur lebar jantung (a+b) dan lebar dada

    (c1-c2). 19,9

    19

  • CTR=a + bc1 + c2 = 50%

    (normal : 48-50 %) ,9,19

    Gambar 4: Pengukuran CTR

    (dikutip dari kepustakaan 19 )

    Pada patfofisiologi Congestive Heart Failure teah dijelaskan bahwa

    kegagalan jantung juga disebabkan oleh kontraktilitas miokard yang kurang akibat

    infark miokard.Berikut adalah gambar yang menunjukan adanya infark miokard

    dalam congestive heart failure.

    20

  • Gambar 5.Foto Thorax menunjukan adanya infark miokard dan tampak

    curvilinear kalsifikasi ( panah ) pada ventrikel kiri.

    (dikutip dari kepustakaan 11 )

    21

  • Gambar 6: Congestive cardiac failure. Radiografi dada memperlihatkan

    kardiomegali, pengalihan vena-vena lobus atas (tanda panah), garis septum (garis

    Kerley B) terlihat baik di zona bawah kanan (tanda panah terbuka), dan

    penebalan/cairan di fisura horizontal (mata panah). Cairan di fisura horizontal

    kanan kadang-kadang disebut Phantom tumour, itu bisa menghilang pada

    pemeriksaan radiologi berikutnya, bila keadaan pasien membaik

    (dikutip dari kepustakaan 19 )

    Dengan perkembangan dari gagal jantung kongestif, atrium kiri mengalami

    peningkatan tekanan yang paling pertama. Hal ini menyebabkan peningkatan

    tekanan hidrostatik, tekanan kapiler paru serta pembentukan edema interstitial

    terutama pada daerah basal paru. Hal ini menyebabkan peningkatan resistensi

    vaskuler yang mengalir ke basal paru, menyebabkan pirau aliran darah ke

    pembuluh-pembuluh darah pada lobus atas paru-sehingga menyebabkan adnya

    peralihan pada vena-vena pada lobus atas. Pengalihan pada lobus atas dapat

    didiagnosis dengan radiografi posisi erect (tegak), pembesaran pembuluh-

    pembuluh darah pada lobus atas sama dengan atau melebihi pembuluh-pembuluh

    darah pada lobus bawah yang berjarak sama dari hilum.

    22

  • Gambar 7.Foto Thorax PA menunjukan adanya pembesaran pada ventrikel kiri

    karena adanya aneurisme yang mana tampak focal bulge ( panah ).

    ( Dikutip dari Kepustakaan 11 )

    Seiring dengan meningkatnya tekanan hidrostatik, terjadilah tanda-tanda

    edema interstitial:

    Pengaburan dari tepi pembuluh darah Peribronchial cuffing Perihilar kabur Garis Kerley A dan B dapat terlihat ketika cairan mengisi dan

    mendistensi septum interlobular

    Garis Kerley B merupakan garis horizontal yang pendek yang terlihat pada basal paru daerah tepi/perifer

    Garis Kerley A jarang dilihat, garis tersebut merupakan garis yang terpancar dari hilum.

    Saat tekanan hidrostatik mencapai 25 mmHg, cairan melewati alveoli

    dan menyebabkan edema paru. Hal ini dapat terlihat sebagai densitas

    23

  • alveolar multiple dari setengah bagianbawah paru. Kemungkinan lain,

    dapat juga terlihat densitas ruang udara bilateral yang difus dan kurang

    tegas/jelas atau densitas perihilar bats wings (Gambar 6).

    Gambar 8: Contoh dari congestive cardiac failure dengan densitas ruang udara

    (airspace) perihilar di dalam distribusi bat wings mewakili edema paru

    (dikutip dari kepustakaan 19 )

    Ukuran jantung sesudah itu meningkat dan dapat terjadi efusi (biasanya

    lebih besar di kanan). 11

    Perkembangan edema paru dapat dikonfirmasi dengan:

    Peribronchial cuffing Perihilar kabur Garis Kerley Perselubungan alveolar11

    Pada foto polos toraks ditemukan:

    24

  • Pembuluh-pembuluh darah terlihat meluas lebih jauh daripada yang normal pada lapangan paru. 12

    Peribronchial cuffing: terdapat akumulasi cairan interstitial di sekitar bronki yang terlihat sebagai cincin putih, hal tersebut bisa berkurang

    apabila kondisi pasien sudah membaik. 12

    Efusi pleura pada gagal jantung dapat unilateral dan bilateral dan sering di kanan. 12

    Paru-paru terlihat kabur dan kurang radiolusen dari normal karena adanya tahanan air; lattice pattern. 12

    Sudah terbukti didapatkan pada septum interlobular yang edema dan menebal. Juga dapat terlihat penyebaran limfogen dari malignansi

    dalam parenkim paru dan penyakit paru interstitial. 12

    Akumulasi cepat dari cairan mencurah keluar ke alveoli dan menyebabkan perkembangan dari edema paru alveolar (airspace/ruang

    udara). 12

    Tanda vascular yang kabur 12

    Redistribusi progresif aliran darah vena ke paru (cephalization) 12

    Garis Kerley B (septum interlobular yang edematous dan menebal pada perifer paru). 12

    25

  • Gambar 9: Menunjukkan adanya cardiomegali dan Perihilar terlihat kabur

    ( dikutip dari kepustakaan 14 )

    1. Computed Tomography

    CT scan jantung biasanya tidak diperlukan dalam diagnosis rutin dan

    manajemen gagal jantung kongestif. 9

    Multichannel CT scan berguna dalam menggambarkan kelainan bawaan dan

    katup, namun, ekokardiografi dan pencitraan resonansi magnetik (MRI) dapat

    memberikan informasi yang sama tanpa mengekspos pasien untuk radiasi

    pengion. 9

    Gambar 10: Penebalan garis septum dalam kaitan dengan edema

    interstitial pada CHF

    (dikutip dari kepustakaan 11 )

    26

  • Gambar 11. Pada CT Scan posisi axial menunjukan adanya diffuse

    bilateralair space opacities ( Adanya perselubungan yang diffuse di air

    space bilateral )

    (dikutip dari kepustakaan 14 )

    2. Echocardiografi

    Ekokardiografi dua dimensi dianjurkan sebagai bagian awal dari evaluasi

    pasien dengan gagal jantung kongestif yang diketahui atau diduga. Fungsi

    ventrikel dapat dievaluasi, dan kelainan katup primer dan sekunder dapat

    dinilai secara akurat. Ekokardiografi Doppler mungkin memainkan peran

    berharga dalam menentukan fungsi diastolik dan dalam menegakkan diagnosis

    HF diastolik. 9

    HF dalam hubungan dengan fungsi sistolik normal, tetapi relaksasi

    diastolik normal mempengaruhi 30-40% dari pasien dengan CHF. Karena

    terapi untuk kondisi ini jelas berbeda dari yang untuk disfungsi sistolik,

    menetapkan etiologi dan diagnosis yang tepat sangat penting. Kombinasi dari

    2-dimensi dan ekokardiografi Doppler echocardiography efektif untuk tujuan

    ini. 9

    Dua dimensi dan Ekokardiografi Doppler dapat digunakan untuk

    menentukan kinerja sistolik dan diastolik LV(ventrikel kiri), cardiac output

    (fraksi ejeksi), dan tekanan arteri pulmonalis dan pengisian ventrikel.

    27

  • Echocardiography juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit

    katup penting secara klinis.Tingkat kepercayaan di echocardiography adalah

    tinggi, dan tingkat temuan positif palsu dan negatif palsu yang rendah. 9

    Gambar 12. Transthoracic echocardiograms: dua dimensi yaitu dari apical

    (atas) dan Doppler (bawah) menunjukan beratnya kalsifikasi stenosis dengan

    28

  • gradien aortic yang mencapai lebih dari 70 mm Hg ( A = ventrikel kiri , B =

    aortic valve,dan C = atrium kiri.)

    ( Dikutip dari Kepustakaan 15 )

    3. Pencitraan Nuklir

    Pencitraan nuklir dapat digunakan dalam penilaian fungsi jantung dan

    kerusakan di CHF. 9

    Pencitraan ECG-gated perfusi miokard Penilaian viabilitas miokard Ekuilibrium radionuklida angiocardiography 9

    1. Angiografi

    Kateterisasi jantung dan angiografi koroner memiliki peran yang berguna

    pada pasien dengan gagal jantung kongestif, orang-orang dengan penyakit

    jantung katup, dan mereka dengan penyakit jantung bawaan, serta pasien

    dengan kondisi lain. 9

    Untuk pasien dengan CHF, kateterisasi jantung dan angiografi koroner

    secara jelas ditunjukkan dalam situasi berikut:

    CHF yang disebabkan disfungsi sistolik dalam hubungan dengan kelainan

    gerak angina atau daerah dinding dan / atau bukti scintigraphic iskemia

    miokard reversibel bila revaskularisasi sedang dipertimbangkan

    Sebelum transplantasi jantung

    CHF Sekunder untuk aneurisma ventrikel pasca infark atau komplikasi

    mekanis lainnya dari MI 9

    A. Histopatologi

    29

  • Rongga jantung yang melemah dilatasi dan biasanya juga hipertrofi. Pada

    gagal jantung kiri, paru sembap dan terbendung; irisan pada permukaan akan

    menyebabkan pengeluaran campuran berbusa cairan kaya surfaktan dan darah.

    Secara mikroskopis, kapiler alveolus mengalami kongesti. Terjadi transudasi

    cairan, mula-mula terbatas di ruang interstitium perivaskuler sehingga septum

    alveolus mengalami kongesti. Seiring dengan waktu, cairan tumpah ke dalam

    alveolus (edema paru). Cairan edema rendah-protein berwarna merah muda

    pucat apabila dilihat di bawah mikroskop. Apabila tekanan vena paru terus

    meningkat, kapiler dapat menjadi berkelok-kelok dan mungkin pecah sehingga

    timbul perdarahan kecil ke dalam ruang alveolus. Makrofag alveolus

    memfagosit sel darah merah, dan akhirnya penuh dengan hemosiderin.

    Makrofag berpigmen ini disebut sel gagal jantung. Menetapnya edema septum

    dapat memicu fibrosis di dinding alveolus yang bersama dengan penimbunan

    hemosiderin, merupakan cirri dari kongesti vena kronis di paru. Oleh karena

    iu, paru menjadi cokelat tua dan padat, suatu gambaran yang disebut indurasi

    cokelat paru. 13

    Gagal jantung kanan kronis menyebabkan kongesti visera abdomen,

    edema jaringan lunak, dan, pada beberapa kasus, cairan di rongga pleura,

    pericardium dan abdomen. Perubahan pada hati mencakup kongesti pasif

    kronis, yang ditandai dengan atrofi hepatosit di sekitar vena sentral sehingga

    muncul gambaran buah pala pada permukaan potongan. Nekrosis hemoragik

    hepatosit sentrilobulus sering terjadi pada kasus berat, terutama pada pasien

    yang juga mengalami gagal jantun kiri. Pada gagal jantung kronis, hati

    mungkin fibrotic dan, pada kasus yang ekstrem, jelas sirotik. 13

    I. STAGING

    American College of Cardiology/American Heart Association

    (ACC/AHA) heart failure guidelines melengkapi klasifikasi NYHA untuk

    menggambarkan perkembangan penyakit dan dibagi menjadi 4 stage, yaitu:

    Stage A pasien beresiko tinggi untuk gagal jantung tetapi tidak memiliki

    penyakit jantung struktural atau gejala-gejala dari gagal jantung

    30

  • Stage B pasien memiliki penyakit jantung struktural tetapi tidak memiliki

    gejala-gejala dari gagal jantung

    Stage C pasien memiliki penyakit jantung structural dan memiliki gejala-

    gejala dari gagal jantung

    Stage D pasien memiliki gagal jantung berat yang menuntut intervensi

    khusus. 3

    I. DIAGNOSIS BANDING

    1. Pneumonia

    Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem

    pernapasan dimana alveoli (mikroskopik udara mengisi kantong dari paru

    yang bertanggung jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi

    radang sehingga menyebabkan penimbunan cairan.Pneumonia disebabkan

    oleh berbagai macam sebab,meliputi infeksi karena bakteri,virus,jamur

    atau parasit.Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia atau

    kerusakan fisik dari paru - paru, atau secara tak langsung dari penyakit lain

    seperti kanker paru atau penggunaan alkohol. 21

    Gejala khas yang berhubungan dengan pneumonia meliputi batuk,

    nyeri dada, demam,dan sesak nafas.Alat diagnosanya meliputi sinar-x dan

    pemeriksaan sputum.Pengobatan tergantung penyebab dari pneumonia;

    pneumonia kerena bakteri diobati dengan antibiotika.Pneumonia

    merupakan penyakit yang umumnya terjadi pada semua kelompok umur,

    danmenunjukan penyebab kematian pada orang tua dan orang dengan

    penyakitkronik.Tersedia vaksin tertentu untuk pencegahan terhadap jenis

    pnuemonia.Prognosis suntuk tiap orang berbeda tergantung dari jenis

    pneumonia, pengobatan yang tepat,ada tidaknya komplikasi dan kesehatan

    orang tersebut. 21

    31

  • Gambar 13. Foto Thorax yang menggambarkan adanya perselubungan pada air space perihilus yang berprogress cepat ke seluruh bagian lapangan paru.( Dikutip dari Kepustakaan 11 )

    Gambar 14. Menunjukan adanya infiltrasi oleh bacterial pneumonia pada lobus paru kanan atas ( lobus superior kanan )( Dikutip dari Kepustakaan 11 )

    32

  • 2. Non-cardiogenic pulmonary edema

    Non-cardiogenic pulmonary edema umumnya dapat disebabkan oleh: Acute respiratory distress syndrome (ARDS), kondisi yang berpotensi

    serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka

    paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain,

    atau radiasi pada paru-paru. Pada ARDS, integritas dari alveoli

    menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang

    mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat

    dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.

    Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari

    tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-

    pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang

    dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk

    mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.

    High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh

    kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.

    Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage),

    seizure-seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya

    berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan

    neurogenic pulmonary edema.

    Paru yang mengembang secara cepa adakalanya dapat menyebabkan

    re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus

    ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari

    cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada

    ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary

    edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).

    overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada

    pulmonary edema.

    33

  • Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis

    dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua,

    yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.

    Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic

    pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan

    darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang

    berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung

    injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada

    wanita-wanita hamil.

    34

  • Gambar 15 .Perbedaan antara cardiogenic dan noncardiogenic edema.

    Gambar A ( atas ) menunjukan foto thorax AP 51 tahun pria dengan infark

    miokard akut anterior dan akut cardiogenic pulmonari edema

    .Gambar B.menunjukan foto thorax AP dari wanita usia 22 tahun yang

    diidentifikasi dengan komplikasi antara pneumonia dan ARDS.Pada foto

    ini menunjukan diffuse alveolar infiltrat dengan air bronchogram sign.

    ( Dikutip dari Kepustakaan 22 )

    I. PENATALAKSANAANGagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi

    beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama

    fungsi miokardium, baik secara sendiri-sendiri ataupun gabungan dan: (1)

    beban awal, (2) kontraktilitas, dan (3) beban akhir. Penanganan biasanya

    dimulai bila timbul gejala saat beraktivitas biasa (NYHA kelas fungsional

    II). Regimen penangangan secara progresif ditingkatkan sampai mencapai

    respons klinis yang diinginkan. Eksaserbasi akut dan gagal jantung atau

    perkembangan menuju gagal jantung berat dapat menjadi alasan untuk

    perawatan di rumah sakit dan penanganan yang lebih agresif. 4

    A. Pengurangan Beban Awal

    Pembatasan asupan garam dalam makanan mengurangi beban awal

    dengan menurunkan retensi cairan. Apabila gejala-gejala menetap dengan

    35

  • pembatasan garam yang sedang, diperlukan pemberian diuretik oral untuk

    mengatasi retensi natrium dan air. Biasanya, diberikan regimen diuretik

    maksimum sebelum dilakukan pembatasan asupan natrium yang ketat.

    Diet yang tidak mempunyai rasa dapat menghilangkan nafsu makan dan

    menyebabkan gizi buruk. 4

    Vasodilatasi vena dapat menurunkan beban awal melalui redistribusi

    darah dan sentral ke sirkulasi perifer. Venodilatasi menyebabkan

    mengalirnya darah ke perifer dan mengurangi aliran balik vena ke jantung.

    Pada situasi yang ekstrim mungkin diperlukan pengeluaran cairan melalui

    hemodialisis untuk menunjang fungsi miokardium. 4

    B. Peningkatan Kontraktilitas

    Obat inotropik meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium.

    Mekanisme pasti yang menghasilkan efek inotropilc positif ini masih

    belum jelas. Tetapi, petunjuk umum tampaknya adalah meningkatnya

    persediaan kalsium intrasel untuk protein-protein kontraktil, aktin dan

    miosin. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, ion kalsium sangat

    penting untuk terbentuknya jembatan penghubung antara protein kontraktil

    dan selanjutnya untuk kontraksi otot. 4

    Dua golongan obat inotropik dapat dipakai: (1) glikosida digitalis, dan

    (2) obat nonglikosida. Obat non glikosida meliputi amin simpatomimetik,

    seperti epinefrin dan norepinefrmn, dan penghambat fosfodiesterase,

    seperti amrinon dan enoksimon. Amin simpatomimetik meningkatkan

    kontraktilitas secara langsung dengan merangsang reseptor beta adrenergik

    pada miokardium, dan secara tidak langsung dengan melepaskan

    norepinefrin dan medula adrenal. Fosfodiesterase (PDE) adalah enzim

    yang menyebabkan pemecahan suatu senyawa, adenosin monofosfat siklik

    (cAMP), yang memulai perpindahan kalsium ke dalam sel melalui saluran

    kalsium lambat. Penghambatan PDE meningkatkan kadar cAMP dalam

    darah, sehingga meningkatkan kadar kalsium intrasel. Penghambat PDE

    juga mengakibatkan vasodilatasi. 4,16

    C. Pengurangan Beban Akhir

    36

  • Dua respons kompensatorik terhadap gagal jantung (yaitu aktivasi

    sistem saraf simpatis dan sistern reninangiotensin-aldosteron)

    menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan selanjutnya meningkatkan

    tahanan terhadap ejeksi ventrikel dan beban akhir. Dengan meningkatnya

    beban akhir, kerja jantung bertambah dan curah jantung menurun.

    Vasodilator arteri akan menekan efek-efek negatif di atas. Vasodilator

    yang umurn dipakai mengakibatkan dilatasi anyaman vaskular melalui dua

    cara: (1) dilatasi langsung otot polos pembuluh darah, atau (2) hambatan

    enzim konversi angiotensin. Vasodilator langsung terdiri dan obat-obatan

    seperti hidralazin dan nitrat. Supaya efektif, pemberian hidralazin harus

    dikombinasikan dengan nitrat. Kombinasi obat yang paling sering

    digunakan adalah hidralazin-isosorbid dinitrat, yang dapat dikombinasikan

    dengan terapi penghambat enzim konversi angiotensin atau diberikan

    tersendiri apabila penghambat enzim konversi angiotensin tidak dapat

    ditoleransi. 4

    Penghambat enzim konversi angiotensin (mencakup enalapril dan

    kaptopril) menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II.

    Efek ini mencegah vasokontriksi yang diinduksi angiotensin, dan juga

    menghambat produksi aldosteron dan retensi cairan. Penghambat enzim

    konversi angiotensin memberikan harapan besar dalam penanganan gagal

    jantung. Akibatnya, terapi vasodilator oral kiri diberikan lebih awal, yaitu

    untuk gagal jantung NYHA kelas II dan bukan pada kelas III atau IV. 4,16

    Vasodilator arteri mengurangi tahanan terhadap ejeksi ventrikel.

    Akibatnya, ejeksi ventrikel dapat terjadi lebth mudah dan lebih sempurna.

    Dengan kata lain, beban jantung berkurang dan curah jantung meningkat.

    Dengan penanganan yang optimal, penurunan tekanan arteri biasanya tidak

    bermakna karena peningkatan curah jantung menghilangkan kemungkinan

    penurunan tekanan yang biasanya timbul jika pasien hanya diberi

    vasodilator. 4

    Penelitian terbaru memperlthatkan bahwa obat penyekat beta-

    adrenergik efektif menurunkan morbiditas dan mortalitas pada gagal

    jantung. Carvediiol merupakan satu-satunya obat penyekat beta yang

    37

  • disetujui oleh U.S. Food and Drug Administration (Badan Makanan dan

    Obat-obatan Amerika Serikat) untuk penggunaan pada gagal jantung dan

    sebaiknya sebagai obat penyekat beta terpilih pada penderita gagal jantung

    ringan hingga sedang. Propranolol, metoprolol, atau tiniolol dapat

    digunakan pada pasien asimtomatis tanpa disfungsi ventrikel kiri yang

    menyertai infark miokardium. 4,16

    I. PROGNOSIS

    Prognosis pada pasien dengan gagal jantung kongestif (congestive

    heart failure) tergantung dari berat dari gagal jantung kongestif yang dia

    diderita, umur, dan jenis kelamin, dengan prognosis yang lebih jelek/buruk

    pada pasien pria. Di samping itu, beberapa indeks prognostik dapat

    dihubugnkan dengan prognosis yang berlawanan, mencakup kelas dari

    NYHA, fraksi ejeksi ventrikel kiri, dan status neurohormonal. 15,18

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Hurianti Hartanto, dkk. Kamus kedokteran Dorland. edisi 29. jakarta : EGC; 2002. Hal. 801.

    2. Sugeng, Barita Sitompul dan J. Irawan. Buku ajar kardiologi. jakarta : balai penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia, 2004.hal 7

    17,115 126.

    3. Ioana,Dumitru,MD.HeartFailure.http://emedicine.medscape.com.http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview#a0101

    4. Wilson, Sylvia A. Price dan Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2006.hal.633-640.

    5. Oemar, Hamed. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : balai penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia. 2004. hal. 7-12.

    38

  • 6. R. Putz, R. Pabst dan Renate Putz. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia Batang Badan, Panggul, Ekstremitas Bawah. [ed.] M. S. PAK dr. Liliana

    Sugiharto. Edisi 22. Jakarta : EGC; 2006.. Vol. Jilid 2.hal 74 - 77

    7. Harbanu,H.Mariono,SantosoAnwar.Gagaljantung.Denpasar:: http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/91088596.pdf.

    8. .Michael S Figueroa MD,Jay I Peters.Congestive heart failure in Respiratory care.April Vol 51 No 4.hal 403 - 411

    9. Vibhuti N Singh, MD, MPH, FACC, FSCAI. Congestive Heart Failure Imaging. http://reference.medscape.com/.

    10.Ronald L. Eisenberg, Alexander R. Margulis. What to Order When: Pocket Guide to Diagnostic Imaging. 2nd Edition. s.l. : Lippincott

    Williams & Wilkins , 1999. Hal.8

    11.Anil T. Ahuja, Gregory E. Antonio, K.T. Wong, and H. Y. Yuen. Case Studies in Medical Imaging: Radiology for Students and Trainees. New

    York : Cambridge University Press; 2006. hal. 51-52.

    12.Barbara Ritter, EdD, FNP, CNS. Basics of Chest X-Ray Interpretation: An Introduction to the Principles of Chest X-Ray Interpretation.

    13.Kumar, Cotran, Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta : EGC, 2007. Vol. Volume 2.

    14.Gunderman, Richard B. Essential Radiology: Clinical Presentation, Patophysiology and Imaging. [ed.] Timothy Hiscock. 2nd edition. New

    York : Thieme, 2006; hal. 53 58,72.

    15.G Jackson,C R Gibbs, MK Davies, G Y H Lip. ABC of heart failure: History and epidemiology. hal. 9 - 18

    16.Greenberg, Barry H. Congestuve Heart Failure, Philadephia, USA: Lipincott Williams & Wilkins 2007 ; hal.167-168.

    17.Goroll, Allan H., Primary medicine, office evaluation and management of the adult patient sixth edition, Philadephia, USA: Lipincott Williams & Wilkins 2009;.hal.275-287

    18.Davis, Russell C. ABC of heart failure second edition, Australia: Blackwell publishing 2006;hal. 10-11.

    39

  • 19.Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. [ed.] Iwan Ekayuda. Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2010.

    20.Nader Kamangar, MD, FACP, FCCP, FCCM; Chief Editor: Zab Mosenifar, MD.Bacterial Pneumonia.

    http://emedicine.medscape.com/article/300157-overview#showall.

    21.Fransiska S.K.Pneumonia. wordpress.com/2009/02/pneumonia.pdf.22.Lorraine B. Ware, M.D., and Michael A. Matthay, M.D.Acute Pulmonary

    Edema.http://www.nejm.org/

    40